1 REFLEKSI KASUS Tension Type Headache Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat Dalam Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian IlmuPenyakitSaraf Rumah Sakit Islam Sultan Agung Disusun oleh : Shella Ayu Clarissa (30101607736) Pembimbing: dr. Naili Sofi Riasari, Sp. N KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG 2021 2 BAB I LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN Nama Umur Agama Suku Pekerjaan Alamat Status Tanggal Pemeriksaan : Ny. W : 63 tahun : Islam : Jawa : Ibu Rumah Tangga : Semarang : Menikah : 16 Juni 2021 I. ANAMNESA Dilakukan secara Alloanamnesis Riwayat Penyakit Sekarang 1. Keluhan Utama : Nyeri kepala 2. Riwayat Penyakit Sekarang : a. Lokasi : berpindah-pindah kepala sebelah kanan dan kiri b. Onset : 1 bulan yang lalu c. Kualitas : nyeri kepala terasa kencang seperti terikat dan menjalar sampai ke tengkuk d. Kuantitas : nyeri kepala dirasakan hampir setiap hari, hilang timbul dengan durasi ± 30 menit e. Kronologis : Pasien datang ke Poli Saraf RS Bhayangkara Semarang dengan keluhan nyeri kepala yang sudah dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Nyeri kepala berpindah-pindah dari kepala sebelah kanan dan kiri. Keluhan dirasakan hampir setiap hari, hilang timbul dengan durasi ± 30 menit. Nyeri kepala terasa kencang seperti terikat dan menjalar sampai ke tengkuk. Keluhan sering muncul terutama saat pikiran berat dan lebih enakan setelah minum obat paracetamol namun setelah itu keluhan muncul lagi. Keluhan mual dan muntah disangkal pasien. f. Faktor memperberat : stress/ pikiran berat. g. Faktor memperingan : minum obat paracetamol namun setelah itu keluhan muncul lagi. h. Keluhan lain : - Mual (-) - Muntah (-) - Kilatan cahaya (-) - Mata nyerocos (-) - Hidung berair (-) - Demam (-) - Bicara pelo (-) - Mulut perot (-) - Lemah pada tangan dan kaki (-) 3 - Penglihatan kabur (-) Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat sakit seperti ini sebelumnya : disangkal Riwayat stroke : disangkal Riwayat hipertensi : disangkal Riwayat diabetes mellitus : disangkal Riwayat trauma kepala : disangkal Riwayat kolesterol tinggi : disangkal Riwayat alergi : disangkal Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat sakit serupa Riwayat hipertensi Riwayat diabetes melitus Riwayat stroke : disangkal : disangkal : disangkal : Disangkal Riwayat sosial ekonomi Kesan sosial ekonomi cukup. II. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum : sakit sedang Kesadaran : compos mentis, GCS: E4M6V5 Vital Sign Tekanan darah : 131/87 mmHg Nadi : 85 x/ menit Suhu : 36,2°C RR : 20x/ menit SpO2 : 98% VAS :3 Status Generalis : Kepala : mesosefal, nyeri tekan (-), alopesia (-) Wajah : simetris, edema (-) Mata : nistagmus (-/-), ptosis (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek cahaya direk (+/+) indirek (+/+), pupil isokor 2mm/2mm. Telinga : bentuk normal, discharge (-/-), tanda peradangan (-/-) Hidung : lesi (-/-), warna sperti kulit sekitar, nafas cuping hidung (-) 4 Mulut : perot (-), simetris Leher : pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-) Status Internus Thorax Pulmo a. Inspeksi : 1) Pergerakan dinding dada simetris. 2) Retraksi intercostal (-/-). 3) Penggunaan otot-otot bantu pernapasan (-) b. Palpasi : 1) Nyeri tekan (-/-), tidak teraba massa 2) Vokal fremitus simetris. c. Perkusi : sonor d. Auskultasi : Vesikuler +/+, ronkhi -/- , wheezing -/- , murmur (-), gallop (-) Abdomen a. Inspeksi b. Palpasi 1) Nyeri tekan 2) Hepar 3) Splen c. Perkusi d. Auskultasi : warna seperti kulit sekitar :: dalam batas normal : dalam batas normal : Timpani : Bising usus (+) N STATUS NEUROLOGIS Kesadaran : Compos Mentis Kuantitatif (GCS) : E4M6V5 Mata : Pupil bulat isokor, diameter 2 mm/2 mm reflek cahaya (+/+) Nervi Cranialis Nervus Kranialis Kanan Kiri N. I (Olfactorius) Daya Penghidu DBN N.II (Opticus) Daya penglihatan 6//6 Lapang pandang Tidak ada penyempitan Melihat warna Normal Fundus okuli Normal 5 N.III (Oculomotorius) Ptosis Tidak ada Lagophtalmus Tidak ada Gerak mata keatas Gerak bebas Gerak mata kebawah Gerak bebas Gerak mata media Gerak bebas Ukuran pupil 2mm Bentuk pupil Isokor Reflek cahaya langsung Positif Reflek cahaya tidak langsung Positif Tidak ada Diplopia N.IV (Trochlearis) : Gerak bebas Gerak mata medial bawah Diplopia Tidak ada Strabismus Tidak ada N.V (Trigeminus) Menggigit normal normal Membuka mulut normal normal Sensibilitas normal normal Reflek kornea positif positif N.VI (Abducens) Pergerakan mata (ke lateral) Gerak bebas Diplopia Tidak ada Strabismus Tidak ada N.VII (Facialis) Mengerutkan dahi DBN DBN Mengangkat alis DBN DBN Menutup mata DBN DBN Sudut mulut DBN DBN Meringis DBN DBN 6 Daya kecap 2/3 depan DBN DBN N.VIII (Vestibulocochlearis) Suara berbisik DBN DBN Mendengarkan detik arloji Tes rinne TIDAK TIDAK Tes weber DILAKUKAN DILAKUKAN Tes schwabach N.IX (Glossopharyngeus) Arkus faring Uvula DBN Daya kecap 1/3 belakang Reflek muntah Sengau Tersedak N.X (Vagus) Arkus faring DBN Bersuara DBN Menelan DBN N.XI (Accesorius) Memalingkan muka DBN DBN Sikap bahu DBN DBN Mengangkat bahu DBN DBN N.XII (Hypoglossus) Sikap lidah DBN Menjulurkan lidah DBN Artikulasi DBN 7 ANGGOTA GERAK ATAS Inspeksi: Drop hand Claw hand Pitcher’s hand Kontraktur Warna kulit Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Normal Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Normal Palpasi (sebut kelainannya) Lengan atas Lengan bawah Tangan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Normal 555 normal eutrofi +2 Normal 555 normal eutrofi +2 (-) (-) N (-) (-) N Sistem motorik : Gerakan Kekuatan Tonus Trofi Reflek fisiologik Reflek Patologi : Hoffman Tromer Sensibilitas Kanan Kiri ANGGOTA GERAK BAWAH Inspeksi: Drop foot Claw foot Kontraktur Warna kulit Tidak ada Tidak ada Tidak ada Normal Tidak ada Tidak ada Tidak ada Normal Sistem motorik: Gerakan Kekuatan Tonus Trofi Klonus Reflek fisiologik Normal 555 Normal eutrofi (-) +2 Normal 555 Normal eutrofi (-) +2 Kanan Kiri 8 Reflek Patologis: Babinski Chaddok Klonus Sensibilitas (-) (-) (-) N (-) (-) (-) N FUNGSI VEGETATIF Miksi : dalam batas normal Defekasi : dalam batas normal USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium : Darah rutin, elektrolit, kadar gula darah CT scan III. ASSESMENT DIAGNOSIS Diagnosis Klinik : Cephalgia Bilateral Diagnosis Topik : m.pericranialis (m.sternocleidomastoideus, m.trapezius) Diagnosis Etiologik : Tension Type Headache IV. RENCANA TERAPI Konservatif: Ibuprofen PO 400mg tab 3x1 Amitriptillin PO 25mg tab 1x1 Eperison PO 40mg tab 2x1 Modifikasi aktifitas: Behaviour treatment (hindari faktor pencetus berupa stress atau pikiran berat) Edukasi: 1. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit yang diderita pasien 2. Minum obat dan kontrol teratur 3. Beri dukungan kepada pasien agar pasien menghindari stress 9 V. PROGNOSIS Quo ad vitam : dubia ad bonam Quo ad functionam : dubia ad bonam Quo ad sanationam : dubia ad bonam 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tension Type Headache Nyeri kepala tipe tegang atau tension type headache (TTH) adalah nyeri kepala yang berlangsung beberapa menit sampai beberapa hari. Nyeri kepala bilateral menekan atau mengikat dengan intensitas ringan sampai sedang. Nyeri tidak bertambah pada aktifitas fisik rutin, tidak didapatkan mual tapi bisa ada fotofobia atau fonofobia (Perdossi, 2015). TTH ini timbul karena adanya kontraksi yang terus menerus dari otot-otot kepala, wajah, kuduk dan bahu. Kontraksi yang terus menerus ini akan menimbulkan nyeri otot yang di “referred” ke kepala (“muscle contraction headache”). “Muscle contraction” ini timbul oleh karena adanya ketegangan jiwa anxietas, tension, atau depresi). 2.2 Etiologi Tension Type Headache Penyebab dari TTH masih belum diketahui secara pasti. Diduga dapat disebabkan oleh faktor psikis dan fisik. Secara psikis, TTH dapat timbul akibat reaksi tubuh terhadap stres, kecemasan, depresi dan konflik emosional. Sedangkan faktor fisik, seperti posisi kepala yang menetap dalam jangka waktu lama mengakibatkan kontraksi otot-otot kepala dan leher, tidur yang kurang, kesalahan dalam posisi tidur dan kelelahan juga dapat menyebabkan TTH. (Duran ddkk., 2006; Midle-Busch dkk., 2011). 2.3 Epidemiologi Tension Type Headache Frekuensi : Di Amerika Serikat, TTH merupakan sindrom nyeri kepala primer yang paling sering Internasional : Rasmussen et al melaporkan prevalensi seumur hidup TTH 69% lakilaki dan 88% perempuan pada populasi Danish. Pasien memiliki pengalaman lebih dari satu sindrom nyeri kepala primer. Pada satu studi oleh Ulrich et al, prevalensi 1 tahun TTH adalah sama diantara individu dengan dan tanpa migraine. Jenis Kelamin : Perempuan lebih sering daripada laki-laki. Ratio TTH perempuan dan laki-laki sekitar 1,4:1. Pada Chronic type tension headache 1,9:1. Usia : TTH dapat terjadi pada semua usia, tetapi onset remaja hingga dewasa muda lebih sering. 2.4 Patofisiologi Tension Type Headache Nyeri kepala berkaitan dengan terangsangnya susunan peka nyeri. Nyeri kemudian timbul setelah melewati proses modulasi sebelum akhirnya dipersepsikan sebagai rasa nyeri baik melalui mekanisme sensitisasi perifer atau sensitisasi sentral (Fumal dkk, 2008). Rangsang nyeri kepala bisa disebabkan oleh adanya tekanan, traksi, displacement maupun proses kimiawi dan inflamasi terhadap nosiseptor-nosiseptor pada struktur peka nyeri di kepala. Jika struktur peka nyeri tersebut terletak pada ataupun diatas tentorium serebeli, maka rasa nyeri yang timbul akan terasa menjalar pada daerah didepan batas garis vertikal yang 11 ditarik dari kedua telinga kiri dan kanan melewati puncak kepala (daerah frontotemporal dan parietal anterior). Rasa nyeri ini ditransmisi oleh saraf trigeminus (Milanov dkk.,2003). Sedangkan rangsangan terhadap struktur peka nyeri dibawah tentorium (pada fossa kranii posterior) radik servikalis bagian atas dengan cabang-cabang saraf perifernya akan menimbulkan nyeri pada daerah dibelakang garis tersebut, yaitu didaerah oksipital, suboksipital dan servikal bagian atas. Rasa nyeri ini ditransmisi oleh saraf kranial IX, X dan saraf spinal C- 1, C-2, dan C-3 (Chen, 2009). Rangsang nyeri kepala dihantarkan oleh serabut saraf C dan A delta ke kornu dorsalis dan inti trigeminal di trigemino cervical complex (TCC), kemudian bersinapsis dengan neuron orde kedua. Pada sinapsis ini terjadi modulasi rangsangan dari nosiseptor primer dan mekanoreseptor yang berbahaya yang dibawa melalui homosinaptik dan heterosinaptik ke sensitisasi sentral. Pada tingkat molekuler, sinyal nyeri dari perifer menyebabkan pelepasan neuropeptida dan neurotransmiter (substansi P dan glutamat) yang mengaktifkan reseptor pada membran postsinap, menghasilkan aksi potensial dan mencapai puncak plastisitasnya sehingga menurunkan ambang nyeri. tetapi pada individu yang rentan, gangguan ini dapat memicu sinyal nyeri, yang disebabkan oleh sensitisasi sentral. Nyeri tekan perikranium yang terus menerus yang dibawa oleh serabut saraf C dan A beta yang bersinapsis di trigemino cervical complex (TCC), menyebabkan terjadinya alodinia dan hiperalgesia. Intensitas, frekuensi, dan nyeri tekan perikranium yang terus menerus pada jaringan yang sama dan terjadi perubahan molekul pada pusat yang lebih tinggi di thalamus, sehingga terjadi sensitisasi sentral pada neuron tersier dan terjadi perubahan pada persepsi nyeri (Chen, 2009). Patofisologi TTH secara pasti belum diketahui, namun beberapa penelitian menyatakan bahwa sensitisasi perifer (nosisepsi dari jaringan miofasial perikranium) dan sensitisasi sentral (peningkatan rangsangan pada centra lnervus system) memegang peranan penting pada patofisiologi TTH (Ashina dkk., 2013). Asal nyeri kepala pada TTH sejak dahulu dikaitkan dengan kontraksi otot yang berlebihan, iskemia, dan radang pada otot-otot kepala dan leher. Sejumlah studi menunjukkan bahwa jaringan miofasial pada pasien dengan TTH di katakan lebih nyeri dibandingkan pada kontrol, dan nyeri tekan pada saat palpasi juga berkaitan dengan intesitas dan frekuensi nyeri pada TTH (Ashina dkk., 2013). Salah satu teori yang dominan pada patofisiologi TTH adalah adanya inputnosiseptik dari jaringan miofasial perikranial yang akan meningkatkan eksitabilitas jalur nyeri ke susunan saraf pusat. Ada dua faktor yang berperan pada proses terjadinya TTH, yaitu: (1) Faktor perifer, dimana rangsang nyeri diantarkan oleh serabut saraf dengan selubung myelin tipis (serabut saraf A delta) dan serat tidak bermielin (serabut saraf C). Pada TTH bermacam stimuli menimbulkan eksitasi dan sensitisasi pada nosiseptor di miofasial yang akan menyebabkan sensitivitas nyeri. Peregangan gigi, posisi statis saat kerja, mediator kimia (asam laktat dan piruvat), kontraksi lokal miofasial, tekanan darah yang rendah (disebut dengan ischemic muscle contraction) dan proses inflamasi bisa menyebabkan sensitisasi pada nosiseptor nyeri. (2) Faktor sentral, peningkatan sensitisasi miofasial pada TTH disebabkan oleh faktor sentral yaitu sensitisasi dari neuron orde kedua di kornu dorsalis medula spinalis atau nukleus trigemini kaudalis (TNC). Sensitisasi supra spinal ini bersamaan dengan penurunan antinosiseptik dari struktur supra spinal. Dari beberapa studi memperlihatkan 12 adanya disfungsi sistem modulasi endogen supra spinal pada chronic tension type headache (CTTH), hal ini yang menyebabkan terjadinya sensitisasi sentral (PERDOSSI, 2015). Timbulnya CTTH berkaitan dengan aktivasi sistem miofasial perifer (sensitisasi perifer) dan sensititasi sentral. Proses tersebut dipengaruhi oleh neurotransmiter dan mediator inflamasi seperti substansi-P, bradikinin, calcitonin gene-related peptide (CGRP) serotonin dan norefineprin. Kondisi ini akan mengakibatkan aktifnya nosiseptor perifer yang berlanjut dengan sensitisasi sentral yang dapat berlanjut hingga nyeri bersifat kronis akibat dari impuls nyeri yang terus-menerus dipersepsikan (Bendsten dkk., 2011). Pada nyeri kepala juga terjadi proses inflamasi steril. Adanya inflamasi steril pada nyeri kepala ditandai dengan pelepasan kaskade zat substansi dari perbagai sel. Makrofag melepaskan sitokin Interleukin-1 (lL-1), Interleukin-6 (lL-6) dan Tumor Necrotizing Faktor α (TNF-α) dan Nerve Growth Faktor (NGF). Mastcell melepas metabolit histamin, serotonin, prostaglandin dan asam arakidonat dengan kemampuan melakukan sensitisasi di terminal sel saraf (Buzzi dkk, 2003). Terjadinya TTH juga sering dihubungan dengan kelainan stres psikopatologi, seperti stres, ansietas dan depresi. Stres mengaktifkan nuclear faktor k-light-chain (NFkB) yang menyebabkan teraktivasinya inducible nitric oxides ynthase (iNOS) dan cyclooxygenase-2 (COX-2).Seperti diketahui iNOS dan COX-2 berperan dalam proses terjadinya nyeri. Pada keadaan normal, stres mengaktivasi sistem glucocorticoid adrenal axis, yang diketahui meningkatkan eksitasi glutaminergik di central nervus system (CNS). Meningkatnya glutamat ini mengaktifkan reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA) dan melalui jalur secondmessenger, kemudian mengaktifkan NFkB, meningkatkan iNOS dan memproduksi NitricOxide (NO), yang menyebabkan vasodilatasi dan perubahan oksidatif. Hal ini dapat menyebabkan nyeri kepala yang disebabkan dilatasi pembuluh darah intrakranial, duramater, dan struktur lainnya, dan jika terjadi terus menerus dapat menyebabkan TTH dan berpotensi menyebabkan nyeri pada otot perikranium dengan cara sensitisasi perifer dan sentral. Seperti terlihat pada gambar 2.1 (Chen, 2009). 13 2.5 Diagnosis Tension Type Headache 1. Anamnesis Onset nyeri dari TTH dapat memberikan gambaran seperti berdenyut dan terkadang seperti gambaran klinis dari migren. Kombinasi dari migren dan TTH dapat memberikan durasi nyeri yang lebih lama, menetap dan lebih berat. HIS (The International Headache Society) kriteria diagnostik dari TTH adalah 2 dari 4 point di bawah ini : o Ditekan atau seperti di ikat o Lokasi Frontal-occipital o Bilateral – intensitas yang ringan atau sedang o Tidak bertambah berat dengan aktivitas fisik Anamnesa pada TTH sering ditemukan: o Durasi 30 menit sampai 7 hari o Tidak ada mual muntah (kadang terjadi anorexia) 14 o Photophobia dan phonophobia o Minimal 10 kali muncul sakit kepala dalam sekali serangan; dan serangan sakit kepala terjadi lebih dari 180 kali per tahun o Bilateral dan occipitonuchal atau nyeri bifrontal o Dengan gambaran nyeri seperti "fullness," "tightness/squeezing," "pressure," or "bandlike/viselike" o Kadang disertai stress emosional dan rasa cemas berlebihan o Insomnia o Setelah serangan kadang perasaan seperti keatas ataupun ke bawah o Otot tegang dan seperti terikat pada region leher, occipital serta frontal o Terdapat pada 75% pasien yang mengalami nyeri kepala kronis selama 5 tahun o Sulit berkonsentrasi o Tidak ada gejala prodormal Onset nyeri kepala yang baru pada pasien usia muda dapat dipikirkan penyebabnya adalah TTH. 2. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik sulit ditemukan penyebab dari nyeri kepala dari TTH. Vital sign normal Pemeriksaan neurologis normal Otot tegang dan nyeri pada daerah perikranial atau leher (tidak selalu) Nyeri pada penekanan arteri temporalis dan daerah trigger zone (tidak selalu) Nyeri bertambah dengan fleksi leher dan pergangan dari otot leher 15 2.5 Pemeriksaan Penunjang Tension Type Headache Laboratorium Diagnosis tension headache adalah dari klinis. Seperti nyeri kepala primer lainnya, tidak ada test diagnostik spesifik untuk tension headache. Studi Imaging Studi neuroimaging penting untuk mengesampingkan penyebab sekunder nyeri kepala, termasuk neoplasma dan cerebral hemorrhage. MRI imaging menunjukkan struktur cerebral yang detail dan khususnya dalam mengevaluasi fossa posterior CT scan dengan kontras merupakan alternatif lain tetapi lebih rendah daripada MRI dalam memperlihatkan struktur fosa posterior. Indikasi neuroimaging jika nyeri kepala atipikal atau berhubungan dengan abnormalitas pada pemeriksaan neurologis. 2.8 Tatalaksana Tension Type Headache Prinsip pengobatan adalah pedekatan psiklogik (psikoterapi), fisiologik (relaksasi) dan farmakologik (analgesik, sedativa dan minor transquilizers). Dalam praktek, diperlukan penjelasan yang cukup mengenai latar belakang munculnya nyeri agar penderita mengerti tentang permasalahan yang selama ini kurang atau tidak disadarinya. Penjelasan tentang berbagai macam pemeriksaan tambahan yang perlu dan yang tidak perlu akan sangat bermanfaat bagi penderita.1 Analgesik seperti aspirin atau acetaminophen atau NSAID lain yang sangat membantu, tetapi hanya untuk waktu yang singkat. Tension headache memberi respon terbaik terhadap penggunaan hati-hati salah satu dari beberapa obat yang mengurangi kecemasan atau depresi, ketika gejala terakhir timbul.10 Beberapa pasien memberi respon terhadap ancillary measure seperti massase, meditasi dan teknik biofeedback. Pengobatan analgesik yang lebih kuat sebaiknya dihindari. Raski melaporkan berhasilnya terapi dengan calcium channel blocker, phenelzine atau cyproheptadine. Ergotamin dan propanolol tidak efektif kecuali jika terdapat gejala migren dan tension headache. Teknik relaksasi sangat menolong pasien bagaimana cara menghadapi anxietas dan stress.10 Penanganan3 : Istirahat dengan tenang, ruangan gelap hingga gejala berkurang dan hilang. 16 Konsumsi obat nyeri seperti aspirin, acetaminophen, ibuprofen. Pijat leher, bahu dan punggung. Letakkan heat, an ice pack, or a cold washcloth pada area yang nyeri. Segera ke dokter bila: o Sakit kepala yang lebih sakit dari biasanya o Muntah berulang. o Numbness or tingling wajah, lengan atau kaki. o Lengan dan kaki lemah. o Perubahan visual yang tidak segera hilang 2.9 Prognosis Tension Type Headache TTH merupakan nyeri kepala yang selalu kambuh, akan tetapi nyeri kepala ini tidak berbahaya. Terapinya hanya bersifat simptomatis tetapi kadang juga dapat hilang total. TTH dapat sembuh sempurna bila penyebabnya di hilangkan. Pengunaan obat TTH yang lama dapat menyebabkan nyeri kepala bertambah berat atau rebound headache.12