Uploaded by User64856

Mie Ayam Penyambung Hidup

advertisement
Mie Ayam Penyambung Hidup
Matahari sudah mulai menepi menenggelamkan
seluruh badannya kedalam bumi. Bu Parmi dengan peluh
yang membasahi dahinya terus mendorong gerobak mie
ayamnya menuju pangkalan mie ayam yang terletak di
ujung bagian Selatan Alun-Alun Kidul Yogyakarta. Sang
suami menggendong kedua anaknya yang masih balita.
Bu Parmi ialah seorang pedagang mie ayam yang
biasanya berjualan di Alun-Alun Kidul Yogyakarta pada
sore hari. Siang harinya Bu Parmi menjajakan mie ayamnya disekitar lingkungan tempat
tinggalnya. Wanita berusia 36 tahun itu berasal dari Boyolali sedangkan sang suami berasal dari
Jogja asli. Bu Parmi memiliki 2 anak yang masih sangat kecil-kecil. Mie ayam adalah satusatunya mata pencaharian Bu Parmi dan suami sejak 3 bulan yang lalu. Sebelum berjualan mie
ayam Bu Parmi dan Suami tinggal di Tangerang karena sang suami bekerja di sebuah pabrik
konveksi disana. Akan tetapi, kedua pasangan suami istri itu memutuskan hijrah ketika mereka
mendapat kabar bahwa orang tua Pak Parjo suami Bu Parmi yang di Jogja sakit.
Dengan modal 5.000.000 rupiah kedua pasutri itu memulai bisnis kecil-kecilannya
menjajakan mie ayam. Beliau mengungkapkan jika modal membuat gerobak yang membuat
pengeluaran membengkak. “Membuat gerobak menghabiskan 4 juta rupiah sedangkan bahan
baku lain seperti mangkok, bahan membuat
mie, kursi plastic dan lain tidak sampe 1 juta
mbak” tuturnya sore itu ketika diwawancarai.
Beliau juga memaparkan jika modal yang
didapat berasal dari pesangon pabrik tempat
sang suami dulu bekerja. Bu Parmi dan suami
menjajakan mie ayam setiap harinya dari pukul
9 hingga 2 di daerah sekitar rumah, sedangkan
menjelang buka puasa sekitar jam 4 hingga
malam di Alun-alun Kidul Yogyakarta.
Setiap harinya Bu Parmi harus mengeluarkan modal sekitar 200 ribu untuk membeli
bahan utama membuat mie ayam. Sedangkan seharinya jika tidak puasa beliau bisa mendapatkan
untung sekitar 300 ribu rupiah. “Jika puasa sepi mbak kemaren saja saya hanya mendapat 100
ribu ya mau bagaimana lagi mbak kalau tidak puasa sampe 300 an ribu mbak bersih” tuturnya
terbata-bata sambil melayani pembeli. Harga satu porsi mie ayam milik Bu Parmi dipatok sekitar
7500 rupiah jika tidak menggunakan ceker dan 8000 rupiah jika menggunakan ceker. Variasi mie
ayam milik Bu Parmi hanya ada dua yaitu mie ayam biasa dan mie ayam ceker.ketika ditanya
mengapa harga mie ayamnya sangat murah, beliau menjelaskan bahwa beliau masih tergolong
baru dalam berdagang jadi takut jika dipatok dengan harga tinggi tidak laku. Beliau tidak takut
rugi karena dalam keyakinannya jika rejeki tidak akan kemana.
Mie ayam milik Bu Parmi jika dilihat dari
kultur dan tampilannya sama seperti mie aam pada
umumnya. Akan tetapi perbedaan terlihat pada kuah
yang terdapat kare ayam didalamnya sedikit berbeda
dengan mie ayam pada umumnya. Bu Parmi
memaparkan jika kare yang dia tambahkan dalam mie
ayamnya adalah ajaran dari sang Ibu yang tinggal di
Boyolali. Hal tersebut menjadi ciri khas mie ayam
murah ini. Selain itu tekstur mie yang lembut berwana
kuning membuat kelezatan tersendiri. Pada saat
ditanya alas an berjualan mie ayam tidak bakso saja, beliau munuturkan “ kalau bakso itu sudah
ada yang jual mbak banyak malah dilingkungan tempat tinggal saya, selain itu mbak jika bakso
dipatok harag murah pasti pembeli curiga takutnya daging babi gitu tapi kalau dipatok harga
tinggi nanti tidak laku” tuturnya berapi-api. Pada saat ada pembeli yang memebeli mie ayam
makan di tempat, bu Parmi tidak menyediakan minum. Beliau join dengan penjual the poci yang
berada disampingnya. Join tersebut bagi hasi jika satu gelas the poci diharagai 5000 makan 3000
rupiah di berikan pada penjual the poci sedang sisanya menjadi keuntungan Bu Parmi.
Ditengah kesibukkan ibu dua anak tersebut melayani pelanggan, tiba-tiba dating bapakbapak meminta uang 5000an kepada Ibu Parmi. “maaf mbak itu tukang keamanan sama
kebersihan, biasanya dating jam 5an buat maintain uang kebersihan sama keamanan mbak”
tuturnya dengan logat jawa yang kental. Fakta yang unik. Setiap penjual di area Alun-alun Kidul
Yogyakarta memiliki sebuah organisasi tersendiri yang mengatur keamanan, kebesihan dan
ketertiban pedagang yang berjiualan sepanjang alun-alun kidul. Organisasi tersebut berasal dari
desa sekitar alun-alun. Bu Parmi mengungkapkan jika nama organisasi tersebut adalah paparasi.
Dalam satu bulan sekali ikatan pedagang alun-alun kidul bersama paparasi berkumpul bersama
untuk rapat dan memantau perkembangan penjualan di Alun-alun Kidul Yogyakarta. Setiap
pedagang diharuskan membayar 3000 rupiah setiap harinya sebagai uang keaman dan kebersihan
lingkungan. 3000 rupiah itu sudah ditetapkan bersama ketika rapat kongsi ikatan pedagang Alunalun Kidul Yogyakarta dan Paparasi.
Ketika ditanya apa harapannya kedepan, Ibu Parmi mengungkapkan bahwa beliau ingin
sekali memiliki kios mie ayam sehingga tidak capek mendorong gerobak. Beliau juga ingin
berjualan selain mie ayam seperti bakso, soto dan susu khas Boyolali. “ya smeoga jualan mie
ayam keliling ini sementara saja mbak sebagai penyambung hidup ketika suami saya sudah tidak
bekerja lagi nanti jika modal sudah kekumpul semoga bisa buat kios mie ayam sendiri” tuturnya.
Beliau juga mengemukakan suka duka ketika berdagang mie ayam keliling dan ketika mangkal
di daerah Alun-alun Kidul Yogyakarta. Bu Parmi mengungkapkan dia senang jika berjualan mie
ayam dan menjajagkannya disepanjang jalan area Alun-alun Kodul Yogyakarta karena dengan
menjajagkan mie ayam dia dan keluarga kecilnya dapat menyambung hidup setelah suaminya
tidak lagi bekerja. Tangungan Ibu Parmi tak hanya dirinya dan suaminya, namun juga kedua
anaknya. Anak penjual mie ayam yang selalu bersemangat itu ada 2 yang satu berumur 5 tahun
dan yang satu baru 3 tahun. Anak saya dua mbak yang satu sudah mau sekolah, jaman sekarang
kalau tidak gerak ya tidak bisa makan mbak. Tuntutan jaman sudah merubah segalanya mbak”
tuturnya sederhana ketika ditanya motivasi yang membuatnya berjualan mie ayam. Dengan
pakaian yang lusuh dan keringat didahinya dia dengan cekatan melayani pelanggan.nampak sore
itu terdapat 2 pelanggan yang mengantri untuk mencicipi mie ayam buatan Ibu Parmi. Ketika
sedang melayani pelanggn lain, tiba-tiba pelanggan yang tengah memakan mie ayam menceletuk
“mbak kok asin banget mie ayam e” spontan Bu Parmi mendatangi dan meminta maaf kepa Ibuibu yang sedang makan mie ayam dan protes karena mie ayam yang disajikan oleh Bu Parmi
tersebut asin. Bu Parmi lalu menawarkan untuk membuatkan ulang mie ayam yang lebih enak
lagi, akan tetapi Ibu yang tadi protes meninggalkan Bu Prami dan meninggalkan uang 10 ribu
rupiah.
Bu Parmi lalu tertunduk lemas. “Itu mbak duka saya ketika berjualan mie ayam. Kadang
beberapa pelanggan protes karena asin ataupun terlalu lembek mie ayamny. Lidah orang
berbeda-beda ya mbak saya sampe bingung dulu ada yang bilang tidak berasa sekarang pada
bilang terlalu asin. Ya Allah susah e mbak” keluhnya dengan mata berbinar ingin menangis.
Setelah berbincang lama, Bu Parmi kembali bangkit dan bersemangat lagi untuk berjualan mie
ayam kembali. Suami dan kedua anaknya dating. Sang suami menghibur Ibu dua anak itu.
Nampak harmonis ditengah berbagai ujian hidup yang menghadang mereka. “maaf ya mbak saya
cengeng. Maklum mbak saya baru menjual mie ayam mental saya masih mental gembus”
tuturnya lirih. “saya hanya berharap mbak usaha mie ayam yang saya dan suami bangun susah
payah ini kedepannya dapat berkembang, saya juga ingin berjualan soto dan membuat warung
kecil-kecilan bisa bikin minum sendiri tidak harus bagi hasil lagi. Mie ayam satu-satunya
tumpuab saaya saat ini mbak. Moto hidup saya kalau tidak gerak ya tidak bisa makan mbak”
lanjutnya smbil meringis. Nampak matanya menyulut semangat yang besar. Beliau berharap
nanti anak-anaknya tidak memiliki nasib yang serupa dengan keadaan beliau saat ini. Ya benar
tanpa usaha kita tidak bisa berlari jauh menggapai impian kita. Pengalaman hidup yang Bu Parmi
memang berat akan tetapi dari sanalah kita dapat memtik berbagai pelajaran yakni haus terus
bersyukur atas apa yang kita miliki saat ini dan tak lupa selalu usaha untuk mencapai apa yang
kita inginkan. Semangat wanita paruh baya itu patut dijadikan contoh. Serta tekadnya untu
keluarga kecilnya sikap pantang merahnya memberikan cerminan bahwa menyerah bukanlah
satu-satunya solusi untuk menghadapi berbagai masalah.
Download