determinan pemakaian alat kontrasepsi pada wanita

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keluarga Berencana (KB)
2.1.1. Sejarah KB
Keluarga Berencana (KB) bukanlah hal yang baru, karena menurut catatancatatan dan tulisan yang berasal dari Mesir Kuno, Yunani Kuno, Tiongkok Kuno dan
India hal ini telah mulai dipraktekkan sejak berabad-abad yang lalu, tetapi pada waktu
itu cara-cara yang dikaji masih primitif dan kuno. Pada zaman Nabi-Nabi dan
pengikutnya, keluarga berencana telah dilaksanakan dalam mengatur kelahiran
namun dengan cara-cara sederhana (Mochtar, 2008).
Dalam sejarah manusia berabad-abad lamanya tidak seorangpun yang tahu
bagaimana terjadinya kehamilan. Waktu itu hubungan persetubuhan antara suami dan
istri dengan kehamilan tidak diketahui sama sekali. Kehamilan disangka disebabkan
oleh sesuatu yang mistik atau termakan oleh wanita atau disebabkan oleh pengaruh
matahari dan bulan atau hal-hal lainnya. Maka dengan sendirinya cara keluarga
berencana yang pertama dilakukan adalah dengan jalan berdoa dan memakai jimat
anti hamil, sambil meminta dan berharap supaya wanita tersebut tidak hamil dan
anaknya tidak susun paku (Mochtar, 2008).
Pada zaman Yunani kuno, Soranus dan Ephenus telah membuat tulisan ilmiah
tentang cara menjarangkan kelahiran. Cara waktu itu adalah mengeluarkan semen
(cairan mani) dengan membersihkan vagina dengan kain dan minyak. Ada yang
Universitas Sumatera Utara
memakai alat-alat yang dapat menghalangi masuknya sperma ke dalam rahim,
umpamanya dengan memasukkan rumput, daun-daunan atau sepotong kain perca ke
dalam vagina (Prawiroharjo, 2006).
Menurut beberapa ahli, pada zaman Mesir Kuno dari relief dan manuskrip
berhuruf hirogrif dijumpai keterangan mengenai cara orang Mesir Kuno
menjarangkan kelahiran. Menurut ahli sejarah Avicena (Ibnu Sina), seorang tabib dan
filsuf Arab zaman Persia telah menganjurkan cara-cara menjarangkan kelahiran
(Prawirohardjo, 2006).
Sejak zaman dulu, di Indonesia telah dipakai obat dan jamu yang
dimaksudnya untuk mencegah kehamilan. Di Irian Jaya telah lama dikenal ramuan
dan daun-daunan yang khasiatnya dapat mencegah kehamilan. Dalam masyarakat
Hindu Bali sejak dulu hanya ada nama untuk empat orang anak, mungkin suatu cara
untuk menganjurkan supaya pasangan suami istri mengatur kelahiran anaknya hanya
sampai empat (Mochtar, 2008).
Di Indonesia keluarga berencana modern mulai dikenal pada tahun 1953. Pada
waktu itu sekelompok ahli kesehatan, kebidanan dan tokoh masyarakat telah mulai
membantu masyarakat, namun dengan sedikit mungkin publikasi, dengan obat yang
ada tentang keluarga berencana. Pada tanggal 23 Desember 1957, mereka mendirikan
wadah dengan nama Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) adalah
pelopor pergerakan keluarga berencana dan sampai sekarang masih aktif membantu
program keluarga berencana nasional yang dikoordinir oleh Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Pada tahun 1970 berdiri BKKBN merupakan lembaga pemerintah yang
bertanggung jawab mengenai pelaksanaan program KB di Indonesia. Fungsi BKKBN
antara lain adalah sebagai pengkoordinasi, perencana, perumus kebijakan, pengawas,
pelaksana dan evaluasi.
Program Keluarga Berencana adalah suatu program yang dimaksudkan untuk
membantu para pasangan dan perorangan dalam mencapai tujuan reproduksi,
mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan mengurangi insidens kehamilan
beresiko tinggi, kesakitan dan kematian, membuat pelayanan yang bermutu,
terjangkau, diterima dan mudah diperoleh bagi semua orang yang membutuhkan,
meningkatkan mutu nasehat komunikasi, edukasi, konseling dan pelayanan,
meningkatkan partisipasi dan tanggung jawab pria dalam praktik KB, dan
meningkatkan pemberian Air Susu Ibu (ASI) untuk menjarangkan kehamilan
(BKKBN, 2007).
2.1.2. Pengertian KB
Keluarga Berencana menurut WHO (World Health Organization) adalah
tindakan yang membantu individu atau pasangan suami isteri untuk (BKKBN, 2001):
a. Mendapatkan objektif - objektif tertentu.
b. Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan.
c. Mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan.
d. Mengatur interval di antara kelahiran.
e. Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami isteri.
f. Menentukan jumlah anak dalam keluarga.
Universitas Sumatera Utara
Sasaran utama dari pelayanan KB adalah Pasangan Usia Subur (PUS).
Pelayanan KB diberikan di berbagai unit pelayanan baik oleh pemerintah maupun
swasta dari tingkat desa hingga tingkat kota dengan kompetensi yang sangat
bervariasi. Pemberi layanan KB antara lain adalah Rumah Sakit, Puskesmas, dokter
praktek swasta, bidan praktek swasta dan bidan desa.
Jenis alat/obat kontrasepsi antara lain kondom, pil KB, suntik KB, IUD,
implant, vasektomi, dan tubektomi. Untuk jenis pelayanan KB jenis kondom dapat
diperoleh langsung dari apotek atau toko obat, pos layanan KB dan kader desa.
Kontrasepsi suntik KB sering dilakukan oleh bidan dan dokter sedangkan kontrasepsi
jenis, IUD, implant dan vasektomi/tubektomi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan
terlatih dan berkompeten (BKKBN, 2001).
2.1.3. Tujuan KB
Kebijakan Keluarga Berencana (KB) bertujuan untuk mengendalikan
pertumbuhan penduduk melalui usaha penurunan tingkat kelahiran. Kebijakan KB ini
bersama-sama dengan usaha-usaha pembangunan yang lain selanjutnya akan
meningkatkan kesejahteraan keluarga. Upaya menurunkan tingkat kelahiran
dilakukan dengan mengajak pasangan usia subur (PUS) untuk berkeluarga berencana.
Sementara itu penduduk yang belum memasuki usia subur (Pra-PUS) diberikan
pemahaman dan pengertian mengenai keluarga berencana.
Untuk menunjang dan mempercepat pencapaian tujuan pembangunan KB
telah ditetapkan beberapa kebijakan, yaitu perluasan jangkauan, pembinaan terhadap
peserta KB agar secara terus menerus memakai alat kontrasepsi, pelembagaan dan
Universitas Sumatera Utara
pembudayaan NKKBS serta peningkatan keterpaduan pelaksanaan keluarga
berencana. Selanjutnya untuk mendukung pelaksanaan kebijakan tersebut terus
dimantapkan usaha-usaha operasional dalam bentuk upaya pemerataan pelayanan
KB, peningkatan kualitas baik tenaga, maupun sarana pelayanan KB, penggalangan
kemandirian, peningkatan peran serta generasi muda, dan pemantapan pelaksanaan
program di lapangan (BKKBN, 2001).
2.1.4. Visi dan Misi KB
Visi KB berdasarkan paradigma baru program Keluarga Berencana Nasional
adalah untuk mewujudkan ”Keluarga berkualitas tahun 2015”. Keluarga yang
berkualitas adalah keluarga yang sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang
ideal, berwawasan ke depan, bertanggungjawab, harmonis dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Visi “Keluarga berkualitas 2015″ dijabarkan dalam salah satu
misinya ke dalam peningkatan kualitas pelayanan Keluarga Berencana dan Kesehatan
Reproduksi (BKKBN, 2001).
2.2. Kontrasepsi
2.2.1. Pengertian Kontrasepsi
Kontrasepsi adalah penggunaan alat-alat atau cara-cara untuk mencegah
terjadinya kehamilan atau memperkecil kemungkinan terjadinya pembuahan
(konsepsi) setelah coitus. Ciri-ciri kontrasepsi ideal harus memiliki syarat berdaya
guna, murah, aman, mudah didapat, ideal, dan lama kerjanya dapat diatur menurut
kebutuhan, efek samping dan cara penggunaan sederhana, dapat diterima pasangan
Universitas Sumatera Utara
suami istri, tidak mengganggu hubungan dan pemakaiannya dapat dipercaya
(Prawiroharjo, 2006).
Dahulu kala pada abad sebelum Masehi, Hipocrates pernah menganjurkan
wanita-wanita yang terlambat haid dan kebanyakan anak untuk bekerja lebih keras
atau olah raga lebih berat lagi agar mereka mendapat haid lagi. Ada yang mengatakan
bahwa abortus atau pengguguran kandungan mungkin merupakan alat kontrasepsi
tertua di dunia ini, tetapi abortus ini oleh pandangan agama apa pun tidak dibenarkan
dan di anggap berdosa bagi mereka yang melakukan tindakan pengguguran ini,
bahkan undang-undang di beberapa negara pun menganggap bahwa perbuatan ini
adalah ilegal dan bagi pelakunya dikenakan sanksi hukum (Hellboy, 2008).
2.2.2. Jenis-Jenis Kontrasepsi
Memilih alat kontrasepsi berdasarkan pertimbangan sebagai berikut
(Yuwielueninet, 2008):
a. Efektifitasnya tinggi
b. Tidak menimbulkan efek samping
c. Daya kerjanya dapat diatur sesuai kebutuhan
d. Tidak menimbulkan gangguan sewaktu melakukan hubungan seksual
e. Mudah digunakan
f. Harganya terjangkau
Hampir semua pasangan suami-istri memerlukan perencanaan kehamilan dan
sekaligus membatasi jumlah anak. Karena itu, kontrasepsi dibutuhkan. Alasan
penggunaan kontrasepsi bisa macam-macam, dari menunda kehamilan, menjarangkan
Universitas Sumatera Utara
jarak kehamilan, sampai menyetop kehamilan, masing-masing pasangan punya
alasan. Mungkin karena urusan sekolah, pekerjaan, usia, kesehatan dan segala
macam. Bisa juga karena sudah memiliki anak dan hendak menunda kehamilan
berikutnya. Atau, ingin berhenti karena anak sudah banyak.
Seperti kita tahu, ada begitu banyak alat kontrasepsi. Secara garis besar,
kontrasepsi itu dibagi dalam tiga bagian besar yaitu kontrasepsi mekanik, hormonal,
dan kontrasepsi mantap (Yuwielueninet, 2008).
a. Kontrasepsi mekanik
Dinamakan mekanik karena sifatnya sebagai pelindung. Maksudnya,
kontrasepsi ini mencegah bertemunya sperma dan sel telur dalam rahim. Ada
beberapa kontrasepsi yang termasuk dalam golongan mekanik ini, yaitu kondom
dan diafragma.
1) Kondom
Dulu kondom terbuat dari kulit atau usus binatang. Setiap akan
digunakan direndam dulu. Kemudian terbuat dari linen. Kini kondom terbuat
dari bahan karet yang tipis dan elastis. Bentuknya seperti kantong. Fungsi
kondom sebenarnya untuk menampung sperma sehingga tidak masuk ke dalam
vagina. Perlindungan tersebut efektif 90 persen. Terlebih jika dipakai bersama
dengan spermisida (pembunuh sperma). Rata-rata, dari 100 pasangan dalam
setahun, sekitar 4 wanita yang hamil. Kondom harganya murah, mudah
didapat, tidak perlu resep dokter, tidak perlu pengawasan dan juga bisa
mencegah penularan penyakit kelamin. Tapi tidak selalu cocok terutama jika
Universitas Sumatera Utara
pemakai alergi terhadap bahan karet. Dan mungkin saja terjadi kebocoran,
karena bahannya yang sangat tipis.
2) Diafragma
Kontrasepsi wanita yang mirip kondom. Bentuknya seperti topi yang
menutupi mulut rahim. Terbuat dari bahan karet dan agak tebal. Kontrasepsi
ini dimasukkan ke dalam vagina, semacam sekat yang dapat mencegah
masuknya sperma ke dalam rahim. Diafragma digunakan jika akan
berhubungan seksual. Setelah itu bisa dilepas lagi atau tetap pada tempatnya.
Karena bahannya lebih tebal dari kondom, kontrasepsi ini tidak mungkin
bocor.
3) Alat kontrasepsi dalam rahim
Alat kontrasepsi dalam rahim/AKDR/IUD lebih dikenal dengan nama
spiral. Berbentuk alat kecil dan banyak macamnya. Ada yang terbuat dari
plastik seperti bentuk huruf S (Lippes Loop). Ada pula yang terbuat dari logam
tembaga berbentuk seperti angka tujuh (Copper Seven) dan mirip huruf T
(Copper T). Selain itu, ada berbentuk sepatu kuda (Multiload). Yang paling
terkenal Copper T dan Multiload. Kontrasepsi tersebut jadi pilihan karena
kenyamanannya. Modifikasi terbaru Copper T, yaitu Nova T memiliki
keunggulan lebih lembut. Alat kontrasepsi ini dimasukkan ke dalam rahim
oleh dokter dengan bantuan alat. Benda asing dalam rahim ini akan
menimbulkan reaksi yang dapat mencegah bersarangnya sel telur yang telah
Universitas Sumatera Utara
dibuahi di dalam rahim. Alat ini bisa bertahan dalam rahim selama 2-5 tahun,
tergantung jenisnya dan dapat dibuka sebelum waktunya jika ingin hamil lagi.
Sebagai pemakai, bisa dilakukan pemeriksaan sendiri keberadaan alat
tersebut. Caranya dengan meraba benang alat kontrasepsi tersebut di mulut
rahim. Seandainya Anda sudah melakukan pemasangan kontrasepsi ini, jangan
lupa melakukan pemeriksaan ulang. Apakah itu 2 minggu sekali, 1-2 bulan
sekali, atau setiap enam bulan sampai satu tahun setelah pemasangan.
Pemakaian kontrasepsi tanpa bahan aktif tembaga (copper) dapat terus
berlangsung sampai menjelang menopause. Sedangkan kontrasepsi dengan
bahan aktif tembaga, 3-4 tahun harus diganti. Yang perlu diingat kontrasepsi
ini bukanlah alat yang sempurna. Masih ada kekurangannya. Misalnya,
kehamilan bisa tetap terjadi, perdarahan, atau infeksi. Mungkin akibat benang
dari alat tersebut dapat merangsang mulut rahim sehingga menimbulkan
perlukaan dan mengganggu dalam hubungan seksual. Pemakaian AKDR juga
membuat kita lebih mudah keputihan. Karena itu sebaiknya kontrasepsi ini
tidak digunakan jika terdapat infeksi genetalia atau perdarahan yang tidak
jelas. Keuntungannya, alat ini bisa dipakai untuk jangka panjang. Bahkan sama
sekali tidak mengganggu produksi ASI, jika ibu sedang menyusui. Efektifitas
pemakaian kontrasepsi dalam rahim ini, dari seribu pasangan, sekitar 5 wanita
dalam setahun akan hamil.
Universitas Sumatera Utara
4) Spermisida
Kontrasepsi ini merupakan senyawa kimia yang dapat melumpuhkan
sampai membunuh sperma. Bentuknya bisa busa, jeli, krim, tablet vagina,
tablet, atau aerosol. Sebelum melakukan hubungan seksual, alat ini
dimasukkan ke dalam vagina. Setelah kira-kira 5-10 menit hubungan seksual
dapat dilakukan. Penggunaan spermisida ini kurang efektif bila tidak
dikombinasi dengan alat lain, seperti kondom atau diafragma. Dari 100
pasangan dalam setahun, ada 3 wanita yang hamil. Tapi karena sering salah
dalam pemakaiannya, bisa terjadi sampai 30 kehamilan.
Banyak wanita merasa tak nyaman menggunakan spermasida.
Keluhannya, tidak enak dan timbul alergi. Selain itu, pemakaiannya agak
merepotkan menjelang hubungan senggama. Pasangan pun sulit mencapai
kepuasan (Prawirohardjo, 2006).
b. Kontrasepsi hormonal
Kontrasepsi ini menggunakan hormon, dari progesteron sampai kombinasi
estrogen dan progesteron. Penggunaan kontrasepsi ini dilakukan dalam bentuk
pil, suntikan, atau susuk (Prawirohardjo, 2006). Pada prinsipnya, mekanisme kerja
hormon progesteron adalah mencegah pengeluaran sel telur dari indung telur,
mengentalkan cairan di leher rahim sehingga sulit ditembus sperma, membuat
lapisan dalam rahim menjadi tipis dan tidak layak untuk tumbuhnya hasil
konsepsi, saluran telur jalannya jadi lambat sehingga mengganggu saat
bertemunya sperma dan sel telur.
Universitas Sumatera Utara
1) Pil atau tablet
Pil bertujuan meningkatkan efektifitas, mengurangi efek samping, dan
meminimalkan keluhan. Sebagian besar wanita dapat menerima kontrasepsi ini
tanpa kesulitan. Di Indonesia, jenis ini menduduki jumlah kedua terbanyak
dipakai setelah suntikan. Pil ini tersedia dalam berbagai variasi. Ada yang
hanya mengandung hormon progesteron saja, ada pula kombinasi antara
hormon progesteron dan estrogen. Cara menggunakannya, diminum setiap hari
secara teratur. Ada dua cara meminumnya yaitu sistem 28 dan sistem 22/21.
Untuk sistem 28, pil diminum terus tanpa pernah berhenti (21 tablet pil
kombinasi dan 7 tablet plasebo). Sedangkan sistem 22/21, minum pil terusmenerus, kemudian dihentikan selama 7-8 hari untuk mendapat kesempatan
menstruasi. Jadi, dibuat dengan pola pengaturan haid (sekuensial).
Pada setiap pil terdapat perbandingan kekuatan estrogenik atau
progesterogenik, melalui penilaian pola menstruasi. Wanita yang menstruasi
kurang dari 4 hari memerlukan pil KB dengan efek estrogen tinggi. Sedangkan
wanita dengan haid lebih dari 6 hari memerlukan pil dengan efek estrogen
rendah. Sifat khas kontrasepsi hormonal yang berkomponen estrogen
menyebabkan
mudah
tersinggung,
tegang,
berat
badan
bertambah,
menimbulkan nyeri kepala, perdarahan banyak saat menstruasi, Sedangkan
yang berkomponen progesteron menyebabkan payudara tegang, menstruasi
berkurang, kaki dan tangan sering kram, liang senggama kering. Penggunaan
pil secara teratur dan dalam waktu panjang dapat menekan fungsi ovarium.
Universitas Sumatera Utara
Kerugian lainnya, mungkin berat badan bertambah, juga rasa mual sampai
muntah, pusing, mudah lupa, dan ada bercak di kulit wajah seperti flek hitam.
Juga dapat memengaruhi fungsi hati dan ginjal. Kecuali itu, kandungan
hormon estrogen dapat mengganggu produksi ASI. Keuntungannya, pil ini
dapat
meningkatkan
libido,
sekaligus
untuk
pengobatan
penyakit
endometriosis. Haid menjadi teratur, mengurangi nyeri haid, dan mengatur
keluarnya darah haid. Efektifitas penggunaan pil ini 95-98 persen. Jadi, ada
sekitar 7 wanita yang hamil dari 1.000 pasangan dalam setahun.
2) Suntikan
Kontrasepsi suntikan mengandung hormon sintetik. Penyuntikan ini
dilakukan 2-3 kali dalam sebulan. Suntikan setiap 3 bulan (Depoprovera),
setiap 10 minggu (Norigest), dan setiap bulan (Cyclofem). Salah satu
keuntungan suntikan adalah tidak mengganggu produksi ASI. Pemakaian
hormon ini juga bisa mengurangi rasa nyeri dan darah haid yang keluar.
Sayangnya, bisa membuat badan jadi gemuk karena nafsu makan meningkat.
Kemudian lapisan dari lendir rahim menjadi tipis sehingga haid sedikit, bercak
atau tidak haid sama sekali. Perdarahan tidak menentu. Tingkat kegagalannya
hanya 3-5 wanita hamil dari setiap 1.000 pasangan dalam setahun.
3) Susuk
Disebut alat kontrasepsi bawah kulit, karena dipasang di bawah kulit
pada lengan kiri atas. Bentuknya semacam tabung-tabung kecil atau
pembungkus silastik (plastik berongga) dan ukurannya sebesar batang korek
Universitas Sumatera Utara
api. Susuk dipasang seperti kipas dengan enam buah kapsul. Kini sedang diuji
coba susuk satu kapsul implanon. Di dalamnya berisi zat aktif berupa hormon
atau levonorgestrel. Susuk tersebut akan mengeluarkan hormon tersebut
sedikit demi sedikit. Jadi, konsep kerjanya menghalangi terjadinya ovulasi dan
menghalangi migrasi sperma (Prawirohardjo, 2006). Pemakaian susuk dapat
diganti setiap 5 tahun (Norplant) dan 3 tahun (Implanon). Sekarang ada pula
yang diganti setiap tahun. Penggunaan kontrasepsi ini biayanya ringan.
Pencabutan bisa dilakukan sebelum waktunya jika memang ingin hamil lagi.
Efektifitasnya, dari 10.000 pasangan, ada 4 wanita yang hamil dalam setahun.
Efek sampingnya berupa gangguan menstruasi, haid tidak teratur,
bercak atau tidak haid sama sekali. Kecuali itu bisa menyebabkan kegemukan,
ketegangan payudara, dan liang senggama terasa kering. Kendala lainnya
dalam pencabutan susuk yaitu sulit dikeluarkan karena mungkin waktu
pemasangannya terlalu dalam. Hal tersebut dapat menimbulkan infeksi.
c. Kontrasepsi mantap
Dipilih dengan alasan sudah merasa cukup dengan jumlah anak yang
dimiliki. Caranya, suami-istri dioperasi (vasektomi untuk pria dan tubektomi untuk
wanita). Tindakan dilakukan pada saluran bibit pada pria dan saluran telur pada
wanita, sehingga pasangan tersebut tidak akan mendapat keturunan lagi
(Manuaba, 2006).
Universitas Sumatera Utara
d. Aman bagi pasangan baru menikah
Pasangan yang baru menikah dan belum berencana mempunyai anak,
sebaiknya
menggunakan
metode
sederhana
untuk
menunda
kehamilan
(Yuwielueninet, 2008).
1) Kondom
Sperma yang keluar akan ditampung oleh kondom, sehingga tidak
masuk ke dalam rahim. Kegagalan mungkin saja terjadi. Biasanya karena
kondom robek dan bocor.
2) Pantang Berkala
Untuk menghindari kehamilan, lakukan hubungan intim hanya saat istri
dalam masa tidak subur. Ini bisa dilakukan pada pasangan yang istrinya
mempunyai siklus haid teratur. Kerjasama dan pengertian suami sangat
dibutuhkan dalam hal ini.
3) Senggama Terputus
Cara ini mungkin bisa menghindari kehamilan. Konsepnya, mengeluarkan alat
kelamin menjelang terjadinya ejakulasi. Cuma, cara ini memang agak
mengganggu kepuasan kedua belah pihak. Tingkat kegagalannya cukup tinggi,
30-35 persen. Ini lebih disebabkan suami tidak bisa mengontrol, sehingga
sperma tetap saja tertumpah di mulut rahim dan tetap bisa masuk vagina
mengakibatkan kehamilan.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Faktor-faktor
Kontrasepsi
yang
Berhubungan
dengan
Penerimaan
Pemakaian
Faktor yang berhubungan dengan pemilihan pemakaian alat kontrasepsi,
terlebih dahulu akan diuraikan tentang faktor-faktor yang berkontribusi atas perilaku
kesehatan menurut beberapa ahli, diantaranya seperti menurut di bawah ini:
Menurut teori Green, dalam Notoatmodjo (2005) perilaku kesehatan
seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: predisposing factor, enabling factor dan
reinforcing factor. predisposing factor atau faktor yang memudahkan seperti:
karakteristik, pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan
kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem
nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi. Enabling
factor atau faktor yang memungkinkan seperti ketersediaan sarana dan prasarana atau
fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya : fasilitas dan petugas kesehatan. Untuk
berprilaku sehat, Masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung.
Reinforcing Factor atau faktor pendorong seperti tokoh masyarakat, tokoh agama,
keluarga, suami, teman.
Menurut Berthrand (1980) perilaku kesehatan berperan dalam menentukan
keikutsertaan akseptor dalam keluarga berencana. Berthrand menyatakan bahwa
ada tiga faktor yang berhubungan dengan sikap dan penggunaan alat kontrasepsi
atau KB yaitu : faktor sosio demografi, faktor sosio psikologis, dan faktor pemberi
pelayanan
Universitas Sumatera Utara
1. Faktor sosio demografi
Penerimaan KB lebih banyak pada mereka yang memiliki standard hidup
yang lebih tinggi. Indikator status sosio-ekonomi termasuk pendidikan yang
dicapai, pendapatan keluarga dan status pekerjaan, jenis rumah, gizi.
Beberapa faktor demografi tertentu juga memengaruhi penerimaan KB di
beberapa negara, misalnya di banyak negara-negara sedang berkembang,
penggunaan kontrasepsi lebih banyak pada wanita yang berumur akhir 20-30
tahun yang sudah memiliki anak tiga atau lebih. Faktor sosial lain yang juga
memengaruhi adalah suku dan agama.
2. Faktor sosial-psikologi
Sikap dan keyakinan merupakan kunci penerimaan KB, banyak sikap yang
dapat menghalangi KB. Beberapa faktor sosio-psikologis yang penting antara lain
adalah ukuran keluarga ideal, pentingnya nilai anak laki-laki, sikap terhadap KB,
komunikasi suami isteri terhadap kematian anak. Sikap dan kepercayaan tersebut
perlu untuk mencegah isu yang berhubungan termasuk segi pelayanan dan efek
samping alat kontrasepsi.
3. Faktor yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan
Program komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) merupakan salah satu
faktor praktis yang dapat diukur bila pelayanan KB tidak tersedia. Beberapa faktor
yang berhubungan dengan pelayanan KB antara lain keterlibatan dalam kegiatan
yang berhubungan dengan KB, pengetahuan tentang sumber kontrasepsi, jarak ke
pusat pelayanan dan keterlibatan dengan media massa.
Universitas Sumatera Utara
Faktor sosio-demografi
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Pendidikan
Pendapatan
Status pekerjaan
Perumahan
Status gizi
Umur
Suku
Agama
Faktor sosio-psikologi
Pemakaian Kontrasepsi
a. Ukuran keluarga ideal
Pentingnya nilai anak laki-laki
b. Sikap terhadap KB
c. Komunikasi suami-istri
d. Persepsi terhadap kematian anak
Faktor yang berhubungan dengan
pelayanan kesehatan
a. Keterlibatan dalam kegiatan yang
berhubungan dengan KB
b. Pengetahuan tentang kontrasepsi
JarakSkema
ke pusatFaktor
pelayanan
Gambarc.2.1.
yang Memengaruhi Pemakaian Kontrasepsi
d. Paparan
dengan
media
massa
Menurut Berthrand
Sumber : Berthrand (1980)
Universitas Sumatera Utara
2.4. Determinan Perilaku Terkait Penelitian
2.4.1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)
a. Umur
Masa kehamilan reproduksi wanita pada dasarnya dapat dibagi dalam tiga
periode, yakni kurun reproduksi muda (15-19 tahun), kurun reproduksi sehat (20-35
tahun), dan kurun waktu reproduksi tua (36-45 tahun). Pembagian ini didasarkan atas
data epidemiologi bahwa risiko kehamilan dan persalinan baik bagi ibu maupun bagi
anak lebih tinggi pada usia kurang dari 20 tahun, paling rendah pada usia 20-35 tahun
dan meningkat lagi secara tajam lebih dari 35 tahun. Jenis kontrasepsi yang sebaiknya
dipakai disesuaikan dengan tahap masa reproduksi tersebut (Siswosudarmo, 2001).
Sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2003) yang mengatakan bahwa umur
merupakan salah satu faktor yang memengaruhi perilaku seseorang termasuk dalam
pemakaian alat kontrasepsi. Mereka yang berumur tua mempunyai peluang lebih
kecil untuk menggunakan alat kontrasepsi dibandingkan dengan yang muda.
Di Cina sekitar 69% PUS kelompok usia 15-49 tahun menggunakan
kontrasepsi, dan sekitar 50% dari jumlah tersebut menggunakan AKDR. Pada
kalangan wanita lebih muda AKDR lebih populer, selebihnya menggunakan alat
kontrasepsi yang lain (Dudlay, 1986).
Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Dang di Vietnam dalam Mutiara
(1998) bahwa ada hubungan yang kuat antara umur dengan penggunaan kontrasepsi.
Wanita yang berumur < 20 tahun kemungkinan untuk menggunakan kontrasepsi
sebesar 0,73 kali dibandingkan dengan yang berumur 40 tahun. Sementara wanita
Universitas Sumatera Utara
yang berumur 30-34 tahun dan 35-39 tahun kemungkinannya untuk menggunakan
kontrasepsi hanya sekitar 0,15% dan 0,38%. Ini menunjukkan bahwa ada penurunan
penggunaan kontrasepsi pada kelompok wanita yang lebih tua.
b. Pendidikan
Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar
masyarakat
mau
melakukan
tindakan-tindakan
(praktik)
untuk
memelihara
(mengatasi masalah-masalah), dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau
tindakan pemeliharaan dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau tindakan
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dihasilkan oleh pendidikan kesehatan
ini didasarkan kepada pengetahuan dan kesadaran melalui proses pembelajaran
(Notoatmodjo, 2005).
Pendidikan mempunyai pengaruh positif terhadap tingkat pemakaian
kontrasepsi. Berkaitan dengan informasi yang mereka terima dan kebutuhan untuk
menunda atau membatasi jumlah anak. Wanita yang berpendidikan kecendrungan
lebih sadar untuk menerima program KB.
c. Jumlah Anak
Mantra (2006) mengatakan bahwa kemungkinan seorang isteri untuk
menambah kelahiran tergantung kepada jumlah anak yang telah dilahirkannya.
Seseorang isteri mungkin menggunakan alat kontrasepsi setelah mempunyai jumlah
anak tertentu dan juga umur anak yang telah dilahirkannya. Seorang isteri mungkin
menggunakan alat kontrasepsi setelah mempunyai jumlah anak melahirkan anak,
maka akan semakin memiliki risiko kematian dalam persalinan. Hal ini berarti jumlah
Universitas Sumatera Utara
anak akan sangat memengaruhi kesehatan ibu dan dapat meningkatkan tarif hidup
keluarga secara maksimal.
Penelitian oleh Jennings (1970) yang menyatakan bahwa pengaruh budaya
yang menempatkan anak sebagai simbol prestige dan jaminan keamanan pada usia
tua mereka, mengakibatkan tingginya angka kelahiran di Afrika.
d. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, telinga, dan sebagainya).
Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan
tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek
(Notoatmodjo, 2005).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengetahuan itu berasal dari kata
tahu yang berarti: mengerti sesudah (melihat, mengalami). Pengetahuan dapat
diperoleh dari pengalaman langsung, maupun dari pengalaman orang lain yang
sampai kepadanya. Selain itu, dapat juga melalui media komunikasi, seperti: radio,
televisi, majalah, atau surat kabar (Poerwadarminta, 1976).
2.4.1. Faktor Pemungkin (Enabling Factor)
a. Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan dan Ketersediaan Alat Kontrasepsi
Menurut Manuaba (2006) faktor-faktor yang memengaruhi alasan pemilihan
metode kontrasepsi diantaranya adalah tingkat ekonomi, pekerjaan dan tersedianya
layanan kesehatan yang terjangkau. Adanya keterkaitan antara pendapatan dengan
Universitas Sumatera Utara
kemampuan membayar bisa tergantung variabel non ekonomi dalam hal selera atau
persepsi individu terhadap suatu barang dan jasa.
Ketersediaan alat terwujud dalam bentuk fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas
atau sarana kesehatan (tempat pelayanan kontrasepsi). Untuk dapat digunakan,
pertama kali suatu metode kontrasepsi harus tersedia dan mudah didapat. Promosi
metode tersebut melalui media, melalui kontak langsung oleh petugas program KB,
oleh dokter dan sebagainya dapat meningkatkan secara nyata pemilihan metode
kontrasepsi. Memberikan konsultasi medis mungkin secara nyata pemilihan
kontrasepsi. Memberikan konsultasi medis mungkin dapat dipertimbangkan sebagai
salah satu upaya promosi. Disamping itu daya beli individu juga dipengaruhi oleh ada
tidaknya subsidi dari pemerintah.
2.6.3. Faktor Pendorong (Reinforcing Factors)
a. Dukungan Petugas Kesehatan
Untuk mengubah atau mendidik masyarakat seringkali diperlukan pengaruh
dari tokoh-tokoh atau pemimpin masyarakat (community leaders), misalnya dalam
masyarakat tertentu kata-kata tokoh masyarakat yang melibatkan ulama, seniman,
ilmuwan, petugas kesehatan. Tergantung pada jenis masalah atau perubahan yang
bersangkutan (Sarwono, 2001).
b. Dukungan Suami
Kaplan dalam Friedman (1998) menjelaskan bahwa keluarga, termasuk suami
memiliki beberapa fungsi dukungan yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Dukungan emosional
Suami sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan
serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari dukungan emosional
meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan,
perhatian, mendengarkan dan didengarkan.
b. Dukungan informasional
Suami berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator (penyebar)
informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi
yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini
adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan
dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam
dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi.
c. Dukungan penilaian
Suami bertindak sebagai bimbingan umpan balik, membimbing dan
menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator identitas anggota
keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan, perhatian
d. Dukungan instrumental
Suami merupakan seorang memberikan pertolongan atau bantuan secara
langsung, bersifat fasilitas atau materi misalnya menyediakan fasilitas yang
diperlukan, peralatan, meminjamkan uang, sarana pendukung lain dan termasuk di
dalamnya memberikan peluang waktu.
Universitas Sumatera Utara
2.5. Landasan Teori
Usia reproduksi perempuan pada umumnya adalah usia 15-49 tahun. Oleh
karena itu untuk mengatur jumlah kelahiran atau menjarangkan kelahiran, wanita atau
pasangan ini lebih diprioritaskan untuk menggunakan alat atau cara KB. Upaya untuk
mencapai keberhasilan dalam menurunkan tingkat kelahiran ini diperlukan dukungan
segenap warga masyarakat, faktor yang sangat penting dalam menunjang
keberhasilan Keluarga Berencana adalah umur, pendidikan, pengetahuan, kesadaran
dan sikap dari setia pasangan usia subur untuk membatasi jumlah kelahiran,
disamping hal tersebut masih ada masyarakat yang sulit menentukan pilihan
kontrasepsi yang tersedia. Pemakaian alat kontrasepsi merupakan salah satu bentuk
perilaku kesehatan.
Konsep umum yang dijadikan sebagai landasan teori adalah teori Green
(2005) yang digunakan untuk menilai perilaku individu atau kelompok. Ada 3 (tiga)
faktor yang memengaruhi individu untuk bertindak yaitu faktor predisposing
(pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai-nilai, kebutuhan yang dirasakan, kemampuan
dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat), faktor
pendukung (tersedia sarana dan prasarana) dan faktor pendorong (petugas kesehatan).
Konsep tersebut dikombinasi dengan teori Berthrand (1980) faktor-faktor
yang memengaruhi pemakaian kontrasepsi yaitu : faktor sosiodemografi (pendidikan,
pendapatan, status pekerjaan, perumahan, status gizi, umur, suku, agama), faktor
sosiopsikologis (ukuran keluarga ideal, pentingnya nilai anak laki-laki, sikap terhadap
KB, persepsi terhadap kematian anak), faktor yang berhubungan dengan pelayanan
Universitas Sumatera Utara
(keterlibatan dalam kegiatan yang berhubungan dengan KB, pengetahuan tentang
kontrasepsi, jarak ke pusat pelayanan). Konsep dukungan sosial suami dengan teori
Caplan dalam Friedmen (1998) yaitu : Dukungan emosional, dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental.
Faktor Predisposisi:
1. Pengetahuan
1. Sikap
2. Kepercayaan
3. Nilai-nilai
4. Persepsi
Faktor Pemungkin:
1. Ketersediaan sumber
2. Kemudahan untuk
mencapai sumber daya
3. Peraturan/Hukum
4. Ketrampilan
5. Ketersediaan waktu
Perilaku dari Individu,
Kelompok dan Komunitas
Faktor Pendorong:
1. Sikap dan perilaku
petugas kesehatan
2. Panutan
3. Pekerja
4. Teman
5. Pembuat keputusan
Gambar 2.2. Kerangka Teori Determinan Perilaku, Kelompok dan Komunitas
Sumber: Lawrence Green (2005)
Universitas Sumatera Utara
2.6. Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori tersebut, maka peneliti merumuskan kerangka
konsep penelitian sebagai berikut:
Variabel independen
Variabel dependen
Faktor Predisposisi :
1. Umur
2. Pendidikan
3. Jumlah Anak
4. Pengetahuan
Faktor Pemungkin :
1. Ketersediaan alat kontrasepsi
2. Keterjangkauan pelayanan alat
kontrasepsi
Pemakaian Alat Kontrasepsi
pada Wanita PUS
Faktor Pendorong :
1. Dukungan petugas
2. Dukungan suami
Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian
Variabel independen dalam penelitian ini adalah faktor predisposisi (umur,
pendidikan, jumlah anak, pengetahuan), faktor pemungkin (ketersediaan alat
kontrasepsi dan keterjangkauan pelayanan kesehatan), faktor pendorong (dukungan
petugas kesehatan dan dukungan suami), Variabel dependen pemakaian alat
kontrasepsi.
Universitas Sumatera Utara
Download