PANDANGAN AGAMA ISLAM TENTANG KELUARGA BERENCANA DI INDONESIA Mulyadi dan Tim Mahasiswi Kebidanan Program DIII Universitas Gunadarma PENDAHULUAN Indonesia merupakan bangsa yang besar baik segi kekayaan sumber daya alam maupun sumber daya manusia, jumlah penduduknya urutan ketiga setelah Cina dan India artinya maju mundurnya kemajuan bangsa salah satunya ditentukan oleh kualitas keluarga. Sebagai institusi terkecil dalam masyarakat, keluarga memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan pembangunan sebuah bangsa. Hal ini terkait erat dengan fungsi keluarga sebagai wahana pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu, sudah sewajarnya bila pemerintah bersama-sama dengan segenap komponen masyarakat berkepentingan untuk membangun keluarga-keluarga di negara kita tercinta ini agar menjadi keluarga yang sejahtera yang dalam konteks ini kita maknai sebagai keluarga yang sehat, maju dan mandiri dengan ketahanan keluarga yang tinggi. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai motor penggerak Program Keluarga Berencana (KB) di Indonesia, sekarang ini sangat berpihak pada upaya membangun keluarga sejahtera dengan visi dan misinya yang telah diperbaharui, yakni ”Seluruh Keluarga Ikut KB” dan ”Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera” (Hidayat, 2013). Dalam Agama Islam, keluarga sejahtera disubstansikan dalam bentuk keluarga sakinah. Pengertian keluarga sakinah diambil dan berasal dari Al Qur’an, yang dipahami dari ayat-ayat Surat Ar-Rum, dimana dinyatakan bahwa tujuan keluarga adalah untuk mencapai ketenteraman dan kebahagiaan dengan dasar kasih sayang keluarga yang saling cinta mencintai dan penuh kasih sayang, sehingga setiap anggota keluarga merasa dalam suasana aman, tentram, tenang dan damai, bahagia dan sejahtera namun dinamis menuju kehidupan yang lebih baik di dunia maupun di akhirat (Umran, 1997). Hal itu berarti antara keluarga sejahtera secara umum dengan konsep keluarga sakinah mempunyai hubungan yang sangat erat. Untuk itu dalam tulisan ini penulis akan mencoba mendeskripsikan KB dalam pandangan Agama Islam. Kita menyadari bahwa terjadinya arus perkembangan ilmu pengetahuan yang tidak terhenti membuat kemajuan dan kecanggihan semakin tidak terjangkau, jika dulu hanya sebuah mimpi kini segala sesuatu yang dulu tidak masuk akal telah berada dalam nyata. Ciri manusia adalah selalu ingin mengetahui rahasia alam, memecahkannya dan kemudian mencari teknologi untuk memanfaatkannya dengan tujuan memperbaiki kehidupan manusia agar lebih nyaman, lebih menyenangkan. Untuk itu penulis akan membahas mengenai KB ditinjau dari segi medis dan agama serta dampak yang ditimbulkan oleh KB. Harapannya agar dapat diketahui KB menurut pandangan Agama Islam, dapat diketahui cara KB yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan dan dapat diketahui dampak yang ditimbulkan oleh KB. KONSEP KELUARGA BERENCANA Pakar World Health Organisation (WHO) pada tahun 1997 menyatakan KB adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk menghindari kehamilan yang tidak 1 diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang sangat diinginkan, mengatur interval di antara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami dan istri serta menentukan jumlah anak dalam keluarga. KB menurut Undang-Undang no 10 tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera. KB adalah suatu usaha untuk menjarangkan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Secara umum keluarga berencana dapat diartikan sebagai suatu usaha yang mengatur banyaknya kehamilan sedemikian rupa sehingga berdampak positif bagi ibu, bayi, ayah serta keluarganya yang bersangkutan tidak akan menimbulkan kerugian sebagai akibat langsung dari kehamilan tersebut. Diharapkan dengan adanya perencanaan keluarga yang matang kehamilan merupakan suatu hal yang memang sangat diharapkan sehingga akan terhindar dari perbuatan untuk mengakhiri kehamilan dengan aborsi (Hidayat, 2013). A.Tujuan Keluarga Berencana Gerakan KB dan pelayanan kontrasepsi memiliki tujuan : (Zaidin, 2010) a. Tujuan demografi yaitu mencegah terjadinya ledakan penduduk dengan menekan laju pertumbuhan penduduk (LLP) dan hal ini tentunya akan diikuti dengan menurunnya angka kelahiran atau Total Fertility Rate (TFR) dari 2,87 menjadi 2,69 per wanita. Pertambahan penduduk yang tidak terkendalikan akan mengakibatkan kesengsaraan dan menurunkan sumber daya alam serta banyaknya kerusakan yang ditimbulkan dan kesenjangan penyediaan bahan pangan dibandingkan jumlah penduduk. b. Mengatur kehamilan dengan menunda perkawinan, menunda kehamilan anak pertama dan menjarangkan kehamilan setelah kelahiran anak pertama serta menghentikan kehamilan bila dirasakan anak telah cukup. c. Mengobati kemandulan atau infertilitas bagi pasangan yang telah menikah lebih dari satu tahun tetapi belum juga mempunyai keturunan, hal ini memungkinkan untuk tercapainya keluarga bahagia. d. Married Conseling atau nasehat perkawinan bagi remaja atau pasangan yang akan menikah dengan harapan bahwa pasangan akan mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang cukup tinggi dalam membentuk keluarga yang bahagia dan berkualitas. e. Tujuan akhir KB adalah tercapainya Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) dan membentuk keluarga berkualitas, keluarga berkualitas artinya suatu keluarga yang harmonis, sehat, tercukupi sandang, pangan, papan, pendidikan dan produktif dari segi ekonomi. B. Keluarga Berencana Dalam Pandangan Islam Rasulullah SAW. sangat menganjurkan kepada umatnya untuk memiliki keturunan yang sangat banyak. Namun tentunya bukan asal banyak, tetapi berkualitas sehingga perlu dididik dengan baik supaya dapat mengisi alam semesta ini dengan manusia yang sholeh atau sholeha dan beriman. Contoh metode pencegah kehamilan yang pernah dilakukan di zaman Rasulullah SAW. adalah azl yakni mengeluarkan air mani di luar vagina istri atau 2 yang lazim disebut senggama terputus, namun tidak dilarang oleh Rasul. Dari Jabir berkata : “Kami melakukan azl di masa Rasulullah SAW. dan Rasul mendengarnya tetapi tidak melarangnya”. (HR. Muslim). Metode di zaman ini yang tentunya belum pernah dilakukan di zaman Rasulullah SAW. membutuhkan kajian yang mendalam dan melibatkan ahli medis dalam menentukan kebolehan atau keharamannya. KB dikenal sebagai metode yang dipakai untuk mencegah kehamilan. Hal tersebut yang paling sering diperdebatkan dalam Agama Islam. Hukum KB dalam Agama Islam di lihat dari 2 pengertian: (Umran, 1997) 1. Tahdid an-nasl (pembatasan kelahiran) Jika program KB dimaksudkan untuk membatasi kelahiran, maka hukumnya haram. Islam tidak mengenal pembatasan kelahiran. Bahkan terdapat banyak hadits yang mendorong umat Islam untuk memperbanyak anak. Misalnya, tidak bolehnya membunuh anak apalagi karena takut miskin atau tidak mampu memberikan nafkah. Allah SWT. berfirman : “Dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepaad mereka dan kepada kalian.” (QS. Al-Isra’: 31). 2. Tanzhim an-nasl (pengaturan kelahiran) Jika program KB dimaksudkan untuk mencegah kelahiran dengan berbagai cara dan sarana, maka hukumnya mubah, bagaimanapun motifnya. Berdasarkan keputusan yang telah ada sebagian ulama menyimpulkan bahwa pil-pil untuk mencegah kehamilan tidak boleh dikonsumsi. Sebab Allah SWT. mensyari’atkan untuk hamba-Nya sebab-sebab untuk mendapatkan keturunan dan memperbanyak jumlah umat. Rasulullah SAW. bersabda yang artinya : “Nikahilah wanita yang banyak anak lagi penyayang, karena sesungguhnya aku berlombalomba dalam banyak umat dengan umat-umat lain di hari kiamat (dalam riwayat yang lain: dengan para nabi di hari kiamat)”. Karena umat itu membutuhkan jumlah yang banyak, sehingga mereka beribadah kepada Allah SWT., berjihad di jalan-Nya, melindungi kaum muslimin dengan izin Allah SWT. dan Allah SWT. akan menjaga mereka dan tipu daya musuh-musuh mereka maka wajib untuk meninggalkan perkara ini (membatasi kelahiran), tidak membolehkannya dan tidak menggunakannya kecuali darurat. Jika dalam keadaan darurat maka tidak mengapa, seperti : sang istri tertimpa penyakit di dalam rahimnya, atau anggota badan yang lain, sehingga berbahaya jika hamil, maka tidak mengapa (menggunakan pil-pil tersebut) untuk keperluan ini. Demikian juga, jika sudah memiliki anak banyak, sedangkan isteri keberatan jika hamil lagi, maka tidak terlarang mengkonsumsi pilpil tersebut dalamwaktu tertentu, seperti setahun atau dua tahun dalam masa menyusui, sehingga ia merasa ringan untuk kembali hamil, sehingga ia bias mendidik dengan selayaknya. Adapun jika penggunaannya dengan maksud berkonsentrasi dalam berkarier atau supaya hidup senang atau hal-hal lain yang serupa dengan itu, sebagaimana yang dilakukan kebanyakan wanita zaman sekarang, maka hal itu tidak boleh. Dari Ma’qil bin Yasar al-Muzani radhiyallahu ‘anhu dia berkata: Seorang lelaki pernah datang (menemui) Rasulullah SAW. dan berkata: “Sesungguhnya aku mendapatkan seorang perempuan yang memiliki kecantikan dan (berasal dari) keturunan yang terhormat, akan tetapi dia tidak bisa punya anak (mandul), apakah aku (boleh) menikahinya? Rasulullah SAW. menjawab: “Tidak (boleh)”, kemudian lelaki itu datang (dan bertanya lagi) untuk kedua kalinya, maka Rasulullah SAW. kembali melarangnya, kemudian lelaki itu datang (dan bertanya lagi) untuk ketiga kalinya, maka Rasulullah SAW. berkata : “Nikahilah perempuan yang penyayang dan subur (banyak anak), karena sesungguhnya aku akan membanggakan 3 (banyaknya jumlah kalian) dihadapan umat-umat lain (pada hari kiamat nanti)”. Bagi seorang perempuan yang masih gadis, kesuburan ini diketahui dengan melihat keadaan keluarga (ibu dan saudara perempuan) atau kerabatnya. Hadits ini menunjukkan dianjurkannya memperbanyak keturunan, yang ini termasuk tujuan utama pernikahan, dan dianjurkannya menikahi perempuan yang subur untuk tujuan tersebut. C. Keluarga Berencana dalam Pandangan Al-Qur’an dan Hadits 1. Pandangan Al-Qur’an Tentang Keluarga Berencana Dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat yang memberikan petunjuk yang perlu kita laksanakan dalam kaitannya dengan KB diantaranya adalah : QS. An-Nisaa Ayat : 9 “Dan hendaklah takut pada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah. Mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”. Selain ayat di atas masih banyak ayat yang berisi petunjuk tentang pelaksanaan KB diantaranya ialah (QS. Al-Qashash Ayat : 77). “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni'matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. Dari ayat-ayat di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa petunjuk yang perlu dilaksanakan dalam KB antara lain, menjaga kesehatan istri, mempertimbangkan kepentingan anak dan memperhitungkan biaya hidup rumah tangga. 2. Pandangan Hadits Tentang Keluarga Berencana Hadits ini menjelaskan bahwa suami istri mempertimbangkan tentang biaya rumah tangga selagi keduanya masih hidup, jangan sampai anak-anak mereka menjadi beban bagi orang lain. Dengan demikian pengaturan kelahiran anak hendaknya dipikirkan bersama. D. Hukum Keluarga Berencana Dalam Agama Islam 1. Menurut Al-Qur’an dan Hadits Sebenarnya dalam Al-Qur’an dan Hadits tidak ada nas yang soheh yang melarang atau memerintahkan KB secara eksplisit, karena hukum ber-KB harus dikembalikan kepada kaidah hukum Islam. Tetapi dalam Al-Qur’an ada ayat-ayat yang berindikasi tentang diperbolehkannya mengikuti program KB, yakni karena hal-hal berikut : a. Mengkhawatirkan keselamatan jiwa atau kesehatan ibu. b. Mengkhawatirkan keselamatan agama, akibat kesempitan penghidupan. c. Mengkhawatirkan kesehatan atau pendidikan anak-anak bila jarak kelahiran anak terlalu dekat. 2. Menurut Pandangan Ulama (Hasan, 1997; Kamal, 2002; Zuhdi, 1997) a. Ulama yang memperbolehkan Di antara ulama’ yang membolehkan adalah Imam al-Ghazali, Syaikh al-Hariri, Syaikh Syalthut, Ulama’ yang membolehkan ini berpendapat bahwa diperbolehkan 4 mengikuti progaram KB dengan ketentuan antara lain, untuk menjaga kesehatan si ibu, menghindari kesulitan ibu, untuk menjarangkan anak. Mereka juga berpendapat bahwa perencanaan keluarga itu tidak sama dengan pembunuhan karena pembunuhan itu berlaku ketika janin mencapai tahap ke tujuh dari penciptaan. Mereka mendasarkan pendapatnya pada surat Al-Mu’minun ayat: 12, 13, 14. Artinya : “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan nuftah dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging”. (QS. AlMu’minun : 12 – 14). b. Ulama yang melarang Selain ulama yang memperbolehkan ada para ulama yang melarang diantaranya ialah Prof. Dr. Madkour dan Abu A’la al-Maududi. Mereka melarang mengikuti KBkarena perbuatan itu termasuk membunuh keturunan seperti firman Allah SWT. : “Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut (kemiskinan) kami akan memberi rizqi kepadamu dan kepada mereka”. E. Cara KB yang Diperbolehkan dan yang Dilarang 1. Cara yang diperbolehkan Ada beberapa macam cara pencegahan kehamilan yang diperbolehkan oleh syara’ antara lain, menggunakan pil, suntikan, spiral, kondom, diafragma, tablet vaginal, tissue. Cara ini diperbolehkan asal tidak membahayakan nyawa sang ibu. Dan cara ini dapat dikategorikan kepada azl yang tidak dipermasalahkan hukumnya. Dari salah satu kasus yang telah dipaparkan di atas. Menurut kelompok ulama yang membolehkan, dari segi nash, tidak ada nash yang shahih secara eksplisit melarang ataupun memerintahkan ber-KB. Mereka juga beralasan dari sudut pandang ekonomi dan kesehatan, antara lain, sebagai berikut : a. Untuk memberikan kesempatan bagi wanita beristirahat antara dua kehamilan. b. Jika salah satu atau kedua orang pasangan suami istri memiliki penyakit yang dapat menular. c. Untuk melindungi kesehatan ibu. d. Jika keuangan suami istri tidak mencukupi untuk membiayai lebih banyak anak. e. Imam Al-Ghazali menambahkan satu lagi, yaitu menjaga kecantikan ibu. Secara umum lembaga-lembaga fatwa di Indonesia menerima dan membolehkan KB. Majelis Ulama Indonesia menjelaskan, bahwa ajaran Islam membenarkan Keluarga Berencana. Argumen yang membolehkannya adalah untuk menjaga kesehatan ibu dan anak, pendidikan anak agar menjadi anak yang sehat, cerdas, dan sholeh. Majelis Tarjih Muhamadiyah memandang KB sebagai jalan keluar dari keadaan mendesak, dibolehkan sebagai hukum pengecualian, yakni : a. Untuk menjaga keselamatan jiwa atau kesehatan ibu. b. Untuk menjaga keselamatan agama, orang tua yang dibebani kewajiban mencukupi keperluan hidup keluarga dan anak-anaknya. c. Untuk menjaga keselamatan jiwa, kesehatan atau pendidikan anak-anak. 5 Hukum KB bisa haram jika menggunakan alat atau dengan cara yang tidak dibenarkan dalam syariat Islam. Ada beberapa ulama yang menolak KB dengan alasan antara lain, yaitu: a. KB sama dengan pembunuhan bayi. b. KB merupakan tindakan tidak wajar (non-alamiah) dan bertentangan dengan fitrah. c. KB mengindikasikan pada ketidakyakinan akan perintah dan ketentuan Tuhan. d. KB berarti mengabaikan do’a Nabi agar umat Islam memperbanyak jumlahnya. e. KB akan membawa petaka konsekuensi-konsekuensi sosial. f. KB adalah suatu jenis konspirasi Imperialis Barat terhadap negara-negara yang berkembang. g. KB dilakukan karena niat yang tidak baik misalnya takut mengalami kesulitan ekonomi dan susah mendidik anak. Para ulama sepakat bahwa menggunakan metode KB yang bersifat permanen hukumnya haram. Metode permanen adalah metode yang bersifat mantap, yang meliputi tindakan Vasektomi atau vas Ligation, Tubektomi atau Tubal Ligation (operasi ikat saluran telur), dan Histerektomi (operasi pengangkatan rahim) Ulama mengharamkan metode kontrasepsi permanent ini karena menilainya sebagai bentuk pengebirian yang dilarang oleh Rasulullah SAW. Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW. : “Tidaklah termasuk golongan kami (umat Islam) orang yang mengebiri orang lain atau mengebiri dirinya sendiri. Di samping itu, tindakan sterilisasi juga dianggap sebagai mengubah fitrah kejadian manusia yang dilarang dalam Islam”. 2. Cara yang dilarang Ada juga cara pencegahan kehamilan yang dilarang oleh syara’, yaitu dengan cara merubah atau merusak organ tubuh yang bersangkutan. Cara-cara yang termasuk katagori ini antara lain; vasektomi, tubektomi dan aborsi. Hal ini tidak diperbolehkan karena hal ini menentang tujuan pernikahan untuk menghasilkan keturunan. Hukum KB bisa haram jika menggunakan alat atau dengan cara yang tidak dibenarkan dalam syariat Islam. Ada beberapa ulama yang menolak KB dengan alasan antara lain, yaitu: a. KB sama dengan pembunuhan bayi. b. KB merupakan tindakan tidak wajar (non-alamiah) dan bertentangan dengan fitrah. c. KB mengindikasikan pada ketidakyakinan akan perintah dan ketentuan Tuhan. d. KB berarti mengabaikan do’a Nabi agar umat Islam memperbanyak jumlahnya. e. KB akan membawa petaka konsekuensi-konsekuensi sosial. f. KB adalah suatu jenis konspirasi Imperialis Barat terhadap negara-negara yang berkembang. g. KB dilakukan karena niat yang tidak baik misalnya takut mengalami kesulitan ekonomi dan susah mendidik anak. Para ulama sepakat bahwa menggunakan metode KB yang bersifat permanen hukumnya haram. Metode permanen adalah metode yang bersifat mantap, 6 yang meliputi tindakan Vasektomi atau vas Ligation, Tubektomi atau Tubal Ligation (operasi ikat saluran telur), dan Histerektomi (operasi pengangkatan rahim) E. Macam-macam Alat Kontrasepsi Dalam pelaksanaan KB harus menggunakan alat kontrsepsi yang sudah dikenal diantaranya ialah : (Umran, 1997) 1. Pil, berupa tablet yang berisi progrestin yang bekerja dalam tubuh wanita untuk mencegah terjadinya ovulasi dan melakukan perubahan pada endometrium. 2. Suntikan, yaitu menginjeksikan cairan kedalam tubuh. Cara kerjanya yaitu menghalangi ovulasi, menipiskan endometrin sehingga nidasi tidak mungkin terjadi dan memekatkan lendir serlak sehingga memperlambat perjalanan sperma melalui canalis servikalis. 3. Susuk KB, levermergostrel. Terdiri dari enam kapsul yang diinsersikan di bawah kulit lengan bagian dalam kira-kira sampai 10 cm dari lipatan siku. Cara kerjanya sama dengan suntik. 4. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) terdiri atas lippiss loop (spiral), multi load terbuat dari plastik harus dililit dengan tembaga tipis cara kerjanya ialah membuat lemahnya daya sperma untuk membuahi sel telur wanita. 5. Sterelisasi (Vasektomi/tubektomi) yaitu operasi pemutusan atau pengikatan saluran pembuluh yang menghubungkan testis (pabrik sperma) dengan kelenjar prostat (gudang sperma menjelang diejakulasi) bagi laki-laki. Atau tubektomi dengan operasi yang sama pada wanita sehingga ovarium tidak dapat masuk ke dalam rongga rahim. Akibat dari sterilisasi ini akan menjadi mandul selamanya. 6. Alat-alat konrasepsi lainnya adalah kondom, diafragma, tablet vagmat dan tissue yang dimasukkan ke dalam vagina. Disamping itu ada cara kontrasepsi yang bersifat tradisional seperti jamuan, urut dan sebagainya. Dalam pembahasan ini, penulis hanya meninjau status hukumnya menurut Islam, dengan mendasarkan kepada nash al-Quran dan Hadits serta logika (dalil aqli). Pelaksanaan KB dengan pertimbangan kemashlahatan, dibolehkan dalam Islam karena pertimbangan, misalnya ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Artinya, dibolehkan bagi orang-orang yang tidak sanggup membiayai kehidupan anak, kesehatan dan pendidikannya untuk menjadi akseptor KB. Bahkan menjadi dosa baginya, jikalau ia melahirkan anak yang tidak terurusi masa depannya, yang akhirnya menjadi beban yang berat bagi masyarakat, karena orang tuanya tidak menyanggupi biaya hidupnya, kesehatan dan pendidikannya. Hal ini berdasarkan pada sebuah ayat Al-Quran yang berbunyi: ً َش الَّ ِذينَ لَوْ تَ َر ُكواْ ِم ْن َخ ْل ِف ِه ْم ذُ ِريَّةً ِضع َّ ع َلي ِْه ْم َف ْليَتَّقُوا اَّللَ َو ْليَقُولُواْ قَوْ ال َ ْافا َخافُوا َ َو ْليَ ْخ “Dan hendaklah orang-orang takut kepada Allah bila seandainya mereka meninggalkan anaka-anaknya yang dalam keadaan lemah; yang mereka khawatirkan terhadap (kesejahteraan mereka), oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan mengucapkan perkataan yang benar.” (QS. An-Nisa’, 4: 9). Ayat ini menerangkan bahwa kelemahan ekonomi, kurang stabilnya kondisi kesehatan fisik dan kelemahan intelegensi anak sebagai akibat dari kekurangan makanan yang bergizi, menjadi tanggung jawab kedua orang tuanya. Dalam hal ini peranan KB untuk membantu orang-orang yang tidak dapat menyanggupi hal tersebut, agar tidak berdosa di kemudian hari bila meninggalkan keturunannya. 7 Dalam ayat lain disebutkan juga : ُ َو ْال َوا ِلد …..ََاملَي ِْن ِل َم ْن أ َ َرادَ أَن يُ ِت َّم الرَّ ضَاعَة ِ َات يُرْ ِضعْنَ أَوْ الَدَ ُه َّن حَوْ لَي ِْن ك “Para ibu, hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh; yaitu bagi yang berkeinginan untuk menyempurnakan penyusuannya..…” (QS. Al-Baqarah, 2: 233). Ayat ini menerangkan bahwa anak sebaiknya disusukan selama dua tahun penuh. Karena itu, kepada ibunya disarankan untuk tidak hamil lagi sebelum bayinya ‘cukup umur’, yang dalam ayat di atas disebut dengan bilangan dua tahun. Atau dengan kata lain, penjarangan kelahiran anak kurang lebih berjarak tiga tahun, supaya anak berpeluang lebih sehat dan terhindar dari penyakit, karena diasumsikan bahwa susu ibulah (ASI) yang paling baik untuk dikonsumsi oleh bayi, demi pertumbuhannya (bayinya), dibandingkan dengan mengkonsumsi susu buatan. Mengenai alat kontrasepsi ( )لمحلا عنم لئاسوyang sering digunakan ber-KB, ada yang dibolehkan dan ada pula yang diharamkan dalam Agama Islam. Selanjutnya, menurut pendapat para ulama, alat-alat kontrasepsi yang dibolehkan untuk digunakan adalah : 1. Untuk wanita, seperti: a. IUD (ADR); b. Pil; c. Obat suntik; d. Susuk; e. Cara-cara tradisional dan metode yang sederhana; misalnya minuman jamu dan metode kalender (Metode Ogino Knans) 2. Untuk pria; seperti; a. Kondom; b. Coituis Interruptus (al-’Azl) Cara ini disepakati oleh ulama (Islam) bahwa boleh digunakan, berdasarkan dengan cara yang telah dipraktekkan oleh para sahabat Nabi SAW. semenjak beliau masih hidup, sebagaimana keterangan sebuah hadits yang bersumber dari Jabir RA., yang berbunyi: ُ ْ َو ْالقُر، سلَّ َم َّ ع ْه ِد َرسُو ِل َّ صلَّى َّ ع ْه ِد َرسُو ِل - ِاَّلل َ علَى َ ُكنَّا َنع ِْز ُل:آن يُنَ َّز ُل – َوفِي لَ ْفظٍ آ َخ َر َ ُاَّلل َ علَى َ ُكنَّا نَع ِْز ُل َ ِاَّلل َ علَ ْي ِه َو َّ فَبَلَ َغ ذَ ِلكَ َن ِب َّى-صلى هللا عليه وسلم . فَ َل ْم يَ ْن َهنَا-صلى هللا عليه وسلم- ِاَّلل “Kami pernah melakukan ‘azal (coitus interruptus) di masa Rasulullah SAW., sedangkan Al-Qur’an (ketika itu) masih (selalu) turun”. (H.R. Bukhari-Muslim dari Jabir). Dan pada hadits lain: Kami pernah melakukan ‘azl (yang ketika itu) nabi mengetahuinya, tetapi ia tidak pernah melarang kami. (HR. Muslim, yang bersumber dari Jabir juga). Alat kontrasepsi yang dilarang dalam Islam; adalah: 1. Untuk wanita; seperti: a. Menstrual Regulation (MR atau pengguguran kandungan yang masih muda); b. Abortus atau pengguguran kandungan yang sudah bernyawa; c. Ligasi Tuba (mengingat saluran kantong ovum) dan tubektomi (mengangkat tempat ovum). Kedua istilah ini disebut sterilisasi. 2. Untuk pria; seperti vasektomi (mengikat atau memutuskan saluran sperma dari buah zakar), dan cara ini juga disebut sterilisasi. Adapun dasar diperkenankannya KB dalam Agama Islam, menurut dalil aqli (pertimbangan rasional), adalah karena pertimbangan kesejahteraan penduduk yang diidam-idamkan oleh bangsa dan negara. Sebab kalau pemerintah tidak melaksanakannya maka keadaan rakyat di masa datang, diprediksi akan menderita. Inilah yang dalam nalar fiqih Islam disebut dengan ‘Sadd al-Dzarî’ah’. Oleh karena itu, pemerintah menempuh suatu cara untuk mengatasi ledakan penduduk yang tidak seimbang dengan pertumbuhan perekonomian nasional dengan menyelenggarakan program KB, untuk mencapai kemaslahatan seluruh rakyat. Upaya pemerintah tersebut, sesuai dengan kaidah fiqhiyah yang berbunyi: 8 ٌ ُع َلى الرَّ ِعيَّ ِة َمن ْ وط ِب ْال َم صلَ َح ِة َ اْل َم ِام ِ ْ ُتَصَرُّ ف “Kebijaksanaan imam (pemerintahan) terhadap rakyatnya bisa dihubungkan dengan (tindakan) kemaslahatan”. Pertimbangan kemaslahatan umat (rakyat) dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk menetapkan hukum Islam menurut Madzhab Maliki; di negara Indonesia yang tercinta ini, pemerintah sebagai pelaksana amanat rakyat, berkewajiban untuk melaksanakan program KB, sesuai dengan petunjuk GBHN. Menurut pertimbangan ulama, program ini hukumnya boleh dalam Agama Islam, karena demi pertimbangan kemashlahatan umat (rakyat). KESIMPULAN Keluarga berencana berarti pasangan suami istri yang telah mempunyai perencanaan yang kongkrit mengenai kapan anaknya diharapkan lahir agar setiap anaknya lahir disambut dengan rasa gembira dan syukur dan merencanakan berapa anak yang dicita-citakan, yang disesuaikan dengan kemampuannya dan situasi kondisi masyarakat dan negaranya. Alat kontrasepsi yang dibenarkan menurut Agama Islam adalah yang cara kerjanya mencegah kehamilan (man’u al-haml), bersifat sementara atau tidak permanen dan dapat dipasang sendiri oleh yang bersangkutan atau oleh orang lain yang tidak haram memandang auratnya atau oleh orang lain yang pada dasarnya tidak boleh memandang auratnya tetapi dalam keadaan darurat ia dibolehkan. Selain itu bahan pembuatan yang digunakan harus berasal dari bahan yang halal, serta tidak menimbulkan implikasi yang membahayakan (mudharat) bagi kesehatan. Para ulama yang membolehkan KB sepakat bahwa KB yang dibolehkan syari`at adalah suatu usaha pengaturan/penjarangan kelahiran atau usaha pencegahan kehamilan sementara atas kesepakatan suami-isteri karena situasi dan kondisi tertentu untuk kepentingan (maslahat) keluarga. DAFTAR PUSTAKA Hasan, M. Ali, Masail Fiqhiyah, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1997. Umran, Abdurrahman, Islam dan KB, Jakarta, PT Lentera Basritama, 1997. Kamal, Musthafa, Fiqih Islam, Yogyakarta, Citra Karsa Mandiri, 2002. Zuhdi, Masjfuk, Masail Fiqhiyah, Jakarta, PT Toko Gunung Agung, 1997. Zaidin Ali, Agama Kesehatan dan Keperawatan, CV Trans Medika, Jakarta, 2010 Hidayat, Zacky, Keluarga Berencana KB dalam Pandangan, http://zackyhidayat44. blogspot.com/2013/03/kaluarga-berencana-kb-dalam-pandangan.html, [diakses Okober 2014] 9