Implementasi Karyawan Outsourcing dalam Perusahaan

advertisement
2014
IMPLEMENTASI SISTEM
OUTSOURCING DALAM PERUSAHAAN
Mata Kuliah Organisasi Sumber Daya Manusia (OSDM)
Dosen Prof. Dr. Ir. Aida Vitalaya Hubeis
Disusun Oleh :
Attar Asmawan
Donny Kristiyanto
Dudy Budiana
Muhammad Rizal Andriyanto
Novri Rulyasri
Angkatan E50
PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
Hubungan kerja yang terjadi antara buruh dengan pengusaha
Kata
Pengantar
yang timbul karena adanya suatu perjanjian kerja sebenarnya
secara teoritis merupakan hak pengusaha dan hak pekerja
untuk memulai maupun mengakhirinya. Akan tetapi bagi
pekerja hubungan hukum yang terjadi dengan pengusaha
selalu berada dalam hubungan subordinatif atau hubungan di
mana kedudukan pekerja lebih rendah dari pengusaha atau
majikan. Bagi pekerja outsourcing hal tersebut menjadi
semakin parah karena pekerja tidak mempunyai hubungan
kerja dengan perusahaan pemberi kerja.
Makalah ini menyajikan informasi terkait “Implementasi
Karyawan Outsourcing dalam Perusahaan”, dimana untuk
saat ini praktek usaha Outsourcing sudah menjadi tren dan
menjadi bagian dari perkembangan dunia usaha di Indonesia.
Tim Penyusun menyadari bahwa penulisan makalah ini masih
jauh dari sempurna. Namun, dengan segala keterbatasan yang
ada, Tim Penyusun mengharapkan makalah ini dapat
bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan guna
mendukung perkembangan dan kemajuan kerjasama yang
harmonis dan pengawasan yang baik antara para pelaku usaha
pengguna jasa Outsourcing, Perusahaan penyedia jasa dan
dan para tenaga kerja.
Jakarta, Oktober 2014
Tim Penyusun
i
Daftar
Isi
Kata Pengantar………………………………………………….……... i
Daftar Isi………………………………………………………..……... ii
BAB I. PENDAHULUAN……………....…………………………….. 1
I.1 Latar Belakang...............……………………………………. 1
I.2 Perumusan Masalah………………………………………… 1
I.3 Tujuan Penyusunan Makalah…………….…………………. 2
I.4 Manfaat Penyusunan Makalah…...............…………………. 2
I.3 Ruang Lingkup.......................………………………………. 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.……………………………………... 3
II.1 Pengertian Outsourcing.....................................................…. 3
II.2 Dasar hukum Outsourcing di Indonesia............................…. 4
II.3 Syarat penyerahan Pekerjaan kepada Perusahaan lain.......... 5
II.4 Hubungan Perusahaan Outsourcing dengan Pengguna jasa.. 7
BAB III. PEMBAHASAN…………………………………………….
11
III.1 Tujuan Perusahaan Melakukan Outsourcing........................ 11
III.2 Penyebab gagalnya Penerapan Kebijakan Outsourcing di
Perusahaan.................................................................................... 13
III.3 Dampak Praktek Outsourcing............................................... 15
BAB IV. PENUTUP…………………………………………………... 18
IV.1 Kesimpulan……………………………………………….. 18
IV.2 Saran……………………………………………………… 18
Daftar Pustaka………………………………………………….…….... 19
Lampiran………………………………………………….……............ 20
ii
Implementasi Karyawan Outsourcing dalam Perusahaan
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Perkembangan bisnis yang semakin pesat menuntut setiap perusahaan untuk semakin
tumbuh dan berkembang baik dari sisi top line maupun down linenya. Pertumbuhan yang
signifikan dari penjualan maupun profit tersebut menuntut perusahaan menggunakan seluruh
sumber daya yang ada untuk mencapainya. Untuk melakukan efisiensi dan menjaga
kelangsungan bisnisnya, maka sebagian perusahaan sudah fokus pada bisnis dan kegiatan utama,
sedangkan kegiatan ataupun aktivitas diluar yang utama sudah mulai dipindahkan dengan metode
outsourcing.
Outsourcing terbagi atas dua suku kata: out dan sourcing. Sourcing berarti mengalihkan
kerja, tanggung jawab dan keputusan kepada orang lain. Outsourcing dalam bahasa Indonesia
berarti alih daya. Dalam dunia bisnis, Outsourcing atau alih daya dapat diartikan sebagai
penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan yang sifatnya non-core atau penunjang oleh suatu
perusahaan kepada perusahaan lain melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan
jasa pekerja/buruh. Jadi Outsourcing merupakan kegiatan menyerahkan suatu bidang pekerjaan
kepada perusahaan lain yang memberikan jasa khusus untuk jenis pekerjaan tersebut, (Indrajit,
2003).
Pemilihan strategi perusahaan untuk mengalihkan sebagian aktivitas yang bukan
merupakan core business-nya tentu mempunyai arti penting, potensi keuntungan maupun resiko
yang harus diantisipasi. Oleh karena itu, perlu pembahasan yang mendalam tentang implementasi
system outsourcing bagi perusahaan.Pemahaman yang mendalam dalam implementasi ini sangat
diperlukan agar pencapaian target perusahaan baik top line maupun downline-nya dapat tercapai
seperti yang diharapkan oleh seluruh stake holder.
I.2 Perumusan Masalah
Beberapa permasalahan yang Akan di bahas dalam makalah ini, diantaranya:
1. Bagaimana implementasi sistem Outsourcing dalam perusahaam dengan isu sumber daya
manusia terhadap organisasi.
2. Apakah penyebab dan resiko penerapan kebijakan Outsourcing pada perusahaan.
1
Implementasi Karyawan Outsourcing dalam Perusahaan
I.3 Tujuan Penyusunan Makalah
Makalah ini membahas tentang bagaimana implementasi system outsourcing dalam
perusahaan. Selain itu dibahas juga mengenai potensi keuntungan yang didapatkan dan resiko
ataupun dampak yang perlu diantisipasi dalam pelaksanaan outsoucing di perusahaan.
I.4 Manfaat Penyusunan Makalah
Manfaat umum dari makalah ini adalah diharapkan mampu memberikan informasi secara
aktual bagi seluruh masyarakat dan bisa menjadi bahan pertimbangan atau acuan kepada para
pelaku usaha,pekerja dalam melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap kebijakan sistem
Outsourcing dalam dunia usaha/bisnis sesuai dengan batasan-batasan yang ada.
1.5 Ruang Lingkup
Ruang lingkup makalah mencakup identifikasi implementasi sistem Outsourcing dalam
perusahaan dan mengetahui penyebab atau resiko yang ditimbulkan oleh gagalnya penerapan
kebijakan Outsourcing dan pengaruhnya terhadap keberlangsungan kehidupan Sumber Daya
Manusia di Indonesia.
2
Implementasi Karyawan Outsourcing dalam Perusahaan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Pengertian Outsourcing
Dalam pengertian umum, istilah Outsourcing (alih daya) diartikan sebagai contract
(work) out seperti yang tercantum dalam Concise Oxford Dictionary, sementara mengenai
kontrak itu sendiri diartikan sebagai berikut “Contract toenter into or make a contract. From the
latin contractus, the past participle ofcontrahere, to draw together, bring about or enter into an
agreement.” (Webster’s English Dictionary). Mengandung pengertian kegiatan menerima
perjanjian atau membuat perjanjian. Pada masa lalu kegiatan perjanjian membuat rancangan
bersama, menghasilkan sesuatu yang menjadi dasar persetujuan (dikutip oleh Nurcahyo: 2006)
Pengertian Outsourcing secara khusus didefinisikan oleh Maurice F Greaver pada
bukunya Strategic Outsourcing, A Structured Approach to Outsourcing: Decisions and
Initiatives, dijabarkan sebagai berikut : “Strategic use of outside parties to perform activities,
traditionally handled by internal staff and respurces.” Yang mengandung pengertian bahwa
outsourcing dipandang sebagai tindakan mengalihkan beberapa aktivitas perusahaan dan hak
pengambilan keputusannya kepada pihak lain (outside provider), dimana tindakan ini terikat
dalam suatu kontrak kerjasama (Nurcahyo: 2006).
Beberapa pakar serta praktisi Outsourcing dari Indonesia juga memberikan definisi
mengenai Outsourcing, antara lain, Suwondo (2003), menyebutkan bahwa Outsourcing dalam
bahasa Indonesia disebut sebagai alih daya, adalah pendelegasian operasi dan manajemen harian
dari suatu proses bisnis kepada pihak luar (perusahaan jasa Outsourcing).
Menurut Haines (dalam Graver, 1998), Outsourcing adalah menggunakan perusahaan
penyedia jasa eksternal untuk menjalankan beberapa aktivitas perusahaan dengan baik.
Sedangkan Damanik (2006) mengatakan bahwa Outsourcing adalah pendelegasian operasi dan
manajemen keseharian dari suatu proses bisnis kepada pihak luar (perusahaan penyedia jasa
Outsourcing).
Menurut Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial Depnakertrans, Muzni
Tambusai (2004), Outsourcing atau padanan katanya alih daya adalah memborongkan satu
bagian atau beberapa bagian dari kegiatan perusahaan yang tadinya dikelola sendiri kepada
perusahaan lain.
3
Implementasi Karyawan Outsourcing dalam Perusahaan
Outsourcing (Alih Daya) dalam hukum ketenagakerjaan di Indonesia diartikan sebagai
pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa tenaga kerja (Pasal 64 Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan). Pengaturan hukum Outsourcing (Alih Daya) di Indonesia
diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 (pasal 64, 65 dan 66) dan
Keputusan
Menteri
Tenaga
Kerja
Dan
Transmigrasi
Republik
Indonesia
No.Kep.101/Men/VI/2004 Tahun 2004 tentang Tata Cara Perijinan Perusahaan Penyedia Jasa
Pekerja/Buruh (Kepmen 101/2004). Pengaturan tentang Outsourcing (Alih Daya) ini sendiri
masih dianggap pemerintah kurang lengkap. Dalam Inpres No. 3 Tahun 2006 tentang paket
Kebijakan Iklim Investasi disebutkan bahwa Outsourcing (Alih Daya) sebagai salah satu faktor
yang harus diperhatikan dengan serius dalam menarik iklim investasi ke Indonesia. Bentuk
keseriusan pemerintah tersebut dengan menugaskan menteri tenaga kerja untuk membuat draft
revisi terhadap Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Outsourcing (Alih Daya) diartikan sebagai pemindahan atau pendelegasian beberapa
proses bisnis kepada suatu badan penyedia jasa, dimana badan penyedia jasa tersebut melakukan
proses administrasi dan manajemen berdasarkan definisi serta kriteria yang telah disepakati oleh
para pihak (Artikel “Outsource dipandang dari sudut pemberi kerja”, http : www.apindo.or.id).
Beberapa pakar serta praktisi Outsourcing (Alih Daya) dari Indonesia juga memberikan
definisi mengenai Outsourcing, antara lain menyebutkan bahwa Outsourcing (Alih Daya) dalam
Bahasa Indonesia disebut sebagai alih daya, adalah pendelegasian operasi dan manajemen harian
dari suatu proses bisnis kepada pihak luar /perusahaan jasa outsourcing (Chandra Suwondo,
Outsourcing :Implementasi di Indonesia,2002).
Dari beberapa definisi yang dikemukakan di atas, terdapat persamaan dalam memandang
Outsourcing yaitu terdapat penyerahan sebagian kegiatan perusahaan pada pihak lain.
II.2 Dasar hukum Outsourcing di Indonesia
Outsourcing dalam hukum ketenagakerjaan di Indonesia diartikan sebagai pemborongan
pekerjaan dan penyediaan jasa tenaga kerja, dan pengaturan hukum Outsourcing di Indonesia
diatur dalam:
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tanggal 25 Maret 2003 tentang
Ketenagakerjaan
2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor:
4
Implementasi Karyawan Outsourcing dalam Perusahaan
Kep-100/Men/VI/2004 tanggal 21 Juni 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.
3. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor:
Kep-101/Men/VI/2004 tanggal 21 juni 2004 tentang Tata Cara Perijinan
Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh.
4. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor :
Kep-220/Men/X/2004 tanggal 19 Oktober 2004 tentang Syarat-syarat Penyerahan
Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain.
Dalam Inpres No. 3 Tahun 2006 tentang paket Kebijakan Iklim Investasi disebutkan
bahwa Outsourcing sebagai salah satu faktor yang harus diperhatikan dengan serius dalam
menarik iklim investasi ke Indonesia. Bentuk keseriusan pemerintah tersebut dengan menugaskan
menteri tenaga kerja untuk membuat draft revisi terhadap Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan.
Pasal 64 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 adalah dasar dibolehkannya
outsourcing. Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa: “Perusahaan dapat menyerahkan sebagian
pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan
atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.”
II.3 Syarat-syarat penyerahan Pekerjaan kepada Perusahaan lain
Syarat-syarat penyerahan pekerjaan kepada perusahaan lain terdapat dalam Pasal 65 dan
Pasal 66 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasal 65 memuat
beberapa ketentuan diantaranya adalah:
1. Ayat 1: Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain
dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara
tertulis.
2. Ayat 2: Pekerjaan yang diserahkan pada pihak lain, seperti yang dimaksud dalam ayat
(1) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama

Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi
pekerjaan.
5
Implementasi Karyawan Outsourcing dalam Perusahaan

Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan.

Tidak menghambat proses produksi secara langsung.
3. Ayat 3: Perusahaan lain (yang diserahkan pekerjaan) harus berbentuk badan hukum
4. Ayat 4: Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan lain sama dengan
perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan
atau sesuai dengan peraturan perundangan (ayat 4).
5. Ayat 5: Perubahan atau penambahan syarat-syarat tersebut diatas diatur lebih lanjut
dalam keputusan menteri.
6. Ayat 6: Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan diatur dalam perjanjian tertulis
antara perusahaan lain dan pekerja yang dipekerjakannya.
7. Ayat 7: Hubungan kerja antara perusahaan lain dengan pekerja/buruh dapat didasarkan
pada perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
8. Ayat 8: Bila beberapa syarat tidak terpenuhi, antara lain, syarat-syarat mengenai
pekerjaan yang diserahkan pada pihak lain, dan syarat yang menentukan bahwa
perusahaan lain itu harus berbadan hukum, maka hubungan kerja antara
pekerja/buruh dengan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja beralih menjadi
hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan.
Pasal 66 UU Nomor 13 tahun 2003 mengatur bahwa pekerja/buruh dari perusahaan
penyedia jasa tenaga kerja tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan
kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk
kegiatan jasa penunjang yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. Perusahaan
penyedia jasa untuk tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi juga
harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain:
1. Adanya hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja.
2. Perjanjian kerja yang berlaku antara pekerja dan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja
adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu atau tidak tertentu yang dibuat secara
tertulis dan ditandatangani kedua belah pihak.
3. Perlindungan upah, kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan yang timbul
menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.
4. Perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan penyedia
6
Implementasi Karyawan Outsourcing dalam Perusahaan
jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis.
II.4 Hubungan Perusahaan Outsourcing dengan Pengguna jasa
Hubungan kerjasama antara perusahaan Outsourcing dengan perusahaan pengguna jasa
Outsourcing tentunya diikat dengan suatu perjanjian tertulis. Perjanjian dalam Outsourcing (Alih
Daya) dapat berbentuk perjanjian pemborongan pekerjaan atau perjanjian penyediaan jasa
pekerja/buruh. Perjanjian-perjanjian (kontrak) yang dibuat oleh para pihak harus memenuhi
syarat sah perjanjian seperti yang tercantum dalam pasal 1320 KUH Perdata, yaitu:
1. Sepakat, bagi para pihak.
2. Kecakapan para pihak untuk membuat suatu perikatan.
3. Suatu hal tertentu.
4. Sebab yang halal.
Perjanjian dalam Outsourcing (Alih Daya) juga tidak semata-mata hanya mendasarkan
pada asas kebebasan berkontrak sesuai pasal 1338 KUH Perdata, namun juga harus memenuhi
ketentuan ketenagakerjaan, yaitu UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam
penyediaan jasa pekerja, ada 2 tahapan perjanjian yang dilalui yaitu:
1. Perjanjian antara perusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan penyedia
pekerja/buruh. Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pekerjaan kepada perusahaan
lain melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau perjanjian penyediaan jasa pekerja
yang dibuat secara tertulis. Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (pasal 65 ayat 2,UU No.13 tahun 2003):

Dilakukan secara terpisah dari kegiatan Utama.

Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi
pekerjaan.

Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan.

Tidak menghambat proses produksi secara langsung.
Dalam hal penempatan pekerja/buruh maka perusahaan pengguna jasa pekerja akan
membayar sejumlah dana (management fee) pada perusahaan penyedia pekerja/buruh.
7
Implementasi Karyawan Outsourcing dalam Perusahaan
2. Perjanjian perusahaan penyedia pekerja/buruh dengan karyawan. Penyediaan jasa
pekerja atau buruh untuk kegiatan penunjang perusahaan hatus memenuhi syarat
sebagai berikut:

Adanya hubungan kerja antara pekerja atau buruh dan perusahaan penyedia
jasa pekerja atau buruh.

Perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja adalah perjanjian kerja
untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan dan atau perjanjian kerja
waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua
pihak.

Perlindungan usaha dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja maupun perselisihan
yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.
Dengan adanya 2 (dua) perjanjian tersebut maka walaupun karyawan sehari-hari bekerja
di perusahaan pemberi pekerjaan namun ia tetap berstatus sebagai karyawan perusahaan penyedia
pekerja. Pemenuhan hak-hak karyawan seperti perlindungan upah dan kesejahteraan, syaratsyarat kerja serta perselisihan yang timbul tetap merupakan tanggung jawab perusahaan penyedia
jasa pekerja.
Perjanjian kerja antara karyawan dengan perusahaan Outsourcing (Alih Daya) dapat
berupa Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) maupun Perjanjian Kerja Waktu Tidak
Tertentu (PKWTT) (pasal 56-60 UU No.13 tahun 2003,”hokum Ketenagakerjaan”). Perjanjian
kerja antara karyawan Outsourcing dengan perusahaan Outsourcing biasanya mengikuti jangka
waktu perjanjian kerjasama antara perusahaan outsourcing dengan perusahaan pengguna jasa
Outsourcing. Hal ini dimaksudkan apabila perusahaan pengguna jasa Outsourcing hendak
mengakhiri kerjasamanya dengan perusahaan Outsourcing, maka pada waktu yang bersamaan
berakhir pula kontrak kerja antara karyawan dengan perusahaan Outsource. Bentuk perjanjian
kerja yang lazim digunakan dalam Outsourcing adalah Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
(PKWT). Bentuk perjanjian kerja ini dipandang cukup fleksibel bagi perusahaan pengguna jasa
Outsourcing, karena lingkup pekerjaannya yang berubah-ubah sesuai dengan perkembangan
perusahaan.
Karyawan Outsourcing walaupun secara organisasi berada di bawah perusahaan
outsourcing, namun pada saat recruitment, karyawan tersebut harus mendapatkan persetujuan
8
Implementasi Karyawan Outsourcing dalam Perusahaan
dari pihak perusahaan pengguna Outsourcing. Apabila perjanjian kerjasama antara perusahaan
Outsourcing dengan perusahaan pengguna jasa Outsourcing berakhir, maka berakhir juga
perjanjian kerja antara perusahaan Outsourcing dengan karyawannya.
Hubungan hukum perusahaan Outsourcing dengan perusahaan pengguna Outsourcing
diikat dengan menggunakan Perjanjian Kerjasama, dalam hal penyediaan dan pengelolaan
pekerja pada bidang-bidang tertentu yang ditempatkan dan bekerja pada perusahaan pengguna
Outsourcing. Karyawan Outsourcing menandatandatangani perjanjian kerja dengan perusahaan
Outsourcing sebagai dasar hubungan ketenagakerjaannya. Dalam perjanjian kerja tersebut
disebutkan bahwa karyawan ditempatkan dan bekerja di perusahaan pengguna Outsourcing.
Hal yang mendasari mengapa karyawan outsourcing harus tunduk pada peraturan
perusahaan pemberi kerja adalah:
a. Karyawan tersebut bekerja di tempat/lokasi perusahaan pemberi kerja.
b. Standard Operational Procedures (SOP) atau aturan kerja perusahaan pemberi kerja
harus dilaksanakan oleh karyawan, dimana semua hal itu tercantum dalam peraturan
perusahaan pemberi kerja.
c. Bukti tunduknya karyawan adalah pada Memorandum of Understanding (MoU)
antara perusahaan Outsource dengan perusahaan pemberi kerja, dalam hal yang
menyangkut norma-norma kerja, waktu kerja dan aturan kerja. Untuk benefit dan
tunjangan biasanya menginduk perusahaan Outsource.
Dalam hal terjadi pelanggaran yang dilakukan pekerja, dalam hal ini tidak ada
kewenangan dari perusahaan pengguna jasa pekerja untuk melakukan penyelesaian sengketa
karena antara perusahaan pengguna jasa pekerja (user) dengan karyawan Outsource secara
hukum tidak mempunyai hubungan kerja, sehingga yang berwenang untuk menyelesaikan
perselisihan tersebut adalah perusahaan penyedia jasa pekerja, walaupun peraturan yang
dilanggar adalah peraturan perusahaan pengguna jasa pekerja (user).
Peraturan perusahaan berisi tentang hak dan kewajiban antara perusahaan dengan
karyawan Outsourcing. Hak dan kewajiban menggambarkan suatu hubungan hukum antara
pekerja dengan perusahaan, dimana kedua pihak tersebut sama-sama terikat perjanjian kerja yang
disepakati bersama.
Dalam pelaksanaan Outsourcing berbagai potensi perselisihan mungkin timbul, misalnya
berupa pelanggaran peraturan perusahaan oleh karyawan maupun adanya perselisihan antara
9
Implementasi Karyawan Outsourcing dalam Perusahaan
karyawan Outsource dengan karyawan lainnya. Menurut pasal 66 ayat (2) huruf c UU No.13
Tahun 2003, penyelesaian perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan
penyedia jasa pekerja.
Jadi walaupun yang dilanggar oleh karyawan Outsource adalah peraturan perusahaan
pemberi pekerjaan, yang berwenang menyelesaikan perselisihan tersebut adalah perusahaan
penyedia jasa pekerja.
Dalam hal ini perusahaan Outsource harus bisa menempatkan diri dan bersikap bijaksana
agar bisa mengakomodir kepentingan karyawan, maupun perusahaan pengguna jasa pekerja,
mengingat perusahaan pengguna jasa pekerja sebenarnya adalah pihak yang lebih mengetahui
keseharian performa karyawan, daripada perusahaan Outsource itu sendiri. Ada baiknya
perusahaan Outsource secara berkala mengirim pewakilannya untuk memantau para
karyawannya di perusahaan pengguna jasa pekerja sehingga potensi konflik bisa dihindari dan
performa kerja karyawan bisa terpantau dengan baik.
10
Implementasi Karyawan Outsourcing dalam Perusahaan
BAB III
PEMBAHASAN
III.1 Tujuan Perusahaan melakukan Outsourcing
Kebijakan Outsourcing diterapkan karena kebijakan tersebut dinilai dapat memberikan
beberapa keuntungan bagi perusahaan. Keuntungan tersebut antara lain:
1. Fokus pada kompetensi jalur bisnis utama
Dengan melakukan Outsourcing, perusahaan dapat fokus pada bisnis utama (corebusiness) mereka. Hal ini dapat dilakukan dengan memperbaharui strategi dan
merestrukturisasi sumber daya yang ada. Perusahaan akan mendapatkan keuntungan
dengan memfokuskan sumber daya ini untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dan
meningkatkan keuntungan perusahaan, dengan cara mengalihkan pekerjaan penunjang
diluar bisnis utama perusahaan kepada vendor Outsourcing.
2. Penghematan dan Pengendalian Biaya Operasional
Salah satu alasan utama melakukan Outsourcing adalah peluang untuk mengurangi
dan mengontrol biaya operasional. Perusahaan yang mengelola SDM-nya sendiri akan
memiliki struktur pembiayaan yang lebih besar daripada perusahaan yang
menyerahkan pengelolaan SDM-nya kepada vendor outsourcing. Hal ini terjadi
karena vendor Outsourcing bermain dengan economics of scale dalam mengelola
SDM. Bagi vendor outsourcing, semakin banyak SDM yang dikelola, semakin kecil
juga biaya per-orang yang dikeluarkan. Selain itu, karena masalah ketenagakerjaan
adalah bisnis utama mereka, efisiensi dalam mengelola SDM menjadi perhatian utama
vendor Outsourcing. Dengan mengalihkan masalah ketenagakerjaan kepada vendor
outsourcing, perusahaan dapat melakukan penghematan biaya dengan menghapus
anggaran untuk berbagai investasi di bidang ketenagakerjaan termasuk mengurangi
SDM yang diperlukan untuk melakukan kegiatan administrasi ketenagakerjaan. Hal
ini tentunya akan mengurangi biaya overhead perusahaan dan dana yang dihemat
dapat digunakan untuk proyek lain yang berkaitan langsung dengan peningkatan
kualitas produk/jasa.
Bagi kebanyakan perusahaan, biaya SDM umumnya bersifat tetap (fixed cost). Saat
perusahaan mengalami pertumbuhan positif, hal ini tidak akan bermasalah. Namun
11
Implementasi Karyawan Outsourcing dalam Perusahaan
saat pertumbuhan negatif, hal ini akan sangat memberatkan keuangan perusahaan.
Dengan mengalihkan penyediaan dan pengelolaan SDM yang bekerja diluar bisnis
utama perusahaan kepada vendor outsourcing, perusahaan dapat mengendalikan biaya
SDM dengan mengubah fixed cost menjadi variable cost, dimana jumlah SDM
disesuaikan dengan kebutuhan bisnis utama perusahaan.
3. Memanfaatkan Kompetensi Vendor Outsourcing
Karena core-business-nya dibidang jasa penyediaan dan pengelolaan SDM, vendor
Outsourcing memiliki sumber daya dan kemampuan yang lebih baik dibidang ini
dibandingkan dengan perusahaan. Kemampuan ini didapat melalui pengalaman
mereka dalam menyediakan dan mengelola SDM untuk berbagai perusahaan. Saat
menjalin kerjasama dengan vendor outsourcing yang profesional, perusahaan akan
mendapatkan keuntungan dengan memanfaatkan keahlian vendor outsourcing tersebut
untuk menyediakan dan mengelola SDM yang dibutuhkan oleh perusahaan.
Untuk perusahaan kecil, perusahaan yang baru berdiri atau perusahaan dengan HRD
yang kurang baik dari sisi jumlah maupun kemampuan, vendor outsourcing dapat
memberikan kontribusi yang besar bagi perusahaan. Karena bila tidak ditangani
dengan baik, pengelolaan SDM dapat menimbulkan masalah dan kerugian yang cukup
besar bagi perusahaan, bahkan dalam beberapa kasus mengancam eksistensi
perusahaan.
4. Perusahaan menjadi lebih ramping dan gesit dalam merespon Pasar
Setiap perusahaan, baik besar maupun kecil, pasti memiliki keterbatasan sumber daya.
Dengan melakukan Outsourcing, perusahaan dapat mengalihkan sumber daya yang
terbatas ini dari pekerjaan-pekerjaan yang bersifat non-core dan tidak berpengaruh
langsung terhadap pendapatan dan keuntungan perusahaan kepada pekerjaanpekerjaan strategis core-business yang pada akhirnya dapat meningkatkan kepuasan
pelanggan, pendapatan dan keuntungan perusahaan. Jika dilakukan dengan baik,
Outsourcing dapat membuat perusahaan menjadi lebih ramping dan lebih gesit dalam
merespon kebutuhan pasar. Kecepatan merespon pasar ini menjadi competitive
advantage (keunggulan kompetitif) perusahaan dibandingkan pesaingnya.
12
Implementasi Karyawan Outsourcing dalam Perusahaan
5. Mengurangi Resiko
Dengan melakukan outsourcing, perusahaan mampu mempekerjakan lebih sedikit
karyawan, dan dipilih yang intinya saja. Hal ini menjadi salah satu upaya perusahaan
untuk mengurangi resiko terhadap ketidakpastian bisnis di masa mendatang. Jika
situasi bisnis sedang bagus dan dibutuhkan lebih banyak karyawan, maka kebutuhan
ini tetap dapat dipenuhi melalui Outsourcing. Sedangkan jika situasi bisnis sedang
memburuk dan harus mengurangi jumlah karyawan, perusahaan tinggal mengurangi
jumlah karyawan Outsourcing nya saja, sehingga beban bulanan dan biaya pemutusan
karyawan dapat dikurangi. Resiko perselisihan dengan karyawan bila terjadi PHK pun
dapat dihindari karena secara hukum hal ini menjadi tanggung jawab vendor
Outsourcing. Berbekal pengalaman yang panjang dalam melayani berbagai jenis
perusahaan, vendor outsourcing dapat meminimalisir masalah-masalah yang mungkin
timbul terkait dengan penyediaan dan pengelolaan SDM.
6. Meningkatkan Efisiensi dan Perbaikan pada Pekerjaan-Pekerjaan yang Sifatnya
Non-Core Business
Saat ini banyak sekali perusahaan yang memutuskan untuk mengalihkan setidaknya
satu pekerjaan non-core mereka dengan berbagai alasan. Mereka umumnya menyadari
bahwa merekrut dan mengkontrak karyawan, menghitung dan membayar gaji, lembur
dan
tunjangan-tunjangan,
memberikan
pelatihan,
administrasi
umum
serta
memastikan semua proses berjalan sesuai dengan peraturan perundangan adalah
pekerjaan yang rumit, banyak membuang waktu, pikiran dan dana yang cukup besar.
Mengalihkan pekerjaan-pekerjaan tersebut kepada vendor Outsourcing yang lebih
kompeten dengan memberikan sejumlah fee sebagai imbalan jasa terbukti lebih efisien
dan lebih murah daripada mengerjakannya sendiri.
III.2 Penyebab gagalnya Penerapan kebijakan Outsourcing di Perusahaan
Penerapan kebijakan Outsourcing disamping dapat memberikan keuntungan bagi
perusahaan, terkadang bisa juga gagal dalam penerapannya, hal ini menurut artikel yang ditulis
oleh Antariksa (2010), dalam situs www.potency.co.id dikarenakan beberapa sebab, yaitu :
1. Kurangnya Komitmen, Dukungan dan Keterlibatan Pihak Manajemen Dalam
Pelaksanaan Proyek Outsourcing. Tanpa keterlibatan dari pihak manajemen dalam
13
Implementasi Karyawan Outsourcing dalam Perusahaan
mencapai tujuan jangka pendek maupun jangka panjang proyek Outsourcing, proyek
outsourcing akan berjalan tanpa arahan yang jelas dan bahkan menyimpang dari strategi
dan tujuan awal perusahaan.
2. Kurangnya Pengetahuan Mengenai Siklus Outsourcing Secara Utuh dan Benar.
Kurangnya pengetahuan akan Outsourcing secara utuh dan benar dapat mengakibatkan
proyek outsourcing gagal memenuhi sasaran dan bahkan merugikan perusahaan. Hal
ini terjadi karena perusahaan gagal memilih vendor yang tepat dan sesuai dengan
kebutuhan perusahaan.
3. Kurang Baiknya Cara Mengkomunikasikan Rencana Outsourcing Kepada Seluruh
Karyawan. Komunikasi harus dilakukan secara efektif dan terarah agar tidak muncul
rumor dan resistensi dari karyawan yang dapat mengganggu kemulusan proyek
outsourcing. Penolakan ini muncul karena:

Kekhawatiran karyawan perusahaan akan adanya PHK.

Adanya penentangan dari karyawan atau serikat pekerja.

Kekhawatiran Outsourcing dapat merusak budaya yang ada.

Kekhawatiran akan hilangnya kendali terhadap pekerjaan-pekerjaan yang
dialihkan.

Kekhawatiran bahwa kinerja vendor dalam melakukan pekerjaan yang
dialihkan ternyata tidak sebaik saat dikerjakan sendiri oleh perusahaan.
4. Terburu-buru Dalam Mengambil Keputusan Outsourcing.
Proses pengambilan keputusan untuk Outsourcing harus dilakukan dengan hati-hati,
terencana dan mempunyai metodologi yang jelas dan teratur. Jika tidak, hal ini malah
menjadikan Outsourcing sebagai keputusan yang beresiko tinggi. Misalnya jika
perusahaan tidak mengevaluasi penawaran dan kontrak secara hati-hati, akibatnya
adalah timbul perselisihan antara perusahaan dengan vendor terkait pelaksanaan
Outsourcing.
5. Outsourcing Dimulai Tanpa Visi yang Jelas dan Pondasi yang Kuat.
Tanpa visi yang jelas dan pondasi yang kuat, tujuan dari proyek Outsourcing tidak akan
tercapai karena:

Harapan perusahaan terhadap vendor tidak jelas.

Perusahaan tidak siap menghadapi perubahan proses.
14
Implementasi Karyawan Outsourcing dalam Perusahaan

Perusahaan tidak membuat patokan kinerja sebelum pengalihan kerja ke
vendor.

Peran dan tanggungjawab antara klien dan vendor yang tidak jelas.

Tidak adanya dukungan internal perusahaan.

Lemahnya komunikasi atau manajemen internal.

Lemahnya manajemen proyek, keputusan diserahkan sepenuhnya kepada
vendor.
III.3 Dampak praktek Outsourcing
Menurut Penelitian yang dilakukan oleh AKATIGA bersama FSPMI (Federasi Serikat
Pekerja Metal Indonesia) pada tahun 2010 (Herawati: 2010) dapat diketahui bahwa praktek
penerapan Outsourcing bisa menimbulkan efek fragmentatif, diskriminatif, degradatif dan
eksploitatif terhadap buruh.
Praktek
Outsourcing
telah
menciptakan fragmentasi atau
pengelompokan
buruh
berdasarkan status hubungan kerja di tingkat pabrik. Dalam praktek ini di satu pabrik ada 3
kelompok buruh yakni buruh tetap, buruh kontrak dan buruh Outsourcing. Pengelompokan ini
pada umumnya ditandai dengan perbedaan warna seragam yang dikenakan oleh ketiga kelompok
buruh tersebut dan diantara buruh Outsourcing yang berasal dari perusahaan penyalur tenaga
kerja yang berbeda-beda. Pengelompokan berdasarkan warna baju seragam membawa efek
stratifikasi dan jarak sosial di antara buruh tetap, kontrak dan Outsourcing yang berimplikasi
terhadap solidaritas dan kesadaran bersama sebagai buruh.
Praktek hubungan Outsourcing membawa setidaknya 3 bentuk diskriminasi terhadap
buruh, yaitu:
1. Diskriminasi Usia dan Status Perkawinan
Kebijakan
ikutan
yang
diterapkan
oleh
perusahaan
pengguna
untuk
mempekerjakan buruh outsourcing dengan menerapkan batasan usia dan status
perkawinan bagi buruh Outsourcing telah menimbulkan efek diskriminatif.
Perusahaan cenderung mempekerjakan buruh berusia muda dan untuk perekrutan
buruh Outsourcing baru mensyaratkan buruh yang berusia 18-24 tahun dan berstatus
lajang dengan alasan produktivitas. Memilih buruh berstatus lajang membawa efek
15
Implementasi Karyawan Outsourcing dalam Perusahaan
semakin sulitnya buruh yang sudah berkeluarga untuk memperoleh pekerjaan dan
berpenghasilan.
2. Diskriminasi Upah
Buruh outsourcing yang melakukan jenis pekerjaan yang sama dalam jam kerja
yang sama dengan buruh tetap mendapatkan upah yang berbeda. Upah total buruh
kontrak
lebih
rendah 17% dari
upah
buruh
tetap
dan
upah
total
buruh
Outsourcing 26% lebih rendah dari upah buruh tetap.
3. Diskriminasi Berserikat
Buruh kontrak dan Outsourcing dilarang secara langsung maupun tidak langsung
untuk bergabung dengan serikat tertentu atau dengan serikat apapun dan kemungkinan
tidak diperpanjang kontrak jika bergabung dengan serikat buruh.
Praktek Outsourcing membawa efek degradasi atau penurunan pada kondisi kerja dan
kesejahteraan buruh. Dalam hubungan kerja ini tidak ada jaminan pekerjaan karena hubungan
kerja bersifat kontrak dengan rata-rata masa kontrak 1 tahun, hanya mendapatkan upah mínimum
dan menerima beberapa tunjangan yang jumlahnya lebih kecil dibandingkan yang diterima buruh
tetap, untuk memperpanjang masa kontrak harus mengeluarkan biaya untuk penyalur tenaga
kerja, tidak ada kompensasi saat hubungan kerja berakhir, peluang peningkatan status dan karir
sangat kecil.
Praktek Outsourcing juga cenderung eksploitatif karena
untuk
melakukan
kewajiban
pekerjaan yang sama, buruh kontrak dan Outsourcing memperoleh upah dan hak-hak yang
berbeda dan sebagian buruh harus mengeluarkan biaya untuk mendapatkan pekerjaan atau untuk
mempertahankan pekerjaannya.
Jika berdasarkan penelitian tersebut, penerapan Outsourcing bisa memberi dampak
negatif bagi masyarakat, namun menurut Hasanuddin Rachman (2008), Outsourcing memberikan
manfaat bagi pemerintah antara lain :
a. Mengembangkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat dan pertumbuhan
ekonomi nasional.
b. Pembinaan dan pengembangan kegiatan koperasi dan usaha kecil dan menengah.
Sedangkan manfaat Outsourcing bagi masyarakat antara lain:
a. Aktivitas outsourcing akan mendorong kegiatan ekonomi penunjang dilingkungan
16
Implementasi Karyawan Outsourcing dalam Perusahaan
masyarakat.
b. Mengembangkan infrastruktur sosial masyarakat, budaya kerja, disiplin
dan peningkatan kemampuan ekonomi
c. Mengurangi pengangguran.
d. Meningkatkan kemampuan dan budaya berusaha di lingkungan masyarakat.
17
Implementasi Karyawan Outsourcing dalam Perusahaan
BAB IV
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
Secara umum, perusahaan memilih alternative untuk melakuan Outsourcing atas sebagian
aktivitas bisnisnya dengan alasan sebagai berikut:
1. Fokus pada kegiatan Utama
2. Penghematan dan pengendalian biaya operasional.
3. Memanfaatkan kompetensi vendor Outsourcing.
4. Perusahaan Menjadi Lebih Ramping dan Lebih Gesit Dalam Merespon Pasar.
5. Mengurangi resiko
6. Meningkatkan Efisiensi dan Perbaikan pada Pekerjaan-Pekerjaan yang Sifatnya Non Core
Business
Dalam pelaksanaannya, implementasi system Outsourcing tentu akan menimbulkan dampak yang
perlu diantisipasi yaitu dalam hal:
1. Diskriminasi Usia dan Status Perkawinan.
2. Diskriminasi Upah.
3. Diskriminasi Berserikat.
.
IV.2 Saran
Dalam pembahasan lebih lanjut kedepannya, diperlukan pembahasan mengenai akibat yang
ditimbulkan bagi karyawan Outsourcing atas statusnya dan akibatnya bagi kinerja karyawan
tersebut di perusahaan dan akibatnya bagi perusahaan. Selain itu perlu dibahas juga fasilitas dan
kompensasi apa saja yang umumnya membedakan antara karyawan tetap perusahaan dengan
karyawan Outsourcing. Selain itu juga perlu di lakukan pembahasan lebih lanjut dalam
penentuan pemilihan perusahaan Outsourcing yang akan dipilih perusahaan sehingga tercapai
tujuan perusahaan sesuai dengan yang diharapkan.
18
Implementasi Karyawan Outsourcing dalam Perusahaan
DAFTAR PUSTAKA
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Nur Cahyo, 2006, Tesis : Pengalihan Pekerjaan Penunjang perusahaan dengan Sistem
Outsourcing (Alih Daya) Menurut Undang-undang No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
(Studi Kasus pada Asuransi Astra Buana), Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, Depok.
Suwondo, Chandra, 2003, Outsourcing; Implementasi di Indonesia, Elex Media Computindo,
Jakarta.
IT Governance Domain Practices and Competencies, 2005. Governance of
Outsourcing, The IT Governance Institute
http://eksa.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2011/07/SIM-UAT.pdf
http://www.ajihoesodo.com/index.php?option=com_content&view=article&id=80:seputarmasalah-tenaga-kerja-outsourcing-di-indonesia&catid=2:hukum&Itemid=6
19
Implementasi Karyawan Outsourcing dalam Perusahaan
LAMPIRAN
Definisi
1.
2.
3.
Divisi Sumber Daya Manusia adalah unit kerja yang mengelola Sumber Daya Manusia
Perusahaan.
Pegawai adalah individu yang bekerja pada perusahaan yang terkait dalam hubungan kerja.
Perjanjian Kerja Paruh Waktu (PKWT) adalah Perjanjian yang dibuat berdasarkan jangka
waktu tertentu dan sifatnya sementara.
20
Download