bab i manusia dan agama

advertisement
BAB I
MANUSIA DAN AGAMA
A. Pengertian Manusia
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang dilengkapi dengan
pancaindera, ini
merupakan salah satu dari ciri kesempurnaan manusia itu sendiri, Ada empat kata dalam
Al-Qur’an yang dapat diartikan sebagai manusia, Yaitu : Basyar, an-nas, al –insan/ins,
dan adam. Ditinjau dari segi bahasa dan dari penjelasan Al-Qur’an, pengertian keempat
kata tersebut berbeda dalam pemaknaan dan penjabarannya.
a. Basyar
Basyar adalah gambaran manusia secara materi yang dapat dilihat, memakan sesuatu,
berjalan, berusaha untuk memenuhu kebutuhan hidupnya. Manusia dalam pengetian ini
disebutkan di dalam Al-Qur’an sebanyak 35 kali diberbagai surat. Diantaranya terdapat
dalam surat Sebagai berikut : , Al-Kahfi: 110, Ibrahim : 10, Al-Mukminun : 24 dan 33 ,
Yasin :15, Al-isra’ : 93
Surat Al-Anbiya’ 3













 
   
(lagi) hati mereka dalam keadaan lalai. dan mereka yang zalim itu merahasiakan
pembicaraan mereka: "Orang Ini tidak lain hanyalah seorang manusia (jua) seperti kamu,
Maka apakah kamu menerima sihir itu[951], padahal kamu menyaksikannya?"
Surat Al-Kahfi : 110
    




     
 
 




  
110. Katakanlah: Sesungguhnya Aku Ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan
kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa".
barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia
1
mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam
beribadat kepada Tuhannya".
Surat Ibrahim : 10
     
   







     
    







 
Berkata rasul-rasul mereka: "Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, Pencipta langit
dan bumi? Dia menyeru kamu untuk memberi ampunan kepadamu dari dosa-dosamu dan
menangguhkan (siksaan)mu sampai masa yang ditentukan?" mereka berkata: "Kamu
tidak lain hanyalah manusia seperti kami juga. kamu menghendaki untuk menghalanghalangi (membelokkan) kami dari apa yang selalu disembah nenek moyang kami, Karena
itu datangkanlah kepada kami, bukti yang nyata".
Surat Al-Mukmin 24 dan 33
   






    
      
 


 
24. Maka pemuka-pemuka orang yang kafir di antara kaumnya menjawab: "Orang Ini tidak
lain hanyalah manusia seperti kamu, yang bermaksud hendak menjadi seorang yang lebih
Tinggi dari kamu. dan kalau Allah menghendaki, tentu dia mengutus beberapa orang
malaikat. belum pernah kami mendengar (seruan yang seperti) Ini pada masa nenek moyang
kami yang dahulu.
    






    
    
    
33. Dan berkatalah pemuka-pemuka yang kafir di antara kaumnya dan yang mendustakan
akan menemui hari akhirat (kelak) dan yang Telah kami mewahkan mereka dalam kehidupan
di dunia: "(Orang) Ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, dia makan dari apa yang
kamu makan, dan meminum dari apa yang kamu minum.
2
Surat Yasin : 15
     
     
   
15. Mereka menjawab: "Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami dan Allah yang
Maha Pemurah tidak menurunkan sesuatupun, kamu tidak lain hanyalah pendusta belaka".
Surat Al-Isra’ : 93
      









     
     
Atau kamu mempunyai sebuah rumah dari emas, atau kamu naik ke langit. dan kami sekalikali tidak akan mempercayai kenaikanmu itu hingga kamu turunkan atas kami sebuah Kitab
yang kami baca". Katakanlah: "Maha Suci Tuhanku, bukankah Aku Ini Hanya seorang
manusia yang menjadi rasul?"
b. An-nass.
Dalam Al-Qur’an manusia dalam pengertian an-nas disebutkan sebanyak 240 kali
dengan keterangan yang jelas yang menunjukkan pada jenisdiantaranya terdapat
dalam Al-Qur’an Surat Al-Hujarat ayat : 13 yang berbunyi sebagai berikut :







  




     
  
Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah
orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal.
c. Al-Ihsan
Kata al-ins dan al-ihsan dalam pengertian bahasa merupakan lawan dari binatang liar. Dalam
Al-Qur’an, sekalipun mempunyai akar kata yang sama, kedua kata itu mempunyai penertian
yang berbeda dan mempunyai keistimewaan yang berbeda pula
3
Kata al-ins senantiasa dipertentangkan dengan kata al-jinn (jin) , yakni sejenis makhluk halus
yang tidak bersifat materi yang hidup diluar alam manusia (metafisik) , Bintu Syati seorang
pakar tafsir dan dosen di Universitas Qurawiyin di Maroko, Mengatkan bahwa jin tidak harus
dipahami sebagai bayangan yang menakutkan di kegelapan malam, walaupun lafal al-Jin
pada dasarnya berarti al-khofa (tersembunyi), yaitu makhluk yang hidup di luar alam yang
kita lihat, dibalik alam yahg dihuni manusia, tidak tunduk pada hukum alam kehidupan
manusia. Sementara itu, kata al-insan bukan berarti basyar dan bukan pula berarti al-ins.
Dalam pemakain Al-Qur’an, kata al-insan mengadung pengertian makhluk mukallaf (ciptaan
Tuhan yang dibebani Tanggungjawab) pengembang amanah Allah SWT dan Khalifah Allah
di atas bumi. Dalam pengertian al-insan ditemukan 65 tempat dalam al-Qur’an . Didalam
penjelasannya ditunjukkan ciri-ciri keistimewaan manusia.
d. Adam
Didalam Al-Quran kata Adam mempunyai pengertian manusia dengan keturunannya yang
mengandung pengertian basyar, al-insan dan annas
Hakekat manusia mengandung 3 Unsur pokok yaitu :
1. Manusia sebagai ciptaan Allah
2. Manusia bertanggung jawab atas segala tingkah lakunya yang menurut Al-Quran akan
dipertangungjawabkan di hadapan Allah di akhirat.
3. Manusia di ciptakan dengan sifat-sifat Ketuhanan
Seorang ulama alumnus universitas al-Azhar mesir Ahmad Azhar Basyir dalam bukunya
Manusia, Kebenaran Agama Toleransi, menyebutkan manusia sebagai makhluk pengemban
amanah dan penuh tanggung jawab. Al-Quran dalam banyak ayat menandasakan bahwa
manusia adalah makhluk ciptaan Allah, manusia diciptakan dalam konstruksi sebaik-baiknya
seperti disebutkan QS : At-tin : 4
    
  
4. Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
4
Manusia merupakan kesatuan unsur-unsur jasmaniah dan rohaniah (QS : As-Sajadah : 7-9),
kesatuan unsur-unsur manusia itulah yang mempersiapkan manusia sebagai makhluk
berbudaya, mampu mengembang kehidupan dengan perantaraan ilmu pengetahuan (Q.S
Al’Alaq : 4-5), untuk memungkinkan mengembangkan kehidupan sehingga manusia diberi
kemampuan mengolah alam, manusia diberi kuasa untuk menggali, mengolah dan
memanfaatkan kekyaan alam untuk kepentingan kehidupannya. Bahkan manusia diberi
kedudukansebagai pengemban amanah untuk melaksanakan kehidupan sesuai dengan
kehendak Allah (QS: Al-Ahzab ayat 72) yang nantinya akan diminta pertanggungjawaban
atas amanat yang dipikulkan kepadanya (QS : Al-Muddastsir : 38).
B. Proses Kejadian manusia
Manusia diciptakan Allah Swt. Berasal dari saripati tanah, lalu menjadi nutfah, alaqah, dan
mudgah sehingga akhirnya menjadi makhluk yang paling sempurna yang memiliki berbagai
kemampuan. Oleh karena itu, manusia wajib bersyukur atas karunia yang telah diberikan
Allah Swt.
Manusia menurut pandangan al-Quran, al-Quran tidak menjelaskan asal-usul kejadian
manusia secara rinci. Dalam hal ini al-Quran hanya menjelaskan mengenai prinsipprinsipnya saja. Ayat-ayat mengenai hal tersebut terdapat dalam surat Nuh 17, Ash-Shaffat
11, Al-Mukminuun 12-13, Ar-Rum 20, Ali Imran 59, As-Sajdah 7-9, Al-Hijr 28, dan Al-Hajj
5.
Al-Quran menerangkan bahwa manusia berasal tanah dengan mempergunakan bermacammacam istilah, seperti : Turab, Thien, Shal-shal, dan Sualalah. Hal ini dapat diartikan bahwa
jasad manusia diciptakan Allah dari bermacam-macam unsur kimiawi yang terdapat dari
tanah. Adapun tahapan-tahapan dalam proses selanjutnya, al-Quran tidak menjelaskan secara
rinci. Manusia yang sekarang ini, prosesnya dapat diamati meskipun secara bersusah payah.
Berdasarkan pengamatan yang mendalam dapat diketahui bahwa manusia dilahirkan ibu dari
rahimnya yang proses penciptaannya dimulai sejak pertemuan antara permatozoa dengan
ovum.
Ayat-ayat yang menyebutkan bahwa manusia diciptakan dari tanah, umumnya dipahami
secara lahiriah. Hal ini itu menimbulkan pendapat bahwa manusia benar-benar dari tanah,
5
dengan
asumsi
karena
Tuhan
berkuasa,
maka
segala
sesuatu
dapat
terjadi.
Akan tetapi ada sebagian umat islam yang berpendapat bahwa Adam bukan manusia
pertama. Pendapat tersebut didasarkan atas asumsi bahwa:
Ayat-ayat yang menerangkan bahwa manusia diciptakan dari tanah tidak berarti bahwa
semua unsur kimia yang ada dalam tanah ikut mengalami reaksi kimia. Hal itu seperti
pernyataan bahwa tumbuh-tumbuhan bahan makanannya dari tanah, karena tidak semua
unsur kimia yang ada dalam tanah ikut diserap oleh tumbuh-tumbuhan, tetapi sebagian saja.
Oleh karena itu bahan-bahan pembuk manusia yang disebut dalam al-Quran hanya
merupakan petunjuk manusia yang disebut dalam al-Quran , hanya merupakan petunjuk
dimana sebenarnya bahan-bahan pembentuk manusia yaitu ammonia, menthe, dan air
terdapat, yaitu pada tanah, untuk kemudian bereaksi kimiawi. Jika dinyatakan istilah
“Lumpur hitam yang diberi bentuk” (mungkin yang dimaksud adalah bahan-bahan yang
terdapat pada Lumpur hitam yang kemudian diolah dalam bentuk reaksi kimia). Sedangkan
kalau dikatakan sebagai tembikar yang dibakar , maka maksudnya adalah bahwa proses
kejadiannya melalui oksidasi pembakaran. Pada zaman dahulu tenaga yang memungkinkan
terjadinya sintesa cukup banyak dan terdapat di mana-mana seperti panas dan sinar
ultraviolet.
Ayat yang menyatakan ( zahir ayat ) bahwa jika Allah menghendaki sesuatu jadi maka
jadilah ( kun fayakun ), bukan ayat yang menjamin bahwa setiap yang dikehendaki Allah
pasti akan terwujud seketika. Dalam hal ini harus dibedakan antara kalimat kun fayakun
dengan kun fa kana. Apa yang dikehendaki Allah pasti terwujud dan terwujudnya mungkin
saja melalui suatu proses. Hal ini dimungkinkan karena segala sesuatu yang ada didunia juga
mengalami prosi yang seperti dinyatakan antara lain dalam surat al-A’la 1-2 dan Nuh 14.
Jika diperhatikan surat Ali Imran 59 dimana Allah menyatakan bahwa penciptaan Isa seperti
proses penciptaan Isa seperti proses penciptaan Adam, maka dapat menimbulkan pemikiran
bahwa apabila isa lahir dari sesuatu yang hidup, yaitu maryam, maka Adam lahir pula dari
sesuatu yang hidup sebelumnya. Hal itu karena kata “tsumma” yang berarti kemudian, dapat
juga berarti suatu proses.
6
Perbedaan pendapat tentang apakah adam manusia pertama atau tidak, diciptakan langsung
atau melalui suatu proses tampaknya tidak akan ada ujungnya karena masing-masing akan
teguh pada pendiriannya. Jika polemik ini senantiasa diperpanjang, jangan-jangan hanya
akan menghabiskan waktu dan tidak sempat lagi memikirkan tentang status dn tugas yang
telah ditetapkan Allah pada manusia al-Quran cukup lengkap dalam memberikan informasi
tentang itu.
Untuk memahami informasi tersebut secara mendalam, ahli-ahli kimi, biologi, dan lainlainnya perlu dilibatkan, agar dalam memahami ayat-ayat tersebut tidak secara harfiah. Yang
perlu diingatkan sekarang adalah bahwa manusia oleh Allah, diharapkan menjadi khalifah (
pemilih atau penerus ajaran Allah ). Status manusia sebagai khalifah , dinyatakan dalam albaqarah : 30. kata khalifah berasal dari kata khalafa yakhlifu khilafatan atau khalifatan yang
berarti meneruskan, sehingga kata khalifah dapat diartikan sebagai pemilih atau penerus
ajaran Allah. Kebanyakan umat Islam menerjemahkan dengan pemimpin atau pengganti,
yang biasanya dihubungkan dengan jabatan pimpinan umat islam sesudah Nabi Muhammad
saw wafat, baik pimpinan yang termasuk khulafaurrasyidin maupun di masa Muawiyah‘Abbasiah.
Perlu diingat bahwa istilah khalifah pernah dimunculkan Abu bakar pada waktu dipercaya
untuk memimpin umat islam. Pada waktu itu beliau mengucapkan inni khalifaur rasulillah,
yang berarti aku adalah pelanjut sunah rasulillah. Dalam pidatonya setelah diangkat oleh
umat islam, abu bakar antara lain menyatakan “selama saya menaati Allah, maka ikutilah
saya, tetapi apabila saya menyimpang , maka luruskanlah saya”. Jika demikian pengertian
khalifah, maka tidak setiap manusia mampu menerima atau melaksanakan kekhalifahannya.
Hal itu karena kenyataan menunjukkan bahwa tidak semua orang mau memilih ajaran Allah.
C. Manusia Menurut Agama Islam
Dalam penciptaannya manusia dibekali dengan beberapa unsur sebagai kelengkapan dalam
menunjang tugasnya. Unsur-unsur tersebut ialah : jasad ( al-Anbiya’ : 8, Shad : 34 ). Ruh (alHijr 29, As-Sajadah 9, Al-anbiya’ :91 dan lain-lain); Nafs (al-Baqarah 48, Ali Imran 185 dan
lain-lain ) ; Aqal ( al-Baqarah 76, al-Anfal 22, al-Mulk 10 dan lain-lain); dan Qolb ( Ali
7
Imran 159, Al-Ara’f 179, Shaffat 84 dan lain-lain ). Jasad adalah bentuk lahiriah manusia,
Ruh adalah daya hidup, Nafs adalah jiwa , Aqal adalah daya fakir, dan Qolb adalah daya
rasa. Di samping itu manusia juga disertai dengan sifat-sifat yang negatif seperti lemah ( anNisa 28 ), suka berkeluh kesah ( al-Ma’arif 19 ), suka bernuat zalim dan ingkar ( ibrahim 34),
suka membantah ( al-kahfi 54 ), suka melampaui batas ( al-‘Alaq 6 ) suka terburu nafsu ( alIsra 11 ) dan lain sebagainya. Hal itu semua merupakan produk dari nafs , sedang yang dapat
mengendalikan kecenderungan negatif adalah aqal dan qolb. Tetapi jika hanya dengan aqal
dan qolb, kecenderungan tersebut belum sepenuhnya dapat terkendali, karena subyektif.
Yang dapat mengendalikan adalah wahyu, yaitu ilmu yang obyektif dari Allah. Kemampuan
seseorang untuk dapat menetralisasi kecenderungan negatif tersebut ( karena tidak mungkin
dihilangkan sama sekali ) ditentukan oleh kemauan dan kemampuan dalam menyerap dan
membudayakan wahyu. Berdasarkan ungkapan pada surat al-Baqarah : 30
    
     








     
     
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui."
Dapat terlihat suatu gambaran bahwa Adam bukanlah manusia pertama, tetapi ia khalifah
pertama. Dalam ayat tersebut, kata yang dipakai adalah jaa’ilun dan bukan khaaliqun. Kata
khalaqa mengarah pada penciptaan sesuatu yang baru, sedang kata ja’ala mengarah pada
sesuatu yang bukan baru, dengan arti kata “ memberi bentuk baru”. Pemahaman seperti ini
konsisten dengan ungkapan malaikat yang menyatakan “ apakah engkau akan menjadikan di
bumi mereka yang merusak alam dan bertumpah darah?” ungkapan malaikat tersebut
memberi pengertian bahwa sebelum adam diciptakan, malaikat melihat ada makhluk dan
jenis makhluk yang dilihat adalah jenis yang selalu merusak alam dan bertumpah darah.
8
Adanya pengertian seperti itu dimungkinkan, karena malaikat tidak tahu apa yang akan
terjadi pada masa depan, sebab yang tahu apa yang akan terjadi dimasa depan hanya Allah.
Dengan demikian al-Quran tidak berbicara tentang proses penciptaan manusia pertama. Yang
dibicarakan secara terinci namun dalam ungkapan yang tersebar adalah proses terciptanya
manusia dari tanah, saripati makanan, air yang kotor yang keluar dari tulang sulbi, alaqah,
berkembang menjadi mudgah, ditiupkannya ruh, kemudian lahir ke dunia setelah berproses
dalam rahim ibu. Ayat berserak, tetapi dengan bantuan ilmu pengetahuan dapat dipahami
urutannya. Dengan demikian, pemahaman ayat akan lebih sempurna jika ditunjang dengan
ilmu pengetahuan.
Oleh karena al-Quran tidak bicara tentang manusia pertama. Biarkanlah para saintis berbicara
tentang asal-usul manusia dengan usaha pembuktian yang berdasarkan penemuan fosil.
Semua itu bersifat sekedar pengayaan sains untuk menambah wawasan pendekatan diri pada
Allah. Hasil pembuktian para saintis hanya bersifat relatif dan pada suatu saat dapat
disanggah kembali, jika ada penemuan baru. Misalnya, mungkinkah penemuan baru itu
dilakukan oleh ulama islam?. Persamaan dan perbedaan manusia dengan makhluk lain
Dibanding makhluk lainnya manusia mempunyai kelebihan-kelebihan. Kelebihan-kelebihan
itu membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Kelebihan manusia adalah kemampuan
untuk bergerak dalam ruang yang bagaimanapun, baik didarat, dilaut, maupun diudara.
Sedangkan binatang bergerak diruang yang terbatas. Walaupun ada binatang yang bergerak
didarat dan dilaut, namun tetap saja mempunyai keterbatasan dan tidak bisa melampaui
manusia. Mengenai kelebihan manusia atas makhluk lain dijelaskan surat al-Isra’ ayat 70.





   







  
70. Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di
daratan dan di lautan[862], kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan
mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami
ciptakan.
9
Disamping itu, manusia diberi akal dan hati, sehingga dapat memahami ilmu yang diturunkan
Allah, berupa al-Quran menurut sunah rasul. Dengan ilmu manusia mampu berbudaya. Allah
menciptakan manusia dalam keadaan sebaik-baiknya (at-Tiin : 95:4). Namun demikian,
manusia akan tetap bermartabat mulia kalau mereka sebagai khalifah ( makhluk alternatif )
tetap hidup dengan ajaran Allah ( QS. Al-An’am : 165 ).




    









   

165. Dan dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan dia meninggikan
sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang
apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan
Sesungguhnya dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Karena ilmunya itulah manusia dilebihkan ( bisa dibedakan ) dengan makhluk lainnya.
Jika manusia hidup dengn ilmu selain ilmu Allah, manusia tidak bermartabat lagi. Dalam
keadaan demikian manusia disamakan dengan binatang, “mereka itu seperti binatang (
ulaaika kal an’aam ), bahkan lebih buruk dari binatang ( bal hum adhal ). Dalam keadaan
demikian manusia bermartabat rendah ( at-Tiin : 4 ).
    
 
”Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya
D. Agama ; Arti Dan Ruang Lingkupnya
Agama yang pada hakekatnya adalah keyakinan akan adanya Tuhan yang tidak bisa
dipisahkan dari kehidupan manusia, maka sangat perlu dipahami secaraseksama oleh setiap
manusia .Dalam uraian ini akan kemukakan pengertian agama, hubungan agama dengan
manusia, manfa’at agama, klasifikasi agama,dan agama Islam.
a. Pengertian agama
10
Agama dalam pengertiannya dapat dikelompokkan pada dua bahagian yaitu agama menurut
bahasa dan agama menurut istilah. Beberapa persamaan arti kata“agama’’ dalam berbagai
bahasa :
1. Ad din (Bahasa Arab dan Semit)
2. Religion (Inggris)
3.La religion (Perancis)
4. De religie (Belanda)
5. Die religion (Jerman)
Secara bahasa, perkataan ‘’agama’’ berasal dari bahasa Sangsekerta yang erat hubungannya
dengan agama Hindu dan Budha yang berarti ‘’tidak pergi’’tetap di tempat, diwarisi turun
temurun’’. Adapun kata din mengandung arti menguasai, menundukkan, kepatuhan, balasan
atau kebiasaan.
Din juga membawa peraturan-peraturan berupa hukum-hukum yang harus dipatuhi baik
dalam bentuk perintah yang wajib dilaksanakan maupun berupa larangan yang harus
ditinggalkan. Kata din dalam Al Qur’an disebut sebanyak 94 kali dalam berbagai makna dan
kontek, antara lain berarti :
1. Pembalasan (Q.S Al Fatihah (1) ayat 4
   
“Yang menguasai di hari Pembalasan”
2. Undang-undang duniawi atau peraturan yang dibuat oleh raja (Q.S Yusuf (12) ayat
76.




    
     
     
      
      
 
76. Maka mulailah Yusuf (memeriksa) karung-karung mereka sebelum 
(memeriksa) karung saudaranya sendiri, Kemudian dia mengeluarkan piala raja itu dari
karung saudaranya. Demikianlah kami atur untuk (mencapai maksud) Yusuf. tiadalah patut
Yusuf menghukum saudaranya menurut undang-undang raja, kecuali Allah menghendaki11
Nya. kami tinggikan derajat orang yang kami kehendaki; dan di atas tiap-tiap orang yang
berpengetahuan itu ada lagi yang Maha Mengetahui.
3. Agama yang datang dari Allah SWT, bila dirangkaikan dengan kata Allah (Q.SAli
Imran (3) ayat 83.
    
    





83. Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nyalah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun
terpaksa dan Hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan.
4. Agama yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad SAW sebagai agama yang benar,
yakni Islam, bila kata din dirangkaikan dengan kata al-haq (Q.S AtTaubah (9) ayat 33







   
   
33. Dialah yang Telah mengutus RasulNya (dengan membawa) petunjuk (Al-Quran) dan
agama yang benar untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang
musyrikin tidak menyukai.
5. Agama selain Islam (Q.S Al Kafirun(109) ayat 6 dan Q.S Ash Shaf (61) ayat 9.
Menurut Abu Ahmadi agama menurut bahasa :
1. Agama berasal dari bahasa Sangsekerta yang diartikan dengan haluan,peraturan, jalan atau
kebaktian kepada Tuhan.
2. Agama itu terdiri dari dua perkataan yaitu A. berarti tidak, Gama berarti kacau balau, tidak
teratur. Jadi agama berarti tidak kacau balau yang berarti teratur.
Agama menurut istilah adalah undang-undang atau peraturan-peraturan yang mengikat
manusia dalam hubungannya dengan Tuhannya dan hubungan manusia dengan sesama
manusia dan hubungan manusia dengan alam. Maka orang yang beragama adalah orang yang
teratur, orang yang tenteram dan orang yang damai baik dengan dirinya maupun dengan
orang lain dari segala aspek kehidupannya.
Sebuah agama biasanya melingkupi tiga persoalan pokok, yaitu :
12
1. Keyakinan (credial), yaitu keyakinan akan adanya sesuatu kekuatan supranatural yang
diyakini mengatur dan mencipta alam.2. Peribadatan (ritual), yaitu tingkah laku manusia
dalam berhubungan dengan kekuatan supranatural tersebut sebagai konsekuensi atau
pengakuan dan ketundukannya.
3. Sistem nilai yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya atau alam semesta
yang dikaitkan dengan keyakinan nya tersebut.
Unsur-unsur yang ada dalam sebuah agama.
1. Adanya keyakinan pada yang gaib
2. Adanya kitab suci sebagai pedoman
3. Adanya Rasul pembawanya
4. Adanya ajaran yang bisa dipatuhi
5. Adanya upacara ibadah yang standar
Klasifikasi Agama
Ditinjau dari sumbernya agama dibagi dua, yaitu agama wahyu dan agama bukan wahyu.
Agama wahyu (revealed religion) adalah agama yang diterima oleh manusia dari Allah Sang
Pencipta melalui malaikat Jibril dan disampaikan serta disebarkan oleh Rasul-Nya kepada
umat manusia. Wahyu-wahyu dilestarikan melalui Al Kitab, suhuf (lembaran-lembaran
bertulis) atau ajaran lisan.Agama wahyu menghendaki iman kepada Tuhan Pemberi wahyu,
kepada rasul-rasul penerima wahyu dan kepada kitab-kitab kumpulan wahyu serta pesannya
disebarkan kepada seluruh umat manusia
Agama bukan wahyu (agama budaya/ cultural religion atau natural religion) bersandar
semata-mata kepada ajaran seorang manusia yang dianggap memiliki pengetahuan tentang
kehidupan dalam berbagai aspeknya secara mendalam. Contohnya agama Budha yang
berpangkal pada ajaran Sidharta Gautama dan Confusianisme yang berpangkal pada ajaran
Kong Hu Cu.
Perbedaan kedua jenis agama ini dikemukakan Al Masdoosi dalam Living
Religious of the World sebagai berikut :
13
1. Agama wahyu berpokok pada konsep keesaan Tuhan sedangkan agama bukan wahyu
tidak demikian.
2. Agama wahyu beriman kepada Nabi, sedangkan agama bukan wahyu tidak.
3. Dalam agama wahyu sumber utama tuntunan baik dan buruk adalah kitab suci yang
diwahyukan, sedangkan agama bukan wahyu kitab suci tidak penting.
4. Semua agama wahyu lahir di Timur Tengah, sedangkan agama bukan wahyu lahir di luar
itu.
5. Agama wahyu lahir di daerah-daerah yang berada di bawah pengaruh ras semetik.
6. Agama wahyu sesuai dengan ajarannya adalah agama misionari, sedangkan agama bukan
wahyu agama misionari.
7. Ajaran agama wahyu jelas dan tegas, sedangkan agama bukan wahyu kabur dan elastis.
8. Agama wahyu memberikan arah yang jelas dan lengkap baik aspek spritual maupun
material, sedangkan agama bukan wahyu lebih menitik beratkan kepada aspek spritual saja,
seperti pada Taoisme, atau pada aspek material saja seperti pada Confusianisme.
Agama wahyu disebut juga agama samawi (agama langit) dan agama bukan wahyu disebut
agama budaya (ardhi/ bumi). Sedangkan yang termasuk dalam kategori agama samawi
hanyalah Agama Islam.
Adapun ciri-ciri Agama Wahyu (langit), ialah :
1. Secara pasti dapat ditentukan lahirnya, dan bukan tumbuh dari masyarakat,melainkan
diturunkan kepada masyarakat.
2. Disampaikan oleh manusia yang dipilih Allah sebagai utusan-Nya. Utusan itu bukan
menciptakan agama, melainkan menyampaikannya.
3. Memiliki kitab suci yang bersih dari campur tangan manusia.
4. Ajarannya serba tetap, walaupun tafsirnya dapat berubah sesuai dengan kecerdasan dan
kepekaan manusia.
5. Konsep ketuhanannya adalah : monotheisme mutlak ( tauhid)
6. Kebenarannya adalah universal yaitu berlaku bagi setiap manusia , masa dan keadaan.
14
Adapun ciri-ciri agama budaya (ardhi), ialah :
1. Tumbuh secara komulatif dalam masyarakat penganutnya.
2. Tidak disampaikan oleh utusan Tuhan ( Rasul).
3. Umumnya tidak memiliki kitab suci, walaupun ada akan mengalami perubahan-perubahan
dalam perjalanan sejarahnya.
4. Ajarannya dapat berubah-ubah, sesuai dengan perubahan akal pikiranmasyarakatnya (
penganutnya).
5. Konsep ketuhanannya : dinamisme, animisme, politheisme, dan paling tinggi adalah
monotheisme nisbi.
6. Kebenaran ajarannya tidak universal , yaitu tidak berlaku bagi setiap manusia, masa, dan
keadaan.
D. Hubungan Agama dengan Manusia.
Agama merupakan kebutuhan (fitrah) manusia. Berbagai pendapat mengenai kefitrian agama
ini dapat dikaji pada beberapa pemikiran. Misalnya Einstein menyatakan bahwa sifat sosial
manusialah yang pada gilirannya merupakan salah satu faktor pendorong terwujudnya
agama. Manusia menyaksikan maut merenggut ayahnya, ibunya, kerabatnya serta para
pemimpin besar. Direnggutnya mereka satu persatu, sehingga manusia merasa kesepian
dikala dunia telah kosong. Jadi harapan akan adanya sesuatu yang dapat memberi petunjuk
dan pengarahan, harapan menjadi pencinta dan dicintai, keinginan bersandar pada orang lain
dan terlepas dari perasaan putus asa ; semua itu membentuk dalam diri sendiri dasar kejiwaan
untuk menerima keimanan kepada Tuhan. William James
Pada setiap keadaan dan perbuatan keagamaan, kita selalu dapat melihat berbagai bentuk
sifat seperti ketulusan,keikhlasan, dan kerinduan, keramahan, kecintaan dan pengorbanan.
Gejala-gejala kejiwaan yang bersifat keagamaan memiliki berbagai kepribadian dan
karekteristik yang tidak selaras dengan semua gejala umum kejiawaan manusia.
Dari beberapa pendapat itu dapat dipahami bahwa manusia terutama orang dewasa memiliki
perasaan dan keinginan untuk melepaskan diri dari wujud terbatas mereka dan mencapai inti
wujud. Manusia tidak mungkin dapat melepaskan keterbatasan dan ikatan tersebut kecuali
berhubungan dengan sumber wujud. Melepaskan diri untuk mencapai sumber wujud ini
15
adalah ketenangan dan ketentraman, seperti diungkapkan dalam firman Allah surat Ar Ra’du
(13) ayat 28.



     
   
Ar – Ra’du (28). (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram
dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi
tenteram.’’
Bahkan bentuk kebahagiaan abadi yang merupakan arah yang hendak dicapai manusia dalam
kehidupannya adalah perwujudan ketentraman dalam dirinya,seperti difirmankan Allah
dalam surat Al Fajr (89) ayat 27-30.
  
    
    
   
27. Hai jiwa yang tenang.
28. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.
29. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku,
30. Masuklah ke dalam syurga-Ku.
Agama sebagai fitrah manusia melahirkan keyakinan bahwa agama adalah satu-satunya cara
pemenuhan semua kebutuhan. Posisi ini semakin tampak dan tidak mungkin digantikan
dengan yang lain. Semula orang mempercayai dengan ilmu pengetahuan dan teknologi
kebutuhan akan agama akan mengecil bahkan hilang sama sekali, tetapi kenyataan yang
ditampilkan sekarang ini menampakkan dengan jelas bahwa semakin tinggi ilmu
pengetahuan dan teknologi yang dicapai manusia, kebutuhan akan agama semakin mendesak
berkenaan dengan kebahagiaan sebagai suatu yang abstrak yang ingin digapai manusia. Ilmu
dan teknologi serta kemajuan peradapan manusia melahirkan jiwa yang kering dan haus akan
sesuatu yang bersifat rohaniah. Kekecewaan dan kegelisahan bathin senantiasa menyertai
perkembangan kesejahteraan manusia .
Satu-satunya cara untuk memenuhi perasaan-perasaan dan keinginan-keinginan itu dalam
bentuknya yang sempurna dan memuaskan adalah perasaan dan keyakinan agama.
16
Perasaan ketuhanan pada dasarnya telah dimulai sejak manusia berada dalam peradaban
kuno, yang dikenal dengan kepercayaan animisme dan dinamisme,yaitu kepercayaan akan
roh-roh halus melalui perantaraan benda-benda yang mempunyai kekuatan magis.
Pencarian informasi tentang Tuhan melalui pikiran manusia, ternyata tidak ditemukan
jawaban yang dapat melahirkan keyakinan terhadap Tuhan yang dianggap sebagai keyakinan
yang benar, sebab pikiran-pikran itu tidak pernah terlepas dari subyektifitas pengalamanpengalaman pribadi manusia yang mempengaruhi pikiran-pikran itu, sehingga dengan
demikian Tuhan senantiasa digambarkan sesuai dengan pikiran yang ada dalam diri manusia
yang memikirkannya. Akibatnya, timbullah beragam informasi dan gambaran tentang Tuhan
yang justru menambah kegelisahan manusia, karena logika akan terus mencari jawaban
Tuhan yang sebenarnya ?.
Mencari kebenaran tentang Tuhan ternyata tidak dapat diperoleh manusia melalui pikiran
semata-mata, kecuali diperoleh dari Tuhan sendiri. Artinya informasi tentang Tuhan
dinyatakan oleh Tuhan sendiri, atau dengan kata lain, informasi tentang Tuhan diberitahukan
sendiri bukan dipikirkan oleh manusia, sehingga dengan demikian informasi itu akan dapat
diyakinkan kebenarannya. Informasi tentang Tuhan yang datang dari Tuhan sendiri adalah
suatu kebenaran mutlak, karena datang dari Tuhan sendiri. Akan tetapi cara mengetahuinmya
tidak dapat diberikan Tuhan kepada setiap orang, walaupun manusia menghendakinya
alngsung dari Allah. Hal ini dilukiskan dalam firman Allah surat al Baqarah (2) ayat 118





     
    









.   
Dan orang-orang yang tidak mengetahui berkata: "Mengapa Allah tidak (langsung) berbicara
dengan kami atau datang tanda-tanda kekuasaan-Nya kepada kami?" demikian pula orangorang yang sebelum mereka Telah mengatakan seperti Ucapan mereka itu; hati mereka
serupa. Sesungguhnya kami Telah menjelaskan tanda-tanda kekuasaan kami kepada kaum
yang yakin.
Difirmankan-Nya dalam surat Asy Syura (42) ayat 51.
17
     




 
51.
Sesungguhnya kami amat menginginkan bahwa Tuhan kami akan mengampuni
kesalahan kami, Karena kami adalah orang-orang yang pertama-tama beriman".
Manfaat Agama bagi Manusia
1. Dapat mendidik jiwa manusia menjadi tenteram, sabar, tawakkal dan sebagainya. Lebihlebih ketika dia ditimpa kesusahan dan kesulitan.
2. Dapat memberi modal kepada manusia untuk menjadi manusia yang berjiwa besar, kuat
dan tidak mudah ditundukkan oleh siapapun.
3. Dapat mendidik manusia berani menegakkan kebenaran dan takut untuk melakukan
kesalahan.
4. Dapat memberi sugesti kepada manusia agar dalam jiwa mereka tumbuh sifat-sifat utama
seperti rendah hati, sopan santun, hormat-menghormati dan sebagainya. Agama melarang
orang untuk tidak bersifat sombong, dengki, riya dan sebagainya.
BAB II
AGAMA ISLAM
A. Agama Islam dan Ruang Lingkupnya.
Islam berasal dari kata aslama, yuslimu yang berarti menyerah, tunduk dan damai.
Dari pengertian kata di atas Islam mengandung arti berserah diri, tunduk,patuh, dan taat
sepenuhnya kepada kehendak Allah. Kepatuhan dan ketundukkan kepada Allah itu
melahirkan keselamatan dan kesejahteraan diri serta kedamaian kepada sesama manusia dan
lingkungannya.
Islam dalam arti terminologis adalah agama yang ajaran-ajarannya diberikan Allah kepada
masyarakat manusia melalui para utusan-Nya (Rasul-rasul) yang berisi hukum yang
18
mengatur hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan manusia dan manusia dengan
alam semesta. Islam adalah agama Allah yang dibawa oleh para Nabi Adam sampai Nabi
Muhammad saw.
Semua rasul dan nabi mengajarkan keesaan Allah (tauhid) sebagai dasar keyakinan bagi
umatnya.
Sedangkan
aturan-aturan
pengalamannya
disesuaikan
dengan
tingkat
perkembangan budaya manusia pada zamannya. Karena itu di antara para rasul itu terdapat
perbedaan dalam syari’at.
Agama Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw adalah Islam yang terakhir
diturunkan Allah kepada manusia. Karena itu akan tidak ada lagi rasul yang diutus ke muka
bumi. Kesempurnaan ajaran Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw sesuai
dengan tingkat budaya manusia yang telah mencapai puncaknya, sehingga Islam akan sesuai
dengan budaya manusia sampai sejarah manusia berakhir pada Hari Kiamat nanti.
Agama Islam berisi ajaran yang menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia, baik sebagai
hamba Allah, individu, anggota masyarakat, maupun sebagai makhluk dunia.
Secara garis besar, ruang lingkup agama Islam menyangkut tiga hal pokok yaitu:
1. Aspek keyakinan yang disebut aqidah, yaitu aspek credial atau keimanan terhadap Allah
dan semua yang difirmankan-Nya untuk diyakini.
2. Aspek norma atau hukum yang disebut syari’ah, yaitu aturan-aturan Allah yang ,mengatur
hubungan manusia dengan Allah, sesama manusia dan dengan alam semesta.3. Aspek prilaku
yang disebut
akhlak, yaitu sikap atau prilaku yang nampak dari palaksanaan aqidah dan syari’ah.
Ketiga aspek tersebut tidaklah berdiri sendiri-sendiri, tetapi menyatu membentuk kepribadian
yang utuh pada diri seorang muslim.
Hal ini diungkapkan secara tegas dalam firman Allah surat Al Baqarah (2) ayat 208.








    
   
19
”Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah
kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.
Syariah
Akidah
Akhlak
Korelasi tiga unsur dalam agama islam yaitu aqidah, Syariah dan Akhlak
Antara aqidah, syari’ah dan akhlak masing-masing saling berkaitan. Aqidah atau iman
merupakan keyakinan yang mendorong seorang muslim untuk melaksanakan syari’ah.
Apabila syari’ah telah dilaksanakan berdasarkan aqidah akan lahir akhlak. Oleh karena itu,
iman tidak hanya ada di dalam hati, tetapi ditampilkan dalam bentuk perbuatan. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa aqidah merupakan landasan bagi tegak berdirinya
syari’ah dan akhlak adalahperilaku nyata pelaksanaan syari’ah.
Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa agama merupakan kebutuhan pokok rohani
manusia yang dibawa semenjak manusia ada dalam kandungan .
Manusia juga tidak bisa dipisahkan dari agama karena tidak semua persoalan bisa
diselesaikan dalam bentuk materi tetapi melalui keyakinan kepadaNYA Misalnya persoalan
kematian, rezeki dan lain-lain.
Agama juga akan bermanfa’at dalam membentuk kepribadian manusia (pemelukpemeluknnya).
Selanjutnya agama Islam adalah satu-satunya agama yang datang dari Allah sebagai agama
penyempurna dari agama-agama yang dibawa oleh para nabi dan rasul sebelum Nabi
Muhammad saw. Dan ruang lingkup agama Islam terdiri dari aqidah, syari’ah dan akhlak
B. Sumber Agama Ajaran Islam
20
1. AlQur’an : Isi dan Sitematikanya
Al-Qur’an adalah sumber agama (juga ajaran) Islam pertama dan utama, Al-Quran adalah
kitab suci yang memuat firman-firman (wahyu) Allah yang diturunkan kepada nabi
Muhamamd SAW melalui malaikat jibril dalam kurun waktu 22 tahun 2 bulan 22 hari
dengan lokasi penurunanya baik di Mekah maupun Madinah, dengan tujuan sebagai
pedoman atau petunjuk bagi umat manusia
dalam hidup ini mencapai kesejateraan
disunia dan akhirat kelak.
Al-Quran merupakan sumber nilai dan norma umat Islam itu terbagai dalam 30 juz
(bagian), 114 Surah lebih dari 6000 ayat, 74.499 kata atau 325.345 huruf /suku kata,
Menurut perhitungan Muhammadiyah menyebutkan ayat dalam AL-Quran 6666,sedang
masjid agung al-Azhar kebayoran (Jakarta) menghitungnya 6236 ayat sesuai jumlah ayat
di dalam al-Qur’an di mesir (Gazbala, 1976 : 54) Surat pertama / pembuka al-Fatihah,
surah ke 114 (penutup) adalah surat an-Nas (Manusia).
AL-Quran pertama kali diturunkan pada malam 17 Romadhan tahun pertama sebelum
Hijrah pada saat nabi Muhammad berusia 40-41 tahun, surat yang pertama ditrurnkan
yaitu surat al_’Alaq (96) : 1-5 dan surat yang terkhir diturunkan di Padang Arafah ketika
Nabi Muhammad berusia 63 tahun tepatnya pada tanggal 9 Dzulhijah tahun ke-10 Hijrah
yaitu pada surat al-Maidah (5) : 3.
Dalam masa penurunan Al-Quran selama kurang lebih 23 tahun itu dapat dibedakan ayatayat yang diturunkan ketika Nabi Muhammad masih di Mekkah (sebelum Hijrah) disebut
ayat Makiyah, dengan ayat yang diturunkan setelah Nabi Muhammad Hijrah (pindah) ke
Madinah disebut ayat Madaniyah. Dengan Ciri-ciri sebagai berikut :
1. Ketentuan Makki dan ciri khas temanya.
Dari segi Ketentuan sbb:
a. Setiap yang di dalamnya mengandung “sajdah” maka surat tersebut adalah bagian dari
Makki.
b. Setiap surat yang mengandung lafadz kalla, berarti Makki. Lafal ini hanya terdapat dalam
separuh terakhir dari Al quran, dan disebutkan sebanyak tiga puluh tiga kali dalam lima belas
surat.
21
c. Setiap surat yang mengandung lafal yã ayyuhan nãs dan tidak mengandung lafaly ã
ayyuhal lazina ãmanu berarti Makki, kecuali surat Al hajj yang pada akhir surat terdapat lafal
ya ayyuhal lazina ãmanurka‟u wasjudu, namun sebagian besar ulama berpendapat bahwa
ayat tersebut adalah ayat Makkiah.
d. Setiap surat yang mengandung kisah para nabi dan umat terdahulu adalah Makki, kecuali
surat Al Baqarah.
e. Setiap surat yang dibuka dengan huruf-huruf singkatan seperti Alif Lãm Mim, Alif Lãm Rã,
Hã Mim dan lainnya adalah Makki, kecuali surat Al Baqarah dan surat Ali imran dan surat
Al ra‟d masih diperselisihkan
2. Ketentuan Madani dan ciri khas temanya.
Dari segi ketentuan sbb:
a. Setiap surat yang berisi kewajiban atau ad (sanksi) adalah Madani.
b. Setiap surat yang di dalamnya disebutkan tentang orang munafiq adalah Madani kecuali
surat Al Ankabut adalah Makki.
c. Setiap surat yang didalamnya terdapat dialog dengan para ahli kitab adalah Madani.
d. Di awali dengan kata ya ayyuhalladzi na amanu.
Dalam sistemetikanya Al-Qur’an tidak seperti dalam buku (ilmiah) yaitu mengikuti metode
tertentu , akan tetapi sistematika Al-Qur’an ditentukan Allah sendiri melalui malaikat Jibril
yang disampaikan kepada Nabi Muhammad, Allah-lah yang menentukan dimana ayat
diturunkan dan dimana ayat disisipkan dengan ayat-ayat yang turun dahulu.
Sisitematika Al-Qur’an yang telah ditentukan Allah adalah salah satu keistimewaan AlQuran dalam menjelaskan kebenaran-kebenaran isi Al-Quran secara assabanunuzul dalam
proses penurunannya yang bertujuan menjawab persoalan yang tengah dihadapi Nabi dalam
dakwahnya umat Islam pada saat itu kemudian dapat dipahami oleh umat dimasa yang akan
datang.
Isi Ajaran Pokok Al-Qur’an
1. Berisi mengenai petunjuk kebenaran Akidah yang harus diyakini oleh umat manusia yang
meninitkberatkan pada ajaran keimanan ke Mahaesaan Allah, keimanan hari pembalasan
kelak.
22
2. Petunjuk mengenai Syari’ah yaitu jalan yang harus diikuti manusia dalam
berhubungankepada Allah dan dengan sesama manusia demi kebahagiaan dunia dan
akhirat
3. Petunjuk mengenai akhlaq yaitu mengenai perbuatan baik dan buruk yang harus
diperhatiakan oleh manusia dalam kehidupan, baik dalam kehidupan individu maupun
kehidupan bermasyarakat bangsa dan negara. Ketiga unsur ini (Akidah, Syari’ah dan
Akhlaq) merupakan komponen agama Islam yang pokok dan penting.
4. Berisi mengenai kisah-kisah umat manusia di masa lampau, yang mana cerita kisah itu di
akui keberannya.
Menurut Fazlur rahman dalam bukunya Qur’anic Science (1980) diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia dengan judul Al-Qur’an Sumber Ilmu Pengetahuan (1989) menyebutkan
dua puluh tujuh (27) bidang ilmu (esksata teumata) yang bibit (embrio) atau prinsipnya
tedapat dalam Al-Qur’an.
Dalam penertian ini, banyak peneliti-peneliti dalam berbagai bidang seperti biologi, fisika,
kima bahkan teknologi antariska yang mengakui kebenaran Al-quran, setelah para peneliti
melakukan penelitiannya dalam bidang ilmiah dengan berangkat dari kerangka atau petunjuk
dari Al-Quran kemudian menemukan hasil yang diterlitinya sesuai dengan maksud dari AlQur’an, dan tidak anyak peneliti yang awalnya beragama non muslim setelah mengetahui
hasil penelitiannya banyak kaitannya dengan Al-Qur’an kemudian menjadi muallaf masuk
agama Islam.
Kemudian dapat ditegaskan bahwa kebenaran isi Al-Quran adalah kebenaran hakiki dari sang
Kholik yaitu Allah SWT yang diperuntukkan bagi manusia sebagai petunjuk (hudallinnas)
untuk kesejahteraan dunia akhirat.
2. Al – Hadis
Arti dan Fungsinya
Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan dan persetujuan dari Nabi
Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama Islam. Hadits
dijadikan sumber hukum dalam agama Islam selain Al-Qur'an, Ijma dan Qiyas, dimana
dalam hal ini, kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an.
Perkataan hadist menurut pengertian kebahasaan ialah berita atau sesuatu yang baru, dalam
23
ilmu hadist istilah tersebut berarti segala perkataan, perbuatan dan sikap diam nabi tanda
setuju (taqrir). Para ahli hadis, umumnya menyamakan istilah hadist dengan istilah sunnah.
Namun, sunnah lebih luas lebih luas dan umum dibandingkan dengan hadist, sebab sunnah
meliputi perkataan, perbuatan dan sikap diam rasullulah tanda setuju, sedang hadist hanya
mengenai perkataan beliau saja.
Sebagai sumber agama dan ajaran Islam, hadist mempunyai peranan penting setelah alQur’an, Al-Qur’an sebagai pedoman hidup umat Islam diturunkan pada umumnya dalam
kata-kata yang perlu dirinci dan dijelaskan lebih lanjut, agar dapat dipahami dan diamalkan.
Sebagai Utusan Allah Nabi Muhammad mempunyai wewenang menjelaskan dan merinci
wahyu Allah yang bersifat umum. Dalam surat An-Nahl(16) ayat 44 kalimat kedua



  




  

44. Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan kami turunkan kepadamu Al
Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang Telah diturunkan kepada
mereka[829] dan supaya mereka memikirkan,
[829] Yakni: perintah-perintah, larangan-larangan, aturan dan lain-lain yang terdapat dalam Al Quran.
Tugas menjelaskan wahyu Allah telah dilaksanakan oleh Rasullulah. Penjelasan-penjelasan
itulah yang kita kenal dengan nama hadist atau sunnah Rasullulah.
Ada tiga peranan al-Hadist disamping Al-Qur’an sebagai sumber agama dan ajaran Islam,
pertama, menegaskan lebih lanjut ketentuan yang terdapat dalam Al-Qur’an, misalkan,
mengenai sholat . Didalam Al-Qur’an ada ketentuan mengenai sholat namun tidak dijelaskan
secara terinci tentang tata cara bagaimana pelaksanaan sholat, kedua sebagai penjelas, yaitu
Al-Qur’an yang memberikan ketentuan seperti sholat, puasa, zakat, yang belumdijelaskan
secara terperinci untuk itu Rasullullah memberikan keterangan dan penjelasan bagaimana
melaksanakan sholat, begitu juga mengenai puasa, haji, zakat. Ketiga Menambah atau
mengembangkan sesuatu yang masih samar-samar ketentuannya di dalam Al-qur’an,
contohnya mengenai larangan nabi mempermadu (mengawini sekaligus atau mengawini pada
waktu bersamaan) seorang perempuan dengan bibinya. Larangan ini tidak terdapat dalam
larangan-larangan perkawinan di surat an-Nisa’ (4) : 23
24





  





  











    






   
   
      
  
23. Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan[281];
saudara-saudaramu yang perempuan, Saudara-saudara bapakmu yang perempuan;
Saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu
yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu
yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anakanak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang Telah kamu campuri, tetapi jika
kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa
kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu);
dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang
Telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
[281] maksud ibu di sini ialah ibu, nenek dan seterusnya ke atas. dan yang dimaksud dengan anak perempuan
ialah anak perempuan, cucu perempuan dan seterusnya ke bawah, demikian juga yang lain-lainnya. sedang
yang dimaksud dengan anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu, menurut Jumhur ulama termasuk juga
anak tiri yang tidak dalam pemeliharaannya.
Ada bermacam-macam hadits, seperti yang diuraikan di bawah ini.

Hadits yang dilihat dari banyak sedikitnya perawi
o Hadits Mutawatir
25
o
Hadits Ahad
 Hadits Shahih
 Hadits Hasan
 Hadits Dha'if

Menurut Macam Periwayatannya
o Hadits yang bersambung sanadnya (hadits Marfu' atau Maushul)
o Hadits yang terputus sanadnya
 Hadits Mu'allaq
 Hadits Mursal
 Hadits Mudallas
 Hadits Munqathi
 Hadits Mu'dhol

Hadits-hadits dha'if disebabkan oleh cacat perawi
o Hadits Maudhu'
o Hadits Matruk
o Hadits Mungkar
o Hadits Mu'allal
o Hadits Mudhthorib
o Hadits Maqlub
o Hadits Munqalib
o Hadits Mudraj
o Hadits Syadz
I. Hadits yang dilihat dari banyak sedikitnya Perawi
I.A. Hadits Mutawatir
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari beberapa sanad yang tidak
mungkin sepakat untuk berdusta. Berita itu mengenai hal-hal yang dapat dicapai oleh panca
indera. Dan berita itu diterima dari sejumlah orang yang semacam itu juga. Berdasarkan itu,
maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar suatu hadits bisa dikatakan sebagai
hadits Mutawatir:
1. Isi hadits itu harus hal-hal yang dapat dicapai oleh panca indera.
2. Orang yang menceritakannya harus sejumlah orang yang menurut ada kebiasaan,
tidak mungkin berdusta. Sifatnya Qath'iy.
3. Pemberita-pemberita itu terdapat pada semua generasi yang sama.
I.B. Hadits Ahad
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang atau lebih tetapi tidak mencapai tingkat
mutawatir. Sifatnya atau tingkatannya adalah "zhonniy". Sebelumnya para ulama membagi
26
hadits Ahad menjadi dua macam, yakni hadits Shahih dan hadits Dha'if. Namun Imam At
Turmudzy kemudian membagi hadits Ahad ini menjadi tiga macam, yaitu:
I.B.1. Hadits Shahih
Menurut Ibnu Sholah, hadits shahih ialah hadits yang bersambung sanadnya. Ia diriwayatkan
oleh orang yang adil lagi dhobit (kuat ingatannya) hingga akhirnya tidak syadz (tidak
bertentangan dengan hadits lain yang lebih shahih) dan tidak mu'allal (tidak cacat). Jadi
hadits Shahih itu memenuhi beberapa syarat sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Kandungan isinya tidak bertentangan dengan Al-Qur'an.
Harus bersambung sanadnya
Diriwayatkan oleh orang / perawi yang adil.
Diriwayatkan oleh orang yang dhobit (kuat ingatannya)
Tidak syadz (tidak bertentangan dengan hadits lain yang lebih shahih)
Tidak cacat walaupun tersembunyi.
I.B.2. Hadits Hasan
Ialah hadits yang banyak sumbernya atau jalannya dan dikalangan perawinya tidak ada yang
disangka dusta dan tidak syadz.
I.B.3. Hadits Dha'if
Ialah hadits yang tidak bersambung sanadnya dan diriwayatkan oleh orang yang tidak adil
dan tidak dhobit, syadz dan cacat.
II. Menurut Macam Periwayatannya
II.A. Hadits yang bersambung sanadnya
Hadits ini adalah hadits yang bersambung sanadnya hingga Nabi Muhammad SAW. Hadits
ini disebut hadits Marfu' atau Maushul.
27
II.B. Hadits yang terputus sanadnya
II.B.1. Hadits Mu'allaq
Hadits ini disebut juga hadits yang tergantung, yaitu hadits yang permulaan sanadnya
dibuang oleh seorang atau lebih hingga akhir sanadnya, yang berarti termasuk hadits dha'if.
II.B.2. Hadits Mursal
Disebut juga hadits yang dikirim yaitu hadits yang diriwayatkan oleh para tabi'in dari Nabi
Muhammad SAW tanpa menyebutkan sahabat tempat menerima hadits itu.
II.B.3. Hadits Mudallas
Disebut juga hadits yang disembunyikan cacatnya. Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh
sanad yang memberikan kesan seolah-olah tidak ada cacatnya, padahal sebenarnya ada, baik
dalam sanad ataupun pada gurunya. Jadi hadits Mudallas ini ialah hadits yang ditutup-tutupi
kelemahan sanadnya.
II.B.4. Hadits Munqathi
Disebut juga hadits yang terputus yaitu hadits yang gugur atau hilang seorang atau dua orang
perawi selain sahabat dan tabi'in.
II.B.5. Hadits Mu'dhol
Disebut juga hadits yang terputus sanadnya yaitu hadits yang diriwayatkan oleh para tabi'it
dan tabi'in dari Nabi Muhammad SAW atau dari Sahabat tanpa menyebutkan tabi'in yang
menjadi sanadnya. Kesemuanya itu dinilai dari ciri hadits Shahih tersebut di atas adalah
termasuk hadits-hadits dha'if.
III. Hadits-hadits dha'if disebabkan oleh cacat perawi
III.A. Hadits Maudhu'
28
Yang berarti yang dilarang, yaitu hadits dalam sanadnya terdapat perawi yang berdusta atau
dituduh dusta. Jadi hadits itu adalah hasil karangannya sendiri bahkan tidak pantas disebut
hadits.
III.B. Hadits Matruk
Yang berarti hadits yang ditinggalkan, yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang
perawi saja sedangkan perawi itu dituduh berdusta.
III.C. Hadits Mungkar
Yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi yang lemah yang bertentangan
dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang terpercaya / jujur.
III.D. Hadits Mu'allal
Artinya hadits yang dinilai sakit atau cacat yaitu hadits yang didalamnya terdapat cacat yang
tersembunyi. Menurut Ibnu Hajar Al Atsqalani bahwa hadis Mu'allal ialah hadits yang
nampaknya baik tetapi setelah diselidiki ternyata ada cacatnya. Hadits ini biasa disebut juga
dengan hadits Ma'lul (yang dicacati) atau disebut juga hadits Mu'tal (hadits sakit atau cacat).
III.E. Hadits Mudhthorib
Artinya hadits yang kacau yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi dari beberapa
sanad dengan matan (isi) kacau atau tidak sama dan kontradiksi dengan yang
dikompromikan.
III.F. Hadits Maqlub
Artinya hadits yang terbalik yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang dalamnya
tertukar dengan mendahulukan yang belakang atau sebaliknya baik berupa sanad (silsilah)
maupun matan (isi)
III.G. Hadits Munqali
Yaitu hadits yang terbalik sebagian lafalnya hingga pengertiannya berubah.
29
III.H. Hadits Mudraj
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang didalamnya terdapat tambahan
yang bukan hadits, baik keterangan tambahan dari perawi sendiri atau lainnya.
III.I. Hadits Syadz
Hadits yang jarang yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang tsiqah (terpercaya) yang
bertentangan dengan hadits lain yang diriwayatkan dari perawi-perawi (periwayat /
pembawa) yang terpercaya pula. Demikian menurut sebagian ulama Hijaz sehingga hadits
syadz jarang dihapal ulama hadits. Sedang yang banyak dihapal ulama hadits disebut juga
hadits Mahfudz.
IV. Beberapa pengertian (istilah) dalam ilmu hadits
IV.A. Muttafaq 'Alaih
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari sumber sahabat
yang sama, atau dikenal juga dengan Hadits Bukhari - Muslim.
IV.B. As Sab'ah
As Sab'ah berarti tujuh perawi, yaitu:
1. Imam Ahmad
2. Imam Bukhari
3. Imam Muslim
4. Imam Abu Daud
5. Imam Tirmidzi
6. Imam Nasa'i
7. Imam Ibnu Majah
IV.C. As Sittah
Yaitu enam perawi yang tersebut pada As Sab'ah, kecuali Imam Ahmad bin Hanbal.
30
IV.D. Al Khamsah
Yaitu lima perawi yang tersebut pada As Sab'ah, kecuali Imam Bukhari dan Imam Muslim.
IV.E. Al Arba'ah
Yaitu empat perawi yang tersebut pada As Sab'ah, kecuali Imam Ahmad, Imam Bukhari dan
Imam Muslim.
IV.F. Ats tsalatsah
Yaitu tiga perawi yang tersebut pada As Sab'ah, kecuali Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam
Muslim dan Ibnu Majah.
IV.G. Perawi
Yaitu orang yang meriwayatkan hadits.
IV.H. Sanad
Sanad berarti sandaran yaitu jalan matan dari Nabi Muhammad SAW sampai kepada orang
yang mengeluarkan (mukhrij) hadits itu atau mudawwin (orang yang menghimpun atau
membukukan) hadits. Sanad biasa disebut juga dengan Isnad berarti penyandaran. Pada
dasarnya orang atau ulama yang menjadi sanad hadits itu adalah perawi juga.
IV.I. Matan
Matan ialah isi hadits baik berupa sabda Nabi Muhammad SAW, maupun berupa perbuatan
Nabi Muhammad SAW yang diceritakan oleh sahabat atau berupa taqrirnya.
V. Beberapa kitab hadits yang masyhur / populer
1. Shahih Bukhari
2. Shahih Muslim
31
3. Riyadhus Shalihin
HADITS QUDSI
Definisi
Qusi menurut bahasa dinisbatkan pada “Qudus” yang artinya suci.Yaitu sebuah penisbatan
yang menunjukkan adanya pengagungan dan pemuliaan, atau penyandaran kepada Dzat
Allah Yang Maha Suci.
Sedangkan Hadits Qudsi menurut istilah adalah apa yang disandarkan oleh Nabi shallallaahu
‘alaihi wasallam dari perkataan-perkataan beliau kepada Allah ta’ala.
Bentuk-Bentuk Periwayatan
Ada dua bentuk periwayatan hadits qudsi :
Pertama, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Seperti yang diriwayatkannya
dari Allah ‘azza wa jalla”.
Contohnya : Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya dari Abu Dzar radliyallaahu
‘anhu dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam seperti yang diriwayatkan dari Allah,
bahwasannya Allah berfirman : “Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan
perbuatan dhalim pada diri-Ku dan Aku haramkan pula untuk kalian. Maka janganlah kamu
saling menganiaya di antara kalian”.
Kedua, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,“Allah berfirman….”.
Contohnya : Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu bahwa
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,“Allah ta’ala berfirman : Aku selalu
dalam persangkaan hamba-Ku terhadap-Ku, dan Aku bersama-Nya bila dia mengingat-Ku.
Maka jika dia mengingat-Ku niscaya Aku mengingatnya”
Perbedaan Antara Hadits Qudsi dengan Al-Qur’an
32

Al-Qur’an itu lafadh dan maknanya dari Allah, sedangkan hadits qudsi maknanya dari
Allah dan lafadhnya dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam.

Membaca Al-Qur’an termasuk ibadah dan mendapatkan pahala, sedangkan membaca
hadits qudsi bukanlah termasuk ibadah dan tidak mendapat pahala.

Disyaratkan mutawatir dalam periwayatan Al-Qur’an, sedangkan dalam hadits qudsi
tidak disyaratkan mutawatir.
Perbedaan Antara Hadits Qudsi dengan Hadits Nabawi
Hadits Nabawi disandarkan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan diceritakan
oleh beliau, sedangkan hadits qudsi disandarkan kepada Allah kemudian Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam menceritakan dan meriwayatkannya dari Allah. Oleh karena itu
diikat dengan sebutan Hadits Qudsi. Ada yang berpendapat bahwa dinamakan Hadits Qudsi
karena penisbatannya kepada Allah Yang Maha Suci. Sementara Hadits Nabawi disebut
demikian karena dinisbatkan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam.
Hadits Qudsi jumlahnya sedikit. Buku yang terkenal mengenai hal ini adalah (Al-Ittihafaat
As-Sunniyyah bil-Hadiits Al-Qudsiyyah karya Abdur-Ra'uf Al-Munawi (103 H) yang berisi
272 hadits.)
C. RAKYU ATAU AKAL PIKIRAN YANG DILAKSANAKAN DENGAN IJTIHAD
Menurut ajaran Islam manusia dianugerahi Allah dengan berbagai kelengkapannya yang
sangat berharga antara lain yaitu akal pikiran, kehendak, dan kemampuan untuk berbicara.
Dengan akalnya manusia dapat membedakan antara yang benar dengan yang salah,yang baik
dengan yang buruk, antara khayalan dan keyataan. Dengan mempergunakan akalnya manusia
akan selalu sadar.
Dengan kehendak kebebasan yang diberikan oleh Allah, manusia bebas menentukan
pilihannya, semua pilihannya kelak akan dipertangungjawabkan kehadapan Allah SWT,
dalam berbicara, manusia kemampuan untuk berbicara yang merupakan manifestasi
”keunggulan ” manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya,dengan bicara manusia dapat
33
berkomunikasi dengan baik denan manusia lain sesuai apa yang dia kehendaki, kebebasan
dalam berbicara oleh manusia dapat dinilai kualitas atau tidak ditentukan seberapa jauh akal
atau pikirannya digunakan.
Perkataan al-’aqal dalam bahasa arab berarti pikiran atau intelek, dalam bahasa Indonesia
pengertian itu dijadikan katamajemuk akal pikiran. Perkataan akal dalam bahasa asalnya
dipergunakan juga untuk menerangkan sesuatu yang mengikat manusia dengan Tuhan. Akar
kata ’aqal mengandung makna ikatan.
Sebagai sumber ajaran yang ketiga, kedudukan akal pikiran manusia yang memnuhi syarat
penting sekali dalam sistem ajaran Islam, dalam istilah kepustakaan sumber ajaran Islam
yang ketiga disebut dengan istilah ar-ra’yu atau seing juga disebut Ijtihad.
Makna ijtihad adalah usaha yang sunguh-sunguh yang dilakukan oleh seseorang atau
beberapa orang yang dialakukan oleh seseorang atau beberapa orang yang mempunyai ilmu
pengetahuan dan pengalaman tertentu yang memenuhi syarat untuk mencari, menemukan,
menetapkan nilai dan norma yang tidak jelas atau tidak terdapat patokannya di dalam alquran dan al –hadist. Ini merupakan suatu proses, karena itu ijtihad dapat dilakukan bersamasama oleh beberapa orang ( yang hasilnya menjadi ijma’ atau konsensus dan dapat pula
dilakukan oleh orang tertentu yang hasilnya menjadi qiyas atau analogi). Perkataan ijma’ dan
qiyas dapat dilihat dari berbagai sudut pandang dalam proses pembentukan norma
kkeislaman yang merupkan metode dalam melakukan penetapan hukum.
BAB III
KERANGKA DASAR AGAMA DAN AJARAN ISLAM
Dengan mengikuti sistematika iman, Islam, dan Ihsan dapat dikemukakan bahwa kerangka
dasar islam terdiri dari :
34
1) Akidah, 2) Syari’ah, dan 3) Akhlaq
A. PENGERTIAN AKIDAH
Akidah yaitu beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan
ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan keraguraguan.
Abu Bakar Jabir al-Jazary mengtakan akidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima
secara umum oleh manusia berdasarakan akal, wahyu dan fitrah.
Berdasarakan kedua pengertian tersebut, dapatlah ditarik beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
1. Setiap Manusia memiliki fitrah tentang adanya Tuhan yang didukung oleh hidayah
Allah berupa indera, akal, agama (wahyu),dan taufiqiyyah (sintesis antara kehendak
Allah dengan kehendak manusia). Oleh karena itu, manusia yang ingin mengenal
Tuhan secara baik harus mampu menfungsikan hidayah-hidayan tersebut.
2. Keyakinan sebagai sumber utama akidah itu tidak boleh bercampur dengan keraguan.
3. Akidah yang kuat akan melahirkan ketentraman jiwa.
Akidah bisa dijumbuhkan dengan istilah iman, yaitu ”sesuatu yang diyakini di dalam hati,
diucapkan dengan lisan dan diamalkan denan anggota badan.
B. Ruang Lingkup Akidah
Hasan al _Banna menunjukkan empat bidang yang bekaitan dengan lingkup pembahasan
mengenai akidah.
1. Illahiyah, pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Illah (Tuhan,
Allah) seperti wujud Allah, asma Allah, sifat-sifat yang wajib ada apada Allah, dll
2. Nubuwwah, Pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan rasul-rasul
Allah, termasuk kitab suci mukjizat, dll
35
3. Sami’iyyah, pembahasan segala sesuatu tentang sgala sesuatu yang hanya bisa
diketahui melalui sami’ (dalil naqli : Al-Qur’an dan As-Shunnah), seperti surganeraka,alam barzah, akhirat, kiamat, dan lain-lain.
Lingkup Pembahasan mengenai akidah arkanul iman (rukun iman) yaitu :
1. Iman Kepada Allah,
2. Iman kepada para malaikat
3. Iman kepada Kitab Allah
4. Iman kepada Nabi dan Rasul
5. Iman Kepada hari Akhir
6. Iman kepada qadha dan Qadhar.
C. SYARI’AH
Dari segi bahasa, Syari’ah (etimologi) dapat diartikan jalan (ke sumber atau mata air) yang
harus ditempuh / lalui.
Adapun Menurut Terminologi (istilah), syari’ah berarti ketentuan hukum Allah yang
mengatur hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia, manusia
dengan lingkungan / alam semesta, hubungan manusia dengan flora dan fauna.
Syari’ah dapat dibagi menjadi bebrapa bidang, yaitu :
Ibadah ; aturan tentang hubungan manusia dengan Allah dibagi menjadi dua macam, yaitu :
a. Ibadah mahdhah,yaitu aturan-aturan tentang tata cara hubungan manusia dengan
Allah ; seperti yang tercantum atau
terumuskan dalam rukun Islam yang
kelima.
b. Ibadah ghairu mahdhah, yaitu segala perkataan dan perbuatan yang baik
menurut agama, yang dilakukan dilakukan untuk mencari keridhaan Allah;
seperti melakukan ta’ziyah, menjenguk orang sakit, dll
Muammalah, yaitu atauran tentang hubungan manusia dengan manusia dalam rangka
memenuhi kepentingan atau kebutuhan hidupnya, baik yang primer maupun yang sekunder,
contohnya,berdagang, perkawinan; termasuk masalah hukum pidana dan hukum tata negara.
36
C. AKHLAK
Dari segi bahasa, aklaq berarti perbuatan spontan. Adapun menurut istilah , ahklak berarti
aturan tentang perilaku lahir dan batin yang dapat membedakan antara perilaku yang terpuji
dan tercela, antara yang salah dan benar, antara yang patut dan yang tidak patut,dan antara
baik dan tidak baik.
Sifat ajaran akhlak Islam adalah universal, eternal, dan absolut, akhlak merupakan tujuan
pokok yang didakwahkan dalam Islam.
Akhlak menurut Islam adalah akhlak yang dilandasi dengan iman yang benar. Dalam Islam,
keiga ajaran pokok yaitu iman, islam dan ihsan (akhlak),merupakan satu kesatuan yang tidak
dapat dipisah-pisahkan, yang tujuan intinya adalah menjadikan manusia muslim sebagai
sumber kebajikan dalam masyarakat.
Secara garis besar , akhlak Islam mencakup;

Akhlak manusia kepada Allah

Akhlak manusia kepada diri sendiri

Akhlak manusia kepada sesama, dan

Akhlak manusia terhadap alam, flora, fauna dan benda-benda
D. KARAKTERISTIK AJARAN ISLAM
Agama islam mempunyai karakteristik yang mungkin tidak dipunyai oleh agama lain dan
sekaligus merupakan kekuatnnya.
Karakteristik Ajaran Islam ialah :
a. Mengesakan Allah, mentauhidkan Allah, dan menyerahkan diri kepada-Nya.
Allahalah yang mengatur hidup dan kehidupan umat manusia dan seluruh Alam.
Dialah yang berhak ditaati, paling dicintai pertolongan-Nya. Inilah akidah yang
shahih yaitu akidah mengubah kepada penghambaan materi dan hawa nafsu
menjadi penghambaan kepada Allah yang maha Esa da Kuasa
37
b. Tidak memberatkan, semua perintah yang harus dilakukan oleh umatnya tentu
dapat dilaksanakan karena sudah diukur dengan kemampuannya. Semua ajaran
Islam akan
c. Menyedikitkan beban. Artinya, perintah-perintah Agama dapat dilakukanmenurut
kemampuan masing-masing. Misalkan, perintah
mengenai sholat wajib, jika
seseorng dalam keadaan sakit tidak bisaberdiri maka dengan duduk, jika tidak
bisa dengan duduk maka dengan berbaring, dan jika tidak bisa berbaring maka
dengan isyarat. Maka dengan keringanan itu diharapkan memperhatikan betapa
mudahnya dalam beragama Islam.
d. Lebih mengutamakan kepentingan dan kemslahatan umat dari pada kepentingan
pribadi, sesuatu yang sifatnya untuk kepentingan umum atau ummat tidak ada
larangan dalam Al-Qur’an maupun hadist Nabi, maka diperbolehkan
e. Sangat mementingkan tegaknya keadailan, dimana didalam Islam mempunyai
kedudukan yang sama dalam hak dan kewajiban, dalam sholat misalnya ketika
imam sujud maka makmumpun juga sujud dan semua menghadap kiblat, tidak
ada yang istimewa ketika sudah masuk dimasjid, segala macam alas kaki dilepas
dan tidak ada pembedaan tempat antara kaya miskin, pejabat dan rakyat biasa.
f. Keseimbangan, artinya ajarannya menyeimbangkan antara pemenuhan kebutuhan
jasmani maupun rohani, kebuutuhan duniawi maupun akhirat, antara dunia dan
akhirat harus mempunyai korelasi yang erat dan tidak dapat dipisahkan. Akhirat
adalah tujuan akhir manusia setelah menjalani kehidupandi dunia. Di dunia
merupakan tempat mencari bekal untuk menuju kehidupan yang kekal di akhirat,
keseimbangan inilah bahwa manusia dikatakan bahagia jika didunianya dia
mendapatkan kebaikan atau kesejahteraan dan di akhiratnya dia mendapatkan
kebahagiaan.
g. Selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan (humunity), nilai toleransi, nilai
kesamaan (egaliter)
38
h. Selalu mengajarkan optimisme ke masa depan, dan ajaran yang melarang putus
asa, karena Islam menekankan pada kerjasa keras dan usaha (ikhtiar) dalam
mencari rejeki Allah SWT di dunia.
BAB IV
PENDIDIKAN KARAKTER DALAM MEMBENTUK PRIBADI TAKWA
A.
Pengertian pendidikan Karakter
Menurut UU No 20/2003 tentang sisdiknas Pendidikan Karakter adalah proses pemberian
tuntunan peserta/anak didik agar menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati,
pikir, raga, serta rasa dan karsa. Peserta didik diharapkan memiliki karakter yang baik meliputi
39
kejujuran, tanggung jawab, cerdas, bersih dan sehat, peduli, dan kreatif. Karakter tersebut diharapkan
menjadi
kepribadian utuh yang mencerminkan keselarasan dan keharmonisan dari olah HATI,
PIKIR, RAGA, serta RASA dan KARSA.
Gambar.2.1. : Gambar Desain Induk Pendidikan karakter
KETERANGAN :
A. JUJUR
Menyatakan apa adanya; terbuka; konsisten antara apa yang dikatakan dan dilakukan; berani
karena benar; dapat dipercaya; dan tidak curang.
B. TANGGUNG JAWAB
40
Melakukan tugas sepenuh hati; bekerja dengan etos kerja yang tinggi; berusaha keras untuk
mencapai prestasi terbaik; mampu mengontrol diri dan mengatasi stres; berdisiplin diri;
akuntabel terhadap pilihan dan keputusan yang diambil.
C. CERDAS
Berfikir secara cermat dan tepat, bertindak dengan penuh perhitungan; rasa ingin tahu yang
tinggi; berkomunikasi efektif dan empatik; bergaul secara santun; menjunjung kebenaran dan
kebajikan; mencintai Tuhan dan lingkungan.
D. SEHAT DAN BERSIH
Menghargai ketertiban; keteraturan; kedisiplinan; terampil; menjaga diri dan lingkungan;
menerapkan pola hidup seimbang.
E. PEDULI
Meperlakukan orang lain dengan sopan; bertindak santun; toleran terhadap perbedaan; tidak
suka menyakiti orang lain; mau mendengar orang lain; mau berbagi; tidak merendahkan
orang lain; tidak mengambil keuntungan dari orang lain; mampu bekerjasama; mau terlibat
dalam kegiatan masyarakat; menyayangi manusia dan makhluklain; setia; cinta damai dalam
menghadapi persoalan.
F. KREATIF
Mampu menyelesaikan masalah secara inovatif, luwes, kritis; berani mengambil keputusan
dengan cepat dan tepat; menampilkan sesuatu secara luar biasa (unik); memiliki ide baru;
ingin terus berubah; dapat membaca situasi dan memanfaatkan peluang baru.
Pendidikan Karakter keislaman.
Pendidikan Islam dengan system pendidikan Nasional mempunyai korelasi dan integrasi
yang saling mengikat, dimana system pendidikan Nasional yang ada, dalam aturan dan
kebijakannya selalu berorientasinya pada basis agama Islam, seperti yang telah dijelaskan di
muka yaitu mengenai nilai kejujuran, tanggungjawab, cerdas, sehat dan bersih, peduli dan
kreatif, Desain induk pendidikan karakter tersebut sama dengan nilai-nilai ajaran yang ada
dalam agama islam.
Islam selalu mengajarkan pendidikan moral dan etika kepada umatnya, seperti yang telah
dijelaskan di atas bahwa sikap dan sifat seseorang (karakter) selalu dipengaruhi nilai-nilai
yang dianut dalam diri seseorang. Semakin seseorang memahami dan mengerti mengenai
ajaran agama Islam maka seseorang tersebut sadar makna Akhlak, dalam kontek ini, Islam
41
mengajarkan nilai kejujuran yang selalu dan harus diaplikasikan dalam kehidupan yang
nyata, karena kejujuran merupakan perbuatan yang disukai Allah dalam bahasa agama yaitu
Akhlakkul Karimah (perbuatan yang baik) sifat inilah yang selalu melekat pada pribadi
Rasullullah SAW. Dan hendaknya setiap orang Islam selalu mengedepankan kejujuran dalam
situasi dan keadaan apapun. Karena jujur merupakan modal utama membangun pribadi yang
cerdas secara iman
Olah Pikir
Cerdas /
Fathonah
SEHAT
ISLAM
&
AL-Quran
Bersih
Al - Hadist
Olah Hati
Jujur /
Tanggung
jawab
Olah Rasa /
Karsa
Peduli, Kreatif
Basis Induk Pendidikan karakter Keislaman
Secara subtansi bahwa pendidikan karakter keislaman yang mengajarkan nilai-nilai luhur dan
etika dalam wilayah sosial dan kemanusiaan dalam melakukan tindakannya selalu mengacu
/berlandaskan sumber hukum Islam yaitu Al-Qur’an dan hadist Nabi, Pendidikan Agama
Islam diperguruan Tinggi hendaknya tidak hanya mengajarkan mengenai konsep dan materi
yang sifatya teoritis namun juga melakukan pembentukan karakter keislaman dalam
pengaplikasiannya terhadap peserta didik (out Put-nya)
B. HUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALLAH
1. Landasan Hukum hubungan timbal balik manusia dengan Allah Swt.
Firman Allah Swt.
42

Dalam (QS. Ali Imron ; 112) Allah memberikan penegasan terhadap posisi manusia
dalam hubungan dengan Allah



    
    






   
  


   
   
 
112. Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka
berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia[218], dan
mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. yang
demikian itu[219] Karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi
tanpa alasan yang benar. yang demikian itu[220] disebabkan mereka durhaka dan
melampaui batas
[218] Maksudnya: perlindungan yang ditetapkan Allah dalam Al Quran dan perlindungan yang diberikan
oleh pemerintah Islam atas mereka.
[219] Yakni: ditimpa kehinaan, kerendahan, dan kemurkaan dari Allah.
[220] Yakni: kekafiran dan pembunuhan atas para nabi-nabi.
Dalam QS : Fathehah : ayat 5 disini Allah menegaskan sebagai berkut :



 
5. Hanya Engkaulah yang kami sembah[6], dan Hanya kepada Engkaulah kami meminta
pertolongan[7].
[6] Na'budu diambil dari kata 'ibaadat: kepatuhan dan ketundukkan yang ditimbulkan
oleh perasaan terhadap kebesaran Allah, sebagai Tuhan yang disembah, Karena
berkeyakinan bahwa Allah mempunyai kekuasaan yang mutlak terhadapnya.
[7] Nasta'iin (minta pertolongan), terambil dari kata isti'aanah: mengharapkan bantuan
untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan yang tidak sanggup dikerjakan dengan
tenaga sendiri.
43

Manusia yang selalu mengingat Allah QS ;


 


 
41. Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir
yang sebanyak-banyaknya.




42. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang.
Beberapa ayat diatas semuanya bertemakan hubungan manusia dengan Allah Swt. Pada ayat
yang dikutip pertama hubungan tersebut mengambil bentuk berpegang teguh kepada agama
dari Allah Swt. Yakni melaksanakan segala ketentuan agama yang telah ditetapkanNya.
Kemudian ayat berikutnya ditegaskan bahwa hubungan kepada Allah itu dapat mengambil
bentuk beribadah kepadanya yang diiringi dengan memohon pertolongan selanjutnya pada
kutipan ayat yang ketiga manusia dianjurkan berdo’a kepada Allah Swt. Ini juga termasuk
salah satu bentuk berhubungan dengan Allah. Sedangkan ayat yang dikutip terakhir
berhubungan dengan Allah dapat mengambil bentuk berzikir dan bertasbih mengingat nama
Allah dan mensucikanNya.
Dengan demikian berhubungan dengan Allah merupakan perintah Allah Swt. Hubungan
tersebut dapat mengambil bentuk berpegang teguh kepada ajaran-ajaranNya, beribadah,
berdo’a, zikir dan bertasbi
H
.
2. Bentuk-Bentuk Hubungan dengan Allah Swt.
44
Berhubungan dengan Allah dapat mengambil bentuk yang bermacam-macam, dan
berdasarkan landasan hukum ayat-ayat diatas bentuk hubungan tersebut dapat berbentuk
berpegang teguh kepada agamanya beribadah, berdo’a, zikir dan bertasbih.
3. Berpegang kepada agama Allah
Berpegang teguh kepada agama Allah merupakan suatu perintah yang amat Fundamental.
Hal ini dapat dijelaskan karena manusia dalam kehidupannya memerlukan norma dan kode
etik yaitu sistem yang mengatur bagaimana berhubungan dengan Allah, dengan manusia dan
lingkungan hidupnya manusia tidak dapat hidup sendiri ia memerlukan orang lain.
Agama mengatur hubungan manusia juga melalui tali perkawinan yang didalamnya diatur
dan ditetapkan soal Akad Nikah sebagai pangkal pembangunan rumah tangga yang bahagia
dan sejahtera. Dari sini timbul masyarakat yang beradab, hanya mungkin terjadi kalau
dilanjutkan dengan menegakkan keadilan, keadilan itu bersumber kepada hukum yang
ditetapkan Allah. Bertindak berdasarkan hukum, menegakkan hukum, memelihara hukum,
dan seterusnya adalah termasuk perintah Allah. Dengan mematuhi semua ini semua orang
akan merasa hidup dalam suasana keadilan.
Yang mampu memberikan kode etik yang bernilai absolut untuk mengangkat martabat
manusia dan membedakannya dari seluruh jenis binatang dan makhluk lainnya, hanyalah
agama oleh sebab itu agama merupakan kebutuhan yang mendasar yang dihajatkan manusia.
Itulah sebabnya Allah menyuruh manusia berpegang teguh kepada agama sesuai dengan
firmanNya
   










    



   
30. Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah
Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah
Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui[1168],
45
[1168] fitrah Allah: maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu
agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama
tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.
Andai kata dalam kehidupan suatu masyarakat tidak di patuhi lagi nilai –nilai halal dan
haram sudah tidak di kenal antara yang muhrim dan bukan muhrim. Lembaga perkawinan
sudah diabaikan dan penguasa negeri yang adil tidak lagi diperhatikan seruannya, maka
ketika itulah martabat kemanusiaan meluncur jatuh kemartabat binatang seperti yang
disebutkan firman Allah Swt. dalam qur’an surat 7 ayat 179.
    
     



















   
179.
Dan Sesungguhnya kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan
manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat
Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tandatanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya
untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka
lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.
Dengan mengikuti uraian tersebut diatas terlihat jelas bahwa berhubungan dengan Allah
dalam bentuk mematuhi ajaran-ajarannya pada hakikatnya adalah untuk kepentingan
manusia sendiri, yaitu untuk terciptanya suasana kehidupan yang beradab dan martabat tidak
jatuh kepada tingkat kehidupan binatang.
4. Beribadah Kepada Allah
Beribadah secara umum ibadah berarti bakti manusia kepada Allah Swt. Karena didorong
dan di bangkitkan oleh Akidah Tauhid, ibadah juga berarti memusatkan pengabdiannya
hanya kepada Allah semata, tidak ada yang disembah dan dipuja kecuali hanya Allah.
Pengabdian berarti menyerahkan sepenuhnya secara lahir bathin kepada kehendak Allah
46
semua itu dilakukan dengan kesadaran baik sebagai orang seorang dalam masyarakat
maupun bersama-sama. Ibadah ini dilakukan, karena tujuan penciptaan manusia pada intinya
agar ia beribadah Firman Allah Swt.
Artinya :
“Dan Aku tidak menciptakan Jin dan Manusia melainkan supaya mereka
mengabdi (ibadah) kepada-Ku tidak menghendaki mereka memberi makan kepadaKu,
sesungguhnya Allah Dialah pemberi rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat
kokoh”(QS. 56-58)
Pada ayat tersbut terlihat bahwa kata – kata ibadah dan dihubungkan dengan kata-kata rezeki
yakni bahwa Allah tidak menghendaki rezki atau pemberian apapun dari ibadah dalam arti
seluas-luasnya yang diperoleh manusia berupa kemakmuran hidup adalah untuk manusia
sendiri bukan untuk Allah. Allah tidak menghendaki pemberian apapun dari manusia karena
dia Maha Kaya dan Maha cukup, dan sebaginya.
Ibadah yang dikerjakan manusia dapat mengambil bentuk ibadah yang telah di tetapkan
aturannya caranya dan ukurannya seperti salat, puasa, zakat dan haji dan ada pula yang tidak
ditetapkan aturan ukuran, dan tata caranya seperti menolong. Ibadah model kedua ini waktu
cara, dan kadarnya diserahkan kepada kesanggupan manusia harus didasarkan semata-mata
karena Allah, bukan kareba tujuan-tujuan yang bersifat pribadi seperti ingin di puji orang
lain.
Suatu kegiatan dalam kehidupan yang didasarkan kepada tujuan ibadah, akan memberikan
ketenangan hidup dan kerja. Dari kerja yang diliputi ketenangan akan mendatangkan hasil
yang lebih baik dari pada kerja yang dilakukan tanpa ketenangan. Seorang akan tenang
jiwanya antara lain dengan jalan mendekatkan diri kepada Allah melalui ibadah tersebut.
Sebaliknya manakala suatu kegiatan dalam kehidupan tidak bertujuan ibadah, maka mudah
dijangkiti penyakit putus asa.
Demikian pula jika seseorang tanpa tujuan hidup atas dasar ibadah, maka dalam
pekerjaannya mudah terlibat dalam kecurangan dan kejahatan, akan membawa akibat buruk
dan kerusakan bersama dalam masyarakat.jadi suatu masyarakat atau negara akan hancur
47
karena perbuatan jahat manusia, bahkan Tuhan akan menambahnya dengan menurunkan
Azab siksaannya sebagai hukuman atas pelanggaran yang dilakukan manusia.
Dengan memperhatikan keterangan diatas, jelaslah bahwa hubungan dengan Allah melalui
ibadah akan mendatangkan keuntungan kepada manusia sendiri, bukan untuk Allah,
sebaliknya meninggalkan ibadah dapat mengundang bencana atau azab Allah oleh kareba itu
hubungan dengan Tuhan perlu di pelihara agar tetap harmonis.
5. Berdo’a
Hubungan dengan Allah selanjutnya dapat mengambil bentuk berdo’a kepada Nya, yakni
memohon sesuatu yang kita inginkan kepada Nya dengan tujuan agar menambah
peningkatan pengabdian kepada Nya berdo’a memperlihatkan bahwa manusia, disamping
memiliki kelebihan atau kekacauan berupa kekuatan fisik, akal, perasaan dan kemampuan
rohaniyah lainnya, namun masih banyak sesuatu yang terjadi diluar batas kesanggupan dan
kecakapannya. Misal manusia tak mampu menolak datang nya ajal (maut), menghentikan
datangnya hujan, dan sebagainya.
Dalam do’a yang di panjatkan itu terdapat tata cara yang harus diperhatikan, dalam do’a itu
manusia sedang berhadapan dengan Allah Swt. Hali ini perlu disertai dengan etika berdo’a
dan adab-adabnya.
Dengan berdo’a tersebut, seseorang seolah-olah menyerahkan dirinya kepada Allah Swt,
semata-mata. Namun do’a tersebut hendaknya dibarengi dengan usaha atau kerja keras yang
tak mengenal lelah. Sebab terkabulnya do’a itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan
memerlukan sarana lain untuk tersalurnya permohonan tersebut. Do’a tanpa usaha sama
artinya orang yang memohon datangnya emas dari langit, mustahil hal ini akan terjadi.
6. Berzikir
Zikir telah mendapatkan tempat sendiri dalam ajaran islam, karena baik dalam Al-qur’an
maupun hadits menyuruh memperbanyak berzikir kepada Allah yang pada intinya adalah
mengingat Allah dan melakukan hubungan dengan Allah. Manfaat zikir tersebut juga
kebahagiaan manusia sendiri, bukan untuk Allah. Firman Allah Swt. :
48
  
   



  
45. Hai orang-orang yang beriman. apabila kamu memerangi pasukan (musuh), Maka
berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya[620] agar kamu
beruntung. [620] maksudnya ialah: memperbanyak zikir dan doa.

  



 


 
28. (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat
Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.
Yang jelas bahwa dalam zikir orang biasanya menyebutkan nama-nama Allah seperti pada
kata-kata : Subhanallah (Maha Suci Allah) Allahu Akbar (Maha Besar Allah).
Zikir pada intinya mengingat Tuhan dapat diartikan mengingat dan menghayati ajaran Tuhan
dan berupaya melaksanakan ajaran tersebut sesuai dengan kesanggupan yang dimiliki. Zikir
dapat pula menjadi pengendali nafsu dan perilaku diri agar tidak menyimpang dari garis-garis
atau ketentuan Tuhan.
7. Bertasbih
Bartasbih, seperti halnya berzikir merupakan salah satu bentuk hubungan dengan Tuhan.
Dalam bertasbih biasanya seseorang mengingat Allah dengan memakai kata-kata
“Subhanallah” yang artinya “Maha Suci Allah” bertasbih dapat membawa keuntungan bagi
manusia yang melakukannya, cara melakukannya yang benar sama dengan melakukan zikir.
Karena bertasbih adalah merupakan bahagian dari berzikir. Tasbih dipahami seperti akan
menimbulkan semangat dalam kehidupan manusia untuk berusaha menghiasi diri dengan
perilaku yang baik, dan berusaha sekeras mungkin mengatasi kekurangan yang ada pada
dirinya.
49
Dalam melakukan hal –hal tersebut dibarengi dengn kerja keras, pemikiran, penghayatan,
perasaan, dan perbuatan yang secara keseluruhan mencerminkan kesesuaiannya dengan apa
yang dikehendaki Allah.
8. Taqwa Kepada Allah Swt.
Taqwa kepada Allah berarti melaksanakn semua perintah Allah Swt. Dan meninggalkan
semua laranganNya, sebagaimana firman Nya :



    
      
    
19. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Ayat tersebut memerintahkan kepada setiap orang yang beriman supaya bertaqwa kepada
Allah Swt. Dan selalu instropeksi terhadap apa yang telah di kerjakan untuk memperbaiki
dan meningkatkan iman/taqwa dimasa mendatang.
9. Mengerjakan Sholat 5 waktu
Shalat adalah tali penghubung antara makhluk dengan khaliqnya. Dengan melaksanakan
sholat 5 waktu secara teratur berarti ia tidak pernah lupa pada Allah Swt. Dan senantiasa
mendapat bimbingan dari padaNya. Sholah mempunyai kedudukan yang pokok dalam agama
islam, perintah sholat diterima langsung dari Allah pada saat Nabi melaksanakan Isra’ Mi’raj.
Shalat dikatakan sebagai tiang agama sebagaimana sabda Rasulullah Saw. Yang artinya
sebagi berikut :
“Shalat itu tiang agama barang siapa mendirikan sholat berarti ia telah mendirikan agama,
dan barang siapa meninggalkan sholat berarti ia telah menghancurkan agama” (HR. Baihaqi)
50
Lebih dari itu sholat adalah amalan yang pertama kali akan di hisab atau di perhitungkan di
hari kiamat, sabda Rasulullah Saw, dalam buku Drs. H. M. Ali Hasan yang Artinya :
“Yang mula pertama akan dihisab (ditanyakan) kepada agama islam, Seorang hamba pada
hari kiamat ialah masalah sholat apabila sholatnya baik niscaya dinilai baiklah segala amalan
lainnya. Jika sholatnya rusak, maka dipandang buruklah semua amalnya” (HR. Thabrani dari
Abdullah bin Qurthin)
10. Berpuasa di Bulan Ramadhan
Puasa adalah latihan pengendalian diri untuk sampai kepada taqwallah dengan puasa, jiwa
dan kepribadian akan lebih terlatih dan terbina, sehingga akan terciptalah pribadi yang
berakhlak muliam sabar dan tabah dalam melaksanakan perintah dan menjauhi larangan
Allah Swt. Oleh karena itulah puasa yang di syari’atkan melalui ayat Al-qur’an surat AlBaqarah ayat 183 tidak hanya melarang makan dan minum di siang hari saja, tapi lebih dari
itu puasa juga harus mampu menjaga ucapan-ucapan yang keji dalam sebuah hadits nabi
yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra.
Artinya :
“Ada lima perkara yang dapat membatalkan (merusak) orang yang puasa, yaitu : dusta,
mempergunjingkan orang lain, menghasud/ mengadu domba, sumpah atau kesaksian palsu,
dan pandangan dengan syahwat”
Menunaikan Zakat
Salah satu ajaran islam yang menyinggung masalah kepedulian sosial adalah zakat. Umat
islam yang satu dengan yang lainnya adalah saudara nabi Muhammad mengibaratkan umat
islam seperti satu bangunan yang satu sama lain saling menguatkan.
Setiap manusia diberi kelebihan sendiri-sendiri, termasuk kelebihan dalam hal rizki. Bagi
umat islam yang mempunyai kelebihan harta yang sudah memenuhi kadar untuk dikeluarkan
zakatnya, harus diingat, bahwa pada hartanya itu mensucikan jiwa. Artinya zakat dapat
membersihkan harta yang dimilikinya sehingga halal dimakan, dan mensucikan diri dari sifat
bakhil dan tamak.
51
Perintah shalat dan zakat selalu beriringan satu sama lainnya. Perhatikan firman Allah surat
An Nur 56:




  
 
Dan Dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul, supaya kamu
diberi rahmat.
Jadi, kalau shalat titik tekannya adalah hubungan manusia kepada Allah sedangkan zakat
adalah hubungan manusia dengan manusia lainnya . antara perintah shalat dan zakat adalah
dua kali yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain saling terkait.
Bagi mereka yang tidak banyak harta, ia juga masih ada kesempatan untuk bershadakah atau
berinfaq di jalan Allah sesuai dengan kemampuan masing-masing.
11. Taat Kepada Pemimpin
Dalam kehidupan bernegara diperlukan seorang pemimpin sebab tertibnya suatu masyarakat
harus ada yang siap memimpin. Seorang pemimpin yang bijaksana akan bertanggung jawab
terhadap apa yang ia pimpin, dan tidak semua orang mampu memimpin.
Oleh karena itu kewajiban yang dipimpin adalah harus taat kepada yang memimpin. Firman
Allah dalam surat An Nisa’ ayat 59 :
  



   





    







”Hai orang-    
orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu.
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
52
Yang dimaksud “Ulil Amri” pada ayat diatas adalah pemimpin yang mengurus masalah
keduniaan. Selagi tidak bertentangan dengan agama, kita harus memtaatinya. Jadi inti dari
hadits Nabi tersebut adalah, bahwa taqwa sebagai realitas dari iman harus dibuktikan dengan
melaksanakan amanat dengan baik maka ia akan masuk syurga.
C. Hubungan Manusia Dengan Hati Nurani / Diri Sendiri
Hubungan manusia dengan hati nurani atau diri sendiri sebagai dimensi takwa yang kedua
dapat diperlihara dengan jalan menghayati dengan sungguh-sungguh kaidah Akhlak yang
telah disebutkan Allah dalam Al-Quran dalam beberapa ayat.
Hubungan manusia dengan hati nurani atau diri sendiri sudah disebutkan cara-caranya dalam
ayat-ayat takwa dan dicontohkan Nabi Muhammmad SAW senantiasa berlaku : 1) Sabar, 2)
Bersykur, 3) Tawakal, 4) Ikhlas, 5) Mawas diri, 6) Berani, 7) Memegang Amanah, 8) berbudi
pekerti luhur.
D. Hubungan Manusia Dengan Manusia
Selain memelihara komunikasi dan hubungan tetap dengan Allah dan diri sendiri, dimensi
takwa
yang
ketiga
adalah
membina
hubungan
baik
dengan
sesama
manusia
(hablummiinannas), hubungan antara manusia dengan manusia dapat bermasyarakat dapat
diperlihara,
antara
lain
dengan:
(1)
Tolong
menolong;
bantu
membantu,
(2)
pemaaf/memaafkan kesalahan orang lain, (3) menepati janji, (4) lapang dada/berjiwa
besar,(5) berlaku adil kepada siapapun.
Hablumminnas (Hubungan Manusia dengan Manusia) merupakan salah satu kewajiban bagi
muslim. Banyak hal yang diperintahkan Allah SWT dalam upaya kita menjalin hubungan
antara manusia. Di dalam Al-quran tertera sebagai berikut: mendahulukan kepentingan orang
lain (QS 2:177, 59:9), berbuat baik adalah merupakan sebaik-baik amalan (QS 3:92, 3:134),
menyempurnakan takaran dan timbangan, serta tidak merugikan orang lain (QS 7:85, 11:84,
11:85, 17:35, 26:181, dsb) ± mengurangi takaran termasuk korupsi kecil2an. berinfak atau
53
memberikan sebagian rizki kepada orang lain (QS 2:254, 3:92, 14:31, 32:16, 35:29, 42:38,
dsb) tolong menolong dan kasih sayang (QS 5:2, 48:29, 24:22, 90:17), dan masih banyak
lagi. Inti dari semua itu ialah menuntut kita untuk saling mengasihi antara satu dan yang
lainnya. Kemudian timbul pertanyaan kasih sayang yang bagaimanakah yang di ridhoi Allah
SWT. ? Sebelum kita lanjut ke penjelasan yang lebih detail tentang kasih sayang, saya punya
pertanyaan, menurut kalian siapakah yang membuat para nabi dan syuhada iri akan
keimanannya?
Diriwayatkan oleh abu huhairah Ra, Rasulullah SAW dalam masalah ini: sesungguhnya di
sekitar Arsy terdapat mimbar-mimbar dari cahaya, yang di atasnya terdapat suatu kaum yang
menggunakan pakaian cahaya. Wajah mereka bercahaya, dan mereka itu bukan nabi dan
bukan juga para syuhada. Akan tetapi para nabi dan syuhada tertegun (merasa iri) kepada
mereka sehingga mereka berkata: hai Rasulullah, tolong beritahu siapa gerangan mereka itu?
Beliau menjawab: mereka adalah yang saling menjalin cinta kasih karena Allah, dan saling
bermajelis (duduk memikirkan sesuatu) karena Allah, dan saling mengunjungi karena Allah
semata.(HR Nasai dalam Sunan Al-Kubra)
Dari hadist di atas dapat kita ketahui bahwa kasih sayang yang dilandasi karena Allah lah
sebenar-benarnya kasih sayang. Bersaudara dan bercintalah karena Allah SWT. Jika kita lihat
zaman sekarang, sangat jarang persaudaraan dan percintaan dilandasi hanya karena Allah
SWT. Ketika kita bertanya mengapa kamu mau berteman dengan dia, maka beragam jawaban
akan muncul. Namun, hanya sedikit yang menjawab karena Allah SWT.
E. Hubungan Manusia Dengan Lingkungan Hidup
Hubungan manusia dengan lingkungan hidup dapat dikembangkan , antara lain dengan
memlihara dan menyayangi binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air, udara dan semua makhluk
ciptaan Allah yang ada di dunia ini yang sengaja diciptakan untuk kepentingan hidup manusia
dan makhluk lainnya.
Banyak sekali ayat-ayat yang yang berkenaan dengan tata hubungan manusia lingkungan
hidupnya dengan memelihara Alam, mencegah kerusakan alam, memelihara keseimbangan
dan pelestarian alam, dan ancaman bagi manusia yang membuat kerusakan dimuka bumi
seperti dalam firma Allah dalam suarat ar-rum ayat: 41
54
   
   






 
41. Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan
manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Maka dari itu hendaknya manusia jika ingin menciptakan kehidupan yang tentram dan aman
supaya dapat hidup sinergis dengan alam mau memlihara dan jangan membuat kerusakan
dimuka bumi, karena manusia
yang selalu tidak bersahabat dengan alam atau membuat
kerusakan dimuka bumi maka manusia tersebut pasti akan menerima akibatnya, seperti ilegal
loging penggundulan hutan, eksplorasi alam dengan serampangan, dll.
Konsekuensi logis dari empat hal dalam pembentukan karakter keislaman dalam rangka
ketakwaan, bahwa manusia dalam mengembangkan dirinya harus selalu dalam nilai-nilai
fitrahnya sebagai manusia dan fitrahnya sebagai hamba Allah, senantiasa menjaga
keseimbangan dalam kehidupannya, baik keseimbangan daalam ranah sosial maupun
keseimbangan dalam wilayah spririual, jika keseimbangan tersebut dapat di kalaborasikan
maka kehidupan alam yang sejahtera baldatun thoyibantun warabbun ghofur akan tercipta.
55
BAB VI
ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN
A.
Kedudukan Akal dan Wahyu dalam Islam
Hubungan agama Islam dan Ilmu pengetahuan sebagaimana dapat didefinisikan, hubungan
ini dapatlah dirumuskan bahwa agama Islam adalah agama wahyu yang disampaikan
malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad sebagai Rasul-Nya mula-mula di Mekkah kemudian
di Madinah selama (jika dibulatkan) dua puluh tiga tahun, sebagai agama wahyu, agama
Islam mempunyai tiga komponen utama adalah Akidah, syari’ah dan akhlak yang bersumber
Al-Qur’an dan Hadist, Selain tiga komponen tersebut, didalam Al-Qur’an perkataan ilmu
(pengetahuan tentang sesuatu) dalam berbagai bentuk disebut sebanyak 854 kali. Dapatlah
disimpulkan bahwa kedudukan ilmu sangatlah penting dan sentral dalam agama Islam.
Perkataan ’ilm dilihat dari sudut kebahasaan bermakna penjelasan. Jika dipandang dari akar
katanya artinya kejelasan. Semua ilmu yang disandarkan pada manusia mengandung arti
kejelasan.
Menurut al-Qura’an Ilmu adalah suatu keistimewaan pada manusia yang menyebabkan
manusia unggul terhadap makhluk-makhluk lain. Ini tercermin, seperti yang terdapat dalam
kisah nabi Adam waktu ditanya oleh Allah tentang nama-nama. Adam dapat menjawab
semua nama benda yang ditanyakan kepadanya. Dalam surat al-Baqarah (2) : 33






  
    



    
 
56
Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini." Maka
setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah
sudah Ku katakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi
dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?"
Adam pun mmberitahukan (dengan menyebut nama-nama benda) kepada malaikat dan iblis
di depan Tuhan. Berdasarkan keterangan al-Quran , sejak diciptakan, manusia telah
mempunyai potensi berilmu dan mengembangkan ilmunya dengan izin
Allah (Qurais
Shihab, 1996 : 445).
B.
Kedudukan Akal dan Wahyu dalam Islam
Allah menciptakan manusia sebagai makhluk yang penuh dengan kekurangan. Dalam semua
sisi kehidupan, kekurangan yang melekat pada manusia menyebabkan kemampuan yang
dimiliki menjadi sangat terbatas.
Salah satu keterbatasan manusia terletak pada kemampuan akalnya. Setiap manusia
yang masih bersih fitrahnya akan mengakui hal ini. Akal manusia tidak akan mampu
mengetahui hakikat sesuatu sesuatu secara sempurna, terlebih bila hakikat itu meliputi
berbagai permasalahan.
Fungsi akal manusia yang paling besar adalah untuk mengetahui hakikat kebenaran.
Apa kebenaran sejati itu? Sekali lagi, bagi orang yang fitrahnya masih suci akan mengakui
bahwa kalau hanya akalnya, seorang manusia tidak akan mencapai kebenaran sejati. Ia akan
mengakui bahwa mengetahui kebenaran harus melalui bimbingan Penciptanya yaitu Allah.
Namun, tidak demikian dengan orang-orang yang terlalu “percaya diri” dengan
kemampuan akalnya. Orang-orang yang merupakan penerus dari paham Mu’tazilah atau
bahkan paham iblis ini merasa tidak butuh bimbingan Allah untuk mengetahui kebenaran .
Tidak cukup sampai situ, bahkan dengan lancangnya mereka “mengobrak-abrik” syariat
Allah yang menurut akal mereka bukan merupakan kebenaran.
Di Indonesia gerakan ini sudah berlangsung cukup lama, antara lain dipelopori oleh
Nurcholis madjid, Munawir Syadzali, Ahmad Wahib, Harun nasution, dan lain-lain.
Sekarang generasi baru pengusung madzab ini bergabung dalam sebuah “sindikat” bernama
57
Jaringan Islam Liberal (JIL) yang dikomandani oleh Ulil Abshar Abdala. Dalam wadah
inilah ide-ide gila mereka dikeluarkan secara lebih intens.
Ciri gagasan gila mereka adalah berisi gugatan (protes) terhadap syariat Allah yang
menurut mereka tidak sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan akal mereka. Hampir semua
sendi agama ini telah digugat mereka seperti syariat tentang jilbab, hukum had, qishahsh,
jenggot, memakai gamis, jihad, larangan perkawinan antar agama, hukum waris, makna
syahadat, kebenaran Al-Qur’an dan yang paling tinggi adalah gugatan terhadap Islam sebagai
satu-satunya agama yang benar.
Intinya, mereka tidak setuju dengan aturan-aturan Allah dan memunculkan gagasangagasan yang berlawanan dengannya.
Dalam Islam, akal memiliki posisi yang sangat mulia. Meski demikian bukan berarti akal
diberi kebebasan tanpa batas dalam memahami agama. Islam memiliki aturan untuk
menempatkan akal sebagaimana mestinya. Bagaimanapun, akal yang sehat akan selalu cocok
dengan syariat islam dalam permasalahan apapun.
Akal adalah nikmat yang besar yang Allah titipkan dalam jasmani manusia. Nikmat
yang bisa disebut hadiah ini menunjukan kekuasaan Allah yang sangat menakjubkan.
Oleh karena itu dalam banyak ayat, Allah memberi semangat untuk berakal (yakni
menggunakan akalnya), diantaranya :








    
   

12. Dan dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. dan bintangbintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang
memahami (nya), (QS. An-Nahl: 12.
   
   






58



      



 
4. Dan di bumi Ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun
anggur, tanaman-tanaman dan pohon korma yang bercabang dan yang tidak
bercabang, disirami dengan air yang sama. kami melebihkan sebahagian tanamtanaman itu atas sebahagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang
demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir. (QS.
Ar-Ra’du: 4)
Sebaliknya, Allah mencela orang yang tidak berakal seperti dalam ayat-Nya :
    
    
 
Dan mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu)
niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala".
(QS : Al-Mulk : 10)
Ibnu Taimiyyah mengatakan : “(maknanya yaitu) tidak menggunakan akal dan tidak
punya tamyiz (daya pemilah). Bagaimanapun hal itu tidak terpuji dari sisi tersebut, maka
dalam kitab Allah serta Sunnah Rasulullah tidak terdapat pujian dan sanjungan bagi yang
tidak berakal serta tidak punya tamyiz dan ilmu. Bahkan Allah telah memuji amal, akal dan
pemahaman bukan hanya dalam satu tempat serta mencela keadaan yang sebaliknya di
beberapa tempat.
Kitapun dapat melihat agama Islam dalam ajarannya memberikan bentuk kemuliaan
terhadap akal, seperti:
· Allah menjadikan akal sebagai tempat bergantungnya hukum sehingga yang tidak berakal
tidak dibebani hukum. Nabi bersabda:
59
“Pena diangkat dari tiga golongan: orang yang gila yang akalnya tertutup sampai
sembuh, orang yang tidur sehingga bangun, dan anak kecil sehingga baligh” ( HR.
Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Ad-Daruqutni dari sahabat Ali dan Ibnu Umar,
Asy-Syaikh Al-Albani mengatakan Shahih dalam Shahihu al-Jami).
Islam menjadikan akal sebagai salah satu dari lima perkara yang harus dilindungi yaitu:
agama, akal, harta, jiwa dan kehormatan. Allah mengharamkan khamr untuk menjaga akal.
Allah berfirman dalam QS. Al-Maidah ayat 90
  
  
  





 
90. Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah[434], adalah termasuk perbuatan syaitan.
Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS. AlMaidah: 90)
[434] Al Azlaam artinya: anak panah yang belum pakai bulu. orang Arab Jahiliyah menggunakan anak
panah yang belum pakai bulu untuk menentukan apakah mereka akan melakukan suatu perbuatan atau tidak.
Caranya ialah: mereka ambil tiga buah anak panah yang belum pakai bulu. setelah ditulis masing-masing yaitu
dengan: lakukanlah, Jangan lakukan, sedang yang ketiga tidak ditulis apa-apa, diletakkan dalam sebuah
tempat dan disimpan dalam Ka'bah. bila mereka hendak melakukan sesuatu Maka mereka meminta supaya juru
kunci ka'bah mengambil sebuah anak panah itu. Terserahlah nanti apakah mereka akan melakukan atau tidak
melakukan sesuatu, sesuai dengan tulisan anak panah yang diambil itu. kalau yang terambil anak panah yang
tidak ada tulisannya, Maka undian diulang sekali lagi.
Nabi bersabda : “Setiap yang memabukkan itu haram” (dari Abu Musa Al-Asy’ari).
Asy-Syinqithi mengatakan, “Dalam rangka menjaga akal maka wajib ditegakkan had bagi
peminum khamr.”
Demikian pula tegaknya dakwah kepada keimanan adalah berdasarkan kepuasan
(kemantapan) akal. Artinya, keimanan tidak berarti mematikan akal bahkan Islam menyuruh
60
akal untuk beramal pada bidangnya sehingga mendukung kekuatan iman dan Islam
memuliakannya, tidak menyepelekan dan tidak pula ber-i’tikad memuliakan akal maka pada
hakikatnya mereka menghinakan akal itu sendiri.
Walaupun akal dimuliakan tapi kita menyadari bahwa akala adalah sesuatu yang berada
dalam jasmani makhluk. Maka ia sebagaimana makhluk yang lain, memiliki kelemahan dan
keterbatasan.
As-Safarini berkata,”Allah menciptakan akal dan memberinya kekuatan adalah untuk
berfikir. Allah menjadikannya dengan segala keterbatasan, ia harus berhenti padanya dari sisi
berfikirnya bukan dari sisi ia menerima karunia Ilahi. Jika akal menggunakan daya fikirnya
pada lingkup dan batasnya serta memaksimalkan pengkajiannya maka ia akan tepat
(menentukan) dengan ijin Allah tapi jika ia menggunakannya di luar lingkup dan batas yang
telah Allah tetapkan maka ia akan membabi buta…
Untuk itu kita perlu mengetahui dimana sesungguhnya bidang garap akal. Pada intinya,
akal tidak mampu menjangkau perkara-perkara ghaib dibalik alam nyata yang kita saksikan
ini, seperti pengetahuan tetntang Allah dan sifat-sifat-Nya, arwah,surga dan neraka yang
semua itu dapat diketahui melalui Wahyu.
Nabi bersabda :
“Berfikirlah tentang makhluk-makhluk Allah dan jangan berfikir tentang Dzat Allah.”
(HR.Ath-Thabarani, Al-lalikai dan Al-Baihaqi dari Ibnu Umar).
Allah berfirman dalam QS. Al-Isra ayat 85 :













  
85. Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan
tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit
61
Oleh karena itu, akal diperintahkan untuk pasrah dan mengamalkan perintah syariat
walaupun ia tidak tahu hikmah dan sebab perintah itu karena tidak semua hikmah di balik
hukum bisa dia ketahui. Kenyataannya, justru terlalu banyak hal yang tidak diketahui akal
sehingga ia wajib tunduk pada syariat.
Diumpamakan oleh para ulama bahwa kedudukan antara akal dengan syariat bagaikan
kedudukan seorang awam dengan seorang mujtahid. Ketika ada seseorang yang ingin
meminta fatwa dan tidak tahu (siapa) mujtahid yang berfatwa (tidak tahu harus kemana minta
fatwa), maka orang awam itu pun menunjukannya kepada mujtahid. Setelah mendapat fatwa
dan terjadi perbedaan pendapat antara mujtahid yang berfatwa dengan orang awam yang tadi
menunjuki orang tersebut, tentu bagi yang meminta fatwa harus mengambil pendapat sang
mujtahid yang berfatwa dan tidak mengambil pendapat orang awam tersebut. Karena, orang
awam itu telah mengakui keilmuan sang mujtahid dan bahwa dia (mujtahid) lebih berilmu.
Berarti,
orang
yang
menggunakan
akal
bukan
pada
tempatnya
ia
telah
menyalahgunakan dan melakukan kezaliman terhadap akalnya. Sesungguhnya madzhab
filsafat dan ahli kalam yang ingin memuliakan dan mengangkatnya demikian perkataan
mereka belum dan sama sekali tidak akan mencapai sepersepuluh dari sepersepuluh apa yang
telah dicapai Islam dalam memuliakan akal. Kalau kita tidak mau mengatakan mereka telah
berbuat jahat dengan sejahat-jahatnya terhadap akal. Dimana mereka memaksa akal masuk
ketempat yang tidak mungkin mendapatkan jalan kesana.
A. Klasifikasi dan Karakteristik Ilmu dalam Islam
Dalam mengklasifikasi ilmu dalam Islam , sebagai titik tolak dapat menggunakan buku
Cassification of knowlegde in Islam karya Osman Bakar yang sudah terjemahkan dalam
bahasa Indonesia dengan kudul Hierarki Ilmu , membangun Rangka-pikir Islamisasi Ilmu
menurut al-Farabi, al-Ghazali dan Quthb al-din al-Syirazi, 300 halaman (1997).
1. Menurut al-Farabi, klasiifikasi dan perincian ilmu adalah sebagai berikut : a.) Ilmu
Bahasa, b) Logika, c) Matematis,d) Metafisika, e)Ilmu Politik, Ilmu Fikih dan Ilmu
Kalam.
2. al-Ghazali dalam beberapa karyanya menyebutkan empat klasifikasi yaitu : 1) ilmuilmu teoritis dan praktis, 2) ilmu yang dihadirkan dan ilmu yang dicapai, 3) ilmu-ilmu
62
keagamaan dan ilmu-ilmu intelektual, 4)ilmu fardu ’ain (kewajiban setiap orang) dan
ilmu fardu kifayah (kewajiban masyarakat)
3. Qurtubuddin al-Syirazi menyajikan klasifikasi ilmu sebagai berikut. 1)Ilmu-ilmu
filosofis (kefilsafatan) yang dibagi menjadi ilmu teoritis dan praktis, 2) Ilmu-ilmu non
filosofis. Ilmu-ilmu ini diistilahkan sebagai ilmu-ilmu religius.
Demikian klasifikasi dan karakteristik ilmu dalam islam menurut ilmuwan dan
cendekiawan .
B.
Kewajiban Menuntut Ilmu
Islam merupakan agama yang punya perhatian besar kepada ilmu pengetahuan. Islam sangat
menekankan umatnya untuk terus menuntut ilmu.
Dalam surat Ar-Rahman, Allah menjelaskan bahwa diri-Nya adalah pengajar (‘Allamahu alBayan) bagi umat Islam. Dalam agama-agama lain selain Islam kita tidak akan menemukan
bahwa wahyu pertama yang diturunkan adalah perintah untuk belajar.
Ayat pertama yang diturunkan Allah adalah Surat Al-‘Alaq, di dalam ayat itu Allah
memerintahan kita untuk membaca dan belajar. Allah mengajarkan kita dengan qalam yang
sering kita artikan dengan pena.
Akan tetapi sebenarnya kata qalam juga dapat diartikan sebagai sesuatu yang yang dapat
dipergunakan untuk mentransfer ilmu kepada orang lain. Kata Qalam tidak diletakkan dalam
pengertian yang sempit. Sehingga pada setiap zaman kata qalam dapat memiliki arti yang
lebih banyak. Seperti pada zaman sekarang, komputer dan segala perangkatnya termasuk
internet bisa diartikan sebagai penafsiran kata qalam.
Dalam surat Al-‘Alaq, Allah SWT memerintahkan kita agar menerangkan ilmu. Setelah itu
kewajiban kedua adalah mentransfer ilmu tersebut kepada generasi berikutnya. Dalam hal
pendidikan, ada dua kesimpulan yang dapat kita ambil dari firman Allah Swt tersebut; yaitu
Pertama, kita belajar dan mendapatkan ilmu yang sebanyak-banyaknya. Kedua, berkenaan
dengan penelitian yang dalam ayat tersebut digunakan kata qalam yang dapat kita artikan
63
sebagai alat untuk mencatat dan meneliti yang nantinya akan menjadi warisan kita kepada
generasi berikutnya.
Dalam ajaran Islam, baik dalam ayat Qur’an maupun hadits, bahwa ilmu pengetahuan paling
tinggi nilainya melebihi hal-hal lain. Bahkan sifat Allah SWT adalah Dia memiliki ilmu yang
Maha Mengetahui. Seorang penyair besar Islam mengungkapkan bahwa kekuatan suatu
bangsa berada pada ilmu. Saat ini kekuatan tidak bertumpu pada kekuatan fisik dan harta,
tetapi kekuatan dalam hal ilmu pengetahuan. Orang yang tinggi di hadapan Allah SWT
adalah mereka yang berilmu.
Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad saw menganjurkan kita untuk menuntut ilmu sampai
ke liang lahat. Tidak ada Nabi lain yang begitu besar perhatian dan penekanannya pada
kewajiban menuntut ilmu sedetail nabi Muhammad saw. Maka bukan hal yang asing jika
waktu itu kita mendengar bahwa Islam memegang peradaban penting dalam ilmu
pengetahuan. Semua cabang ilmu pengetahuan waktu itu didominasi oleh Islam yang
dibangun oleh para ilmuwan Islam pada zaman itu yang berawal dari kota Madinah, Spanyol,
Cordova dan negara-negara lainnya. Itulah zaman yang kita kenal dengan zaman keemasan
Islam, walaupun setelah itu Islam mengalami kemunduran. Di zaman itu, di mana negaranegara di Eropa belum ada yang membangun perguruan tinggi, negara-negara Islam telah
banyak membangun pusat-pusat studi pengetahun. Sekarang tugas kita untuk mengembalikan
masa kejayaan Islam seperti dulu melalui berbagai lembaga keilmuan yang ada di negaranegara Islam.
Dalam Al-Qur’an sudah dijelaskan bahwa orang yang mulia di sisi Allah hanya karena dua
hal; karena imannya dan karena ketinggian ilmunya. Bukan karena jabatan atau hartanya.
Karena itu dapat kita ambil kesimpulan bawa ilmu pengetahuan harus disandingkan dengan
iman. Tidak bisa dipisahkan antara keduanya. Perpaduan antara ilmu pengetahuan dan iman
akan menghasilkan peradaban yang baik yang disebut dengan Al-Madinah al-Fadhilah.
Dalam menuntut ilmu tidak mengenal waktu, dan juga tidak mengenal gender. Pria dan
wanita punya kesempatan yang sama untuk menuntut ilmu. Sehingga setiap orang, baik pria
maupun wanita bisa mengembangkan potensi yang diberikan oleh Allah Swt kepada kita
64
sehingga potensi itu berkembang dan sampai kepada kesempurnaan yang diharapkan. Karena
itulah, agama menganggap bahwa menuntut ilmu itu termasuk bagian dari ibadah. Ibadah
tidak terbatas kepada masalah shalat, puasa, haji, dan zakat. Bahkan menuntut ilmu itu
dianggap sebagai ibadah yang utama, karena dengan ilmulah kita bisa melaksanakan ibadahibadah yang lainnya dengan benar. Imam Ja’far As-Shadiq pernah berkata: “Aku sangat
senang dan sangat ingin agar orang-orang yang dekat denganku dan mencintaiku, mereka
dapat belajar agama, dan supaya ada di atas kepala mereka cambuk yang siap
mencambuknya ketika ia bermalas-malasan untuk menuntut ilmu agama”.
Ajaran agama Islam yang menekankan kewajiban menuntut ilmu tanpa mengenal gender.
Karena menuntut ilmu sangat bermanfaat dan setiap ilmu pasti bemanfaat. Kalau kita dapati
ilmu yang tidak bermanfaat, hal itu karena faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.
Sedangkan ilmu itu sendiri pasti sesuatu yang bermanfaat. Dalam ajaran Islam bahawa orang
dikatakan bertakwa apabila mempunyai tiga hal yang senantiasa sinergis berjalan dalam
kehidupan yaitu Iman, ilmu Amal, yaitu jika seseorang mengatakan dirinya beriman maka
keimanan tersebut harus di landasi dengan ilmu, karena jika hanya orang cukup beriman
kepada Allah saja tidak disertai dengan ilmu yang cukup maka ibarat orang berjalan tanpa
arah maka dikhawatirkan orang tersebut akan tersesat. Namun daripada itu jika seseorang
sudah beriman dan berilmu namun tidak pernah diamalkan ilmu yang dia dapat maka orang
tersebut digolongkan kedalam orang-orang yang merugi.
Jadi tiga hal yang telah disebutkan diatas harus selalu berjalan seiring sejalan dan sinergis
dalam menjalani kehidupan di dunia sehingga kelak akan mendapatkan kebahagiaan di
akhirat.
IMAN
AMAL
ILMU
65
Hubungan Integratif Iman, Ilmu dan Amal
F. Studi Kasus, Islam Untuk Disiplin Ilmu
Pada uraian ini kita akan membahasa studi kasus, Islam sebagai disiplin ilmu yaitu
dimaksudkan untuk membicarakan kasus tertentu di bidang ilmu yang dipelajari,
hubungannya dengan agama Islam, kajian ajaran Islam dalam konteks ilmu tempat mata
kuliah agama Islam diselenggarakan, karena itu disebut Agama Islam kontekstual, agama
Islam Kontekstual sama atau hampir sama isinya dengan islam untuk disiplin Ilmu, misalkan
dalam mengkaji ilmu kesehatan ditinjau dari perspektif islam, kajian ilmu Sains & Teknologi
dari perspektif islam, dimana displin ilmu yang dipelajari dikaitkan dengan paradigma ajaran
Islam, sehingga akan didapat interkoneksitas disiplin ilmu yaitu ilmu kesehatan, ilmu Sains
& Teknologi, ilmu teknologi informasi, ilmu sosiologi dalam ilmu Al-Qur’an dan hadist
dalam bingkai ajaran islam
Dalam hubungan disiplin ilmu dengan sumber ajaran islam diharapkan, ilmu yang dipelajari
atau dikembangkan selalu berorientasi pada aturan yang ada dalam ajaran Islam, sehingga
semangat untuk membumikan islam dalam segala bidang dapat tercapai, dan inilah
paradigma Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin
Dalam hal lain, contohnya yaitu tentang akal,
dimana penggunaan akal/nalar sangat
dianjurkan dalam agama Islam, namun dalam penggunaannya tentunya ada Instrumeninstrumen lain yang menjadi kerangkanya yaitu antara fikir dan dzikir, kedua pola ini harus
saling melengkapi, misal Islam sebagai disiplin Ilmu tentang akal yaitu termasuk kajian
dalam ilmu filsafat, jika filsafat yang selalu diback-up dengan agama, maka penggunaan
logika atau akal bisa di batasi dalam konteks yang di ijinkan oleh agama, disiplin itu bisa
disebut Filsafat Islam. Yaitu jika dalam wilayah tertentu Islam dapat dilogikakan, namun
pada wilayah keyakinan/ keimanan tentang yang ghaib mungkin tidak bisa dilogikakan,
sebagai contoh ada surga dan neraka, siksa kubur, dll.
Ada Beberapa contoh Islam sebagai Disiplin Ilmu sebgai berikut :
66
1. Islam untuk Disiplin Ilmu fislsafat
2. Islam untuk disiplin Ilmu Hukum, sosial, Politik
3. Islam untuk disiplin Ilmu sains & Teknologi
4. Islam untuk disiplin ilmu kedokteran
5. Islam untuk disiplin ilmu Gizi
6. Islam untuk disiplin ilmu Teknologi dan informasi
7. Islam untuk disiplin ilmu Pengentahuanb Alam dan Teknologi
8. Islam untuk disiplin ilmu Bahasa
9. Islam untuk disiplin ilmu ekonomi
10. Islam untuk disiplin ilmu pertanian
11. Islam u Islam untuk disiplin ilmu Sejarah
12. Islam untuk disiplin ilmu Sosiologi
13. Islam untuk disiplin ilmu Budaya
Konsep dalam Islam Disiplin Ilmu (IDI) di perguruan tinggi kerangka pikirnya adalah AlQur’an dan Hadist yang memuat prinsip-prinsip atau embrio/benih ilmu pengetahuan. Ilmu
Pengetahuan yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadist adalah agama Islam yang wajib
dipelajari oleh setiap pemeluk agama Islam yang mempunyai sifat tidak berubah-ubah
sepanjang masa di setiap zaman. Karena itu disebutkan dalam konferensi Pendidikan Islam
se- Dunia di Mekkah pada tahun 1977 yaitu Perennial knowledge dalam kepustakaan ilmu
dapat diartikan sebuah ilmu yang berasal dari Allah dan Rasul-Nya, ladduni, ilmu wahyu,
ilmu naql, karena sifatnya abadi, kekal, tidak berubah-ubah ini dijadikan asas atau dasar,
fundamen ilmu-ilmu yang berasal dari akal, pikiran manusia. Ilmu yang berasal dari pikiran
manusia disebut acquired knowledge yang mempunyai sifat berubah-ubah dan berkembang
terus-menerus selaras dengan perkembangan pemikiran manusia dan masyarakat, di dalam
kajian kepustakaan disebut dengan ilmu hasil penalaran manusia yaitu ilmu insani, kisbi,
ilmu rakyu, ilmu akal dan lain-lainnya.
67
Disiplin Ilmu Agama
Akhlak
Bahasa ....Dsb
Sosial
Syari’ah
Ilmu ilahi =
agama Islam
Hukum
Pendidikan
Pertanian
Teknik
Kedoteran
Ilmu Insani = ilmuilmu hasil penalaran
manusia
Akidah
68
     










     
  
3. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan barangsiapa yang bertawakkal
kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan
urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah Telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap
sesuatu.
69
Download