Pembaharuan Pemikiran Islam sebagai Manifestasi Nilai Kehidupan Abdillah PEMBAHARUAN PEMIKIRAN ISLAM SEBAGAI MANIFESTASI NILAI KETAUHIDAN Abdillah STAI DDI Pangkep Jln Poros Pangkajene, Pangkep, SULSEL Email; [email protected] Abstract; This article discusses the renewal of Islamic thought as a manifestation of the values of monotheism. Tawhid is central and very fundamental concept in Islam. Undoubtedly the essence of Islam itself is an affirmation of monotheismor acknowledgment that God is Almighty, Creator of absolute and transcendent, as well as King and Lord of the universe. Tawhid Islamic civilization is functionally or structural elements of civilization identity provider. Tawhid binding or integrating the entire basic elements so as to form a coherent whole, which is known as civilization. In the process of integrating the different elements of the essence of civilization-in this case typically forms tauhid- coloring. The authors came to the conclusion that the fundamental purpose of the renewal of Islamic thought in the religious life is to make the evolution of life is moving in a direction to move much more important for the purpose of ego than the moral health of the social structure that forms the current environment. Keywords; Islamic Thought – Values – Monotheism - Civilization Abstrak; Artikel ini membahas pembaharuan pemikiran Islam sebagai manifestasi nilainilai tauhid. Tauhid merupakan konsep sentral dan sangat fundamental dalam Islam. Tak diragukan lagi esensi ajaran Islam itu sendiri adalah tauhid-suatu afirmasi atau pengakuan bahwa Allah adalah Maha Esa, Pencipta yang mutlak dan transenden, serta Raja dan Penguasa alam semesta. Tauhid dalam peradaban Islam secara fungsional adalah unsur atau struktur pemberi identitas peradaban. Tauhid mengikat atau mengintegrasikan keseluruhan unsur pokok tersebut sehingga membentuk suatu kesatuan yang padu, yang dikenal sebagai peradaban. Dalam proses mengintegrasikan unsur-unsur yang berbeda tersebut, esensi peradaban-dalam hal ini tauhid- mewarnai bentuknya secara khas. Penulis sampai pada kesimpulan bahwa tujuan mendasar dari pembaharuan pemikiran Islam dalam kehidupan keagamaan ialah membuat evolusi kehidupan ini bergerak bergerak dalam arah yang jauh lebih penting AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015 127 Abdillah Pembaharuan Pemikiran Islam sebagai Manifestasi Nilai Kehidupan untuk tujuan ego daripada kesehatan moral tentang struktur sosial yang membentuk lingkungannya saat ini. Kata Kunci; Pemikiran Islam – Nilai-Nilai – Monoteis - Peradaban I. PENDAHULUAN ecara keseluruhan prinsip Islam bertumpu pada tauhid. Hal inilah yang merupakan inti atau ruh Islam. Dengan kata lain tauhid merupakan konsep sentral dan sangat fundamental dalam Islam. Tak diragukan lagi esensi ajaran Islam itu sendiri adalah tauhid-suatu afirmasi atau pengakuan bahwa Allah adalah Maha Esa, Pencipta yang mutlak dan transenden, serta Raja dan Penguasa alam semesta.1 Selain itu, tauhid secara kebahasaan berarti keesaan atau kesatuan. Dimaksud keesaan di sini adalah keesaan Tuhan. Ulama menyebutkan bahwa pengertian tiada Tuhan selain Allah adalah tiada yang layak disembah selain-Nya, ketundukan hanya tertuju pada-Nya. 2 Kepasrahan dan atau ketundukan secara essensial yang diharapkan untuk diberikan oleh setiap Muslim kepada Allah adalah seseorang yang menyerahkan segenap dirinya kepada Sang Pencipta Tunggal.3 Dalam pengertian sederhana, tauhid bisa diartikan sebagai pengakuan dan persaksian “Tiada Tuhan selain Allah”. Pernyataan ini cukup singkat dan padat namun memiliki makna yang sangat kaya dalam ajaran Islam sebagai suatu keseluruhan sistem. Bahkan terkadang seluruh kebudayaan, peradaban atau sejarah kehidupan termuat dalam kalimat tersebut. Rukun Islam, Syahadat, yaitu pengakuan seorang Muslim bahwa “aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah” bukanlah sekedar penegasan atas eksistensi Tuhan melainkan juga persaksian bahwa Allah merupakan satu-satunya realitas sejati, bentuk eksistensi sejati. Dialah satusatunya realitas, keindahan, atau kesempurnaan sejati. Semua wujud yang terlihat ada dan memiliki sifat-sifat seperti ini hanya meminjam keberadaan dan sifat tersebut dari wujud essensial ini. Mengucapkan penegasan ini menuntut kaum Muslim untuk mengintegrasikan kehidupan mereka dengan menjadikan Allah sebagai fokus dan prioritas tunggal mereka. Mengatakan bahwa Allah itu satu bukan sekedar sebuah definisi numerik, melainkan seruan untuk menjadikan seruan keesaan tersebut sebagai fakto pengendali kehidupan individu dan masyarakat. Keesaan Tuhan dapat terpantul dalam diri yang benar-benar terintergrasi dengan-Nya.4 Inti pengalaman keagaman adalah Tuhan. Kalimat syahadat, atau pengakuan penerimaan Islam, menegaskan: “Tidak ada Tuhan selain Allah”. Nama Tuhan adalah “Allah” dan menempati posisi sentral dalam setiap kedudukan, tindakan, dan pemikiran setiap Muslim. Kehadiran Tuhan mengisi kesadaran Muslim dalam waktu kapanpun. Dalam pandangan Muslim yang S 128 AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015 Pembaharuan Pemikiran Islam sebagai Manifestasi Nilai Kehidupan Abdillah benar, Tuhan bukanlah semata-mata sebagai ‘sebab pertama’ sebagaimana dideskripsikan sementara teolog dan ultimat yang tinggi. Melankan lebih dari itu, yaitu bahwa Dia adalah inti kenormativan. Tuhan sebagai inti kenormativan berarti bahwa Dia adalah Dzat yang Mahamemerintah. Gerakangerakan-Nya, pemikiran-pemikiran-Nya, serta perbuatan-perbuatan-nya adalah realitas-realitas yang mustahil untuk dipungkiri dan diragukan. Tiaptiap dari hal ini, sepanjang manusia memahaminya, merupakan suatu nilai baginya serta suatu keharusan.5 Akan sangat carut marut ketika Tuhan menciptakan manusia, namun tidak memungkinkan baginya memikirkan-Nya, mengetahui kehendak-Nya. Sedangkan cara untuk mengetahui kehendak-Nya adalah diberikannya wahyu; suatu pengungkapan langsung mengenai apa yang diinginkan Tuhan agar diwujudkan manusia di muka bumi. Karenanya, jikalau kita merenung dan berpikir secara tulus dan benar, pasti kita akan menyadari bahwa Allah hadir di mana-mana. Kita dapat menemukan-Nya setiap saat dan di semua tempat. Pengetahuan manusia dapat mengantarnya kepada pengakuan tentang wujud dan kuasa-Nya. Menurut Quraish Shihab bahwa yang dimaksud ulama adalah mereka yang memperhatikan dan memahami kitab Tuhan Yang terhampar di alam raya. Mereka mengenal-Nya melalui hasil ciptaan-Nya, menjangkau-Nya melalui dampak kuasa-Nya, serta merasakan hakikat kebesaran-Nya dengan melihat aneka kebijakan-Nya.6 Iman atau agama dan ilmu pengetahuan dibutuhkan umat manusia karena menentukan arah yang dituju, sedang ilmu mempercepat manusia sampai ke tujuan, dan Tuhan adalah tujuan utama dan terakhir, yakni di mana semua perihal finalistik mengarah dan berhenti. Menjadi seorang Muslim berarti menganggap Tuhan semata sebagai normatif, kehendak-Nya semata sebagai perintah, sistem dan pola kehidupan semata sebagai kebutuhan etis penciptaan. Kandungan wawasan Muslim adalah kebenaran, keindahan dan kebaikan. Tauhid dalam peradaban Islam secara fungsional adalah unsur atau struktur pemberi identitas peradaban. Tauhid mengikat atau mengintegrasikan keseluruhan unsur pokok tersebut sehingga membentuk suatu kesatuan yang padu, yang dikenal sebagai peradaban. Dalam proses mengintegrasikan unsurunsur yang berbeda tersebut, esensi peradaban-dalam hal ini tauhid- mewarnai bentuknya secara khas. Tauhid menyusun unsur-unsur pokok peradaban sedemikian rupa sehingga membangun suatu harmoni yang padu dan saling mendukung antar unsur. Tanpa perlu mengubah hakikat, esensi ini dengan sendirinya melakukan pengubahan dengan semua unsur pembentuk dan memberi ciri khas beru bagi peradaban tersebut. Tahap transformasi peradaban Islam beragam, tergantung pada sejauhmana relevansi esensi dengan unsurunsur pokok yang berbeda serta peranannya. Relevansi ini pada kenyataannya mempengaruhi secara kuat alam pikiran para pengamat muslim peminat peradaban untuk mengkajinya secara serius. Mereka menganggap tauhid AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015 129 Abdillah Pembaharuan Pemikiran Islam sebagai Manifestasi Nilai Kehidupan merupakan prinsip mendasar yang menentukan segenap prinsip peradaban lainnya.7 Sebagai sebuah tradisi religius yang utuh, yang mencakup seluruh aspek kehidupan umat manusia, Islam tidak hanya membahas yang wajib dan yang dilarang untuk dilakukan oleh mansia, tetapi juga membahas apa yang perlu diketahuinya. Dengan kata lain, Islam adalah sebuah cara berbuat dan atau melakukan sesuatu sekaligus cara untuk mengetahui. Dari kedua jalan tersebut, aspek mengetahui adalah aspek yang dianggap paling penting. Hal ini adalah karena secara esensial, Islam adalah agama pengetahuan. Islam memandang pengetahuan sebagai cara yang utama dalam menyelamatkan jiwa dan pencapaian kebahagiaan serta kesejahteraan hidup manusia di dunia dan akhirat.8 Pengalaman keagamaan Islam memang mempunyai konsekuensi besar bagi sejarah Islam. Semangat wawasan Islam mendorong seorang Muslim ke atas panggung sejarah, untuk mewujudkan di dalamnya pola Ilahi yang telah diberikan Nabi kepadanya. Baginya tidak ada yang lebih berharga dari tugas ini. Demi tugas ini, dia siap untuk mengorbankan apa saja, termasuk nyawanya. Semuanya dikemukakan untuk menggaungkan, sebagaimana dalam al-Qur’an, ‘menjadikan kalimat Ilahi menjadi yang terunggul’.9 Karena segala sesuatu diciptakan untuk suatu tujuan, maka realisasi tujuan tersebut pastilah mungkin didapat melalui sesuatu yang terdapat lingkup ruang dan waktu. Tanpa kemungkinan ini, taklif terhadap manusia atau kewajiban moral tidak berlaku. Karena ketidakberlakuannya, sifat kekuasaan Tuhan akan menjadi hancur. Sedang hal tersebut mustahil adanya. Sebagai pelaku dari tindakan moral, manusia karenanya harus mampu mengubah dirinya, sesamanya, atau masyarakatnya, alam dan lingkungannya untuk bisa mengaktualisasikan pola atau perintah Ilahi. Selain itu sebagai objek dari tindakan moral sekaligus, manusia dan lingkungannya juga haruslah mampu menerima tindakan efektif dari manusia yang lain. Kita telah melihat bahwa manusia dibebani kewajiban untuk mengubah dirinya, masyarakat dan lingkungannya agar sesuai dengan pola Ilahi. Dari fakta-fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa manusia memikul tanggung jawab. Mematuhi Tuhan, yakni merealisasikan perintah-perintah-Nya dan mengaktualisasikan sistem-sistem-Nya berarti menuju untuk memperoleh keberuntungan (falah) dan kebahagiaan. Sebaliknya, tidak berbuat demikian, berarti mengundang untuk memperoleh hukuman, penderitaan, dan kesengsaraan. Hak istimewa manusia adalah menjalani kehidupan yang penuh dengan budaya kosmik dengan kemerdekaan yang dianugerahkan Tuhan kepadanya, kemerdekaan untuk berkehendak, dan kemerdekaan untuk memilih. Tentunya hal ini tidak melampaui kadar atau ukuran yang ditetapkan oleh Tuhan.10 130 AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015 Pembaharuan Pemikiran Islam sebagai Manifestasi Nilai Kehidupan Abdillah II. PEMBAHASAN A. Pembaharuan Pemikiran Islam sebagai Manifestasi Nilai Ketauhidan Pembaharuan sendiri menurut beberapa pemikir memiliki kecenderungan yang berbeda-beda. Namun demikian dalam hal ini penulis membatasi makna pembaharuan yaitu usaha mengembalikan kepada keasliannya dan modernisasi. Pembaharuan berupa ‘kembali kepada keasliannya’ berarti apabila pembaharuan tersebut sasarannya mengenai persoalan yang mempunyai sandaran, dasar, landasan, dan sumber yang tidak berubah-ubah atau tetap. Masalah aqidah dan ibadah adalah persoalan yang mempunyai sandaran, sumber atau dasar yang tegas dari al-Qur’an dan Sunnah Nabi saw. Penyimpangan terhadap dua ajaran pokok Islam ini dengan mudah diketahui sehingga segera bisa dilakukan pembaharun, yaitu upaya mengembalikannya kepada keasliannya atau kerap juga dikenal dengan istilah purifikasi. Sedangkan pembaharuan yang bermakna modernisasi ialah apabila pembaharuan tersebut sasarannya mengenai perihal yang tidak mempunyai sandaran dasar seperti metode, sistem, teknik, strategi-taktik, dan yang sejenisnya yang mampu berubah dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi atau ruang dan waktu. Permasalahan tersebut antara lain yang dapat dikategorikan sebagai persoalan muamalat duniawi, seperti masalah sosialekonomi dan sosial-budaya. Pembaharuan dalam bidang-bidang tersebut dinamakan juga modernisasi.11 Membaca sejarah Islam, akan ditemukan fakta sejarah bahwa Umat Islam telah mampu mencapai peradaban yang sangat tinggi. Dapat dikatakan bahwa hampir seluruh sejarawan baik di Timur dan di Barat mengakui jika umat Islam memiliki peran besar dalam memberikan kontribusinya terhadap kemajuan Barat/Eropa pada abad pertengahan. Kemajuan Eropa pada abad pertengahan inilah yang menjadi cikal bakal munculnya modernitas yang terjadi di Barat. Kemajuan ilmu pengetahuan Barat sekarang yang dapat menghasilkan teknologi yang canggih tidak lain adalah berkat ilmu pengetahuan yang berkembang di dunia Islam selama hampir empat belas abad lamanya di tangan para pemikir Islam.12 Kemajuan Islam telah merambah ke berbagai bidang ilmu pengetahuan, termasuk dalam bidang Teologi Islam, yang dari peradaban ini lahirlah berbagai ilmuan Muslim yang terkenal seperti al-Ghozali, Asy’asri, Washil bin ‘Atha, al-Maturidi, Abd al-Jabbar dan sederet namateollog kenamaan lainnya. Dalam perkembangan selanjutnya, kondisi sosial, poilitik, dan budaya umnat Islam berubah. Umat Islam yang telah memegang supremasi dunia dalam segala bidang kehidupan mengalami shock yang luar biasa ketika melihat kemajuan yang dialami Barat. Jatuhnya Mesir ke tangan kekuasaan Napoleon Bonaparte dari Perancis pada abad ke- 18 M (1783 M) telah menyadarkan Umat Islam bahwa telah terjadi kemajuan peradaban di belahan bumi yang lain, Barat. AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015 131 Abdillah Pembaharuan Pemikiran Islam sebagai Manifestasi Nilai Kehidupan Perubahan nasib masyarakat Eropa tersebut dimulai dengan terjadinya revolusi industri di Inggris dan Parncis, dimana geliat ilmu pengetahuan semakin mulai terlihat, yang ditandai dengan ditemukannya berbagai teknologi terapan yang menjadi cikal bakal kemajuan Eropa dan masyarakat dunia pada umumnya. Oleh sebab itu, tidak heran jika banyak yang menghitung perubahan di Eropa tersebut sebagai titik mula dimulainya abad modern. Setahap demi setahap, kemajuan ilmu pengetahuan di Eropa tidak dapat dibendung dan sangat deras, karena selain memanfaatkan warisan keilmuan tradisi Yunani, Eropa juga belajar banyak dari peradaban Islam yang baru saja runtuh dan telah banyak menymbangkan perkembangan luar biasa dalam ilmu-ilmu eksakta. Kemajuan di Eropa tersebut diiringi dengan semakin maraknya gerakan anti-agama (baca: Gereja). Setidaknya ada dua faktor yang telah menyebabkan masyarakat Eropa menjauhi agama: pertama, akibat trauma kemunduran yang sebelumnya dialami masyarakat Eropa, dimana gereja sangat mendominasi seluruh sisi kehidupan masyarakat. Kedua, perkembangan ilmu-ilmu empiris yang sangat pesat, telah banyak mementahkan doktrindoktrin gereja yang banyak mengandung unsur irasionalitas. Satu hal yang harus diingat, bahwa masa peralihan yang dialami masyarakat Eropa dari the dark age menuju kepada peradaban modern, ditopang oleh berbagai pemikiran yang berkembang saat itu, terutama filsafat dan ilmu-ilmu eksakta, seperti terjadinya Aufklarung di Jerman. Minimal ada empat faktor yang telah mengantarkan Eropa mencapai renaissance: 1. Penerjemahan buku-buku hasil karya kaum Muslimin ke dalam bahasa Latin. Hal ini berlangsung antara abad 13 dan 14 Masehi. Pengaruh pemikiran Arab inilah yang telah memberi amunisi besar bagi masyarakat Barat untuk melanjutkan berbagai inovasi dan penemuan ilmiah ilmuwan Arab-Muslim. 2. Ketika Turki berhasil menaklukkan Konsatntinovel pada tahun 1452 M, banyak ilmuwan Yunani yang hijrah ke Italia dan bekerjasama dengan komunitas yang sudah lama berusaha menghidupkan tradisi filsafat Platonis. 3. Mulai banyak berdirinya lembaga-lembaga pendidikan yang mempelajari ilmu pengetahuan secara independen dan jauh dari tekanan gereja.13 Abad pertengahan merupakan abad gemilang bagi umat Islam. Abad inilah daerah-daerah Islam meluas di barat melalui Afrika Utara sampai Spanyol, di Timur Melalui Pesia sampai India. Daerah-daerah ini kepada kekuasaan kholifah yang pada mulanya berkedudukan di Madinah, kemudian di Damaskus, dan terakhir di Bagdad. Di abad ini lahir para pemikir dan ulama besar seperti; Maliki, Syafi’I, Hanafi, dan Hambali. Dengan lahirnya pemikiran para ulama besar itu, maka ilmu pengetahuan lahir dan berkembang dengan pesat sampai ke puncaknya, baik dalam bidang agama, nono agama maupun dalam bidang kebudayaan lainnya. Memasuki benua Eropa melalui Spanyol dan Sisilia, dan inilah yang menjadi dasar dari ilmu pengetahuan yang 132 AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015 Pembaharuan Pemikiran Islam sebagai Manifestasi Nilai Kehidupan Abdillah menguasai alam pikiran orang barat (Eropa) pada abad selanjutnya. Di pandang dari segi sejarah kebudayaan, maka maka tugas memelihara dan menyebarkan ilmu pengetahuan itu tidaklah kecil nilainya dibanding dengan mencipta ilmu pengetahuan. Di antara yang mendorong timbulnya pembaharuan dan kebangkitan Islam adalah: Pertama, paham tauhid yang dianut kaum muslimin telah bercampur dengan kebiasaan-kebiasaan yang dipengaruhi oleh tarekat-tarekat, pemujaan terhadap orang-orang yang suci dan hal lain yang membawa kepada kekufuran. Kedua, sifat jumud membuat umat Islam berhenti berfikir dan berusaha, umat Islam maju di zaman klasik karena mereka mementingkan ilmu pengetahuan, oleh karena itu selama umat Islam masih bersifat jumud dan tidak mau berfikir untuk berijtihad, tidak mungkin mengalami kemajuan, untuk itu perlu adanya pembaharuan yang berusaha memberantas kejumudan. Ketiga, umat Islam selalu berpecah belah, maka umat Islam tidaklah akan mengalami kemajuan. Umat Islam maju karena adanya persatuan dan kesatuan, karena adanya persaudaran yang diikat oleh tali ajaran Islam. Maka untuk mempersatukan kembali umat Islam bangkitlah suatu gerakan pembaharuan. Keempat, hasil dari kontak yang terjadi antara dunia Islam dengan Barat. Dengan adanya kontak ini umat Islam sadar bahwa mereka mengalami kemunduran dibandingkan dengan Barat, terutama sekali ketika terjadinya peperangan antara kerajaan Usmani dengan negara-negara Eropa, yang biasanya tentara kerajaan Usmani selalu memperoleh kemenangan dalam peperangan, akhirnya mengalami kekalahan-kekalahan di tangan Barat, hal ini membuat pembesar-pembesar Usmani untuk menyelidiki rahasia kekuatan militer Eropa yang aru muncul. Menurut mereka rahasianya terletak pada kekuatan militer modern yang dimiliki Eropa, sehingga pembaharuan dipusatkan di dalam lapangan militer, namun pembaharuan di bidang lain disertakan pula. Pembaharuan dalam Islam berbeda dengan renaisans Barat. Kalau renaisans Barat muncul dengan menyingkirkan agama, maka pembaharuan dalam Islam adalah sebaliknya, yaitu untuk memperkuat prinsip dan ajaranajaran Islam kepada pemeluknya. Memperbaharui dan menghidupkan kembali prinsip-prinsip Islam yang dilalaikan umatnya. Oleh karena itu pembaharuan dalam Islam bukan hanya mengajak maju kedepan untuk melawan segala kebodohan dan kemelaratan tetapi juga untuk kemajuan ajaran-ajaran agama Islam itu. Pertanyaan-pertanyaan seputar mengapa umat Islam dapat dikalahkan oleh oranga Barat, apa yang salah dalam diri umat Islam, apa yang harus dilakukan umat Islam agar bangkit dari keterpurukannya dan sebagainya mulai muncul dan menggelayut di benak berbagai pemikir Muslim. Hal ini yang sejarahya memunculkan sebuah era baru pemikiran pembaharuan dalam Islam.14 Upaya pembaharuan yang digagas oleh umat Islam memiliki spektrum yang luas tidak hanya dalam satu bidang semisal politik, pertahanan, pendidikan, ekonomi, tetapi juga dalam hal pemikiran teologi atau ketauhidan. AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015 133 Abdillah Pembaharuan Pemikiran Islam sebagai Manifestasi Nilai Kehidupan Keprihatinan beberapa pemikir Muslim seperti Fazlurrahman, M. Arkoun, Hasan Hanafi, Muhammad Iqbal, hingga ulama sekelas Muhammad Abduh dalam memikirkan akan ilmu-ilmu agama Islam yang masih ‘berjalan di tempat’ baik dari segi konstruksi epistemologi, metodologi maupun muatan isinya serta terkesan tidak bernuansa ketuhanan yang murah, solutif, mengarahkan (memberikan petunjuk) kepada kesejahteraan, kemakmuran, dan kemajuan. Padahal kehidupan manusia telah berubah sebegitu dinamisnya.15 Sebagaimana disebut dalam keterangan sebelumnya bahwa secara keseluruhan prinsip Islam bertumpu pada tauhid. Hal inilah yang merupakan inti atau ruh Islam. Dengan kata lain tauhid merupakan konsep sentral dan sangat fundamental dalam Islam. Dalam pengertian sederhana, tauhid bisa diartikan sebagai pengakuan dan persaksian “Tiada Tuhan selain Allah”. Pernyataan ini cukup singkat dan padat namun memiliki makna yang sangat kaya dalam ajaran Islam sebagai suatu keseluruhan sistem. Bahkan terkadang seluruh kebudayaan, peradaban atau sejarah kehidupan termuat dalam kalimat tersebut. Karenanya upaya pembaharuan di sini sangat terkait mengingat nilai-nilai ketuhanan dan atau ketauhidan yang nampak memudar di antara kehidupan umat Muslim sehingga tidak sedikit dari mereka yang mengalami kejumudan dalam berfikir dan kemunduran dalam peradaban. Klimaks dari kemunduran Islam dan terlepasnya supremasi peradaban dan kekuasaan politik terjadi pada abad ke-17 hingga abad ke-18 M yang dalam sejarah Islam sekarang ini dikenal sebagai periode modern. Pada periode inilah umat Islam mulai bersentuha dengan Eropa Barat dan peristiwa ini menyadarkan tokoh-tokoh Muslim akan ketertinggalan mereka. Sejak abad ke-18 hingga awal abad ke-20 muncul pemimpin dan gerakan pembaharuan sebagai respon dari kemajuan Barat, yaitu Jamal al-Din alAfghani (1838-1897 M). Seorang guru dan aktivis politik yang tidak kenal lelah mengarungi dunia Islam dari Mesir sampai ke India menyeru umat Islam untuk bangkit dan merebut kembali identitasnya. Ia juga mengingatkan akan bahaya yang ditimbulkan oleh intervensi Eropa terhadap dunia Islam. Selain beliau, Muhammad Abduh (1849-1905 M) adalah adalah seorang tokoh pembaharu Muslim yang kesohor dan terpenting. Abduh adalah murid yang paling disayangi al-Afghani. Ia merupakan pembangun dimensi pembaru sosial dan intelektual dalam modernisme Islam. Selanjutnya adalah Muhammad Iqbal (1975-1938 M) pembaharu Muslim yang berasal dari India berhaisl melakukan terobosan pemikiran dan sikapnya terhadap Barat ternagkum dalam The Reconstruction of Religious Thought in Islam. Iqbal memang seorang yang sangat mengagumi Barat terutama dalam semangat mereka yang dinamis, tradisi intelektual serta teknologinya. Namun dia mengutuk keras ekses-ekses kolonialisme dan imperialsmenya.16 Kedua tokoh terkhir inilah yang antara lain menjadi wakil dari berbagai pembaharu Muslim lainnya dan akan manjadi pembahasan dalam diskudsi singkat kali ini. 134 AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015 Pembaharuan Pemikiran Islam sebagai Manifestasi Nilai Kehidupan Abdillah B. Muhammad Abduh Muhammad Abduh lahir pada tahun 1266 H atau 1849 M disebuah distrik bernama Sibsyir kota Mahallah Nasr dari profinsi Bakhirhah, Mesir. Tumbuh ditengah keluarga berperekonomian menengah yang berprofesi sebagai petani. Beliau belajar Al-quran di rumah ayahnya saat beliau berusia10 tahun. Dan selesai menghafalnya setelah dua tahun. Kemudian ayahnya mengutus beliu ke profinsi thanta guna memperbaiki bacaan tajwid disebuah sekolah al-quran bernama Al-Jamie Al-Ahmadi. Diusianya yang masih remaja Muhammad Abduh dikenal sebagai anak yang tekun dan semangat dalam menuntut ilmu. Hal ini terlihat dari hasil gemilang yang kerap diperoleh. Kemudian beliau pindah ke Universitas AlAzhar pada pertengahan syawal 1282.H atau 1862.M guna melanjutkan jenjang pendidikan. Beliau slalu konsisten dan istiqomah menuntut ilmu dari gurugurunya (suyukh). Hingga ia bertemu dengan syekh Syaid Jamaluddin AlAfghani pada bulan muharram 1287.H. yang darinya beliau banyak belajar berbagai macam ilmu. Diantaranya: ilmu riyadi, filsafat, dan ilmu kalam. Keterikatan beliau dan Jamaluddin Al-Afghani sangatlah erat. Sehingga dalam waktu singkat dampak pemikiran Jamaladdin Al-Afghani tampak jelas pada diri Muhammad Abduh. Banyak buku yang telah dibaca dan dikuasai. Kemudian beliau mulai menulis dan menerbitkan buku. Beliau banyak menulis dalam ilmu mantiq dan ilmu kalam. Ulasan dan pembahasan sangat yang sistematis. Sampai-sampai beberapa mahasiswa memujinya dangan ungkapan: "tak pernah sebelumnya aku membaca yang sehebat ini". Sejak itu beliau mulai terkenal. Terlebih setelah beliau mendapatkan "Sahadah Alamiyah" dari AlAzhar Univesity pada tahun 1294 H atau 1877 M. Selanjutnya beliu mengajar dibeberapa sekolah. 17 Pada tahun 1300 H atau 1882 M beliau dideportasi karena dianggap terlibat dalam revolusi arab. Kemudian beliau berdiam di Syam. Ditengah masa pengasingannya beliau sempat tinggal di Paris selama sepuluh bulan hingga menerbitkan sebuah jurnal urwatul wusqa bersama guru beliau Jamaluddin AlAfghani. Beliau kembali ke Mesir pada tahun 1307 H atau 1889 M dan diangkat menjadi anggota Majlis Idaroh Al-Azhar. Kemudian mendapat kedudukan sebagai Mufti Mesir pada tahun 1317 H atau 1899 M.18 Perjuangannya dalam menegakkan agama Allah diperlihatkannya dengan jelas antara lain melalui sumpahnya. Walaupun ia berada dalam masa pembuangannya yang jauh dari Tanah Air sendiri, namun semangat juangnya tidak pernah luntur, bahkan lebih menyala-nyala. Saat itu dianggap sebagai suatu kesempatan yang terbaik untuk melebarkan sayap perjuangan dan mengembangkan dakwah Islam seluas-luasnya. Sebelum ia berada di kota Paris yang dikenal sebagai kota sentral peradaban dan kebudayaan Eropa, ia bersumpah dan berjanji untuk dirinya sendiri agar dia betul-betul berjuang dengan sungguh-sungguh. Diantara sumpah tersebut berbunyi: AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015 135 Abdillah Pembaharuan Pemikiran Islam sebagai Manifestasi Nilai Kehidupan “Saya bersumpah atas mana allah, bahwa saya akan berpegang teguh kepada kitab Allah dalam segala amal baktidan sikap moral saya tanpa penyimpangan dan penyesatan. Saya akan senantiasa siap memperkenankan panggilan Tuhan dalam bentuk perintah atau larangan-Nya dan akan berdakwah sepanjang hayat saya tanpa pamrih. Saya bersumpah atas nama Allah yang memiliki roh dan harta benda saya Yang menggenggam nyawa serta mengendalikan segenap perasaan saya; bahwa saya akan rela mengorbankan apa yanga da pada diri sayauntuk menghidupkan rasa solidaritas Islam yang mendalam. Saya bersumpah atas nama kehebatan dan kekuasaan Allah bahwa saya tidak akan mendahulukan kecuali apa yang diprioritaskan oleh agama Allah dan tidak akan menbelakangkan sesuatu langkah kalau akan membawa kerugian bagi agama, sedikit atau banyak. Dan saya berjanji kepada Allah bahwa sayaakan selalu berdaya upaya mencari segala jalan atau peluang untuk kekuatan Islam dan kaum Muslimin.19 Menurut Abduh, Agama Islam datang dengan kepercayaan Tauhid, mengesakan Allah Swt dalam Dzat-Nya dan perbuatan-Nya serta bersihnya dari hal yang serupa dengan segala makhluk. Islam mengemukakan dalil-dalil bahwa alam ini mempunyai Tuhan Pencipta yang satu lagi memunyai sifatsifat utama yang dibuktikan oleh tanda-tanda karya ciptaan-Nya, yaitu sifatsifat Ilmu, Qudrat, Iradat dan lain-lain. Dan bahwa tidak ada satupun diantara makhluk-Nya yang menyerupai-Nya dan bahwa tidak ada nisbah (sandaran) antara-Nya dengan para makhluk kecuali bahwa Dialah yang mewujudkan mereka itu. Dengan ajaran tauhid, jadilah manusia selaku hamba Allah sematamata, merdeka dari segala macam perhambaan yang lain daripada-Nya. Ia mempunyai hak asasi sebagai manusia yang merdeka, yang tidak ada perbedaan antara hak orang yang mulia dan orang rendah. Tidak ada dalam Islam orang bawah dan tidak pula orang atasan. Tidak ada kelebihan antar sesama manusia kecuali dengan kelebihan nilai-nilai amal mereka, dan dalam kelebihan akal serta pengetahuan mereka.20 Islam menuntut semua orang yang mempunyai kesanggupan supaya bekerja. Islam menentukan bahwa keuntungan ataupun kerugian tiap-tiap diri itu tergantung kepada kerja yang dilakukannya. “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya. dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula.”(QS. Al-Zal-zalah [99]: 7-8) Islam menerangkan bahwa pintu-pintu karunia Ilahi tidak pernah terkunci bagi siapa yang mencarinya. Sedang rahmat-Nya yang meliputi segala sesuatu tidak pernah ditahan-tahan untuk kepentingan segala makhluk di bumi 136 AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015 Pembaharuan Pemikiran Islam sebagai Manifestasi Nilai Kehidupan Abdillah ini. Islam mencela dengan keras kepada penganut-penganut agama yang sangat fanatik kepada kekunoan para nenek moyang mereka dan hanya mau melihat jalan usang yang dibuat oleh para leluhur mereka. Maka, dengan ajaran Islam ini menjadi bebas merdekalah rasio manusia dari segala belenggu yang membelitnya. Dibebaskannya dari pengaruh taklid yang memperbudaknya, serta dikembalikannya kepada tempat di mana akal itu bertahta. Akal dipersilakan untuk memberikan putusan dengan ilmu dan kebijaksanannya sendiri disamping harus tunduk hanya kepada allah Yang Mahatunggal semata dan berdiri patuh pada peraturan syari’at agama-Nya.21 Dengan pemahaman ajaran seperti inilah menjadi sempurna bagi manusia dua buah persoalan pokok besar yang selama ini merupakan tabu, bahkan haram, bagi manusia untuk menyetujuinya, yaitu Kebebasan Berkehendak (free will) dan kemerdekaan rasio atau akan dan pikiran. Sebab hanya dengan inilah terbuka kesempatan lebih luas bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan lebih yang telah disediakan Ilahi.22 Dalam melakukan pembaharuan pemikiran Islam, Muhammad Abduh memandang bahwa suatu perbaikan tidaklah selamanya datang melalui revolusi atau cara serupa. Seperti halnya perubahan sesuatu secara cepat dan drastis. Akan tetapi juga dilakukan melalui perbaikan metode pemikiran pada umat islam. Melaui pendidikan, pembelajaran, dan perbaikan akhlaq. Juga dengan pembentukan masyarakat yang berbudaya dan berfikir yang bisa melakukan pembaharuan dalam agamanya. Sehingga dengannya akan tercipta rasa aman dan keteguhan dalam menjalankan agama islam. Muhammad Abduh menilai bahwa cara ini akan membutuhkan waktu lebih panjang dan lebih rumit. Akan tetapi memberikan dampak perbaikan yang lebih besar dibanding melalui politik dan perubahan secara besar-besaran dalam mewujudkan suatu kebangkitan dan kemajuan. Sebagaimana telah diungkapkan oleh Muhammad Abduh bahwa metodenya dalam perbaikan adalah jalan tengah. Dalam hal ini beliau membagi umat Islam kepada dua bagian yaitu: 1. Mereka yang condong kepada ilmu-ilmu agama dan apa yang berhubungan dengan itu semua. Mereka itu yang biasa disebut almuqallid. 2. Mereka yang condong pada ilmu-ilmu dunia. Yang silau dan kagum akan barat serta berbagai disiplin ilmu yang dimiliki,dan kemajuannya dalam bidang materi. Oleh karenanya, setidaknya terdapat dua persoalan pokok yang menjadi fokus pemikiran Muhammad Abduh sebagaimana diakuinya sendiri: 1. Membebaskan akal pikiran dari belenggu taqlid yang menghambat perkembangan pengetahuan agama dan mengupayakan dengan semaksimal mungkin untuk memahami permasalahan agama lansung bersumber dari al-Qur’an. AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015 137 Abdillah Pembaharuan Pemikiran Islam sebagai Manifestasi Nilai Kehidupan 2. Memperbaiki gaya bahasa Arab yang berkembang dalam komunikasi dan interaksi di kantor-kantor, maupun dalam tulisan-tulisan di media massa penerjemahan atau korespondensi.23 Metode dalam pembaharuan yang digunakan oleh Muhammad Abduh adalah mengambil jalan tengah antara kedua kelompok di atas. Menyeimbangkan antara kedua jalan tersebut. Yaitu antara kelompok yang berpegang teguh pada kejumudan taqlid dan mereka yang berlebihan dalam mengikuti barat baik itu pada budaya dan disiplin ilmu yang mereka miliki. Sebagaimana yang diungkapan oleh Muhammad Abduh dalam metode pembaharuannya: “sesengguhnya aku menyeru kepada kebebasan berfikir dari ikatan belenggu taqlid dan memahami agama sebagaimana salaful ummat terdahulu”. Yang dimaksud dengan salaful umat di sini adalah kembali kepada sumber-sumber yang asli yaitu al-qur’an dan al-hadist sebagaimana yang dipraktikkan oleh para salafus shaleh terdahulu. Sesungguhnya bagi Abduh, persoalannya bukanlah apakah mungkin menjadi Muslim sambil tetap menerima dunia modern. Melainkan apakah Islam itu relevan dengan modernitas atau tidak. Karena itu, beliau ingin membuktikan bahwa Islam merupakan agama yang mendukung pada rasionalitas yang hal tersebut menjadi basis kehidupan modern. Beliau menyebutkan pula bahwa tidak ada konflik antar Islam dan prinsip peradaban modern seta membersihkannya dari nodanya. Bila peradaban modern mengenal Islam sejati, maka Islam akan menjadi pembela yang gigih, dan sumber kekuatannya. Kekuatan akan sirna dan bukti kekuatannya adalah bahwa al-Qur’an tetap bertahan sebagai kebenaran Islam.24 C. Muhammad Iqbal Dr. muhammad Iqbal adalah salah seorang tokoh abad ke-20 yang menjadi kebanggaan dunia islam, dulu, kini dan akan datang. Beliau telah memberikan sumbangan besar pada dunia islam bahkan dunia internasional, Tokoh yang berasal dari Pakistan ini selain terkenal sebagai penyair besar dalam peradaban dunia sastra islam juga terkenal sebagai pemikir, filosof, ahli perundang-undangan, reformis, politikus, ahli kebudayaan dan pendidikan. Kalau kita perhatikan karya-karyanya yang dituangkan dalam syair-syair dan puisinya dapat kita tangkap beliau tidak hanya menyerukan rasa hatinya dalam pembentukan atau kemerdekaan negara Pakistan dari tangan penjajah, tetapi juga tentang kegemilangan zaman islam di Spanyol, mengenai nasib Umat islam seperti faktor-faktor yang menjadi penyebab kemunduran umat islam dan faktor-faktor yang mendorong kebangkitan umat islam, beliau juga menyinggung tentang keburukan dan kebaikan budaya barat dan sebagainya.25 Muhammad Iqbal dilahirkan di Sialkot, Wilayah Punjab (pakistan barat) pada tahun 1877. Iqbal berasal dari keluarga Brahma Kashmir, tetapi nenek moyang Muhammad Iqbal telah memeluk islam 200 tahun sebelum Ia dilahirkan. Ayah muhammad Iqbal, Nur Muhammad adalah penganut islam 138 AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015 Pembaharuan Pemikiran Islam sebagai Manifestasi Nilai Kehidupan Abdillah yang taat dan cenderung ke pada ilmu tasawuf. Dengan lingkungan dan asuhan yang ada dalam rumah muhammad Iqbal, sedikit banyak telah menanamkan roh islam dalam jiwa Muhammad Iqbal, Ia masuk sekolah dasar dan menengah di Sialkot. pada masa yang sama Ia mendapatkan pendidikan agama secara langsung dari seorang guru yang bernama Mir Hassan, dari guru beliau ini ia memahami islam secara mendalam, mengajarinya sikap kritis dan mengasahbakatnyaalamduniakesusastraan.26 Pada tahun 1895 Muhammad iqbal melanjutkan sekolahnya di Government College Lahore. di sini ia dapat menguasai bahasa arab dan inggris dengan baik disamping penguasaanya terhadap bahasa urdu dan bahasa persi. Ia lulus sarjana muda Bachelor of Arts tahun 1897 untuk jurusan Filsafat, Bahasa Arab, dan Sastera Inggeris, dan gelaran Master of Arts pada 1899, setelah itu Ia mendalami bahasa arab di Oriental College, Lahore. saat beliau mendapatkan gelar Master of Arts Ia bertemu dengan Sir Thomas Arnold, seorang cendekiawan pakar filsafat modern, yang kemudian menjadi jambatan Iqbal ke peradaban Barat dan mendukungnya untuk melanjutkan pendidikan di Eropa. Selama berada di Lahore Iqbal banyak penulis puisi dan banyak berkenalan dengan sastrwan-sastrawan terkenal serta aktif pada persatuan-persatuan. Muhammad Iqbal yang kuat keislamannya sangat tertarik kepada Profesor Thomas Arnold Sahabat rapat kenalannya sekaligus gurunya, karena Thomas Arnold seorang orientalis yang berpegang teguh kepada fakta-fakta ilmiah, cenderung kepada kebenaran, tidak merendahkan Islam dan tidak mencaci penganut-penganut Islam, sebagaimana setengah orientalis yang anti Islam. Dengan gagasan ilmu dan kebudayaan Islam murni yang dipelajarinya dari Mir Hassan dan cara Thomas Arnold menyampaikan pengetahuan Islam, menimbulkan dua pengaruh dalam diri Muhammad Iqbal yaitu menghayati nilai suci Islam dan menghargai serta mengambil nilai-nilai yang baik dari peradaban Barat. Selama Belajar di Eropa pemikiran Muhammad Iqbal tidak jumud sebaliknya ia memperhatikan dengan hikmah perkembangan peradaban barat. Ia mendapatkan bahwa orang orang Barat lebih mementingkan kebendaan dari pada kehormatan, mereka mengagungkan paham materialisme, imperialisme, dan nasionalisme. Mengawali pembicaraan Rekonstruksi keagamaan dalam Islam, Iqbal memulai dengan pertanyaan filosofis menani alam semesta; Apakah ciri dan struktur umum dari alam semesta tempat kita hidup ini? Adakah unsur permanen dalam susunan alam semesta ini? Bagaimanakah tempat yang kita tempati di dalamnya dan perilaku macam apa yang menguntungkan bagi tempat yang kita tempati?27 Pertanyaan ini sebenarnya adalah ungkapan kesanggupan atau ketidaksanggupan penerapan metode falsafi dalam memahami agama, Islam khususnya. Hal ini merupakan salah satu motivasi tersendiri yang kemudian pengembangannya adalah bahwa esensi agama, yaitu iman, semestinya terkandung upaya pencarian rekonsiliasi atas pertentangan-pertentangan pengalaman dan mencari dasar pembenaran AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015 139 Abdillah Pembaharuan Pemikiran Islam sebagai Manifestasi Nilai Kehidupan terhadap lingkungan dimana umat manusia menemukan dirinya. Sebab, manusia yang notabene sebagai objek terutama agama, diharuskan untuk senantiasa ditransformasikan dan dibimbing dalam kehidupannya secara lahiriah dan batiniah melalui agama tersebut.28 Iqbal melihat selama lima ratus tahun yang lalu pemikiran agama dalam Islam secara praktis tidak menaglami perkembangan. Ada suatu masa ketika eropa menerima inspirasi dari dunia Islam. Akan tetapi fenomena yang jelas dari sejarah modern adalah bahwa secara spiritual dunia Islam sedang bergerak ke arah Barat denga kecepatan yang sangat tinggi. Namun kekhawatiran yang timbul adalah bahwa kulit luar yang mempesonakan dari kebudayaan Eropa bisa menawan gerakan kita dan kita mungkin gagal meraih intisari kebudayaan tersebut. Selama abad dari kelumpuhan intelektual kita, Eropa telah berfikir serius tentang problem-problem besar yang sangat menarik perhatian para filosof dan ilmuan Islam.29 Problem Islam sebenarnya, menurut Iqbal, dipengaruhi oleh konflik internal antar Muslim. Pada waktu yang sama, daya tarik timbal balik ditunjukkan oleh dua kekuatan agama dan pearadaban, Islam dan Kristen. Permasalahan ini dipandang telah menyimpang jauh dari motivasi hidup yang diajarkan Rasul. Tujuan al-Qur’an adalah untuk membangunkan dalam diri manusia suatu kesadaran yang lebih tinggi perihal berbagai macam hubungan dengan Tuhan dan alam semesta. Berkaitan dengan alam semesta, tujuan utama al-Qur’an dalam pengamatan reflektif atas alam ini adalah untuk membangkitkan kesadaran manusia tentang alam yang dipandang sebuah simbol. Tetapi hal harus dicatat adalah sikap empiris umum al-Qur’an yang menjadikan para pengikutnya suatu sikap hormat terhadap kenyataan dan akhirnya menjadikan mereka sebagai pendiri-pendiri ilmu pengetahuan modern. Menurut al-Qur’an, alam semesta memiliki tujuan yang penting sekali. Keadaannya yang selalu berubah-ubah memaksa kita untuk memperbaharui sikap. Usaha intelektual untuk mengatasi rintangan yang diberikan oleh alam, disamping memperkaya dan memperkuat kehidupan kita, mempertajam wawasan kita. Dengan demikian menyiapkan kita untuk penempatan yang lebih baik lagi dalam aspek pengalaman manusia yang lebih halus.30 Berbicara mengenai konsepsi Tuhan, Iqbal menyatakan bahwa untuk menekankan Individualitas Ego Mutlak, al-Qur’an memberikan Dia nama yang sangat tepat, yaitu Allah, dan selanjutnya mendefinisikannya sebagai berikut: “Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia." (QS. Al-Ikhlas [112]: 1-4). 140 AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015 Pembaharuan Pemikiran Islam sebagai Manifestasi Nilai Kehidupan Abdillah Iqbal lebih sepakat dengan pemahaman di atas daripada jenis pemikiran lainnya, sebagaimana diungkapkan oleh soiolog dan antropolog dalam sejarah keagamaan, mengenai kecenderungan ke arah panteisme (semua hal adalah agama). Adapun ayat al-Qur’an: “Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) Hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Nur [24]: 35) Tidak diragukan lagi, menurut Iqbal, kalimat pembuka dari ayat tersebut memberikan kesan melarikan diri dari konsepsi individualistik tentang Tuhan. Tetapi ketika kita mengikuti metafora cahaya dalam ayat tersebut, memberikan kesan yang berlawanan. Pengembangan metafora cukup diartikan menghasilkan saran tentang elemen kosmik yang selanjutnya tidak diindividualisasi dalam sebuah kaca yang digambarkan sebagai bintang yang didefinisikan dengan baik. Iqbal berfikir tentang gambaran Tuhan seperti cahaya. Ajaran fisika modern tentang kecepatan cahaya tidak bisa dilampaui serta bersifat sama untuk semua pengamat, apapun dan bagaimanapun sistem gerakannya. Jadi, dalam dunia perubahan, ahaya merupakan pendekatan yang terdekat pada Yang Mutlak.Metafora cahaya yang diterapkan pada Tuhan, harus berada dalam pandangan pengetahuan modern dan diambil untuk mendukung keabsolutan atau kemutlakan Tuhan dan bukan kehadiran-Nya yang dengan mudah mengarahkan pada interpretasi panteistik.31 Selain hal tersebut, pemikiran keagamaan Islam Iqbal setidaknya terangkum dalam pemahamannya mengenai sumber hukum ajaran Islam; alQur’an, Sunnah dan Ijtihad. Mengenai al-Qur’an, Iqbal percaya bahwa alQur’an itu memang benar diturunkan oleh Allah kepada - Nabi Muhammad AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015 141 Abdillah Pembaharuan Pemikiran Islam sebagai Manifestasi Nilai Kehidupan dengan perantara Malaikat Jibril dengan sebenar-benar percaya, kedudukannya adalah sebagai sumber hukum yang utama dengan pernyataannya “The Qur’an is a book which emphazhise ‘deed’ rather than ‘idea’ “ (al-Qur’an adalah kitab yang lebih mengutamakan amal daripada cita-cita).32 Namun demikian dia menyatakan bahwa al–Qur’an bukanlah kitab undang-undang yang paten. Dia dapat berkembang sesuai dengan perubahan zaman, pintu ijtihad tidak pernah tertutup. Tujuan sebenarnya al-Qur’an adalah membangkitkan kesadaran manusia yang lebih tinggi dalam hubungannya dengan Tuhan dan alam semesta. Mengenai hal ini Al-Qur’an tidak memuatnya secara detail dan eksplisit, maka manusialah yang dituntut untuk memahami dan mengembangkannya. Disamping itu al–Qur’an memandang bahwa kehidupan adalah satu proses cipta yang kreatif dan progresif. Oleh karenanya, walaupun al–Qur’an tidak melarang untuk mempertimbangkan karya besar ulama terdahulu, namun masyarakat juga harus berani mencari rumusan baru secara kreatif dan inovatif untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang mereka hadapi. “Akibat pemahaman yang kaku terhadap pendapat ulama terdahulu, maka ketika masyarakat bergerak maju, hukum tetap berjalan di tempatnya”.33 Nilai-nilai dasar ajaran al–Qur’an harus dapat dikembangkan dan digali secara serius untuk dijadikan pedoman dalam menciptakan perubahan itu. Kuncinya adalah dengan mengadakan pendekatan rasional al–Qur’an dan mendalami semangat yang terkandung didalamnya, bukan menjadikannya sebagai buku Undang-undang yang berisi kumpulan peraturan-peraturan yang mati dan kaku. Namun demikian pada akhirnya, kendatipun Iqbal sangat menghargai perubahan dan penalaran ilmiah dalam memahami al – Qur’an, namun ia melihat ada dimensi-dimensi didalam al – Qur’an yang sudah merupakan ketentuan yang baku dan tidak dapat dirubah serta harus di konservasikan ( pertahankan), sebab ketentuan itu berlaku konstan.34 Selanjutnya mengenai hadis, Iqbal menyimpulkan bahwa dia tidak percaya pada seluruh hadist koleksi para ahli hadis.35 Iqbal setuju dengan pendapat Syah Waliyullah tentang hadis, yaitu cara Nabi dalam menyampaikan Da’wah Islamiyah adalah memperhatikan kebiasaan, cara-cara dan keganjilan yang dihadapinya ketika itu. Selain itu juga Nabi sangat memperhatikan sekali adat istiadat penduduk setempat. Dalam penyampaiannya Nabi lebih menekankan pada prinsip-prinsip dasar kehidupan sosial bagi seluruh umat manusia, tanpa terikat oleh ruang dan waktu. Jadi peraturan-peraturan tersebut khusus untuk umat yang dihadapi Nabi. Untuk generasi selanjutnya, pelaksanaannya mengacu pada prinsip kemaslahatan. Dari pandangan ini Iqbal menganggap wajar saja kalau Abu Hanifah lebih banyak mempergunakan konsep istihsan dari pada hadist yang masih meragukan kualitasnya. Ini bukan berarti hadist-hadist pada zamannya belum dikumpulkan, karena Abdul Malik dan Al-Zuhri telah membuat koleksi hadist tiga puluh tahun sebelum Abu Hanifah wafat. Sikap ini diambil Abu 142 AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015 Pembaharuan Pemikiran Islam sebagai Manifestasi Nilai Kehidupan Abdillah Hanifah karena ia memandang tujuan-tujuan universal hadist daripada koleksi belaka. Oleh karenanya, Iqbal memandang perlu umat Islam melakukan studi mendalam terhadap literatur hadist dengan berpedoman langsung kepada Nabi sendiri selaku orang yang mempunyai otoritas untuk menafsirkan wahyu-Nya. Hal ini sangat besar faedahnya dalam memahami nilai hidup dari prinsip-prinsip hukum Islam sebagaimana yang dikemukakan al–Qur’an. Pandangan Iqbal tentang pembedaan hadist hukum dan hadist bukan hukum agaknya sejalan dengan pemikiran ahli ushul yang mengatakan bahwa hadist adalah penuturan, perbuatan dan ketetapan Nabi saw.yang berkaitan dengan hukum; seperti mengenai kebiasaan-kebiasaan Nabi yang bersifat khusus untuknya, tidak wajib diikuti dan diamalkan. Mengenai Ijtihad Iqbal memiliki pandangan bahwa menurutnya Ijtihad berarti “exert with a view to form an independent judgement on legal question”, (barsungguh-sungguh dalam membentuk suatu keputusan yang bebas untuk menjawab permasalahan hukum). Kalau dipandang baik hadist maupun alQur’an mamang ada rekomendasi tentang ijtihad tersebut, disamping ijtihad pribadi, hukum Islam juga memberi rekomendasi keberlakuan ijtihad kolektif. Ijtihad inilah yang selama berabad-abad dikembangkan dan dimodifikasi oleh para ahli hukum Islam dalam mengantisipasi setiap permasalahan masyarakat yang muncul, sehingga melahirkan aneka ragam pendapat (mazdhab), Sebagaimana pandangan mayoritas ulama, Iqbal membagi kualifikasi ijtihad kedalam tiga tingkatan, yaitu: 1. Otoritas penuh dalam menentukan perundang-undangan yang secara praktis hanya terbatas pada pendiri madzhab-madzhab saja. 2. Otoritas relatif yang hanya dilakukan dalam batas-batas tertentu dari satu madzhab. 3. Otoritas Khusus yang berhubungan dengan penetapan hukum dalam kasus-kasus tertentu, dengan tidak terikat pada ketentuan-ketentuan pendiri madzdab. Namun Iqbal lebih memberi perhatian pada poin yang pertama saja. Menurut Iqbal, kemungkinan derajat ijtihad ini memang disepakati diterima oleh ulama ahl al- sunnah, tetapi dalam kenyataannya telah dipungkiri sendiri sejak berdirinya madzhab-madzhab. Ide ijtihad ini dipagar dengan persyaratan ketat yang hampir tidak mungkin dipenuhi. Sikap ini, lanjut Iqbal, adalah sangat ganjil dalam satu sistem hukum al-Qur’an yang sangat menghargai pandangan dinamis. Akibat ketatnya ketentuan ijtihad ini, akhirnya hukum Islam selama lima ratus tahun mengalami stagnasi dan tidak mampu berkembang. Ijtihad yang menjadi konsep dinamis hukum Islam hanya tinggal sebuah teori-teori mati yang tidak berfungsi dan menjadi kajian-kajian masa lalu saja. Demikian juga ijma’ hanya menjadi mimpi untuk mengumpulkan para ulama, apalagi dalam konsepnya satu saja ulama yang tidak setuju maka batallah keberlakuan ijma’ AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015 143 Abdillah Pembaharuan Pemikiran Islam sebagai Manifestasi Nilai Kehidupan tersebut, hal ini dikarenakan kondisi semakin meluasnya daerah Islam. Akhirnya kedua konsep ini hanya tinggal teori saja, konskuensinya, hukum Islam pun statis tak berkembang selama beberapa abad. Iqbal mendeteksi penyebab kemunduran Islam itu ada tiga faktor : 1. Gerakan rasionalisme yang liar, dituduh sebagai penyebab disintegarasi umat Islam dengan melempar isu keabadian al–Qur’an. Oleh karena itu, kaum konservatif hanya memilih tempat yang aman dengan bertaklid kepada imam-imam mazhab. Dan sebagai alat yang ampuh untuk membuat umat tunduk dan diam. Disamping itu, perkembangan ini melahirkan fenomena baru, yaitu lahirnya kecendrungan menghindari duniawi dan mementingkan akhirat dan menjadi apatis. Akhirnya Islam menjadi lemah tak berdaya. 2. Setelah Islam menjadi lemah penderitaan terus berlanjut pada tahun 1258 H kota pusat peradaban Islam diserang dan diporak-porandakan tentara mongol pimpinan Hulagu Khan. 3. Sejak itulah lalu timbul disintegrasi. Karena takut disintegrasi itu akan menguak lebih jauh, lalu kaum konsrvatif Islam memusatkan usaha untuk menyeragamkan pola kehidupan sosial dengan mengeluarkan bid’ahbid’ah dam menutup pintu ijtihad. Ironisnya ini semakin memperparah keadaan dalam dunia Islam.36 Bagi Iqbal untuk membuang kekakuan ini hanya dengan jalan menggalakkan kembali ijtihad-ijma’ dan merumuskannya sesuai dengan kebutuhan zaman modern saat sekarang. Namun demikian, rumusan ijtihad juga harus tetap mengacu kepada kepentingan masyarakat dan kemjuan umum. Bukan berdasarkan pemikiran-pemikiran spekulatif subjektif yang bertentangan dengan semangat dan nilai dasar hukum Islam. Oleh karenanya Iqbal memandang perlu mengalihkan kekuasaan ijtihad secara pribadi menjadi ijtihad kolektif atau ijma’. Pada zaman modern, menurut Iqbal, peralihan kekuasaan ijtihad individu yang mewakili madzhab tertentu kepada lembaga legislatif Islam adalah satu-satunya bentuk paling tepat bagi ijma’. Hanya cara inilah yang dapat menggerakkan spirit dalam sistem hukum Islam yang selama ini telah hilang dari dalam tubuh umat Islam.37 Di akhir pembahasan pemikiran Iqbal mengenai Rekonstruksi pemikiran dalam Islam, beliau mengungkapkan sebuah pertanyaan menarik namun mendasar; “Apakah Agama Mungkin?”. Pertanyaan ini pada dasarnya menggugah umat Muslim untuk menilik kembali tentang sebenarnya bagaimana membawa agama dan berkeagamaan sebagaimana dituntunkan Nabi. III. PENUTUP 144 AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015 Pembaharuan Pemikiran Islam sebagai Manifestasi Nilai Kehidupan Abdillah Berkaitan kehidupan beragama secara umum dapat dibagi menjadi tiga periode. Ini dapat digambarakan dalam periode “Kesetiaan”, “Pemikiran” dan “Penemuan”. Pada periode pertama, kehidupan keberagamaan tampak seperti bentuk disiplin yang harus diterima individu atau semua masyarakat sebagai perintah tak bersyarat tanpa daya kritis untuk memahami arti mendasar dan tujuan perintah itu. Pada periode pertama ini kehidupan beragama mencari dasarnya dalam jenis metafisika. Berbeda dengan periode kedua dan ketiga, metafisika dipindahkan oleh kehidupan keagamaan dan psikologi yang mengembangkan ambisi untuk mencapai kontak langsung dengan Realitas yang mendasar. Tujuan mendasar dari kehidupan keagamaan ialah membuat evolusi kehidupan ini bergerak bergerak dalam arah yang jauh lebih penting untuk tujuan ego daripada kesehatan moral tentang struktur sosial yang membentuk lingkungannya saat ini. Persepsi dasar dari kehidupan yang bergerak maju merupakan kesatuan ego, kemampuan melebur, persetujuan untuk pembentukan kembali dan kapasitasnya untuk kebebasan untuk menciptakan situasi baru dalam lingkungan yang diketahui dan yang tidak diketahui. Endnotes Isma’il Raji Al-Faruqi, Tauhid terjemah Rahmani Astuti (Bandung: Pustaka, 1988), hlm. 16. Al-Ittihad Al-Islamiy li Ulama al-Muslimin, Al-Misaq Al-Islamiy, terj. Bukhari Yusuf dkk., "25 Prinsip Islam Moderat" (Jakarta: Al-Markaz Al-Istisyar li Al-Syari'ah, 2008), hlm. 7. 3 Karen Amstrong, Sejarah Tuhan: Kisah Pencarian Tuhan yang Dilakukan oleh Orang-orang Yahudi, Kristen, dan Islam selama 4000 Tahun terjemah Zaimul am (Bandung: Mizan Pustaka, 2004), hlm. 199. 4 Karen Amstrong, Sejarah Tuhan..., hlm. 209-210. 5 Isma’il Raji Al-Faruqi, Tauhid ..., hlm. 1-3. 6 M. Quraish Shihab, Dia Di Mana-mana; Tangan Tuhan di Balik Setiap Fenomena (Tangerang: Lentera Hati, 2011), hlm. Xi. 7 Isma’il Raji Al-Faruqi, Tauhid ..., hlm. 16-17. 8 Osman Bakar, Tauhid dan Sains; Esai-esai tetang Sejarah dan Filsafat Sains Islam terjemah Yuliani Liputo (Bandung: Pustaka Hidayah, 1995), hlm. 11. 9 Isma’il Raji Al-Faruqi, Tauhid ..., hlm. 8-9. 10 Isma’il Raji Al-Faruqi, Tauhid ..., hlm. 12-14. Lihat juga M. Quraish Shihab, Wawasan AlQur’an; Tafsir Tematik Atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 2007), hlm. 78-83. 11 Khozin dkk., Pembaruan Islam; Konsep Pemikiran, dan Gerakan (Malang: UMM Press, 2000)., hlm. 4. 12 Prakata penulis dalam Muhammad In’am Esha, Teologi Islam; Isu-Isu Kontemporer (Malang: UIN Malang Press, 2008), hlm. V. 13 Hamdi Zaqzuq, Dirasat fi al-Falsafah al-Haditsah (Cairo: Dar al-Fikr al-Arabi, Cet. 3, 1993), hlm. 16-18. 14 Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), hlm. 93. 15 Muhammad In’am Esha, Teologi Isla ..., hlm. vi. 16 Khozin dkk., Pembaruan Islam ..., hlm. 15-16. 17 Pengantar penerjemah dalam Muhammad Abduh, Risalah Tauhid terjemah Firdaus A.N. (Jakarta: Bulan Bintang, 1963), hlm. vii. 1 2 AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015 145 Abdillah Pembaharuan Pemikiran Islam sebagai Manifestasi Nilai Kehidupan 18 Muhammad Abduh, Risalah Tauhid ..., hlm. xiii. Lihat juga Khozin dkk., Pembaruan Islam..., hlm. 101. 19 Muhammad Abduh, Risalah Tauhid ..., hlm. x. 20 Muhammad Abduh, Risalah Tauhid ..., hlm. 127-131. 21 Muhammad Abduh, Risalah Tauhid ..., hlm. 134. 22 Muhammad Abduh, Risalah Tauhid ..., hlm. 134-135. 23 Khozin dkk., Pembaruan Islam..., hlm. 102. 24 Khozin dkk., Pembaruan Islam..., hlm. 104. 25 Muhammad Iqbal, Rekonstruksi Pemikiran Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), hlm. 1 26 Ali. H. M., Alam Pemikiran Islam di India dan Paskistan (Bandung: Mizan, 1993), hlm. 173. 27 Muhammad Iqbal, Rekonstruksi Pemikiran Agama dalam Islam terjemah Didik Komaidi (Yogyakarta: Lazuardi, 2002), hlm. 1. 28 Muhammad Iqbal, Rekonstruksi Pemikiran Agama dalam Islam ..., hlm. 3. 29 Muhammad Iqbal, Rekonstruksi Pemikiran Agama dalam Islam ..., hlm. 11. 30 Muhammad Iqbal, Rekonstruksi Pemikiran Agama dalam Islam ..., hlm. 22-23. 31 Muhammad Iqbal, Rekonstruksi Pemikiran Agama dalam Islam ..., hlm. 91-94. 32 Muhammad Iqbal, Rekonstruksi Pemikiran Islam ..., hlm. 67. 33 Muhammad Iqbal, Rekonstruksi Pemikiran Islam ..., hlm. 68-69. 34 Muhammad Iqbal, Rekonstruksi Pemikiran Islam ..., hlm. 69-73. 35 Muhammad Iqbal, Rekonstruksi Pemikiran Islam ..., hlm. 74. 36 Muhammad Iqbal, Rekonstruksi Pemikiran Islam ..., hlm. 76-84. Lihat juga Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, (Jakarta: Bulan bintang, 1987), hlm. 191. 37 Muhammad Iqbal, Rekonstruksi Pemikiran Islam ..., hlm. 84-92. Daftar Pustaka Abduh, Muhammad. Risalah Tauhid terjemah Firdaus A.N. Jakarta: Bulan Bintang. 1963. Al-Faruqi, Isma’il Raji. Tauhid terjemah Rahmani Astuti. Bandung: Pustaka. 1988. Ali. H. M. Alam Pemikiran Islam di India dan Paskistan. Bandung: Mizan. 1993. Al-Ittihad Al-Islamiy li Ulama al-Muslimin, Al-Misaq Al-Islamiy, terj. Bukhari Yusuf dkk., "25 Prinsip Islam Moderat". Jakarta: Al-Markaz Al-Istisyar li Al-Syari'ah. 2008. Amstrong, Karen. Sejarah Tuhan: Kisah Pencarian Tuhan yang Dilakukan oleh Orang-orang Yahudi, Kristen, dan Islam selama 4000 Tahun terjemah Zaimul am. Bandung: Mizan Pustaka 2004. Bakar, Osman. Tauhid dan Sains; Esai-esai tetang Sejarah dan Filsafat Sains Islam terjemah Yuliani Liputo. Bandung: Pustaka Hidayah. 1995. Esha, Muhammad In’am. Teologi Islam; Isu-Isu Kontemporer. Malang: UIN Malang Press. 2008. 146 AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015 Pembaharuan Pemikiran Islam sebagai Manifestasi Nilai Kehidupan Abdillah Iqbal, Muhammad. Rekonstruksi Pemikiran Agama dalam Islam terjemah Didik Komaidi. Yogyakarta: Lazuardi. 2002. ______________. Rekonstruksi Pemikiran Islam. Jakarta: Kalam Mulia. 1994. Khozin dkk. Pembaruan Islam; Konsep Pemikiran, dan Gerakan. Malang: UMM Press. 2000. Nasution, Harun. Pembaharuan Dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang. 1991. Shihab, M. Quraish. Dia Di Mana-mana; Tangan Tuhan di Balik Setiap Fenomena. Tangerang: Lentera Hati. 2011. ________________ . Wawasan Al-Qur’an; Tafsir Tematik Atas Pelbagai Persoalan Umat. Bandung: Mizan. 2007. Zaqzuq, Hamdi. Dirasat fi al-Falsafah al-Haditsah. Cairo: Dar al-Fikr alArabi. Cet. 3. 1993. AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015 147