Tidak berjudul - e-Journal UIN Alauddin Makassar

advertisement
Pembaharuan Pemikiran Islam sebagai Manifestasi Nilai Kehidupan
Abdillah
PEMBAHARUAN PEMIKIRAN ISLAM SEBAGAI
MANIFESTASI NILAI KETAUHIDAN
Abdillah
STAI DDI Pangkep
Jln Poros Pangkajene, Pangkep, SULSEL
Email; [email protected]
Abstract;
This article discusses the renewal of Islamic thought as a manifestation of the
values of monotheism. Tawhid is central and very fundamental concept in
Islam. Undoubtedly the essence of Islam itself is an affirmation of monotheismor acknowledgment that God is Almighty, Creator of absolute and
transcendent, as well as King and Lord of the universe. Tawhid Islamic
civilization is functionally or structural elements of civilization identity
provider. Tawhid binding or integrating the entire basic elements so as to form
a coherent whole, which is known as civilization. In the process of integrating
the different elements of the essence of civilization-in this case typically forms
tauhid- coloring. The authors came to the conclusion that the fundamental
purpose of the renewal of Islamic thought in the religious life is to make the
evolution of life is moving in a direction to move much more important for the
purpose of ego than the moral health of the social structure that forms the
current environment.
Keywords;
Islamic Thought – Values – Monotheism - Civilization
Abstrak;
Artikel ini membahas pembaharuan pemikiran Islam sebagai manifestasi nilainilai tauhid. Tauhid merupakan konsep sentral dan sangat fundamental dalam
Islam. Tak diragukan lagi esensi ajaran Islam itu sendiri adalah tauhid-suatu
afirmasi atau pengakuan bahwa Allah adalah Maha Esa, Pencipta yang mutlak
dan transenden, serta Raja dan Penguasa alam semesta. Tauhid dalam
peradaban Islam secara fungsional adalah unsur atau struktur pemberi
identitas peradaban. Tauhid mengikat atau mengintegrasikan keseluruhan
unsur pokok tersebut sehingga membentuk suatu kesatuan yang padu, yang
dikenal sebagai peradaban. Dalam proses mengintegrasikan unsur-unsur yang
berbeda tersebut, esensi peradaban-dalam hal ini tauhid- mewarnai bentuknya
secara khas. Penulis sampai pada kesimpulan bahwa tujuan mendasar dari
pembaharuan pemikiran Islam dalam kehidupan keagamaan ialah membuat
evolusi kehidupan ini bergerak bergerak dalam arah yang jauh lebih penting
AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015
127
Abdillah
Pembaharuan Pemikiran Islam sebagai Manifestasi Nilai Kehidupan
untuk tujuan ego daripada kesehatan moral tentang struktur sosial yang
membentuk lingkungannya saat ini.
Kata Kunci;
Pemikiran Islam – Nilai-Nilai – Monoteis - Peradaban
I. PENDAHULUAN
ecara keseluruhan prinsip Islam bertumpu pada tauhid. Hal inilah yang
merupakan inti atau ruh Islam. Dengan kata lain tauhid merupakan
konsep sentral dan sangat fundamental dalam Islam. Tak diragukan lagi
esensi ajaran Islam itu sendiri adalah tauhid-suatu afirmasi atau pengakuan
bahwa Allah adalah Maha Esa, Pencipta yang mutlak dan transenden, serta
Raja dan Penguasa alam semesta.1 Selain itu, tauhid secara kebahasaan berarti
keesaan atau kesatuan. Dimaksud keesaan di sini adalah keesaan Tuhan. Ulama
menyebutkan bahwa pengertian tiada Tuhan selain Allah adalah tiada yang
layak disembah selain-Nya, ketundukan hanya tertuju pada-Nya. 2 Kepasrahan
dan atau ketundukan secara essensial yang diharapkan untuk diberikan oleh
setiap Muslim kepada Allah adalah seseorang yang menyerahkan segenap
dirinya kepada Sang Pencipta Tunggal.3
Dalam pengertian sederhana, tauhid bisa diartikan sebagai pengakuan
dan persaksian “Tiada Tuhan selain Allah”. Pernyataan ini cukup singkat dan
padat namun memiliki makna yang sangat kaya dalam ajaran Islam sebagai
suatu keseluruhan sistem. Bahkan terkadang seluruh kebudayaan, peradaban
atau sejarah kehidupan termuat dalam kalimat tersebut. Rukun Islam, Syahadat,
yaitu pengakuan seorang Muslim bahwa “aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan
selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah” bukanlah sekedar
penegasan atas eksistensi Tuhan melainkan juga persaksian bahwa Allah
merupakan satu-satunya realitas sejati, bentuk eksistensi sejati. Dialah satusatunya realitas, keindahan, atau kesempurnaan sejati. Semua wujud yang
terlihat ada dan memiliki sifat-sifat seperti ini hanya meminjam keberadaan
dan sifat tersebut dari wujud essensial ini. Mengucapkan penegasan ini
menuntut kaum Muslim untuk mengintegrasikan kehidupan mereka dengan
menjadikan Allah sebagai fokus dan prioritas tunggal mereka. Mengatakan
bahwa Allah itu satu bukan sekedar sebuah definisi numerik, melainkan seruan
untuk menjadikan seruan keesaan tersebut sebagai fakto pengendali kehidupan
individu dan masyarakat. Keesaan Tuhan dapat terpantul dalam diri yang
benar-benar terintergrasi dengan-Nya.4
Inti pengalaman keagaman adalah Tuhan. Kalimat syahadat, atau
pengakuan penerimaan Islam, menegaskan: “Tidak ada Tuhan selain Allah”.
Nama Tuhan adalah “Allah” dan menempati posisi sentral dalam setiap
kedudukan, tindakan, dan pemikiran setiap Muslim. Kehadiran Tuhan mengisi
kesadaran Muslim dalam waktu kapanpun. Dalam pandangan Muslim yang
S
128
AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015
Pembaharuan Pemikiran Islam sebagai Manifestasi Nilai Kehidupan
Abdillah
benar, Tuhan bukanlah semata-mata sebagai ‘sebab pertama’ sebagaimana
dideskripsikan sementara teolog dan ultimat yang tinggi. Melankan lebih dari
itu, yaitu bahwa Dia adalah inti kenormativan. Tuhan sebagai inti
kenormativan berarti bahwa Dia adalah Dzat yang Mahamemerintah. Gerakangerakan-Nya, pemikiran-pemikiran-Nya, serta perbuatan-perbuatan-nya
adalah realitas-realitas yang mustahil untuk dipungkiri dan diragukan. Tiaptiap dari hal ini, sepanjang manusia memahaminya, merupakan suatu nilai
baginya serta suatu keharusan.5
Akan sangat carut marut ketika Tuhan menciptakan manusia, namun
tidak memungkinkan baginya memikirkan-Nya, mengetahui kehendak-Nya.
Sedangkan cara untuk mengetahui kehendak-Nya adalah diberikannya wahyu;
suatu pengungkapan langsung mengenai apa yang diinginkan Tuhan agar
diwujudkan manusia di muka bumi. Karenanya, jikalau kita merenung dan
berpikir secara tulus dan benar, pasti kita akan menyadari bahwa Allah hadir
di mana-mana. Kita dapat menemukan-Nya setiap saat dan di semua tempat.
Pengetahuan manusia dapat mengantarnya kepada pengakuan tentang wujud
dan kuasa-Nya.
Menurut Quraish Shihab bahwa yang dimaksud ulama adalah mereka
yang memperhatikan dan memahami kitab Tuhan Yang terhampar di alam
raya. Mereka mengenal-Nya melalui hasil ciptaan-Nya, menjangkau-Nya
melalui dampak kuasa-Nya, serta merasakan hakikat kebesaran-Nya dengan
melihat aneka kebijakan-Nya.6 Iman atau agama dan ilmu pengetahuan
dibutuhkan umat manusia karena menentukan arah yang dituju, sedang ilmu
mempercepat manusia sampai ke tujuan, dan Tuhan adalah tujuan utama dan
terakhir, yakni di mana semua perihal finalistik mengarah dan berhenti.
Menjadi seorang Muslim berarti menganggap Tuhan semata sebagai normatif,
kehendak-Nya semata sebagai perintah, sistem dan pola kehidupan semata
sebagai kebutuhan etis penciptaan. Kandungan wawasan Muslim adalah
kebenaran, keindahan dan kebaikan.
Tauhid dalam peradaban Islam secara fungsional adalah unsur atau
struktur pemberi identitas peradaban. Tauhid mengikat atau mengintegrasikan
keseluruhan unsur pokok tersebut sehingga membentuk suatu kesatuan yang
padu, yang dikenal sebagai peradaban. Dalam proses mengintegrasikan unsurunsur yang berbeda tersebut, esensi peradaban-dalam hal ini tauhid- mewarnai
bentuknya secara khas. Tauhid menyusun unsur-unsur pokok peradaban
sedemikian rupa sehingga membangun suatu harmoni yang padu dan saling
mendukung antar unsur. Tanpa perlu mengubah hakikat, esensi ini dengan
sendirinya melakukan pengubahan dengan semua unsur pembentuk dan
memberi ciri khas beru bagi peradaban tersebut. Tahap transformasi peradaban
Islam beragam, tergantung pada sejauhmana relevansi esensi dengan unsurunsur pokok yang berbeda serta peranannya. Relevansi ini pada kenyataannya
mempengaruhi secara kuat alam pikiran para pengamat muslim peminat
peradaban untuk mengkajinya secara serius. Mereka menganggap tauhid
AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015
129
Abdillah
Pembaharuan Pemikiran Islam sebagai Manifestasi Nilai Kehidupan
merupakan prinsip mendasar yang menentukan segenap prinsip peradaban
lainnya.7
Sebagai sebuah tradisi religius yang utuh, yang mencakup seluruh aspek
kehidupan umat manusia, Islam tidak hanya membahas yang wajib dan yang
dilarang untuk dilakukan oleh mansia, tetapi juga membahas apa yang perlu
diketahuinya. Dengan kata lain, Islam adalah sebuah cara berbuat dan atau
melakukan sesuatu sekaligus cara untuk mengetahui. Dari kedua jalan tersebut,
aspek mengetahui adalah aspek yang dianggap paling penting. Hal ini adalah
karena secara esensial, Islam adalah agama pengetahuan. Islam memandang
pengetahuan sebagai cara yang utama dalam menyelamatkan jiwa dan
pencapaian kebahagiaan serta kesejahteraan hidup manusia di dunia dan
akhirat.8
Pengalaman keagamaan Islam memang mempunyai konsekuensi besar
bagi sejarah Islam. Semangat wawasan Islam mendorong seorang Muslim ke
atas panggung sejarah, untuk mewujudkan di dalamnya pola Ilahi yang telah
diberikan Nabi kepadanya. Baginya tidak ada yang lebih berharga dari tugas
ini. Demi tugas ini, dia siap untuk mengorbankan apa saja, termasuk
nyawanya. Semuanya dikemukakan untuk menggaungkan, sebagaimana
dalam al-Qur’an, ‘menjadikan kalimat Ilahi menjadi yang terunggul’.9
Karena segala sesuatu diciptakan untuk suatu tujuan, maka realisasi
tujuan tersebut pastilah mungkin didapat melalui sesuatu yang terdapat
lingkup ruang dan waktu. Tanpa kemungkinan ini, taklif terhadap manusia
atau kewajiban moral tidak berlaku. Karena ketidakberlakuannya, sifat
kekuasaan Tuhan akan menjadi hancur. Sedang hal tersebut mustahil adanya.
Sebagai pelaku dari tindakan moral, manusia karenanya harus mampu
mengubah dirinya, sesamanya, atau masyarakatnya, alam dan lingkungannya
untuk bisa mengaktualisasikan pola atau perintah Ilahi. Selain itu sebagai objek
dari tindakan moral sekaligus, manusia dan lingkungannya juga haruslah
mampu menerima tindakan efektif dari manusia yang lain.
Kita telah melihat bahwa manusia dibebani kewajiban untuk mengubah
dirinya, masyarakat dan lingkungannya agar sesuai dengan pola Ilahi. Dari
fakta-fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa manusia memikul tanggung
jawab. Mematuhi Tuhan, yakni merealisasikan perintah-perintah-Nya dan
mengaktualisasikan sistem-sistem-Nya berarti menuju untuk memperoleh
keberuntungan (falah) dan kebahagiaan. Sebaliknya, tidak berbuat demikian,
berarti mengundang untuk memperoleh hukuman, penderitaan, dan
kesengsaraan. Hak istimewa manusia adalah menjalani kehidupan yang penuh
dengan budaya kosmik dengan kemerdekaan yang dianugerahkan Tuhan
kepadanya, kemerdekaan untuk berkehendak, dan kemerdekaan untuk
memilih. Tentunya hal ini tidak melampaui kadar atau ukuran yang ditetapkan
oleh Tuhan.10
130
AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015
Pembaharuan Pemikiran Islam sebagai Manifestasi Nilai Kehidupan
Abdillah
II. PEMBAHASAN
A. Pembaharuan Pemikiran Islam sebagai Manifestasi Nilai Ketauhidan
Pembaharuan
sendiri
menurut
beberapa
pemikir
memiliki
kecenderungan yang berbeda-beda. Namun demikian dalam hal ini penulis
membatasi makna pembaharuan yaitu usaha mengembalikan kepada
keasliannya dan modernisasi. Pembaharuan berupa ‘kembali kepada
keasliannya’ berarti apabila pembaharuan tersebut sasarannya mengenai
persoalan yang mempunyai sandaran, dasar, landasan, dan sumber yang tidak
berubah-ubah atau tetap. Masalah aqidah dan ibadah adalah persoalan yang
mempunyai sandaran, sumber atau dasar yang tegas dari al-Qur’an dan
Sunnah Nabi saw. Penyimpangan terhadap dua ajaran pokok Islam ini dengan
mudah diketahui sehingga segera bisa dilakukan pembaharun, yaitu upaya
mengembalikannya kepada keasliannya atau kerap juga dikenal dengan istilah
purifikasi. Sedangkan pembaharuan yang bermakna modernisasi ialah apabila
pembaharuan tersebut sasarannya mengenai perihal yang tidak mempunyai
sandaran dasar seperti metode, sistem, teknik, strategi-taktik, dan yang
sejenisnya yang mampu berubah dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi
atau ruang dan waktu. Permasalahan tersebut antara lain yang dapat
dikategorikan sebagai persoalan muamalat duniawi, seperti masalah sosialekonomi dan sosial-budaya. Pembaharuan dalam bidang-bidang tersebut
dinamakan juga modernisasi.11
Membaca sejarah Islam, akan ditemukan fakta sejarah bahwa Umat
Islam telah mampu mencapai peradaban yang sangat tinggi. Dapat dikatakan
bahwa hampir seluruh sejarawan baik di Timur dan di Barat mengakui jika
umat Islam memiliki peran besar dalam memberikan kontribusinya terhadap
kemajuan Barat/Eropa pada abad pertengahan. Kemajuan Eropa pada abad
pertengahan inilah yang menjadi cikal bakal munculnya modernitas yang
terjadi di Barat. Kemajuan ilmu pengetahuan Barat sekarang yang dapat
menghasilkan teknologi yang canggih tidak lain adalah berkat ilmu
pengetahuan yang berkembang di dunia Islam selama hampir empat belas
abad lamanya di tangan para pemikir Islam.12
Kemajuan Islam telah merambah ke berbagai bidang ilmu pengetahuan,
termasuk dalam bidang Teologi Islam, yang dari peradaban ini lahirlah
berbagai ilmuan Muslim yang terkenal seperti al-Ghozali, Asy’asri, Washil bin
‘Atha, al-Maturidi, Abd al-Jabbar dan sederet namateollog kenamaan lainnya.
Dalam perkembangan selanjutnya, kondisi sosial, poilitik, dan budaya umnat
Islam berubah. Umat Islam yang telah memegang supremasi dunia dalam
segala bidang kehidupan mengalami shock yang luar biasa ketika melihat
kemajuan yang dialami Barat. Jatuhnya Mesir ke tangan kekuasaan Napoleon
Bonaparte dari Perancis pada abad ke- 18 M (1783 M) telah menyadarkan Umat
Islam bahwa telah terjadi kemajuan peradaban di belahan bumi yang lain,
Barat.
AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015
131
Abdillah
Pembaharuan Pemikiran Islam sebagai Manifestasi Nilai Kehidupan
Perubahan nasib masyarakat Eropa tersebut dimulai dengan terjadinya
revolusi industri di Inggris dan Parncis, dimana geliat ilmu pengetahuan
semakin mulai terlihat, yang ditandai dengan ditemukannya berbagai teknologi
terapan yang menjadi cikal bakal kemajuan Eropa dan masyarakat dunia pada
umumnya. Oleh sebab itu, tidak heran jika banyak yang menghitung
perubahan di Eropa tersebut sebagai titik mula dimulainya abad modern.
Setahap demi setahap, kemajuan ilmu pengetahuan di Eropa tidak dapat
dibendung dan sangat deras, karena selain memanfaatkan warisan keilmuan
tradisi Yunani, Eropa juga belajar banyak dari peradaban Islam yang baru saja
runtuh dan telah banyak menymbangkan perkembangan luar biasa dalam
ilmu-ilmu eksakta. Kemajuan di Eropa tersebut diiringi dengan semakin
maraknya gerakan anti-agama (baca: Gereja). Setidaknya ada dua faktor yang
telah menyebabkan masyarakat Eropa menjauhi agama: pertama, akibat trauma
kemunduran yang sebelumnya dialami masyarakat Eropa, dimana gereja
sangat mendominasi seluruh sisi kehidupan masyarakat. Kedua, perkembangan
ilmu-ilmu empiris yang sangat pesat, telah banyak mementahkan doktrindoktrin gereja yang banyak mengandung unsur irasionalitas.
Satu hal yang harus diingat, bahwa masa peralihan yang dialami
masyarakat Eropa dari the dark age menuju kepada peradaban modern,
ditopang oleh berbagai pemikiran yang berkembang saat itu, terutama filsafat
dan ilmu-ilmu eksakta, seperti terjadinya Aufklarung di Jerman. Minimal ada
empat faktor yang telah mengantarkan Eropa mencapai renaissance:
1.
Penerjemahan buku-buku hasil karya kaum Muslimin ke dalam bahasa
Latin. Hal ini berlangsung antara abad 13 dan 14 Masehi. Pengaruh
pemikiran Arab inilah yang telah memberi amunisi besar bagi masyarakat
Barat untuk melanjutkan berbagai inovasi dan penemuan ilmiah ilmuwan
Arab-Muslim.
2.
Ketika Turki berhasil menaklukkan Konsatntinovel pada tahun 1452 M,
banyak ilmuwan Yunani yang hijrah ke Italia dan bekerjasama dengan
komunitas yang sudah lama berusaha menghidupkan tradisi filsafat
Platonis.
3.
Mulai banyak berdirinya lembaga-lembaga pendidikan yang mempelajari
ilmu pengetahuan secara independen dan jauh dari tekanan gereja.13
Abad pertengahan merupakan abad gemilang bagi umat Islam. Abad
inilah daerah-daerah Islam meluas di barat melalui Afrika Utara sampai
Spanyol, di Timur Melalui Pesia sampai India. Daerah-daerah ini kepada
kekuasaan kholifah yang pada mulanya berkedudukan di Madinah, kemudian
di Damaskus, dan terakhir di Bagdad. Di abad ini lahir para pemikir dan ulama
besar seperti; Maliki, Syafi’I, Hanafi, dan Hambali. Dengan lahirnya pemikiran
para ulama besar itu, maka ilmu pengetahuan lahir dan berkembang dengan
pesat sampai ke puncaknya, baik dalam bidang agama, nono agama maupun
dalam bidang kebudayaan lainnya. Memasuki benua Eropa melalui Spanyol
dan Sisilia, dan inilah yang menjadi dasar dari ilmu pengetahuan yang
132
AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015
Pembaharuan Pemikiran Islam sebagai Manifestasi Nilai Kehidupan
Abdillah
menguasai alam pikiran orang barat (Eropa) pada abad selanjutnya. Di
pandang dari segi sejarah kebudayaan, maka maka tugas memelihara dan
menyebarkan ilmu pengetahuan itu tidaklah kecil nilainya dibanding dengan
mencipta ilmu pengetahuan. Di antara yang mendorong timbulnya
pembaharuan dan kebangkitan Islam adalah: Pertama, paham tauhid yang
dianut kaum muslimin telah bercampur dengan kebiasaan-kebiasaan yang
dipengaruhi oleh tarekat-tarekat, pemujaan terhadap orang-orang yang suci
dan hal lain yang membawa kepada kekufuran. Kedua, sifat jumud membuat
umat Islam berhenti berfikir dan berusaha, umat Islam maju di zaman klasik
karena mereka mementingkan ilmu pengetahuan, oleh karena itu selama umat
Islam masih bersifat jumud dan tidak mau berfikir untuk berijtihad, tidak
mungkin mengalami kemajuan, untuk itu perlu adanya pembaharuan yang
berusaha memberantas kejumudan. Ketiga, umat Islam selalu berpecah belah,
maka umat Islam tidaklah akan mengalami kemajuan. Umat Islam maju karena
adanya persatuan dan kesatuan, karena adanya persaudaran yang diikat oleh
tali ajaran Islam. Maka untuk mempersatukan kembali umat Islam bangkitlah
suatu gerakan pembaharuan. Keempat, hasil dari kontak yang terjadi antara
dunia Islam dengan Barat. Dengan adanya kontak ini umat Islam sadar bahwa
mereka mengalami kemunduran dibandingkan dengan Barat, terutama sekali
ketika terjadinya peperangan antara kerajaan Usmani dengan negara-negara
Eropa, yang biasanya tentara kerajaan Usmani selalu memperoleh kemenangan
dalam peperangan, akhirnya mengalami kekalahan-kekalahan di tangan Barat,
hal ini membuat pembesar-pembesar Usmani untuk menyelidiki rahasia
kekuatan militer Eropa yang aru muncul. Menurut mereka rahasianya terletak
pada kekuatan militer modern yang dimiliki Eropa, sehingga pembaharuan
dipusatkan di dalam lapangan militer, namun pembaharuan di bidang lain
disertakan pula.
Pembaharuan dalam Islam berbeda dengan renaisans Barat. Kalau
renaisans Barat muncul dengan menyingkirkan agama, maka pembaharuan
dalam Islam adalah sebaliknya, yaitu untuk memperkuat prinsip dan ajaranajaran Islam kepada pemeluknya. Memperbaharui dan menghidupkan kembali
prinsip-prinsip Islam yang dilalaikan umatnya. Oleh karena itu pembaharuan
dalam Islam bukan hanya mengajak maju kedepan untuk melawan segala
kebodohan dan kemelaratan tetapi juga untuk kemajuan ajaran-ajaran agama
Islam itu. Pertanyaan-pertanyaan seputar mengapa umat Islam dapat
dikalahkan oleh oranga Barat, apa yang salah dalam diri umat Islam, apa yang
harus dilakukan umat Islam agar bangkit dari keterpurukannya dan
sebagainya mulai muncul dan menggelayut di benak berbagai pemikir Muslim.
Hal ini yang sejarahya memunculkan sebuah era baru pemikiran pembaharuan
dalam Islam.14
Upaya pembaharuan yang digagas oleh umat Islam memiliki spektrum
yang luas tidak hanya dalam satu bidang semisal politik, pertahanan,
pendidikan, ekonomi, tetapi juga dalam hal pemikiran teologi atau ketauhidan.
AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015
133
Abdillah
Pembaharuan Pemikiran Islam sebagai Manifestasi Nilai Kehidupan
Keprihatinan beberapa pemikir Muslim seperti Fazlurrahman, M. Arkoun,
Hasan Hanafi, Muhammad Iqbal, hingga ulama sekelas Muhammad Abduh
dalam memikirkan akan ilmu-ilmu agama Islam yang masih ‘berjalan di
tempat’ baik dari segi konstruksi epistemologi, metodologi maupun muatan
isinya serta terkesan tidak bernuansa ketuhanan yang murah, solutif,
mengarahkan (memberikan petunjuk) kepada kesejahteraan, kemakmuran, dan
kemajuan. Padahal kehidupan manusia telah berubah sebegitu dinamisnya.15
Sebagaimana disebut dalam keterangan sebelumnya bahwa secara
keseluruhan prinsip Islam bertumpu pada tauhid. Hal inilah yang merupakan
inti atau ruh Islam. Dengan kata lain tauhid merupakan konsep sentral dan
sangat fundamental dalam Islam. Dalam pengertian sederhana, tauhid bisa
diartikan sebagai pengakuan dan persaksian “Tiada Tuhan selain Allah”.
Pernyataan ini cukup singkat dan padat namun memiliki makna yang sangat
kaya dalam ajaran Islam sebagai suatu keseluruhan sistem. Bahkan terkadang
seluruh kebudayaan, peradaban atau sejarah kehidupan termuat dalam
kalimat tersebut. Karenanya upaya pembaharuan di sini sangat terkait
mengingat nilai-nilai ketuhanan dan atau ketauhidan yang nampak memudar
di antara kehidupan umat Muslim sehingga tidak sedikit dari mereka yang
mengalami kejumudan dalam berfikir dan kemunduran dalam peradaban.
Klimaks dari kemunduran Islam dan terlepasnya supremasi peradaban
dan kekuasaan politik terjadi pada abad ke-17 hingga abad ke-18 M yang dalam
sejarah Islam sekarang ini dikenal sebagai periode modern. Pada periode inilah
umat Islam mulai bersentuha dengan Eropa Barat dan peristiwa ini
menyadarkan tokoh-tokoh Muslim akan ketertinggalan mereka.
Sejak abad ke-18 hingga awal abad ke-20 muncul pemimpin dan gerakan
pembaharuan sebagai respon dari kemajuan Barat, yaitu Jamal al-Din alAfghani (1838-1897 M). Seorang guru dan aktivis politik yang tidak kenal lelah
mengarungi dunia Islam dari Mesir sampai ke India menyeru umat Islam
untuk bangkit dan merebut kembali identitasnya. Ia juga mengingatkan akan
bahaya yang ditimbulkan oleh intervensi Eropa terhadap dunia Islam. Selain
beliau, Muhammad Abduh (1849-1905 M) adalah adalah seorang tokoh
pembaharu Muslim yang kesohor dan terpenting. Abduh adalah murid yang
paling disayangi al-Afghani. Ia merupakan pembangun dimensi pembaru
sosial dan intelektual dalam modernisme Islam. Selanjutnya adalah
Muhammad Iqbal (1975-1938 M) pembaharu Muslim yang berasal dari India
berhaisl melakukan terobosan pemikiran dan sikapnya terhadap Barat
ternagkum dalam The Reconstruction of Religious Thought in Islam. Iqbal memang
seorang yang sangat mengagumi Barat terutama dalam semangat mereka yang
dinamis, tradisi intelektual serta teknologinya. Namun dia mengutuk keras
ekses-ekses kolonialisme dan imperialsmenya.16 Kedua tokoh terkhir inilah
yang antara lain menjadi wakil dari berbagai pembaharu Muslim lainnya dan
akan manjadi pembahasan dalam diskudsi singkat kali ini.
134
AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015
Pembaharuan Pemikiran Islam sebagai Manifestasi Nilai Kehidupan
Abdillah
B. Muhammad Abduh
Muhammad Abduh lahir pada tahun 1266 H atau 1849 M disebuah
distrik bernama Sibsyir kota Mahallah Nasr dari profinsi Bakhirhah, Mesir.
Tumbuh ditengah keluarga berperekonomian menengah yang berprofesi
sebagai petani. Beliau belajar Al-quran di rumah ayahnya saat beliau berusia10
tahun. Dan selesai menghafalnya setelah dua tahun. Kemudian ayahnya
mengutus beliu ke profinsi thanta guna memperbaiki bacaan tajwid disebuah
sekolah al-quran bernama Al-Jamie Al-Ahmadi.
Diusianya yang masih remaja Muhammad Abduh dikenal sebagai anak
yang tekun dan semangat dalam menuntut ilmu. Hal ini terlihat dari hasil
gemilang yang kerap diperoleh. Kemudian beliau pindah ke Universitas AlAzhar pada pertengahan syawal 1282.H atau 1862.M guna melanjutkan jenjang
pendidikan. Beliau slalu konsisten dan istiqomah menuntut ilmu dari gurugurunya (suyukh). Hingga ia bertemu dengan syekh Syaid Jamaluddin AlAfghani pada bulan muharram 1287.H. yang darinya beliau banyak belajar
berbagai macam ilmu. Diantaranya: ilmu riyadi, filsafat, dan ilmu kalam.
Keterikatan beliau dan Jamaluddin Al-Afghani sangatlah erat. Sehingga dalam
waktu singkat dampak pemikiran Jamaladdin Al-Afghani tampak jelas pada
diri Muhammad Abduh. Banyak buku yang telah dibaca dan dikuasai.
Kemudian beliau mulai menulis dan menerbitkan buku. Beliau banyak menulis
dalam ilmu mantiq dan ilmu kalam. Ulasan dan pembahasan sangat yang
sistematis. Sampai-sampai beberapa mahasiswa memujinya dangan ungkapan:
"tak pernah sebelumnya aku membaca yang sehebat ini". Sejak itu beliau mulai
terkenal. Terlebih setelah beliau mendapatkan "Sahadah Alamiyah" dari AlAzhar Univesity pada tahun 1294 H atau 1877 M. Selanjutnya beliu mengajar
dibeberapa sekolah. 17
Pada tahun 1300 H atau 1882 M beliau dideportasi karena dianggap
terlibat dalam revolusi arab. Kemudian beliau berdiam di Syam. Ditengah masa
pengasingannya beliau sempat tinggal di Paris selama sepuluh bulan hingga
menerbitkan sebuah jurnal urwatul wusqa bersama guru beliau Jamaluddin AlAfghani. Beliau kembali ke Mesir pada tahun 1307 H atau 1889 M dan diangkat
menjadi anggota Majlis Idaroh Al-Azhar. Kemudian mendapat kedudukan
sebagai Mufti Mesir pada tahun 1317 H atau 1899 M.18
Perjuangannya dalam menegakkan agama Allah diperlihatkannya
dengan jelas antara lain melalui sumpahnya. Walaupun ia berada dalam masa
pembuangannya yang jauh dari Tanah Air sendiri, namun semangat juangnya
tidak pernah luntur, bahkan lebih menyala-nyala. Saat itu dianggap sebagai
suatu kesempatan yang terbaik untuk melebarkan sayap perjuangan dan
mengembangkan dakwah Islam seluas-luasnya. Sebelum ia berada di kota Paris
yang dikenal sebagai kota sentral peradaban dan kebudayaan Eropa, ia
bersumpah dan berjanji untuk dirinya sendiri agar dia betul-betul berjuang
dengan sungguh-sungguh. Diantara sumpah tersebut berbunyi:
AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015
135
Abdillah
Pembaharuan Pemikiran Islam sebagai Manifestasi Nilai Kehidupan
“Saya bersumpah atas mana allah, bahwa saya akan berpegang teguh
kepada kitab Allah dalam segala amal baktidan sikap moral saya tanpa
penyimpangan dan penyesatan.
Saya akan senantiasa siap memperkenankan panggilan Tuhan dalam bentuk
perintah atau larangan-Nya dan akan berdakwah sepanjang hayat saya tanpa
pamrih.
Saya bersumpah atas nama Allah yang memiliki roh dan harta benda saya
Yang menggenggam nyawa serta mengendalikan segenap perasaan saya; bahwa
saya akan rela mengorbankan apa yanga da pada diri sayauntuk menghidupkan
rasa solidaritas Islam yang mendalam.
Saya bersumpah atas nama kehebatan dan kekuasaan Allah bahwa saya
tidak akan mendahulukan kecuali apa yang diprioritaskan oleh agama Allah dan
tidak akan menbelakangkan sesuatu langkah kalau akan membawa kerugian bagi
agama, sedikit atau banyak.
Dan saya berjanji kepada Allah bahwa sayaakan selalu berdaya upaya
mencari segala jalan atau peluang untuk kekuatan Islam dan kaum Muslimin.19
Menurut Abduh, Agama Islam datang dengan kepercayaan Tauhid,
mengesakan Allah Swt dalam Dzat-Nya dan perbuatan-Nya serta bersihnya
dari hal yang serupa dengan segala makhluk. Islam mengemukakan dalil-dalil
bahwa alam ini mempunyai Tuhan Pencipta yang satu lagi memunyai sifatsifat utama yang dibuktikan oleh tanda-tanda karya ciptaan-Nya, yaitu sifatsifat Ilmu, Qudrat, Iradat dan lain-lain. Dan bahwa tidak ada satupun diantara
makhluk-Nya yang menyerupai-Nya dan bahwa tidak ada nisbah (sandaran)
antara-Nya dengan para makhluk kecuali bahwa Dialah yang mewujudkan
mereka itu. Dengan ajaran tauhid, jadilah manusia selaku hamba Allah sematamata, merdeka dari segala macam perhambaan yang lain daripada-Nya. Ia
mempunyai hak asasi sebagai manusia yang merdeka, yang tidak ada
perbedaan antara hak orang yang mulia dan orang rendah. Tidak ada dalam
Islam orang bawah dan tidak pula orang atasan. Tidak ada kelebihan antar
sesama manusia kecuali dengan kelebihan nilai-nilai amal mereka, dan dalam
kelebihan akal serta pengetahuan mereka.20
Islam menuntut semua orang yang mempunyai kesanggupan supaya
bekerja. Islam menentukan bahwa keuntungan ataupun kerugian tiap-tiap diri
itu tergantung kepada kerja yang dilakukannya.
    
     
  
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan
melihat (balasan)nya. dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar
dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula.”(QS. Al-Zal-zalah [99]: 7-8)
Islam menerangkan bahwa pintu-pintu karunia Ilahi tidak pernah
terkunci bagi siapa yang mencarinya. Sedang rahmat-Nya yang meliputi segala
sesuatu tidak pernah ditahan-tahan untuk kepentingan segala makhluk di bumi
136
AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015
Pembaharuan Pemikiran Islam sebagai Manifestasi Nilai Kehidupan
Abdillah
ini. Islam mencela dengan keras kepada penganut-penganut agama yang
sangat fanatik kepada kekunoan para nenek moyang mereka dan hanya mau
melihat jalan usang yang dibuat oleh para leluhur mereka. Maka, dengan ajaran
Islam ini menjadi bebas merdekalah rasio manusia dari segala belenggu yang
membelitnya. Dibebaskannya dari pengaruh taklid yang memperbudaknya,
serta dikembalikannya kepada tempat di mana akal itu bertahta. Akal
dipersilakan untuk memberikan putusan dengan ilmu dan kebijaksanannya
sendiri disamping harus tunduk hanya kepada allah Yang Mahatunggal semata
dan berdiri patuh pada peraturan syari’at agama-Nya.21
Dengan pemahaman ajaran seperti inilah menjadi sempurna bagi
manusia dua buah persoalan pokok besar yang selama ini merupakan tabu,
bahkan haram, bagi manusia untuk menyetujuinya, yaitu Kebebasan
Berkehendak (free will) dan kemerdekaan rasio atau akan dan pikiran. Sebab
hanya dengan inilah terbuka kesempatan lebih luas bagi manusia untuk
mencapai kebahagiaan lebih yang telah disediakan Ilahi.22
Dalam melakukan pembaharuan pemikiran Islam, Muhammad Abduh
memandang bahwa suatu perbaikan tidaklah selamanya datang melalui
revolusi atau cara serupa. Seperti halnya perubahan sesuatu secara cepat dan
drastis. Akan tetapi juga dilakukan melalui perbaikan metode pemikiran pada
umat islam. Melaui pendidikan, pembelajaran, dan perbaikan akhlaq. Juga
dengan pembentukan masyarakat yang berbudaya dan berfikir yang bisa
melakukan pembaharuan dalam agamanya. Sehingga dengannya akan tercipta
rasa aman dan keteguhan dalam menjalankan agama islam. Muhammad
Abduh menilai bahwa cara ini akan membutuhkan waktu lebih panjang dan
lebih rumit. Akan tetapi memberikan dampak perbaikan yang lebih besar
dibanding melalui politik dan perubahan secara besar-besaran dalam
mewujudkan suatu kebangkitan dan kemajuan.
Sebagaimana telah diungkapkan oleh Muhammad Abduh bahwa
metodenya dalam perbaikan adalah jalan tengah. Dalam hal ini beliau membagi
umat Islam kepada dua bagian yaitu:
1.
Mereka yang condong kepada ilmu-ilmu agama dan apa yang
berhubungan dengan itu semua. Mereka itu yang biasa disebut almuqallid.
2.
Mereka yang condong pada ilmu-ilmu dunia. Yang silau dan kagum akan
barat serta berbagai disiplin ilmu yang dimiliki,dan kemajuannya dalam
bidang materi.
Oleh karenanya, setidaknya terdapat dua persoalan pokok yang
menjadi fokus pemikiran Muhammad Abduh sebagaimana diakuinya sendiri:
1.
Membebaskan akal pikiran dari belenggu taqlid yang menghambat
perkembangan pengetahuan agama dan mengupayakan dengan
semaksimal mungkin untuk memahami permasalahan agama lansung
bersumber dari al-Qur’an.
AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015
137
Abdillah
Pembaharuan Pemikiran Islam sebagai Manifestasi Nilai Kehidupan
2.
Memperbaiki gaya bahasa Arab yang berkembang dalam komunikasi dan
interaksi di kantor-kantor, maupun dalam tulisan-tulisan di media massa
penerjemahan atau korespondensi.23
Metode dalam pembaharuan yang digunakan oleh Muhammad Abduh
adalah mengambil jalan tengah antara kedua kelompok di atas.
Menyeimbangkan antara kedua jalan tersebut. Yaitu antara kelompok yang
berpegang teguh pada kejumudan taqlid dan mereka yang berlebihan dalam
mengikuti barat baik itu pada budaya dan disiplin ilmu yang mereka miliki.
Sebagaimana yang diungkapan oleh Muhammad Abduh dalam metode
pembaharuannya: “sesengguhnya aku menyeru kepada kebebasan berfikir dari
ikatan belenggu taqlid dan memahami agama sebagaimana salaful ummat
terdahulu”. Yang dimaksud dengan salaful umat di sini adalah kembali kepada
sumber-sumber yang asli yaitu al-qur’an dan al-hadist sebagaimana yang
dipraktikkan oleh para salafus shaleh terdahulu.
Sesungguhnya bagi Abduh, persoalannya bukanlah apakah mungkin
menjadi Muslim sambil tetap menerima dunia modern. Melainkan apakah
Islam itu relevan dengan modernitas atau tidak. Karena itu, beliau ingin
membuktikan bahwa Islam merupakan agama yang mendukung pada
rasionalitas yang hal tersebut menjadi basis kehidupan modern. Beliau
menyebutkan pula bahwa tidak ada konflik antar Islam dan prinsip peradaban
modern seta membersihkannya dari nodanya. Bila peradaban modern
mengenal Islam sejati, maka Islam akan menjadi pembela yang gigih, dan
sumber kekuatannya. Kekuatan akan sirna dan bukti kekuatannya adalah
bahwa al-Qur’an tetap bertahan sebagai kebenaran Islam.24
C. Muhammad Iqbal
Dr. muhammad Iqbal adalah salah seorang tokoh abad ke-20 yang
menjadi kebanggaan dunia islam, dulu, kini dan akan datang. Beliau telah
memberikan sumbangan besar pada dunia islam bahkan dunia internasional,
Tokoh yang berasal dari Pakistan ini selain terkenal sebagai penyair besar
dalam peradaban dunia sastra islam juga terkenal sebagai pemikir, filosof, ahli
perundang-undangan, reformis, politikus, ahli kebudayaan dan pendidikan.
Kalau kita perhatikan karya-karyanya yang dituangkan dalam syair-syair dan
puisinya dapat kita tangkap beliau tidak hanya menyerukan rasa hatinya
dalam pembentukan atau kemerdekaan negara Pakistan dari tangan penjajah,
tetapi juga tentang kegemilangan zaman islam di Spanyol, mengenai nasib
Umat islam seperti faktor-faktor yang menjadi penyebab kemunduran umat
islam dan faktor-faktor yang mendorong kebangkitan umat islam, beliau juga
menyinggung tentang keburukan dan kebaikan budaya barat dan sebagainya.25
Muhammad Iqbal dilahirkan di Sialkot, Wilayah Punjab (pakistan barat)
pada tahun 1877. Iqbal berasal dari keluarga Brahma Kashmir, tetapi nenek
moyang Muhammad Iqbal telah memeluk islam 200 tahun sebelum Ia
dilahirkan. Ayah muhammad Iqbal, Nur Muhammad adalah penganut islam
138
AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015
Pembaharuan Pemikiran Islam sebagai Manifestasi Nilai Kehidupan
Abdillah
yang taat dan cenderung ke pada ilmu tasawuf. Dengan lingkungan dan
asuhan yang ada dalam rumah muhammad Iqbal, sedikit banyak telah
menanamkan roh islam dalam jiwa Muhammad Iqbal, Ia masuk sekolah dasar
dan menengah di Sialkot. pada masa yang sama Ia mendapatkan pendidikan
agama secara langsung dari seorang guru yang bernama Mir Hassan, dari guru
beliau ini ia memahami islam secara mendalam, mengajarinya sikap kritis dan
mengasahbakatnyaalamduniakesusastraan.26
Pada tahun 1895 Muhammad iqbal melanjutkan sekolahnya di Government
College Lahore. di sini ia dapat menguasai bahasa arab dan inggris dengan baik
disamping penguasaanya terhadap bahasa urdu dan bahasa persi. Ia lulus
sarjana muda Bachelor of Arts tahun 1897 untuk jurusan Filsafat, Bahasa Arab,
dan Sastera Inggeris, dan gelaran Master of Arts pada 1899, setelah itu Ia
mendalami bahasa arab di Oriental College, Lahore. saat beliau mendapatkan
gelar Master of Arts Ia bertemu dengan Sir Thomas Arnold, seorang
cendekiawan pakar filsafat modern, yang kemudian menjadi jambatan Iqbal ke
peradaban Barat dan mendukungnya untuk melanjutkan pendidikan di Eropa.
Selama berada di Lahore Iqbal banyak penulis puisi dan banyak berkenalan
dengan sastrwan-sastrawan terkenal serta aktif pada persatuan-persatuan.
Muhammad Iqbal yang kuat keislamannya sangat tertarik kepada Profesor
Thomas Arnold Sahabat rapat kenalannya sekaligus gurunya, karena Thomas
Arnold seorang orientalis yang berpegang teguh kepada fakta-fakta ilmiah,
cenderung kepada kebenaran, tidak merendahkan Islam dan tidak mencaci
penganut-penganut Islam, sebagaimana setengah orientalis yang anti Islam.
Dengan gagasan ilmu dan kebudayaan Islam murni yang dipelajarinya dari
Mir Hassan dan cara Thomas Arnold menyampaikan pengetahuan Islam,
menimbulkan dua pengaruh dalam diri Muhammad Iqbal yaitu menghayati
nilai suci Islam dan menghargai serta mengambil nilai-nilai yang baik dari
peradaban Barat. Selama Belajar di Eropa pemikiran Muhammad Iqbal tidak
jumud sebaliknya ia memperhatikan dengan hikmah perkembangan peradaban
barat. Ia mendapatkan bahwa orang orang Barat lebih mementingkan
kebendaan dari pada kehormatan, mereka mengagungkan paham
materialisme, imperialisme, dan nasionalisme.
Mengawali pembicaraan Rekonstruksi keagamaan dalam Islam, Iqbal
memulai dengan pertanyaan filosofis menani alam semesta; Apakah ciri dan
struktur umum dari alam semesta tempat kita hidup ini? Adakah unsur
permanen dalam susunan alam semesta ini? Bagaimanakah tempat yang kita
tempati di dalamnya dan perilaku macam apa yang menguntungkan bagi
tempat yang kita tempati?27 Pertanyaan ini sebenarnya adalah ungkapan
kesanggupan atau ketidaksanggupan penerapan metode falsafi dalam
memahami agama, Islam khususnya. Hal ini merupakan salah satu motivasi
tersendiri yang kemudian pengembangannya adalah bahwa esensi agama,
yaitu iman, semestinya terkandung upaya pencarian rekonsiliasi atas
pertentangan-pertentangan pengalaman dan mencari dasar pembenaran
AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015
139
Abdillah
Pembaharuan Pemikiran Islam sebagai Manifestasi Nilai Kehidupan
terhadap lingkungan dimana umat manusia menemukan dirinya. Sebab,
manusia yang notabene sebagai objek terutama agama, diharuskan untuk
senantiasa ditransformasikan dan dibimbing dalam kehidupannya secara
lahiriah dan batiniah melalui agama tersebut.28
Iqbal melihat selama lima ratus tahun yang lalu pemikiran agama dalam
Islam secara praktis tidak menaglami perkembangan. Ada suatu masa ketika
eropa menerima inspirasi dari dunia Islam. Akan tetapi fenomena yang jelas
dari sejarah modern adalah bahwa secara spiritual dunia Islam sedang bergerak
ke arah Barat denga kecepatan yang sangat tinggi. Namun kekhawatiran yang
timbul adalah bahwa kulit luar yang mempesonakan dari kebudayaan Eropa
bisa menawan gerakan kita dan kita mungkin gagal meraih intisari kebudayaan
tersebut. Selama abad dari kelumpuhan intelektual kita, Eropa telah berfikir
serius tentang problem-problem besar yang sangat menarik perhatian para
filosof dan ilmuan Islam.29
Problem Islam sebenarnya, menurut Iqbal, dipengaruhi oleh konflik
internal antar Muslim. Pada waktu yang sama, daya tarik timbal balik
ditunjukkan oleh dua kekuatan agama dan pearadaban, Islam dan Kristen.
Permasalahan ini dipandang telah menyimpang jauh dari motivasi hidup yang
diajarkan Rasul. Tujuan al-Qur’an adalah untuk membangunkan dalam diri
manusia suatu kesadaran yang lebih tinggi perihal berbagai macam hubungan
dengan Tuhan dan alam semesta. Berkaitan dengan alam semesta, tujuan
utama al-Qur’an dalam pengamatan reflektif atas alam ini adalah untuk
membangkitkan kesadaran manusia tentang alam yang dipandang sebuah
simbol. Tetapi hal harus dicatat adalah sikap empiris umum al-Qur’an yang
menjadikan para pengikutnya suatu sikap hormat terhadap kenyataan dan
akhirnya menjadikan mereka sebagai pendiri-pendiri ilmu pengetahuan
modern. Menurut al-Qur’an, alam semesta memiliki tujuan yang penting sekali.
Keadaannya yang selalu berubah-ubah memaksa kita untuk memperbaharui
sikap. Usaha intelektual untuk mengatasi rintangan yang diberikan oleh alam,
disamping memperkaya dan memperkuat kehidupan kita, mempertajam
wawasan kita. Dengan demikian menyiapkan kita untuk penempatan yang
lebih baik lagi dalam aspek pengalaman manusia yang lebih halus.30
Berbicara mengenai konsepsi Tuhan, Iqbal menyatakan bahwa untuk
menekankan Individualitas Ego Mutlak, al-Qur’an memberikan Dia nama yang
sangat tepat, yaitu Allah, dan selanjutnya mendefinisikannya sebagai berikut:

    
     
      
“Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang
bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia." (QS. Al-Ikhlas [112]: 1-4).
140
AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015
Pembaharuan Pemikiran Islam sebagai Manifestasi Nilai Kehidupan
Abdillah
Iqbal lebih sepakat dengan pemahaman di atas daripada jenis pemikiran
lainnya, sebagaimana diungkapkan oleh soiolog dan antropolog dalam sejarah
keagamaan, mengenai kecenderungan ke arah panteisme (semua hal adalah
agama). Adapun ayat al-Qur’an:




    
    
   
    
    
   
      
     
    
     

“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. perumpamaan cahaya Allah,
adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. pelita
itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara,
yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang
tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang
minyaknya (saja) Hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. cahaya di
atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia
kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan
Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Nur [24]: 35)
Tidak diragukan lagi, menurut Iqbal, kalimat pembuka dari ayat tersebut
memberikan kesan melarikan diri dari konsepsi individualistik tentang Tuhan.
Tetapi ketika kita mengikuti metafora cahaya dalam ayat tersebut, memberikan
kesan yang berlawanan. Pengembangan metafora cukup diartikan
menghasilkan saran tentang elemen kosmik yang selanjutnya tidak
diindividualisasi dalam sebuah kaca yang digambarkan sebagai bintang yang
didefinisikan dengan baik. Iqbal berfikir tentang gambaran Tuhan seperti
cahaya. Ajaran fisika modern tentang kecepatan cahaya tidak bisa dilampaui
serta bersifat sama untuk semua pengamat, apapun dan bagaimanapun sistem
gerakannya. Jadi, dalam dunia perubahan, ahaya merupakan pendekatan yang
terdekat pada Yang Mutlak.Metafora cahaya yang diterapkan pada Tuhan,
harus berada dalam pandangan pengetahuan modern dan diambil untuk
mendukung keabsolutan atau kemutlakan Tuhan dan bukan kehadiran-Nya
yang dengan mudah mengarahkan pada interpretasi panteistik.31
Selain hal tersebut, pemikiran keagamaan Islam Iqbal setidaknya
terangkum dalam pemahamannya mengenai sumber hukum ajaran Islam; alQur’an, Sunnah dan Ijtihad. Mengenai al-Qur’an, Iqbal percaya bahwa alQur’an itu memang benar diturunkan oleh Allah kepada - Nabi Muhammad
AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015
141
Abdillah
Pembaharuan Pemikiran Islam sebagai Manifestasi Nilai Kehidupan
dengan perantara Malaikat Jibril dengan sebenar-benar percaya, kedudukannya
adalah sebagai sumber hukum yang utama dengan pernyataannya “The Qur’an
is a book which emphazhise ‘deed’ rather than ‘idea’ “ (al-Qur’an adalah kitab yang
lebih mengutamakan amal daripada cita-cita).32 Namun demikian dia
menyatakan bahwa al–Qur’an bukanlah kitab undang-undang yang paten. Dia
dapat berkembang sesuai dengan perubahan zaman, pintu ijtihad tidak pernah
tertutup. Tujuan sebenarnya al-Qur’an adalah membangkitkan kesadaran
manusia yang lebih tinggi dalam hubungannya dengan Tuhan dan alam
semesta. Mengenai hal ini Al-Qur’an tidak memuatnya secara detail dan
eksplisit, maka manusialah yang dituntut untuk memahami dan
mengembangkannya. Disamping itu al–Qur’an memandang bahwa kehidupan
adalah satu proses cipta yang kreatif dan progresif. Oleh karenanya, walaupun
al–Qur’an tidak melarang untuk mempertimbangkan karya besar ulama
terdahulu, namun masyarakat juga harus berani mencari rumusan baru secara
kreatif dan inovatif untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang mereka
hadapi. “Akibat pemahaman yang kaku terhadap pendapat ulama terdahulu,
maka ketika masyarakat bergerak maju, hukum tetap berjalan di tempatnya”.33
Nilai-nilai dasar ajaran al–Qur’an harus dapat dikembangkan dan digali
secara serius untuk dijadikan pedoman dalam menciptakan perubahan itu.
Kuncinya adalah dengan mengadakan pendekatan rasional al–Qur’an dan
mendalami semangat yang terkandung didalamnya, bukan menjadikannya
sebagai buku Undang-undang yang berisi kumpulan peraturan-peraturan yang
mati dan kaku. Namun demikian pada akhirnya, kendatipun Iqbal sangat
menghargai perubahan dan penalaran ilmiah dalam memahami al – Qur’an,
namun ia melihat ada dimensi-dimensi didalam al – Qur’an yang sudah
merupakan ketentuan yang baku dan tidak dapat dirubah serta harus di
konservasikan ( pertahankan), sebab ketentuan itu berlaku konstan.34
Selanjutnya mengenai hadis, Iqbal menyimpulkan bahwa dia tidak
percaya pada seluruh hadist koleksi para ahli hadis.35 Iqbal setuju dengan
pendapat Syah Waliyullah tentang hadis, yaitu cara Nabi dalam
menyampaikan Da’wah Islamiyah adalah memperhatikan kebiasaan, cara-cara
dan keganjilan yang dihadapinya ketika itu. Selain itu juga Nabi sangat
memperhatikan sekali adat istiadat penduduk setempat. Dalam
penyampaiannya Nabi lebih menekankan pada prinsip-prinsip dasar
kehidupan sosial bagi seluruh umat manusia, tanpa terikat oleh ruang dan
waktu. Jadi peraturan-peraturan tersebut khusus untuk umat yang dihadapi
Nabi. Untuk generasi selanjutnya, pelaksanaannya mengacu pada prinsip
kemaslahatan. Dari pandangan ini Iqbal menganggap wajar saja kalau Abu
Hanifah lebih banyak mempergunakan konsep istihsan dari pada hadist yang
masih meragukan kualitasnya. Ini bukan berarti hadist-hadist pada zamannya
belum dikumpulkan, karena Abdul Malik dan Al-Zuhri telah membuat koleksi
hadist tiga puluh tahun sebelum Abu Hanifah wafat. Sikap ini diambil Abu
142
AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015
Pembaharuan Pemikiran Islam sebagai Manifestasi Nilai Kehidupan
Abdillah
Hanifah karena ia memandang tujuan-tujuan universal hadist daripada koleksi
belaka.
Oleh karenanya, Iqbal memandang perlu umat Islam melakukan studi
mendalam terhadap literatur hadist dengan berpedoman langsung kepada
Nabi sendiri selaku orang yang mempunyai otoritas untuk menafsirkan
wahyu-Nya. Hal ini sangat besar faedahnya dalam memahami nilai hidup dari
prinsip-prinsip hukum Islam sebagaimana yang dikemukakan al–Qur’an.
Pandangan Iqbal tentang pembedaan hadist hukum dan hadist bukan
hukum agaknya sejalan dengan pemikiran ahli ushul yang mengatakan bahwa
hadist adalah penuturan, perbuatan dan ketetapan Nabi saw.yang berkaitan
dengan hukum; seperti mengenai kebiasaan-kebiasaan Nabi yang bersifat
khusus untuknya, tidak wajib diikuti dan diamalkan.
Mengenai Ijtihad Iqbal memiliki pandangan bahwa menurutnya Ijtihad
berarti “exert with a view to form an independent judgement on legal question”,
(barsungguh-sungguh dalam membentuk suatu keputusan yang bebas untuk
menjawab permasalahan hukum). Kalau dipandang baik hadist maupun alQur’an mamang ada rekomendasi tentang ijtihad tersebut, disamping ijtihad
pribadi, hukum Islam juga memberi rekomendasi keberlakuan ijtihad kolektif.
Ijtihad inilah yang selama berabad-abad dikembangkan dan dimodifikasi oleh
para ahli hukum Islam dalam mengantisipasi setiap permasalahan masyarakat
yang muncul, sehingga melahirkan aneka ragam pendapat (mazdhab),
Sebagaimana pandangan mayoritas ulama, Iqbal membagi kualifikasi ijtihad
kedalam tiga tingkatan, yaitu:
1.
Otoritas penuh dalam menentukan perundang-undangan yang secara
praktis hanya terbatas pada pendiri madzhab-madzhab saja.
2.
Otoritas relatif yang hanya dilakukan dalam batas-batas tertentu dari satu
madzhab.
3.
Otoritas Khusus yang berhubungan dengan penetapan hukum dalam
kasus-kasus tertentu, dengan tidak terikat pada ketentuan-ketentuan
pendiri madzdab.
Namun Iqbal lebih memberi perhatian pada poin yang pertama saja.
Menurut Iqbal, kemungkinan derajat ijtihad ini memang disepakati diterima
oleh ulama ahl al- sunnah, tetapi dalam kenyataannya telah dipungkiri sendiri
sejak berdirinya madzhab-madzhab. Ide ijtihad ini dipagar dengan persyaratan
ketat yang hampir tidak mungkin dipenuhi. Sikap ini, lanjut Iqbal, adalah
sangat ganjil dalam satu sistem hukum al-Qur’an yang sangat menghargai
pandangan dinamis.
Akibat ketatnya ketentuan ijtihad ini, akhirnya hukum Islam selama lima
ratus tahun mengalami stagnasi dan tidak mampu berkembang. Ijtihad yang
menjadi konsep dinamis hukum Islam hanya tinggal sebuah teori-teori mati
yang tidak berfungsi dan menjadi kajian-kajian masa lalu saja. Demikian juga
ijma’ hanya menjadi mimpi untuk mengumpulkan para ulama, apalagi dalam
konsepnya satu saja ulama yang tidak setuju maka batallah keberlakuan ijma’
AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015
143
Abdillah
Pembaharuan Pemikiran Islam sebagai Manifestasi Nilai Kehidupan
tersebut, hal ini dikarenakan kondisi semakin meluasnya daerah Islam.
Akhirnya kedua konsep ini hanya tinggal teori saja, konskuensinya, hukum
Islam pun statis tak berkembang selama beberapa abad. Iqbal mendeteksi
penyebab kemunduran Islam itu ada tiga faktor :
1.
Gerakan rasionalisme yang liar, dituduh sebagai penyebab disintegarasi
umat Islam dengan melempar isu keabadian al–Qur’an. Oleh karena itu,
kaum konservatif hanya memilih tempat yang aman dengan bertaklid
kepada imam-imam mazhab. Dan sebagai alat yang ampuh untuk
membuat umat tunduk dan diam. Disamping itu, perkembangan ini
melahirkan fenomena baru, yaitu lahirnya kecendrungan menghindari
duniawi dan mementingkan akhirat dan menjadi apatis. Akhirnya Islam
menjadi lemah tak berdaya.
2.
Setelah Islam menjadi lemah penderitaan terus berlanjut pada tahun 1258
H kota pusat peradaban Islam diserang dan diporak-porandakan tentara
mongol pimpinan Hulagu Khan.
3.
Sejak itulah lalu timbul disintegrasi. Karena takut disintegrasi itu akan
menguak lebih jauh, lalu kaum konsrvatif Islam memusatkan usaha untuk
menyeragamkan pola kehidupan sosial dengan mengeluarkan bid’ahbid’ah dam menutup pintu ijtihad. Ironisnya ini semakin memperparah
keadaan dalam dunia Islam.36
Bagi Iqbal untuk membuang kekakuan ini hanya dengan jalan
menggalakkan kembali ijtihad-ijma’ dan merumuskannya sesuai dengan
kebutuhan zaman modern saat sekarang. Namun demikian, rumusan ijtihad
juga harus tetap mengacu kepada kepentingan masyarakat dan kemjuan
umum. Bukan berdasarkan pemikiran-pemikiran spekulatif subjektif yang
bertentangan dengan semangat dan nilai dasar hukum Islam.
Oleh karenanya Iqbal memandang perlu mengalihkan kekuasaan ijtihad
secara pribadi menjadi ijtihad kolektif atau ijma’. Pada zaman modern,
menurut Iqbal, peralihan kekuasaan ijtihad individu yang mewakili madzhab
tertentu kepada lembaga legislatif Islam adalah satu-satunya bentuk paling
tepat bagi ijma’. Hanya cara inilah yang dapat menggerakkan spirit dalam
sistem hukum Islam yang selama ini telah hilang dari dalam tubuh umat
Islam.37
Di akhir pembahasan pemikiran Iqbal mengenai Rekonstruksi pemikiran
dalam Islam, beliau mengungkapkan sebuah pertanyaan menarik namun
mendasar; “Apakah Agama Mungkin?”. Pertanyaan ini pada dasarnya
menggugah umat Muslim untuk menilik kembali tentang sebenarnya
bagaimana membawa agama dan berkeagamaan sebagaimana dituntunkan
Nabi.
III. PENUTUP
144
AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015
Pembaharuan Pemikiran Islam sebagai Manifestasi Nilai Kehidupan
Abdillah
Berkaitan kehidupan beragama secara umum dapat dibagi menjadi tiga
periode. Ini dapat digambarakan dalam periode “Kesetiaan”, “Pemikiran” dan
“Penemuan”. Pada periode pertama, kehidupan keberagamaan tampak seperti
bentuk disiplin yang harus diterima individu atau semua masyarakat sebagai
perintah tak bersyarat tanpa daya kritis untuk memahami arti mendasar dan
tujuan perintah itu. Pada periode pertama ini kehidupan beragama mencari
dasarnya dalam jenis metafisika. Berbeda dengan periode kedua dan ketiga,
metafisika dipindahkan oleh kehidupan keagamaan dan psikologi yang
mengembangkan ambisi untuk mencapai kontak langsung dengan Realitas
yang mendasar.
Tujuan mendasar dari kehidupan keagamaan ialah membuat evolusi
kehidupan ini bergerak bergerak dalam arah yang jauh lebih penting untuk
tujuan ego daripada kesehatan moral tentang struktur sosial yang membentuk
lingkungannya saat ini. Persepsi dasar dari kehidupan yang bergerak maju
merupakan kesatuan ego, kemampuan melebur, persetujuan untuk
pembentukan kembali dan kapasitasnya untuk kebebasan untuk menciptakan
situasi baru dalam lingkungan yang diketahui dan yang tidak diketahui.
Endnotes
Isma’il Raji Al-Faruqi, Tauhid terjemah Rahmani Astuti (Bandung: Pustaka, 1988), hlm. 16.
Al-Ittihad Al-Islamiy li Ulama al-Muslimin, Al-Misaq Al-Islamiy, terj. Bukhari Yusuf dkk., "25
Prinsip Islam Moderat" (Jakarta: Al-Markaz Al-Istisyar li Al-Syari'ah, 2008), hlm. 7.
3
Karen Amstrong, Sejarah Tuhan: Kisah Pencarian Tuhan yang Dilakukan oleh Orang-orang
Yahudi, Kristen, dan Islam selama 4000 Tahun terjemah Zaimul am (Bandung: Mizan Pustaka, 2004),
hlm. 199.
4
Karen Amstrong, Sejarah Tuhan..., hlm. 209-210.
5
Isma’il Raji Al-Faruqi, Tauhid ..., hlm. 1-3.
6
M. Quraish Shihab, Dia Di Mana-mana; Tangan Tuhan di Balik Setiap Fenomena (Tangerang:
Lentera Hati, 2011), hlm. Xi.
7
Isma’il Raji Al-Faruqi, Tauhid ..., hlm. 16-17.
8
Osman Bakar, Tauhid dan Sains; Esai-esai tetang Sejarah dan Filsafat Sains Islam terjemah
Yuliani Liputo (Bandung: Pustaka Hidayah, 1995), hlm. 11.
9
Isma’il Raji Al-Faruqi, Tauhid ..., hlm. 8-9.
10
Isma’il Raji Al-Faruqi, Tauhid ..., hlm. 12-14. Lihat juga M. Quraish Shihab, Wawasan AlQur’an; Tafsir Tematik Atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 2007), hlm. 78-83.
11
Khozin dkk., Pembaruan Islam; Konsep Pemikiran, dan Gerakan (Malang: UMM Press, 2000).,
hlm. 4.
12
Prakata penulis dalam Muhammad In’am Esha, Teologi Islam; Isu-Isu Kontemporer (Malang:
UIN Malang Press, 2008), hlm. V.
13
Hamdi Zaqzuq, Dirasat fi al-Falsafah al-Haditsah (Cairo: Dar al-Fikr al-Arabi, Cet. 3, 1993),
hlm. 16-18.
14
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), hlm. 93.
15
Muhammad In’am Esha, Teologi Isla ..., hlm. vi.
16
Khozin dkk., Pembaruan Islam ..., hlm. 15-16.
17
Pengantar penerjemah dalam Muhammad Abduh, Risalah Tauhid terjemah Firdaus A.N.
(Jakarta: Bulan Bintang, 1963), hlm. vii.
1
2
AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015
145
Abdillah
Pembaharuan Pemikiran Islam sebagai Manifestasi Nilai Kehidupan
18
Muhammad Abduh, Risalah Tauhid ..., hlm. xiii. Lihat juga Khozin dkk., Pembaruan Islam...,
hlm. 101.
19
Muhammad Abduh, Risalah Tauhid ..., hlm. x.
20
Muhammad Abduh, Risalah Tauhid ..., hlm. 127-131.
21
Muhammad Abduh, Risalah Tauhid ..., hlm. 134.
22
Muhammad Abduh, Risalah Tauhid ..., hlm. 134-135.
23
Khozin dkk., Pembaruan Islam..., hlm. 102.
24
Khozin dkk., Pembaruan Islam..., hlm. 104.
25
Muhammad Iqbal, Rekonstruksi Pemikiran Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), hlm. 1
26
Ali. H. M., Alam Pemikiran Islam di India dan Paskistan (Bandung: Mizan, 1993), hlm. 173.
27
Muhammad Iqbal, Rekonstruksi Pemikiran Agama dalam Islam terjemah Didik Komaidi
(Yogyakarta: Lazuardi, 2002), hlm. 1.
28
Muhammad Iqbal, Rekonstruksi Pemikiran Agama dalam Islam ..., hlm. 3.
29
Muhammad Iqbal, Rekonstruksi Pemikiran Agama dalam Islam ..., hlm. 11.
30
Muhammad Iqbal, Rekonstruksi Pemikiran Agama dalam Islam ..., hlm. 22-23.
31
Muhammad Iqbal, Rekonstruksi Pemikiran Agama dalam Islam ..., hlm. 91-94.
32
Muhammad Iqbal, Rekonstruksi Pemikiran Islam ..., hlm. 67.
33
Muhammad Iqbal, Rekonstruksi Pemikiran Islam ..., hlm. 68-69.
34
Muhammad Iqbal, Rekonstruksi Pemikiran Islam ..., hlm. 69-73.
35
Muhammad Iqbal, Rekonstruksi Pemikiran Islam ..., hlm. 74.
36
Muhammad Iqbal, Rekonstruksi Pemikiran Islam ..., hlm. 76-84. Lihat juga Harun Nasution,
Pembaharuan dalam Islam, (Jakarta: Bulan bintang, 1987), hlm. 191.
37
Muhammad Iqbal, Rekonstruksi Pemikiran Islam ..., hlm. 84-92.
Daftar Pustaka
Abduh, Muhammad. Risalah Tauhid terjemah Firdaus A.N. Jakarta: Bulan
Bintang. 1963.
Al-Faruqi, Isma’il Raji. Tauhid terjemah Rahmani Astuti. Bandung: Pustaka.
1988.
Ali. H. M. Alam Pemikiran Islam di India dan Paskistan. Bandung: Mizan. 1993.
Al-Ittihad Al-Islamiy li Ulama al-Muslimin, Al-Misaq Al-Islamiy, terj. Bukhari
Yusuf dkk., "25 Prinsip Islam Moderat". Jakarta: Al-Markaz Al-Istisyar
li Al-Syari'ah. 2008.
Amstrong, Karen. Sejarah Tuhan: Kisah Pencarian Tuhan yang Dilakukan oleh
Orang-orang Yahudi, Kristen, dan Islam selama 4000 Tahun terjemah
Zaimul am. Bandung: Mizan Pustaka 2004.
Bakar, Osman. Tauhid dan Sains; Esai-esai tetang Sejarah dan Filsafat Sains Islam
terjemah Yuliani Liputo. Bandung: Pustaka Hidayah. 1995.
Esha, Muhammad In’am. Teologi Islam; Isu-Isu Kontemporer. Malang: UIN
Malang Press. 2008.
146
AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015
Pembaharuan Pemikiran Islam sebagai Manifestasi Nilai Kehidupan
Abdillah
Iqbal, Muhammad. Rekonstruksi Pemikiran Agama dalam Islam terjemah Didik
Komaidi. Yogyakarta: Lazuardi. 2002.
______________. Rekonstruksi Pemikiran Islam. Jakarta: Kalam Mulia. 1994.
Khozin dkk. Pembaruan Islam; Konsep Pemikiran, dan Gerakan. Malang: UMM
Press. 2000.
Nasution, Harun. Pembaharuan Dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang. 1991.
Shihab, M. Quraish. Dia Di Mana-mana; Tangan Tuhan di Balik Setiap Fenomena.
Tangerang: Lentera Hati. 2011.
________________ . Wawasan Al-Qur’an; Tafsir Tematik Atas Pelbagai Persoalan
Umat. Bandung: Mizan. 2007.
Zaqzuq, Hamdi. Dirasat fi al-Falsafah al-Haditsah. Cairo: Dar al-Fikr alArabi. Cet. 3. 1993.
AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015
147
Download