KONSEP DASAR FRAKTUR RADIUS A. Pengertian Fraktur Radius adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulang radius. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. Patah tulang radius terbagi atas : 1. Fraktur Suprakondilar Radius 2. Fraktur Interkondiler Radius 3. Fraktur Batang Radius 4. Fraktur Kolum Radius (Brunner & Suddart, 2017) B. Jenis Fraktur 1. Menurut jumlah garis fraktur : a. Simple fraktur (terdapat satu garis fraktur) b. Multiple fraktur (terdapat lebih dari satu garis fraktur) c. Comminutive fraktur (banyak garis fraktur/fragmen kecil yang lepas) 2. Menurut luas garis fraktur : a. Fraktur inkomplit (tulang tidak terpotong secara langsung) b. Fraktur komplit (tulang terpotong secara total) c. Hair line fraktur (garis fraktur hampir tidak tampak sehingga tidak ada perubahan bentuk tulang) 3. Menurut bentuk fragmen : a. Fraktur transversal (bentuk fragmen melintang) b. Fraktur obligue (bentuk fragmen miring) c. Fraktur spiral (bentuk fragmen melingkar) 4. Menurut hubungan antara fragmen dengan dunia luar : a. Fraktur terbuka (fragmen tulang menembus kulit), terbagi 3 : 1) Pecahan tulang menembus kulit, kerusakan jaringan sedikit, kontaminasi ringan, luka <1 cm. 2) Kerusakan jaringan sedang, resiko infeksi lebih besar, luka >1 cm. 3) Luka besar sampai ± 8 cm, kehancuran otot, kerusakan neurovaskuler, kontaminasi besar. b. Fraktur tertutup (fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar) (Charless, 2016) C. Etiologi 1. Trauma a. Langsung (kecelakaan lalulintas) b. Tidak langsung (jatuh dari ketinggian dengan posisi berdiri/duduk sehingga terjadi fraktur tulang belakang ) 2. Patologis : Metastase dari tulang 3. Degenerasi : Osteoporosis 4. Spontan : Terjadi tarikan otot yang sangat kuat (Doenges, 2016) D. Patofisiologi Fraktur terjadi bila interupsi dari kontinuitas tulang, biasanya fraktur disertai cidera jaringan disekitar ligament, otot, tendon, pembuluh darah dan persyarafan. Tulang yang rusak mengakibatkan periosteum pembuluh darah pada korteks dan sumsum tulang serta jaringan lemak sekitarnya rusak. Keadaan tersebut menimbulkan perdarahan dan terbentuknya hematom dan jaringan nekrotik. Terjadinya jaringan nekrotik pada jaringan sekitar fraktur tulang merangsang respon inflamasi berupa vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera. Tahap ini merupakan tahap awal pembentukan tulang. Berbeda dengan jaringan lain, tulang dapat mengalami regenerasi tanpa menimbulkan bekas luka (Brunner dan Suddart, 2017). E. Pathways Trauma langsung trauma tidak langsung kondisi patologis FRAKTUR Diskontinuitas tulang pergeseran frakmen tulang Perub jaringan sekitar kerusakan frakmen tulang laserasi kulit: Pergeseran frag Tlg Kerusakan integritas kulit nyeri spasme otot putus vena/arteri peningk tek kapiler tek. Ssm tlg > tinggi dr kapiler reaksi stres klien deformitas perdarahan pelepasan histamin melepaskan katekolamin gg. fungsi protein plasma hilang memobilisai asam lemak kehilangan volume cairan edema Gg mobilitas fisik bergab dg trombosit Shock hipivolemik emboli penekanan pemb. drh menyumbat pemb drh penurunan perfusi jar gg.perfusi jaringan Sumber : Doenges (2016) F. Manifestasi Klinis 1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen tulang diimobilisasi, hematoma, dan edema 2. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah 3. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur 4. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya 5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit 6. Peningkatan temperatur local 7. Pergerakan abnormal 8. Echymosis 9. Kehilangan fungsi (Mansjoer, Arif. 2017) G. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi, luasnya 2. Pemeriksaan jumlah darah lengkap 3. Arteriografi : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai 4. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal (Charless, 2016) H. Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan fraktur prinsipnya adalah dengan 4-R : a. Recognisi : riwayat dari terjadinya fraktur sampai didiagnosa fraktur b. Reduksi : upaya memanipulasi fragmen tulang c. Retensi : memelihara reduksi sampai penyembuhan d. Rehabilitasi : upaya untuk pencapai kembali fungsi tulang secara normal 2. Beberapa intervensi yang diperlukan a. Intervensi Terapeutik atau konservatif 1) Proteksi dengan mitela atau pembebatan fraktur diatas dan dibawah sisi cidera sebelum memindahkan pasien. Pembebatan atau pembidaian mencegah luka dan nyeri yang lebih jauh dan mengurangi adanya komplikasi. 2) Immobilitas Dilakukan dalam jangka waktu berbeda-beda untuk kesembuhan fragmen yang dipersatukan dengan pemasangan gips. 3) Memberikan kompres dingin untuk menentukan perdarahan, edema dan nyeri 4) Kontrol perdarahan dan memberikan penggantian cairan untuk mencegah syock. 5) Traksi untuk fraktur tulang panjang Sebagai upaya menggunakan kekuatan tarikan untuk meluruskan dan immobilisasi fragmen tulang. 6) Reposisi tertutup atau fiksasi dengan gips Pada fraktur supra kondilus, reposisi dapat dilaksanakan dengan anestesi umum atau lokal. b. Pemberian Diet Pemberian diet TKTP dan zat besi untuk mencegah terjadinya anemia. c. Intervensi farmakologis 1) Anestesi local, analgesic narkotik, relaksasi otot atau sedative diberikan untuk membantu klien selama prosedur reduksi tertutup. 2) Anestesi dapat diberikan 3) Analgesic diberikan sesuai petunjuk untuk mengontrol nyeri pada pasca operasi 4) ATS diberikan pada pasien tulang complicated d. Intervensi operatif 1) Reduksi untuk memperbaiki kontinuitas tulang 2) Reduksi Tertutup Fragmen tulang disatukan dengan manipulasi dan traksi manual untuk memperbaiki kesejajaran gips atas bebat dipasang, untuk mengimmobilisasi ekstremitas dan mempertahankan reduksi. Diperlukan suatu kontrol radiology yang diikuti fiksasi interna. 3) Reduksi terbuka dan fiksasi internal / ORIF Fiksasi interna dengan pembedahan terbuka akan mengimmobilisasi fraktur. Memasukkan paku, sekrup atau pen atau plat ke dalam tempat fraktur untuk memfiksasi bagian tulang yang fraktur secara bersamaan. Fragmen tulang secara langsung terlihat dan alat fiksasinya digunakan untuk memegang fragmen tulang dalam posisi. Terjadi penyembuhan tulang dan dapat diangkat bila tulang sembuh. Setelah penutupan luka, beban atau gips untuk stabilisasi dan sokong tambahan. 4) Penggantian endoprostetik Penggantian fragmen dengan alat logam terimplantasi dan digunakan bila terakhir mengganggu nutrisi tulang atau pengobatan pilihan adalah penggantian tulang. (Brunner dan Suddart, 2017) I. Komplikasi 1. Umum : a. Shock b. Kerusakan organ c. Kerusakan saraf d. Emboli lemak 2. Dini: a. Cedera arteri b. Cedera kulit dan jaringan c. Cedera partement syndrom. 3. Lanjut : a. Stiffnes (kaku sendi) b. Degenerasi sendi c. Penyembuhan tulang terganggu : 1) Mal union : tulang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya. 2) Non union : tulang yang tidak menyambung kembali 3) Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjalan tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. 4) Cross union (Mansjoer, Arif. 2017) J. Tahap penyembuhan tulang 1. Hematoma : a. Dalam 24 jam mulai pembekuan darah dan haematom b. Setelah 24 jam suplay darah ke ujung fraktur meningkat c. Haematom ini mengelilingi fraktur dan tidak diabsorbsi selama penyembuhan tapi berubah dan berkembang menjadi granulasi. 2. Proliferasi sel : a. Sel-sel dari lapisan dalam periosteum berproliferasi pada sekitar fraktur b. Sel ini menjadi prekusor dari osteoblast, osteogenesis berlangsung terus, lapisan fibrosa periosteum melebihi tulang. c. Beberapa hari di periosteum meningkat dengan fase granulasi membentuk collar di ujung fraktur. 3. Pembentukan callus : a. Dalam 6-10 hari setelah fraktur, jaringan granulasi berubah dan terbentuk callus. b. Terbentuk kartilago dan matrik tulang berasal dari pembentukan callus. c. Callus menganyam massa tulang dan kartilago sehingga diameter tulang melebihi normal. d. Hal ini melindungi fragmen tulang tapi tidak memberikan kekuatan, sementara itu terus meluas melebihi garis fraktur. 4. Ossification a. Callus yang menetap menjadi tulang kaku karena adanya penumpukan garam kalsium dan bersatu di ujung tulang. b. Proses ossifikasi dimulai dari callus bagian luar, kemudian bagian dalam dan berakhir pada bagian tengah c. Proses ini terjadi selama 3-10 minggu. 5. Consolidasi dan Remodelling Terbentuk tulang yang berasal dari callus dibentuk dari aktivitas osteoblast dan osteoklast. (Charless, 2016) K. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Riwayat keperawatan 1) Perawat perlu menentukan : data biografi, riwayat terjadinya trauma (bila tidak ada riwayat terjadi fraktur patologis) dimana terjadinya trauma, jenis trauma, berat ringananya trauma. 2) Obat-obatan yang sering digunakan 3) Kebiasaan minum-minuman keras 4) Nutrisi 5) Pekerjaan atau hobby b. Pemeriksaan fisik Head to toe , inspeksi perubahan bentuk tulang, lokasi fraktur, gerakan pasien, integritas kulit, nyeri. c. Aktivitas atau istirahat Ditujukan dengan terbatasnya atau kehilangan fungsi, yang cenderung pada bagian tengah yang disebabkan oleh fraktur sekunder bengkak pada jaringan dan rasa nyeri. d. Sirkulasi Ditunjukkan dengan : hipertensi atau hipotensi, tachicardi yang disebabkan karena respon stress atau hipovolemik, nadi berkurang atau menurun lebih kecil pada bagian distal perlukan disebabkan karena keterlambatan pengikatan pembuluh darah mempengaruhi bagian jaringan menjadi bengkok hematom pada tempat perlukaan disebabkan adanya darah ekstravaskuler berada pada daerah perlukaan. e. Neurosensori Ditunjukkan dengan kehilangan gerakan atau sensasi, spasme otot : kaku atau tak terasa (parestesi), perubahan total, pemendekan, kekakuan abnormal, terpuntir, krepitasi, agitasi karena nyeri atau cemas. f. Rasa nyaman Tiba-tiba nyeri hebat pada tempat luka (mungkin lokasi pada jaringan atau kerusakan tulang saat immobilisasi) nyeri ini disebabkan terputusnya saraf, otot spasme setelah immobilisasi. g. Keamanan Kulit laserasi, perdarahan, perlukaan, lokasi bengkak. h. Tempat fraktur dan sistem jaringan 1) Edema 2) Perubahan warna 3) Parestesia dengan numbness dan tingling karena ketidakseimbangan aliran darah dalam pembuluh darah yang menuju berbagai organ atau peningkatan tekanan jaringan 4) Nyeri akibat penimbunan darah sekitar tulang yang mengakibatkan tertekannya saraf. 5) Kulit terbuka dan tertutup Kulit terbuka apabila tulang sampai menembus kulit-kulit tertutup apabila tulang masih berada didalam kulit 6) Krepitasi akibat sensasi yang berkertak : bunyi yang terdengar pada saat kedua tulang saling bergerak 7) Perdarahan terjadi karena kerusakan pembuluh darah arteri dan vena i. Sistem yang diperhatikan 1) Pallor atau pucat Karena perdarahan yang banyak maka darah yang mengikat oksigen dalam tubuh berkurang sehingga penurunan O2 di dalam jaringan. 2) Confusion Perfusi darah yang ke otak menurun sehingga otak kekurangan O2 dan mengganggu metabolisme otak yang mengakibatkan kebingungan. 3) Dyspnea Terjadi pada fraktur terbuka, lemak berasal dari sumsum tulang atau myelum masuk ke aliran darah terbuka sehingga dapat terjadi embolik dan mengakibatkan sesak napas. 4) Shock Terjadi saat hipovolemik karena kekurangan darah akibat pecahnya arteri dari perdarahan 5) Diaphoresis atau keringat banyak Akibat peningkatan metabolisme tubuh, untuk itu dibutuhkan energi banyak hingga energi akan dipecah menjadi panas dan menimbulkan banyak keringat. 6) Takut dan cemas karena perubahan status kesehatan j. Psikososial yang perlu diperhatikan Konsep diri karena adanya perubahan body image dan kelemahan mobilitas fisik. (Nanda, 2015) 2. Persiapan Pre Operasi a. Diet 8 jam menjelang operasi pasien tidak diperbolehkan makan, 4 jam sebelum operasi pasien tidak diperbolehkan minum, (puasa) pada operasi dengan anestesi umum. Pada pasien dengan anestesi local atau spinal anestesi makanan ringan diperbolehkan. b. Persiapan perut Pemberian leukonol/lavement sebelum operasi dilakukan pada bedah saluran pencernaan atau pelvis daerah peripheral. Untuk pembedahan pada saluran pencernaan dilakukan 2 kali yaitu pada waktu sore dan pagi hari menjelang operasi. c. Persiapan kulit Daerah yang akan dioperasi harus bebas dari rambut. Pencukuran dilakukan pada waktu malam menjelang operasi. Rambut pubis dicukur bila perlu saja, lemak dan kotoran harus terbeba dari daerah kulit yang akan dioperasi. Luas derah yang dicukur sekurang-kurangnya 10-20 cm2. d. Pemeriksaan penunjang Meliputi hasil laboratorium, foto rontgen, ECG,USG, dll. e. Persetujuan operasi/informend consent Izin tertulis dari pasien atau keluarga harus tersedia. Persetujuan bila didapat dari keluarga dekat yaitu suami/istri, anak, mertua, orang tua dan keluarga terdekat. Pada kasus gawat darurat ahli bedah mempunyai wewenang untuk melaksanakan operasi tanpa surat izin tertulis dari pasien atau keluarga. Setelah dilakukan berbagai cara untuk mendapatkan kontak dengan anggota keluarga pada sisa waktu yang masih mungkin. 3. Diagnosa keperawatan a. Pre operasi 1) Nyeri berhubungan dengan fraktur tulang, spasme otot, edema, kerusakan jaringan lunak Tujuan : nyeri berkurang Kriteria Hasil : klien mengatakan nyeri berkurang, ekspresi wajah rileks, skala nyeri 2-3 Intervensi : a) Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri b) Imobilisasi bagian yang sakit c) Tinggikan dan dukung ekstrimitas yang terkena d) Ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam e) Berikan obat analgesic sesuai indikasi 2) Gangguan mobilitas fisik nyeri/ketidaknyamanan, imobilisasi. Tujuan : mobilisasi fisik tidak terganggu berhubungan dengan Kriteria Hasil : meningkatkn/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi. Intervensi : a) Kaji derajat imobilisasi akibat cidera b) Dorong partisipasi pada aktivitas teraupetik c) Bantu dalam rentang gerak pasif/aktif d) Ubah posisi secara periodik e) Kolaborasi dengan ahli terapis/okupasi atau rehabilitasi medik 3) Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan imobilisasi, penurunan sirkulasi, fraktur terbuka. Tujuan : tidak terjadi kerusakan integritas kulit Kriteria Hasil : klien memperlihatkan integritas kulit tetap baik Intervensi : a) Kaji kulit untuk luka terbuka terhadap benda asing, kemerahan, perdarahan, perubahan warna. b) Massage kulit, pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan c) Ubah posisi dengan sering d) Bersihkan kulit dengan air hangat/ NaCl e) Lakukan perawatan luka dengan steril 4) Anxietas berhubungan dengan prosedur tindakan pembedahan dan hasil akir pembedahan. Tujuan : cemas berkurang sampai dengan hilang Krieteria Hasil : menggunakan mekanisme kopping yang efektif Intervensi : a) Kaji tingkat kecemasan klien (ringan, sedang, berat, panik) b) Damping klien c) Beri support system dan motivasi klien d) Beri dorongan spiritual e) Jelaskan jenis prosedur dan tindakan pengobatan 5) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, kerusakan kulit, trauma jaringan. Tujuan :tidak terjadi infeksi Kriteria Hasil : mencapai penyembuhan luka sesuai waktu Intervensi : a) Inspeksi kulit adanya iritasi atau robekan kontiunitas b) Kaji kulit yang terbuka terhadap peningkatan nyeri, rasa terbakar, edema, erithema dan drainage/ bau tak sedap c) Berikan perawatan kulit dengan steril dan antiseptik d) Tutup dan ganti balutan dengan prinsip steril setiap hari e) Berikan obat antibiotic sesuai indikasi b. Post operasi 1) Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik / luka pada jaringan. Tujuan : Klien dapat mengontrol nyeri setelah dilakukan tindakan keperawatan Kriteria hasil : a) Melaporkan secara verbal nyeri berkurang b) Ekspresi wajah nampak relaks c) Skala nyeri berkurang d) Tidak ada peningktan nadi dan respirasi Intervensi a) Observasi nyeri meliputi PQRST b) Observasi respon non verbal karena ketidaknyamanan c) Kontrol faktor lingkungan yang menyebabkan pasien merasa tidak nyaman suhu, penerangan, lingkungan, bising d) Posisikan klien pada posisi yang nyaman untuk mengurangi nyeri e) Anjurkan pada klien untuk menyebabkan peningkatan nyeri mengurangi faktor yang f) Ajarkan teknik mengurangi nyeri dengan teknik relaksasi nafas dalam g) Ajarkan teknik distraksi, relaksasi. h) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgenik 2) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal, cedera jaringan disekitar fraktur. Tujuan : Kemampuan mobilitas meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan Kriteria hasil : a) Dapat melakukan ROM secara mandiri b) Klien dapat meningkatkan fungsi tubuh yang sakit Intervensi a) Monitor status neurology, monitor kondisi kulit b) Monitor kemampuan mobilisasi klien c) Beri peyangga pada ektrimitas yang sakit ketika bergerak d) Dorong klien untuk melakukan mobilitas secara bertahap dan periodic e) Bantu klien untuk latihan rentang gerak pada ektrimitas yang sakit bila sudah sembuh f) Pasang restrain g) Jaga linen tetap bersih, kering h) Anjurkan klien latihan di bed sesuai keadaan klien i) Kolaborasi dengan fisioterapi untuk peningkatan latihan 3) Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup) Tujuan : Kerusakan jaringan tidak meluas setelah dilakukan tindakan keperawatan Kriteria hasil : a) Tidak ada oedema disekitar luka b) Kulit disekitar luka tidak nampak kemerahan c) Luka tidak memproduksi pus Intervensi a) Observasi karakteristik luka b) Catat drainase yang keluar c) Bersihkan luka dengan anti septic d) Ajarkan klien atau keluarga membersihkan luka sesuai prosedur e) Monitor untuk tanda-tanda infeksi f) Inspeksi kulit dan membrane mokus untuk kemerahan panas atau drainase g) Pertahankan tempat tidur yang aman dan nyaman 4) Resiko infeksi berhubungan dengan tempat masuknya mikroorganisme sekunder terhadap prosedur invasive / adanya luka. Tujuan : Klien tetap mendapatkan status imun adekuat dan tidak ada tanda-tanda infeksi setelah dilakukan tindakan keperawatan Kriteria hasil : a) Tidak terdapat tanda-tanda infeksi pada luka (dolor, tumor, kalor, rubor dan fungsiolaesa) b) Luka bersih c) Tanda-tanda vital dalam batas normal d) Integritas kulit baik e) Hasil laboratorium dalam batas normal Intervensi : a) Monitor TTV b) Monitor tanda lokal dari infeksi c) Anjurkan pada klien untuk tidak memegang bagian yang luka d) Pertahankan pelaksanaan prosedur dengan teknik aseptik e) Anjurkan keluarga menjaga kebersihan sekitar alat invasive f) Laksanakan pemberian antibotik 5) Kurang perawatan diri mandi, toileting dan berpakaian berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal sekunder akibat fraktur. Tujuan : Kemampuan klien dalam perawatan diri mandi, toileting dan berpakaian meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan Kriteria hasil : Dapat melakukan ADL secara mandiri Intervensi a) Monitor kemampuan mandi klien b) Fasilitasi kebutuhan gosok gigi klien c) Monitor kemampuan klien untuk toileting d) Jaga privasi selama eliminasi e) Kembalikan posisi klien setelah eliminasi f) Bantu klien BAB/BAK g) Monitor kemampuan berpakaian klien h) Bantu klien dalam mengenakan baju 6) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada. Tujuan : Klien dapat mengetahui tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatannya Kriteria Hasil : Klien tampak tenang Intervensi : a) Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran. b) Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik. c) Ajarkan tanda/gejala klinis yang memerlukan evaluasi medik (nyeri berat, demam, perubahan sensasi kulit distal cedera) d) Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan (Suradi, 2001) DAFTAR PUSTAKA Brunner dan Suddart, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta: EGC: 2017. Carpenito, Lynda Juall. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Jakarta : EGC, 2016. Charless J Meeves, Keperawatan Medika Bedah, Jakarta. Salemba Medika, 2016. Doenges, Marlyn E. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : EGC, 2016. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Medika Aesculapius, 2017. Nanda, Nursing Diagnosis Definition and Classification, 2015. Suradi, Yuliam Rita, Asuhan Keperawatan. Jakarta, 2016.