3. PENGUATAN KELEMBAGAAN PENYEDIA SARANA INPUT, PERMODALAN DAN PEMASARAN DALAM MENDUKUNG PENINGKATAN PRODUKSI IKAN DAN PENDAPATAN USAHA PELAKU PERIKANAN TANGKAP Sasaran Kebijakan : Kebijakan Perikanan Tangkap LATAR BELAKANG Sarana dan prasarana perikanan tangkap di Indonesia sampai saat ini belum mampu mendukung kegiatan yang dilakukan oleh para nelayan. Salah satu penyebab kurangnya sarana dan prasarana ini adalah karena masih kurangnya perhatian pihak terkait untuk membangun kawasan pesisir serta kurangnya kemampuan masyarakat pesisir itu sendiri untuk membangun sarana dan prasarana yang diperlukan. Hasil penelitian Panelkanas (BBPSEKP,2013) menunjukkan bahwa dibeberapa wilayah pesisir perikanan belum tersedianya sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung kegiatan usaha perikanan tangkap di wilayah tersebut. Contoh di wilayah Pesisir Kabupaten Sampang, Kecamatan Ketapang belum adanya sarana tambat labuh untuk perahu nelayan, lembaga permodalan khusus nelayan, penyedia sarana input (alat tangkap dan mesin). Sama halnya dengan di wilayah pesisir di Kabupaten Sambas, Kecamatan Pemangkat belum adanya sarana tambat labuh untuk perahu nelayan khususnya yang ukuran < 5 GT. Pelabuhan perikanan yang ada diwilayah tersebut didominasi oleh armada dengan ukuran > 10 GT. Untuk diwilayah pesisir ini pun belum tersedianya lembaga permodalan khusus nelayan serta penyedia sarana input (mesin dan alat tangkap). Sebagian besar nelayan di wilayah Kabupaten Sampang dan Sambas membeli mesin dan alat tangkap dari kota-kota yang ada di wilayah Pulau Jawa, seperti Surabaya, Cilacap, Jakarta, Cirebon dan Semarang. Hasil penelitian Panelkanas pun menunjukkan bahwa di beberapa lokasi pesisir sentra perikanan tangkap (Kabupaten Cirebon, Kota Sibolga, Kabupaten Sambas, Kota Bitung, Kota Padang dan Kabupaten Sampang) tersedianya sarana pelelangan ikan (TPI) namun faktanya TPI tersebut tidak berfungsi dengan baik namun hanya sebatas tempat dalam melakukan jual beli ikan saja tanpa adanya proses pelelangan yang semestinya. Dari beberapa permasalahan di sektor perikanan tangkap dinilai perlunya sebuah lembaga yang dapat menjembatani antara penyedia sarana input dan permodalan dengan para nelayan atau penguatan kelembagaan terhadap lembaga yang sudah ada sehingga dapat memecahkan permasalahan yang ada. OPSI REKOMENDASI “ Pembentukan lembaga penyedia sarana input dan permodalan khusus perikanan” DASAR PERTIMBANGAN REKOMENDASI Tidak semua wilayah pesisir memiliki lembaga penyedia sarana input maupun pemodalan. Hasil penelitian Panelkanas menunjukkan bahwa untuk wilayah pesisir yang didominasi oleh nelayan tradisional atau dengan armada < 5 GT (Kecamatan Ketapang, Kabupaten Sampang, Kecamatan Pemangkat Kabupaten Sambas) tidak tersedia lembaga penyedia sarana input (mesin dan alat tangkap) maupun permodalan. Khusus untuk di wilayah Kecamatan Pemangkat, Kabupaten Sambas diwilayah tersebut terdapat Pelabuhan Perikanan Nusantara Ketapang namun semua lembaga yang ada cenderung untuk “melayani kapal-kapal besar (>20 GT)” sedangkan untuk lembaga penyedia terkait kebutuhan nelayan tradisional sangat sedikit sekali, sehingga untuk memenuhi kebutuhan alat pendukung perikanan diperoleh dari luar kota. Kondisi ini mengakibatkan jumlah biaya yang dikeluarkan oleh nelayan untuk membeli sarana input menjadi lebih besar. Pada wilayah-wilayah pesisir memang sudah banyak tersedia lembaga permodalan atau perbankan , baik bank konvensional pemerintah, swasta maupun yang bentuknya bank perkreditan, namun berdasarkan fakta dilapang untuk pelaku usaha nelayan tradisional khususnya pada tipologi pelagis kecil dan demersal hampir 90% tidak ada yang memanfaatkan lembaga permodalan/perbankan tersebut dalam hal meminjam modal (uang) untuk menjalankan usahanya. Sedangkan yang 10% nya adalah nelayan yang memanfaatkan lembaga permodalan tersebut untuk menyimpan uang tabungan dan pinjaman modal untuk pembelian mesin dan perahu. Alasan sebagian besar nelayan tradisional tidak dapat mengakses modal pada lembaga tersebut karena ketidaktahuan atas prosedur peminjaman dan juga tidak adanya barang yang dimiliki yang dapat dijadikan agunan sesuai ketentuan lembaga tersebut. STRATEGI IMPLEMENTASI Lembaga penyedia sarana input dan permodalan dapat dalam bentuk kelompok usaha nelayan yang berbadan hukum. Lembaga ini dapat diinisiasi oleh masyarakat lokal atau pemerintah. Kelompok usaha ini diharapkan dikelola oleh istri-istri nelayan dalam rangka pemberdayaan wanita dan kesetaraan gender (dalam mendukung program MDGs). Dalam awal pembentukannya diharapkan pemerintah memberikan bantuan awal sebagai modal kelompok. Kementerian Kelautan dan Perikanan dapat menyalurkan bantuannya seperti yang sudah terlaksana dalam program PUMP Perikanan Tangkap yang memang dialokasikan untuk masyarakat nelayan. Pembentukan lembaga atau kelompok usaha nelayan ini diprioritaskan pada wilayah pesisir yang nelayannya memiliki target tangkapan ikan jenis pelagis kecil dan demersal. Hasil penelitian Panelkanas menunjukkan bahwa untuk wilayah pesisir dengan nelayan yang memiliki target tangkapan ikan jenis pelagis kecil dan demersal memiliki dukungan sarana dan prasarana yang lebih sedikit jika dibandingkan pada wilayah pesisir yang nelayanya memiliki target tangkapan ikan jenis pelagis besar. Sebagai contoh di wilayah Kota Bitung, Kota Padang dan Kabupaten Malang yang merupakan sentra-sentra ikan tuna (pelagis besar) di Indonesia memiliki sarana dan prasarana terkait usaha perikanan yang cukup baik. Pada lokasi tersebut sudah ada coldstorage sarana penyedia input (mesin dan alat tangkap), TPI, SPDN bahkan perusahaan yang bergerak diproduk perikanan pun dibangun disekitar wilayah tersebut. Hal ini sangat berbeda dengan kondisi nelayan pada wilayah pesisir dengan target tangkapan ikan pelagis kecil dan demersal, bahkan untuk menjual ikan hasil tangkapan pun terkadang susah dan tidak jarang dibuang karena membusuk. Dengan dibentuknya lembaga penyedia sarana input dan permodalan dalam bentuk kelompok usaha nelayan ini dapat mengatasi hal tersebut. Tentu saja kelompok usaha nelayan ini harus melayani segala aktifitas nelayan mulai dari pemenuhan sarana input hingga pemasarannya. Diharapkan nelayan dapat menekan biaya operasional, karena mereka biasanya membeli kebutuhan input penangkapan diluar kota dengan harga yang lebih tinggi, maka dengan adanya kelompok usaha nelayan diwilayahnya maka biaya yang dikeluarkan menjadi lebih rendah. Dalam melaksanakan fungsinya sebagai lembaga permodalan, maka strategi yang dilakukan yaitu dengan cara usaha simpan – pinjam. Dalam struktur organisasinya, kelompok usaha ini harus terdapat dari unsur pemerintah (baik skpp maupun skpd). Unsur SKPP dapat berasal dari Kementerian Kelautan dan Perikanan yang berfungsi sebagai pengawasan (jika adanya dana bantuan dari pemerintah pusat) unsur SKPD dapat berasal dari dinas kelautan dan perikanan kab/kota yang berfungsi sebagai liason officer. Untuk pemasaran, kelompok usaha nelayan ini dapat memanfaatkan sarana TPI yang ada dilokasi pesisir dengan mengembalikan fungsi TPI sehingga pelaksanaan pelelangan ikan pun dapat berjalan. Sebagai contoh, di wilayah Kabupaten Malang, pelaksanaan pelelangan ikan yang berjalan dapat memberikan manfaat yang baik masayarakat setempat. TPI memberikan andil dlm pembangunan., hasil dari TPI 10% utk pemerintah provinsi, 40% untuk pemerintah kabupaten, dan 50% untuk pengelolaan pelabuhan.. perikanan. Dimana 50% untuk pengelolaan pelabuhan dibagi menjadi 30% untuk pengelola TPI (koperasi), 5% untuk perawatan desa, 4% untuk pemerintah desa, 2,5% untuk kesejahteraan pedagang, 2,5% untuk kesejahteraan nelayan atau pengadaan rumpon, 3% untuk keamanan dan 3% untuk dana sosial. Jika disetiap wilayah peisisr fungsi TPI dapat berjalan dengan baik maka manfaat yang diterima akan banyak seperti pada contoh diatas Khusus terkait pemasaran, Kelembagaan TPI merupakan kelembagaan ekonomi yang bergerak di sektor pemasaran hasil tangkapan nelayan. Oleh karena itu maka TPI dapat menjadi satu unit usaha Koperasi yang berfungsi sebagai media pemasaran ikan melalui aktivitas pelelangan ikan. Pelelangan ikan tersebut merupakan upaya Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota yang bertujuan untuk membentuk persaingan harga yang layak bagi nelayan serta melindungi nelayan dari permainan harga pasar yang kurang menguntungkan. Dalam menjalankan usahanya tentu saja koperasi harus memiliki modal awal yang besar. Pemenuhan kebutuhan modal ini dapat dibantu melalui program pemerintah baik dari KKP melalui pump ataupun dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Khusus lokasi-lokasi peisisr yang terdapat Klinik Iptek Mina Bisnis (inisiasi BBPSEKP) dapat bekerja sama atau menjadi mitraKIMBis sehingga KIMBis sebagai klinik iptek mina bisnis dapat membantu permasalahan nelayan dalam hal pemasaran (minabisnis) dan juga kebutuhan iptek yang tepat bagi nelayan. PRAKIRAAN DAMPAK REKOMENDASI 1. Nelayan dapat memperoleh barang-barang input untuk usaha penangkapan ikan dengan mudah dan harga yang lebih rendah dari biasanya. 2. Nelayan dengan mudah memperoleh modal untuk operasional penangkapan ikan. 3. Ikan hasil tangkapan nelayan dapat terjamin terjual. 4. Pemerataan pembangunan sarana dan prasarana pendukung usaha perikanan Penyusun Rekomendasi : Maulana Firdaus dan Nensyana Shafitri