ARTIKEL PENYAKIT KAKI GAJAH

advertisement
Indonesia. Hal ini memerlukan perhatian untuk
ditindak lanjuti, dan dicari kemungkinan penyebabnya.
Jawa Barat menduduki posisi lima besar dari
seluruh propinsi yang terpapar penyakit Kaki Gajah.
GAMBAR 2.
PENDERITA FILARIASIS PER PROVINSI TAHUN 2002-2014
3500 3175
3000
2375
2500
1765
2000
1184
811649
532524419
365325274257253232227227213207
141129 96 94 91 74 70 53 37 31 30 27 18 14 13
1500
1000
Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit
menular yang mengenai saluran dan kelenjar limfe
disebabkan oleh cacing filarial dan ditularkan oleh
nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan
bila
tidak
mendapatkan
pengobatan
dapat
menimbulkan cacat menetap, berupa pembesaran kaki,
lengan dan alat kelamin baik pada perempuan maupun
laki-laki. Akibatnya penderita tidak dapat bekerja
secara optimal bahkan hidupnya tergantung kepada
orang lain sehingga menjadi beban keluarga,
masyarakat dan Negara
KASUS KLINIS FILARIASIS DI INDONESIA
Filariasis menyebar hampir di seluruh wilayah
Indonesia. Dari tahun ke tahun jumlah provinsi yang
melaporkan kasus filariasis terus bertambah. Bahkan di
beberapa daerah mempunyai tingkat endemisitas yang
cukup tinggi. Perkembangan jumlah penderita kasus
filariasis dari tahun 2000 – 2009 dapat dilihat dari
Gambar 1 di bawah ini.
0
NTT (20 kab/kota)
Aceh (21 kab/kota)
Papua Barat (12 kab/kota)
Papua (21 kab/kota)
Jawa Barat (25 kab/kota)
Sulawesi Tengah (8…
Riau (11 kab/kota)
Kalimantan Timur (10…
Jawa Tengah (29 kab/kota)
Kalimantan Selatan (13…
Jawa Timur (32 kab/kota)
Sumatera Barat (19…
Jambi (10 kab/kota)
Kalimantan Barat (12…
Sumatera Selatan (16…
Kalimantan Tengah (11…
Gorontalo (6 kab/kota)
Sulawesi Tenggara (10…
Bangka Belitung (7…
Sumatera Utara (24…
Sulawesi Selatan (16…
Sulawesi Barat (4 kab/kota)
Bengkulu (10 kab/kota)
Banten (6 kab/kota)
Lampung (11 kab/kota)
Maluku (6 kab/kota)
DKI Jakarta (5 kab/kota)
DI Yogyakarta (5 kab/kota)
Kepulauan Riau (6…
Sulawesi Utara (7 kab/kota)
Maluku Utara (8 kab/kota)
Bali (6 kab/kota)
NTB (7 kab/kota)
Kalimantan Utara (4…
500
APA ITU PENYAKIT KAKI GAJAH?
Hingga tahun 2015 Di Kabupaten Bogor telah
ditemukan 60 kasus penyakit kaki gajah (filariasis)
yang tersebar di 22 Kecamatan. Kasus limfatik
elephantiasis berasal dari wilayah Kecamatan Rumpin,
Gunung Sindur, Sukamakmur, Cisarua, Tenjo,
Ciomas,
Parungpanjang,
Sentul,
Bojonggede,
Tenjolaya, Dramaga, Cariu, Citeureup, Parung
,Jasinga, Cijeruk, Cibungbulang, Ciawi, Sukaraja,
Jonggol, Tajurhalang dan Cibinong.
GAMBAR 1
KASUS KLINIS FILARIASIS DI INDONESIA Th 2000 -2009
GAMBAR 3.
JUMLAH KUMULATIF PENDERITA FILARIASIS S/D TAHUN 2015
Berdasarkan laporan tahun 2009, tiga provinsi
dengan jumlah kasus terbanyak filariasis adalah
Nanggroe Aceh Darussalam (2.359 orang), Nusa
Tenggara Timur (1.730 orang) dan Papua (1.158
orang). Tiga provinsi dengan kasus terendah adalah
Bali (18 orang), Maluku Utara (27 orang), dan
Sulawesi Utara (30 orang), dapat dilihat pada Gambar
2. Kejadian filariasis di NAD sangat menonjol bila
dibandingkan dengan provinsi lain dan merupakan
provinsi dengan jumlah kasus tertinggi di seluruh
35
38
43
45
48
48
53
54
60
23
15
7
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
GAMBAR 4
RESIKO PENYEBARAN PENYAKIT KAKI GAJAH/FILARIASIS
Cacing Dewasa Filaria
PENYEBAB
PENYAKIT
KAKI
GAJAH
(FILARIASIS)
Filariasis disebabkan oleh infeksi Nematoda
(Cacing Gelang) dari keluarga Filariodidea,Terdapat
tiga spesies cacing penyebab Filariasis yaitu:
Wuchereria bancrofti; Brugia malayi; Brugia timori
(1). Semua spesies tersebut terdapat di Indonesia,
namun lebih dari 70% kasus filariasis di Indonesia
disebabkan oleh Brugia malayi.
Wuchereria bancrofti
Brugia malayi
VEKTOR PENULAR FILARIASIS
Saat ini telah diketahui ada 23 spesies nyamuk dari
genus Anopheles, Culex, Mansonia dan Armigeres
yang dapat berperan sebagai vektor filariasis. Tetapi
vektor utamanya adalah Anopheles farauti dan
Anopheles punctulatus. Wuchereria bancrofti tipe
urban ditemukan di kota-kota besar.
Hasil penelitian menyebutkan bahwa beberapa
spesies dari genus Anopheles disamping berperan
sebagai vektor malaria juga dapat berperan sebagai
vektor filariasis. Spesies nyamuk mempunyai tempat
perindukan berbeda-beda misalnya: di rawa-rawa, air
kotor (comberan), air sawah, air laguna. Nyamuk dapat
bersifat antropofilik (menyukai darah manusia),
zoofilik (menyukai darah hewan) dan zooantropofilik
(menyukai darah hewan maupun manusia), eksofagik
(menggigit diluar rumah) dan endofagik (menggigit di
dalam rumah). Tempat beristirahat nyamuk juga
berbeda-beda tergantung spesiesnya.
Larva infektif yang disebut mikrofilaria memiliki
panjang sekitar 200-250 μm serta lebar 5-7 μm yang
bersarung. Bedanya diantara W. bancrofti, B.malayi,
dan B.timori, hanya B.timori yang sarungnya tidak
menyerap pewarna sehingga tidak kelihatan bersarung
di mikroskop. Juga yang membedakan ketiga spesies
ini, pada spesies Brugia, terdapat inti tambahan
terutama di ujung ekor serta karakteristik lain seperti
jarak mulut, panjang tubuh. Perkembangan dari larva
muda hingga menjadi larva infektif di dalam tubuh
nyamuk berlangsung selama 1-2 pekan sedangkan dari
mulai masuknya larva dari nyamuk ke tubuh manusia
hingga menjadi cacing dewasa berlangsung selama 336 bulan. Meski terkesan gampang sekali tertular oleh
nyamuk, namun pada kenyataannya diperlukan ratusan
hingga ribuan gigitan nyamuk hingga bisa
menyebabkan penyakit filarial.
CARA PENULARAN PENYAKIT KAKI GAJAH
(FILARIASIS)
Cacing jantan dan betina hidup di saluran dan
kelenjar limfe, bentuknya halus seperti benang dan
berwarna putih susu. Cacing betina mengeluarkan
mikrofilaria yang bersarung. Mikrofilaria ini hidup di
dalam darah dan terdapat di aliran darah tepi pada
waktu-waktu tertentu saja yang mempunyai
periodisitas. Pada umumnya, Microfilaria W. bancrofti
bersifat periodisitas nokturna, artinya mikrofilaria
hanya terdapat di dalam darah tepi pada waktu malam.
Pada siang hari, mikrofilaria terdapat di kapiler dalam
paru, jantung, ginjal dan sebagainya.
Di daerah perkotaan, parasit ini ditularkan oleh
nyamuk Culex quinquefasatus. Di pedesaan vektornya
berupa nyamuk Anopheles atau nyamuk Aedes. Daur
hidup parasit ini memerlukan waktu yang panjang.
Masa pertumbuhan parasit di dalam nyamuk kurang
lebih 2 minggu. Pada manusia, masa pertumbuhan
belum diketahui secara pasti tetapi diduga kurang lebih
7 bulan. Microfilaria yang terisap oleh nyamuk,
melepaskan sarungnya di dalam lambung, menembus
dinding lambung dan bersarang di antara otot-otot
toraks. Mula-mula parasit ini memendek, bentuknya
menyerupai sosis dan disebut larva stadium I. Dalam
waktu kurang lebih seminggu, larva ini bertukar kulit,
tumbuh menjadi lebih gemuk dan panjang disebut
larva stadium II. Pada hari kesepuluh dan selanjutnya,
larva bertukar kulit sekali lagi, tumbuh makin panjang
dan lebih kurus disebut larva stadium III
hospes, larva mengalami dua kali pergantian kulit,
tumbuh menjadi larva stadium IV, lalustadium V dan
cacing dewasa.
TANDA DAN GEJALA PENYAKIT KAKI GAJAH
Penyakit Filariasis mempunyai gejala dan tanda
klinis akut dan dan kronis. Gejala dan Tanda Klinis
Akut meliputi demam berulang selama 3 – 5 hari.
Demam dapat hilang bila istirahat dan timbul lagi
setelah bekerja berat. Pembengkakkan kelanjar getah
bening (tanpa ada luka) di daerah lipatan paha, ketiak
(limfadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan
sakit. Radang saluran kelenjar getah bening yang
terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal ke
arah ujung kaki atau lengan. Abses filarial terjadi
akibat seringnya pembengkakan kelenjar getah bening,
dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah.
Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, kantong buah
zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas
(limfedema dini).
Limfadenitis
Gerakan larva stadium III sangat aktif. Bentuk ini
bermigrasi, mula-mula ke rongga abdomen kemudian
ke kepala dan alat tusuk nyamuk. Bila nyamuk sedang
aktif mencari darah akan terbang berkeliling sampai
adanya rangsangan hospes yang cocok diterima oleh
alat penerima rangsangannya. Rangsangan ini akan
memberi petunjuk pada nyamuk untuk mengetahui
dimana adanya hospes kemudian baru menggigit. Bila
nyamuk yang mengandung larva stadium III bersifat
infektif dan mengigit manusia, maka larva tersebut
secara aktif masuk ke dalam tubuh hospes dan
bersarang di saluran limfe setempat. Di dalam tubuh
Gejala dan Tanda Klinis Kronis meliputi
pembesaran yang menetap (elephantiasis) pada
tungkai, lengan, buah dada, atau buah zakar. Gejala
klinis filariasis limfatik disebabkan oleh mikrofilaria
dan cacing dewasa baik yang hidup maupun yang mati.
Mikrofilaria biasanya tidak menimbulkan kelainan
tetapi dalam keadaan tertentu dapat menyebabkan
occult filariasis. Gejala yang disebabkan oleh cacing
dewasa menyebabkan limfadenitis dan limfagitis
retrograd dalam stadium akut, disusul dengan
obstruktif menahun.
(termasuk biaya berobat dan obatobatan, serta kerugian
ekonomi karena kehilangan produktifitas, kehilangan
masa produktifitas bagi yang terkena kasus kronis) 5 .
Di Indonesia, filariasis menyebabkan kerugian
ekonomi yang utama bagi penderita dan juga
keluarganya. Ada juga dampak psikologis dari
penyakit ini yaitu mereka hidup dengan gejala kronis
menderita karena diasingkan oleh keluarga dan oleh
masyarakat; kesulitan mendapat suami atau istri dan
menghambat mendapat keturunan (anak).
TABEL
KERUGIAN EKONOMI AKIBAT FILARIASIS DI INDONESIA
Hidrokel
Hasil survey kerugian ekonomi tahun 2000 oleh FKM-UI
Berdasarkan Upah minimum Kabupaten Bogor
tahun 2015, diasumsikan total kerugian perkasus
sejumlah Rp. 5.532.240. Dengan jumlah kasus yang
telah ditemukan sebanyak 60 orang dan Mikrofilaria
rate >1,92% hal ini berarti jumlah penduduk yang
beresiko menjadi penderita penyakit kronis sejumlah
106.464 orang. Hal ini dapat diasumsikan kerugian
ekonomi Kabupaten Bogor per tahun sejumlah Rp.
588.981.777.000. Sebuah nilai yang tidak sedikit.
Cara diagnosis penyakit filariasis di antaranya
adalah pemeriksaan klinis, pemeriksaan langsung
darah segar ujung jari, pemeriksaan darah jari/vena
dengan pewarnaan.
DAMPAK PENYAKIT KAKI GAJAH
Filariasis limfatik diidentifikasi sebagai penyebab
kecacatan menetap dan berjangka lama terbesar kedua
di dunia setelah kecacatan mental.4 Di Indonesia,
mereka yang terinfeksi filariasis bisa terbaring di
tempat tidur selama lebih dari lima minggu per tahun
karena gejala-klinis akut dari filariasis yang mewakili
11% dari masa usia produktif. Untuk keluarga miskin,
total kerugian ekonomi akibat ketidakmampuan karena
filariasis adalah 67 % dari total pengeluaran rumah
tangga per bulan. Rata-rata kerugian ekonomi per satu
kasus kronis filariasis sebesar Rp. 735,380 per tahun
UPAYA PENANGGULANGAN PENYAKIT KAKI
GAJAH/FILARIASIS
Aliansi Global untuk Kampanye Eliminasi
Filariasis Limfatik (GAELF) berupaya keras untuk
mengeliminir secara global filariasis limfatik – yang
merupakan masalah kesehatan masyarakat – sebelum
tahun 2020. Filariasis limfatik bersifat endemis di
lebih dari 80 negara di dunia, termasuk di Indonesia.
Diperkirakan 1,1 milliar orang di dunia beresiko
terkena infeksi filariasis limfatik dengan perkiraan 120
juta telah terinfeksi. The World Health Assembly
mengadopsi resolusi untuk eliminasi Filariasis limfatik
pada tahun 1997 dengan mengusulkan dua strategi
pokok yaitu: memutuskan rantai penularan dan
mengurangi dampak kecacatan akibat manifestasi
kronis dari penyakit ini.
Indonesia melalui Kementerian Kesehatan RI telah
melakukan kesepakatan bahwa filariasis harus
dieliminasi di muka bumi ini pada tahun 2020. Dalam
program
tersebut
diatas
disepakati
bahwa
pemberantasan filariasis limfatik menggunakan
metoda yang sama di semua negara endemis. Program
eliminasi filariasis di Indonesia ini menerapkan
strategi Global Elimination Lymphatic Filariasis dari
WHO. Strategi ini mencakup pemutusan rantai
penularan filariasis melalui POMP filariasis di daerah
endemis filariasis dengan menggunakan DEC yang
dikombinasikan dengan albendazole sekali setahun
minimal 5 tahun, dan upaya mencegah dan membatasi
kecacatan dengan penatalaksanaan kasus klinis
filariasis, baik kasus akut maupun kasus kronis.
TABEL
KONDISI UPAYA ELIMINASI FILARIASIS DI INDONESIA
TABEL
STATUS PROGRAM ELIMINASI DUNIA, WHO 2014
Sumber : Sudit Filariasis Kemenkes RI, 2014
Adapun pelaksanaan program eliminasi ini
dilaksanakan dengan justifikasi, yaitu: Pertama,
penyebaran filariasis di 337 kabupaten/kota dengan
indikasi angka mikrofilaria lebih besar dari 1% dapat
dicegah penularannya pada penduduk yang tinggal di
daerah endemis dengan melaksanakan Pengobatan
Pencegahan Masal Filariasis (POPM Fil) POPM
filariasis setahun sekali selama minimal lima tahun
berturut-turut. POPM filariasis yang akan dilaksanakan
harus dapat memutus rantai penularan filariasis,
sehingga dapat menurunkan prevalensi mikrofilaria
lebih kecil dari 1%.
Kedua, minimal 85% dari penduduk berisiko
tertular filariasis di daerah yang teridentifikasi endemis
filariasis harus mendapat POPM filariasis. Untuk itu
POPM filariasis harus diarahkan berdasarkan prioritas
wilayah menuju eliminasi filariasis tahun 2020.
Ketiga, penyebaran kasus dengan manifestasi
kronis filariasis dapat dicegah dan dibatasi dampak
kecacatannya dengan penatalaksanaan kasus klinis
baik melalui basis rumah sakit maupun komunitas
yaitu Community Home Based Care.
Program Nasional di Indonesia telah dilakukan
sejak
tahun
1970.
Departemen
Kesehatan
memperkirakan bahwa terdapat 150 juta orang yang
beresiko terinfeksi LF. Pengobatan massal (MDA)
putaran pertama di tingkat nasional yang mengikuti
pedoman GAELF dimulai pada tahun 2002 dan
menjangkau rata – rata 79 % (kurang lebih dalam
kisaran 59 – 96,5 %) dari 250.000 penduduk beresiko.
Pada saat ini program eliminasi LF di Indonesia
mengacu pada komitmen Global dari WHO (WHO
Global Commitment, 2000 : The Global Goal of
Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public
Health Problem by the year 2020) dan Surat Edaran
Menteri Dalam Negeri RI. No.443.43/875/SJ. Tgl: 24
April 2007. tentang “Pelaksanaan Pengobatan Massal
Filariasis Dalam Rangka Eliminasi Filariasis di
Indonesia” dengan tujuan untuk memutuskan rantai
penularan cacing dengan cara mengurangi secara
drastic jumlah microfilaria dalam tubuh manusia,
dengan demikian mengurangi potensi penularan dalam
nyamuk. Tujuan utama dari program ini yakni untuk
mengurangi tingkat Mf di Indonesia menjadi dibawah
1%. Selain mencegah penularan filariasis, POPMF
juga menurunkan kecacingan (STH / Soil Transmitted
Helminthiasis) pada masyarakat terutama anak-anak
pra sekolah dan sekolah.
Eliminasi Filariasis di Indonesia adalah bagian dari
upaya mendukung pencapaian Nawa Cita khususnya
dalam melindungi bangsa dan negara, meningkatkan
kualitas hidup, produktifitas dan daya saing bangsa.
Upaya eliminasi Penyakit kaki gajah di Kabupaten
Bogor telah mulai dilaksanakan secara parsial di tiga
kecamatan yaitu Rumpin, Parung Panjang dan Gunung
Sindur. Dengan cakupan pengobatan >90%. Namun
hal ini belum bias dimaknai sebagai upaya elimanisasi
secara menyeluruh, karena seperti telah disebutkan
diatas bahwa sebaran penderita penyakit kaki gajah
terdapat di 22 kecamatan dari 40 kecamatan di wilayah
Kabupaten Bogor. Oleh karena itu didasarkan hasil
Survey Darah Jari yang memperlihatkan angka
mikrofilaria rate >1,92% yang berarti bahwa
Kabupaten Bogor termasuk daerah yang endemis maka
wilayah Kabupaten Bogor wajib melaksanakan Total
Coverage Elimination yang meliputi 40 kecamatan
yang ada. Program Eliminasi Penyakit Kaki Gajah ini
dilakukan setiap bulan Oktober selama lima tahun
berturut-turut mulai tahun 2015.
PEMBERIAN OBAT PENCEGAHAN MASSAL
(POPM) FILARIASIS
Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM)
Filariasis dilaksanakan di daerah endemis dengan Mf
>1% dengan menggunakan obat kombinasi Diethyl
Carbamazine Citrate (DEC) 6 mg/kgbb dan
Albendazole 400 mg. Sebaiknya obat diminum
sesudah makan dan di depan petugas. Oleh karena
cacing mikrofilaria keluar pada malam hari dan kadar
obat maksimal dalah 4 jam maka obat sebaiknya
diminum menjelang malam hari.
Sasaran Pemberian Obat Pencegahan Massal
(POPM) Filariasis dilaksanakan secara serentak selama
satu bulan pada bulan Oktober , terhadap seluruh
penduduk Kabupaten Bogor yang berusia 2-70 tahun
dengan pengecualian sebagai berikut :
1. Anak berusia < 2th
2. Ibu hamil
3. Orang yang sedang sakit berat
4. Penderita kasus kronis filariasis yang sedang
dalam serangan akut
5. Anak berusi <5tahun dengan marasmus atau
kwashiorkor.
Untuk orang-orang dengan kriteria tersebut diatas,
ditunda dalam pemberian obat pencegahan filariasis.
TABEL
DOSIS OBAT POPM FILARIASIS
DEC
UMUR
100 mg
2-5 tahun
1 tablet
6-14 tahun
2 tablet
>14 tahun
Albendazole
400 mg
1 tablet
Reaksi local disebabkan oleh matinya cacing
dewasa yang dapat timbul sampai 3 minggu setelah
pengobatan. Reaksi ini tergantung pada jenis
mikrofilaria yang ada.
TABEL
REAKSI PEMBERIAN OBAT POPM FILARIASIS
JENIS
MANIFESTASI
REAKSI
sakit kepala, pusing, demam, mual,
Umum
sakit otot, nyeri sendi, lsu, gatal-gatal
nahkan keluar cacing
pada infeksi Wuchereria bancrofti :
nodul di scrotum, limfadenitis,
Lokal
limfangitis, adenolimfangitis, funikulitis,
epididimitis, orkitis, orkalgia, abses,
ulkus, limfedema
pada infeksi B. malayi dan B. timori :
limfadenitis, limfangitis,abses, ulkus,
limfedema
*)Buku Pedoman Pengobatan Filariasis
Untuk mengatasi reaksi pengobatan dapat
diberikan obat simptomatik sesuai dengan gejala yang
timbul. Hal yang paling penting dalam pengobatan
missal adalah penjelasan dan pemahaman mengenai
reaksi pengobatan kepada penduduk agar mereka tidak
merasa takut dan tidak menolak untuk minum obat.
Hal yang paling penting dalam pengobatan massal
adalah penjelasan dan pemahaman mengenai reaksi
pengobatan kepada penduduk agar tidak merasa takut
dan tidak menolak untuk minum obat pada tahap
selanjutnya.
Apabila terjadi reaksi pengobatan harus dilaporkan
dan dilakukan penanganan sesuai dengan gejala yang
muncul. Penanganan dapat dilakukan di Pos Minum
Obata tau harus dirujuk ke Rumah sakit, tergantung
dari gejala yang timbul dan berat ringannya gejala
yang ada.
GAMBAR
ALUR RUJUKAN KEJADIAN IKUTAN PASCA PENGOBATAN
MASSAL FILARIASIS
1 tablet
3 tablet
1 tablet
*)Buku Pedoman Eliminasi Filariasis
Obat DEC dan Albendazole adalah obat yang
aman dan memiliki toleransi yang baik, tetapi kadangkadang dapat terjadi reaksi pengobatan, terutama pada
infeksi Brugia malayi dan Brugia timori.
Reaksi umum terjadi akibat respon imunitas
individu terhadap matinya mikrifilaria, makin banyak
mikrofilaria yang mati makin besar reaksi pengobatan
yang dapat timbul. Reaksi umum terdiri dari sakit
kepala, pusing, demam, mual, sakit otot, nyeri sendi,
lsu, gatal-gatal nahkan keluar cacing.
Pengorganisasian Pelaksanaan POPM Filariasis
Mekanisme pengorganisasian kegiatan POPM
Filariasis dimulai dari tingkat Pusat hingga ke tingkat
pelaksanan di lapangan dalam hal ini adalah
Puskesmas.
Peran Pusat dalam hal ini Dirjen PPM&L
subdirektorat Filariasis dan Propinsi dalam hal ini
Dinas Kesehatan Propinsi jawa barat berperan dalam
pengadaan dan distribusi obat DEC dan Albendazol,
melakukan bimbingan teknis dan memonitor serta
mengevaluasi kegiatan cakupan pengobatan massal.
Kabupaten Bogor dengan jumlah penduduk
sebanyak 5,331,149 jiwa (proyeksi hasil SP2010 BPS
Kabupaten Bogor) dan jumlah sasaran pengobatan
sebanyak 5,115,344 jiwa, memerlukan suatu kerjasama
dan sinergitas yang baik antara sektor Kesehatan dan
lintas sector yang lain untuk tercapainya cakupan
pengobatan. Dukungan lintas Sektor akan menentukan
keberhasilan program ini.
Peran BAPPEDA bekerjasama dengan Dinas
Kesehatan
Kabupaten
adalah
mengalokasikan
anggaran operasional. Upaya sosialisasi dan mobilisasi
massa tidak terlepas dari peran serta SKPD lain yaitu :
BPPKB, BPMPD, Dinas Pendidikan dan Diskominfo.
Dinas Kesehatan selaku pelaksana program melakukan
bimbingan teknis ke Puskesmas, mendistribusikan
logistik, menggalang kemitraan Lintas Sektoral dan
memonitor serta mengevaluasi jalannya kegiatan ini.
Stakeholder juga termasuk tokoh adat dan tokoh
agama serta kepala desa/kelurahan yang mempunyai
hubungan langsung dengan masyarakat. Karena
biasanya masyarakat menuruti kepemimpinan mereka.
Peran Puskesmas sebagai pelaksana teknis
lapangan wajib memberikan pelatihan kepada seluruh
petugas Puskesmas dan Kader TPE di desa/kelurahan.
Puskesmas jga bertanggungjawab langsung terhadap
pencapaian cakupan pengobatan massal.
GAMBAR
KETERKITAN LINTAS SKPD DALAM BELKAGA
Rencana Kegiatan POPM Filaraisis di Kabupaten
Bogor
Persiapan kegiatan BELKAGA ini diawali dengan
Advokasi terhadap pemerintah daerah dengan
menjelaskan dasar pelaksaan, tujuan dan rangkaian
kegiatan Bulan Eliminasi Penyakit kaki Gajah.
Advokasi ditujukan agar Pemda berkomitmen untuk
melaksanakan program ini selama minimal lima tahun
berturut-turut.
Kegiatan selanjutnya adalah melakukan sosialisasi
secara bertahap, mulai dari sosialisasi tingkat
Kabupaten dengan sasaran para camat dan pimpinan
SKPD di lingkup Pemda Kabupaten Bogor.
Untuk meningkatkan pemahaman teknis kegiatan
BELKAGA ini Dinas Kesehatan juga melakukan
sosialisasi tingkat Puskesmas yang diikuti 101 kepala
Puskesmas. Pelatihan terhadap petugas puskesmas
bertujuan untuk meningkatkan ketrampilan teknis
bagaimana
melakukan
sosialisasi
hingga
menggerakkan masyarakat.
TABEL
RENCANA KEGIATAN BULAN ELIMINASI PENYAKIT KAKI
GAJAH (BELKAGA)
NO
JENIS KEGIATAN
1.
Rapat koordinasi
Kabupaten
Advokasi
Sosialisasi
- Tk Kabupaten
- Tk Puskesmas
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Peran Kecamatan dan Desa/kelurahan tidak kalah
pentingnya dalam penyebarluasan informasi ke
masyarakat mengenai POPM Filariasis dan terutama
dalam hal memobilisasi massa untuk meminum obat
pencegahan massal filariasis.
13.
14.
15.
- Tk Kecamatan
Rapat Koordinasi
Rumah Sakit
Pelatihan Petugas
Puskesmas
Pendataan kasar
Pertemuan
Evaluasi dan
Validasi data
Kader TPE
a. Pemilihan Kader
b. Pelatihan Kader
Pendataan Sasaran
oleh Kader TPE
Distribusi :
a. Bahan &
Peralatan
b. Obat
c. Pengemasan
Ulang
Monitoring pra
POPM
Penyiapan
Masyarakat
Pelaksanaan
POPM Filariasis
WAKTU/PELAKSANA
KEC/
DESA/
KAB/
PUSKES
PMO
DINKES
MAS
H-6 bln
H-5 bln
H-5 bln
H-5 bln
H-4 bln
H-5 bln
H-5
s/d -4 bln
H-5
s/d -4 bln
H-5 bln
H-4 bln
H-4 bln
H-4 s/d H-3
H-2 bl
H-3 bl
H-3 bl
H-2 bl
H-3 bl
H-2 bl
H-3 bl
H-1 mgg
H-1bl
H-1 bl
H
Oktober
2015
H
Oktober
2015
H-1 mgg
H
Oktober
2015
16.
17.
18.
19.
20.
Pemberian Obat
pada Penduduk
yang tidak hadir
(sweeping)
Monitoring Kejadian
Ikutan Pasca
Pemberian Obat
Pencegahan
Filariasis
Pemberian Obat
Kejadian ikutan
Supervisi Pasca
Pengobatan
Pelaporan :
a. Cakupan
Pengobatan
b. Kejadian
Ikutan
H+1 mgg
H+1 mgg
H+4 jam
s/d
H+3 hr
H+4 jam
s/d
H+3 hr
H+4 jam
s/d
H+3 hr
H+2 mgg
H+4 jam
s/d
H+3 hr
H+2 mgg
H+2 mgg
H+1 mgg
H+2 mgg
H+2 mgg
H+3 mgg
H+1 bl
H+1 bl
H+4 jam
s/d
H+3 hr
4
TABEL
PEMBAGIAN WILAYAH & WAKTU PELAKSANAAN POPMF
WAKTU
WILAYAH
KECAMATAN
PELAKSANAAN
1. Jasinga
2. Cigudeg
3. Sukajaya
4. Parungpanjang
5. Tenjo
1
6. Nanggung
MINGGU II
7. Leuwiliang
8. Leuwisadeng
9. Pamijahan
10. Cibungbulang
2
3
Ciampea
Tenjolaya
Ciomas
Tamansari
Dramaga
Cisarua
Megamendung
Ciawi
Cigombong
Caringin
Cijeruk
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Kemang
Rancabungur
Parung
Ciseeng
Gunung Sindur
Tajurhalang
Bojonggede
Cibinong
Sukaraja
Rumpin
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Citeurup
BabakanMadang
Gunungputri
Cileungsi
Klapanunggal
Jonggol
Sukamakmur
Cariu
Tanjungsari
GAMBAR
PEMBAGIAN WILAYAH
KABUPATEN BOGOR
Luasnya wilayah dan banyaknya sasaran POPM
Filariasis di kabupaten Bogor membuat pelaksanaan
POPM filariasis ini tidak dapat dilakukan secara
serentak dalam hari yang bersamaan. Hal ini terkait
dengan terbatasnya tenaga medis dan fasilitas
kesehatan untuk rujukan efek samping obat filariasis.
Pelaksanaan POPM Filariasis di kabupaten Bogor
dilakukan setiap bulan Oktober mulai tanggal 1 sampai
30, dan dibagi menjadi 4 wilayah. Dimana setiap
wilayah terdiri dari 9-11 Kecamatan dan diharapkan
dapat menyelesaikan pengobtan selama satu minggu
setiap wilayah.
Pembagian wilayah dan waktu pelaksanaannya
adalah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
7.
8.
9.
10.
MINGGU IV
MINGGU I
MINGGU III
PELAKSANAAN
POPMF
DI
Kegiatan POPMF akan dilakukan pada sore hari di
Pos Minum Obat (PMO) yang telah disediakan di
beberapa tempat setiap Desa. Diharapkan warga
datang ke Pos minum Obat pada jam 17.00 WIB
sampai dengam 19.00 WIB dan meminum obat
dihadapan petugas.
Di setiap Pos Minum Obat akan dibantu oleh satu
orang tenaga medis/paramedis yang akan menseleksi
apakah seseorang boleh minum obat atau harus ditunda
dulu untuk sementara dan dibantu juga oleh Kader
Tenaga Pelaksana Eliminasi (TPE).
Setiap warga yang datang ke PMO akan didata
terlebih dahulu kemudian diperiksa oleh tenaga
medis/paramedis dari Puskesmas atau jaringannya.
Setelah warga tersebut memenuhi syarat untuk
pengobatan makan akan diberikan paket obat sesuai
dengan usianya dan diminum di hadapan petugas pada
saat itu, dengan sebelumnya diberikan pengarahan oleh
Kader mengenai efek obat yang mungkin akan
dirasakannya dan dipesankan apabila mengalami efek
samping obat yang telah diterangkan agar warga dapat
menghubungi Kader atau petugas Puskesmas di Posko
Desa atau Puskesmas untuk dicatat dan mendapatkan
pengobatan sesuai dengan keluhan yang dideritanya.
GAMBAR
ALUR KEGIATAN POPMF DI PMO
bagi Dinas Kesehatan untuk mengevaluasi kegiatan
demi penguatan terhadap kegiatan tersebut dalam
waktu selanjutnya.
GAMBAR
MEKANISME PELAPORAN POPM F
Setelah 1-2 hari pertama pembagian obat, akan
dilakukan penyisiran/sweeping. Penyisiran/sweeping
merupakan proses untuk mencari orang yang tidak
minum obat pada hari pembagian obat yang telah
ditentukan. Biasanya kegiatan ini dilakukan oleh
petugas kesehatan bersama dengan tenaga pembantu
eliminasi dan akan memakan waktu 1 - 2 minggu.
Monitoring dan Evaluasis Kegiatan
Setelah kegiatan Pengobatan massal (MDA) dan
penyisiran/sweeping selesai dilakukan, perlu mencatat
dan melaporkan hasil yang dicapai ke berbagai tingkat
pemerintahan. Petugas kesehatan perlu mengumpulkan
hasil – hasil kegiatan dari desa/kelurahan di wilayah
kerjanya dan kemudian mengirimkan informasi
cakupan pengobatan kepada tingkat kabupaten.
Patut diingat bahwa tujuan pengobatan massal
(POPMF) adalah untuk memberikan obat kepada
semua orang yang memenuhi persyaratan di PMO
sekali setahun. Semakin banyak orang yang meminum
obat, semakin tinggi kemungkinan bagi anda untuk
mengeliminir penyakit Kaki Gajah/Filariasis.
Terdapat dua indikator yang digunakan: cakupan
yang dilaporkan terhadap jumlah penduduk dan
cakupan yang dilaporkan terhadap penduduk yang
memenuhi syarat untuk mendapatkan pengobatan.
Kedua indikator ini akan mengukur dampak
pengobatan massal (MDA) terhadap jumlah penduduk
secara keseluruhan dan terhadap penduduk yang
memenuhi syarat untuk minum obat. Angka cakupan
yang
dihitung
terhadap
seluruh
penduduk
mencerminkan proporsi penduduk yang beresiko yang
dijangkau oleh pengobatan massal (POPMF)
digunakan untuk pemantauan epidemiologis. Angka
cakupan yang dihitung terhadap penduduk yang
memenuhi syarat untuk minum obat akan mengukur
kinerja sistem kesehatan dalam pelaksanaan
pengobatan massal dan berfungsi sebagai indikator
Sumber ;
1. Pedoman Program Eliminasi Filariasis di
Indonesia. Jakarta 2009. Departemen Kesehatan
RI. Direktorat Jenderal PP & PL.
2. Buletin Jendela Filariasis di Indonesia, Jilid I.
Jakarta 2010. Pusat data dan Surveilans
Epidemiologi Kementerian Kesehatan RI.
3. Alat Bantu (Tool Kit) untuk Eliminasi Filariasis:
Panduan Pelaksanaan Bagi Petugas Kesehatan di
Indonesia. 2004. Lembaga Kerjasama Teknis
Jerman (GTZ).
4. Modul Pelatihan Pengobatan Masal Filariasis
Limfatik dan Penanganan Berbagai Kasus Jangka
Panjang Bagi Petugas Kesehatan. 2004. Lembaga
Kerjasama Teknis Jerman (GTZ).
5. Kepmenkes RI No. 893/MENKES/SKVIII/2007
tentang Pedoman Penanggulangan Kejadian Ikutan
Pasca Pengobatan Filariasis.
6. Transmission Assessment Survey Sebagai Salah
Satu Langkah Penentuan Eliminasi Filariasis.
2013. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas
7. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Eliminasi Kaki
Gajah bagi Puskesmas. 2015. Dinas Kesehatan
Kabupaten Bogor. Bidang P2PKL.
Download