BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perubahan tatanan politik internasional yang terjadi sejak berakhirnya Perang Dingin telah menghadirkan suatu kompetisi antar bangsa yang cenderung mengarah pada perebutan pengaruh internasional, regional maupun nasional. Perkembangan tersebut antara lain menyebabkan terjadinya perubahan pada situasi keamanan dunia dengan munculnya isu-isu keamanan baru.1 Isu keamanan tradisional cukup menonjol pada masa lalu yang berhubungan dengan geopolitik dan geostrategi khususnya pengaruh kekuatan Blok Barat dan Blok Timur mengalami pergeseran dengan munculnya isu keamanan yang semakin kompleks seperti aktivitas terorisme, perompakan/kejahatan maritim, penyeludupan senjata, penyelundupan narkotika, human trafficking, kejahatan lintas negara dan lain sebagainya.2 Isu-isu yang berhubungan dengan keamanan suatu negara (national security) merupakan aspek yang saling berkaitan dengan isu politik dan ekonomi internasional dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Karena itu pada lingkup global, kawasan maupun lingkup dalam negeri sejak berakhirnya Perang Dingin pada tahun 1990an secara nyata tidak menjamin terwujudnya stabilitas keamanan dunia. Masyarakat internasional masih tetap diwarnai oleh isu-isu keamanan tradisional seperti sengketa perbatasan, perlombaan persenjataan atau proliferasi senjata nuklir dan senjata pembunuh masal lainnya. Kompleksitas permasalahan keamanan internasional saat ini semakin bertambah dengan adanya praktek hegemoni yang dikembangkan melalui penguatan aliansi, 1 Ada kecenderungan yang salah di Indonesia dalam penggunaan istilah atau pengertian „keamanan‟ negara secara sempit, yaitu menyangkut masalah keamanan dalam negeri atau bahkan lebih sempit. Pengertian keamanan dibedakan secara tegas dari pengertian pertahanan yang dipakai dalam keterkaitannya dengan militer yang datang dari luar negeri. Seakan akan satu sama lain tidak memiliki hubungan, padahal keamanan-pertahanan adalah dua pengertian yang tidak dapat dipisahkan karena pertahanan merupakan bagian keamanan. Sistem pertahanan keamanan nasional adalah sistem yang mewujudkan situasi dan kondisi kemampuan bangsa dalam melindungi kehidupan nasionalnya.Yang didsasarkan pada sistem nilai nasionalnya sendiri terhadap setiap ancaman dan tantangan baik dari dalam dan luar negeri. http://www.academia.edu. Diakses pada 5 April 2014. 2 Buku Putih Mempertahankan Tanah Air Memasuki Abad 21. Departemen Pertahanan Republik Indonesia,2003. hlm.26-34. 1 kemampuan militer, keunggulan teknologi, termasuk keunggulan di bidang ekonomi. Perlu disadari bahwa dalam sepuluh tahun terakhir pencapaian atas keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) menjadi jembatan dalam hubungan antar negara yang dibangun atas dasar saling percaya dan menghormati sehingga harapan untuk meredam berbagai potensi konflik (perang) dapat terwujud, namun lebarnya jurang kemampuan negara maju dan berkembang terutama di bidang ekonomi, militer dan teknologi (nuklir) terkadang juga menjadi penghalang utama dalam menjalin hubungan antar bangsa. Kondisi yang demikian seakan menimbulkan sutu dilemma yang mengarah pada perlombaan untuk merebut pengaruh melaui praktik-praktik hegemoni di berbagai bidang. Pasca tragedi World Trade Center (WTC) 11 September 2001 dan serangkaian aksi terorisme intrnasional lainnya telah menjadi ancaman nyata bagi dunia. Berbagai upaya telah dilakukan negara-negara di dunia untuk memerangi terorisme, namun tampaknya belum sepenuhnya berhasil meredam kelompok terorisme maupun menghentikan aksinya. Bahkan setahun setelah peristiwa WTC, aksi terorisme kembali terjadi seperti yang dialami dalam bom Bali tahun 2002. Krisis Timur Tengah seperti di Irak, Palestina, Nuklir Iran, Suriah yang belum sepenuhnya dapat teratasi dan cenderung melebar pada perebutan kekuasaan internal antar kelompok-kelompok radikal yang melibatkan diri dalam perang saudara mendominasi isu keamanan Timur Tengah dalam beberapa tahun terakhir (2004-2014). Terbunuhnya Osama bin Laden di Afganistan dan munculnya basis Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS) pada awal 2014 dibawah Abu Bakar al-Baghdadi semakin jelas memperlihatkan bahwa ancaman teroris internasional masih akan terus membayangi dunia.3 Pada lingkup kawasan Asia Tenggara dan Pasifik kecendrungan iklim global merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi dinamika keamanan kawasan regional dengan munculnya isu yang mengarah pada terjadinya pergeseran keamanan regional, antara lain ditandai munculnya konflik kepentingan yang menyangkut klaim teritorial, jalur komunikasi laut dan jalur 3 http://id.wikipedia.org/wiki/Negara_Islam_Irak_dan_Syam. Diakses pada 25 Juni 2014. 2 perdagangan melalui laut. Isu-isu keamanan non-tradisional yang juga menjadi isu utama kawasan regional tidak lebih dari interaksi negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Cina, Jepang, Rusia dan Uni Eropa. Melihat perkembangan dalam negeri (nasional) sejak era Orde baru, beberapa aspek yang berpotensi mengganggu stabilitas keamanan nasional antara lain dampak heterogenitas suku bangsa Indonesia, situasi ekonomi yang menyebabkan beban hidup semakin berat, serta faktor politik dan sosial. Akumulasi faktor eksternal dan internal tersebut kemudian muncul dalam berbagai bentuk ancaman dan gangguan terhadap keamanan nasional, dan pada skala yang luas kondisi tersebut dimungkinkan dapat mengganggu stabilitas kawasan. Hal ini dapat dipahami menginggat posisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di antara benua Asia dan Australia serta Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, menyebabkan kondisi nasional sangat dipengaruhi oleh perkembangan konteks strategis. Posisi seperti ini berimplikasi pada terjalinya kepentingan negara-negara lain dengan kepentingan nasional Indonesia. Mencermati berbagai kemungkinan serta potensi ancaman yang sangat mungkin dihadapi bangsa Indonesia saat ini dan ke depan secara garis besar dapat dikelompokan kedalam bentuk ancaman keamanan tradisional (perang) dan ancaman keamanan non-tradisional (selain perang). Menurut Buku Putih Pertahanan Indonesia tahun 2008, ancaman kemanan tradisional berupa invansi atau agresi militer dari negara lain terhadap Indonesia diperkirakan kecil kemungkinannya karena peran Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan reaksi dunia internasional diyakini mampu mencegah atau sekurang-kurangnya membatasi penggunaan kekuatan bersenjata oleh suatu negara untuk memaksakan kehendaknya terhadap negara lain. Ancaman dari luar lebih besar kemungkinan bersumber dari kejahatan lintas negara yang dilakukan oleh aktor non-negara (non-state actor) dengan memanfaatkan kondisi dalam negeri yang tidak kondusif. Indonesia sebagai sebuah negara secara langsung maupun tidak ikut terbawa arus politik internasional dan pemerintah sebagai penyelenggara negara diharuskan mencari rumusan ideal dalam menata konsep sistem pertahanan negara 3 yang relevan terhadap iklim saat ini dan situasi yang akan datang. Hal tersebut dapat dipahami bahwa konsepsi penataan pertahanan negara yang pada akhirnya perlu disesuaikan dengan memperhatikan pergeseran politik internasional terutama dalam antisipasi datangnya potensi ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan (ATHG). Menjadi sedemikian penting isu keamanan di era globalisasi ini tidak jarang negara berkembang seperti Indonesia dihadapkan pada realita yang menunjukan ketertarikan untuk membangun pertahanan negara yang ideal. Sejarah bangsa Indonesia sejak era Reformasi Nasional tahun 1998 yang pada awalnya bertujuan untuk mewujudkan suatu tataran masyarakat yang demokratis melalui penataan sistem pemerintahan, sistem politik-hukum, sosialekonomi, maupun pertahanan-keamanan dalam sepuluh tahun terakhir telah menunjukan hasil positif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara meskipun dalam beberapa aspek juga belum sepenuhnya menghilangkan pengaruh negatif, seperti banyaknya kasus korupsi yang belum terselesaikan, kesenjangan ekonomi, pemerataan pembangunan, kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya. Terlepas dari agenda reformasi birokrasi dan sosial ekonomi, upaya pemerintah Indonesia sejak era Transisi-Demokrasi dalam melakukan reformasi bidang pertahanan dilaksanakan secara bertahap dan berlanjut mencakup penataan struktur, kultur dan tata nilai sebagai satu kesatuan perubahan yang utuh dan menyeluruh.4 Sejak bangsa Indonesia merdeka tahun 1945 pembangunan pertahanan negara seakan menjadi kebutuhan yang terus diupayakan sebagai bagian dari kepentingan nasional dalam rangka mewujudkan ketahanan nasional tanpa mengesampingkan bidang lainya. Pembangunan pertahanan negara yang di rintis sejak masa pemerintahan Soekarno yang kemudian dilanjutkan pada era Soeharto sampai tahun 1997/1998 sebelum akhirnya digantikan oleh pemerintahan Gus Dur/Megawati, mengalami pasang surut seiring membaiknya perekonomian nasional dan kondisi politik dalam negeri ketika itu. Berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah diimplementasikan melalui rencana/agenda pembangunan 4 Penataan struktur tersebut mencakup penataan organisasi pertahanan yang menyentuh dimensi substansial, meliputi perubahan struktur organisasi, tataran kewenangan, fungsi maupun tugas lembaga negara dan Tentara Nasional Indonesia. Buku-Putih-Pertahanan-Indonesia-2008. http://www.scribd.com/doc/14548701/. Diakses pada 2 Mei 2014. 4 pertahanan dan keamanan secara berkelanjutan untuk melengkapi sistem persenjataan serta penguatan personel/prajurit dalam rangka menghadapi ancaman asing (agresi). Bukti nyata kesungguhan Indonesia membangun angkatan perang sehingga mampu bersaing dan disegani oleh negara lain adalah ketika era Soekarno tahun 1960an dengan didukung oleh sistem persenjataan modern, antaralain memiliki kapal perang kelas Sverdlov, dengan 12 meriam kaliber 6 inchi (KRI Irian), dengan bobot 16.640 ton dengan awak 1270 orang. Untuk angkatan udara Indonesia didukung lebih dari 20 pesawat MiG-21, 30 pesawat MiG-15, dan 26 pembom jarak jauh Tu-16 Tupolev.5 Sejalan dengan perubahan tatanan politik Indonesia dibawah pemerintahan Soeharto pembangunan pertahanan Indonesia seakan jalan ditempat tanpa ada peningkatan yang memadai terutama dari sisi materiil alat utama sistem senjata (Alutsista). Bahkan sampai dengan tahun 2000 Alutsista angkatan perang Indonesia masih menggunakan persenjataan peninggalan tahun 1950an, era kemerdekaan dengan rata-rata kesiapan dibawah 50-55 persen. Kondisi tersebut adalah realita yang dihadapi militer Indonesia dalam sebagai alat pertahanan negara yang diharapkan mampu menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Membaiknya sistem politik pasca Reformasi seakan memberi harapan baru bagi penyelenggaraan pemerintahan Indonesia dibawah Abdurrahman Wahid sebagai presiden menggantikan BJ.Habibie pada tahun 2001. Kebijakan Gus Dur 5 Kebijakan pembangunan pertahanan Presiden Soekarno membawa pengaruh besar pada kekuatan militer Indonesia dan menjadi salah satu yang terbesar dan terkuat di Asia pasifik. Sejarah mencatat bahwa pemberian bantuan bidang pertahanan ketika itu mencapi angka US$.2.5 milyar dan menjadikan kekuatan militer Indonesia mencapai masa keemasan. Kedekatan Indonesia – Uni Soviet membawa pengaruh terhadap kekuatan militer pada tahu 1960an. Kekuatan armada laut dan udara Indonesia menjadi salah satu yang terdepam dunia dengan nilai bantuan US$ 2.5 milyar. Kekuatan utama Indonesia ketika itu dilengkapi kapal perang terbesar dan tercepat buatan Soviet dari kelas Sverdlov, dengan 12 meriam kaliber 6 inchi (KRI Irian), dengan bobot 16.640 ton dengan awak 1270 orang. Untuk angkatan udara Indonesia juga menjadi yang termaju dengan didukung lebih dari 100 pesawat tercanggih saat itu. 20 pesawat pemburu supersonic MiG-21 Fishbed; 30 pesawat MiG-15; 49 pesawat tempur high-subsonic MiG-17; dan 10 pesawat supersonic MiG-19. Indonesia juga memiliki armada 26 pembom jarak jauh strategis Tu-16 Tupolev (Badger A dan B). Ini membuat Indonesia menjadi salahsatu dari hanya 4 bangsa di dunia yang mempunyai pembom strategis, yaitu Amerika, Rusia, dan Inggris. 12 kapal selam kelas Whiskey, puluhan kapal tempur kelas Corvette, 9 helikopter terbesar di dunia MI-6, 41 helikopter MI-4, berbagai pesawat pengangkut termasuk pesawat pengangkut berat Antonov An-12B. Total, Indonesia mempunyai 104 unit kapal tempur. http://hankam.kompasiana.com/2010/09/23/militer-raksasa-1960-membuat-takut-dunia-kepada-indonesia266389. html. dan .http://www.huteri.com/130/kekuatan-militer-indonesia-era-soekarno-1960. Diakses Pada 13 April 2014. 5 dalam reformasi pertahanan negara adalah restrukturisasi tugas-fungsi militer dengan dihapuskannya Dwi Fungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) merupakan langkah positif untuk menempatkan ABRI/Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada posisi semula dan hanya menjadi alat pertahanan negara tanpa berpolitik dan militer niaga.6 Pemerintah selanjutnya memberi perhatian penuh untuk melakukan pembenahan terutama dalam alokasi anggaran belanja pertahanan, yang mencapai angka IDR 21.42 triliun pada tahun 2003/2004.7 Apa yang ingin dicapai oleh pemerintah melalui penataan organisasi pertahanan negara dimaksudkan agar lebih efektif sesuai dengan perkembangan konteks strategis serta kehendak masyarakat Indonesia. Perubahan pada aspek kultur dan tata nilai diarahkan pada sikap dan perilaku personel militer dalam memposisikan diri sesuai peran dan tugasnya sebagai alat pertahanan negara yang professional. Komitmen TNI untuk melaksanakan reformasi adalah tekad dan kemauan politik TNI yang ditujukan antaralin untuk mewujudkan tentara profesioanl dalam memerankan diri sebagai alat negara di bidang pertahanan negara serta menjauhkan diri dari keterlibatannya dalam politik praktis, berada di bawah kekuasaan pemerintah yang dipilih oleh rakyat berdasarkan cara-cara demokratis dan konstitusional, TNI yang terdidik dan terlatih baik, TNI yang terlengkapi secara memadai, serta prajurit TNI yang dicukupi kesejahteraan dan pendapatan yang layak.8 6 Rahakundini Bakrie, Connie (2007). Pertahanan Negara dan Postur TNI ideal. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. hlm. 84 7 http://beritasore.com/2014/06/23/anggaran-pertahanan-indonesia-meningkat-400-persen. Diakses Pada 13 April 2014. 8 Silmy Karim yang merupakan juru bicara Tim Pengendali Aktivitas Bisnis TNI Kementerian Pertahanan mengatakan bahwa: “Banyak kemajuan dari proses pengambilalihan bisnis TNI. Koperasi tidak lagi menjadi bagian dalam struktur organisasi TNI.Hal itu telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden No 10 tahun 2010 tentang Susunan Organisasi TNI. Koperasi sudah berada di luar struktur TNI, dengan demikian, semua prajurit yang sebelumnya berada dalam struktur kepengurusan koperasi dan yayasan di lingkungan TNI akan dikembalikan ke kesatuan asalnya” Pengambilalihan bisnis TNI oleh kementrian Pertahanan menyatakan telah resmi sejak 11 Oktober 2009 seiring dengan diterbitkannya Peraturan Presiden No 43 Tahun 2009 tentang Pengambilalihan Aktivitas Bisnis TNI. Untuk Menindaklajuti keluarnya Perpres tersebut, dikeluarkan Peraturan Menteri Pertahanan No 22 Tahun 2009 tentang Pelaksanaan Pengambilalihan Aktivitas Bisnis TNI pada tanggal 20 Oktober 2009. Kemudian dikeluarnya Peraturan Panglima TNI akhir Desember 2009 serta Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) No 23/PMK.06/2010 tertanggal 28 Januari 2010 tentang Penataan Barang Milik Negara di lingkungan TNI. Dari hasil inventarisasi Tim Nasional Pengalihan Aktivitas Bisnis TNI (Timnas PAB TNI) tercatat sebanyak 1.321 koperasi dan 23 yayasan di lingkungan TNI dengan total pemanfaatan BMN sebanyak 1.618 pemanfaatan tanah, 3.470 bidang tanah bangunan dan 6.699 pemanfaatan gedung bangunan telah diambil alih.Total nilai aset tersebut sebesar Rp 3,2 triliun dengan nilai 6 Mengakhiri tahun 2004 dengan pergantian tongkat kepemimpinan nasional dari Megawati kepada Susilo Bambang Yudhoyno (SBY) dapat dilihat sebagai “era kebangkitan militer Indonesia”. Hal tersebut tentu sangat beralasan menginggat Yudhoyono merupakan presiden berlatarbelakang militer, sehingga sedikit banyak memiliki pemahaman bahwa sudah saatnya Indonesia membangun kekuatan militer yang mempu mengimbangi kekuatan negara-negara besar Asia. Pemerintah Indonesia dibawah Susilo Bambang Yudhoyono terus berupaya untuk melakukan perbaikan dan pembangunan bidang pertahanan akan tetapi jika kemudian dihadapkan dengan situasi kawasan atau bahkan kondisi lingkungan internasional, upaya-upaya tersebut masih belum cukup mampu membendung potensi ancaman yang datang dari luar. Untuk persoalan atau masalah terbesar yang masih dihadapi TNI sebagai kekuatan utama kemampuan pertahanan adalah kondisi peralatan pertahanan terutama Alutsista yang masih terbatas. Secara keseluruhan Alutsista TNI sampai pada tahun 2004/2005 jika di hitung dari jumlah maupun kesiapan rata-rata sudah tidak sesuai dengan Tabel Organisasi dan Perlengkapan (TOP) yang diharapkan. Alat utama sistem senjata TNI Angkatan Darat (TNI-AD) masih jauh dari kondisi ketercukupan, dengan kondisi siap hanya sekitar 60 persen dan pesawat terbang dengan kondisi siap hanya sekitar 50 persen. Kebutuhan alat komunikasi yang merupakan pendukung utama kemampuan pertahanan TNI-AD juga belum dapat terpenuhi dan masih mempergunakan teknologi yang rawan penyadapan. Kesiapan TNI Angkatan Laut (TNI-AL) selain jumlah kapal perang yang masih kurang, kondisi Kapal Republik Indonesia (KRI) untuk kelas pemukul yang mencakup kapal selam, kapal cepat roket, kapal perusak kawal rudal, serta bebearap jenis kapal perang lainnya rata-rata berusia telah melebihi 22 tahun serta hanya kapal cepat terpedo dan kapal buru ranjau yang berusia relatif muda yaitu 16 tahun.9 Jumlah dan kondisi alutsista darat dan udara TNI Angkatan Laut (TNIAL) juga relatif tidak berbeda dengan kekuatan laut. Saat ini, Marinir masih mempergunakan kendaraan tempur produksi tahun 1960an yang secara tehnis kewajiban sebesar Rp 1 triliun. http://www.lipi.go.id/www.cgi?berita&1285729025&&2010&&ina. Diakses pada 29 Mei 2014. 9 bphn.go.id/data/documents/pkj-2011-18.pdf. Diakses pada 23 Maret 2014. 7 telah sangat menurun efek penggetar dan pemukulnya. Kondisi Alutsista TNI Angkatan Udara (TNI-AU) lebih memprihatinkan dengan kondisi kesiapan yang relatif rendah, 11 pesawat dari 23 pesawat angkut udara yang dimiliki TNI-AU dalam keadaan siap tempur, atau hanya 28 persen pesawat dalam keadaan siap operasi.10 Selain itu ruang udara Indonesia yang belum dapat terpantau oleh radar (blank spot) juga masih luas. Sebagian ruang udara di kawasan Indonesia bagian barat dan sebagian besar di kawasan Indonesia bagian timur sering menjadi perlintasan penerbangan gelap karena ruang udara tersebut tidak dapat terpantau oleh radar meskipun telah dibantu oleh radar sipil.11 Dalam program kerja pemerintahan Presiden Yudhoyono telah merilis suatu arah dan sasaran pembangunan kekuatan pertahanan negara, yaitu bukan untuk memperbesar kekuatan melainkan untuk mengisi kesenjangan (filling the gap).12 Dihadapkan pada kemampuan anggaran negara, serta perkiraan kemungkinan ancaman berupa invasi asing relatif kecil, maka pembangunan kekuatan pertahanan megara diarahkan pada upaya pencapaian Kekuatan Pokok Minimum atau (Minimum Essential Force/MEF). Minimum Essential Force merupakan kekuatan dan kemampuan TNI yang diperlukan untuk mengatasi ancaman keamanan yang bersifat mendesak.13 Dalam mewujudkan suatu tahapan pembangunan kekuatan pertahanan negara yang memadai tersebut, salah satu faktor yang menjadi perhatian pemerintahan Presiden Yudhoyono adalah daya dukung anggaran. Pemerintah menyadari masih memiliki kenadala dan kekurangan dalam membangun pertahanan akan tetapi pemenuhan kebutuhan tersebut mutlak dilakukan untuk memperkuat posisi Indonesia di mata internasional. Berkaca pada kekuatan militer negara-negara di kawasan Asia Tenggara saat ini, posisi Indonesia masih belum memungkinkan untuk menjadi yang terdepan karena selain dipengaruhi faktor internal yang menghambat pembangunan militer juga faktor luar yang cenderung melakukan modernisasi persenjataan secara 10 www.old.bappenas.go.id/get-file-server/node/149/. Diakses Pada 23 Maret 2014. www.old.bappenas.go.id/get-file-server/node/149/. Diakses Pada 23 Maret 2014. 12 www.bpkp.go.id/uu/filedownload/5/83/1697.bpkp. Diakses Pada 23 Maret 2014. 13 www.bappenas.go.id. Diakses Pada 23 Maret 2014. 11 8 bersamaan. Singapura, Malaysia, dan Thailand misalnya dalam sepuluh tahun terakhir memberi perhatian penuh guna membangun militernya, bahkan Thailand saat ini sudah memiliki kapal pengangkut pesawat (kapal induk). Bagaimana dengan anggaran militer negara-negara tersebut? Akan semakin memperlihatkan posisi Indonesia di kawasan, sehingga dengan menelaah lebih jauh mengeai masalah anggaran pertahanan akan diperoleh gambaran riil sejauh mana kesiapan militer masing-masing negara jika timbul konflik kawasan. Melihat Singapura misalnya menjadi negara pertama dengan alokasi anggaran militer US$ 10 miliar, adalah angka yang besar jika ditarik dari luas wilayahnya. Sedangkan Indonesia baru mampu menyediakan US$ 3.5 miliar untuk pembangunan pertahanan pada tahun 2008. Jika dihitung dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang kurang dari 1 persen sedangkan negara-negara di kawasan Asia Tenggara pada umumnya memiliki rasio lebih tinggi bahkan berkisar 4-5 persen akan sangat sulit untuk membangun kekuatan pertahanan yang memadai. Bahkan untuk membangun kekuatan minimum sekalipun sulit dapat diwujudkan, hal ini yang kemudian menjadi pekerjaan rumah Presiden Yudhoyono. 2. Rumusan Masalah Setelah mencermati dan menelaah berbagai persoalan dalam membangun pertahanan Indonesia dengan melihat perubahan konstelasi politik internasional maka rumusan masalah yang kemudian muncul adalah: (1). Bagaimana respon (kebijakan pertahanan) pemerintahan SBY terhadap perkembangan kekuatan militer kawasan? (2). Apakah kebijakan pemerintahan SBY tersebut mampu meningkatkan kekuatan militer Indonesia, sehingga memiliki daya tangkal yang memadai terhadap potensi ancaman militer yang ada di kawasan? 3. Tujuan Penelitian Maksud dari penulisan ini adalah untuk mengetahui lebih jauh tentang kondisi pertahanan Indonesia jika di hadapkan pada lingkup Asia Tenggara dan bagaimana sebenarnya respon pemerintahan Presiden Yudhoyono dalam 9 kaitannya dengan upaya membangun militer Indonesia. Selain itu juga untuk mengetahui secara terperinci mengenai hambatan dan tantangan mewujudkan kekuatan Minimum Essential Force. 4. Landasan Pemikiran Hakikat dari kepentingan nasional adalah tetap tegaknya NKRI berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD1945) serta terjamin kelancaran dan keamanan pembangunan nasional yang berkelanjutan guna mewujudkan ketahanan nasional Indonesia. Ketahanan nasional diwujudkan dengan memperhatikan tiga kaidah pokok yaitu: (1). Melalui tata kehidupan bermasyarakat, bangsa dan negara, melindungi segenap bangsa dan tumpah darah, memajukan kesejahteraan umum, serta mencerdaskan kehidupan bangsa dan turut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan social; (2). Strategi dalam pencapaian tujuan nasional adalah melalui pembangunan yang berkelanjutan, berwawasan lingkungan dan berketahanan nasional berdasarkan Wawasan Nusantara; dan (3). Menempatkan seluruh potensi dan kekuatan nasional secara menyeluruh dan terpadu untuk mencapai tujuan nasional. Untuk menjamin ketahanan nasional mempersyaratkan tumbuhnya keuletan dan ketangguhan di seluruh aspek kehidupan dapat memanfaatkan setiap peluang dan mampu mengatasi setiap ancaman yang membahayakan persatuan kesatuan, serta menempatkan kepentingan nasional di atas pribadi atau golongan. Atau dengan katalain pertahanan negara merupakan upaya nasional terpadu yang diselenggarakan melalui perencanaan yang melibatkan seluruh potensi dan kekuatan nasional untuk mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negara, integritas nasional yang mencakup keutuhan bangsa dan wilayah, terpeliharanya keamanan nasional dan tercapainya tujuan nasional, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam pertahanan dan keamanan negara” dan“usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem 10 pertahanan dan kemanan rakyat semesta oleh TNI dan Polri sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung”.14 UUD 1945 Pasal 30 mengisyaratkan bahwa dalam penyelenggaraan pertahanan dan keamanan negara, bangsa Indonesia bertumpu pada perlawanan rakyat yang disusun dalam Sistem pertahanan negara (Semesta) atau yang dulu dikenal dengan istilah Sistem pertahanan dan keamanan rakyat semseta (Sishankamrata). Sishankamrata pada hakikatnya merupakan perwujudan total defence atas segenap potensi dan sumber daya nasional untuk mengdapai segala bentuk ancaman terhadap Indonesia. Secara anatomis, konsepsi atau perwujudan dari pertahanan semesta digambarkan sebagai berikut.15 POTENSI ATHG Ancaman – Tantangan Hambatan - & Gangguan KEPENTINGAN NASIONAL KEKUATAN PERTAHANAN NASIONAL DOKTRIN PERTAHANAN SUMBER DAYA ALAM 14 15 SUMBER DAYA MANUSIA TEKNOLOGI Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 30. http://www.tandef.net/peran-strategis-pembangunan-industri-pertahanan. Diakses Pada 24 Maret 2014. 11 Pada skema diatas dapat dilihat bahwa untuk mewujudkan ketahanan nasional dalam penyelenggaraan peratahanan negara, dibutuhkan totalitas dukungan segala sumber daya nasional yang termasuk didalamnya adalah kemampuan negara di bidang teknologi (industri), sarana dan prasarana, maupun sumber daya manusia untuk mendukung angkatan bersenjatanya (TNI) sebagai Komponen utama pertahanan. Karena itu perang masa depan sangat tergantung dari kemampuan negara mewujudkan kesemestaan dalam mendukung pertahanan negara pada seluruh lingkupnya. Inilah hakikat pertahanan Semesta yang membedakan dari perwujudan Sishankamrata pada tahun 1945 ketika kesemestaan masih dipusatkan pada aspek rakyat sebagai man power. Berangkat dari esensi kepentingan nasional indonesia serta dihadapkan dengan perkembangan lingkungan strategis kawasan Asia Tenggara dimana kompleksitas kepentingan antar negara-negara kawasan sangat variatif (regional security comlex) tidaklah mudah mendefinisikan landasan yang dapat dianggap sebagai bagian dari keamanan nasional (national security). Barry Buzan mencoba menawarkan tiga landasan keamanan nasional, yaitu: (1). Landasan ideasional; (2). Landasan institutional; dan (3). Landasan fisik.16 Apa yang oleh Barry Buzan dianggap sebagai landasan fisik meliputi pendudukdan wilayah serta segenap sumber daya yang terletak di dalam lingkup otoritas teritorialnya, kemudian yang termasuk landasan institusional meliputi semua mekanisme kenegaraan, termasuk lembaga legislatif dari eksekutif maupun ketentuan hukum, prosedur dan norma-norma kenegaraan, serta landasan ideasional dapat mencakup berbagai hal termasuk gagasan tentang “wawasan kebangsaan”. Presepsi tersebut juga dimiliki oleh bangsa Indonesia seperti yang disebutkan diatas sehingga dalam konteks seperti itu keamanan nasional akan diidentifiskasi sebagai national security dengan asumsi bahwa negara tidak lagi menghadapi gugatan atas legitimasinya maka suatu negara perlu memiliki sedikitdikitnya tiga komponen, yaitu: (1). Kedaulatan wilayah; (2). Lembaga-lembaga 16 Barry Buzan, People, States and Fear: An Agenda For International Security Studies in The Post-Cold War Area. ECPR Press Classics. 1991. hlm. 18-20 12 negara (termasuk pemerintahan) yang dapat berfungsi sebagaimana mestinya; dan (3). Terjaminnya keselamatan, ketertiban serta kesejahteraan masyarakat. 17 Dalam penelitian ini penulis melakukan pendekatan atau menggunakan konsep security dilemma buah pikir Barry Buzan dan Eric Herring dalam buku yang berjudul The Arms Dynamic in World Politics. Konsep security dilemma merupakan sebuah analisa negara dan penafsiran mengenai situasi suatu negara yang berada dalam sebuah siklus ketakutan bersama. Dalam proses ini masingmasing pihak (negara) memiliki persamaan dan merasa terancam, kesiagaan defensif salah satu pihak dianggap bukti motif ofensif oleh pihak lain, yang selanjutnya mempersenjatai diri sebagai tanggapannya. Atau dengan katalain negara yang merasa terancam ketika negara lain melakukan peningkatan kekuatan karena situasi yang tercipta adalah rasa tidak aman akan memunculkan aksi reaksi antar negara. Barry Buzan dan Eric Herring dalam tulisannya The Arms Dynamic in World Politics, menjelaskan mengenai aksi reaksi yang menyatakan bahwa: “the basic proposition of the action-reaction model is that states strengthen their armaments because of the threats the states perceive from other state. States will arm themselves either to seek security against the threats posed by others or increase their power to achieve political objectives through use of force, implicit or explicit threats, or symbolism. Balances (including balances in political status as well as balances of military power) will emerge at higher or lower levels of armament, depending on how willing states are to drive up the price of achieving their objectives”.18 Penjelasan diatas memberikan pemahaman bahwa proposisi dasar dari model aksi-reaksi adalah suatu negara memperkuat persenjataannya karena adanya ancaman keamanan (security threat) yang datang dari negara lain. Kerangka pemikiran ini memberikan keleluasaan dalam melihat penggunaan kekuatan militer untuk mencapai tujuan politik dengan menggunakan kekerasan, ancaman implisit-eksplisit, atau simbolisme, yang disertai adanya campuran motif kekuasaan dan keamanan dalam perilaku negara. Barry Buzan dalam teorinya mengatakan bahwa: 17 Ibid. hlm. 18-20 Barry Buzan and Eric Herring, The Arms Dynamic in World Politics (Colorado, London: Lynne Reinner Publishers, 1998). hlm. 83. 18 13 “kawasan merupakan sebuah sub sistem dalam hubungan keamanan yang signifikan dan terpisah, yang berada antara kelompok negara yang terikat dalam kedekatan geografis satu dengan yang lainnya. Relasi antar negara didalam suatu kawasan dapat dilihat melaui dua hal yaitu amity dan enmity.19 Apa yang dimaksud persahabatan (amity) merupakan hubungan yang mengatur dari pertemanan antar negara menjadi sebuah hubungan yang lebih baik dan dekat dan diharapkan menuju pada perlindungan dan dukungan dalam hal keamanan sedangkan enmity adalah hubungan yang dibentuk negara-negara didalam kawasan yang dilatarbelakangi oleh rasa saling curiga dan ketakutan.20 Barry Buzan memandang regional security complex sebagai sebuah kelompok negara dalam satu kawasan dimana fokus utama dalam konteks keamanannya berhubungan erat antar satu negara dengan negara yang lainnya. Kompleksitas keamanan adalah fenomena yang berakar pada faktor sejarah, geopolitik dan hasil interaksi antar negara. Kompleksitas keamanan kawasan merupakan sebuah definisi dari pola hubungan amity dan enmity (permusuhan) yang terjadi dalam ruang lingkup geografis terbatas yang biasanya merupakan hasil dari efek hubungan permusuhan dimasa lalu. Dalam melakukan analisis kompleksitas keamanan kawasan dapat digunakan empat level yaitu: 1. Kondisi keamanan kawasan bersumber pada kondisi keamanan domestik di sebuah negara. Apabila negara tersebut mengalami ketidak stabilan maka dikhawatirkan akan berdampak pada kondisi keamanan negara lain. 2. Kondisi keamanan kawasan terbentuk oleh hubungan satu negara dengan negara lain dikawasan tersebut. 3. Keamanan dikawasan dipengaruhi oleh interaksi yang terbangun oleh sebuah kawasan dengan tetangga dikawasan lain 4. Keamanan kawasan terbentuk oleh kekuatan global yang berperan dikawasan tersebut. Karena sifatnya yang terbatas pada lingkup geografis kawasan dan sifat dari keamanan kawasan, maka jika ditarik kedalam konteks transformasi internal pengaruh modernisasi militer negara-negara yang dikenal sebagai The Big Five 19 20 Barry Buzan,Op cit. hlm. 188-189 Ibid. hlm. 190 14 (Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura dan Vietnam) dalam sepuluh tahun terakhir merupakan bukti nyata bahwa negara-negara tersebut telah memainkan peranan penting dalam menciptakan kondisi keamanan di kawasan. 5. Tinjuan Pustaka Dalam penyusunan tesis ini penulis menggunakan Buku Putih Pertahanan yang berjudul Mempertahankan Tanah Air Memasuki Abad 21, terbit 31 Maret 2003 telah diperbarui dengan Buku Putih versi tahun 2008 dengan judul Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008, yang diterbitkan oleh Kementrian Pertahanan Republik Indonesia, sebagai buku utama. Buku Putih Pertahanan Indonesia merupakan salah satu produk strategis di bidang Pertahanan, yang merupakan blue print dalam pemerintah Indonesia dalam menyelenggaran pertahanan Negara, karena didalam buku tersebut mengandung rumusan pernyataan dan kebijakan pertahanan sebagai pedoman bagi penyelenggaraan fungsi pertahanan negara saat ini. Melalui suatu kajian dan pertimbangan yang dalam, Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008 tersebut menggambarkan tekad dan semangat bangsa Indonesia yang rela mengorbankan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI dalam kerangka konstitusi Undang-undang Dasar 1945 dan nilai-nilai falsafah Pancasila. Sejauh ini penulis melihat bahwa pencapaian kemajuan teknologi informasi, telekomunikasi dan transportasi telah mendorong perubahan dalam berbagai aspek kehidupan manusia, dengan terbentuknya masyarakat dunia yang makin transparan dan terbuka. Keterbukaan tersebut memberi peluang terjadinya penetrasi nilai-nilai universal yang kemudian berinteraksi dengan nilai-nilai fundamental suatu bangsa sehingga membentuk masyarakat global yang bercirikan antara lain adanya saling ketergantungan antar bangsa dan tidak jarang berkembang dalam suatu kompetisi yang ketat. Isu-isu keamanan dunia yang makin kompleks tersebut memerlukan cara penanganan yang lebih komprehensif, sehingga hubungan yang sedang berlangsung dalam proses perubahan global, regional dan domestik tidak berubah menjadi konflik antar negara. Dan dalam lingkup nasional penguatan stabilitas keamanan dapat tercipta bagi terselenggaranya pembangunan nasional. Tentara 15 Nasional Indonesia dan Polri yang di masa lalu berada dalam satu wadah ABRI telah mengalami reformasi dengan pemisahan ke dua institusi diikuti penataan peran masing-masing Undang-Undang Nomor 3 tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara. Melalui pemahaman tersebut akan tercipta rasa saling percaya dan saling menghormati antara segenap komponen bangsa Indonesia, begitupun dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara dan lingkup internasional. Melalui pemahaman tersebut akan tercipta rasa saling percaya dan saling menghormati antara segenap komponen bangsa Indonesia, begitupun dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara dan lingkup internasional. Apa yang menjadi bahasan tersebut secara menyeluruh dibahas dalam Buku Putih Pertahanan Indonesia yang secara umum memiliki dua arti penting, yaitu: (1). Memberikan pemahaman yang lengkap serta utuh tentang penyelenggaraan pertahanan negara Indonesia dan keterpaduan perwujudannya; (2) Untuk mengkomunikasikan kebijakan pertahanan Indonesia kepada masyarakat internasional. Buku Pertahanan Negara Dan Postur TNI Ideal dari Connie Rahakundini Bakrie menjadi buku ke dua dalam penyusunan tesis ini yang secara sistematis dalam menyampaikan berbagai pemikiran tentang aspek-aspek pertahanan, pembangunan militer Indonesia yang ideal serta upaya pemenuhan kekuatan yang disesuaikan kebutuhan.21 Sebuah buku yang mengupas tentang militer Indonesia menjadi bagian dalam tulisan buku ini serta analisis mendalam yang kemudian di telaah guna mengusulkan suatu grand strategi yang dapat digunakan sebagai dasar untuk mendapatkan postur TNI ideal. Sebagai bahan kajian, buku ini merupakan bagian dari buku utama kedua penulis dalam menyusus tesis. Menurut Connie Rahakundini Bakrie masih terdapat dua persoalan besar dan mendasar untuk membangun TNI yang profesional. Masalah pertama adalah perumusan kebijakan pemerintah dalam membangun sistem pertahanan dan keamanan negara, sedangkan masalah yang kedua adalah masalah anggaran pertahanan negara yang masih jauh dari memadai. Buku ini memang 21 “Pertahanan Negara dan Postur TNI Ideal”.Connie Rahakundini Bakrie,.Yayasan Obor Indonesia. 2007.hlm 4.-8 16 memfokuskan pada kondisi postur ideal TNI, maksudnya adalah fokus terhadap sejauh mana alokasi anggaran yang ideal untuk membangun kekuatan TNI yang tangguh serta pembelian alutsista yang canggih guna menopang kekuatan TNI serta postur militer yang ideal, dilihat dari jumlah prajurit dan satuan-satuan tempur yang harus dimilki Indonesia.22 Hal yang membedakan dengan penelitian penulis adalah fokus dan pembahasannya, gagasan utama Connie adalah tentang postur ideal TNI baik dari segi anggaran dan jumlah prajurit sementara penulis lebih fokus terhadap kajian tentang bagaimana respon Indonesia di era kepemimpinan Presiden Yudhoyono dalam membangun kekuatan militer Indonesia yang dihadapkan pada kekuatan militer negara-negar di kawasan Asia Tenggara. Buku ini memaparkan kebutuhan untuk mengembangkan kapabilitas konversi strategis yang terkait erat dengan strategi raya pertahanan Indonesia dan membuka jalan awal bagi penelitian-penelitian lanjutan tentang kapabilitas konversi ekonomi pertahanan di Indonesia. Kajian yang muncul tentang konversi sumber daya nasional harus dilihat sebagai suatu upaya untuk meletakan ekonomi pertahanan sebagai bagian integral dari suatu ketersediaan modal strategis yang dihasilkan dari akumulasi kinerja nasional. Seperti halnya Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008, buku Pertahanan Negara Dan Postur Ideal TNI memiliki bebarapa kesamaan berkaitan dengan pembangunan kekuatan pertahanan negara Indonesia, yaitu perlunya membangun pertahanan negara adalah satu kebutuhan yang tidak dapat dihindari. Keperluan untuk membangun TNI adalah kondisi yang semakin mendesak bila dihadapkan dengan personel dan material TNI yang ada saat ini, secara kualitas maupun kuantitasnya masih memiliki banyak kekurangan, sementara tuntutan tugas ke depan semakin berat dan kompleks. Demikian pula halnya dengan Komponen Pertahanan lainnya, yakn Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung yang penyiapan dan pengelolaannya hingga saat ini belum memenuhi harapan. 22 Ibid.10-14 17 Jika kita tarik kedalam konteks hubungan internasional, perubahan yang terjadi pada level negara adalah semakin menguatnya kepentingan ekonomi, ideologi, dan kemanan internasional.23 Gejala ini bukan disebabkan krisis yang melanda dunia saat ini akan tetapi muncul dari ekspresi krisis kepentingan antar negara maju dengan negara-negara berkembang. Dalam konteks politik global fundamentalisme dapat dihubungkan baik dengan realitas politik internasional maupun pemikiran di balik realitas itu. Sebut saja ide tentang Clash of Civilizations, Huntington yang cukup mempengaruhi perilaku politik global pasca-perang dingin.24 Ide benturan peradaban tersebut cukup kuat bergema sekaligus diafirmasi oleh banyak kalangan.Tentu pembahasan tentang Clash of Civilizations sudah lama usang. Salah satu alasannya ialah karena sebagai sebuah interpretasi atas politik global ia tidak lagi relevan, namun dengan pretensi sebagai sebuah review penulis mencoba menarik kedalam konteks klasik pertahanan negara. Masalah klasik yang berhubungan dengan kemanan nasional dan eksistensi sebuah kedaulatan menjadi tanggungjawab negara atau pemerintah, karena negara merupakan representasi legitimate dari rakyat dan karena negara merupakan aktor utama sistem internasional. Dalam kondisi yang mengarah pada anarkis seperti saat ini negara-negara berdaulat dituntut mengembangkan kapabilitas militer yang ofensif untuk mempertahankan diri dan memperluas power. Karena itulah anarki membuat negara-negara saling bersaing atau setidaknya menjadi ancaman bagi satu sama lain, dan negara tidak dapat saling percaya satu sama lain sehingga terus menerus dalam keadaan waspada akan intensi negara lain. Karena negara selalu berupaya untuk mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatannya. 25 Terwujudnya kedaulatan menjadi motif yang paling berpengaruh dalam perilaku negara, ditambah dengan rentannya terjadi salah perhitungan dapat menimbulkan tendensi bagi negara-negara untuk bersikap agresif terhadap satu 23 Buku Induk Wawasan Nusantara. Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia, Edisi IV Tahun 2003. (Lemhanans:2003). Hal 5-22. 24 The Clash of civilizations and the Remaking of World Order (1996). Samuel P. Huntington 25 Andrew Linklater, “Neorealism in Theory and Practise”, dalam Ken Booth and Steve Smith, International Relations Theory Today, (Pennsylvania: The Pennsylvania State University Press, 1995), Hal.241 18 sama lain. Dengan katalain, anarki adalah struktur yang mengekang dan menentukan perilaku negara-negara dalam sistem internasional. Ada beberapa hal yang menjadi karakteristik struktural pada tingkat sistemik, yaitu organisasi kewenangan, aktor-aktor dalam sistem, dan ruang lingkup serta tingkat interaksi. Anarki menjadi sistem kewenangan dalam masyarakat internasional saat ini. Tulisan lain yang menjadi acuan penulis dalam pembangunan kekuatan militer Indonesia adalah penelitian oleh Farida Sarimaya pada tahun 2002 yang berjudul Reformasi Militer dan Tantangan Demokratisasi di Indonesia. Dalam penelitian tersebut sebenarnya hanya mengkaji tentang reformasi militer setelah runtuhnya Orde Baru dan bagaimana tantangan dalam mewujudkan demokrasi di Indonesia, namun penting untuk selanjutnya ditelaah sebagai bahan penulisan tesis ini. Intisari dari buku tersebut adalah reformasi militer dijadikan sebagai satu jalan untuk mencapai demokrasi di Indonesia. 6. Argumen Utama Dihadapkan pada kekuatan militer negara-negara kawasan, kekuatan pertahanan Indonesia era pemerintahan Presiden Yudhoyono adalah yang terbesar baik personel, jumlah Alutsista maupun sumber daya pertahanan lainnya. Namun postur pertahanan negara tersebut belum diimbangi dengan kesiapan materiil yang memiliki deteternt effect sebagaimana yang diharapkan dalam kebijakan pemenuhan kekuatan pokok minimum (Minimum Essential Force) guna menghadapi ATHG (ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan), utamanya terhadap agresi militer asing. 7. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah posisi serta kondisi Kompunen utama pertahanan Indonesia dibawah pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan fokus penelitian pada upaya membangun kekuatan pertahanan negara, dalam hal ini kekuatan Tentara Nasional Indonesia. 8. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan studi pustaka terbatas pada perkembangan penyelenggaran pertahanan negara di Indonesia yang menitikberatkan pada upaya peningkatan postur pertahanan negara (militer). Untuk memperoleh hasil 19 penelitian yang optimal daan sedekat mungkin dengan kebenaran, penulis mengumpulkan sebanyak mungkin data dari berbagai sumber seperti buku-buku utama dan data sekunder. Data primer dan sekunder adalah bahan rujukan yang diperoleh dari sumber-sumber seperti perpustakaan, koleksi pribadi, maupun situs internet. Pengumpulan data sekunder meliputi literatur yang relevan dengan penelitian berupa buku, artikel dari majalah, surat kabar, atau jurnal ilmiah, kliping, siaran pers, wawancara serta penelitian yang terdahulu untuk kemudian didekripsikan secara dedukatif eksploratif. Sedangkan pendekatan dilaksanakan secara holistik namum menitikberatkan pada pendekatan pertahanan – keamanan. 9. Sistematika Penulisan Dalam penulisan tesis dengan judul PEMBANGUNAN KEKUATAN PERTAHANAN INDONESIA DIBAWAH PEMERINTAHAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO tersusun dalam lima Bab, yaitu: Bab I; Bab II; Bab III; Bab IV; dan Bab V yang selanjutnya diuraikan sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan. Bab ini berisi tentang bahan yang mendasari penelitian, terdiri dari latar belakang masalah yang terbagi dalam rumusan masalah; landasan pemikiran; tujuan penelitian; ruang lingkup penelitian; hipotesa/argument utama; metode penelitian; dan sistematika penelitian. Bab II : Perkembangan Strategis Kawasan Dan Kekuatan Militer Indonesia. Dalam bab ini akan dibahas bagaimana perkembangan lingkungan strategis internasional yang behubungan dengan isu keamanan kawasan, isu keamanan dalam negeri dan pembangunan kekuatan militer Indonesia pasca perang dingin (1990-2000) Bab III : Respon Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono Dalam Membangun Kekuatan Militer. Dalam bab ini akan dibahas mengenai respon SBY tentang kebijakan pembangunan pertahanan, kebijakan kerjasama pertahanan, dan kebijakan penggunaan kekuatan pertahanan. Selanjutnya juga akan dibahas mengenai kondisi kekuatan militer Indonesia saat ini dan membahas persoalan dukungan anggaran belanja pertahanan. 20 Bab IV : Posisi Militer Indonesia Dihadapkan Pada kekuatan Negara-Negara di Kawasan. Dalam bab ini akan membahas peta kekuatan militer negaranegara kawasan serta peluang Indonesia saat ini. Bab V : Penutup. Dalam bab ini merupakan akhir dari penelitian yang berisikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian. Kesimpulan merupakan uraian singkat dan tepat yang dijabarkan dari hasil penelitian dan saran berisikan pertimbangan dan pengalaman penulis terhadap penelitian dalam bidang pertahanan negara. 21