Simson Raingga Teo 19429 Teologi Agama Agama TEOLOGI AGAMA AGAMA TRINITAS Teologi Trinitas sebagai suatu Kritik terhadap Pluralisme “Normatif” Vinoth Ramachandra salahsatu teologi india menerima tantangan dari pluralisme “ Normatif dan Terprogram” yang ingin melampaui pengakuan keragaman agama agama dan memaksakan dirinya sebagai satu satunya pola pikir yang masuk akal. Pandangan pluralisme universal gagal mengakui bahwa setiap agama bergumul dengan pertanyaan paling akhirdan karena itupandangan mereka tidak bisa dengan bebas dimodifikasi dan pasti di masa depan akan muncul agama-agama baru. Beberapa kritik menyatakn bahwa arpada berfokus pada pluralisme universal lebih baik menyerukan rasa hormat diantara agama-agama yang memandang perbedaan riil yang ada. Masalah utama pluralisme menurut kritik D’costa dan heim adalah: 1. Pluralisme mewakili proyek pencerahan yang spesifik pada tradisi dan bukanlah seperti klaim mereka, perantara yang jujur dari pihak pihak yang berselisih" (D'Costa, 2000, hlm. 20). Kegagalan pluralisme untuk mengakui sifat kekhususan pada tradisi mendistorsi pemahaman diri para pluralis dan alhasil juga mendistorsi pemahaman mereka tentang posisi-posisi yang lain. 2. Dengan demikian, pluralisme gagal untuk memenuhi janji-janji akan keterbukaan, toleransi, dan kesetaraan, 3. Dengan memberikan suatu jenis kesetaraan kepada semua agama, pada akhirnya mereka justru menyangkali kebenaran publik dari salah satu atau semua dari agamaagama itu. 4. Pluralisme juga gagal karena mereka tidak sungguh-sungguh menganut “pluralitas agama-agama, sebaliknya menawarkan jawaban "benar" yang lain lagi, suatu jenis agama "universal" yang terdiri dari pokok-pokok yang diambil dari beberapa agama, namun tidak sama persis dengan agama-agama itu. Oleh karena itu, mereka tidak memperlakukan dialog dengan umat yang berbeda keyakinan secara serius dan tidak bersedia belajar dari umat yang berbeda keyakinan tersebut. Bagi masa sekarang ada beberapa usulan untuk memajukan diskusi soal pluralitas agama : 1. Definisi diri dari tiap-tiap agama harus diperlakukan secara serius. Seperti dinyatakan oleh Harold Netland (2001, him. 235), "Sebuah teologi agama-agama yang memadai harus dengan akurat merefleksikan kepercayaan-kepercayaan dan praktikpraktik dari tradisi-tradisi religius” 2. Pencarian agama-agama akan kebenaran puncak harus dihormati. Sebuah premis yang penting dari agama-agama adalah bahwa ada klaim-klaim kebenaran yang bertanding. 3. Sifat bahasa religius dan hubungannya dengan mitos - bagaimanapun kita mendefinisikan konsep yang banyak diperdebatkan ini - harus dipelajari dengan lebih hati-hati dibandingkan dengan yang sudah ada di dalam sistem . 4. Ide tentang pluralisme agama itu sendiri dan kondisi-kondisinya harus diselidiki dengan kritis dan tidak sekadar diasumsikan seperti yang selama ini sering terjadi, mungkin sebagai sebuah reaksi terhadap eksklusivisme yang pengertiannya dianggap sudah jelas di masa sebelumnya. Disinilah teologi trinitaris Kristen yang memperlakukan umat berkeyakinan lain dengan serius dan terlibat di dalam sebuah dialog yang bermakna, menghargai sejarah dan perbedaan-perbedaan, mempunyai potensi untuk bergerak melampaui sebuah eksklusivisme yang berkata tidak pada dialog tanpa terlibat di dalam dialog dan bergerak melampaui pluralisme yang cenderung menyangkali hak umat berkeyakinan lain untuk berbeda. Untuk memajukan sebuah doktrin Tritunggal klasik, klaim-klaim kebenaran dari agama-agama harus diberi kesempatan penuh untuk didengar. Agama-agama, termasuk Kristen, secara dasariah mengeluarkan klaim-klaim kebenaran dengan sebuah orientasi universal. Agama sebagai Pencarian akan kebenaran puncak Fungsi utama agama adalah memajukan pencarian akan kebenaran puncak. Agama secara dasariah selalu membahas isu isu berkaitan dengan kehidupan dan kematian. Agama pasti memiliki konsep dimana ia akan mengklaim kebenarannya sendiri paling benar dibandingkan agama lainnya, dan ini merupakan suatu hak dari sebuah agama. Salah satu cara untuk menghindari batu sandungan dalam mengeluarkan klaim-klaim kebenaran dengan maksud universal adalah dengan merujuk pada "banyak kemutlakan" seolah-olah ada banyak penyataan kebenaran yang unik dan yang secara universal kuat, atau, seperti dalam kasus Heim, ada banyak tujuan akhir religius yang sahih. Ini kedengarannya meyakinkan, namun ini juga merupakan jalan bunuh diri. Sebagaimana yang dikatakan oleh Knitter yang pluralis, "banyak kemutlakan" mungkin pada akhirnya berarti "tidak ada yang mutlak" Untuk menempatkan lebih dari satu "kemutlakan" berarti meregangkan batasan-batasan logika sedemikian rupa sehingga membuatnya berkontradiksi pada dirinya sendiri. Dalam iman trinitas Kristen inilah semua pertanyaan tentang kebenaran akhirnya dapat terjawab, konsep kunci yang paling penting yaitu Injil sebagau “ kebenaran publik”. Hal ini dapat dilihat dari ketika seorang telah menerima Yesus dan mengatakan “ Aku Percaya “ iabukan hanya mengungkapkan emosi dan pernyataan nilai namun menegaskan kebenaran bukan hanya untuk dirinya tapi untuk semua orang. Iman bagi dirinya bukan hanya masalah personal, tapi iman harus ia tunjukkan dalam segala hal pada dirinya dan di bagikan kepada publik, inilah yang menjadi kesaksian bagi Iman Kristiani. Kekristenan bukan hanya memiliki hak untuk mempublikasikan klaim-klaim kebenarannya. Yang lebih penting ia membentuk semacam “komunitas kebenaran” yang unik. Kebenaran dari Trinitas Iman Kristen telah dikonfirmasi oleh kebangkitan Yesus Kristus dari kematian oleh Bapa dalam kuasa Roh Kudus. Keunikan Allah Trinitas Alkitab Teologi trinitas Kristen menjangkarkan dirinya pada parameter parameter biblis dan teologi klasik dengan mempertahankan bahwa pembicaraan tentang Bapa, Anak dan Roh merupakan satu satunya cara yang mungkin mengidentifikasi Allah Alkitab. Hal ini berimplikasi pada teologi agama agama dimana satu satunya cara membicarakan Allah adalah merujuk paa konsep Trinitas yaitu Bapa Anak dan Roh Kudus. Ada tiga penekanan dari kebangkitan doktrin Tritunggal dalam teologi kontemporer adalah mengaitkan Tritunggal dengan sejarah yaitu: 1. Dasar munculnya Doktrin Tritunggl adalah sejarah keselamatan Biblis 2. Doktrin Trinitas tidak didasarkan pada spekulasi abstrak atau kemiripan dengan agama agama lain. 3. Apa yang terjadi di dalam dunia di dalam sejarah memiliki rujukan di dalam Allah Tritunggal. Secara metodologis yang menjadi dasar dalam doktrin Tritunggal adalah Allah sendiri yang menyatakan diri Nya di dalam sejarah keselamatan. Karena Allah Trinitas tidak terpisah dari sejarah dan sebaliknya sejarah penting dan dimasukkan di dalam “sejarah Allah” yang bukan saja berisi sejarah keselamatan akan tetapi juga penciptaan dll. Jika doktrin itu didasarkan pada penyataan diri Allah, ia tidak bisa dijadikan apendiks yang opsional sebaliknya harus tetap menjadi inti dari penjelasan tentang Allah Kristen. Petunjuk bagi doktrin Tritunggal adalah mencermati bagaimana tiga pribadi trinitaris muncul dan berhubungan satu sama lain di dalam peristiwa penyataan seperti yang dinyatakan di dalam kehidupan dan pesan Yesus. Pernyataan-pernyataan Kristen tentang satu Allah dan keunikan "hakikat”-Nya hanya bisa didiskusikan dengan mendasarkannya pada Alah trinitas ini. Peran Kritis Kristologi bagi Doktrin Tritunggal Dalam teologi Kristen secara umum dan teologi trinitas secara khusus, Kristologi memainkan sebuah fungsi kristeriologis. Peran Kristologis tidak boleh diabaikan dalam pandangan kita tentang Tritunggal. Doktrin Tritunggal tidak bisa berdiri tanpa suatu Kristologi tinggi dan suatu pandangan klasik tentang inkarnasi sebaliknya pandangan tentang Allah Kristen mentukan Kristologi bagi seseorang. Metode yang dipakai adalah Kristologi dari bawah dimana mempelajari sejarah Yesus dari Nazaret dalam kesaksian alkitabiah. Metode ini menyelidiki dan membela tradisi Kristologi yang di dalamnya manusia Yeusu dilihat sebaga Kristus. Jadi gelar “ Anak Manusia “ atau “Mesias” tidak bisa disematkan begitu saja tanpa adanya fungsi kriteriologis. Sejarah sangat peting bagi Trinitas Kristen karena didasarkan pada sejarah Yesus dan pernyataan YHWH di perjanjian lama. Perjanjian lama, inkarnasi, penyaliban dan kebangkitan adalah bagian dari sejarah keselamatan yang tidak boleh diabaikan. Sejarah keselamatan Biblis memuncak pada inkarnasi Firman sebagai penyataan dan tindakan Allah yang krusial merupakan kunci dari Allah Trinitas. Jadi orang Kristen menegaskan bahwa di dalam Yesus relasi relasi trinitas membentukkeilahian Allah dan relasi antara Allah dan Manusia berpartisipasi satu sama lain. Menurut kata kata heim yang layak kita kutip yaitu: Tritunggal mengajar kita bahwa Yesus Kristus tidak bisa menjadi sebuah sumber seluruhnya atau sumber eksklusif bagi pengetahuan tentang Allah ataupun menjadi tindakan keseluruhan dan tindakan eksklusif Allah untuk menyelamatkan kita. Namun, Tritunggal tidak bisa dihindari pasti bersifat Kristosentris minimal dalam dua pengertian. Ia bersifat Kristosentris dalam pengertian empiris, yaitu bahwa doktrin ini, yang menjelaskan hakikat trinitas Allah, muncul secara historis dari iman di dalam Yesus Kristus. Dan ia juga bersifat Kristosentris dalam pengertian sistematik, yaitu bahwa karakter Allah yang personal menuntut partikularitas sebagai modus penyataannya yang terdalam. (2001, hlm. 134). Dalam kutipan diatas yang menjadi pokok adalah dalam Alkitab dan Teologi Kristen bisa menghubungkan keselamatan pada Yesus Kristus meskipun iman personal yang disadari mungkin tidak dibutuhkan untuk dapat ikut serta merasakan akibatnya. Gereja, Kerajaan dan Kehadiran Tritunggal di dalam Dunia Dalam teologi agama-agama trinitaris-pneumatologis D'Costa ialah pendiriannya pada hubungan integral antara kehadiran Roh dan Bapa dan Anak, yang kemudian diterjemahkan menjadi sebuah hubungan integral antara Allah trinitas dan gereja. D'Costa bersikeras bahwa kehadiran Roh Kudus di dalam agama-agama lain secara intrinsik bersifat trinitaris dan eklesiologis. Trinitaris dalam pengertian merujukkan aktivitas Roh pada misteri paskah Kristus, dan gerejawi dalam pengertian merujukkan peristiwa Paskah pada kekuatan penciptakomunitas yang konstitutif dari Roh, di bawah pimpinan Roh. Dalam terang pengajaran Perjanjian Baru yang lebih luas (terlepas dari perikop-perikop tentang parakletos yang menjadi fokus perhatian D'Costa), dapat juga dikatakan bahwa gereja biasanya digambarkan dalam istilah trinitaris dan seringkali dalam hubungannya dengan Allah trinitas: umat Allah, tubuh Kristus, bait Roh. Yang melahirkan relasi integral antara Allah trinitas, Gereja dan juga kerajaan membuat teologi agama agama seseorang sungguh sungguh menjadi trinitas. Konsep Pannenberg membuat teologi trinitas lebih dapat dipercaya yaitu: 1. Adanya prinsip kesinambungan antara karya Allah di dalam ciptaan, di dalam keselamatan di dalam membentuk komunitas kristen, di dalam eskatologi oleh Roh Allah yang satu dan sama. Dan memberikan prinsip kehidupan, membangkitkan Yesus, tinggal di dalam hati orang percaya, menjadikan mereka anak Allah, melayani Kristus sebagai fondasi gereja, membuat orang peracaya hidup dalam trinitas dll. Sehingga adanya kesinambungan atara ciptaan, hidup baru dalam iman, pembentukan komunitas kristus dan titik eskhaton penggenapan dar ciptaan. 2. Gereja adalah antisipasi dari kerajaan Allah, gereja merupakan tanda dari kerajaan Allah. Baik kerajaan maupun gereja yang menyiapkan kedatangganNya diarahkan pada kesatua umat manusia dibawah satu Allah. Tritunggal Persekutuan dan Umat Berkeyakinan Lain Dalam pemahaman dari awal hingga sekarang umat lainnya selalu disebut sebagai kafir, yang belum dicerahkan, primitif, berbeda dll. Tapi di dalam Allah trinitas, Allah menyatakan diriNya kepada umat manusia sehingga semua orang termasuk umat lainnya masuk ke dalam persekutuan yang menyelamatkan dan dapat mengenal Allah. Persekutuan ini memungkinan hubungan antar sesama manusia, bukan soal menyangkal perbedaan, menghapus perbedaan tapi saling belajar namun juga menantang. Orang kristen didorong dan diberi hak untuk menyaksikan Allah Trinitas Alkitab dan kehendakNya yang menyelamatkan sehingga orang Krsiten juga harus siap belajar dari orang lain. Agama agama lain tidak bersifat menyelamatkan namun agama agama lain penting bagi Kristen yaitu menolong gereja berpenetrasi lebih dalam ke daam misteri ilahi. Yaitu mendorong keterlibatan relasional Roh Kudus dengan orang lain yang mendorong adanya dialog gereja kepada agama-agama lainnya. Roh yang juga bekerja di agama agama lain harus mendorong gereja bersikap reseptif dan siap dengan kejutan kejutan karunia yang akan diberikan kepada gereja. Toleransi adalah salah satu idealisme yang menarik yang hidup di zaman sekrang. Kesadaran populer, toleransi, dan pluralisme membuat makna toleransi berubah sedemikian rupa sehingga untuk bersikap toleran berarti tidak mengatakan sesuatu yang negatif tentang agama lain. Padahal toleransi tidak berarti mengabaikan perbedaan perbedaan namun memperlakukan dengan serius tantangan dari perbedaan yang ada. Toleransi yang berarti menanggung sebuah beban dalambahasa latinnya tollere. Berarti mereka yang menenkankan paradigma trinitas harus mau mendengarkan dengan sabar suara orang lain, mmencermati dimana mereka benar dimana mereka salah, sekaligus kebenaran dan kesalahan diri sendiri. Orang kristen tidak memiliki kebenaran tapi merupakan saksi terhadap kebenaran di dalam Allah Trinitas. Bersaksi adalah toleran dimana ia percaya dirinya sendiri menyaksikn kebenaran dengan banyak mendengarkan dan berbagi sekaligus berbicara dan mengundang dengan berdialog antariman. Implikasi-Impikasi bagi Dialog Antariman 1. Tujuan dari dialog bukan saja untuk belajar dan berbagi, melainkan juga untuk membujuk orang lain, namun dengan cara yang menghormati orang lain dan memberinya hak untuk mengambil keputusan sendiri. Orang Kristen dan pengikutpengikut agama-agama lain datang ke meja dialog dengan pendirian-pendirian, kebenaran yang mereka yakini. Mereka adalah saksi-saksi bagi jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan paling utama, jawabanjawaban yang mereka percayai sebagai kebenaran. 2. Dialog religius lebih daripada apa yang digambarkan oleh Pannenberg, suatu penyelidikan yang dilakukan oleh para peneliti yang kurang lebih “netral ke dalam klaim-klaim kebenaran agama-agama dunia. Hal itu tidak " harus mengandung suatu perasaan superioritas, namun seseorang hanya dapat membujuk orang lain untuk mengubah kesetiaan mutlak mereka Jika seseorang yakin bahwa dirinya menjadi seorang saksi bagi kebenaran dengan maksud universal. 3. Proses dialog itu mungkin membentuk pemahaman dan keyakinan dari para pesertanya, jika tidak, kitadapat bertanya-tanya apakah itu sebenranya sungguh-sungguh sebuah dialog atau sekedar dua monolog atau lebih Kesimpulan yang tepat bagi studi kita diberikan oleh Vanhoozer dalam buku yang belum lama ini ia edit, The Trinity in a Pluralistic Age: Tritunggal adalah jawaban Kristen bagi identitas Allah. Allah pencipta yang satu Itu adalah Bapa, Anak, dan Roh. Ini merupakan suatu identifikasi yang eksklusivistik sekaligus pluralistik.“ Karena Allah yang adalah tiga-dalam-satu ini telah mengikat perjanjian dengan apa yang lain dari diri-Nya - ciptaan - identitas Allah sekaligus inklusivistik. Tritunggal, sama sekali bukan suatu skandalon (batu sandungan), justru adalah kondisi transendental bagi dialog antaragama, kondisi ontologis yang mengizinkan kita untuk memperlakukan yang lain dalam segala keseriusan, tanpa takut, dan tanpa kekerasan.' (Vanhoozer, 1997, him. 70-71) Daftar Pustaka Karkkainen, Veli-Matti. 2013. Tritunggal dan Pluralisme Agama: Doktrin Tritunggal dalam teologi Kristen tentang agama-agama. Terjemahan oleh Fandy Handoko Tanujaya. Jakarta : Gunung Mulia.