Uploaded by User112451

REFKAS TTH SHELLA

advertisement
1
REFLEKSI KASUS
Tension Type Headache
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat Dalam Menempuh
Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian IlmuPenyakitSaraf
Rumah Sakit Islam Sultan Agung
Disusun oleh :
Shella Ayu Clarissa (30101607736)
Pembimbing:
dr. Naili Sofi Riasari, Sp. N
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
2021
2
BAB I
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Agama
Suku
Pekerjaan
Alamat
Status
Tanggal Pemeriksaan
: Ny. W
: 63 tahun
: Islam
: Jawa
: Ibu Rumah Tangga
: Semarang
: Menikah
: 16 Juni 2021
I. ANAMNESA
Dilakukan secara Alloanamnesis
Riwayat Penyakit Sekarang
1. Keluhan Utama
: Nyeri kepala
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
a. Lokasi
: berpindah-pindah kepala sebelah kanan dan kiri
b. Onset
: 1 bulan yang lalu
c. Kualitas
: nyeri kepala terasa kencang seperti terikat dan menjalar
sampai ke tengkuk
d. Kuantitas
: nyeri kepala dirasakan hampir setiap hari, hilang timbul
dengan durasi ± 30 menit
e. Kronologis
: Pasien datang ke Poli Saraf RS Bhayangkara Semarang
dengan keluhan nyeri kepala yang sudah dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Nyeri kepala
berpindah-pindah dari kepala sebelah kanan dan kiri. Keluhan dirasakan hampir setiap
hari, hilang timbul dengan durasi ± 30 menit. Nyeri kepala terasa kencang seperti terikat
dan menjalar sampai ke tengkuk. Keluhan sering muncul terutama saat pikiran berat dan
lebih enakan setelah minum obat paracetamol namun setelah itu keluhan muncul lagi.
Keluhan mual dan muntah disangkal pasien.
f. Faktor memperberat
: stress/ pikiran berat.
g. Faktor memperingan
: minum obat paracetamol namun setelah itu keluhan muncul
lagi.
h. Keluhan lain :
- Mual (-)
- Muntah (-)
- Kilatan cahaya (-)
- Mata nyerocos (-)
- Hidung berair (-)
- Demam (-)
- Bicara pelo (-)
- Mulut perot (-)
- Lemah pada tangan dan kaki (-)
3
-
Penglihatan kabur (-)
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit seperti ini sebelumnya : disangkal
Riwayat stroke
: disangkal
Riwayat hipertensi
: disangkal
Riwayat diabetes mellitus
: disangkal
Riwayat trauma kepala
: disangkal
Riwayat kolesterol tinggi
: disangkal
Riwayat alergi
: disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat sakit serupa
Riwayat hipertensi
Riwayat diabetes melitus
Riwayat stroke
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: Disangkal
Riwayat sosial ekonomi
Kesan sosial ekonomi cukup.
II. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran
: compos mentis, GCS: E4M6V5
Vital Sign
Tekanan darah
: 131/87 mmHg
Nadi
: 85 x/ menit
Suhu
: 36,2°C
RR
: 20x/ menit
SpO2
: 98%
VAS
:3
Status Generalis :
Kepala
: mesosefal, nyeri tekan (-), alopesia (-)
Wajah
: simetris, edema (-)
Mata
: nistagmus (-/-), ptosis (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
reflek cahaya direk (+/+) indirek (+/+), pupil isokor 2mm/2mm.
Telinga
: bentuk normal, discharge (-/-), tanda peradangan (-/-)
Hidung
: lesi (-/-), warna sperti kulit sekitar, nafas cuping hidung (-)
4
Mulut
: perot (-), simetris
Leher
: pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-)
Status Internus
Thorax Pulmo
a. Inspeksi :
1) Pergerakan dinding dada simetris.
2) Retraksi intercostal (-/-).
3) Penggunaan otot-otot bantu pernapasan (-)
b. Palpasi :
1) Nyeri tekan (-/-), tidak teraba massa
2) Vokal fremitus simetris.
c. Perkusi : sonor
d. Auskultasi : Vesikuler +/+, ronkhi -/- , wheezing -/- , murmur (-), gallop (-)
Abdomen
a. Inspeksi
b. Palpasi
1) Nyeri tekan
2) Hepar
3) Splen
c. Perkusi
d. Auskultasi
: warna seperti kulit sekitar
:: dalam batas normal
: dalam batas normal
: Timpani
: Bising usus (+) N
STATUS NEUROLOGIS
Kesadaran
: Compos Mentis
Kuantitatif (GCS)
: E4M6V5
Mata
: Pupil bulat isokor, diameter 2 mm/2 mm reflek cahaya (+/+)
Nervi Cranialis
Nervus Kranialis
Kanan
Kiri
N. I (Olfactorius)
Daya Penghidu
DBN
N.II (Opticus)
Daya penglihatan
6//6
Lapang pandang
Tidak ada penyempitan
Melihat warna
Normal
Fundus okuli
Normal
5
N.III (Oculomotorius)
Ptosis
Tidak ada
Lagophtalmus
Tidak ada
Gerak mata keatas
Gerak bebas
Gerak mata kebawah
Gerak bebas
Gerak mata media
Gerak bebas
Ukuran pupil
2mm
Bentuk pupil
Isokor
Reflek cahaya langsung
Positif
Reflek cahaya tidak langsung
Positif
Tidak ada
Diplopia
N.IV (Trochlearis) :
Gerak bebas
Gerak mata medial bawah
Diplopia
Tidak ada
Strabismus
Tidak ada
N.V (Trigeminus)
Menggigit
normal
normal
Membuka mulut
normal
normal
Sensibilitas
normal
normal
Reflek kornea
positif
positif
N.VI (Abducens)
Pergerakan mata (ke lateral)
Gerak bebas
Diplopia
Tidak ada
Strabismus
Tidak ada
N.VII (Facialis)
Mengerutkan dahi
DBN
DBN
Mengangkat alis
DBN
DBN
Menutup mata
DBN
DBN
Sudut mulut
DBN
DBN
Meringis
DBN
DBN
6
Daya kecap 2/3 depan
DBN
DBN
N.VIII (Vestibulocochlearis)
Suara berbisik
DBN
DBN
Mendengarkan detik arloji
Tes rinne
TIDAK
TIDAK
Tes weber
DILAKUKAN
DILAKUKAN
Tes schwabach
N.IX (Glossopharyngeus)
Arkus faring
Uvula
DBN
Daya kecap 1/3 belakang
Reflek muntah
Sengau
Tersedak
N.X (Vagus)
Arkus faring
DBN
Bersuara
DBN
Menelan
DBN
N.XI (Accesorius)
Memalingkan muka
DBN
DBN
Sikap bahu
DBN
DBN
Mengangkat bahu
DBN
DBN
N.XII (Hypoglossus)
Sikap lidah
DBN
Menjulurkan lidah
DBN
Artikulasi
DBN
7
ANGGOTA GERAK
ATAS
Inspeksi:
Drop hand
Claw hand
Pitcher’s hand
Kontraktur
Warna kulit
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Normal
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Normal
Palpasi (sebut kelainannya)
Lengan atas
Lengan bawah
Tangan
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Normal
555
normal
eutrofi
+2
Normal
555
normal
eutrofi
+2
(-)
(-)
N
(-)
(-)
N
Sistem motorik :
Gerakan
Kekuatan
Tonus
Trofi
Reflek fisiologik
Reflek Patologi :
Hoffman
Tromer
Sensibilitas
Kanan
Kiri
ANGGOTA GERAK
BAWAH
Inspeksi:
Drop foot
Claw foot
Kontraktur
Warna kulit
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Normal
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Normal
Sistem motorik:
Gerakan
Kekuatan
Tonus
Trofi
Klonus
Reflek fisiologik
Normal
555
Normal
eutrofi
(-)
+2
Normal
555
Normal
eutrofi
(-)
+2
Kanan
Kiri
8
Reflek Patologis:
Babinski
Chaddok
Klonus
Sensibilitas
(-)
(-)
(-)
N
(-)
(-)
(-)
N
FUNGSI VEGETATIF
Miksi
: dalam batas normal
Defekasi : dalam batas normal
USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium : Darah rutin, elektrolit, kadar gula darah
CT scan
III. ASSESMENT
DIAGNOSIS
Diagnosis Klinik
: Cephalgia Bilateral
Diagnosis Topik
: m.pericranialis (m.sternocleidomastoideus, m.trapezius)
Diagnosis Etiologik
: Tension Type Headache
IV. RENCANA TERAPI
Konservatif:
Ibuprofen PO 400mg tab 3x1
Amitriptillin PO 25mg tab 1x1
Eperison PO 40mg tab 2x1
Modifikasi aktifitas:
Behaviour treatment (hindari faktor pencetus berupa stress atau pikiran berat)
Edukasi:
1.
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit yang diderita pasien
2.
Minum obat dan kontrol teratur
3.
Beri dukungan kepada pasien agar pasien menghindari stress
9
V.
PROGNOSIS
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
Quo ad functionam
: dubia ad bonam
Quo ad sanationam
: dubia ad bonam
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Tension Type Headache
Nyeri kepala tipe tegang atau tension type headache (TTH) adalah nyeri kepala yang
berlangsung beberapa menit sampai beberapa hari. Nyeri kepala bilateral menekan atau
mengikat dengan intensitas ringan sampai sedang. Nyeri tidak bertambah pada aktifitas fisik
rutin, tidak didapatkan mual tapi bisa ada fotofobia atau fonofobia (Perdossi, 2015).
TTH ini timbul karena adanya kontraksi yang terus menerus dari otot-otot kepala,
wajah, kuduk dan bahu. Kontraksi yang terus menerus ini akan menimbulkan nyeri otot yang
di “referred” ke kepala (“muscle contraction headache”). “Muscle contraction” ini timbul
oleh karena adanya ketegangan jiwa anxietas, tension, atau depresi).
2.2 Etiologi Tension Type Headache
Penyebab dari TTH masih belum diketahui secara pasti. Diduga dapat disebabkan oleh faktor
psikis dan fisik. Secara psikis, TTH dapat timbul akibat reaksi tubuh terhadap stres, kecemasan,
depresi dan konflik emosional. Sedangkan faktor fisik, seperti posisi kepala yang menetap dalam
jangka waktu lama mengakibatkan kontraksi otot-otot kepala dan leher, tidur yang kurang, kesalahan
dalam posisi tidur dan kelelahan juga dapat menyebabkan TTH. (Duran ddkk., 2006; Midle-Busch
dkk., 2011).
2.3 Epidemiologi Tension Type Headache




Frekuensi
: Di Amerika Serikat, TTH merupakan sindrom nyeri kepala primer
yang paling sering
Internasional
: Rasmussen et al melaporkan prevalensi seumur hidup TTH 69% lakilaki dan 88% perempuan pada populasi Danish. Pasien memiliki pengalaman lebih dari
satu sindrom nyeri kepala primer. Pada satu studi oleh Ulrich et al, prevalensi 1 tahun
TTH adalah sama diantara individu dengan dan tanpa migraine.
Jenis Kelamin
: Perempuan lebih sering daripada laki-laki. Ratio TTH perempuan dan
laki-laki sekitar 1,4:1. Pada Chronic type tension headache 1,9:1.
Usia
: TTH dapat terjadi pada semua usia, tetapi onset remaja hingga
dewasa muda lebih sering.
2.4 Patofisiologi Tension Type Headache
Nyeri kepala berkaitan dengan terangsangnya susunan peka nyeri. Nyeri kemudian
timbul setelah melewati proses modulasi sebelum akhirnya dipersepsikan sebagai rasa nyeri
baik melalui mekanisme sensitisasi perifer atau sensitisasi sentral (Fumal dkk, 2008).
Rangsang nyeri kepala bisa disebabkan oleh adanya tekanan, traksi, displacement maupun
proses kimiawi dan inflamasi terhadap nosiseptor-nosiseptor pada struktur peka nyeri di
kepala. Jika struktur peka nyeri tersebut terletak pada ataupun diatas tentorium serebeli, maka
rasa nyeri yang timbul akan terasa menjalar pada daerah didepan batas garis vertikal yang
11
ditarik dari kedua telinga kiri dan kanan melewati puncak kepala (daerah frontotemporal dan
parietal anterior). Rasa nyeri ini ditransmisi oleh saraf trigeminus (Milanov dkk.,2003).
Sedangkan rangsangan terhadap struktur peka nyeri dibawah tentorium (pada fossa kranii
posterior) radik servikalis bagian atas dengan cabang-cabang saraf perifernya akan
menimbulkan nyeri pada daerah dibelakang garis tersebut, yaitu didaerah oksipital,
suboksipital dan servikal bagian atas. Rasa nyeri ini ditransmisi oleh saraf kranial IX, X dan
saraf spinal C- 1, C-2, dan C-3 (Chen, 2009).
Rangsang nyeri kepala dihantarkan oleh serabut saraf C dan A delta ke kornu dorsalis dan inti
trigeminal di trigemino cervical complex (TCC), kemudian bersinapsis dengan neuron orde
kedua. Pada sinapsis ini terjadi modulasi rangsangan dari nosiseptor primer dan
mekanoreseptor yang berbahaya yang dibawa melalui homosinaptik dan heterosinaptik ke
sensitisasi sentral. Pada tingkat molekuler, sinyal nyeri dari perifer menyebabkan pelepasan
neuropeptida dan neurotransmiter (substansi P dan glutamat) yang mengaktifkan reseptor
pada membran postsinap, menghasilkan aksi potensial dan mencapai puncak plastisitasnya
sehingga menurunkan ambang nyeri. tetapi pada individu yang rentan, gangguan ini dapat
memicu sinyal nyeri, yang disebabkan oleh sensitisasi sentral. Nyeri tekan perikranium yang
terus menerus yang dibawa oleh serabut saraf C dan A beta yang bersinapsis di trigemino
cervical complex (TCC), menyebabkan terjadinya alodinia dan hiperalgesia. Intensitas,
frekuensi, dan nyeri tekan perikranium yang terus menerus pada jaringan yang sama dan
terjadi perubahan molekul pada pusat yang lebih tinggi di thalamus, sehingga terjadi
sensitisasi sentral pada neuron tersier dan terjadi perubahan pada persepsi nyeri (Chen, 2009).
Patofisologi TTH secara pasti belum diketahui, namun beberapa penelitian
menyatakan bahwa sensitisasi perifer (nosisepsi dari jaringan miofasial perikranium) dan
sensitisasi sentral (peningkatan rangsangan pada centra lnervus system) memegang peranan
penting pada patofisiologi TTH (Ashina dkk., 2013).
Asal nyeri kepala pada TTH sejak dahulu dikaitkan dengan kontraksi otot yang
berlebihan, iskemia, dan radang pada otot-otot kepala dan leher. Sejumlah studi menunjukkan
bahwa jaringan miofasial pada pasien dengan TTH di katakan lebih nyeri dibandingkan pada
kontrol, dan nyeri tekan pada saat palpasi juga berkaitan dengan intesitas dan frekuensi nyeri
pada TTH (Ashina dkk., 2013).
Salah satu teori yang dominan pada patofisiologi TTH adalah adanya inputnosiseptik
dari jaringan miofasial perikranial yang akan meningkatkan eksitabilitas jalur nyeri ke
susunan saraf pusat. Ada dua faktor yang berperan pada proses terjadinya TTH, yaitu: (1)
Faktor perifer, dimana rangsang nyeri diantarkan oleh serabut saraf dengan selubung myelin
tipis (serabut saraf A delta) dan serat tidak bermielin (serabut saraf C). Pada TTH bermacam
stimuli menimbulkan eksitasi dan sensitisasi pada nosiseptor di miofasial yang akan
menyebabkan sensitivitas nyeri. Peregangan gigi, posisi statis saat kerja, mediator kimia
(asam laktat dan piruvat), kontraksi lokal miofasial, tekanan darah yang rendah (disebut
dengan ischemic muscle contraction) dan proses inflamasi bisa menyebabkan sensitisasi pada
nosiseptor nyeri. (2) Faktor sentral, peningkatan sensitisasi miofasial pada TTH disebabkan
oleh faktor sentral yaitu sensitisasi dari neuron orde kedua di kornu dorsalis medula spinalis
atau nukleus trigemini kaudalis (TNC). Sensitisasi supra spinal ini bersamaan dengan
penurunan antinosiseptik dari struktur supra spinal. Dari beberapa studi memperlihatkan
12
adanya disfungsi sistem modulasi endogen supra spinal pada chronic tension type headache
(CTTH), hal ini yang menyebabkan terjadinya sensitisasi sentral (PERDOSSI, 2015).
Timbulnya CTTH berkaitan dengan aktivasi sistem miofasial perifer (sensitisasi
perifer) dan sensititasi sentral. Proses tersebut dipengaruhi oleh neurotransmiter dan mediator
inflamasi seperti substansi-P, bradikinin, calcitonin gene-related peptide (CGRP) serotonin
dan norefineprin. Kondisi ini akan mengakibatkan aktifnya nosiseptor perifer yang berlanjut
dengan sensitisasi sentral yang dapat berlanjut hingga nyeri bersifat kronis akibat dari impuls
nyeri yang terus-menerus dipersepsikan (Bendsten dkk., 2011).
Pada nyeri kepala juga terjadi proses inflamasi steril. Adanya inflamasi steril pada
nyeri kepala ditandai dengan pelepasan kaskade zat substansi dari perbagai sel. Makrofag
melepaskan sitokin Interleukin-1 (lL-1), Interleukin-6 (lL-6) dan Tumor Necrotizing Faktor α
(TNF-α) dan Nerve Growth Faktor (NGF). Mastcell melepas metabolit histamin, serotonin,
prostaglandin dan asam arakidonat dengan kemampuan melakukan sensitisasi di terminal sel
saraf (Buzzi dkk, 2003).
Terjadinya TTH juga sering dihubungan dengan kelainan stres psikopatologi, seperti
stres, ansietas dan depresi. Stres mengaktifkan nuclear faktor k-light-chain (NFkB) yang
menyebabkan teraktivasinya inducible nitric oxides ynthase (iNOS) dan cyclooxygenase-2
(COX-2).Seperti diketahui iNOS dan COX-2 berperan dalam proses terjadinya nyeri. Pada
keadaan normal, stres mengaktivasi sistem glucocorticoid adrenal axis, yang diketahui
meningkatkan eksitasi glutaminergik di central nervus system (CNS). Meningkatnya glutamat
ini mengaktifkan reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA) dan melalui jalur secondmessenger, kemudian mengaktifkan NFkB, meningkatkan iNOS dan memproduksi
NitricOxide (NO), yang menyebabkan vasodilatasi dan perubahan oksidatif. Hal ini dapat
menyebabkan nyeri kepala yang disebabkan dilatasi pembuluh darah intrakranial, duramater,
dan struktur lainnya, dan jika terjadi terus menerus dapat menyebabkan TTH dan berpotensi
menyebabkan nyeri pada otot perikranium dengan cara sensitisasi perifer dan sentral. Seperti
terlihat pada gambar 2.1 (Chen, 2009).
13
2.5 Diagnosis Tension Type Headache
1. Anamnesis
Onset nyeri dari TTH dapat memberikan gambaran seperti berdenyut dan terkadang seperti
gambaran klinis dari migren. Kombinasi dari migren dan TTH dapat memberikan durasi nyeri
yang lebih lama, menetap dan lebih berat.


HIS (The International Headache Society) kriteria diagnostik dari TTH adalah 2 dari 4 point
di bawah ini :
o
Ditekan atau seperti di ikat
o
Lokasi Frontal-occipital
o
Bilateral – intensitas yang ringan atau sedang
o
Tidak bertambah berat dengan aktivitas fisik
Anamnesa pada TTH sering ditemukan:
o
Durasi 30 menit sampai 7 hari
o
Tidak ada mual muntah (kadang terjadi anorexia)
14
o
Photophobia dan phonophobia
o
Minimal 10 kali muncul sakit kepala dalam sekali serangan; dan serangan sakit
kepala terjadi lebih dari 180 kali per tahun
o
Bilateral dan occipitonuchal atau nyeri bifrontal
o
Dengan gambaran nyeri seperti "fullness," "tightness/squeezing," "pressure," or
"bandlike/viselike"
o
Kadang disertai stress emosional dan rasa cemas berlebihan
o
Insomnia
o
Setelah serangan kadang perasaan seperti keatas ataupun ke bawah
o
Otot tegang dan seperti terikat pada region leher, occipital serta frontal
o
Terdapat pada 75% pasien yang mengalami nyeri kepala kronis selama 5 tahun
o
Sulit berkonsentrasi
o
Tidak ada gejala prodormal
Onset nyeri kepala yang baru pada pasien usia muda dapat dipikirkan penyebabnya adalah TTH.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik sulit ditemukan penyebab dari nyeri kepala dari TTH.
 Vital sign normal
 Pemeriksaan neurologis normal
 Otot tegang dan nyeri pada daerah perikranial atau leher (tidak selalu)
 Nyeri pada penekanan arteri temporalis dan daerah trigger zone (tidak selalu)
Nyeri bertambah dengan fleksi leher dan pergangan dari otot leher
15
2.5 Pemeriksaan Penunjang Tension Type Headache
Laboratorium

Diagnosis tension headache adalah dari klinis. Seperti nyeri kepala primer lainnya, tidak
ada test diagnostik spesifik untuk tension headache.
Studi Imaging

Studi neuroimaging penting untuk mengesampingkan penyebab sekunder nyeri kepala,
termasuk neoplasma dan cerebral hemorrhage.

MRI imaging menunjukkan struktur cerebral yang detail dan khususnya dalam mengevaluasi
fossa posterior

CT scan dengan kontras merupakan alternatif lain tetapi lebih rendah daripada MRI dalam
memperlihatkan struktur fosa posterior.

Indikasi neuroimaging jika nyeri kepala atipikal atau berhubungan dengan abnormalitas pada
pemeriksaan neurologis.
2.8 Tatalaksana Tension Type Headache
Prinsip pengobatan adalah pedekatan psiklogik (psikoterapi), fisiologik (relaksasi) dan
farmakologik (analgesik, sedativa dan minor transquilizers). Dalam praktek, diperlukan penjelasan
yang cukup mengenai latar belakang munculnya nyeri agar penderita mengerti tentang permasalahan
yang selama ini kurang atau tidak disadarinya. Penjelasan tentang berbagai macam pemeriksaan
tambahan yang perlu dan yang tidak perlu akan sangat bermanfaat bagi penderita.1
Analgesik seperti aspirin atau acetaminophen atau NSAID lain yang sangat membantu, tetapi hanya
untuk waktu yang singkat. Tension headache memberi respon terbaik terhadap penggunaan hati-hati
salah satu dari beberapa obat yang mengurangi kecemasan atau depresi, ketika gejala terakhir
timbul.10
Beberapa pasien memberi respon terhadap ancillary measure seperti massase, meditasi dan teknik
biofeedback. Pengobatan analgesik yang lebih kuat sebaiknya dihindari. Raski melaporkan
berhasilnya terapi dengan calcium channel blocker, phenelzine atau cyproheptadine. Ergotamin dan
propanolol tidak efektif kecuali jika terdapat gejala migren dan tension headache. Teknik relaksasi
sangat menolong pasien bagaimana cara menghadapi anxietas dan stress.10
Penanganan3 :

Istirahat dengan tenang, ruangan gelap hingga gejala berkurang dan hilang.
16

Konsumsi obat nyeri seperti aspirin, acetaminophen, ibuprofen.

Pijat leher, bahu dan punggung. Letakkan heat, an ice pack, or a cold washcloth pada area
yang nyeri.

Segera ke dokter bila:
o
Sakit kepala yang lebih sakit dari biasanya
o
Muntah berulang.
o
Numbness or tingling wajah, lengan atau kaki.
o
Lengan dan kaki lemah.
o
Perubahan visual yang tidak segera hilang
2.9 Prognosis Tension Type Headache
TTH merupakan nyeri kepala yang selalu kambuh, akan tetapi nyeri kepala ini tidak
berbahaya. Terapinya hanya bersifat simptomatis tetapi kadang juga dapat hilang total. TTH
dapat sembuh sempurna bila penyebabnya di hilangkan. Pengunaan obat TTH yang lama
dapat menyebabkan nyeri kepala bertambah berat atau rebound headache.12
Download