Uploaded by User86719

312461459-Gigantisme-Dan-Akromegali

advertisement
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN
SISTEM ENDOKRIN
(GIGANTISME DAN AKROMEGALI)
OLEH
KELOMPOK III
EURUSIA ITA BRIA
(131211123018)
EVELINE P.M. MAU
(131211123019)
LILIK SRIWIYATI
NI MADE JULIANDRI
FIRMAN MAULANA S.
MERY FARIDA
PETRUS K S TAGE
MUHAMAD ZAINUDIN
(131211123020)
(131211123021)
(131211123022)
(131211123023)
(131211123024)
(131211123025)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN UNAIR
SURABAYA
2012
1
BAB I
PENDAHULUAN
A; Latar Belakang
Gigantisme adalah kelainan kelebihan GH yang terjadi sebelum
penutupan lempeng pertumbuhan epifisis tulang panjang (Kowalak, 2011),
sedangkan akromegali adalah kelebihan hormon pertumbuhan (growth
hormone, GH) yang dimulai pada usia dewasa sesudah penutupan lempeng
epifisis (Kowalak, 2011). Gigantisme ditandai dengan peningkatan umum
ukuran tubuh serta lengan dan tungkai yang memanjang berlebihan. Penderita
gigantisme biasanya berperawakan tinggi lebih dari 2 meter dengan proporsi
tubuh yang normal, hal ini terjadi karena jaringan lunak seperti otot tetap
tumbuh. Rahang yang membesar, tulang dahi yang menonjol dan penampakan
wajah yang kasar. Gigantisme juga dapat mengalami hiperhidrosis yaitu
keadaan dimana terjadinya hipermetabolisme yang menyebabkan keringat
berlebih. Penderita dapat pula mengalami gangguan penglihatan apabila tumor
pada kelenjar hipofisis menekan chiasma opticum yang merupakan jalur saraf
mata.
Akromegali biasanya ditandai oleh muka yang khas, suara rendah,
sindrom carpal tunnel, pembesaran kaki dan tangan serta arganomegali.
Gigantisme biasanya terjadi pada anak-anak atau orang dewasa muda dimana
sebelum penutupan lempeng pertumbuhan epifisis tulang (Greenstein &
Wood, 2006). Akromegali biasanya pada orang dewasa terdiagnosis pada usia
40-60 tahun. Proses patologis yang mendasar dari gigantisme dan akromegali
disebabkan oleh sekresi GH (Growth Hormone) yang berlebihan. Keadaan ini
dapat disebabkan oleh adenoma hipofisis anterior atau lebih tepatnya oleh selsel eosinofil yang menyekresi GH dan kelainan dari hipotalamus yang
mengarah pada pelepasan GH yang berlebihan yaitu sel-sel somatomedins
yang menghasilkan hormon pertumbuhan. GH yang berinteraksi dengan
reseptor membran pada hati untuk menyebabkan pengeluaran growthstimulotary ptiutary peptida yang disebut somatomedins. Somatomedins
beredar di dalam darah dengan mengikat protein dan kemudian mensistesa
2
protein. Jika penghasil GH terjadi sebelum lempeng epifisis menutup, maka
penghasil hormon pertumbuhan lain seperti IGF 1 (Insulin Like Growth
Factor1) dan IGF2 (Insulin Like Growth Factor2) yang berperan dalam
pembentukan jaringan dan perkembangan organ diproduksi oleh banyak sel
terutama oleh hati. IGF1 memberi umpan balik pada glandula ptiutary untuk
mengatur sekresi GH yang kemudian akan membuat pertumbuhan jaringan
lunak, otot-otot, tulang kartilago, dan osteoblas sehingga terus-menerus
mengalami peningkatan termasuk penebalan lidah, mandibula membesar, gigi
menjadi renggang, dan dahi menonjol.
Kelainan gigantisme sangat langka, dengan sekitar 100 laporan kasus
dalam beberapa tahun terakhir. Akromegaly lebih tinggi daripada gigantisme,
dengan insiden 3-4 kasus per 1.000.000 lebih dari 95% kasus penyebab dari
hiperekskresi GH adalah adonema dari hipofise (Cook,2004, Malmed
2004,Khandwala,2005). Akromegali di Amerika Serikat adalah 3-4 kasus baru
per 1.000.000 penduduk pertahun dengan umur rata-rata 40-45 tahun. Studi
Bates dkk mendapatkan angka kematian menjadi 2 kali pada kadar GH > 10
mg/ml sedangkan pada kadar < 5 mg/ml angka kematian sama dengan orang
normal. Angka kematian dan morbiditi yang terkait dengan akromegali
disebabkan oleh dua keadaan yakni efek metabolik dari hipersekresi GH serta
efek masa dari adenoma pada hipofise. Kematian pada kelainan gigantisme
dan akromegali dapat disebabkan oleh kelainan kardiorespiratori penyakit
kardiovaskular yang mencapai 75% dari kasus, GH juga berperan dalam
lipolisis di sel adiposa dan mengubah asam lemak menjadi energi, sehingga
hormon pertumbuhan ini mengurangi pemecahan glikogen menjadi glukosa di
seluruh tubuh, hal ini menyebabkan peningkatan glukosa darah yang beredar
di dalam intravaskular. Sifat dari hormon pertumbuhan (GH) yang antagonis
insulin membuat sel-sel mengalami hipersensitifitas terhadap insulin.
Akibatnya semua glukosa yang beredar di dalam intravaskular tidak dapat
ditarik masuk ke intraseluler. Hal ini yang menyebabkan seseorang dengan
akromegali dan gigantisme sering mengalami hiperglikemia. Peningkatan gula
darah yang terus-menerus akan menstimulasi sel-sel beta
pada Pulau
Langerhans di pankreas untuk memproduksi insulin sebagai respons untuk
3
mengatur keseimbangan glukosa darah dalam tubuh. Lama-kelamaan sel beta
tidak dapat mengkompensasi kebutuhan insulin tubuh sehingga akan terjadi
degenerasi sel-sel beta. Keadaan ini dalam jangka waktu yang lama akan
mengakibatkan orang tersebut mengalami diabetes mellitus yang mencapai
15-20% kasus dan disebabkan oleh efek dari akses GH dan insulin like growth
factor 1 (IGF-1) (Cook, 2004, Malmed 2004, Khandwala, 2005).
Efek akromegali jantung tidak terlalu dipahami. Kardiomiopati yang
ditandai oleh dilatasi keempat ruang jantung timbul di akhir penyakit dan
berkaitan dengan peningkatan kadar GH yang ketika dikoreksi mencapai 75%.
Pemeriksaan histologis memperlihatkan peningkatan kolagen dan jaringan ikat
fibrosa yang menyebabkan kontraktilitasnya jelek (Gray, 2002). Hipertensi
sistemik timbul pada 30% pasien dengan akromegali dan ini dapat
menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri. Manifestasi lainnya dapat berupa
gangguan konduksi, aritmia, hiperlipidemia yang bias mencapai 15-20%
(Gray,2002).
Kelainan gigantisme dan akromegali yang terjadi akan mengakibatkan
meningkatnya metabolisme tubuh dan terganggunya keseimbangan tubuh.
Asuhan keperawatan yang tepat sangat diperlukan untuk mengatasi masalah
yang muncul akibat gangguan hipofisis yang terjadi. Penatalaksanaan
keperawatan yang tepat dan cepat diperlukan agar pasien dapat kembali
memenuhi kebutuhan dasarnya secara mandiri. Selain tim medis yang
mendiagnosa penyakit dan menangani secara kuratif, peran perawat juga
diperlukan untuk memberikan asuhan keperawatan yang efektif.
Berdasarkan uraian diatas, penulis mencoba untuk menjelaskan asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan kelenjar hipofisis yang terdiri dari
akromegali dan gigantisme. Melalui makalah ini diharapkan mahasiswa
mengerti dan memahami asuhan asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan kelenjar hipofisis dengan baik dan benar
B; Tujuan
1; Tujuan Umum
4
Setelah proses perkuliahan diharapkan mahasiswa mampu memberikan
asuhan keperawatan pasien dengan sistem endokrin secara komprehensif
2; Tujuan Khusus
Mahasiswa diharapkan mampu :
a; Menjelaskan definisi gigantisme dan akromegali
b; Menyebutkan etiologi terjadinya gigantisme dan akromegali
c; Menyebutkan tanda dan gejala gigantisme dan akromegali
d; Menjelaskan mekanisme terjadinya gigantisme dan akromegali
e; Menjelaskan penatalaksanaan gigantisme dan akromegali
f; Menyebutkan komplikasi gigantisme dan akromegali
g; Menjelaskan prognosis pasien dengan gigantisme dan akromegali
h; Mamberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gigantisme dan
akromegali
C; Manfaat
1; Bagi mahasiswa/mahasiswi
Makalah ini hendaknya memberikan masukan dalam pengembangan diri
untuk pengembangan pengetahuan mahasiswa/ mahasiswi mengenai
pentingnya memahami penyakit gigantisme dan akromegali secara
menyeluruh
2; Bagi penulis
Dengan makalah ini, di harapkan mampu memberikan pemahaman yang
lebih tentang penyakit gigantisme dan akromegali
BAB II
TINJUAN TEORI
5
A; Definisi
1; Gigantisme
a; Kelebihan GH yang terjadi sebelum penutupan lempeng pertumbuhan
epifisis tulang panjang (Kowalak, 2011)
b; GH berlebihan menyebabkan gigantisme pada masa kehidupan yang
lebih awal (Rubenstein, wayne & Bradley, 2007)
2; Akromegali
a; Kelebihan hormon pertumbuhan (growth hormone/ GH) yang dimulai
pada usia dewasa (sesudah penutupan lempeng epifisis) (Kowalak,
2011)
b; GH berlebihan menyebabkan akromegali pada orang dewasa (setelah
penyatuan epifisis) (Rubenstein, Wayne & Bradley, 2007)
B; Etiologi
1; Kelebihan GH disebabkan oleh adenoma eosinofil atau sel campuran
(mixed-cell) pada kelenjar hipofisis anterior. (Kowalak, 2011)
2; Terdapat sekresi GH berlebihan akibat adenoma hipofisis, seringkali oleh
sel eosinofil. GH menyebabkan pertumbuhan berlebihan dari jaringan
lunak, termasuk kulit, lidah, dan visera serta tulang. Hormon ini memiliki
sifat antiinsulin (Rubenstein, wayne & Bradley, 2007)
C; Mekanisme
Gigantisme disebabkan oleh sekresi GH (Growth Hormone) yang
berlebihan. Keadaan ini dapat diakibatkan tumor hipofisis yang mensekresi
GH atau karena kelainan hipotalamus yang mengarah pada pelepasan GH
secara berlebihan. Penyebab kelebihan produksi hormon pertumbuhan juga
berasal dari tumor pada sel-sel somatrotop yang menghasilkan hormon
pertumbuhan. Jika adenoma penghasil GH terjadi sebelum lempeng epifisis
menutup, seperti pada anak prapubertas, kadar GH yang berlebihan akan
menyebabkan gigantisme. Hal ini ditandai dengan peningkatan umum ukuran
tubuh serta lengan dan tungkai yang memanjang berlebihan. Penderita
gigantisme biasanya berperawakan tinggi lebih dari 2 meter dengan proporsi
tubuh yang normal, hal ini terjadi karena jaringan lunak seperti otot tetap
tumbuh. Rahang yang membesar, tulang dahi yang menonjol dan penampakan
wajah yang kasar. Gigantisme juga dapat mengalami hiperhidrosis yaitu
keadaan dimana terjadinya hipermetabolisme yang menyebabkan keringat
6
berlebih. Penderita dapat pula mengalami gangguan penglihatan apabila tumor
pada kelenjar hipofisis menekan chiasma opticum yang merupakan jalur saraf
mata. Pembesaran jaringan saraf yang tertekan juga mengakibatkan terjadinya
sensasi kesemutan dan kelemahan pada lengan dan kaki.
Jika peningkatan kadar GH terjadi setelah penutupan lempeng epifisis,
maka pasien akan mengalami akromegali, yang pertumbuhannya terutama
terjadi pada jaringan lunak, kulit, dan visera, serta pada tulang wajah, tangan,
dan kaki, biasanya ini terjadi pada pasien di atas umur 40 tahun. Dan karena
hormone pertumbuhan mempengaruhi metabolisme beberapa zat penting
tubuh, penderita gigantisme sering mengalami endocrinopathies misalnya
hipogonadisme, hiperprolaktinema, diabetes/hiperglikemi. Hiperglikemi
terjadi karena produksi hormone pertumbuhan yang sangat banyak
menyebabkan hormone pertumbuhan tersebut menurunkan pemakaian glukosa
di seluruh tubuh sehingga banyak glukosa yang beredar di pembuluh darah.
Dan sel-sel beta pulau Langerhans pancreas menjadi terlalu aktif akibat
hiperglikemi dan akhirnya sel-sel tersebut berdegenerasi. Akibatnya, kira-kira
10 persen pasien Gigantisme menderita Diabetes Melitus.
D; Manifestasi Klinis
Tucker, et al. (2007) menjelaskan pengkajian sistem endokrin meliputi :
1; Data Subjektif
a; Perubahan stamina dan kemampuan untuk melakukan aktivitas seharihari (ADL)
b; Berkemih, haus, atau lapar yang berlebihan
2; Data Objektif
Kowalak (2011) menyebutkan manifestasi klinis pada pasien dengan
gigantisme dan akromegali adalah sebagai berikut :
Gigantisme
a; Rasa sakit pada punggung, artralgia, dan artritis akibat pertumbuhan
tulang yang cepat
b; Tinggi badan yang berlebihan akibat pertumbuhan berlebihan sebelum
lempeng epifisis menutup
c; Sakit kepala, muntah, serangan kejang, gangguan penglihatan, dan
papiledema (edema pada tempat nervus optikus memasuki rongga
7
bola mata) yang semua terjadi karena tumor yang menekan saraf dan
jaringan pada struktur di sekitar
d; Defisiensi pada sistem hormon yang lain (jika tumor yang
memproduksi GH menghancurkan sel-sel penghasil hormon yang
lain)
e; Intoleransi glukosa dan diabetes melitus akibat kerja GH yang
merupakan antagonis insulin
Akromegali
a; Diaforesis,
b;
c;
d;
e;
f;
g;
h;
i;
kulit berminyak, hipermetabolisme, hipertrikosis
(pertumbuhan rambut yang berlebihan), kelemahan, artralgia,
maloklusi gigi, dan organ tambahan kulit yang baru (tipikal)
Sakit kepala hebat, kerusakan sistem saraf pusat, hemianopia bilateral
(defek pengelihatan), penurunan ketajaman pengelihatan dan kebutaan
(jika tumor intrasela tursika menekan kiasma optikum atau nervus
optikus)
Pertumbuhan berlebihan tulang rawan dan jaringan ikat sehingga
pasien tampak seperti raksasa yang khas disertai pembesaran krista
supraorbita dan penebalan telinga serta hidung
Prognatisme nyata (penonjolan rahang) yang dapat mengganggu
gerakan mengunyah
Hipertrofi laring, pelebaran sinus paranasal, dan penebalan lidah yang
menyebabkan suara pasien menjadi lebih berat dan dalam
Penampilan falang distal yang menyerupai kepala anak panah pada
foto rontgen, penebalan jari-jari tangan
Iritabilitas, sikap permusuhan, dan berbagai gangguan psikologis
Tungkai yang melengkung seperti busur (bowleg), dada seperti tong
(barrel chest), artritis, osteoporosis, kifosis, hipertensi, dan
arteriosklerosis (efek sekresi GH yang berlebihan dan berlangsung
lama)
Intoleransi glukosa dan diabetes melitus akibat kerja GH sebagai
antagonis insulin
E; Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis akromegali ditegakkan berdasarkan atas temuan klinik,
laboratorium, dan pencitraan:
8
1; Pemeriksaan laboratorium
Dilakukan untuk mengukur kadar hormon hipofisis dalam serum. Pada
pemeriksaan ini ditemukan peningkatan kadar hormone pertumbuhan.
Selain itu, dari penilaian terhadap efek perifer hipersekresi hormon
pertumbuhan didapatkan peningkatan kadar insulin like growth factor-I
(IGF-I). Oleh karena sekresinya yang bervariasi sepanjang hari,
pemeriksaan hormon pertumbuhan dilakukan 2 jam setelah
pembebanan glukosa 75 gram.
2; Pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI)
Dengan kontras diperlukan untuk mengonfirmasi sumber sekresi
hormone pertumbuhan. Pemeriksaan MRI dapat memperlihatkan
tumor kecil yang berukuran 2 mm. (Cahyanur, Rahmat 2010, hal. 282)
F; Penatalaksanaan
Rahmat (2010) menjelaskan bahwa pasien akromegali memiliki angka
mortalitas dan morbilitas 2 hingga 4 kali lebih tinggi dibandingkan
populasi normal. Tata laksana yang adekuat dapat menurunkan angka
mortalitas tersebut. Tujuan tata laksana pasien akromegali adalah
mengendalikan pertumbuhan massa tumor, menghambat sekresi hormon
pertumbuhan dan normalisasi kadar IGF-1. Terdapat 3 modalitas terapi
yang dapat dilakukan pada pasien akromegali, yaitu:
1; Pembedahan
Tindakan pembedahan diharapkan dapat mengangkat seluruh massa
tumor sehingga kendali terhadap sekresi hormon pertumbuhan dapat
tercapai. Tindakan ini menjadi pilihan pada pasien dengan keluhan
yang timbul akibat kompresi tumor. Ukuran tumor sebelum
pembedahan mempengaruhi angka keberhasilan terapi. Pada pasien
dengan mikroadenoma (ukuran tumor < 10 mm), angka normalisasi
IGF-1 mencapai 75-95% kasus, sementara pada makroadenoma angka
normalisasi hormonal lebih rendah, yaitu 40-68%. Selain ukuran
tumor, faktor lain yang menentukan keberhasilan tindakan operasi
adalah pengelaman dokter bedah dan kadar hormon sebelum operasi.
2; Medikamentosa
Terapi medikamentosa pada akromegali terdiri atas 3 golongan yakni:
a; Dopamin agonis terdiri atas bromokritin dan cabergoline.
Monoterapi dengan cabergoline memiliki efekasi antara 10-35%
dalam menormalisasi kadar IGF1.
9
b; Analog somatostatin bekerja menyerupai hormon somatostatin,
yaitu menghambat skresi hormon pertumbuhan. Obat golongan ini
memiliki efektifitasnya yang tinggi sekitar 70% dalam
menormalisasi kadar IGF-1 dan hormon pertumbuhan. Selain itu
terapi analog somatostatin juga dapat mengecilkan ukuran tumor
(80%), perbaikan fungsi jantung, tekanan darah, serta profilipid.
Kendala utama yang dihadapi adalah mahalnya biaya. Analog
somatostatin diberikan secara injeksi sub kutan beberapa kali
dalam sehari, tetapi saat ini telah ada sediaan baru dengan masa
kerjapanjang yang diberikan secara injeksi intra muscular setiap 28
hari sekali.
c; Antagonis reseptor hormon pertumbuhan merupakan kelas baru
dalam
terapi
medikamentosa
akromegali.
Obat
ini
direkomendasikan pada akromegali yang tidak dapat dikontrol
dengan pembedahan, pemberian agonis dopamin, maupun analog
somatostatin. Antagonis reseptor hormonpertumbuhan dapat
menormalisasi kadar IGF-1 pada 90% pasien.
3; Radioterapi.
Radioterapi umumnya tidak digunakan sebagai terapi lini pertama pada
kasus akromegali, karena lamanya rentang waktutercapainya terapi efektif
sejak pertama kali dimulai. Radioterapi ini memerlukan waktu 10-20 tahun
untuk mencapai terapi yang efektif.
G; Komplikasi
Rahmat (2010) menyebutkan
akromegali adalah sebagai berikut :
1; Hemiparesis
2; Gangguan kepribadian
3; Osteoatritis
4; Hipertropi ventrikel jantung
5; Hipertensi
6; Diabetes melitus
7; Hipertrigliseridemia
8; Sleep apnoe
9; Hiperkalsiuria
10; Hiperkalsemia
11; Nefrolitiasis
komplikasi
gigantisme
dan
10
12; Sindrom trowongan karpal (carpal tunnel syndrome)
H; Prognosis
Pasien akromegali memiliki angka mortalitas dan morbilitas 2
hingga 4 kali lebih tinggi dibandingkan populasi normal. Tata laksana
yang adekuat dapat menurunkan angka mortalitas tersebut. Tanpa
pengobatan, pasien dengan acromegaly dapat megalami kematian yang
cepat karena penyakit ini memiliki efek pada hati, paru, dan otak. Angka
prevalensi akromegali diperkirakan mencapai 70 kasus dari 1 juta
penduduk, sementara angka kejadian akromegali diperkirakan 3-4 kasus
setiap tahunnya dari 1 juta penduduk. Usia rerata pasien yang terdiagnosis
akromegali adalah 40-45 tahun. ( Cahyanur, Rahmat 2010, hal. 280)
Frekuensi gigantisme di Amerika Serikat sangat jarang, diperkirakan
ada 100 kasus yang dilaporkan hingga saat ini. Akromegali lebih sering
didapatkan dengan insiden 3-4 kasus per satu juta penduduk pertahun dan
prevalensi 40-70 kasus per satu juta populasi. Tidak ada predileksi ras pada
gigantisme. Pada orang dewasa kelebihan GH pada perempuan dan pria adalah
sama.
I;
Asuhan Keperawatan
1; Pengkajian
Pengkajian Gigantisme dan Akromegali menurut Bradero, Dayrit, dan
Siswadi ( 2009: 20-22), adalah sebagai berikut :
Data subjektif.
a; Riwayat penyakit dahulu
b; Riwayat penyakit sekarang
c; Riwayat penyakit keluarga
d; Riwayat tumbuh kembang
e; Perubahan sensori, terutama penglihatan
a; Sakit kepala bagian frontal dan temporal, nyeri pada sendi (artralgia),
dan nyeri punggung
b; Riwayat perubahan pada wajah, tangan, dan kaki, banyak keringat dan
kulit tampak berlemak
c; Merasa cepat lelah, letargik, dan malas bergerak
11
d; Perubahan pada tingkah laku, misalnya cepat marah, cemas, dan
khawatir tentang citra diri
f; Mengalami hipogonadisme, keterlambatan maturasi seksual,
perubahan menstruasi pada wanita dan perubahan libido : impotensi
dan infertilitas pada pria
e; Riwayat obat: kontrasepsi oral dan obat psikotropik
f; Pengetahuan tentang penyakit, pengobatan, dan hasil pengobatan
Data objektif.
a; Fungsi saraf kranial II, III, IV, dan VI
b; Perubahan pada bentuk wajah: hidung, bibir, dahi, rahang, serta lipatan
kulit menjadi besar dan kasar secara progresif. Rahang bawah menjadi
besar dan menonjol ke depan sehingga gigi renggang. Jaringan lunak
juga tumbuh sehingga wajah kelihatan seperti ada edema.
c; Kedua tangan dan kaki membesar secara progresif, jari dan ibu jari
tumbuh menebal
d; Lidah, kelenjar ludah, limpa, jantung, ginjal, hepar, dan organ lainnya
juga membesar
e; Perubahan retina bisa menunjukkan papiledema (edema pada saraf
optik)
f; Status mental dan emosional
g; Mobilitas dan perubahan pada sendi
h; Tanda-tanda vital
i; Berat badan dan tinggi badan
j; Pembesaran organ, terutama jantung dan hati serta tanda-tanda yang
timbul
2; Diagnosa keperawatan
a; Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan perubahan
kontraktilitas otot jantung
b; Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan hipermetabolik
c; Gangguan bodi image yang berhubungan dengan perubahan struktur
tubuh
d; Resiko ketidakstabilan gula darah yang berhubungan dengan periode
pertumbuhan yang cepat : akromegali/ gigantisme
e; Kelelahan yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan energi
akibat hipermetabolik
12
Nyeri akut yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial
akibat adanya adenoma kelenjar hipofisis
g; Disfungsi seksual yang berhubungan dengan perubahan hormonal :
hipogonadisme dan hiperprolaktinema
h; Koping individu tidak efektif berhubungan dengan emosi yang labil
3; Rencana keperawatan
f;
Penurunan
curah
jantung
yang
berhubungan
dengan
perubahan
kontraktilitas otot jantung
a; Tujuan
: klien mampu mempertahankan curah jantung yang
adekuat
b; Kriteria hasil :
1; Pulsasi nadi perifer kuat
2; Tekanan darah sistolik tidak lebih dari 120 mmHg
3; Denyut jantung 60-100 x/menit dengan irama yang teratur
4; Pengeluaran urine > 30 ml/hr
5; Kulit hangat dan kering
6; Kesadaran dalam batas normal.
c; Intervensi
1; Auskultasi jantung adanya takikardi (denyut jantung lebih dari 100
x/menit, bradikardi : HR kurang dari 60x/mnt, dan adanya irama
irreguler
R : pengkajian pada pasien penting untuk mengetahui irama
pada monitor EKG
2; Kaji adanya tanda penrunan cardiac out put : cepat, lambat, atau
kekuatan pulsasi perifer, hipotensi, sinkope, napas pendek, nyeri
dada, kelemahan, dan kelelahan
R : toleransi pasien terhadap distritmia dan kebutuhan
penanganan khusus merupakan dasar dari manifestasi klinis
adanya penurunan curah jantung
3; Tentukan akut atau kronis distritmia
R
: distritmia persisten akan menentukan tipe dari terapi yang
dibutuhkan untuk mengembalikan irama sinus normal atau
mengontrol distritmia untuk mempertahankan curah jantung
yang adekuat
4; Kaji riwayat faktor penyebab
13
R
: distritmia yang disebabkan oleh kegagalan jantung sulit untuk
disembuhkan. Gaya hidup seperti merokok, minum kopi, dan
emosi akan mestimulasi distritmia
5; Jika pasien terpasang monitor EKG tentukan tipe distritmia, sinus
bradikardi, blok jantung derajat 2 atau 3, atrial fluter atau fibrilasi,
ventricular takikardi
R : kemampuan untuk mengenali distritmia menentukan terapi
yang lebih cepat dan tepat
6; Evaluasi lead monitor yang menampilkan gelombang P yang
mencolok di lead II, V1
R : Lead tersebut membedakan atrial dan ventrikular distritmia
7; Kaji kebutuhan melalui jalur IV
R : IV line memberikan akses segera untuk pemberian medikasi
8; Monitor respon pasien terhadap aktivitas dengan hati – hati
R : pasien dengan distritmia akan mengalami perubahan tanda
vital sebagai respon terhadap aktivitas
9; Monitor adanya efek samping terhadap pemberian medikasi
R : medikasi yang dirsepkan untuk mengobati distritmia bersifat
proaritmiogenic
10; Berikan terapi oksigen sesuai yang diinstruksikan
R : oksigen menurunkan iritabilitas sel miokardial dan akan
memperbaiki hipoksia penyebab distritmia
11; Jika pasien mengalami distritmia akut lakukan EKG secepatnya
R : EKG memberikan informasi untuk mendiagnosa tipe
distritmia. EKG sebaiknya dilakukan sebelum pasien kembali
ke ritme semula
12; Antisipasi terapi spesifik berdasarkan identifikasi distritmia
R : pengetahuan spesifik tentang masalah irama penting untuk
mengantisipasi pengobatan yang tepat dan akurat
DAFTAR PUSTAKA
Bradero, Dayrit, dan Siswadi. 2009. Seri Asuhan Keperawatan Klien
Gangguan Endokrin. Jakarta : EGC.
14
Bulechek, G.M., Butcher H.K., Dochterman J.N, 2008, Nursing Intervention
Clasification (NIC), Mosby Elsevier, Oxford
Gracia Y.V. Daimboa & Agung Pranoto. 2006. Artikel Tatalaksana seorang
penderita gigantisme dengan Makroadenoma hipofisis dan diabetes
mellitus.
Guyton & Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edk 11. Jakarta : EGC
Herdman, T.H. 2012. NANDA I
Nursing Diagnosis : Difinition and
Clasification 2012-2014 Mosby Elsevier, St Louis
Kowalak, Jenifer P. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Alih Bahasa Andry
Hartono. Jakarta : EGC
Moorhead, S. et al,. 2008. Nursing Outcome Clasification (NOC), Mosby
Elsevier, St Louis
Price, et al. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis-Proses Penyakit. Edisi 6
Volume 2. Jakarta : EGC
Robbins, Staney, Khumar, Vinnay, Cotran, & Ramzi . 2007. Buku Ajar
Patologi edk 2 vol 2. Jakarta : EGC
Rahmat, Cahyanur & Pradana Soewondo. 2010. Acromegaly Majalah
Kedokteran Indonesia Vol 60
Rubenstein, David, David Wayne, dan John Bradley. 2007. Kedokteran Klinis
Edisi 6. Alih Bahasa Annisa Rahmalia. Jakarta : Erlangga
Smeltzer, Suzanne dan Breda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Edisi 8. Jakarta : EGC
15
Wilkinson & Nancy, 2011, Buku Saku Diagnosa keperawatan: Diagnosa
NANDA,Intervensi Nic, Kriteria Hasil NOC, Alih bahasa Esty
Wahyuningsih. Jakarta : EGC
16
Download