WACANA Dalam hubungan dengan penggunaan kohesi, selain teks dalam konsep pengertian dalam bahasa tertulis, kohesi juga akan berhubungan dengan konsep wacana yaitu sebagai kesinambungan cerita dengan bahasa yang mudah dan kesinambungan ini ditunjang oleh jalinan informasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, wacana didefenisikan sebagai: (1) ucapan, perkataan, tutur; (2) keseluruhan tutur yang merupakan satu kesatuan; (3) satuan bahasa terlengkap, realisasinya tampak pada bentuk karangan utuh seperti novel, buku, atau artikel, atau pada pidato, khotbah, dan sebagainya. Dasar sebuah wacana ialah klausa atau kalimat yang menyatakan keutuhan pikiran. Wacana adalah unsur gramatikal tertinggi yang direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh dan dengan amanat yang lengkap dengan koherensi dan kohesi yang tinggi. Wacana utuh harus dipertimbangkan dari segi isi (informasi) yang koheren sedangkan sifat kohesifnya dipertimbangkan dari keruntutan unsur pendukungnya yaitu bentuk. Wacana yaitu ”Komunikasi buah pikiran, baik lisan maupun tulisan, yang resmi dan teratur.” Wacana dapat juga diartikan sebuah tulisan yang teratur menurut urut-urutan yang semestinya atau logis. Dalam wacana setiap unsurnya harus memiliki kesatuan dan kepaduan. Wacana ialah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir nyata disampaikan secara lisan atau tertulis.( HENRY GUNTUR TARIGAN) E. CIRI-CIRI WACANA : 1. Mempunyai koheren (pertautan: ayat dgn ayat, perenggan dgn perenggan lain dan isi dengan isi yang lain) 2. Mempunyai kohesi (kesepaduan) ketepatan seluruh isi-isi yang dikemukakan fokus kepada tajuk yang diketengahkan 3. Mempunyai tujuan bagi menentukan jenis wacana, penggunaan ayat 4. Diterima khalayak/audiens penerimaan tinggi jika pembaca atau pendengar memahami sepenuhnya wacana itu dan mempunyai tujuan yang sama 5. Berlandaskan hubungan penutur dengan pendengar, penulis dengan pembaca 6. Mempunyai andaian dan inferens ,inferens memberikan maklumat baru kepada andaian 7. Mempunyai gaya bersahaja atau tidak bersahaja, rasmi atau tidak rasmi, mempengaruhi pemilihahan laras bahasa, ayat, penggunaan dialek dan lain-lain. F. JENIS-JENIS WACANA Menurut Praptomo Baryadi (2001, h. 3 dalam Sumarlam, 2003, h. 15-20) wacana dapat diklasifikasikan menjadi berbagai jenis menurut dasar pengklasifikasiannya. Misalnya berdasarkan bahasanya, media yang dipakai untuk mengungkapkan, jenis pemakaian, bentuk, serta cara dan tujuan pemaparan. 1. Bahasa yang dipakai sebagai sarana untuk mengungkapkannya wacana dapat diklasifikasikan menjadi: a. Wacana bahasa nasional (Indonesia). b. Wacana bahasa daerah (bahasa Jawa, Bali, Sunda, Madura, dan sebagainya). c. Wacana bahasa internasional (Inggris). d. Wacana bahasa lainnya seperti bahasa Belanda, Jerman, Perancis, dan sebagainya. 2. Berdasarkan media yang digunakannya maka wacana dapat dibedakan atas: a. Wacana tulis artinya wacana yang disampaikan dengan bahasa tulis atau melalui media tulis. Untuk dapat menerima atau memahami wacana tulis maka sang penerima atau pesapa harus membacanya. b. Wacana lisan berarti wacana yang disampaikan dengan bahasa lisan atau media lisan. Untuk dapat menerima dan memahami wacana lisan maka sang penerima atau pesapa harus menyimak atau mendengarnya. 3. Berdasarkan sifat atau jenis pemakaiannya wacana dapat dibedakan antara wacana monolog dan wacana dialog. a. Wacana monolog (monologue discourse) artinya wacana yang disampaikan oleh seorang diri tanpa melibatkan orang lain untuk berpartisipasi secara langsung. b. Wacana dialog (dialogue discourse) yaitu wacana yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara langsung. 4. Berdasarkan bentuknya wacana dapat diklasifikasikan menjadi tiga bentuk wacana prosa, puisi, dan drama. a. Wacana prosa yaitu wacana yang disampaikan dalam bentuk prosa (Jawa: gancaran).Wacana berbentuk prosa ini dapat berupa wacana tulis atau lisan. Contoh wacana prosa tulis misalnya cerita pendek (cerpen), cerita bersambung (cerbung), novel, artikel, dan undang-undang; sedangkan contoh wacana prosa lisan misalnya pidato, khotbah, dan kuliah. b. Wacana puisi yaitu wacana yang disampaikan dalam bentuk puisi (Jawa: geguritan). Seperti halnya wacana prosa, wacana puisi juga dapat berupa wacana tulis maupun lisan. Puisi dan syair adalah contoh wacana tulis, sedangkan puitisasi atau puisi yang dideklamasikan dan lagu-lagu merupakan contoh jenis wacana lisan. c. Wacana drama yaitu wacana yang disampaikan dalam bentuk drama, dalam bentuk dialog baik berupa wacana tulis maupun wacana lisan. Bentuk wacana drama tulis terdapat pada naskah drama atau sandiwara, sedangkan bentuk wacana drama lisan terdapat pada pemakaian bahasa dalam peristiwa pementasan drama, yakni percakapan antarpelaku dalam drama tersebut. 5. Berdasarkan cara dan tujuan pemaparannya pada umumnya wacana diklasifikasikan menjadi lima macam yaitu wacana narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi dan persuasi. a. Wacana narasi atau wacana penceritaan disebut juga wacana penuturan yaitu wacana yang mementingkan urutan waktu dituturkan oleh persona pertama atau ketiga dalam waktu tertentu. Wacana narasi ini berorientasi pada pelaku dan seluruh bagiannya diikat secara kronologis. Jenis wacana narasi pada umumnya terdapat pada berbagai fiksi. b. Wacana deskripsi yaitu wacana yang bertujuan melukiskan, menggambarkan atau memerikan sesuatu menurut apa adanya. c. Wacana eksposisi atau wacana yang tidak mementingkan waktu dan pelaku. Wacana eksposisi ini berorientasi pada pokok pembicaraan, dan bagian-bagiannya diikat secara logis. d. Wacana argumentasi adalah yang berisi dea tau gagasan yang dilengkapi dengan data-data sebagai bukti dan bertujuan menyakinkan pembaca akan kebenaran dea tau gagasannya. Wacana argumentasi ini ada yang pendek dan ada pula yang panjang. Argumentasi yang pendek dapat terdiri atas satu kalimat atau beberapa kalimat. e. Wacana persuasi yaitu wacana yang bersifat ajakan atau nasihat biasanya ringkas dan menarik serta bertujuan untuk mempengaruhi secara kuat pada pembaca atau pendengar agar melakukan nasehat atau ajakan tersebut. Menurut Fatimah Djajasudarma (1994, h. 6-14) jenis wacana dapat dikaji dari segi eksistensinya (realitasnya), media komunikasinya, cara pemaparannya, dan jenis pemakaiannya. 1. Berdasarkan realitasnya wacana ada dua yaitu : a. Wacana verbal yaitu rangkaian kebahasaan verbal atau language exist (kehadiran kebahasaan) dengan kelengkapan struktural bahasa, mengacu pada struktur apa adanya. b. Non verbal atau language likes mengacu pada wacana sebagai rangkaian non bahasa, yakni rangkaian isyarat atau tanda-tanda yang bermakna (bahasa isyarat). 2. Berdasarkan media komunikasinya wacana dapat diklasifikasikan menjadi wacana lisan dan wacana tulisan. a. Wacana lisan wujudnya berupa sebuah percakapan struktural bahasa mengacu pada struktur apa adanya. b. Wacana tulisan yang berwujud sebuah teks atau bahan tertulis yang dibentuk oleh lebih dari satu alinea yang merupakan wacana. 3. Berdasarkan pemaparannya, wacana meliputi : a. Wacana naratif yaitu rangkaian tuturan yang menceritakan hal atau kejadian (peristiwa) melalui penonjolan pelaku (persona I atau III). b. Wacana deskripsi yaitu rangkaian tuturan yang memaparkan sesuatu atau melukiskan sesuatu baik berdasarkan pengalaman maupun pengetahuan penuturnya. c. Wacana prosedural yaitu rangkaian tuturan yang melukiskan sesuatu berurutan dan secara kronlogis. d. Wacana ekspositori yaitu tuturan yang bersifat menjelaskan sesuatu berisi pendapat atau simpulan dari sebuah pandangan. e. Wacana hortatori yaitu tuturan yang berisi ajakan atau nasehat. f. Wacana dramatik yaitu menyangkut beberapa orang penutur dan sedikit bagian naratif. g. Wacana epistorari yaitu dalam surat-surat, dengan sistem dan bentuk tertentu. h. Wacana seremonial yaitu wacana yang berhubungan dengan upacara adat yang berlaku, di masyarakat bahasa, berupa nasehat atau pidato pada upacara perkawinan, kematian , syukuran. 4. Berdasarkan jenis pemakaiannya diklasifikasikan menjadi: a. Monolog (satu orang penutur) yaitu wacana yang tidak melibatkan bentuk tutur percakapan antara dua pihak yang berkepentingan. b. Dialog (dua orang penutur) yaitu wacana yang berupa percakapan antara dua pihak. c. Polilog (lebih dari dua penutur) yaitu wacana yang melibatkan partisipan pembicaraan di dalam konversasi. G. PRINSIP-PRINSIP WACANA Tujuan • Setiap wacana yang hendak dihasilkan mesti mempunyai tujuan kerana tujuanlah yang menentukan jenis wacana yang digunakan. Tujuan adalah penting untuk memilih teknik penyampaian wacana, sama ada secara naratif, deskriptif atau eksposisi atau penghujahan. Tujuan juga menentukan bentuk wacana, sama ada ucapan, ceramah, surat rasmi atau tidak rasmi dan sebagainya. Jika tujuan wacana adalah untuk mendapatkan maklumat, ayat yang digunakan ialah ayat tanya. Jika maklumat pula yang hendak disampaikan, ayat penyata digunakan. Tautan • Tautan atau kohesi bermaksud keserasian hubungan antara unsur linguistik dengan unsur linguistik yang lain dalam sesebuah wacana. Keserasian ditinjau daripada hubungan antara sesuatu perkataan, frasa atau ayat dengan sesuatu perkataan dalam wacana tersebut. Tautan dapat mewujudkan kesinambungan antara sebahagian teks dengan sebahagian teks yang lain sehingga membentuk satu kesatuan. Runtutan • Runtutan atau koheran merupakan kesinambungan idea yang terdapat dalam sesebuah wacana sehingga menjadi satu teks yang bermakna. Runtutan merupakan asas dalam pembinaan wacana kerana tanpa makna, teks tidak dianggap sebagai wacana. Penerimaan • Sesuatu wacana perlu mempunyai pendengar atau pembaca yang merupakan penerima sesuatu wacana. Tahap penerimaan seseorang itu tinggi jika pendengar atau pembaca memahami sepenuhnya wacana yang disampaikan. Sebaliknya tahap penerimaan adalah rendah jika wacana tersebut tidak difahami oleh pendengar atau pembaca. Maklumat • Setiap wacana perlu mempunyai maklumat, iaitu maklumat baharu dan maklumat lama. Maklumat lama ialah maklumat yang telah dinyatakan pada peringkat awal dan diulang dalam konteks berikutnya, manakala maklumat baharu ialah maklumat yang baharu sahaja dinyatakan dalam wacana tersebut. Keadaan • Sesuatu wacana perlulah sesuai dengan keadaan. Kesesuaian itu menjadikan sesuatu wacana relevan dengan situasi ujaran. Pemilihan kata, frasa dan susunan ayat yang tepat amat penting untuk menjadikan sesuatu wacana itu sesuai dengan keadaan. Interteks Interteks bermaksud sesuatu wacana bergantung kepada wacana yang lain. Melalui interteks, sesuatu wacana lebih mudah difahami oleh pembaca atau pendengar. Kefahaman seseorang terhadap sesuatu wacana yang dibaca atau didengar akan membantu menghasilkan wacana.