Laporan Asuhan Keperawatan PASIEN DENGAN DIAGNOSA CLOSE FRAKTUR 1/3 RADIUS DEXTRA RSPAU dr. HARDJOLUKITO Disusun Oleh: M.Yusuf Ashari [04.17.4592] PROGRAM STUDI KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN SURYA GLOBAL YOGYAKARTA 2021 KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanallahu wa ta’ala, yang telah memberi rahmat, hidayah, serta karuniaNya kepada saya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan hasil Asuhan Keperawatan Pasien dengan Diagnosa Close Fraktur 1/3 Radius Dextra di Ruang Merak RSPAU dr. Hardjolukito tepat pada waktunya. kami menyadari bahwa Laporan ini masih belum sempurna dan banyak kesalahan, oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Yogyakarta, 22 April 2021 Penulis KONSEP DASAR FRAKTUR RADIUS A. Pengertian Fraktur Radius adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulang radius. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. Patah tulang radius terbagi atas : 1. Fraktur Suprakondilar Radius 2. Fraktur Interkondiler Radius 3. Fraktur Batang Radius 4. Fraktur Kolum Radius (Brunner & Suddart, 2017) B. Jenis Fraktur 1. Menurut jumlah garis fraktur : a. Simple fraktur (terdapat satu garis fraktur) b. Multiple fraktur (terdapat lebih dari satu garis fraktur) c. Comminutive fraktur (banyak garis fraktur/fragmen kecil yang lepas) 2. Menurut luas garis fraktur : a. Fraktur inkomplit (tulang tidak terpotong secara langsung) b. Fraktur komplit (tulang terpotong secara total) c. Hair line fraktur (garis fraktur hampir tidak tampak sehingga tidak ada perubahan bentuk tulang) 3. Menurut bentuk fragmen : a. Fraktur transversal (bentuk fragmen melintang) b. Fraktur obligue (bentuk fragmen miring) c. Fraktur spiral (bentuk fragmen melingkar) 4. Menurut hubungan antara fragmen dengan dunia luar : a. Fraktur terbuka (fragmen tulang menembus kulit), terbagi 3 : 1) Pecahan tulang menembus kulit, kerusakan jaringan sedikit, kontaminasi ringan, luka <1 cm. 2) Kerusakan jaringan sedang, resiko infeksi lebih besar, luka >1 cm. 3) Luka besar sampai ± 8 cm, kehancuran otot, kerusakan neurovaskuler, kontaminasi besar. b. Fraktur tertutup (fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar) (Charless, 2016) C. Etiologi 1. Trauma a. Langsung (kecelakaan lalulintas) b. Tidak langsung (jatuh dari ketinggian dengan posisi berdiri/duduk sehingga terjadi fraktur tulang belakang ) 2. Patologis : Metastase dari tulang 3. Degenerasi : Osteoporosis 4. Spontan : Terjadi tarikan otot yang sangat kuat (Doenges, 2016) D. Patofisiologi Fraktur terjadi bila interupsi dari kontinuitas tulang, biasanya fraktur disertai cidera jaringan disekitar ligament, otot, tendon, pembuluh darah dan persyarafan. Tulang yang rusak mengakibatkan periosteum pembuluh darah pada korteks dan sumsum tulang serta jaringan lemak sekitarnya rusak. Keadaan tersebut menimbulkan perdarahan dan terbentuknya hematom dan jaringan nekrotik. Terjadinya jaringan nekrotik pada jaringan sekitar fraktur tulang merangsang respon inflamasi berupa vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera. Tahap ini merupakan tahap awal pembentukan tulang. Berbeda dengan jaringan lain, tulang dapat mengalami regenerasi tanpa menimbulkan bekas luka (Brunner dan Suddart, 2017). E. Pathways Trauma langsung trauma tidak langsung kondisi patologis FRAKTUR Diskontinuitas tulang pergeseran frakmen tulang Perub jaringan sekitar kerusakan frakmen tulang laserasi kulit: Pergeseran frag Tlg Kerusakan integritas kulit nyeri spasme otot putus vena/arteri peningk tek kapiler tek. Ssm tlg > tinggi dr kapiler reaksi stres klien deformitas perdarahan pelepasan histamin melepaskan katekolamin gg. fungsi protein plasma hilang memobilisai asam lemak kehilangan volume cairan edema Gg mobilitas fisik bergab dg trombosit Shock hipivolemik emboli penekanan pemb. drh menyumbat pemb drh penurunan perfusi jar gg.perfusi jaringan Sumber : Doenges (2016) F. Manifestasi Klinis 1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen tulang diimobilisasi, hematoma, dan edema 2. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah 3. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur 4. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya 5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit 6. Peningkatan temperatur local 7. Pergerakan abnormal 8. Echymosis 9. Kehilangan fungsi (Mansjoer, Arif. 2017) G. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi, luasnya 2. Pemeriksaan jumlah darah lengkap 3. Arteriografi : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai 4. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal (Charless, 2016) H. Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan fraktur prinsipnya adalah dengan 4-R : a. Recognisi : riwayat dari terjadinya fraktur sampai didiagnosa fraktur b. Reduksi : upaya memanipulasi fragmen tulang c. Retensi : memelihara reduksi sampai penyembuhan d. Rehabilitasi : upaya untuk pencapai kembali fungsi tulang secara normal 2. Beberapa intervensi yang diperlukan a. Intervensi Terapeutik atau konservatif 1) Proteksi dengan mitela atau pembebatan fraktur diatas dan dibawah sisi cidera sebelum memindahkan pasien. Pembebatan atau pembidaian mencegah luka dan nyeri yang lebih jauh dan mengurangi adanya komplikasi. 2) Immobilitas Dilakukan dalam jangka waktu berbeda-beda untuk kesembuhan fragmen yang dipersatukan dengan pemasangan gips. 3) Memberikan kompres dingin untuk menentukan perdarahan, edema dan nyeri 4) Kontrol perdarahan dan memberikan penggantian cairan untuk mencegah syock. 5) Traksi untuk fraktur tulang panjang Sebagai upaya menggunakan kekuatan tarikan untuk meluruskan dan immobilisasi fragmen tulang. 6) Reposisi tertutup atau fiksasi dengan gips Pada fraktur supra kondilus, reposisi dapat dilaksanakan dengan anestesi umum atau lokal. b. Pemberian Diet Pemberian diet TKTP dan zat besi untuk mencegah terjadinya anemia. c. Intervensi farmakologis 1) Anestesi local, analgesic narkotik, relaksasi otot atau sedative diberikan untuk membantu klien selama prosedur reduksi tertutup. 2) Anestesi dapat diberikan 3) Analgesic diberikan sesuai petunjuk untuk mengontrol nyeri pada pasca operasi 4) ATS diberikan pada pasien tulang complicated d. Intervensi operatif 1) Reduksi untuk memperbaiki kontinuitas tulang 2) Reduksi Tertutup Fragmen tulang disatukan dengan manipulasi dan traksi manual untuk memperbaiki kesejajaran gips atas bebat dipasang, untuk mengimmobilisasi ekstremitas dan mempertahankan reduksi. Diperlukan suatu kontrol radiology yang diikuti fiksasi interna. 3) Reduksi terbuka dan fiksasi internal / ORIF Fiksasi interna dengan pembedahan terbuka akan mengimmobilisasi fraktur. Memasukkan paku, sekrup atau pen atau plat ke dalam tempat fraktur untuk memfiksasi bagian tulang yang fraktur secara bersamaan. Fragmen tulang secara langsung terlihat dan alat fiksasinya digunakan untuk memegang fragmen tulang dalam posisi. Terjadi penyembuhan tulang dan dapat diangkat bila tulang sembuh. Setelah penutupan luka, beban atau gips untuk stabilisasi dan sokong tambahan. 4) Penggantian endoprostetik Penggantian fragmen dengan alat logam terimplantasi dan digunakan bila terakhir mengganggu nutrisi tulang atau pengobatan pilihan adalah penggantian tulang. (Brunner dan Suddart, 2017) I. Komplikasi 1. Umum : a. Shock b. Kerusakan organ c. Kerusakan saraf d. Emboli lemak 2. Dini: a. Cedera arteri b. Cedera kulit dan jaringan c. Cedera partement syndrom. 3. Lanjut : a. Stiffnes (kaku sendi) b. Degenerasi sendi c. Penyembuhan tulang terganggu : 1) Mal union : tulang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya. 2) Non union : tulang yang tidak menyambung kembali 3) Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjalan tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. 4) Cross union (Mansjoer, Arif. 2017) J. Tahap penyembuhan tulang 1. Hematoma : a. Dalam 24 jam mulai pembekuan darah dan haematom b. Setelah 24 jam suplay darah ke ujung fraktur meningkat c. Haematom ini mengelilingi fraktur dan tidak diabsorbsi selama penyembuhan tapi berubah dan berkembang menjadi granulasi. 2. Proliferasi sel : a. Sel-sel dari lapisan dalam periosteum berproliferasi pada sekitar fraktur b. Sel ini menjadi prekusor dari osteoblast, osteogenesis berlangsung terus, lapisan fibrosa periosteum melebihi tulang. c. Beberapa hari di periosteum meningkat dengan fase granulasi membentuk collar di ujung fraktur. 3. Pembentukan callus : a. Dalam 6-10 hari setelah fraktur, jaringan granulasi berubah dan terbentuk callus. b. Terbentuk kartilago dan matrik tulang berasal dari pembentukan callus. c. Callus menganyam massa tulang dan kartilago sehingga diameter tulang melebihi normal. d. Hal ini melindungi fragmen tulang tapi tidak memberikan kekuatan, sementara itu terus meluas melebihi garis fraktur. 4. Ossification a. Callus yang menetap menjadi tulang kaku karena adanya penumpukan garam kalsium dan bersatu di ujung tulang. b. Proses ossifikasi dimulai dari callus bagian luar, kemudian bagian dalam dan berakhir pada bagian tengah c. Proses ini terjadi selama 3-10 minggu. 5. Consolidasi dan Remodelling Terbentuk tulang yang berasal dari callus dibentuk dari aktivitas osteoblast dan osteoklast. (Charless, 2016) K. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Riwayat keperawatan 1) Perawat perlu menentukan : data biografi, riwayat terjadinya trauma (bila tidak ada riwayat terjadi fraktur patologis) dimana terjadinya trauma, jenis trauma, berat ringananya trauma. 2) Obat-obatan yang sering digunakan 3) Kebiasaan minum-minuman keras 4) Nutrisi 5) Pekerjaan atau hobby b. Pemeriksaan fisik Head to toe , inspeksi perubahan bentuk tulang, lokasi fraktur, gerakan pasien, integritas kulit, nyeri. c. Aktivitas atau istirahat Ditujukan dengan terbatasnya atau kehilangan fungsi, yang cenderung pada bagian tengah yang disebabkan oleh fraktur sekunder bengkak pada jaringan dan rasa nyeri. d. Sirkulasi Ditunjukkan dengan : hipertensi atau hipotensi, tachicardi yang disebabkan karena respon stress atau hipovolemik, nadi berkurang atau menurun lebih kecil pada bagian distal perlukan disebabkan karena keterlambatan pengikatan pembuluh darah mempengaruhi bagian jaringan menjadi bengkok hematom pada tempat perlukaan disebabkan adanya darah ekstravaskuler berada pada daerah perlukaan. e. Neurosensori Ditunjukkan dengan kehilangan gerakan atau sensasi, spasme otot : kaku atau tak terasa (parestesi), perubahan total, pemendekan, kekakuan abnormal, terpuntir, krepitasi, agitasi karena nyeri atau cemas. f. Rasa nyaman Tiba-tiba nyeri hebat pada tempat luka (mungkin lokasi pada jaringan atau kerusakan tulang saat immobilisasi) nyeri ini disebabkan terputusnya saraf, otot spasme setelah immobilisasi. g. Keamanan Kulit laserasi, perdarahan, perlukaan, lokasi bengkak. h. Tempat fraktur dan sistem jaringan 1) Edema 2) Perubahan warna 3) Parestesia dengan numbness dan tingling karena ketidakseimbangan aliran darah dalam pembuluh darah yang menuju berbagai organ atau peningkatan tekanan jaringan 4) Nyeri akibat penimbunan darah sekitar tulang yang mengakibatkan tertekannya saraf. 5) Kulit terbuka dan tertutup Kulit terbuka apabila tulang sampai menembus kulit-kulit tertutup apabila tulang masih berada didalam kulit 6) Krepitasi akibat sensasi yang berkertak : bunyi yang terdengar pada saat kedua tulang saling bergerak 7) Perdarahan terjadi karena kerusakan pembuluh darah arteri dan vena i. Sistem yang diperhatikan 1) Pallor atau pucat Karena perdarahan yang banyak maka darah yang mengikat oksigen dalam tubuh berkurang sehingga penurunan O2 di dalam jaringan. 2) Confusion Perfusi darah yang ke otak menurun sehingga otak kekurangan O2 dan mengganggu metabolisme otak yang mengakibatkan kebingungan. 3) Dyspnea Terjadi pada fraktur terbuka, lemak berasal dari sumsum tulang atau myelum masuk ke aliran darah terbuka sehingga dapat terjadi embolik dan mengakibatkan sesak napas. 4) Shock Terjadi saat hipovolemik karena kekurangan darah akibat pecahnya arteri dari perdarahan 5) Diaphoresis atau keringat banyak Akibat peningkatan metabolisme tubuh, untuk itu dibutuhkan energi banyak hingga energi akan dipecah menjadi panas dan menimbulkan banyak keringat. 6) Takut dan cemas karena perubahan status kesehatan j. Psikososial yang perlu diperhatikan Konsep diri karena adanya perubahan body image dan kelemahan mobilitas fisik. (Nanda, 2015) 2. Persiapan Pre Operasi a. Diet 8 jam menjelang operasi pasien tidak diperbolehkan makan, 4 jam sebelum operasi pasien tidak diperbolehkan minum, (puasa) pada operasi dengan anestesi umum. Pada pasien dengan anestesi local atau spinal anestesi makanan ringan diperbolehkan. b. Persiapan perut Pemberian leukonol/lavement sebelum operasi dilakukan pada bedah saluran pencernaan atau pelvis daerah peripheral. Untuk pembedahan pada saluran pencernaan dilakukan 2 kali yaitu pada waktu sore dan pagi hari menjelang operasi. c. Persiapan kulit Daerah yang akan dioperasi harus bebas dari rambut. Pencukuran dilakukan pada waktu malam menjelang operasi. Rambut pubis dicukur bila perlu saja, lemak dan kotoran harus terbeba dari daerah kulit yang akan dioperasi. Luas derah yang dicukur sekurang-kurangnya 10-20 cm2. d. Pemeriksaan penunjang Meliputi hasil laboratorium, foto rontgen, ECG,USG, dll. e. Persetujuan operasi/informend consent Izin tertulis dari pasien atau keluarga harus tersedia. Persetujuan bila didapat dari keluarga dekat yaitu suami/istri, anak, mertua, orang tua dan keluarga terdekat. Pada kasus gawat darurat ahli bedah mempunyai wewenang untuk melaksanakan operasi tanpa surat izin tertulis dari pasien atau keluarga. Setelah dilakukan berbagai cara untuk mendapatkan kontak dengan anggota keluarga pada sisa waktu yang masih mungkin. 3. Diagnosa keperawatan a. Pre operasi 1) Nyeri berhubungan dengan fraktur tulang, spasme otot, edema, kerusakan jaringan lunak Tujuan : nyeri berkurang Kriteria Hasil : klien mengatakan nyeri berkurang, ekspresi wajah rileks, skala nyeri 2-3 Intervensi : a) Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri b) Imobilisasi bagian yang sakit c) Tinggikan dan dukung ekstrimitas yang terkena d) Ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam e) Berikan obat analgesic sesuai indikasi 2) Gangguan mobilitas fisik nyeri/ketidaknyamanan, imobilisasi. Tujuan : mobilisasi fisik tidak terganggu berhubungan dengan Kriteria Hasil : meningkatkn/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi. Intervensi : a) Kaji derajat imobilisasi akibat cidera b) Dorong partisipasi pada aktivitas teraupetik c) Bantu dalam rentang gerak pasif/aktif d) Ubah posisi secara periodik e) Kolaborasi dengan ahli terapis/okupasi atau rehabilitasi medik 3) Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan imobilisasi, penurunan sirkulasi, fraktur terbuka. Tujuan : tidak terjadi kerusakan integritas kulit Kriteria Hasil : klien memperlihatkan integritas kulit tetap baik Intervensi : a) Kaji kulit untuk luka terbuka terhadap benda asing, kemerahan, perdarahan, perubahan warna. b) Massage kulit, pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan c) Ubah posisi dengan sering d) Bersihkan kulit dengan air hangat/ NaCl e) Lakukan perawatan luka dengan steril 4) Anxietas berhubungan dengan prosedur tindakan pembedahan dan hasil akir pembedahan. Tujuan : cemas berkurang sampai dengan hilang Krieteria Hasil : menggunakan mekanisme kopping yang efektif Intervensi : a) Kaji tingkat kecemasan klien (ringan, sedang, berat, panik) b) Damping klien c) Beri support system dan motivasi klien d) Beri dorongan spiritual e) Jelaskan jenis prosedur dan tindakan pengobatan 5) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, kerusakan kulit, trauma jaringan. Tujuan :tidak terjadi infeksi Kriteria Hasil : mencapai penyembuhan luka sesuai waktu Intervensi : a) Inspeksi kulit adanya iritasi atau robekan kontiunitas b) Kaji kulit yang terbuka terhadap peningkatan nyeri, rasa terbakar, edema, erithema dan drainage/ bau tak sedap c) Berikan perawatan kulit dengan steril dan antiseptik d) Tutup dan ganti balutan dengan prinsip steril setiap hari e) Berikan obat antibiotic sesuai indikasi b. Post operasi 1) Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik / luka pada jaringan. Tujuan : Klien dapat mengontrol nyeri setelah dilakukan tindakan keperawatan Kriteria hasil : a) Melaporkan secara verbal nyeri berkurang b) Ekspresi wajah nampak relaks c) Skala nyeri berkurang d) Tidak ada peningktan nadi dan respirasi Intervensi a) Observasi nyeri meliputi PQRST b) Observasi respon non verbal karena ketidaknyamanan c) Kontrol faktor lingkungan yang menyebabkan pasien merasa tidak nyaman suhu, penerangan, lingkungan, bising d) Posisikan klien pada posisi yang nyaman untuk mengurangi nyeri e) Anjurkan pada klien untuk menyebabkan peningkatan nyeri mengurangi faktor yang f) Ajarkan teknik mengurangi nyeri dengan teknik relaksasi nafas dalam g) Ajarkan teknik distraksi, relaksasi. h) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgenik 2) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal, cedera jaringan disekitar fraktur. Tujuan : Kemampuan mobilitas meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan Kriteria hasil : a) Dapat melakukan ROM secara mandiri b) Klien dapat meningkatkan fungsi tubuh yang sakit Intervensi a) Monitor status neurology, monitor kondisi kulit b) Monitor kemampuan mobilisasi klien c) Beri peyangga pada ektrimitas yang sakit ketika bergerak d) Dorong klien untuk melakukan mobilitas secara bertahap dan periodic e) Bantu klien untuk latihan rentang gerak pada ektrimitas yang sakit bila sudah sembuh f) Pasang restrain g) Jaga linen tetap bersih, kering h) Anjurkan klien latihan di bed sesuai keadaan klien i) Kolaborasi dengan fisioterapi untuk peningkatan latihan 3) Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup) Tujuan : Kerusakan jaringan tidak meluas setelah dilakukan tindakan keperawatan Kriteria hasil : a) Tidak ada oedema disekitar luka b) Kulit disekitar luka tidak nampak kemerahan c) Luka tidak memproduksi pus Intervensi a) Observasi karakteristik luka b) Catat drainase yang keluar c) Bersihkan luka dengan anti septic d) Ajarkan klien atau keluarga membersihkan luka sesuai prosedur e) Monitor untuk tanda-tanda infeksi f) Inspeksi kulit dan membrane mokus untuk kemerahan panas atau drainase g) Pertahankan tempat tidur yang aman dan nyaman 4) Resiko infeksi berhubungan dengan tempat masuknya mikroorganisme sekunder terhadap prosedur invasive / adanya luka. Tujuan : Klien tetap mendapatkan status imun adekuat dan tidak ada tanda-tanda infeksi setelah dilakukan tindakan keperawatan Kriteria hasil : a) Tidak terdapat tanda-tanda infeksi pada luka (dolor, tumor, kalor, rubor dan fungsiolaesa) b) Luka bersih c) Tanda-tanda vital dalam batas normal d) Integritas kulit baik e) Hasil laboratorium dalam batas normal Intervensi : a) Monitor TTV b) Monitor tanda lokal dari infeksi c) Anjurkan pada klien untuk tidak memegang bagian yang luka d) Pertahankan pelaksanaan prosedur dengan teknik aseptik e) Anjurkan keluarga menjaga kebersihan sekitar alat invasive f) Laksanakan pemberian antibotik 5) Kurang perawatan diri mandi, toileting dan berpakaian berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal sekunder akibat fraktur. Tujuan : Kemampuan klien dalam perawatan diri mandi, toileting dan berpakaian meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan Kriteria hasil : Dapat melakukan ADL secara mandiri Intervensi a) Monitor kemampuan mandi klien b) Fasilitasi kebutuhan gosok gigi klien c) Monitor kemampuan klien untuk toileting d) Jaga privasi selama eliminasi e) Kembalikan posisi klien setelah eliminasi f) Bantu klien BAB/BAK g) Monitor kemampuan berpakaian klien h) Bantu klien dalam mengenakan baju 6) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada. Tujuan : Klien dapat mengetahui tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatannya Kriteria Hasil : Klien tampak tenang Intervensi : a) Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran. b) Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik. c) Ajarkan tanda/gejala klinis yang memerlukan evaluasi medik (nyeri berat, demam, perubahan sensasi kulit distal cedera) d) Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan (Suradi, 2001) DAFTAR PUSTAKA Brunner dan Suddart, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta: EGC: 2017. Carpenito, Lynda Juall. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Jakarta : EGC, 2016. Charless J Meeves, Keperawatan Medika Bedah, Jakarta. Salemba Medika, 2016. Doenges, Marlyn E. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : EGC, 2016. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Medika Aesculapius, 2017. Nanda, Nursing Diagnosis Definition and Classification, 2015. Suradi, Yuliam Rita, Asuhan Keperawatan. Jakarta, 2016. R YA G AKA RT PROGRAM PENDIDIKAN ILMU KEPERAWATAN Y O GY A BAL S TI KE LO S SU STIKES SURYA GLOBAL YOGYAKARTA_______ ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA KLIEN NY. W DENGAN DIAGNOSA MEDIS FRAKTUR 1/3 DISTAL OS RADIUS DI RUANG : CAMAR RSPAU dr. S. HARDJOLUKITO Tgl. Masuk : 19 April 2021 Jam : 19.05 No. RM : 220664 IDENTITAS Identitas Pasien Nama : Ny. W Umur : 52 Tahun Agama : Islam Pendidikan : SLTP Pekerjaan : Petani Alamat : Gunung Gabang 002/019, Sumberejo, Prambanan, Sleman, Yogyakarta Status Perkawinan : Kawin / Belum Kawin / .......... Identitas Penanggung Jawab Nama : Tn. I Umur : 22 Tahun Agama : Islam Pendidikan : SLTA Pekerjaan : Mahasiswa Alamat : Gunung Gabang 002/019, Sumberejo, Prambanan, Sleman, Yogyakarta Status Perkawinan : Kawin / Belum Kawin / .......... PENGKAJIAN Tgl. Pengkajian : 19 April 2021 Jam : 20.00 A. RIWAYAT SAKIT DAN KESEHATAN a. Riwayat Kesehatan Saat ini Keluhan Utama (Saat MRS) : Nyeri pergelangan tangan karena tertimpa pohon pisang didekat rumah Riwayat Kesehatan Sekarang (Alasan MRS dan perjalanan penyakit saat ini) : Pasien mengeluh nyeri ditangan sampai menjalar kebahu dan punggung belakang dan mengganggu tidur Riwayat Kesehatan Dahulu : Riwayat penyakit yang pernah dialami : Tidak ada Riwayat pernah dirawat : Tidak pernah baru pertama kali Riwayat Pengobatan Alergi : Tidak ada Riwayat Kebiasaan (merokok/kopi/alkohol dll) Pasien mengatakan tidak memiliki kebiasaan merokok, minum kopi, maupun minum alkohol Riwayat Kesehatan Keluarga : Pasien mengatakan tidak ada riwayat penyakit keluarga Genogram : X X Ny. W 52 Keterangan: = Laki-laki = Perempuan = Garis keturunan = Garis perkawinan = Tinggal serumah X = meninggal = Pasien X X B. POLA FUNGSI KESEHATAN MENURUT GORDON 1. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan Sebelum Sakit pasien mengatakan selalu berolahraga atau menjaga kesehatan tubuhnya dengan menjalankan kegiatan seperti jalan-jalan santai didepan rumah Keadaan Saat ini : : pasien saat ini berharap agar bisa pulang dan dapat melakukan aktifitas sehari-hari, akan tetapi yang bisa dilakukan pasien saat ini hanya terbaring dan duduk diatas kasur akibat fraktur ditangan kanan yang menimbulkan nyeri 2. Nutrisi (makan & minum ) Sebelum Sakit (makan) Nafsu Makan Baik Menurun Habis Tidak Sakit Menelan Kesulitan Menelan , , Frekuensi 3x/hari Ket. : 1 porsi Porsi Makan Normal Tenggorokan Jenis Air Minum : Air putuih Teh manis/ tawar Susu Frekuensi 1000 ml/hari Keadaan Saat ini Air minum jenis lain sebutkan : Ket. : : Nafsu Makan Baik Menurun Porsi Makan Habis Tidak Frekuensi 2x/hari Ket.: 1 porsi dan terkadang tidak habis Tenggorokan Sakit Menelan Kesulitan Menelan Normal 3. Aktivitas dan Latihan Sebelum Sakit Pasien mengatakan suka jalan-jalan depan rumah atau halaman rumah Keadaan Saat ini : : pasien bisa duduk dan takut untuk berjalan-jalan karena takut mengalami nyeri ditangan Activity Daily Living (ADL) 0 Makan / Minum Toileting Berpakaian Mobilisasi dari tempat tidur Berpindan √ Ambulasi Latihan : Keterangan 1 2 √ √ √ √ 3 4 0 : Mandiri 1 : Dengan Alat Bantu 2 : Dibantu Orang Lain 3 : Dibantu Orang lain dengan Alat 4 : Tergantung Total Sebelum Sakit : pasien dapat melakukan kegiatan sehari-hari dengan sendiri tanpa dibantu Saat Sakit : saat sakit untuk kegiatan sehari-hari selama dirumah sakit hampir semuanya dibantu oleh keluarga atau suami 4. Istirahat dan Tidur : Sebelum Sakit : Waktu Tidur : jam 21.00 , Lama Tidur : 7-8 jam Kualitas Tidur : Nyenyak Pengantar Tidur Pola Tidur Siang : Gangguan Tidur Keadaan Saat ini Pola Tidur Siang : Gangguan Tidur BAB Tidak , Sebutkan : - Kadang-kadang Ada Tidak , Sebutkan : - : Waktu Tidur : jam 21. 00-22.00 , Lama Tidur : Tidak menentu kadang 3-5 jam Kualitas Tidur : tidak nyenyak karena nyeri fraktur ditangan Pengantar Tidur 5. Eliminasi Ada Ada Tidak , Sebutkan : - selama di RS tidak tidur siang Ada Tidak , Sebutkan : Nyeri akibat fraktur Sebelum Sakit : BAB 1-2 x/hari , Teratur Konsistensi : lembek Ya Tidak Warna : kuning Bau : Konstipasi : Ya Tidak Gangguan Anus : Benjolan Varises Iritasi Nyeri Prolap Tidak Ket :BAK : Frekuensi : 3-4 x sehari Jumlah : 450 Cc/ML Warna : kuning sedikit pekat Bau : Kateter Ya Tidak Kandung Kemih Membesar Nyeri Tekan Gangguan Anuria Ya Tidak Oliguri Poliuri Retensi Keadaan Saat ini BAB Ya Inkontinensia : BAB 1x/hari , Teratur Konsistensi : lembek Tidak Nokturia Hematuria Ya Disuria Tidak Ada Tidak Warna : kuning Bau : - . Konstipasi : Ya Gangguan Anus : Tidak Benjolan Varises Prolap Iritasi Nyeri Ket : tidak ada gangguan pada anus BAK : Frekuensi : 3-4 x sehari Jumlah : 500 Cc/ML Warna : kuning pekat Bau : Kateter Ya Tidak Kandung Kemih Membesar Gangguan Nyeri Tekan Ya Anuria Oliguri Ya Tidak Tidak Poliuri Nokturia Disuria Retensi Inkontinensia Hematuria Tidak Ada 6. Persepsi Diri Sebelum Sakit : Keluarga klien mengatakan klien mampu mengingat, berpikir, dan berkomunikasi dengan baik. Ingatan jangka pendek dan jangka panjang pasien baik. Keadaan Saat ini : klien mengatakan pasrah dan cemas dengan kondisinya saat ini. Karena tidak nyaman jika terus dirawat di rumah sakit.Tentunya, pasien tetap mengharapkan kesembuhan penyakit yang dimilikinya secara total. 7. Peran dan Hubungan Sosial Sebelum Sakit keluarga klien mengatakan bahwan hubungan klien antara keluarga,saudara,maupun lingkungan terjalin dengan baik Keadaan Saat ini : : pasien mengatakan ingin sekali sekali dikunjugin oleh keluarga-keluarganya akan tetapi karena kondisi covid-19 diharuskan untuk membatasi jumlah pengunjung harian. 8. Seksual dan Reproduksi Sebelum Sakit : klien mengatakan sebelum sakit tidak adanya gangguan pada sistem/organ reproduksi dan sebelum sakit memiliki pola seksual yang baik dan selalu menjaga kebersihan organ reproduksinya. Keadaan Saat ini : Keluarga klien mengatakan bahwa saat sakit juga tidak ada gangguan pada sistem/organ reproduksi dan memiliki pola seksual yang baik dan selalu menjaga kebersihan organ reproduksinya. 9. Nilai dan Kepercayaan Sebelum Sakit : keluarga klien mengatakan bahwa selalu berdoa dan menjalanankan ibadah yang diyakini sesuai dengan ketentuan yang ada, dan tidak sungkan untuk meminta doa kesembuhan kepada saudara, atau keluarga dekat lainnya. Keadaan Saat ini : pasien tetap menjalankan ibadah sholat lima waktu walau dalam kondisinya saat ini akan tetapi untuk puasa dibulan ramadhan pasien sementara untuk tidak berpuasa 10. Manajemen Koping (toleransi stres – koping) Sebelum Sakit : keluarga klien merasa cemas dengan penyakit yang diderita klien. Dan biasanya jika ada masalah kelurga mengatakan selalu mendiskusikan bersama,baik kepada suami,isteri,saudara atau anggota keluarga lainnya, dan keluarga pasien mengatakan dapat mengelola atau mengontrol emosi diri secara baik. Keadaan Saat ini : melakukan hal yang sama selalu mendiskusikan bersama dengan baik untuk kesembuhan pasien 11. Pola Kognitif Perseptual Sebelum Sakit Keluarga klien mengatakan klien mampu mengingat, berpikir, dan berkomunikasi dengan baik. Ingatan jangka pendek dan jangka panjang pasien baik. Keadaan Saat ini : : pasien mengatakan agak susah untuk berfikir dan mengingat karena kondisinya saat ini yang belum stabil C. PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan Umum KU : Baik / Sedang / Lemah / Buruk Tingkat Kesadaran : Composmetis / Apatis /Somnolen / Sopor / Koma GCS : Eye : 4 Motorik : 6 Verbal : 5 ( E: 4 , M: 6 , V: 5 ) Scor: 15= composmetis BB : 55 Kg TB : 150 Cm IMT : 25 Tanda-Tanda Vital : TD: 117/87 mmHg, Nadi :63 x/mnt, RR : 20x/mnt S : 36,5°C Nyeri: 5 2. Kepala Inspeksi : Rambut berwarna hitam keputihan, tidak lembab, kulit kepala bersih, tidak ada bekas luka Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan 3. Mata Inspeksi : Reflek pupil normal Palpasi : tidak ada bengkak atau odem diarea sekitar mata 4. Hidung Inspeksi : tidak ada sumbatan Palpasi : tidak ada nyeri tekan 5. Telinga Inspeksi : tidak ada bekas luka, telinga pasien nampak bersih Palpasi : tidak ada benjolan dan nyeri tekan 6. Mulut Inspeksi : kebersihan mulut cukup terjaga Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan benjolan 7. Leher Inspeksi : tidak ada bekas luka Palpasi : tidak adanya pembesaran kelenjar tiroid dan limfe, tidak adanya nyeri. 8. Thorax Paru – Paru Inspeksi : Tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan atau retraksi dinding dada Palpasi : Tidak ada nyeri tekan Perkusi : suara pekak Jantung Inspeksi : Tidak ada perbesaran pada dinding dada atau ictus cardis pada sela iga V, linea medioclavicularis kiri Auskultasi : pernafsan normal Auskultasi : Lup-dup Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan atau Perkusi : suara pekak 9. Payudara & Ketiak Inspeksi : Palpasi : Tidak adanya benjola diarea ketiak 10. Abdomen Inspeksi : Tidak ada pembesaran abdomen Auskultasi : Bunyi usus (peristaltik) normal dengan nilai berkisar 5-34/menit Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada abdomen Perkusi : Tympani 11. Genitourinaria Urine : Frekuensi : - Jumlah : 350-550 Cc/ML Warna : kuning bening Bau : ……… Kateter Ya Kandung Kemih Membesar Ya Nyeri Tekan Gangguan Tidak Tidak Ya Anuria Tidak Oliguri Retensi Poliuri Inkontinensia Nokturia Hematuria Disuria Tidak Ada 12. Integumen Warna Kulit Pucat Ikterik Sianosis Kemerahan Turgor Baik Sedang Buruk Edema Ada Tidak Lesi Ada Tidak ~ Lokasi : …………….. Rontok Ada Tidak ~ Lokasi : …………….. ~ Lokasi : …………….. 13. Muskuloskeletal ( Ekstremitas ) Atas & Bawah Kemampuan Pergerakan Sendi Bebas Terbatas Nyeri Otot/Tulang Ya Tidak Kaku Sendi Ya Tidak , Lokasi : Siku tangan kanan Bengkak Sendi Ya Tidak , Lokasi : - Patah Tulang Ya Alat Bantu Gerak Ada Tidak Tidak , Lokasi : dari pergelangan tangan sampai bahu , Lokasi : 1/3 radius dextra , Sebutkan : Tidak ada Pemeriksaan (Refleks Kedalaman Tendon): a. Releks Fisiologis Refleks bisep Ada Tidak Refleks trisep Refleks brachiradialis Refleks patella Ada Tdidak Ada Ada Tidak Tidak Refleks Achiles Ada Tidak b. Refleks Pathologis Bila dijumpai adanya kelumpuhan ekstremitas pada kasus – kasus tertentu. Refleks babinski Ada Tidak Refleks chaddok Ada Tidak Refleks schaeffer Ada Tidak Refleks oppenheim Ada Tidak Refleks gordon Ada Tidak Refleks bing Ada Tidak Refleks gonda Ada Tidak Keluhan lain yang terkait dengan pemeriksaan Neurologis : tidak ada Kekuatan Otot : 4 4 4 4 Keterangan : - D. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan Laboratorium : Nama Pemeriksaan HEMATOLOGI Darah Lengkap Hemaglobin Lekosit Hematocrit Trombosit Index Eritrosit MCV MCH MCHC Laju Endap darah Hitung jenis lekosit Eosinophil Basofil Neutrophil batang Neutrophil segmen Limfosit Monosit NLR ALC Hasil Satuan Nilai Rujukan 12.0 L 9.100 H 37 L 4.10 L 346.000 H g/dl /mm3 % Juta/mm^3 /mm3 11.7 – 15.5 3600 – 1100 35.0 ~ 47.0 3.8 ~ 5.2 150,000 ~ 440,000 90 29 33 36 H 16 fL pg g/dl mm/jam 80 ~ 100 26.0 ~ 34.0 32.0 ~ 36.0 <20 1L 1 0L 69 H 23 6 3.02 % % % % % % 2~4 0~1 3 ~5 50 ~ 70 25 ~ 40 2~8 >3.13 = Waspada 6 - 8 = Curiga > 9 = Bahaya 2080 H /Ul 1101 - 1509 = Waspada 500 – 1100 = Curiga <500 = Bahaya Golongan darah ABO A Rhesus + HEMOSTASIS Masa pendarhan (BT) Masa pembekuan (CT) KIMIA KLINIK 2’55’ 15’45’ Menit Menit 1~3 8 ~ 18 Fungsi Hati AST (SGOT) ALT (SGPT) Fungsi Ginjal Ureum Kreatinin Elektrolit Natrium (Na) Kalium (K) Klorida (CI) Karbonhidrat Glukosa Darah Sewaktu < 31 < 34 18 19 37 H 1.01 H U/L U/L 147.12 L 3.40 105.99 L mg/dl mg/dl mmol/L mmol/L mmol/L 109 17 ~ 43 0.6 ~ 1.1 135.0 ~ 147.0 3.5 ~ 5.5 95.0 ~ 105.0 <200 IMUNOSEROLOGI Rapid Antigen Covid mg/dL Negatif COI : 0.41 Negatif 2. Pemeriksaan Radiologi : Foto Thorax, asimetris, inspirasi dan kondisi cukup, hasil: Tampak kedua apex pulmo bersih Tampak corakan broncovaskular normal Tampak kedua sinus costofrenicus lancip Tampak kedua diafragma licin dan tak mendatar Cor, CTR = 0.5 Kesan Pulmo tak tampak kelainan Cardiomegaly 3. Therapy Medic : Nama Obat Dosis Rute NaCl 500 cc, 20 tpm IV Indikasi Ranitidin 1A IV Ketorolac 1 A/ 2x3 mg IV Ringer lactate 500 cc/ 20 tpm IV Keadaan yang membutuhkan respon yang cepat terhadap pemberian obat Mendapat terapi obat dalam dosis besar secara terus-menerus melalui intravena Mendapatkan terapi obat yang tidak bisa diberikan melalui oral atau intramuskular Untuk eradikasi infeksi H. Pylory Tukak lambunmg dan deudenal Dispepsia GERD Esophagitis erosif Kondisi hiperekresi Stress ulcer Profilaksis aspirasi asam lambung sebelum anestesi umum Untuk penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri akut sedang sampai berat setelah prosedur bedah Untuk resusitasi syok Resusitasi luka bakar Demam berdarah dengue Diare dengan dehidrasi Cairan rumatan SU R YA GY AKAR Y O A BAL S TI KE LO S G T STIKES SURYA GLOBAL YOGYAKARTA DATA FOKUS Nama : Ny. W Usia : 52 Tahun Jenis Kelamin : P 1/3 distal os radius No RM : 220664 No 1 Data Subjektif Pasien mengeluh nyeri tangan kanan dan nampak menyeringai karena sakit dari pergelangan tangan hingga bahu dan punggung belakang dan kadang mengganggu tidur karena nyeri 2 Pasien mengeluh nyeri tangan kanan dan tidak bisa menggerakkan tangannya 3 Pasien dan keluarga mengatakan tidak tau cara penatalaksanaan perawatan dirumah apabila sudah boleh pulang dari rumah sakit, biasanya jika didesa perawatan dengan menggunakan obat alami seperti diberi kunyit bawang merah dll, yang katanya dapat mempercepat penyembuhan Diagnosa medis cf Data Objektif TD = 117/87 mmHg HR = 64/menit RR = 20x/menit S = 36,7°C E4M6V5 Skala nyeri 8. TD = 117/87 mmHg HR = 64/menit RR = 20x/menit S = 36,7°C TB = 155 IMT = 25 SpO2 = 98% distal radius tampak bengkak dan kemerahan Pasien tampak tidak paham terkait perawatan fraktur setelah operasi SU R YA GY AKAR Y O A BAL S TI KE LO S G T STIKES SURYA GLOBAL YOGYAKARTA ANALISA DATA KEPERAWATAN Nama : Ny. W Usia : 52 Tahun Jenis Kelamin : P 1/3 distal os radius No 1 Tgl/Jam 19 April 2021/ 20.00 No RM : 220664 SYMTON (Data Subjektif & Objektif) DS: Pasien mengeluh nyeri tangan kanan akibat kejatuhan pohon pisang dan menyeringai kesakitan dari pergelangan tangan hingga bahu dan punggung belakang dan kadang mengganggu tidur akibat nyeri P : pasien mengatakan nyeri tangan kanan akibat kejatuhan pohon pisang Q : pasien mengatakan nyeri terasa seperti ditekan/ditusuktusuk/diremas R : pasien mengatakan nyeri di bagian 1/3 tangan kanan bawah (0s radius distal) S : pasien mengatakan skala nyeri 8/10 T : pasien mengatakan nyeri terasa terus-menerus ETIOLOGI Agen cedera fisik (Fraktur) Diagnosa medis cf PROBLEM Nyeri Akut DO: TD = 117/87 mmHg HR = 64/menit RR = 20x/menit S = 36,7°C E4M6V5 Terpasang spalak 2 12 April 2021/ 14.00 DS : Pasien mengeluh nyeri tangan kanan dan tidak bisa menggerakkan tangannya, jika digerakkan rasanya seperti ditusuk-tusuk DO : TD = 117/87 mmHg HR = 64/menit RR = 20x/menit S = 36,7°C TB = 155 IMT = 25 SpO2 = 98% distal radius tampak bengkak dan kemerahan Hambatan mobilitas fisik Nyeri (Fraktur) 3 12 April 2021/14.00 DS: Pasien dan keluarga mengatakan tidak tau cara penatalaksanaan perawatan dirumah apabila sudah boleh pulang dari rumah sakit, biasanya jika didesa perawatan dengan menggunakan obat alami seperti diberi kunyit bawang merah dll, yang katanya dapat mempercepat penyembuhan DO: Pasien tampak tidak paham terkait perawatan fraktur setelah operasi Kurang sumber informasi (informasi penatalaksanaan perawatan dirumah) Defisiensi pengetahuan SU R YA GY AKAR Y O A BAL S TI KE LO S G T STIKES SURYA GLOBAL YOGYAKARTA DIAGNOSA KEPERAWATAN Nama : Ny. W Usia : 52 Tahun Jenis Kelamin : P 1/3 distal os radius No 1 2 3 No RM : 220664 Diagnosa medis cf Tgl/Jam Senin, 19 April 2021. Pukul 20.00 DIAGNOSA Nyeri Akut b.d Agen cedera fisik (Fraktur) d.d Pasien mengeluh nyeri tangan kanan akibat kejatuhan pohon pisang dan menyeringai kesakitan dari pergelangan tangan hingga bahu dan punggung belakang, dan menggau tidur karena nyeri TD = 117/87 mmHg, HR = 64/menit, RR = 20x/menit, S = 36,7°C, E4M6V5 Senin, 19 April 2021. Pukul 20.00 Hambatan mobilitas fisik b.d Nyeri (Fraktur) d.d Pasien mengeluh nyeri tangan kanan dan tidak bisa menggerakkan tangannya, jika digerakkan rasanya seperti ditusuk-tusuk. TD = 117/87 mmHg, HR = 64/menit, RR = 20x/menit, S = 36,7°C, TB = 155, IMT = 25, SpO2 = 98%, distal radius tampak bengkak dan kemerahan Senin, 19 April 2021. Pukul 20.00 Defisiensi pengetahuan b.d Kurang sumber informasi (informasi penatalaksanaan perawatan dirumah) d.d Pasien dan keluarga mengatakan tidak tau cara penatalaksanaan perawatan dirumah apabila sudah boleh pulang dari rumah sakit, biasanya jika didesa perawatan dengan menggunakan obat alami seperti diberi kunyit bawang merah dll, yang katanya dapat mempercepat penyembuhan Pasien tampak tidak paham terkait perawatan fraktur setelah operasi Prioritas Dx 1 2 3 SU R YA GY AKAR Y O PROGRAM PENDIDIKAN KEPERAWATAN STIKES SURYA GLOBAL YOGYAKARTA A BAL S TI KE LO S G T RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN Nama : Ny. W Usia : 52 Tahun Jenis Kelamin : P NO Tgl/Jam 1 Selasa, 20 April 2021, Pukul 08.00 PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN No RM : 220664 Diagnosa medis cf 1/3 distal os radius RENCANA TUJUAN DAN KRITERIA (NOC) RASIONAL INTERVENSI (NIC) Nyeri Akut MANJEMEN NYERI (1400) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan nyeri pasien menurun. Dengan kriteria hasil: Kontrol Gejala (1608) No 1 2 3 Indikator Memantau frekuensi gejala Memantau lamanya gejala Memantau munculnya gejala Skala.awal Skala.akhir 4 3 4 3 4 3 Ket: 1 : tidak pernah menunjukkan 2 : jarang menunjukkan 3 : kadang-kadang menunjukkan 4 : sering menunjukkan 5 : secara konsisten menunjukkan O: Lakukan pengkajian nyeri (Pain Management) secara komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor pencetus N: Berikan pasien penurun nyeri yang optimal dengan peresepan analgesik posisikan pasien dengan meninggikan sanggahan dan sangga daerah luka E: ajarkan pasien latihan teknik Range of Monition (ROM) ajarkan paien untuk mengunakan teknik Untuk menngetahui (Pain Management) secara komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor pencetus Untuk menurunkan skala nyeri yang optimal dengan peresepan analgesik Memberikan posisi yang nyaman kepada pasien Untuk mengajarkan pasien latihan teknik Range of Monition (ROM) Untuk mengajarkan paien untuk mengunakan teknik relaksasi (latihan nafas dalam) berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri , berapa lama nyeri dirasakan , antisiapasi dari ketidaknyamanan akibat prosedur C: Kolaborasikan dengan pasien, orang terdekat dan tim kesehatan lainnya untuk memilih dan mengimplementasikan penurunan nyeri nonfarmakologis secara keseluruhan 2 selasa, 20 April 2021, Pukul 09.00 Hambatan mobilitas fisik relaksasi (latihan nafas dalam) Guna memberikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri , berapa lama nyeri dirasakan , antisiapasi dari ketidaknyamanan akibat prosedur Melakukan Kolaborasikan dengan pasien, orang terdekat dan tim kesehatan lainnya untuk memilih dan mengimplementasikan penurunan nyeri nonfarmakologis secara keseluruhan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan pasien mampu menggerakan PENGATURAN POSISI (0842) daerah yang mengalami hambatan mobilitas fisik Dengan kriteria hasil: Pergerakan (0206) No 1 Indikator Gerakan otot Skala.awal Skala.akhir 3 4 2 Gerakan sendi 3 4 3 Bergerak dengan mudah 3 4 Keterangan: O: Monitor Nyeri Pasien N: minimalisir gesekan dan cedera ketika memposisikakn dan membalikkan tubuh pasien tinggikan bagian tubuh yang mengalami dampak dengan memberikan bantalan dibawah lengan/tahan pasien lakukan imobilisasi (bedrest, gips, bidai, traksi) Untuk mengetahui Monitor Nyeri Pasien Untuk minimalisir gesekan dan cedera ketika memposisikakn dan membalikkan tubuh pasien agar bagian tubuh yang mengalami dampak dengan memberikan bantalan dibawah lengan/tahan pasien guna melakukan imobilisasi (bedrest, gips, bidai, traksi) tuntuk mengetahui tes sensai saraf pada tangan pasien 1 : sangat terganggu 2 : banyak terganggu 3 : cukup terganggu 4 : sedikit terganggu 5 : tidak terganggu 3 Selasa, 20 April 2021, Pukul 10.00 E: Terangkan prosedur sebelum dimulai Anjurkan bedrest dengan memberikan penyangga saat coba menggerakkan bagian frsaktur C: Evaluasi pergerakan bidai untuk menghindari edema Evaluasi rasa nyeri lokasi dan karakteristik termasuk intensitas (skala1-10). Perhatikan juga rasa nyeri non verbal (periksa tanda-tanda vital dan emosi/tingkah laku Defisiensi pengetahuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan pasien dan keluarga pasien mampu melakukan perawatan luka fraktur dirumah secara mandiri Dengan kriteria hasil: No Indikator Skala.awal Skala.akhir 1 Perawtan luka fraktur 2 3 dengan mencubit seperti di jari-jari pasien tes sensai saraf pada tangan pasien dengan mencubit seperti di jarijari pasien PENGAJARAN PROSEDUR PERAWATAN (5618) O: gambarkan aktifitas sebelum prosedur/penanganan kaji pengalaman pasien sebelumnya dan tingkat pengetahuan N: jelaskan tujuan tindakan E: E: untuk memberikan informasi terkait prosedur sebelum dimulai mengajarkan bedrest dengan memberikan penyangga saat coba menggerakkan bagian frsaktur melakukan Evaluasi pergerakan bidai untuk menghindari edema untuk mengetahui Evaluasi rasa nyeri lokasi dan karakteristik termasuk intensitas (skala1-10). Perhatikan juga rasa nyeri non verbal (periksa tandatanda vital dan emosi/tingkah laku menggambarkan aktifitas sebelum prosedur/penanganan untuk mengkaji pengalaman pasien sebelumnya dan tingkat pengetahuan meberikan penjelaskan tujuan tindakan 2 3 Aktifitas fisik yang dianjurkan Manfaat manajemen penyakit Keterangan: 2 3 2 3 1. tidak ada pengetahuan 2. pengetahuan terbatas 3. pengetahuan sedang 4. pengetahuan banyak 5. pengetahuan sangat banyak jelaskan pengkajian atau aktifitas paska tindakan beserta rasionalnya informasikan pada pasien dan orang teredekat mengenai lama tindakan akan berlangsung ajarkan cara perawatan luka akibat fraktur dirumah secara mandiri informasikan pasien agar pasien ikut terlibat dalam proses penyembuhannya C: libatkan keluarga atau orang terdekat jika memungkinkan memberikan penjelasan terkait pengkajian atau aktifitas paska tindakan beserta rasionalnya memberikan informasi pada pasien dan orang teredekat mengenai lama tindakan akan berlangsung meberikan ajaran cara perawatan luka akibat fraktur dirumah secara mandiri memberikan informasi kepada pasien agar pasien ikut terlibat dalam proses penyembuhannya C: melibatkan keluarga atau orang terdekat jika memungkinkan SU R YA GY AKAR PROGRAM PENDIDIKAN KEPERAWATAN STIKES SURYA GLOBAL YOGYAKARTA Y O A BAL S TI KE LO S G T IMPLEMENTASI KEPERAWATAN Nama : Ny. W Usia : 52 Tahun Jenis Kelamin : P No No dx Hari/Tgl Jam 1 1 Rabu, 21 April 2021. Pukul 08.00 Diagnosa medis cf 1/3 distal os radius IMPELEMENTASI Pukul 08.40 No RM : 220664 melakukan pengkajian nyeri (Pain Management) secara komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor pencetus memberikan pasien penurun nyeri yang optimal dengan peresepan analgesik memposisikan pasien dengan meninggikan sanggahan dan sangga daerah luka mengajarkan pasien latihan teknik Range of Monition (ROM) mengajarkan paien untuk mengunakan teknik relaksasi (latihan nafas dalam) memberikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri , berapa lama nyeri dirasakan , antisiapasi dari ketidaknyamanan akibat prosedur melakukan kolabaorasi dengan pasien, orang terdekat dan tim kesehatan lainnya untuk memilih dan mengimplementasikan penurunan nyeri nonfarmakologis secara keseluruhan RESPON DO: TD = 117/78 mmHg N =76 x/menit S =36,5 SaO2 = 97% RR = 20 x/menit Terpasang spalak DS: Pasien mengatakan sudah tidak terasa nyeri lagi seperti hari sebelumnya setelah melakukan operasi dan tidur mulai nyenyak. P: nyeri akibat fraktur sekarang tidak sampai mengganggu tidur Q: R: S: T: Sudah tidak se nyeri sebelumnya nyeri berkurang sebelumnya sampai bahu atas dan punggung sekarang hanya didaerah tangan saja yang megalami fraktur nyeri 3/10 kadang muncul ketika digerakkan secara berlebihan tapi dengan nyeri yang berbeda TTD/NAMA 2 2 Rabu, 21 April 2021 Pukul 09.00 Pukul 09.00 3 3 Rabu, 15 April 2021 Pukul 10.00 Pukul 10.20 19.15 19.15 Memonitor Nyeri Pasien Meminimalisir gesekan dan cedera ketika memposisikakn dan membalikkan tubuh pasien meninggikan bagian tubuh yang mengalami dampak dengan memberikan bantalan dibawah lengan/tahan pasien melakukan imobilisasi (bedrest, gips, bidai, traksi) melakukan tes sensai saraf pada tangan pasien dengan mencubit seperti di jari-jari pasien menerangkan prosedur sebelum dimulai menganjurkan bedrest dengan memberikan penyangga saat coba menggerakkan bagian frsaktur melakukan evaluasi pergerakan bidai untuk menghindari edema melakukan evaluasi rasa nyeri lokasi dan karakteristik termasuk intensitas (skala1-10). Perhatikan juga rasa nyeri non verbal (periksa tanda-tanda vital dan emosi/tingkah laku menggambarkan aktifitas sebelum prosedur/penanganan mengkaji pengalaman pasien sebelumnya dan tingkat pengetahuan menjelaskan tujuan tindakan menjelaskan pengkajian atau aktifitas paska tindakan beserta rasionalnya menginformasikan pada pasien dan orang teredekat mengenai lama tindakan akan berlangsung mengajarkan cara perawatan luka akibat fraktur dirumah secara mandiri menginformasikan pasien agar pasien ikut terlibat dalam proses penyembuhannya DO: TD = 117/78 mmHg N =76 x/menit S =36,5 SaO2 = 97% RR = 20 x/menit Terpasang spalak DS: Pasien mengatakan sebelum operasi susah untuk digerakkan dan jika digerakkan pasien mengatakan sangat sakit, untuk sekarang setelah operasi tangan kanan pasien sudah bisa digerakkan seperti diangkat DS: Pasien mengatakan sudah paham terkait tindakan yang diberikan oleh perawatan untuk perawatan luka fraktur dirumah apa saja yaang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan selama masa penyembuhan. DO: TD = 117/78 mmHg N =76 x/menit S =36,5 SaO2 = 97% RR = 20 x/menit 20.30 melibatkan keluarga atau orang terdekat jika memungkinkan SU R YA GY AKAR Y O PROGRAM PENDIDIKAN KEPERAWATAN STIKES SURYA GLOBAL YOGYAKARTA A BAL S TI KE LO S G T EVALUASI KEPERAWATAN Nama : Ny. W Usia : 52 Tahun Jenis Kelamin : P No 1 DX 1 Hari/Tgl Rabu, 21 April 2021 No RM : 220664 Jam 12.00 Diagnosa medis cf 1/3 distal os radius EVALUASI S: Pasien mengatakan sudah tidak terasa nyeri lagi seperti hari sebelumnya setelah melakukan operasi dan tidur mulai nyenyak. P: nyeri akibat fraktur sekarang tidak sampai mengganggu tidur Q: Sudah tidak merasakan se nyeri dari sebelumnya R: nyeri berkurang sebelumnya sampai bahu atas dan punggung sekarang hanya didaerah tangan saja yang megalami fraktur S: nyeri 3/10 T: kadang muncul ketika digerakkan secara berlebihan tapi dengan nyeri yang berbeda O: A: P: KU= baik TD = 117/78 mmHg N =76 x/menit S =36,5 SaO2 = 97% RR = 20 x/menit Terpasang spalak Nyeri Akut teratasi sepenuhnya Tetap memantau kuaitas, frekuensi, dan durasi nyeri ketika berada dirumah laporkan kepetugas kesehatan jika mengalami nyeri yang berlebihan lagi TTD/NAMA 2 2 Rabu, 21 April 2021 12.15 S: Pasien mengatakan sebelum operasi susah untuk digerakkan dan jika digerakkan pasien mengatakan sangat sakit, untuk sekarang setelah operasi tangan kanan pasien sudah bisa digerakkan seperti diangkat O: A: P: 3 3 Rabu, 21 April 2021 12.25 TD = 117/78 mmHg N =76 x/menit S =36,5 SaO2 = 97% RR = 20 x/menit Terpasang spalak Hambatan mobilitas fisik teratasi sebagian anjutkan intervensi, tetap lakukan latihan ROM (Range of Motion) S: Pasien mengatakan sudah paham terkait tindakan yang diberikan oleh perawatan untuk perawatan luka fraktur dirumah apa saja yaang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan selama masa penyembuhan. O: TD = 117/78 mmHg N =76 x/menit S =36,5 SaO2 = 97% RR = 20 x/menit A: Masalah teratasi seluruhnya P: Intervensi dihentikan, dengan catatan: Dengan menanyakan ke petugas kesehatan terdekat seperti puskesmas atau klinik jika ada yang kelupaan atau tidak paham. PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN PADA CEDERA FRAKTUR EKSTRIMITAS Putu Sukma Parahita, Putu Kurniyanta Bagian/SMF Ilmu Anastesi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar ABSTRAK Cedera patah tulang pada ekstrimitas merupakan 40% dari kejadian patah tulang di Amerika Serikat dan menyebabkan angka morbiditas (penderitaan fisik, kehilangan waktu, dan tekanan mental) yang tinggi. Patah tulang energi tinggi pada tungkai bawah juga dapat menyebabkan cedera pembuluh darah besar, crush syndrome, dan sindroma kompartemen yang membahayakan nyawa. Penanganan awal dalam ruang emergency sangat penting untuk menyelamatkan nyawa dan menyelamatkan ekstrimitas yang mengalami fraktur. survey primer (mengamankan jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi) dan sekunder yang cepat dan tepat mampu akan mengidentifikasi secara dini komplikasi berbahaya dari fraktur, seperti cedera arteri besar, crush syndrome dan sindroma kompartemen. Kata Kunci : Patah tulang, Ekstrimitas, Penatalaksanaan, Kegawatdaruratan MANAGEMENT OF EXTRIMITY FRACTURE IN EMERGENCY DEPARTMENT ABSTRACT Fracture injuries in the extremities are accounted for 40% of the incidence of fractures in the United States and causes high morbidity (physical suffering, lost time, and mental stress). Highenergy fractures of the lower limbs can also cause life threatening condition like major vascular injury, crush syndrome, and compartment syndrome. Initial treatment in the emergency room is essential to save lives and to save the fractured extremities. Primary survey (securing the airway, breathing and circulation) and the secondary survey will be able to quickly and accurately identify dangerous early complication of fractures, such as major arterial injury, crush syndrome and compartment syndrome. Keyword : Fracture, Extrimities, Treatment, Emergency 1 PENDAHULUAN Patah tulang atau fraktur didefinisikan sebagai hilangnya atau adanya gangguan integritas dari tulang, termasuk cedera pada sumsum tulang, periosteum, dan jaringan yang ada di sekitarnya1. Yang dimaksud dengan fraktur ekstrimitas adalah fraktur yang terjadi pada komponen ekstrimitas atas (radius, ulna, dll) dan ekstrimitas bawah (femur, tibia, fibula, dll). Di Amerika Serikat, 5,6 juta kejadian patah tulang terjadi setiap tahunnya dan merupakan 2% dari kejadian trauma.2 Patah tulang pada tibia merupakan kejadian tersering dari seluruh patah tulang panjang. Insiden per tahun dari patah tulang terbuka tulang panjang diperkirakan 11,5 per 100.000 penduduk dengan 40% terjadi di ekstrimitas bagian bawah. 3,4 . Patah tulang ekstrimitas yang terisolasi menyebabkan angka morbiditas yang tinggi seperti penderitaan fisik, kehilangan waktu produktif dan tekanan mental. Patah tulang ekstrimitas dengan energi tinggi juga menyebabkan angka mortalitas tinggi apabila terjadi multi trauma dan pendarahan hebat. Kematian paling sering terjadi pada 1 – 4 jam pertama setelah trauma apabila tidak tertangani dengan baik. Melihat permasalahan tingginya angka kejadian trauma dan patah tulang pada ekstrimitas bagian bawah dan buruknya komplikasi yang akan dialami oleh pasien apabila kejadian ini tidak ditangani dengan baik, diperlukan pemahaman mengenai penyakit ini oleh tenaga medis agar dapat memberikan penanganan yang lebih komprehensif. Survey primer (ABCDE) yang baik untuk menyelamatkan nyawa dan survey sekunder yang tepat dibutuhkan untuk menyelamatkan fungsi dari ekstrimitas, ditunjang oleh penanganan definitif. Tinjauan pustaka ini membahas mengenai penanganan kegawatdaruratan pada patah tulang ekstrimitas bagian bawah. 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Fraktur Ekstrimitas Patah tulang atau fraktur didefinisikan sebagai hilangnya atau adanya gangguan integritas dari tulang, termasuk cedera pada sumsum tulang, periosteum, dan jaringan yang ada di sekitarnya5. Fraktur ekstrimitas adalah fraktur yang terjadi pada tulang yang membentuk lokasi ekstrimitas atas (radius, ulna, carpal) dan ekstrimitas bawah (pelvis, femur, tibia, fibula, metatarsal, dan lain-lain). Gustilo et al mengklasifikasikan fraktur terbuka menjadi tiga tipe yaitu 6 a) Tipe I: Luka lebih kecil dari 1 cm, bersih dan disebabkan oleh fragmen tulang yang menembus kulit. b) Tipe II: Ukuran luka antara 1 – 10 cm, tidak terkontaminasi dan tanpa cedera jaringan lunak yang major c) Tipe III: Luka lebih besar dari 10 cm dengan kerusakan jaringan lunak yang signifikan. Tipe III juga dibagi menjadi beberapa sub tipe: I. IIIA: Luka memiliki jaringan yang cukup untuk menutupi tulang tanpa memerlukan flap coverage. II. IIIB: kerusakan jaringan yang luas membuat diperlukannya local atau distant flap coverage. III. IIIC: Fraktur apapun yang menyebabkan cedera arterial yang membutuhkan perbaikan segera. 3 2.2 Diagnosis Fraktur pada Ekstrimitas Untuk mendiagnosis fraktur, pertama tama dapat dilakukan anamnesis baik dari pasien maupun pengantar pasien. Informasi yang digali adalah mekanisme cedera, apakah pasien mengalami cedera atau fraktur sebelumnya. Pasien dengan fraktur tibia mungkin akan mengeluh rasa sakit, bengkak dan ketidakmampuan untuk berjalan atau bergerak, sedangkan pada fraktur fibula pasien kemungkinan mengeluhkan hal yang sama kecuali pasien mungkin masih mampu bergerak 4. Selain anamnesis, pemeriksaan fisik juga tidak kalah pentingnya. Pemeriksaan fisik yang dibutuhkan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu look, feel, move. Yang pertama look atau inspeksi di mana kita memperhatikan penampakan dari cedera, apakah ada fraktur terbuka (tulang terlihat kontak dengan udara luar). Apakah terlihat deformitas dari ekstremitas tubuh, hematoma, pembengkakan dan lain-lain. Hal kedua yang harus diperhatikan adalah feel atau palpasi. Kita harus mempalpasi seluruh ekstremitis dari proksimal hingga distal termasuk sendi di proksimal maupun distal dari cedera untuk menilai area rasa sakit, efusi, maupun krepitasi. Seringkali akan ditemukan cedera lain yang terjadi bersamaan dengan cedera utama. Poin ketiga yang harus dinilai adalah move. Penilaian dilakukan untuk mengetahui ROM (Range of Motion) 7. Seringkali pemeriksaan ROM tidak bisa dilakukan karena rasa sakit yang dirasakan oleh pasien tetapi hal ini harus tetap didokumentasikan8. Pemeriksaan ekstrimitas juga harus melingkupi vaskularitas dari ekstrimitas termasuk warna, suhu, perfusi, perabaan denyut nadi, capillary return (normalnya < 3 detik) dan pulse oximetry. Pemeriksaan neurologi yang detail juga harus mendokumentasikan fungsi sensoris dan motoris 8 4 Tegantung dari kondisi pasien, pemeriksaan foto thorax dapat dilakukan. Dalam pemeriksaaan radiologi untuk cedera dan fraktur diberlakukan rule of two yaitu7: a. Dua sudut pandang b. Dua Sendi c. Dua ekstrimitas d. Dua waktu 2.3 Tatalaksana Kegawatdaruratan pada Fraktur Ekstrimitas Tujuan utama dalam penanganan awal fraktur adalah untuk mempertahankan kehidupan pasien dan yang kedua adalah mempertahankan baik anatomi maupun fungsi ekstrimitas seperti semula. Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penanganan fraktur yang tepat adalah (1) survey primer yang meliputi Airway, Breathing, Circulation, (2) meminimalisir rasa nyeri (3) mencegah cedera iskemia-reperfusi, (4) menghilangkan dan mencegah sumber- sumber potensial kontaminasi. Ketika semua hal diatas telah tercapai maka fraktur dapat direduksi dan reposisi sehingga dapat mengoptimalisasi kondisi tulang untuk proses persambungan tulang dan meminimilisasi komplikasi lebih lanjut 11 2.4.1 Survey Primer Setelah pasien sampai di UGD yang pertama kali harus dilakukan adalah mengamankan dan mengaplikasikan prinsip ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability Limitation, Exposure)12. 1. A : Airway, dengan kontrol servikal. Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas. Ini meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas oleh adanya benda asing atau fraktus di bagian wajah. Usaha untuk membebaskan jalan nafas 5 harus memproteksi tulang cervikal, karena itu teknik Jaw Thrust dapat digunakan. Pasien dengan gangguan kesadaran atau GCS kurang dari 8 biasanya memerlukan pemasangan airway definitif12. 2. B : Breathing. Setelah mengamankan airway maka selanjutnya kita harus menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik meliputi fungsi dari paru paru yang baik, dinding dada dan diafragma. Beberapa sumber mengatakan pasien dengan fraktur ektrimitas bawah yang signifikan sebaiknya diberi high flow oxygen 15 l/m lewat non-rebreathing mask dengan reservoir bag11, 12. 3. C : Circulation. Ketika mengevaluasi sirkulasi maka yang harus diperhatikan di sini adalah volume darah, pendarahan, dan cardiac output. Pendarahan sering menjadi permasalahan utama pada kasus patah tulang, terutama patah tulang terbuka. Patah tulang femur dapat menyebabkan kehilangan darah dalam paha 3 – 4 unit darah dan membuat syok kelas III. Menghentikan pendarahan yang terbaik adalah menggunakan penekanan langsung dan meninggikan lokasi atau ekstrimitas yang mengalami pendarahan di atas level tubuh. Pemasangan bidai yang baik dapat menurunkan pendarahan secara nyata dengan mengurangi gerakan dan meningkatkan pengaruh tamponade otot sekitar patahan. Pada patah tulang terbuka, penggunaan balut tekan steril umumnya dapat menghentikan pendarahan. Penggantian cairan yang agresif merupakan hal penting disamping usaha menghentikan pendarahan12. 4. D : Disability. menjelang akhir survey primer maka dilakukan evaluasi singkat terhadap keadaan neurologis. yang dinilai disini adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, tanda-tanda lateralisasi dan tingkat cedera spinal 12. 6 5. E : Exposure. pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya, seiring dengan cara menggunting, guna memeriksa dan evaluasi pasien. setelah pakaian dibuka, penting bahwa pasien diselimuti agar pasien tidak hipotermia12. pemeriksaan tambahan pada pasien dengan trauma muskuloskeletal seperti fraktur adalah imobilisasi patah tulang dan pemeriksaan radiologi12. 1. Imobilisasi Fraktur Tujuan Imobilisasi fraktur adalah meluruskan ekstrimitas yang cedera dalam posisi seanatomis mungkin dan mencegah gerakan yang berlebihan pada daerah fraktur. hal ini akan tercapai dengan melakukan traksi untuk meluruskan ekstrimitas dan dipertahankan dengan alat imobilisasi. pemakaian bidai yang benar akan membantu menghentikan pendarahan, mengurangi nyeri, dan mencegah kerusakan jaringan lunak lebih lanjut. Imobilisasi harus mencakup sendi diatas dan di bawah fraktur. Fraktur femur dilakukan imobilisasi sementara dengan traction splint. traction splint menarik bagian distal dari pergelangan kaki atau melalui kulit. Di proksimal traction splint didorong ke pangkal paha melalui ring yang menekan bokong, perineum dan pangkal paha. Cara paling sederhana dalam membidai tungkai yang trauma adalah dengan tungkai sebelahnya. pada cedera lutut pemakaian long leg splint atau gips dapat membantu kenyamanan dan stabilitas. Tungkai tidak boleh dilakukan imobilisasi dalam ekstensi penuh. Fraktur tibia sebaiknya dilakukan imobilisasi dengan cardboard atau metal gutter, long leg splint. jika tersedia dapat dipasang gips dengan imobilisasi meliputi tungkai bawah, lutut, dan pergelangan kaki. 7 1 2 Gambar 4. Alat Imobilisasi ekstrimitas bagian bawah. (1) Traction Splint. (2) Long Leg Splint 2. Pemeriksaan Radiologi umumnya pemeriksaan radiologis pada trauma skeletal merupakan bagian dari survey sekunder. jenis dan saat pemeriksaan radiologis yang akan dilakukan ditentukan oleh hasil pemeriksaan, tanda klinis, keadaan hemodinamik, serta mekanisme trauma. foto pelvis AP perlu dilakukan sedini mungkin pada pasien multitrauma tanpa kelainan hemodinamik dan pada pasien dengan sumber pendarahan yang belum dapat ditentukan. 2.4.2 Survey Sekunder Bagian dari survey sekunder pada pasien cedera muskuloskeletal adalah anamnesis dan pemeriksaan fisik. tujuan dari survey sekunder adalah mencari cedera cedera lain yang mungkin terjadi pada pasien sehingga tidak satupun terlewatkan dan tidak terobati. Apabila pasien sadar dan dapat berbicara maka kita harus mengambil riwayat AMPLE dari pasien, yaitu Allergies, Medication, Past Medical History, Last Ate dan Event (kejadian atau mekanisme kecelakaan). Mekanisme kecelakaan penting untuk ditanyakan untuk mengetahui dan memperkirakan cedera apa yang dimiliki oleh pasien, terutama jika kita masih curiga ada cedera yang belum diketahui saat primary survey, Selain riwayat 8 AMPLE, penting juga untuk mencari informasi mengenai penanganan sebelum pasien sampai di rumah sakit11, 12. Pada pemeriksaan fisik pasien, beberapa hal yang penting untuk dievaluasi adalah (1) kulit yang melindungi pasien dari kehilangan cairan dan infeksi, (2) fungsi neuromuskular (3) status sirkulasi, (4) integritas ligamentum dan tulang. Cara pemeriksaannya dapat dilakukan dengan Look, Feel, Move. Pada Look, kita menilai warna dan perfusi, luka, deformitas, pembengkakan, dan memar. Penilaian inspeksi dalam tubuh perlu dilakukan untuk menemukan pendarahan eksternal aktif, begitu pula dengan bagian punggung. Bagian distal tubuh yang pucat dan tanpa pulsasi menandakan adanya gangguan vaskularisasi. Ekstremitas yang bengkak pada daerah yang berotot menunjukkan adanya crush injury dengan ancaman sindroma kompartemen. Pada pemerikasaan Feel, kita menggunakan palpasi untuk memeriksa daerah nyeri tekan, fungsi neurologi, dan krepitasi. Pada periksaan Move kita memeriksa Range of Motion dan gerakan abnormal11, 12. Pemeriksaan sirkulasi dilakukan dengan cara meraba pulsasi bagian distal dari fraktur dan juga memeriksa capillary refill pada ujung jari kemudian membandingkan sisi yang sakit dengan sisi yang sehat. Jika hipotensi mempersulit pemeriksaan pulsasi, dapat digunakan alat Doppler yang dapat mendeteksi aliran darah di ekstremitas. Pada pasien dengan hemodinamik yang normal, perbedaan besarnya denyut nadi, dingin, pucat, parestesi dan adanya gangguan motorik menunjukkan trauma arteri. Selain itu hematoma yang membesar atau pendarahan yang memancar dari luka terbuka menunjukkan adanya trauma arterial12. Pemeriksaan neurologi juga penting untuk dilakukan mengingat cedera muskuloskeletal juga dapat menyebabkan cedera serabut syaraf dan iskemia sel syaraf. Pemeriksaan fungsi syaraf memerlukan kerja sama pasien. Setiap syaraf perifer yang besar fungsi motoris dan sensorisnya perlu diperiksa secara sistematik12: 9 Tujuan penanganan fraktur selanjutnya adalah mencegah sumber – sumber yang berpotensi berkontaminasi pada luka fraktur. Adapun beberapa cara yang dapat dilakukan adalah mengirigasi luka dengan saline dan menyelimuti luka fraktur dengan ghas steril lembab atau juga bisa diberikan betadine pada ghas. Berikan vaksinasi tetanus dan juga antibiotik sebagai profilaksis infeksi. Antibiotik yang dapat diberikan adalah 8,11,12: 1. Generasi pertama cephalosporin (cephalotin 1 – 2 g dibagi dosis 3 -4 kali sehari) dapat digunakan untuk fraktur tipe I Gustilo 2. Aminoglikosid (antibiotik untuk gram negatif) seperti gentamicin (120 mg dosis 2x/hari) dapat ditambahkan untuk tipe II dan tipe III klasifikasi Gustilo. 3. Metronidazole (500 mg dosis 2x/hari) dapat ditambahkan untuk mengatasi kuman anaerob. Pemberian antibiotik dapat dilanjutkan hingga 72 jam setelah luka ditutup. Debridement luka di kamar operasi juga sebaiknya dilakukan sebelum 6 jam pasca trauma untuk menghindari adanya sepsis pasca trauma8. Reduksi, Reposisi dan imobilisasi sesuai posisi anatomis dapat menunggu hingga pasien siap untuk dioperasi kecuali ditemukan defisit neurovaskular dalam pemeriksaan. Apabila terdapat indikasi untuk reposisi karena defisit neurovaskular, maka sebaiknya reposisi dilakukan di UGD dengan menggunakan teknik analgesia yang memadai11. Ada beberapa pilihan teknik analgesia untuk managemen pasien fraktur ekstrimitas bawah di UGD. Untuk pasien yang mengalami isolated tibia atau ankle fractures, Inhaled Nitrous oxide dan Oxygen (Entonox) mungkin berguna untuk manipulasi, splintage dan transfer pasien11. 10 Dalam strategi meredakan nyeri akut yang sekiranya berat dalam patah tulang digunakan srategi “Three Step Analgesic Ladder” dari WHO. Pada nyeri akut, sebaiknya di awal diberikan analgesik kuat seperti Opioid kuat13. Dosis pemberian morfin adalah 0.05 – 0.1 mg/kg diberikan intravena setiap 10/15 menit secara titrasi sampai mendapat efek analgesia. Terdapat evidence terbaru di mana pada tahun terakhir ini Ketamine juga dapat dipergunakan sebagai agen analgesia pada dosis rendah (0.5 – 1 mg/kg). Obat ini juga harus ditritasi untuk mencapai respon optimal agar tidak menimbulkan efek anastesi. Efek menguntungkan dari ketamine adalah ketamine tidak menimbulkan depresi pernafasan, hipotensi, dan menimbulkan efek bronkodilator pada dosis rendah. Kerugian ketamine adalah dapat menimbulkan delirium, tetapi dapat dicegah dengan memasukkan benzodiazepine sebelumnya (0.5 – 2 mg midazolam intravena)11 Peripheral nerve blocks juga menjadi pilihan baik dilakukan tunggal maupun kombinasi dengan analgesik intravena. Yang umumnya digunakan adalah femoral nerve block11. 2.5 Beberapa Kondisi Kegawat-Daruratan Terkait Fraktur Yang Mengancam Nyawa 1. Pendarahan Arteri Besar Trauma tajam maupun tumpul yang merusak sendi atau tulang di dekat arteri mampu menghasilkan trauma arteri. Cedera ini dapat menimbulkan pendarahan besar pada luka terbuka atau pendarahan di dalam jaringan lunak. Ekstrimitas yang dingin, pucat, dan menghilangnya pulsasi ekstremitas menunjukkan gangguan aliran darah arteri. Hematoma yang membesar dengan cepat, menunjukkan adanya trauma vaskular. Cedera ini menjadi berbahaya apabila kondisi hemodinamik pasien tidak stabil12. 11 Jika dicurigai adanya trauma arteri besar maka harus dikonsultasikan segera ke dokter spesialis bedah. Pengelolaan pendarahan arteri besar berupa tekanan langsung dan resusitasi cairan yang agresif. Syok dapat terjadi akibat kurangnya volume darah akibat pendarahan yang masif. Beberapa hal yang dapat dilakukan saat ditemukannya tanda-tanda syok (nadi meningkat dan melemah, tekanan darah menurun, akral dingin, penurunan kesadaran) adalah : 1. Amankan Airway dan Breathing dengan pemasangan alat bantu jalan nafas jika perlu dan pemberian oksigen 2. Amankan Circulation dengan cara membebat lokasi pendarahan, pemasangan akses vaskuler, dan terapi cairan awal. Untuk akses vaskuler, dipasang dua kateter IV ukuran besar (minimum no 16). Tempat terbaik untuk memasang akses vena adalah di vena lengan bawah dan di kubiti, tetapi pemasangan kateter vena sentral juga diindikasikan apabila terdapat fasilitas. Untuk terapi cairan awal, bolus cairan hangat diberikan secepatnya. Dosis umumnya 1 hingga 2 liter untuk dewasa dan 20 ml/kg untuk anak anak. Untuk pemilihan cairan awal digunakan cairan kristaloid seperti RL atau NS. Respon pasien kemudian diobservasi selama pemberian cairan awal. Perhitungannya adalah pemberian 3 L kristaloid untuk mengganti 1 L darah. Pemberian Koloid dapat dipertimbangkan apabila dengan pemberian kristaloid masih belum cukup memperbaiki perfusi ke jaringan12. 3. Penilaian respon pasien dapat dilakukan dengan memantau beberapa kondisi seperti : 1) tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, saturasi oksigen) 2) Produksi urin dipantau dengan memasang kateter urin. Target dari produksi urin adalah 12 0,5 ml/kg/jam untuk dewasa, 1 ml/kg/jam untuk anak-anak. 3) keseimbangan asam basa 12. 4. Saat kondisi pasien stabil, harus dilakukan pemeriksaan atau rujukan untuk menterapi secara definitif penyebab pendarahan tersebut. 2. Crush Syndrome Crush Syndrome atau Rhabdomyolysis adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh kerusakan otot, yang jika tidak ditangani akan menyebabkan kegagalan ginjal akut. Kondisi ini terjadi akibat crush injury pada massa sejumlah otot, yang tersering adalah paha dan betis. Keadaan ini disebabkan oleh gangguan perfusi otot, iskemia, dan pelepasan mioglobin12. Patofisiologi crush syndrome dimulai dari adanya trauma ataupun etiologi lain yang menyebabkan iskemia pada otot. Trauma otot yang luas seperti pada paha dan tungkai oleh trauma tumpul merupakan salah satu penyebab tersering pada crush syndrome. Crush syndrome biasanya sering terjadi saat bencana seperti gempa bumi, teror bom dan lain-lain dimana otot dan bagian tubuh remuk tertimpa oleh benda yang berat14. Pada keadaan normalnya kadar myoglobin plasma adalah sangat rendah (0 to 0.003 mg per dl). Apabila lebih dari 100 gram otot skeletal telah rusak, kadar myoglobin melebihi kemampuan pengikatan myoglobin dan akan mengganggu filtrasi glomerulus, menimbulkan obstruksi pada tubulus ginjal dan menyebabkan gagal ginjal14. Gejala yang timbul oleh crush syndrome adalah rasa nyeri, kaku, kram, dan pembengkakan pada otot yang terkena, diikuti oleh kelemahan serta kehilangan fungsi otot tersebut. Urin yang berwarna seperti teh adalah gejala yang cukup khas karena 13 dalam urin terdapat myoglobin. Mendiagnosis crush syndrome sering terlewatkan saat penyakit ini tidak dicurigai dari awal14. Adapun komplikasinya adalah hipovolemi, asidosis metabolik, hiperkalemia, Gagal Ginjal akut, dan DIC (Disseminated Intravaskular Coagulation) 12 Diperlukan Manajemen kegawatdaruratan yang tepat dan cepat dalam penanganan crush syndrome dan pencegahan komplikasinya. Pada Instalasi Rawat Darurat yang dapat dilakukan adalah14 : 1. Evaluasi ABC 2. Pemberian cairan IV. Resusitasi cairan sangat dibutuhkan mengingat sering terjadi hipovolemia. Pemberian normal saline dengan kecepatan 1,5 liter per jam dan targetnya adalah produksi urin 200 – 300 ml per jam. Pemberian cairan yang mengandung potassium dan laktat sebaiknya dihindari karena akan memperburuk hiperkalemia dan acidosis. Investigasi mendalam terhadap trauma dan memonitor keadaan pasien. 3. Pemberian bikarbonat untuk mengobati asidosis 4. Setelah keadaan hemodinamik stabil, maka dapat dilakukan terapi definitif untuk kausa seperti trauma 3. Sindroma Kompartemen Sindroma kompartemen dapat ditemukan pada tempat di mana otot dibatasi oleh rongga fasia yang tertutup. Perlu diketahui bahwa kulit juga berfungsi sebagai lapisan penahan. Daerah yang sering terkena adalah tungkai bawah, lengan bawah, kaki, tangan, region glutea, dan paha. Iskemia dapat terjadi karena peningkatan isi 14 kompartemen akibat edema yang timbul akibat revaskularisasi sekunder dari ekstrimitas yang iskemi atau karena penyusutan isi kompartemen yang disebabkan tekanan dari luar misalkan balutan yang menekan.12 Gejala dan tanda-tanda sindroma kompartemen adalah12 : a. Nyeri bertambah dan khususnya meningkat dengan gerakan pasif yang meregangkan otot bersangkutan b. Parestesia daerah distribusi saraf perifer yang terkena, menurunnya sensasi atau hilangnya fungsi dari saraf yang melewati kompartemen tersebut c. Asimetris pada daerah kompartemen Kelumpuhan atau parese otot dan hilangnya pulsasi (disebabkan tekanan kompartemen melebihi tekanan sistolik) merupakan tingkat lanjut dari sindroma kompartemen. Diagnosis klinik didasari oleh riwayat trauma dan pemeriksaan fisik. Tekanan intra kompartemen melebihi 35 – 45 mmHg menyebabkan penurunan aliran kapiler dan menimbulkan kerusakan otot dan saraf karena anoksia12. Pengelolaan sindroma kompartemen meliputi pembukaan semua balutan yang menekan, gips, dan bidai. Pasien harus diawasi dan diperiksa setiap 30 – 60 menit. Jika tidak terdapat perbaikan, perlu dilakukan fasciotomi12. 15 2.7 Ringkasan Patah tulang atau fraktur didefinisikan sebagai hilangnya atau adanya gangguan integritas dari tulang, termasuk cedera pada sumsum tulang, periosteum, dan jaringan yang ada di sekitarnya. Untuk mendiagnosis fraktur, pertama tama dapat dilakukan anamnesis baik dari pasien maupun pengantar pasien. Informasi yang digali adalah mekanisme cedera, apakah pasien mengalami cedera atau fraktur sebelumnya. Pemeriksaan fisik yang dibutuhkan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu look, feel, move. Apakah terlihat deformitas dari ekstremitas tubuh, hematoma, pembengkakan dan lain-lain. Palpasi dilakukan untuk menilai area rasa sakit, efusi, maupun krepitasi. Penilaian move dilakukan untuk mengetahui ROM (Range of Motion). Pemeriksaan ekstrimitas juga harus melingkupi vaskularitas dari ekstrimitas termasuk warna, suhu, perfusi, perabaan denyut nadi, capillary return (normalnya < 3 detik) dan pulse oximetry. Sebagai pemeriksaan untuk membantu menegakkan diagnosis digunakan pemeriksaan radiologi/ X Ray. Dalam pemeriksaaan radiologi untuk cedera dan fraktur diberlakukan rule of two, yaitu : dua sudut pandang, dua sendi, dua ekstrimitas, dan dua waktu. Tujuan utama dalam penanganan awal fraktur adalah untuk mempertahankan kehidupan pasien dan yang kedua adalah mempertahankan baik anatomi maupun fungsi ekstrimitas seperti semula. Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penanganan fraktur yang tepat adalah (1) survey primer yang meliputi Airway, Breathing, Circulation, (2) meminimalisir rasa nyeri (3) mencegah cedera iskemia-reperfusi, (4) menghilangkan dan mencegah sumber- sumber potensial kontaminasi. Pada survey primer, yang harus diamankan terlebih dahulu saat menerima pasien adalah ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability, dan Exposure). Saat ABC sudah aman, maka dapat diberikan penanganan awal Imobilisasi bagi ekstrimitas yang dicurigai fraktur, biasanya digunakan bidai sebagai imobilisasi awal yang sederhana.setelah survey primer, dilakukan survey 16 sekunder yaitu riwayat AMPLE, pemeriksaan fisik lengkap, pemeriksaan radiologi, irigasi luka, dan pemberian analgetik dan antibiotik. Terdapat beberapa kondisi kegawatdaruratan yang disebabkan oleh fraktur ekstrimitas yang dapat mengancam nyawa, yakni Cedera Vaskuler (arteri besar), Crush Syndrome, dan sindrom Kompartemen. Kondisi ini harus dikenali dan diberikan penanganan secara cepat dan tepat untuk menjaga prognosis pasien tetap baik secara vital maupun fungsional. 17 DAFTAR PUSTAKA 1. Corso P, Finkelstein E, Miller T, Fiebelkorn I, Zaloshnja E. Incidence and lifetime costs of injuries in the United States. Inj Prev. Aug 2006;12(4):212-8. 2. Canale ST. Campbell's Operative Orthopaedics. 10th ed. St Louis, Mo: Mosby-Year Book; 2003. 3. Court-Brown CM, Rimmer S, Prakash U, McQueen MM. The epidemiology of open long bone fractures. Injury. Sep 1998;29(7):529-34. 4. Norvell J G, Kulkarni R. Tibial and Fibular Fracture. Diakses di http://emedicine.medscape.com/article/826304-overview . tanggal akses 11 Februari 2012. Update Terakhir 16 Maret 2011 5. Moran DS, Israeli E, Evans RK, Yanovich R, Constantini N, Shabshin N, et al. Prediction model for stress fracture in young female recruits during basic training. Med Sci Sports Exerc. Nov 2008;40(11 Suppl):S636-44. 6. Gustilo RB, Merkow RL, Templeman D. The management of open fractures. J Bone Joint Surg Am. Feb 1990;72(2):299-304. 7. Buckley R dkk. General Principle of Fracture Workup. Diakses di http://emedicine.medscape.com/article/1270717-workup . Diakses tanggal 11 Februari 2012. Update terakhir 15 anuari 2010. 8. Patel M dkk. Open Tibial Fracture. Diakses di http://emedicine.medscape.com/article/1249761-overview . Tanggal akses 11 Februari 2012. Update Terakhir 23 Mei 2011. 9. American College of Surgeons. Advanced Trauma Life Support for Doctors (ATLS): Student Course Manual. 7th ed. Chicago, Ill: American College of Surgeons; 2004. 10. Wang AM, Yin X, Sun HZ, DU QY, Wang ZM. Damage control orthopaedics in 53 cases of severe polytrauma who have mainly sustained orthopaedic trauma. Chin J Traumatol. Oct 2008;11(5):283-7. 11. Lee C, Porter KM. Prehospital Management of Lower Limb Fracture. Emerg Med J 2005;22:660–663 12. American College of Surgeons Comittee on Trauma. Advanced Trauma Life Support for Doctors (ATLS) Student Course Manual. 8th ed. Chicago, IL : American College of Surgeons ; 2008 13. Mangku G, Senapathi T.G.A. eds Wiryana I.M.W, Sinardja K, Sujana I.B.G, Budiarta I.G. Penatalaksanaan Nyeri. Dalam : Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Jakarta Barat : Indeks. 2010 14. Khan F.Y. Rhabdomyolysis : A Review of the Literature. The Netherlands Journal of Medicine. Oct 2009; 67(9); 272 – 283 18