BAB 6 PENINGKATAN KEMAMPUAN PERTAHANAN A. KONDISI UMUM Masih terbatasnya secara kuantitas maupun kualitas kemampuan peralatan pertahanan, khususnya alat utama sistem senjata (alutsista) TNI menjadikan kemampuan pertahanan negara belum mampu secara optimal menghadapi ancaman pertahanan dan keamanan yang dapat mengganggu kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kurang memadainya kondisi dan jumlah alutsista, sarana dan prasarana, serta masih rendahnya tingkat kesejateraan anggota TNI merupakan permasalahan yang selalu dihadapi dalam upaya meningkatkan profesionalisme TNI. Meskipun belum memenuhi kebutuhan minimal, namun upaya peningkatan kemampuan pertahanan melalui kebijakan, strategi, dan perencanaan pertahanan telah mengarah kepada pembentukan minimum essential force. Kondisi kesiapan material dan alutsista pada tiap matra baik dari segi kualitas maupun kuantitas belum memenuhi kebutuhan sesuai TOP/DSPP. Kemampuan kendaraan tempur yang merupakan kekuatan taktis matra darat saat ini berjumlah 934 unit, dengan kondisi siap operasi sebanyak 634 unit (67,9 persen). Disamping itu, terdapat 59.842 unit Ranmor dengan kondisi siap operasi 52.165 unit (87,2 persen). Sementara itu, kekuatan utama matra laut meliputi 126 unit KRI dengan kondisi siap 61 unit (48,4 persen), 209 unit KAL dengan kondisi siap operasi 76 unit (36 persen), 435 unit Rampur Marinis dengan kondisi siap 157 unit (36,1 persen, sedangkan pesawat udara sebanyak 66 unit dengan kondisi siap operasi 32 unit (48 persen). Adapun kondisi kesiapan kekuatan alutsista matra udara yang tertumpu pada pesawat tempur, pesawat angkut, pesawat helikopter serta pesawat jenis hanya mencapai 43,5 persen, dengan kesiapan satuan Paskhas sekitar 60 persen. Secara garis besar, jumlah pesawat adalah 246 unit dengan kondisi siap operasi 127 unit (51,6 persen). Kondisi tersebut menunjukkan lemahnya efek penggetar dan kapabilitas TNI dalam menghadapi kondisi tanggap darurat dalam menjaga keutuhan NKRI. Dalam rangka meningkatkan kekuatan pertahanan, maka upaya untuk mencapai minimum essential force diupayakannya melalui pengadaan alutsista baru dengan memanfaatkan pinjaman luar negeri yang disertai dengan peningkatan proporsi keterlibatan pemasok lokal dalam rangka pemberdayaan industri pertahanan nasional. Disamping itu, mengupayakan repowering/retrofing terhadap alutsista yang secara ekonomis masih dapat dipertahankan. Dalam rangka meningkatkan profesionalitas personil, upaya yang telah dilakukan antara lain meningkatkan kuantitas dan kualitas personil TNI secara berkesinambungan melalui werving personil dan pembinaan personil melalui program pendidikan dan pelatihan. Kondisi personel TNI saat ini berjumlah 441.230 orang terdiri atas 376.113 militer dan 65.117 PNS. Adapun upaya peningkatkan kesejahteraan personil yang secara langsung atau tidak langsung dapat berpengaruh terhadap profesionalisme personil TNI dalam menjalankan tugas, antara lain ditempuh dengan melengkapi II.6 - 1 kebutuhan dasar prajurit yang mencakup perumahan, fasilitas kesehatan, uang lauk pauk, serta upaya jaminan sosial dan asuransi yang memadai. Pencabutan embargo suku cadang dan alutsista TNI oleh Amerika Serikat dan tercapainya beberapa kerjasama militer semakin meningkatkan kemampuan pertahanan negara, meskipun kekuatan pertahanan tersebut masih berada dalam kondisi under capacity. Ketergantungan pada teknologi dan industri militer luar negeri yang rawan embargo merupakan permasalahan yang masih dihadapi dalam rangka kemandirian industri pertahanan dalam negeri. Untuk mengatasi ketergantungan alutsista dari negara pemasok yang rentan terhadap embargo, maka pada pertengahan tahun 2006 pemerintah RI telah mendapatkan kesempatan bantuan pinjaman dari pemerintah Rusia untuk pengadaan alutsista dengan mekanisme pembiayaan yang relatif lebih murah dibandingkan melalui fasilitas kredit ekspor yang selama ini digunakan untuk mencukupi kebutuhan alusista TNI. Teknologi alutsista Rusia yang cukup kompetitif menjadi salah satu alternatif untuk mengantisipasi dan menghindarkan pemberlakuan embargo. Beberapa negara lainnya yang potensial untuk dapat dijadikan sumber alutsista diantaranya adalah China, Korea Selatan, Cekoslovakia, dan Polandia yang selama ini relatif tidak mempermasalahkan proses penanganan keamanan dalam negeri Indonesia. Menghadapi kondisi tersebut, kebijakan pemerintah untuk meningkatkan peran industri pertahanan nasional dalam memenuhi kebutuhan alutsista TNI merupakan langkah yang tepat dihadapkan pada keterbatasan keuangan negara. Pemanfaatan produk-produk peralatan militer dalam negeri secara optimal akan semakin meningkatkan kualitas riset dan pengembangan teknologi yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas produk-produk militer dalam negeri. Selanjutnya, penerapan peraturan yang mensyaratkan alih teknologi dan keterlibatan industri pertahanan nasional dalam setiap kontrak pengadaan alutsista merupakan salah satu upaya untuk memajukan industri pertahanan dalam negeri. Meskipun upaya joint production antara industri strategis nasional dengan industri pertahanan asing tidak mudah direalisasikan karena adanya persyaratan-persyaratan tertentu yang menyangkut aspek politik, ekonomi, dan teknis, namun pola ini mulai diterapkan dalam pengadaan pesawat MPA Skytruck dari Polandia. Upaya penelitian dan pengembangan produk industri pertahanan nasional masih belum memenuhi tuntutan kebutuhan alutsista TNI. Namun, beberapa hasil penelitian dan pengembangan telah dapat dimanfaatkan untuk kepentingan TNI sesuai spesifikasi matra, diantaranya prototype payung udara orang (PUO), alat komunikasi (alkom) spread spectrum, hovercraft, landing craft rubber (LCR), combat system PC-40, SKS Tracking Optic, rudal (Surface to Surface, Ground to Ground dan Ground to Air), roket 70 mm dan 80 mm, Unman Aerial Vehicle (UAV), angkut personil sedang (APS), panser APS, senjata SS-2, dan gyro digital yang telah memenuhi persyaratan dan siap digunakan oleh TNI. Sementara itu, penggunaan kekuatan TNI dalam operasi militer selain perang diantaranya adalah untuk operasi di daerah rawan; pengamanan daerah perbatasan darat, laut, dan udara; penegakan hukum di wilayah laut, dan udara; tugas bantuan rehabilitasi/rekonstruksi di Provinsi NAD-Nias; serta membantu mengatasi korban II.6 - 2 berbagai bencana alam yang terjadi di wilayah Indonesia. Selanjutnya pada tahun 2006 TNI AD dan AL telah membangun beberapa pos perbatasan dan pos pengamanan, serta penggelaran pasukan marinir di beberapa pos perbatas dan pulau-pulau terluar. Sedangkan dalam rangka pendayagunaan potensi pertahanan, pemerintah terus berusaha melaksanakan sosialisasi kesadaran bela negara dalam rangka menumbuhkan nasionalisme. Berkenaan dengan kondisi tersebut di atas maka tantangan yang dihadapi dalam pembangunan pertahanan nasional tahun 2008 adalah meningkatkan kemampuan alutsista TNI dengan mendorong peningkatkan peran industri pertahanan nasional dalam pengadaan alutsista/materiil untuk mencapai tingkat minimum essential force, meningkatkan kesejahteraan prajurit dengan menaikan standar ULP prajurit, serta meningkatkan kerjasama militer luar negeri guna mewujudkan kerjasama internasional dalam menciptakan perdamaian dunia. B. SASARAN PEMBANGUNAN TAHUN 2008 Sasaran pokok yang akan dicapai dalam upaya meningkatkan kemampuan pertahanan pada tahun 2008 adalah sebagai berikut: 1. Tersusunnya rancangan postur pertahanan Indonesia berdasarkan Strategic Defense Review (SDR) dan Strategi Raya Pertahanan yang disusun sebagai hasil kerjasama civil society dan militer; 2. Meningkatnya jumlah dan kondisi kesiapan operasional pertahanan serta modernisasi alutista TNI; 3. Meningkatnya teknologi dan penggunaan alutsista industri strategis dalam negeri yang mampu mendukung kebutuhan pertahanan; 4. Meningkatnya kesejahteraan prajurit TNI; 5. Meningkatnya profesionalisme TNI dalam operasi militer perang maupun selain perang; 6. Teroptimasinya anggaran pertahanan serta tercukupinya anggaran minimal secara simultan dengan menyusun peraturan perundangan pembiayaan dalam negeri; 7. Meningkatnya pendayagunaan potensi pertahanan dan peran aktif masyarakat (civil society) dalam pembangunan pertahanan negara. C. ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAHUN 2008 Arah kebijakan yang akan ditempuh dalam rangka meningkatkan kemampuan pertahanan pada tahun 2008 adalah sebagai berikut : 1. Sinkronisasi dan penajaman kebijakan dan strategi pertahanan dan keamanan, serta penguatan koordinasi dan kerjasama diantara kelembagaan pertahanan dan keamanan; 2. Meningkatkan kemampuan dan profesionalisme TNI mencakup dimensi alutsista, material, personil serta sarana dan prasarana; 3. Meningkatkan kemampuan industri strategis pertahanan nasional dalam memenuhi kebutuhan alutsista; 4. Meningkatkan kesejahteraan anggota TNI; II.6 - 3 5. Mengoptimalkan anggaran pertahanan dalam upaya mencapai minimum essential force; 6. Meningkatkan pemasyarakatan dan pendidikan bela negara secara formal dan informal. II.6 - 4