LAPORAN RESMI PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK II PRAKTIKUM I SIFAT – SIFAT ALKOHOL DAN FENOL Penyusun : Nama : Ilma Innayatul Khusna NIM : E0019066 Kelas : 2B Dosen Pengampu : 1. Desi Sri Rejeki, M.Si. 2. Ery Nourika Alfiraza, M.Sc. LABORATORIUM KIMIA FARMASI PROGRAM STUDI S1 FARMASI STIKes BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI SEMESTER III 2020 PERCOBAAN I SIFAT – SIFAT ALKOHOL DAN FENOL I. TUJUAN Mahasiswa mampu mengetahui sifat – sifat dari alkohol dan fenol. II. DASAR TEORI 2.1 Definisi Alkohol Alkohol adalah senyawa yang mempunyai gugus fungsi hidroksil yang terikat pada atom karbon jenuh. Alkohol mempunyai rumus umum ROH, dimana R merupakan alkil, alkil tersubstitusi, atau hidrokarbon siklik. Alkohol disini tidak termasuk fenol (gugus hidroksil berikatan dengan cincin aromatik), enol (gugus hidroksil berikatan dengan karbon vinilik) karena sifatnya kadang berbeda. Alkohol dapat dianggap merupakan turunan dari air (H—O—H), di mana satu atom hidrogennya diganti dengan gugus alkil (Riswiyanto, 2009). 2.2 Penggolongan Alkohol Berdasarkan jenisnya, alkohol ditentukan oleh posisi atau letak gugus OH pada rantai karbon utama karbon. Ada tiga jenis alkohol antara lain alkohol primer, alkohol sekunder dan alkohol tersier. Alkohol primer yaitu alkohol yang gugus –OH nya terletak pada C primer yang terikat langsung pada satu atom karbon yang lain contohnya : CH3CH2CH2OH (C3H7O). Alkohol sekunder yaitu alkohol yang gugus -OH nya terletak pada atom C sekunder yang terikat pada dua atom C yang lain. Alkohol tersier adalah alkohol yang gugus –OH nya terletak pada atom C tersier yang terikat langsung pada tiga atom C yang lain (Fessenden, 1997). 2.3 Sifat – Sifat Alkohol Alkohol merupakan senyawa seperti air yang satu hidrogennya diganti oleh rantai atau cincin hidrokarbon. Sifat fisis alkohol, alkohol mempunyai titik didih yang tinggi dibandingkan alkana-alkana yang jumlah atom C nya sama. Hal ini disebabkan antara molekul alkohol membentuk ikatan hidrogen. Rumus umum alkohol R – OH, dengan R adalah suatu alkil baik alifatis maupun siklik. Dalam alkohol, semakin banyak cabang semakin rendah titik didihnya. Sedangkan dalam air, metanol, etanol, propanol mudah larut dan hanya butanol yang sedikit larut. Alkohol dapat berupa cairan encer dan mudah bercampur dengan air dalam segala perbandingan (Brady, 1999). Alkohol mempunyai ikatan yang mirip air dan terdiri dari molekul polar. Karena alkohol dapat membentuk ikatan hidrogen antar molekul-molekulnya, maka titik didih alkohol lebih tinggi daripada titik didih alkil halida atau eter, yang bobot molekulnya sebanding. Alkohol berbobot rendah larut dalam air, kelarutan ini disebabkan oleh ikatan hidrogen antara alkohol dan air (Fessenden, 1986). 2.4 Definisi Alkohol Alifatik Alkohol alifatik merupakan cairan yang sifatnya sangat dipengaruhi oleh ikatan hidrogen. Dengan bertambah panjangnya rantai, pengaruh gugus hidroksil yang polar terhadap sifat molekul menurun. Sifat molekul yang seperti air berkurang, sebaliknya sifatnya lebih seperti hidrokarbon. Akibatnya alkohol dengan bobot molekul rendah cenderung larut dalam air, sedangkan alkohol berbobot molekul tinggi tidak demikian. Alkohol mendidih pada temperatur yang cukup tinggi. Sebagai suatu kelompok senyawa, fenol memiliki titik didih dan kelarutan yang sangat bervariasi, tergantung pada sifat subtituen yang menempel pada cincin benzena (Petrucci, 1987). 2.5 Reaksi – Reaksi yang Terjadi Pada Alkohol Reaksi-reaksi yang terjadi dalm alkohol antara lain reaksi substitusi, reaksi eliminasi, reaksi oksidasi dan esterifikasi. Dalam suatu alkohol, semakin panjang rantai hidrokarbon maka semakin rendah kelarutannya. Bahkan jika cukup panjang sifat hidrofob ini mengalahkan sifat hidrofil dari gugus hidroksil. Banyaknya gugus hidroksil dapat memperbesar kelarutan dalam air (Hart, 1990). Suatu alkohol primer dapat dioksidasi menjadi aldehid atau asam karboksilat. Alkohol sekunder dapat dioksidasi menjadi keton saja. Sedangkan pada alkohol tersier menolak oksidasi dengan larutan basa, dalam larutan asam, alkohol mengalami dehidrsi menghasilkan alkena yang kemudian dioksidasi (Fessenden, 1997). Beberapa oksidasi dari alkohol antara lain : a. Oksidasi menjadi aldehid Hasil oksidasi mula-mula dari alkohol primer adalah suatu aldehid (RCH=O). Aldehid, siap dioksidasi menjadi asam karboksilat. Oleh sebab itu, reaksi antara alkohol primer dengan zat oksidator kuat akan menghasilkan asam karboksilat, dan bukan intermediet aldehid. Pereaksi tertentu harus dipakai apabila intermediet aldehid merupakan hasil yang diinginkan. b. Oksidasi menjadi keton Suatu alkohol sekunder dioksidasi oleh oksidator yang reaktif kuat menjadi keton. c. Oksidasi menjadi asam karboksilat Suatu oksidator kuat yang umum dapat mengoksidasi alkohol primer menjadi asam karboksilat. Oksidator umum : larutan panas KMnO4 + OH–. larutan panas CrO3 + H2SO4 (pereaksi Jones) (Hart, 1990). 2.6 Penggunaan Alkohol Alkohol merupakan senyawa yang penting dalam kehidupan seharihari karena dapat digunakan sebagai zat pembunuh kuman, bahan bakar maupun pelarut. Dalam laboratorium dan industri, alkohol digunakan sebagai pelarut dan reagensia (Achmadi, 1990). Turunan alkohol terutama digunakan untuk : 1. Antiseptik pada pembedahan dan pada kulit, misalnya etanol dan isopropylalkohol. 2. Pengawet, contohnya benzyl alkohol, fenitil alkohol dan klorbutanol. 3. Mensterilkan udara dalam bentuk aerosol, contohnya etilen glikol, propilenglikol dan trimetilen glikol (Fessenden,1986). Alkohol digunakan antara lain : 1) Etanol didapatkan pada minuman keras, dalam jumlah kecil menyebabkan pembuluh darah dan tekanan darah turun, dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan keracunan, merusak hati dan menyebabkan kematian. 2) Etanol digunakan sebagai pelarut yang baik. 3) Gasohol adalah campuran etanol dengan gasoline dipakai untuk bahan bakar. 4) Spirtus adalah campuran metanol + etanol + zat warna metilen blue. 5) Etanol 70% dipakai untuk desinfektan. 6) Metanol dikenal sebagai alkohol kayu, merupakan racun dapat menyebabkan kebutaan, kehilangan kontrol dan menimbulkan kematian. 7) Metanol juga sebagai pelarut yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan formaldehyde (Chang, 2004). 2.7 Sintesis Alkohol Etanol adalah alkohol biasa. Etanol diperoleh melalui peragian tetes (sisa pemurnian gula tebu), atau dari bahan lain yang mengandung gula alam. Pada dasarnya, metode sintetik dilakukan dengan hidrasi pada etilena dengan asam sulfat. Reaksi – reaksi gugus –OH. Reaktifitas gugus –OH disebabkan oleh pasangan elektron bebas pada atom O, sehingga bersifat asam lewis atau polaritas ikatan O-H yang menyebabkan molekul bertindak sebagai donor proton atau bersifat asam (Chang, 2004). 2.8 Definisi Fenol Fenol adalah sekelompok senyawa organik yang gugus hidroksilnya (OH) langsung melekat pada karbon cincin benzena. Aktivator kuat dalam reaksi substitusi aromatik elektrofilik terletak pada gugus –OH-nya karena ikatan karbon sp2 lebih kuat dari pada ikatan oleh karbon sp3 makan ikatan CO dalam fenol tidak mudah diputuskan. Fenol sendiri tahan terhadap oksidasi karena pembentukan suatu gugus karbonil mengakibatkan dikorbankannya penstabilan aromatik. Fenol umumnya diberi nama menurut senyawa induknya (Schmidt, 1998). 2.9 Sintesis Fenol Fenol didapatkan melalui oksidasi sebagian pada benzena atau asam benzoat dengan proses Raschig. Fenol juga dapat diperoleh sebagai hasil dari oksidasi batu bara (Suminar, 1992). Fenol merupakan komponen utama pada antiseptik dagang, triklorofenol atau dikenal sebagai TCP (Trichlorophenol). Fenol juga merupakan bagian komposisi beberapa anestesis oral, misalnya semprotan kloraseptik. Fenol berfungsi dalam pembuatan obat-obatan (bagian dari produksi aspirin, pembasmi rumput liar, dan lainnya). Fenol yang terkonsentrasi dapat mengakibatkan pembakaran kimiawi pada kulit yang terbuka. Rumus bangun fenol : atau Gambar 1. Struktur fenol Senyawa fenol merupakan polutan yang sering ditemukan di perairan laut. Sumber pencemar di laut berasal dari tumpahan minyak mentah, tumpahan bahan bakar kapal maupun pembuangan limbah industri minyak bumi. Kehadiran senyawa fenol di laut dapat membahayakan kehidupan biota laut karena fenol bersifat toksik. Senyawa fenol dapat didegradasi oleh mikroorganisme pengurai fenol, namun jumlah dan kemampuan mikroorganisme pengurai fenol sangat terbatas karena sifat toksiknya (Levenspiel, 1972). 2.10 Sifat Fisik dan Sifat Kimia Fenol Fenol atau asam karbolat atau benzenol adalah zat kristal tak berwarna yang memiliki bau khas. Rumus kimianya adalah C6H5OH dan strukturnya memiliki gugus hidroksil (-OH) yang berikatan dengan cincin fenil. Kata fenol juga merujuk pada beberapa zat yang memiliki cincin aromatik yang berikatan dengan gugus hidroksil. Fenol memiliki kelarutan terbatas dalam air, yakni 8,3 gram/100 mL. Fenol memiliki sifat yang cenderung asam, artinya dapat melepaskan ion H+ dari gugus hidroksilnya. Pengeluaran ion tersebut menjadikan anion fenoksida C6H5O− yang dapat dilarutkan dalam air (Wage, 1995). Fenol merupakan salah satu komponen kimia tumbuhan yang memiliki manfaat sangat besar bagi tumbuhan maupun bagi manusia. Senyawa fenol memiliki ciri cincin aromatik dan adanya satu atau dua penyulih hidroksil. Senyawa fenol lebih cenderung larut dalam air, karena senyawa ini biasanya berikatan dengan gula. Senyawa fenol mencakup beberapa golongan senyawa bahan alam. Mulai dari flavonoid, phenil propanoid, kuinin phenolik, lignin, melanin, dan tanin merupakan golongan senyawa fenol (Flach, 1996). Dibandingkan dengan alkohol alifatik lainnya, fenol bersifat lebih asam. Hal ini dibuktikan dengan mereaksikan fenol dengan NaOH, di mana fenol dapat melepaskan H+. Pada keadaan yang sama, alkohol alifatik lainnya tidak dapat bereaksi seperti itu. Pelepasan ini diakibatkan pelengkapan orbital antara satu-satunya pasangan oksigen dan sistem aromatik, yang mendelokalisasi beban negatif melalui cincin tersebut dan menstabilkan anionnya (Suminar, 2003). 2.11 Kimiawi Fenol Kimiawi fenol telah diketahui lama sebelum pengetahuan kimia organik, sehingga banyak fenol mempunyai nama-nama umum. Metilfenol misalnya, dikenal sebagai kresol (berasal dari kreasot, tar dari batu bara atau kayu yang mengandung zat ini). Berlawanan dengan alkohol, fenol-fenol memiliki sifat lebih asam dibandingkan alkohol dan air, karena ion fenoksida dimantapkan oleh resonansi. Muatan negatif pada hidroksida atau alkoksida tetap tinggal pada atom hidrogen sedangkan pada ion fenoksida muatan ini dapat didelokasikan pada posisi-posisi orto dan pada pada cincin benzena melalui resonansi (Suminar, 1992). 2.12 Penggolongan Fenol Senyawa fenol dibedakan atas dua jenis utama, yaitu : a) Berdasarkan jalur pembuatannya : 1. Senyawa fenol yang berasal dari asam shikimat atau jalur shikimat. 2. Senyawa fenol yang berasal dari asetat malonat. 3. Ada juga senyawa fenol yang berasal dari kombinasi antara kedua jalur biosintesa dari senyawa fenol yang berasal dari asam shikimat atau jalur shikimat dan senyawa fenol yang berasal dari asetat malonat yaitu senyawa-senyawa flavonoid. b) Berdasarkan jumlah atom hidrogen yang dapat diganti oleh gugus hidroksil maka ada tiga golongan senyawa fenol, yaitu : 1. Fenol monovalen Jika suatu atom H dari inti aromatik diganti oleh satu gugusan –OH. 2. Fenol divalen Adalah senyawa yang diperoleh bila dua atom hidrogen pada inti aromatik diganti dengan dua gugus hidroksil. Dan merupakan fenol bervalensi dua. 3. Fenol trivalen Adalah senyawa yang diperoleh bila tiga atom hidrogen pada inti aromatik diganti dengan tiga gugus hidroksil (Saputri, 2010). 2.13 Penggunaan Fenol Fenol biasanya digunakan sebagai antiseptikum (dimana hal ini mungkin karena mempunyai sifat mengkoagulasi protein) koefisien fenol (kf) : perbandingan kons. Fenol/kons. Zat untuk mematikan suatu macam bakteri dalam waktu yang sama dan juga sebagai sintesis misalnya : asam salisilat, aspirin, dan fenolftalein (Riawan, 1990). Berbagai kondisi reaksi basa dan asam termasuk penggunaan asam Lewis telah diaplikasikan pada reaksi antara gliserol dan o-metoksi fenol sebagai upaya dalam pemanfaatan gliserol dari hasil samping produksi biodiesel berbahan dasar minyak jelantah. Reaksi ini nantinya akan digunakan pada pembuatan obat batuk gliseril guaiakolat. Kondisi reaksi yang dilakukan belum menghasilkan suatu reaksi yang berjalan secara optimal sehingga masih diperlukan penelitian berikutnya (Ritmaleni, 2013). 2.14 Perbandingan Sifat Alkohol dan Fenol Seperti halnya air, alkohol dan fenol merupakan asam lemah. Gugus hidroksil dapat bertindak sebagai pendonor proton, dan disosiasi terjadi mirip seperti pada air : Basa konjugat suatu alkohol ialah ion alkoksida (contohnya, ion metoksida dari metanol, ion etoksida dari etanol dan seterusnya) (Hart, dkk., 2003). Metanol dan etanol memiliki keasaman yang hamper sama dengan air; alkohol meruah seperti t-butil alkohol sedikit lebih lemah karena keruahannya membuatnya sukar disolvasi, tidak seperti ion alkoksidanya (Hart, dkk., 2003). Fenol ialah asam yang lebih kuat daripada alkohol terutama karena ion fenoksidanya distabilkan oleh resonansi. Muatan negatif pada ion alkoksida terkonsentrasi pada atom oksigen, tetapi muatan negatif pada ion fenoksida dapat didelokalisasi pada posisi cincin orto dan para melalui resonansi (Hart, dkk., 2003). Untuk membantu kita memahami mengapa fenol lebih asam dari alkohol, mari kita bandingkan kesetimbangan ionisasi untuk fenol dan etanol. Secara khusus, perhatikan perbedaan muatan delokalisasi dalam ion etoksida dan ion fenoksida. Muatan negatif dalam ion etoksida terlokalisir pada oksigen dan distabilkan hanya dengan kekuatan solvasi. Muatan negatif dalam ion fenoksida distabilkan baik oleh solvasi dan dengan elektron delokalisasi ke dalam cincin. Delokalisasi elektron dalam fenoksida diwakili oleh resonansi antara struktur : Muatan negatif dalam ion fenoksida dibagi oleh oksigen dan karbon yang orto dan para untuk itu. Delokalisasi muatan negatif kuat menstabilkan ion fenoksida (Carey, 2000). Alkoksida, yaitu basa konjugat dari alkohol, merupakan basa kuat seperti halnya ion hidroksida. Alkoksida ialah senyawa ionik yang sering digunakan sebagai basa kuat dalam kimia orgaik. Ion ini dapat dibuat melalui reaksi alkohol dengan logam natrium atau kalium atau dengan hidrida logam. Reaksi ini berlangsung tak reversible (tidak dapat balik), menghasilkan alkoksida logam yang sering kali dapat diisolasi berupa padatan putih (Hart, dkk., 2003). Biasanya, pengolahan alkohol dengan natrium hidroksida tidak mengonversinya menjadi alkoksidanya. Ini karena alkoksida merupakan basa yang lebih kuat daripada ion hidroksida, sehingga reaksi berjalan ke arah yang berlawanan. Akan tetapi, fenol dapat dikonversi menjadi ion fenoksida dengan cara ini (Hart, dkk., 2003). Gugus fungsi alkohol (dan fenol) tidak saja berfungsi sebagai asam lemah melainkan juga sebagai basa lemah. Golongan tersebut memiliki pasangan elektron bebas pada oksigen dan dengan demikian merupakan basa lewis. Golongan ini dapat diprotonasi oleh asam kuat. Produknya, analog dengan ion oksonium, H3O+, yaitu ion alkiloksonium (Hart, dkk., 2003). 2.15 Reagen Lucas dan Reagen Ferri Klorida Reagen lucas merupakan suatu campuran asam klorida pekat (HCl) dan seng klorida (ZnCl2). Uji Lucas dalam alkohol adalah tes untuk membedakan antara alkohol primer, sekunder dan tersier. Hal ini didasarkan pada perbedaan reaktivitas dari tiga kelas alkohol dengan hidrogen halida. Alkohol tersier bereaksi dengan reagen Lucas untuk menghasilkan kekeruhan walaupun tanpa pemanasan, sementara alkohol sekunder melakukannya dengan pemanasan. Alkohol primer tidak bereaksi dengan reagen Lucas (Ghalib, 2010). Besi (III) klorida, atau feri klorida adalah suatu senyawa kimia yang merupakan komoditas skala industri, dengan rumus kimia FeCl3. Senyawa ini umum digunakan dalam pengolahan limbah, produksi air minum maupun sebagai katalis, baik di industri maupun di laboratorium. Warnanya kristal tergantung pada sudut pandang, jika terkena refleksi cahaya, kristal berwarna hijau gelap, tapi dengan transimsi kristal berwarna ungu-merah. Prinsip analisa tes Ferri Klorida adalah dengan senyawa aromatik, dimana FeCl3 akan beraksi jika terdapat gugus aromatik yang akan menghasilkan warna hitam, sehingga uji Ferri Klorida hanya ditemukan pada senyawa fenol dan tidak ada pada alkohol (Ghalib, 2010). III. ALAT DAN BAHAN 3.1 Alat Tabung reaksi 8 Gelas ukur 5 ml 1 Rak tabung reaksi 1 Pinset 1 Pipet tetes 4 Penangas air 1 Kertas indikator pH Secukupnya Beaker glass 250 ml 1 3.2 Bahan Etanol Secukupnya 2 – butanol Secukupnya n – butanol Secukupnya Fenol Secukupnya Reagen lucas 2 ml Larutan FeCl3 1% Secukupnya Aquadest 7 ml Asam asetat glasial 3 ml Asam sulfat pekat 0,5 ml IV. CARA KERJA 4.1 Kelarutan dan Keasaman Aquadest - Disiapkan tabung reaksi dan beri label sesuai dengan sampel yang akan diuji - Diukur 2 ml aquadest - Dimasukkan aquadest 2 ml ke dalam masing – masing tabung reaksi yang sudah diberi label - Ditambahkan 0,5 ml (10 tetes) alkohol (etanol, n-butanol, 2butanol, fenol) yang akan diuji - Lakukan prosedur yang sama dengan sampel lain - Dikocok tabung reaksi yang sudah berisi campuran alkohol (etanol, n-butanol, 2-butanol, fenol) dengan aquadest - Uji pH dengan kertas indikator pH ke dalam masing – masing tabung reaksi - Dimiringkan tabung reaksi sekitar 45⁰ dan masukkan kertas indikator pH ke dalam masing – masing tabung reaksi - Ditiriskan sebentar - Disamakan dengan warna yang ada pada tabel kertas indikator pH Hasil 4.2 Uji Lucas Uji Lucas - Diukur 2 ml reagen lucas - Dimasukkan reagen lucas ke dalam masing – masing tabung reaksi yang sudah diberi label - Ditambahkan 1 ml alkohol (etanol, n-butanol, 2-butanol, fenol) yang akan diuji - Dikocok dan dicatat waktu hingga terjadi kekeruhan atau adanya perubahan larutan memisah menjadi 2 lapisan Hasil 4.3 Reaksi Fenol dengan FeCl3 1% Reaksi Fenol dengan FeCl3 1% - Ditambahkan alkohol (etanol, n-butanol, 2-butanol, fenol) 2 tetes ke dalam masing – masing sampel tabung reaksi yang akan diuji - Ditambahkan 5 ml aquadest ke dalam masing – masing tabung reaksi yang sudah berisi larutan sampel yang akan diuji - Ditambahkan 2 tetes FeCl3 1% ke dalam masing – masing tabung reaksi - Dilakukan pengocokan pada setiap tabung reaksi Hasil 4.4 Reaksi Esterifikasi Reaksi Esterifikasi - Ditambahkan 2 ml alkohol (etanol, n-butanol, 2-butanol, fenol) dan masukkan ke dalam masing – masing tabung reaksi - Ditambahkan 3 ml asam asetat glasial ke dalam masing – masing tabung reaksi - Ditambahkan 0,5 ml (10 tetes) asam sulfat pekat (pengerjaan dilakukan di dalam lemari asam) - Dipanaskan sampel di atas penangas air selama 5 menit - Diamati baunya Hasil V. HASIL 5.1 Kelarutan dan Keasaman No. 1. Perlakuan Hasil Ket Kelarutan dan Keasaman Aquadest : - Disiapkan tabung reaksi dan beri label sesuai dengan sampel yang akan diuji - Diukur 2 ml aquadest - Dimasukkan aquadest 2 ml ke dalam masing – masing Larutan berwarna (+) bening - tabung reaksi yang sudah Larutan berwarna (+) bening diberi label - Ditambahkan 0,5 ml (10 tetes) - alkohol (etanol, n-butanol, 2- Larutan berwarna (+) bening butanol, fenol) yang akan diuji - Lakukan prosedur yang sama dengan sampel lain - Dikocok tabung reaksi yang sudah berisi - Pada campuran alkohol (etanol, n-butanol, 2- butanol, 2-butanol butanol, dengan aquadest, fenol) (+) larutan etanol, n- campuran dengan larutan berwarna aquadest bening - Pada campuran larutan fenol dengan aquadest, larutan berwarna bening agak keruh - Uji pH dengan kertas indikator pH ke dalam masing – masing tabung reaksi (+) - Dimiringkan tabung reaksi sekitar 45⁰ dan masukkan kertas indikator pH ke dalam masing – masing tabung reaksi - Ditiriskan sebentar - Disamakan dengan warna - Diperoleh pH sebagai berikut : yang ada pada tabel kertas Etanol indikator pH : pH 4 (+) n-butanol : pH 5 (+) 2-butanol : pH 5 (+) Fenol (+) : pH 2 5.2 Uji Lucas No. 1. Perlakuan Hasil Ket Uji Lucas - Diukur 2 ml reagen lucas - Dimasukkan reagen lucas ke dalam masing – masing tabung reaksi yang sudah diberi label - Ditambahkan 1 ml alkohol (etanol, n-butanol, 2-butanol, fenol) yang akan diuji - Dikocok dan dicatat waktu hingga terjadi kekeruhan - Setelah 40 detik, atau adanya perubahan etanol tidak terjadi larutan memisah menjadi 2 perubahan (larutan lapisan bening) - (+) Setelah 40 detik, nbutanol tidak mengalami perubahan (larutan bening) (+) - Setelah 40 detik, 2butanol tidak (+) mengalami perubahan (larutan bening) - Setelah dikocok kurang dari 40 detik, (+) telah terjadi perubahan yaitu adanya 2 lapisan pada larutan dimana lapisan atas berwarna agak kekuningan seperti minyak, lapisan bawah berwarna putih keruh. - 5.3 Reaksi Fenol dengan FeCl3 1% No. 1. Perlakuan Hasil Ket Reaksi Fenol dengan FeCl3 1% - Ditambahkan alkohol (etanol, - Pada etanol, n- n-butanol, 2-butanol, fenol) 2 butanol, dan 2-butanol tetes ke dalam masing – larutan bening masing sampel tabung reaksi - yang akan diuji Pada Fenol, larutan berwarna agak (+) (+) kekuningan - Ditambahkan 5 ml aquadest - Semua sampel ke dalam masing – masing larutan berwarna tabung reaksi yang sudah bening berisi larutan sampel yang akan diuji (+) - Ditambahkan 2 tetes FeCl3 - Pada sampel larutan 1% ke dalam masing – etanol, n-butanol, dan masing tabung reaksi 2-butanol larutan (+) berwarna bening agak kekuningan - Pada sampel larutan (+) fenol, larutan berwarna ungu - Dilakukan pengocokan pada - setiap tabung reaksi Pada sampel (+) campuran larutan etanol, n-butanol, dan 2-butanol, warna campuran larutannya bening kekuningan - Pada sampel (+) campuran larutan fenol, warna campuran larutannya ungu 5.4 Reaksi Esterifikasi No. 1. Perlakuan Hasil Ket Reaksi Esterifikasi - Ditambahkan 2 ml alkohol - Semua sampel larutan (etanol, n-butanol, 2-butanol, (etanol, n-butanol, dan fenol) dan masukkan ke 2-butanol) berwarna dalam masing – masing bening tabung reaksi - Pada sampel larutan fenol, larutan berwarna agak kekuningan (+) (+) - Ditambahkan 3 ml asam - asetat glasial ke dalam Semua sampel larutan (+) berwarna bening masing – masing tabung reaksi - Ditambahkan 0,5 ml (10 - tetes) asam sulfat pekat Semua sampel larutan (+) berwarna bening (pengerjaan dilakukan di dalam lemari asam) - Dipanaskan sampel di atas - penangas air selama 5 menit - Diamati baunya Semua sampel larutan (+) berwarna bening - Hasil Pengamatan Bau : Etanol : aroma (+) n-butanol : aroma (+) balon tiup buah - buahan 2-butanol : aroma (+) buah - buahan Fenol : aroma tidak sedap (+) VI. PEMBAHASAN Pada praktikum kali ini yaitu sifat – sifat alkohol dan fenol dimana tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa mampu mengetahui sifat – sifat dari alkohol dan fenol. Dalam praktikum kali ini, terdapat 4 jenis langkah kerja yaitu uji kelarutan dan keasaman, uji lucas, Reaksi Fenol dengan FeCl3 1%, dan uji berdasarkan reaksi esterifikasi. Sampel yang akan diuji dalam praktikum kali ini terdapat 4 macam sampel yaitu etanol, n-butanol, 2-butanol, dan fenol. Berikut struktur molekul dari masing – masing sampel : OH CH3 H H2 C H3C OH Etanol OH n-butanol HO C2H5 2-butanol fenol Pada uji yang pertama yaitu uji kelarutan dan keasaman, berdasarkan hasil yang diperoleh dalam praktikum ini dimana pada saat aquadest ditambahkan dengan 0,5 ml (10 tetes) alkohol (etanol, n-butanol, 2-butanol, fenol) yang akan diuji dihasilkan larutan berwarna bening. Kemudian ketika dilakukan pengocokan pada tabung reaksi yang sudah berisi campuran alkohol (etanol, n-butanol, 2butanol, fenol) dengan aquadest dihasilkan campuran larutan etanol, n-butanol, 2-butanol dengan aquadest yaitu berupa larutan berwarna bening sedangkan pada campuran larutan fenol dengan aquadest, larutan berwarna bening agak keruh. Selanjutnya setelah dilakukan uji pH dengan kertas indikator pH ke dalam masing – masing tabung reaksi yang sudah berisi aquadest dengan alkohol (etanol, n-butanol, 2-butanol, fenol) diperoleh hasil pH pada tiap – tiap sampel yaitu : Etanol : pH 4 n-butanol : pH 5 2-butanol : pH 5 Fenol : pH 2 Berdasarkan hasil pH yang diperoleh tersebut, dapat diketahui bahwa pH fenol lebih rendah daripada pH alkohol lain sebab dari literature yang terdapat dalam beberapa sumber menyatakan bahwa salah satu sifat fenol yaitu bersifat asam yang lebih kuat daripada alkohol dan air. Jadi, karena itulah pH fenol lebih rendah daripada pH alkohol lain. Alkohol lain dalam praktikum ini yaitu etanol, nbutanol dan 2-butanol. Namun secara teoritik, fenol memiliki tingkat keasaman yang lebih tinggi dibandingkan air dan alkohol. Hal tersebut dikarenakan kemampuan fenol untuk melepaskan H+ menjadi ion fenolat dalam keadaan terlarut. Pelepasan H+ dimantapkan dengan resonansi elektron pada cincin aromatiknya. Dalam keadaan terlarut, ion fenolat cenderung lebih stabil dibandingkan fenol. Gambar 2. Resonansi ion fenolat Uji kelarutan dalam air dilakukan pada semua sampel alkohol dan fenol. Pada uji kelarutan dalam air, semua jenis alkohol larut dalam air, kecuali fenol. Alkohol seperti metanol dan etanol, dengan rantai C yang pendek, bersifat polar, sehingga dapat dengan mudah larut dalam air yang merupakan pelarut yang bersifat polar. Sedangkan alkohol yang memiliki rantai C yang panjang lebih bersifat nonpolar, begitupun dengan fenol, sehingga lebih sukar larut dalam air. Pada uji kelarutan, berdasarkan hasil praktikum yang diperoleh kali ini semua sampel alkohol yang meliputi etanol, n-butanol dan 2-butanol larut dalam air yang ditandai dengan larutan berwarna bening sedangkan pada campuran larutan fenol dengan aquadest, larutan berwarna bening agak keruh. Hal ini menandakan bahwa senyawa alkohol dapat larut dalam air karena gugus –OH pada alkohol dapat membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air. Sedangkan alkohol yang memiliki rantai C yang panjang lebih bersifat nonpolar, begitupun dengan fenol, sehingga lebih sukar larut dalam air jadi dihasilkan larutan yang keruh. Reaksi yang terjadi pada uji kelarutan dan keasaman yaitu : Selanjutnya, pada uji yang kedua yaitu uji lucas dimana ketika 2 ml reagen lucas ditambahkan dengan 1 ml alkohol (etanol, n-butanol, 2-butanol, fenol) yang akan diuji kemudian dikocok dan dicatat waktu hingga terjadi kekeruhan atau adanya perubahan larutan memisah menjadi 2 lapisan diperoleh hasil setelah 40 detik, pada sampel etanol, n-butanol dan 2-butanol tidak terjadi perubahan dimana dihasilkan larutan bening. Namun pada sampel fenol setelah dikocok kurang dari 40 detik, telah terjadi perubahan yaitu adanya 2 lapisan pada larutan dimana lapisan atas berwarna agak kekuningan seperti minyak, lapisan bawah berwarna putih keruh. Percobaan ini bertujuan untuk membedakan alkohol primer, sekunder, dan tersier dengan menggunakan pereaksi lukas serta mereaksikan fenol dengan pereaksi lukas sebagai pembanding. Pereaksi lukas terdiri atas campuran larutan ZnCl2 ditambah dengan HCl pekat. Reaksi antara alkohol dengan hidrogen klorida akan menghasilkan suatu alkil halida. Cara menandai cepat atau lambatnya bereaksi yaitu dengan terjadinya larutan yang keruh saat bercampur dan cepat kembalinya keadaan larutan seperti semula saat sebelum dicampurkan. Reagen lucas merupakan suatu campuran asam klorida pekat dan seng klorida. Uji Lucas dalam alkohol adalah tes untuk membedakan antara alkohol primer, sekunder dan tersier. Hal ini didasarkan pada perbedaan reaktivitas dari tiga kelas alkohol dengan hidrogen halida. Alkohol tersier bereaksi dengan reagen Lucas untuk menghasilkan kekeruhan walaupun tanpa pemanasan, sementara alkohol sekunder melakukannya dengan pemanasan. Alkohol primer tidak bereaksi dengan reagen Lucas. Prinsip pengujian lucas menurut literatur menggunakan prinsip alkohol primer, sekunder dan tersier. Pada alkohol primer, uji lucas tidak menghasilkan reaksi apapun. Sedangkan pada alkohol sekunder, uji lucas menghasilkan reaksi namun kecepatan reaksinya sangat lambat dan membutuhkan pemanasan untuk meningkatkan terjadinya reaksi antara keduanya. Pada pengujian alkohol tersier, uji lucas menghasilkan reaksi yang cukup cepat. Pada uji lucas, reaksi dapat dipercepat dengan pemanasan, terutama untuk alkohol sekunder. Tanda terjadinya reaksi pada uji lucas adalah terbentuknya butiran atau larutan menjadi keruh. Pada uji fenol, uji lukas bernilai positif karena pada fenol gugus –OH menempel pada atom C tersier sehingga dihasilkan 2 lapisan pada larutan dimana lapisan atas berwarna agak kekuningan seperti minyak, lapisan bawah berwarna putih keruh. Reaksi yang terjadi pada uji lucas yaitu : Sampel Fenol Cl OH + HCl => + H2O Contoh reaksi lain pada reagen lucas : Lalu, pada uji yang ketiga yaitu uji reaksi fenol dengan FeCl3 1% dimana pada saat semua sampel ditambahkan dengan aquadest dan FeCl 3 1% pada sampel campuran larutan etanol, n-butanol, dan 2-butanol, warna campuran larutannya bening kekuningan sedangkan pada sampel campuran larutan fenol, warna campuran larutannya ungu. Tes Ferri Klorida digunakan untuk membedakan alkohol alifatik (rantai terbuka) dengan alkohol aromatik. FeCl3 digunakan untuk membedakan antara senyawa alkohol dan fenol, karena FeCl3 mempunyai kemampuan untuk beraksi dengan fenol (alkohol aromatik) dan tidak beraksi dengan alkohol alifatik. Adanya reaksi ditandai dengan melihat perubahan warna sesaat setelah dicampurkan. Jika bereaksi larutan akan berubah warna menjadi merah sampai ungu kehitaman. FeCl3 merupakan reagen spesifik untuk mengidentifikasi keberadaan fenol. Dari hasil percobaan pada etanol, n-butanol dan 2-butanol setelah dicampurkan dengan FeCl3, larutan menjadi berubah warna menjadi bening kekuningan. Hal ini menunjukkan bahwa etanol, n-butanol dan 2–butanol tidak bereaksi dengan FeCl3. Hal ini sesuai dengan teori, bahwa alkohol tidak dapat bereaksi dengan FeCl3. Warna kekuning-kuningan berasal dari larutan FeCl3 bukan hasil reaksi. Sedangkan pada fenol ketika dicampukan dengan FeCl3 larutan menjadi berwarna ungu. Hal ini menunjukkan bahwa telah terbentuk senyawa kompleks dari Fe3+ dengan fenol. Fenol merupakan senyawa yang mengandung gugus hidroksil yang terikat pada karbon tak jenuh, sehingga dapat bereaksi dengan FeCl3 menghasilkan senyawa kompleks berwarna merah kecoklatan atau ungu. Reaksi yang terjadi pada uji reaksi fenol dengan FeCl3 1% yaitu : Reaksi antara fenol dengan FeCl3 adalah sebagai berikut : Reaksi Kesetaraan antara fenol dengan FeCl3 : Fenol banyak terdapat dialam, terutama pada tumbuhan. Fenol terdapat dalam senyawa organik kompleks, dan menjadi spesifikasi keberadaan suatu senyawa. Oleh karenanya suatu senyawa organik dapat ditentukan dengan reagen yang sama seperti identifikasi fenol menggunakan FeCl3. Reaksi suatu fenol dengan FeCl3 menghasilkan warna ungu. Kemudian pada uji yang terakhir yaitu uji berdasarkan reaksi esterifikasi. Reaksi esterifikasi adalah reaksi antara asam karboksilat dengan alkohol menghasilkan ester. Reaksi esterifikasi pada umumnya menggunakan asam anorganik seperti H2SO4, reaksi esterifikasi pada umumnya menyebabkan korosi untuk menghambat maka digunakan katalis Zr4+-zeolit beta. Pembuatan ester dengan asam karboksilat dan alkohol merupakan cara yang paling umum dan paling sering dilakukan dalam pembuatan ester. Reaksi ini juga disebut dengan reaksi Fischer karena yang pertama kali menemukan reaksi ini adalah Fischer. Pada reaksi ini digunakan katalis berupa asam (biasanya asam sulfat pekat) dengan diikuti proses pemanasan pada reaksinya (biasanya menggunakan proses refluks). Sebagai contohnya, reaksi antara asam etanoat sebagai asam karboksilat dengan propanol sebagai alkohol akan menghasilkan propil etanoat sebagai produk ester dan air sebagai produk sampingnya. Dalam prosesnya, asam karboksilat dan alkohol dengan jumlah tertentu secara stoikiometrik akan dipanaskan secara bersamaan dengan ditambah katalis asam untuk mempercepat reaksi. Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam praktikum kali ini yaitu ketika semua sampel alkohol dan fenol ditambahkan dengan 3 ml asam asetat glasial ke dalam masing – masing tabung reaksi dihasilkan semua sampel larutan bening, lalu dilanjutkan dengan penambahan 0,5 ml (10 tetes) asam sulfat pekat yang mana pengerjaan dilakukan di dalam lemari asam dihasilkan semua sampel larutan tetap bening. Kemudian dilanjutkan dengan proses pemanasan sampel di atas penangas air selama 5 menit lalu diamati baunya. Ketika semua sampel larutan dipanaskan di atas penangas air selama 5 menit, hasil untuk semua sampel larutan yaitu larutan tetap bening. Selanjutnya untuk bau yang dihasilkan dari reaksi semua sampel yaitu : Etanol : aroma balon tiup n-butanol : aroma buah - buahan 2-butanol : aroma buah – buahan Fenol : aroma tidak sedap Kebanyakan aroma yang dihasilkan dari reaksi pembentukan ester yaitu aroma nya berbau manis sehingga dalam sampel etanol, n-butanol, dan 2butanol beraroma balon tiup serta buah-buahan yang menandakan bau manis. Oleh karena itu hasil dinyatakan positif bahwa dalam sampel etanol, n-butanol, dan 2-butanol ketika direaksikan dengan asam asetat glasial dengan asam sulfat pekat dihasilkan senyawa ester. Sedangkan pada senyawa fenol dihasilkan aroma yang tidak sedap saat reaksi esterifikasi sebab senyawa fenol sendiri dihasilkan dari pembuangan limbah sehingga berbau busuk. Reaksi yang terjadi pada uji berdasarkan reaksi esterifikasi ini yaitu : VII. KESIMPULAN Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Fenol bersifat polar sementara pada alkohol semakin panjang gugus alkil alkohol semakin rendah kepolarannya. 2. Kecepatan reaksi pada alkohol primer, sekunder, dan tersier dengan pereaksi lukas adalah tersier > sekunder > primer. 3. Fenol merupakan asam lemah namun lebih kuat dibanding alcohol ditandai dengan hasil pH yang diperoleh pada fenol paling kecil yaitu pH 2 sedangkan pada etanol, n-butanol, dan 2-butanol memiliki pH lebih besar atau tinggi yaitu pH 4, 5 dan 5. 4. Fenol memiliki tingkat keasaman yang lebih tinggi dari air dan alkohol, namun lebih kecil dari asam asetat. 5. Semua jenis alkohol larut dalam air, kecuali fenol. Alkohol seperti etanol, nbutanol, dan 2-butanol dengan rantai C yang pendek, bersifat polar, sehingga dapat dengan mudah larut dalam air yang merupakan pelarut yang bersifat polar ditandai dengan larutan yang bening dan tidak ada kekeruhan. Sedangkan alkohol yang memiliki rantai C yang panjang lebih bersifat nonpolar, begitupun dengan fenol, sehingga lebih sukar larut dalam air ditandai dengan terjadinya kekeruhan. 6. Fenol dapat diidentifikasi menggunakan reagen FeCl3. 7. Tanda terjadinya reaksi pada uji lucas adalah terbentuknya butiran atau larutan menjadi keruh. Pada uji fenol, uji lukas bernilai positif karena pada fenol gugus –OH menempel pada atom C tersier sehingga dihasilkan 2 lapisan pada larutan dimana lapisan atas berwarna agak kekuningan seperti minyak, lapisan bawah berwarna putih keruh. 8. Pada etanol, n-butanol dan 2-butanol setelah dicampurkan dengan FeCl3, larutan menjadi berubah warna menjadi bening kekuningan. Hal ini menunjukkan bahwa etanol, n-butanol dan 2–butanol tidak bereaksi dengan FeCl3. Hal ini sesuai dengan teori, bahwa alkohol tidak dapat bereaksi dengan FeCl3. Warna kekuning-kuningan berasal dari larutan FeCl3 bukan hasil reaksi. 9. Pada fenol ketika dicampukan dengan FeCl3 larutan menjadi berwarna ungu. Hal ini menunjukkan bahwa telah terbentuk senyawa kompleks dari Fe 3+ dengan fenol. Fenol merupakan senyawa yang mengandung gugus hidroksil yang terikat pada karbon tak jenuh, sehingga dapat bereaksi dengan FeCl 3 menghasilkan senyawa kompleks berwarna merah kecoklatan atau ungu. 10. Aroma yang dihasilkan dari reaksi pembentukan ester yaitu aroma nya berbau manis sehingga dalam sampel etanol, n-butanol, dan 2-butanol beraroma balon tiup serta buah-buahan yang menandakan bau manis. Oleh karena itu hasil dinyatakan positif bahwa dalam sampel etanol, n-butanol, dan 2-butanol ketika direaksikan dengan asam asetat glasial dengan asam sulfat pekat dihasilkan senyawa ester. 11. Pada senyawa fenol dihasilkan aroma yang tidak sedap saat reaksi esterifikasi sebab senyawa fenol sendiri dihasilkan dari pembuangan limbah sehingga berbau busuk. DAFTAR PUSTAKA Brady, James E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Jilid 1. Jakarta : Binarupa Aksara. Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga. Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Fessenden, R.J., dan J.S. Fessenden. 1986. Kimia Organik Dasar Edisi Ketiga. Jilid 2. Terjemahan Oleh A.H. Pudjaatmaka. Jakarta : Erlangga. Fessenden, Ralph J, dan Fessenden, Joan S. 1997. Dasar-dasar Kimia Organik. Jakarta : Bina Aksara. Flach, M. dan F. Rumawas, eds. 1996. Plant Resources of South-East Asia (PROSEA) No.9: Plants Yielding Non-Seed Carbohydrates. Leyden, Blackhuys. Ghalib, A. K. 2010. Buku Pintar Kimia. Jakarta : Penerbit Powerbooks. Hart. 1990. Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat. Edisi Keenam. Jakarta : Erlangga. Hart, H., L.E.,Craine, dan D.J., Hart. 2003. Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat Edisi Kesebelas. Jakarta : Erlangga. Levenspiel, Octave. 1972. Chemical Reaction Engineering, 2nd ed. Kanada : John Wiley and Sons Inc. Petrucci, Ralph H. 1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Jilid 3. alih bahasa Suminar Ahmadi. Jakarta : Erlangga. Riawan, S. 1990. Kimia Organik. Jakarta : Binarupa Aksara. Ritmaleni, 2013, Reaksi Antara Gliserol dan o-Metoksi Fenol Dalam Suasana Basa dan Asam Sebagai Upaya Pendahuluan Pemanfaatan Gliserol dari Produk Samping Produksi Biodiesel Untuk Pembuatan Obat Batuk Gliseril Guaiakolat, Indonesian EJournal of Applied Chemistry, 1(2): ISSN 2302-7274. Riswiyanto. 2009. Kimia Organik. Jakarta : Erlangga. Saputri, F. 2010. Kimia Organik. Jatinangor : Widya Padjajaran. Schmidt, Lanny D. 1998. The Engineering of Chemical Reaction. New York : Oxford University Press Inc. Suminar, Achmadi. 1990. Kimia Dasar. Jakarta : Erlangga. Suminar, Achmadi. 2003. Kimia Organik. Terjemahan dari A Short Course Organic Chemistry oleh Hard Hart. Jakarta : Erlangga. Suminar. 1992. Kimia Organik. Jakarta : Erlangga. Wage, JR, L.G. 1995. Organic Chemistry Third Edition. New Jersey : Prentice-hall Inc.