Uploaded by User84057

scribdfull.com referat-cbt (1)-converted

advertisement
COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY
PEMBIMBING
dr. Zulvia Oktanida Syarif, Sp.KJ.
OLEH :
David Sudarman 112018005
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
2021
1
BAB I
PENDAHULUAN
Berfikir merupakan ciri khas dari manusia yang membedakannya dengan
makhluk
lain.
Ciri
inilah
membuat
manusia
disebut
sebagai anima
intelectiva, berbeda dengan anima sensitive dan anima vegetativa. Melalui
berfikir, manusia memutuskan tindakannya, karena berfikir merupakan fungsi
kognitif manusia. Manusia tidak hanya menerima rangsangan dari apa yang
dilihatnya melalui pengindraanya, mengingat peristiwa, serta menghubungkan
satu peristiwa dengan peristiwa lainnya dengan landasan hukum asosiatif, namun
mengolah informasi yang diperolehnya melalui pengalaman hidup serta fungsi
kognitifnya. Hal ini membuat berbagai asumsi mengenai informasi yang diterima
manusia di dalam benaknya dengan mempertimbangkan berbagai hal melalui
proses berfikir dan mengambil keputusan atas dasar pertimbangan yang dipikirkan
secara matang. Inilah ciri yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya.1,2
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) merupakan salah satu pendekatan
psikoterapi yang paling banyak diterapkan dan telah terbukti efektif dalam
mengatasi berbagai gangguan, termasuk kecemasan dan depresi. Asumsi yang
mendasari Cognitive Behavioral Therapy CBT, terutama untuk kasus depresi
yaitu bahwa gangguan emosional berasal dari distorsi (penyimpangan) dalam
berpikir. Perbaikan dalam keadaan emosi hanya dapat berlangsung lama kalau
dicapai perubahan pola-pola berpikir selama proses terapi. Demikian pula pada
pasien pola berpikir yang maladaptive (disfungsi kognitif) dan gangguan perilaku.
Dengan memahami dan merubah pola tersebut, pasien diharapkan mampu
2
melakukan perubahan cara berpikirnya dan mampu mengendalikan gejala gejala
dari gangguan yang dialami.1,2
Monty P. Satiadarma mengatakan bahwa penyimpangan prilaku manusia
terjadi karena adanya penyimpangan fungsi kognitif. Untuk memberbaiki perilaku
manusia yang mengalami penyimpangan tersebut terlebih dahulu harus dilakukan
perbaikan terhadap fungsi kognitif manusia. Pernyataan ini menunjukan
pentingnya pengaruh aspek kognitif terhadap perilaku manusia. Peran kognitif
dalam mempertimbangkan keputusan untuk malakukan tindakan tertentu menjadi
fokus perhatian dalam pendekatan cognitive-behavior therapy.3
CBT merupakan sebuah pendekatan yang memiliki pengaruh dari
pendekatan cognitive therapy dan behavior therapy. Oleh sebab itu, Matson &
Ollendick mengungkapkan bahwasanya CBT merupakan perpaduan pendekatan
dalam psikoterapi yaitu cognitive therapy dan behavior therapy. Sehingga
langkah-langkah yang dilakukan oleh cognitive therapy dan behavior therapy ada
dalam konseling yang dilakukan oleh CBT. Karakteristik CBT yang tidak hanya
menekankan pada perubahan pemahaman konseling dari sisi kognitif namun
memberikan konseling pada perilaku ke arah yang lebih baik dianggap sebagai
pendekatan konseling yang tepat untuk diterapkan di Indonesia.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Cognitive Behavior Therapy (CBT)
Cognitive behavior therapy adalah sebuah istilah yang digunakan untuk
menjelaskan intervensi psikoterapeutik yang bertujuan untuk mengurangi distres
psikologis dan perilaku maladaptif dengan mengubah proses kognitif. CBT
memiliki asumsi dasar bahwa afek dan perilaku sebagian besar merupakan produk
kognisi, oleh karena itu intervensi kognitif dan perilaku dapat membawa
perubahan pada pemikiran, perasaan, dan perilaku.4
Aaron T. Beck (1964) mendefinisikan CBT sebagai pendekatan konseling
yang dirancang untuk menyelesaikan permasalahan konseli pada saat ini dengan
cara melakukan restrukturisasi kognitif dan perilaku yang menyimpang.
Pendekatan CBT didasarkan pada formulasi kognitif, keyakinan dan strategi
perilaku yang mengganggu. Proses konseling didasarkan pada konseptualisasi
atau pemahaman konseli atas keyakinan khusus dan pola perilaku konseli.
Harapan dari CBT yaitu munculnya restrukturisasi kognitif yang menyimpang dan
sistem kepercayaan untuk membawa perubahan emosi dan perilaku ke arah yang
lebih baik.2,5
Matson & Ollendick (1988: 44) mengungkapkan definisi cognitive-behavior
therapy yaitu pendekatan dengan sejumlah prosedur yang secara spesifik
menggunakan kognisi sebagai bagian utama konseling. Fokus konseling yaitu
persepsi, kepercayaan dan pikiran.6
4
Para ahli yang tergabung dalam National Association of CognitiveBehavioral Therapists (NACBT), mengungkapkan bahwa definisi dari cognitivebehavior therapy yaitu suatu pendekatan psikoterapi yang menekankan peran
yang penting berpikir bagaimana kita merasakan dan apa yang kita lakukan.3
Bush (2003) mengungkapkan bahwa CBT merupakan perpaduan dari dua
pendekatan dalam
psikoterapi
yaitu
cognitive
therapy dan behavior
therapy. Terapi kognitif memfokuskan pada pikiran, asumsi dan kepercayaan.
Terapi kognitif memfasilitasi individu belajar mengenali dan mengubah
kesalahan. Terapi kognitif tidak hanya berkaitan dengan positive thinking, tetapi
berkaitan pula dengan happy thinking. Sedangkan Terapi tingkah laku membantu
membangun hubungan antara situasi permasalahan dengan kebiasaan mereaksi
permasalahan. Individu belajar mengubah perilaku, menenangkan pikiran dan
tubuh sehingga merasa lebih baik, berpikir lebih jelas dan membantu membuat
keputusan yang tepat.6,7
Pikiran negatif, perilaku negatif, dan perasaan tidak nyaman dapat
membawa individu pada permasalahan psikologis yang lebih serius, seperti
depresi, trauma, dan gangguan kecemasan. Perasaan tidak nyaman atau negatif
pada dasarnya diciptakan oleh pikiran dan perilaku yang disfungsional. Oleh
sebab itu dalam konseling, pikiran dan perilaku yang disfungsional harus
direkonstruksi sehingga dapat kembali berfungsi secara normal.
5
B. Karakteristik Cognitive Behavior Therapy
Terdapat beberapa karakteristik dasar dalam CBT, yaitu:
1. Memiliki panduan teoritis
CBT didasarkan pada model yang telah terbukti secara empiris dan
memberikan dasar untuk rasional, fokus, dan sifat dari intervensi ini. Oleh
karena itu, CBT bersifat kohesif dan rasional, bukan sekedar kumpulan
teknik-teknik yang terpisah.4
2. Melibatkan kolaborasi antara terapis dan klien
CBT pada dasarnya merupakan sebuah proyek kolaborasi antara terapis
dan klien. Kedua pihak memiliki peran aktif dengan keahlian yang berbeda.
Terapis dianggap sebagai pihak yang memiliki keahlian untuk menemukan
cara yang efektif guna menyelesaikan masalah, sedangkan klien merupakan
pihak yang ahli dalam mengenali masalah berdasarkan pengalamannya
selama ini. Klien juga memiliki peran aktif dalam mengidentifikasi tujuan,
menetapkan target, bereksperimen, berlatih, dan memonitor performa
mereka.4,5
Pembagian peran ini menuntut terapis dan klien untuk saling terbuka dan
jujur selama proses terapi berlangsung. Terapis harus menjelaskan proses
yang sedang berlangsung dan kenapa proses ini terjadi, selain itu terapis juga
dapat meminta klien untuk memberikan masukan mengenai apa yang dirasa
membantu dan tidak bagi klien. Pada dasarnya, pendekatan CBT memang
dirancang untuk memfasilitasi kontrol diri yang lebih besar dan efektif
6
dengan adanya terapis yang memberikan framework dimana kontrol diri
tersebut dapat terjadi.4,5
3. Memiliki struktur dan berorientasi pada masalah
CBT merupakan terapi yang terstruktur dan berfokus pada penyelesaian
masalah. Awalnya terapis dan klien harus mengidentifikasi masalah dan
mendeskripsikan masalah dengan spesifik untuk kemudian fokus dalam
memecahkan atau mengurangi masalah tersebut. Setelah itu terapis dan klien
harus membuat tujuan untuk setiap masalah dan tujuan ini merupakan fokus
dari treatment yang diberikan. Tujuan ini dibuat dengan berdasarkan harapan
klien akan akhir dan hasil dari treatment. 5,7
4. Singkat
Lamanya terapi relative singkat dan berlangsung kira-kira 25 minggu.
Lamanya terapi dapat berubah tergantung kemajuan yang dicapai klien. Jika
terapis menilai bahwa treatment yang diberikan tidak membantu atau tidak
ada lagi kemajuan yang didapat, terapis dapat mengakhiri treatment yang
sedang berlangsung. Sedangkan apabila klien dianggap membuat kemajuan
namun masalah residual masih ada, terapis dapat melanjutkan treatment yang
sedang berlangsung. Terapis juga patut mempertimbangkan keuntungan bagi
klien untuk menangani masalah residual yang muncul secara mandiri.
7
C. Prinsip Dasar Cognitive Behavior Therapy
Cognitive Behavior Therapy (CBT) mengandung beberapa prinsip dasar
seperti:2,5,7
1.
Prinsip kognitif
Ide utama dari prinsip kognitif ini adalah bahwa reaksi emosional dan
perilaku individu dipengaruhi dengan kuat oleh kognisi mereka, yaitu
pemikiran, kepercayaan, dan interpretasi mereka mengenai diri mereka atau
situasi yang mereka hadapi atau dengan kata lain arti yang mereka berikan
terhadap kejadian yang terjadi dalam hidup mereka. Kejadian yang ada tidak
serta merta menghasilkan suatu reaksi tertentu, karena terdapat reaksi yang
berbeda-beda dari tiap individu yang menghadapi kejadian yang sama. Jadi
ada hal lain yang menentukan reaksi individu terhadap suatu kejadian yaitu
kognisi mereka. Saat terdapat dua orang yang bereaksi secara berbeda
terhadap
suatu
kejadian
yang sama, hal
ini
dikarenakan mereka
menginterpretasi kejadian itu dengan cara yang berbeda. Kognisi yang
berbeda menghasilkan reaksi emosi yang berbeda pula.
2. Prinsip perilaku
Perilaku juga merupakan bagian yang penting dalam mempertahankan
atau merubah keadaan psikologis seseorang. CBT percaya bahwa perilaku
memiliki dampak yang kuat terhadap pemikiran dan emosi seseorang,
merubah perilaku klien merupakan suatu cara yang dapat diusahakan untuk
mengubah pemikiran dan emosi seseorang.
8
3. Prinsip ‘continuum’
CBT melihat masalah kesehatan mental sebagai versi ekstrim dari proses
yang biasa terjadi bukan merupakan sebuah keadaan yang secara kualitatif
berbeda dari keadaan maupun proses normal. Atau dengan kata lain, masalah
psikologis berada di ujung lain dari sebuah kontinuum bukan sebuah dimensi
yang benar-benar berbeda. Oleh karena itu, masalah psikologis ini dapat
terjadi pada siapa saja dan teori CBT dapat diaplikasikan kepada klien dan
terapis.
4. Prinsip ‘here and now’
Fokus utama dari terapi ini adalah apa yang terjadi saat ini dan proses apa
yang sampai saat ini terjadi sehingga masalah yang ada tetap bertahan. Tidak
seperti psikoanalisa, CBT tidak melihat proses yang membentuk masalah
tersebut terjadi.
5. Prinsip ‘interacting systems’
CBT melihat bahwa masalah seharusnya dianalisa sebagai interaksi yang
terjadi antara individu dan lingkungan. Dalam CBT dikenal empat sistem,
yaitu kognisi, afek/emosi, perilaku, dan fisiologi. Keempat sistem tersebut
saling berinteraksi dalam proses feedback yang kompleks dan juga
berinteraksi dengan lingkungan. Lingkungan yang dimaksud bukan hanya
lingkungan fisik, tetapi juga lingkungan sosial, keluarga, budaya, dan
ekonomi.
9
D. Tujuan Cognitive Behavior Therapy
Tujuan utama dari CBT adalah untuk meningkatkan self awareness,
memfasilitasi pemahaman diri yang lebih baik, dan meningkatkan kontrol diri
dengan mengembangkan kemampuan kognitif dan perilaku yang lebih tepat.
Pengembangan kemampuan kognitif dapat dilakukan dengan mengubah
pemikiran dan keyakinan disfungsional yang bersifat negatif, bias, dan self
critical. Terdapat beberapa teknik yang dapat dilakukan untuk mengembangkan
kemampuan kognitif ini, antara lain dengan edukasi, identifikasi keyakinan
disfungsional, thought monitoring, thought evaluation, dan development of
alternative cognitive processes. Sedangkan pengembangan perilaku yang lebih
adaptif dapat dilakukan dengan beberapa teknik, antara lain target setting, activity
rescheduling, dan behavioral experiment. Adanya keterampilan kognitif dan
perilaku yang baru membuat individu menghadapi situasi sulit dengan cara yang
lebih tepat.2,3,4
E. Teknik Cognitive Behavior Therapy
Gagasan dasar CBT dapat disimpulkan dalam ungkapan ‘Apa yang kita
pikirkan menentukan apa yang kita rasakan’. CBT adalah model teoretis yang
menghubungkan pikiran dengan emosi dan perilaku kita. Jika seseorang memiliki
pikiran negatif, maka perasaannya pun akan menjadi negatif dan tubuh juga akan
berdampak negatif oleh karenanya. Dengan kata lain, perasaan tentang suatu
peristiwa tergantung pada pikiran terhadap peristiwa tersebut, bukan karena
peristiwa itu sendiri.
10
Pikiran negatif adalah pikiran yang terbatas, dimana seseorang mengurung
dirinya, menciptakan percakapan dalam diri yang kemudian melemahkan diri
sendiri. CBT menunjukan bagaimana cara untuk mengembangkan kemampuan
melihat semua hal dari berbagai sudut.
Kognitif/Pikiran
Situasi
Aksi
Perasaan
(fisik dan emosional)
Gambar 1. Model CBT
Bagan sederhana yang bisa digunakan untuk melukiskan hal tersebut dapat
dilihat pada gambar 1. Gambar ini adalah bentuk model CBT yang paling
sederhana. Pada titik ini penting artinya untuk menyadari bahwa pikiran tidak
hanya bertindak sebagai alat untuk memprediksi hasil, namun pikiran juga
memainkan peran penting dalam membentuk perasaan kita.
Sebenarnya pikiran itu sendiri kecil sekali pengaruhnya terhadap manusia.
Seseorang bisa memikirkan apa saja yang mereka mau, namun emosi yang
ditimbulkan oleh pikiran adalah yang sebenarnya membuat seseorang senang atau
terganggu. Perpaduan pikiran-emosi inilah yang sangat kuat pengaruhnya, yang
menentukan reaksi dan respons seseorang, dan selanjutnya juga menentukan hasil
11
yang akan didapatkan. Berikut beberapa teknik yang digunakan dalam CBT antara
lain:
1. Cognitive Restructuring Methods
Konsep dasar Cognitive Restructuring Methods yaitu untuk membantu
pasien mengidentifikasi pikiran-pikiran buruknya, kemudian menggantinya
dengan pikiran-pikiran yang lebih rasional dan realistis. Ada dua jenis
Cognitive Restructuring Methods :
a. Ellis‘s Rational-Emotive (Behavior ) Therapy
-
Masalah emosi berasal
dari pernyataan irrasional ketika
menghadapi kejadian yang tidak sesuai dengan harapannya.
-
Mengajarkan pasien mengubah pikiran irrasional menjadi pikiran
rasional yang lebih positif dan realistis.
-
Menantang pikiran irasional dengan memberikan interpretasi
rasional terhadap kejadian buruk yang menimpa klien.
-
Memberikan tugas rumah.
b. Beck’s Cognitive Therapy
-
Gangguan emosi karena adanya disfungsi berpikir (dichotomous
thinking, overgeneralization, magnification).
-
Mengidentifikasi disfungsi berpikir dan asumsi maladaptif yang
menjelaskan emosi yang tidak menyenagkan.
-
Menetralisir disfungsi berpikir→ testing realitas
-
Memberikan tugas rumah
12
2. Self Instructional Coping Methods (Meichenbaum)
Konsep Self Instructional Coping Methods yaitu mengganti pikiran
negatif menjadi positif.
Self instruction → untuk mengubah perilaku
Langkah-langkah dalam Self Instructional Coping Methods :
a. Mengidentifikasi stimulus yang menyebabkan stress → negative self
statement.
b. Melalui modelling atau behaviour rehearsal → pasien belajar self talk
untuk menetralisir negatif self statement ketika situasi yang
menimbulkan stress muncul.
c. Mengajarkan pasien self instruction (misalnya menarik napas panjang).
d. Mengajarkan pasien self reinforcing setelah berhasil menguasai situasi.
3. Problem – Solving Methods (Dzurilla & Golfried)
Asumsi dasar yaitu problem solving mengandung proses perilakuan, baik
overt (tampak), atau kognitif yang menyediakan berbagai alternatif respon
efektif untuk menyelesaikan situasi problematis, dan meningkatkan
kemungkinan memilih respon-respon yang paling efektif dari berbagai
alternatif tersebut. Tujuan Pelatihan bukan untuk memberikan solusi tetapi
memberikan ketrampilan umum supaya individu memiliki kemampuan
menyelesaikan berbagai problem secara efektif.
13
Tahap Problem Solving:
a. Orientasi Umum
-
Menjelaskan dasar pikiran
-
Mengarahkan pemahaman yang merupakan bagian hidupnya.
-
Menekankan pada pasien bahwa ia harus belajar mengenali situasi
yang terjadi dan responnya yang seharusnya tidak dimunculkan
secara otomatis
-
Pasien dapat bertanya
-
Pasien menceritakan situasi problematis yang dialami dan reaksi
yang berhubungan dengan pemikiran dan perasaannya.
b. Definisi & Formulasi Problem
-
Pada mulanya pasien menceritakan problem secara samar dan
abstrak (gambaran umum)
-
Klien harus belajar menceritakan problem secara spesifik dan
mendetail.
-
Tidak hanya menceritakan kejadian yang eksternal, tetapi juga
pikiran dan perasaan yang terlibat di dalamnya.
-
Pasien belajar memisahkan informasi yang tidak relevan dan
memfokuskan
pada
informasi
yang
berhubungan
dengan
problemnya.
14
c. Membuat Alternatif
-
Setelah mendefinisikan masalah dengan tepat, klien diinstruksikan
melakukan brainstorming tentang solusi-solusi yang mungkin
dilakukan.
-
Setelah klien mengidentifikasi beberapa alternatif respon penting,
ia siap membuat keputusan berkaitan dengan strategi berikutnya.
d. Mengambil Keputusan
-
Membuat estimasi dari beberapa alternatif yang muncul
-
Memperkirakan kemungkinan efektivitas dan konsekuensi jangka
pendek dan panjang.
-
Membuat evaluasi.
e. Verifikasi
-
Setelah ditemukan pemecahan masalah, dibuat pelatihan dan
diwujudkan dalam kehidupan nyata dalam tingkah lakunya.
-
Terapis perlu memotivasi dan membimbing pasien untuk
menerapkan tingkah laku yang dipilih.
-
Mengevaluasi apa yang telah dilakukan.
F. Tahap Pelaksanaan Cognitive Behavior Therapy
Sesi inisial dalam CBT biasanya ditujukan untuk membangun relasi dengan
klien, menggali informasi penting, dan mengidentifikasi keluhan yang muncul.
Dalam membangun relasi dengan klien, terapis dapat mengawali dengan
menanyakan perasaan dan pemikiran klien mengenai harapan klien dari terapi.
15
Selain itu, terapis juga dapat menjelaskan mengenai hubungan antara kognisi dan
afek dari sudut pandang CBT. Terapis juga mulai dapat membiasakan klien
terhadap CBT dan membangun hubungan yang kolaboratif serta meluruskan
konsepsi yang salah mengenai terapi. Pada awal sesi, klien sudah harus dijelaskan
bahwa tujuan utama terapi adalah untuk membuat klien belajar menjadi terapis
bagi dirinya sendiri.2,6
Informasi yang seharusnya dapat digali oleh terapis pada sesi-sesi awal
adalah diagnosis, pengalaman masa lalu, situasi hidup saat ini, masalah psikologis
yang ada, sikap terhadap treatment, dan motivasi untuk mengikuti treatment. Pada
sesi pertama, terapis juga dapat mulai mendefinisikan masalah dan membantu
klien melakukan symptom relief. Identifikasi masalah dan pengumpulan informasi
mengenai latar belakang munculnya masalah dapat dilakukan dalam beberapa
sesi. Walaupun demikian, pada sesi pertama terapis harus dapat fokus dalam
mengidentifikasi masalah secara spesifik dan menyediakan kelegaan yang cepat
bagi klien.2,9
Dalam identifikasi masalah, terapis menganalisa dari dua aspek yaitu aspek
fungsional
dan
aspek
kognitif.
Analisa
fungsional
bertujuan
untuk
mengidentifikasi elemen masalah seperti manifestasi dari masalah, situasi dimana
masalah itu biasanya muncul, frekuensi, intensitas, dan durasi kemunculan
masalah, serta konsekuensi dari masalah. Analisa kognitif sendiri bertujuan untuk
mengidentifikasi pemikiran dan visualisasi yang muncul saat adanya pencetus
emosional. Hal in juga mencakup identifikasi sejauh apa seseorang merasa dapat
mengontrol pemikiran dan visualisasi tersebut, visualisasi mengenai apa yang
16
akan terjadi saat berada dalam situasi yang menimbulkan distres, dan
kemungkinan munculnya hal yang divisualisasikan tersebut dalam kejadian
nyata.2,9
Pada sesi awal, terapis juga membuat problem list yang mencakup simptom
spesifik, perilaku, dan masalah yang menetap. Daftar ini kemudian dibuat
prioritasnya sebagai target intervensi. Problem list dibuat secara eksplisit untuk
melihat apa yang ingin dicapai dalam treatment. Penentuan prioritas didasarkan
pada besarnya distres yang dialami, kemungkinan kemajuan yang terjadi,
keparahan simptom, dan topik ataupun tema yang terus menerus muncul. Selain
hal di atas, pada sesi pertama terapis juga sudah mulai dapat memberikan tugas
rumah kepada klien. Tugas rumah pada sesi awal biasanya diarahkan untuk
mengenali hubungan antara pemikiran, perasaan, dan perilaku.2,8
Pada sesi pertengahan, penekanan terapi bergeser dari simptom yang
dialami pasien kepada pola berpikir pasien. Koneksi antara pemikiran, emosi, dan
perilaku didemonstrasikan melalui pemeriksaan automatic thoughts. Saat klien
dapat menantang pemikiran maladaptif, klien mulai dapat mempertimbangkan
asumsi dasar yang memunculkan pemikiran tersebut. Seringkali asumsi dasar
tersebut tidak disadari oleh klien dan didapat setelah klien melihat tema dari
automatic thoughts yang dimilikinya. Setelah asumsi dasar ini dikenali, terapi
bertujuan untuk memodifikasi asumsi tersebut dengan mempertimbangkan
validitas, sifat adaptif, dan fungsinya bagi klien. Pada sesi-sesi selanjutnya, klien
diberikan tanggung jawab lebih untuk mengidentifikasi masalah serta solusi dan
menciptakan tugas rumah. Peran terapis berubah menjadi penasihat dan bukan
17
guru saat klien sudah mulai dapat menggunakan teknikteknik yang ada untuk
menyelesaikan maslaah. Frekuensi pertemuan dapat dikurangi apabila klien
menjadi lebih mampu dalam menyelesaikan masalah.2,5
Terapi diterminasi saat tujuan sudah dicapai dan klien merasa dapat
mempraktikkan perspektif dan kemampuan baru mereka secara mandiri. Saat
mendekati terminasi, klien dapat diingatkan bahwa kemunduran itu sesuatu yang
normal dan seharusnya dapat diatasi karena kemunduran sebelumnya juga dapat
diatasi. Terapis dapat meminta kepada klien untuk mendeksripsikan bagimana
masalah sebelumnya diatasi selama treatment. Terapis juga dapat menggunakan
cognitive rehearsal untuk memabntu klien memperkirakan kesulitan yang
mungkin akan ditemuinya dan bagaimana mereka akan mengatasi kesulitan
tersebut.
Alur Kerja CBT:
1. Melibatkan pasien
Langkah pertama adalah membangun hubungan dengan pasien. Dapat
dicapai dengan menerapkan empati, menciptakan suasana yang hangat dan
menghormati pasien.
2. Menilai masalah, orang dan situasi
-
Mulai dengan penilaian pasien tentang benar dan salah menurutnya
-
Tentukan adanya kelainan klinis yang berhubungan
-
Ketahui riwayat personal dan sosialnya
-
Nilai tingkat keparahan masalah
-
Catat faktor personal yang relevan
18
-
Periksa setiap gangguan sekunder: bagaimana perasaan pasien ketika
mengalami masalahnya sekarang.
-
Periksa setiap faktor penyebab non-psikologik: kondisi fisik, pengobatan,
penyalahgunaan obat, faktor lingkungan/gaya hidup.
3. Siapkan pasien untuk terapi
-
Perjelas tujuan pengobatan
-
Nilai motivasi pasien untuk berubah
-
Perkenalkan dasar CBT, termasuk model ‘biopsikososial’ sebagai
penyebab
-
Diskusikan pendekatan yang digunakan dan implikasi pengobatan
-
Develope a contract
4. Melaksanakan program perawatan
-
Analisis spesific episode terjadinya masalah, memastikan keyakinan
perasan klien terlibat, mengubahnya, mengembangkan pekerjaan rumah
yang relevan (dikenal sebagai ‘rekam fikir’ atau ‘analisis rasional’)
-
Developing behavioral assignment untuk mengurangi perilaku takut atau
memodifikasai cara-cara berperilaku.
-
Strategi tambahan dan teknik yang sesuai, contohnya relaxation training,
interpersonal skill training.
5. Mengevaluasi progres.
Menjelang akhir intervensi, nilai perbaikan yang tampak pada perubahan
cara pikir pasien, dan seberapa besar perubahan itu.
19
6. Persiapkan pasien untuk mengakhiri hubungan terapetik.
Hal ini biasanya sangat penting untuk mempersiapkan pasien untuk
mengatasi kemunduran. Banyak orang, setelah periode perbaikan, mereka
berpikir bahwa mereka telah ‘sembuh’. Kemudian ketika mereka kembali lagi
dan mendapati bahwa masalah lama mereka masih ada, mereka cenderung
putus asa dan tegoda untuk menyerah begitu saja.
Peringatkan bahwa relaps sangat mungkin terjadi pada banyak masalah
kesehatan mental dan pastikan pasien tau apa yang harus mereka lakukan bila
gejalanya kembali.
Diskusikan pandangan mereka tentang mencari bantuan apabila suatu
saat dimasa datang mereka membutuhkan bantuan kembali.
Ingat bahwa masalah gangguan emosi atau kejiwaan timbul karena
persepsi kita terhadap sesuatu kejadian. Dr Burns, seorang profesor psychiatri
dari Medical Center, Universitas Pennsylvania menerangkan tentang emosi
ABC.
A: merupakan singkatan dari actual events (kejadian sesungguhnya).
B: merupakan singkatan dari belief (kepercayaan), yaitu apa yang anda
percayai dari kejadian tersebut.
C: merupakan singkatan dari consequence (konsekuensi) yang anda alami
sebagai akibat dari apa yang anda percayai.
Cognitive therapy mencoba mengubah “B”, yaitu apa yang anda percayai
dari kejadian tersebut agar anda tidak perlu mengalami “C” yaitu konsekuensi
negatif dari B yang anda punyai. Bila anda bisa menghindari munculnya B
20
negatif (kepercayaan negatif) dari suatu kejadian yang sebenarnya (actual
event), maka berarti anda sudah berhasil mencegah timbulnya konsekuensi
negatif (marah, sedih, frustasi, dll).
21
BAB III
KESIMPULAN
Cognitive behavior therapy adalah suatu intervensi psikoterapeutik yang
bertujuan untuk mengurangi distres psikologis dan perilaku maladaptif dengan
mengubah proses kognitif. CBT memiliki asumsi dasar bahwa afek dan perilaku
sebagian besar merupakan produk kognisi, oleh karena itu intervensi kognitif dan
perilaku dapat membawa perubahan pada pemikiran, perasaan, dan perilaku.
Diharapkan dengan CBT pasien dapat meningkatkan self awareness,
memfasilitasi pemahaman diri yang lebih baik, dan meningkatkan kontrol diri
dengan mengembangkan kemampuan kognitif dan perilaku yang lebih tepat.
Pengembangan kemampuan kognitif dapat dilakukan dengan mengubah
pemikiran dan keyakinan disfungsional yang bersifat negatif, bias, dan self
critical. Terdapat beberapa teknik yang dapat dilakukan untuk mengembangkan
kemampuan kognitif ini, antara lain dengan edukasi, identifikasi keyakinan
disfungsional, thought monitoring, thought evaluation, dan development of
alternative cognitive processes. Sedangkan pengembangan perilaku yang lebih
adaptif dapat dilakukan dengan beberapa teknik, antara lain target setting, activity
rescheduling, dan behavioral experiment. Adanya keterampilan kognitif dan
perilaku yang baru membuat individu menghadapi situasi sulit dengan cara yang
lebih tepat.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Ifdil. 2012 Cognitive-Behavior Therapy (CBT). (online) diakses 24 Januari
2021 site: http://konselingindonesia.com/
2. Kaplan, Harold, et all. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri: Ilmu
pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid Dua. Tangerang: Aksara Publiser,
2010
3. NACBT.(2007).
Cognitive-BehavioralTherapy.
[Online].
Tersedia:
http://www.nacbt.org/whatiscbt.htm [24 Januari 2021].
4. Stallard, P. (2004). Think Good – Feel Good: A Cognitive Behavior Therapy
Workbook for Children and Young People. West Sussex: john Wiley & Sons.
5. Beck, Judith S. (2011). Cognitive-Behavior
Therapy:
Basic
and
Beyond (2nd ed). New York: The Guilford Press.
6. Bush, John Winston. (2003). Cognitive Behavioral Therapy: The Basics.
[Online]. Tersedia: http://cognitivetherapy.com/basics.html
7. Westbrook, D., Kennerly, & Kirk, J. (2007). An Introduction to Cognitive
Behavior Therapy: Skills and Applications. Los Angeles: Sage Punlications.
8. Nevid, JS., Rathus, SA., Greene, B., Psikologi Abnormal. Edisi kelima, jilid
1, Jakarta: Penerbit Erlangga
9. 9 Oemarjoedi, A. Kasandra. (2003). Pendekatan Cognitive Behavior dalam
Psikoterapi. Jakarta: Kreativ Media.
10. Maramis WF, Maramis AA. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. 2 ed. Surabaya:
Airlangga University Press; 2009.
11. 1. Haby.MM. (2015) Cognitive behavioural therapy for depression, panic
disorder and generalized
12. Anxiety disorder:
a
meta-regression
of
factors
that
may
predict
outcome.JournalofPsychology,9-19.
23
13. Prasekti. (2013). Pelatihan Kognitif Perilakuan untuk menurunkan tingkat
Depresi Orang Tua yang memiliki anak Down Syndrome. Tesis. Suraharta:
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
14. Beck J.S.. (2011) Cognitive Behavior Therapy: Basic and Beyond, 2nd
Edition. New York: The Guilford Press.
15. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993) Pedoman Penggolongan
dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ) III. Cet. Pertama.
Jakarta: Departemen Kesehatan
16. Nilly.Mor (2009) Cognitive behavioural therapy for depression, The Israel
journal of psychiatry and related sciences 46(4):269-73.
17. Cuijpers P, Sijbrandij M, Koole SL, Andersson G, et al. Adding
psychotherapy to antidepressant medication in depression and anxiety
disorders:
a
meta-analysis.
World
Psychiatry.
2014;12.
(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24497254)
18. Khan A, Faucett J, Lichtenberg P, Kirsch I, Brown WA. A Systematic
Review of Comparative Efficacy of Treatments and Controls for Depression.
PLoS
ONE.
2012;
7(7):
e41778.
(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3408478)
19. Furukawa TA, Weitz ES, Tanaka S, Hollon SD, Hofmann SG, Andersson G,
et al. Initial severity of depression and efficacy of cognitive–behavioural
therapy: Individual-participant data meta-analysis of pill-placebo-controlled
trials. Br J Psychiatry. 2017; 210(03):190–6.
24
Download