Uploaded by cahyadioran

Skripsi Harun

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Manusia adalah mahluk sosial yang selalu membutuhkan keberadaan
manusia lain untuk tetap bertahan hidup, karena kodratnya tersebut maka manusia
hidup dalam suatu kelompok-kelompok tertentu, kebiasaan hidup berkelompok
tersebut sudah ada sejak jaman pra-sejarah dimana manusia masih hidup
berpindah-pindah, dan sejak itu pula manusia sudah mengenal pemimpin. Sama
halnya dengan jaman moderen seperti saat ini manusia tetap sebagai mahluk
sosial yang membutuhkan manusia lainnya untuk tetap bertahan hidup, akan tetapi
sudah barang tentu terdapat perbedaan yang mencolok antara jaman dulu dan
jaman sekarang mengenai kehidupan kelompok yang terjadi, pada jaman modern
seperti saat ini kebanyakan manusia tidak lagi hidup berpindah-pindah tetapi
sudah hidup menetap disuatu wilayah atau tempat tertentu selain itu sudah banyak
muncul berbagai macam kehidupan kelompok dengan berbagai macam jenis
kegiatan dan tujuan.
Perkembangan kehidupan kelompok yang terjadi saat ini memunculkan
kehidupan kelompok yang baru yaitu kelompok formal dan kelompok in-formal,
kelompok formal yaitu kelompok yang mempunyai peraturan-peraturan yang
tegas dan dengan sengaja diciptakan oleh anggota-anggotanya untuk mengatur
hubungan antara anggota-anggotanya, sedangkan kelompok in-formal adalah
kelompok yang tidak mempunyai struktur dan organisasi tertentu atau pasti,
2
(Soerjono soekanto 1996:151). Kelompok-kelompok tersebut biasanya terbentuk
karena pertemuan yang berulang kali dan itu menjadi dasar bagi bertemunya
kepentingan-kepentingan dan pengalaman yang sama, dan dari kelompokkelompok tersebut terdapat pemimpinya masing-masing yang bertanggung jawab
terhadap kelompoknya.
Pada saat ini kelompok formal dan in-formal sangat berkembang, hal itu
dapat dilihat dari banyaknya muncul berbagai macam organisasi. Menurut
Taliziduhu Ndraha (2003: 58) Organisasi adalah alat atau input bagi usaha
mencapai tujuan. Organisasi tersebut yaitu organisasi pemerintahan maupun
organisasi swasta, dengan munculnya berbagai macam organisasi tersebut akan
semakin membutuhkan pemimpin yang berberbeda-beda sesuai dengan jenis dan
tujuan dari organisasi yang dipimpinnya. Setiap organisasi terdiri dari sekelompok
orang yang saling bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu, oleh karena itu
suatu organisasi tidak bisa berjalan dengan baik tanpa adanya seorang pemimpin,
karena setiap organisasi baik swasta maupun instansi pemerintah memiliki dua
unsur penting yaitu pemimpin dan bawahan yang diharapkan kedua unsur tersebut
dapat bekerja sama untuk mewujudkan tujuan yang ingin dicapai, yaitu
mewujudkan aparatur yang bersih, bertanggung jawab, berwibawa dan
profesional dengan melaksanakan fungsi administrasi dan manajemen sesuai
dengan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing.
Pemimpin merupakan bagian dari organisasi yang tidak dapat di pisahkan,
karena adanya suatu keterbatasan dan adanya kelebihan-kelebihan tertentu pada
manusia, selain itu pemimpin merupakan panutan bagi pegawai atau bawahannya,
3
oleh sebap itu pemimpin mempunyai peranan yang sangat penting bagi
kelangsungan organisasi agar tetap terarah dan fokus. Seorang pemimpin yang
ingin mencapai tujuannya dengan efektif, maka pemimpin tersebut harus
mempunyai wewenang untuk memimpin para bawahannya untuk mencapai tujuan
tersebut, artinya pemimpin mempunyai hak untuk untuk bertindak dan
mempengaruhi tingkah laku orang yang di pimpinya. Apabila dalam menjalankan
tugasnya sebagai seorang pemimpin mendapatkan tanggapan positif dari
pegawainya, artinya kebijakan-kebijakan ataupun gaya kepemimpinan yang di
terapkan sesuai dengan kebutuhan organisasi maupun keinginan para bawahan,
yang nantinya akan meningkatkan atau mempengaruhi mereka dalam bekerja dan
begitupun sebaliknya apabila dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang
pemimpin mendapatkan tanggapan negatif dari pegawainya, artinya kebijakankebijakan ataupun gaya kepemimpinan yang di terapkan tidak sesuai dengan
kebutuhan organisasi maupun keinginan para bawahan, yang nantinya akan
menurunkan kinerja dari organisasi. Oleh sebap itu seorang pemimpin seharusnya
dapat menyesuikan gaya kepemimpinan yang digunakan dengan situasi yang ada
dalam organisasinya.
Menurut teori situasional dari Hersey dan Blanchard yang di kutip oleh
Triantoro Safaria (2004:70) bahwa karakteristik kematangan bawahan sebagai
kunci pokok situasi yang menentukan keefektifan perilaku seorang pemimpin,
karena bawahan memiliki tingkat kesiapan dan kematangan yang berbeda-beda
sehingga pemimpin harus mampu menyesuaikan gaya kepemimpinannya agar
sesuai dengan situasi kesiapan dan kematangan bawahan. Tingkat kematangan
pada gaya kepemimpinan situasional dikategorikan kedalam empat tingkat yaitu :
1. Tidak mampu dan tidak mau atau tidak yakin (M1)
2. Mampu tetapi tidak mau atau kurang yakin (M2)
3. Tidak mampu tetapi mau (M3)
4. Mampu dan mau (M4).
4
Ada empat gaya kepemimpinan yang harus di adopsi dan disesuaikan
dengan empat karakteristik kematangan bawahan diatas :
1. Gaya G1 : Instruksi. Gaya ini ditandai dengan komunikasi satu arah, yang
bersifat instruksi-instruksi yang mengarahkan bawahan secara ketat
didalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Dalam hal ini pemimpin lebih
banyak memberitahukan, membimbing, mengarahkan, dan menentukan
peranan bawahan.
2. Gaya G2 : Konsultasi. Gaya ini ditandai dengan komunikasi dua-arah dari
pemimpin, walaupun masih memberikan pengarahan tetapi pemimpin
meminta masukan dari bawahan sebelum membuat keputusan. Pemimpin
memberikan dukungan sosio-emosional agar bawahan turut bertanggung
jawab dalam pekerjaannya.
3. Gaya G3 : Partisipasi. Gaya ini ditandai dengan kerjasama antara
pemimpin dan bawahan dalam pengambilan keputusan, melalui
komunikasi dua-arah, dan memberikan kemudahan akses informasi
penting. Pemimpi selalu melibatkan bawahan untuk berpartisipasi didalam
setiap aktivitas kerja.
4. Gaya G4 : Delegasi. Gaya ini ditandai dengan kebebasan dan
pendelegasian tugas serta wewenang yang luas kepada bawahan.
Pemimpin hanya memberikan sedikit pengarahan dan pengawasan, karena
kemampuan dan keahlian bawahan yang sangat tinggi dalam
menyelesaikan tugasnya.
Jadi jelaslah fungsi dan peranan kepemimpinan sangat menentukan dan
besar pengaruhnya terhadap pencapaian tujuan organisasi pada umumnya dan
terhadap efektivitas pegawai pada khususnya. Akan tetapi dari keempat gaya
kepemimpinan situasional di atas masih dapat dikembangkan lagi menjadi gaya
kepemimpinan yang baru yang mungkin dapat lebih meningkatkan efektivitas
gaya kepemimpinan.
Keberhasilan seorang pemimpin dalam menggerakkan organisasi dalam
pencapaian tujuan sangat ditentukan oleh kewibawaan dan keefektifan gaya
kepemimpinan yang digunakan atau dengan kata lain bahwa pemimpin harus
mempunyai metode dan gaya yang tepat dalam mengatur, membimbing dan
mengelola sumberdaya manusia yang ada. Miftah Thoha (2001:49) mengatakan
5
bahwa Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh
seorang pemimpin pada saat pemimpin tersebut mencoba mempengaruhi perilaku
bawahannya ataupun orang lain seperti yang ia lihat. Kepemimpinan yang efektif
harus memberikan pengarahan terhadap usaha-usaha semua bawahan dalam
mencapai tujuan perusahaan, tanpa adanya kepemimpinan yang efektif maka
hubungan antara tujuan perseorangan dan tujuan organisasi mungkin menjadi
renggang atau lemah, hal ini dapat menimbulkan situasi perseorangan yang hanya
bekerja untuk mencapai tujuan pribadinya sehingga organisasi menjadi tidak
efisien dalam pencapaian sasaran. Jadi agar hasil kepemimpinan terlihat efektif
pada kinerja karyawan, diperlukan gaya kepemimpinan yang efektif pula. Dengan
kata lain kepemimpinan sangat diperlukan bila suatu organisasi ingin sukses.
Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting Propinsi Nusa Tenggara Barat
adalah salah satu instansi pemerintahan yang berada di bawah naungan langsung
Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polisi Republik Indonesia (LEMDIKLAT),
dan bertanggung jawab langsung kepada Polisi Daerah Nusa Tenggara Barat
(Polda NTB). Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting mulai didirikan pada tahun
2002 dan lembaga ini resmi beroperasi mulai tahun 2004 sebagai Lembaga
Pendidikan dan Pelatihan khusus untuk anggota tamtama dan bintra polri. Setelah
beroperasi selama  2 tahun Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting berhenti
beroperasi karena pada tahun 2006 terkena bencana alam berupa banjir bandang
yang melanda Kecamatan Sambelia tempat Sekolah Polisi Negara (SPN)
Belanting didirikan, yang menyebapkan fasilitas dan peralatan yang ada di
6
Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting mengalami kerusakan bahkan ada yang
hilang dan tidak bisa digunakan lagi.
Setelah dilakukan pembenahan kembali selama  1 tahun terhadap fasiltas
yang ada, maka pada tahun 2007 Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting mulai
beroperasi kembali sebagai Lembaga Pendidikan Dan Pelatihan khusus untuk
anggota Bintra Polri. sebagai Lembaga Pendidikan Dan Pelatihan khusus untuk
anggota Bintra Polri, Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting tidak mempunyai
wewenang untuk menangkap, menyelidiki, memproses orang yang melanggar
hukum seperti halnya wewenang yang dimiliki oleh Polsek, Polres maupun Polda.
Akan tetapi sewaktu-waktu jika dibutuhkan dengan alasan bahwa terdapat
kekurangan personil dari Polres maupun Polsek maka personil dari Sekolah Polisi
Negara (SPN) Belanting akan dapat membantu dalam masalah pengamanan
tertentu seperti dalam pengamanan pemilihan gubernur ataupun pemilihan
presiden.
Setiap organisasi swasta maupun pemerintah
pasti memiliki seorang
pemimpin yang bertanggung jawab untuk mengatur
organisasi agar berjalan
sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, begitupun pada Sekolah Polisi Negara
(SPN) Belanting yang dipimpin oleh seorang Kepala Sekolah Polisi Negara
(KA.SPN) yang membawahi 57 orang pegawai dengan jabatan dan jenjang
kepangkatan yang berbeda-beda. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel jenjang
jabatan di bawah ini :
7
Tabel 1: Jenjang jabatan pada SPN Belanting
Strata
Jenis Jabatan
I
KA.SPN
II
SESLEM,
Populasi (Orang)
1
KAKORGADIK,
KAKORSIS, KAJARLAT
KAUR/PAUR,
III
IV
KANIT,
4
GADIK,
PATUN
16
KARYAWAN/STAF
36
57
Jumlah
Sumber : SPN Belanting
Keterangan :
I.
Kepala Sekolah Polisi Negara (KA.SPN).
II.
Sekertaris
Lembaga
(Seslem),
Kepala
Koordinasi
Gadik
(Kakorgadik), Kepala Koordinasi Siswa (Kakorsis), Kepala
Pelajaran dan Latihan (Kajarlat).
III.
Kepala Urusan (Kaur/Paur), Kepala Unit (Kanit), Pembina, Tenaga
Pendidik (Gadik), Kepala Pemantau (Patun).
IV.
Karyawan/Staf dari Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting yang
terdiri dari angota kepolisian dan pegawai negeri sipil biasa.
Para pimpinan yang ada pada Sekolah Polisi Negara bertugas
menggerakan bawahan agar mereka dengan sadar dan bersama-sama bersedia
berfikir dan bekerja sama untuk kepentingan dan tujuan yang telah di tetapkan.
Untuk itu diharapkan agar pada Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting Propinsi
Nusa Tenggara Barat memiliki pemimpin yang mempunyai gaya kepemimpinan
yang efektif sesuai dengan tingkat kematangan para bawahannya untuk
8
mendukung tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang pemimpin pada
lembaga pendidikan dan pelatihan tersebut. Dari hasil pengamatan sementara
bahwa para pimpinan yang pada Sekolah Polisi Negara Belanting menunjukkan
kecenderungan dalam menggunakan gaya kepemimpinan situasional dimana
dapat dilihat dari seringnya dilakukan pemberian pengarahan-pengarahan kepada
bahwahan yang bertujuan mengarahkan bawahan, dan juga terkadang para
pimpinan memberikan tugas-tugas yang tidak sesuai dengan tingkat kematangan
bawahannya, selain itu para pimpinan terkadang memberikan tugas.
Oleh karena itu perlu dilakukan Pengukuran efektivitas dari gaya
kepemimpinan para pimpinan yang ada pada sekoalah polisi negara, yang
bertujuan untuk mengetahui efektivitas gaya kepemimpinan dan sebarapa
efektifkah gaya kepemimpinan yang di terapkan oleh para pimpinan yang ada
pada Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang dapat di identifikasikan permasalahan yang
ada pada penelitian ini yaitu apakah penerapan gaya kepemimpinan yang tepat
sesuai dengan tingkat kematangan dan harapan bawahan dapat meningkatkan
efektivitas kerja karyawan tersebut.
9
1.3. Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah gaya kepemimpinan situasional konvensional yang diterapkan
para pimpinan yang ada pada Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting
sudah efektif ?
2. Apakah gaya kepemimpinan situasional yang akan dikembangkan dapat
meningkatkan efektifitas kepemimpinan dari para pimpinan yang ada pada
Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting ?
1.4. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui apakah gaya kepemimpinan situasional konvensional
yang diterapkan para pimpinan yang ada pada Sekolah Polisi Negara
(SPN) Belanting sudah efektif ?
2. Untuk mengetahui apakah gaya kepemimpinan situasional yang akan
dikembangkan dapat meningkatkan efektivitas kepemimpinan dari para
pimpinan yang ada pada Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting ?
1.5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian yang akan dilakukan ini
adalah sebagai berikut :
10
1. Manfaat akademik, yaitu sebagai bahan penulisan skripsi dalam rangka
memenuhi syarat untuk mencapai kebulatan studi program strata satu (S1)
pada Fakultas Ekonomi Universitas Mataram.
2. Manfaat pembuktian teoritis, yaitu untuk mengaplikasikan teori ekonomi
khususnya dalam bidang sumber daya manusia.
3. Secara praktis dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
lembaga sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan dan
menetapkan kebijaksanaan selanjutnya.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Khaerul Hadi (2008) yang
berjudul “Analisis Gaya Kepemimpinan Direktur Laboratorium Klinik Gora di
Monjok Mataram”. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif
dengan metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode sensus karena
jumlah karyawan (populasi) pada lokasi penelitian relatif kecil, dan teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan dokumentasi, alat
pengumpul
data
yang
digunakan
adalah
kuesioner.
Untuk
menjawab
permasalahan yang di ajukan sekaligus menguji hipotesa alat analisa yang
digunakan adalah analisis kualitatif yaitu dengan menggunakan metode Leader
Adaptability and Style Inventory (LASI) atau pendekatan situasional diantaranya
adalah menentukan gaya kepemimpinan, penentuan efektivitas gaya dan Tabel
adaptibility. Dari analisis tersebut diketahui bahwa gaya kepmimpinan yang
digunakan oleh Direktur Laboratorium Klinik Gora adalah gaya konsultasi (G2)
dan gaya ini dianggap efektif atau sesuai dengan tingkat kematangan karyawan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sar’i Hidayad (2006) dengan
judul ”Analisis Efektivitas Gaya Kepemimpinan (Studi pada Kantor Camat Sakra
Kabupaten Lombok Timur”). Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif
dengan metode pengumpulan data yang digunakan adalah angket,observasi,
wawancara dan dokumentasi, sedangakan alat pengumpulan datanya adalah
12
dengan menggunakan kuesioner. Untuk menjawab permasalahan yang diajukan
sekaligus menguji hipotesa alat analisa yang digunakan adalah dengan
menggunakan metode analisa tabel. Dari analisis tersebut diketahui bahwa gaya
kepemimpinan partisipasi merupakan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan
kematangan pegawai kantor Camat Sakra Kabupaten Lombok Timur termaksud
pada kategori sedang ke tinggi (G3), yakni bawahan memiliki kemampuan tetapi
tidak memiliki kemauan atau rasa percaya diri untuk memikul tanggung jawab,
sehingga gaya partisipasi yang lebih banyak memberikan perilaku mendukung
bawahan dibandingkan mengarahkan, sehingga gaya ini dipandang tepat dalam
situasi seperti ini.
Penelitian yang dilakukan oleh Beny Harkat (2005) dengan judul
”Pengukuran efektifitas gaya kepemimpinan kantor kejaksaan tinggi Nusa
tenggara barat”. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif
dengan metode pengumpulan data menggunakan metode sampel survey,
sedangkan tehnik dan alat pengumpulan data yang digunakan adalah observasi
dan wawancara, sedangkan alat pengumpulan datanya adalah kuesioner. Untuk
menjawab permasalahan yang diajukan sekaligus menguji hipotesa alat analisa
yang digunakan adalah dengan menggunakan metode kualitatif diantaranya
adalah menentukan gaya kepemimpinan, penentuan efektifitas gaya dan
adabtabiliti. Dari analisis tersebut diketahui bahwa gaya kepemimpinan yang
digunakan adalah delegasi dan gaya kepemimpinan tersebut tidak efektif dan
belum sesuai dengan tingkat kematangan pegawai.
13
Adapun persaman dengan penelitian yang akan dilakukan ini adalah :
1. Melakukan pengukuran efektivitas gaya kepemimpinan dengan
menggunakan pendekatan teori kepemimpinan situasional.
2. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif
3. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner
Adapun perbedan dengan penelitian yang akan dilakukan ini adalah :
1. Penelitian terdahulu tidak mengembangkan teori kepemimpinan
situasional, sedangkan dalam penelitian yang akan dilakukan
mengembangkan teori kepemimpinan situasional.
2. Metode pengumpulan data yang digunakan oleh Khaerul hadi adalah
metode sensus, sedangkan dalam penelitian yang akan dilakukan ini
menggunakan sampel survey.
3. Obyek penelitian pada penelitian yang akan dilakukan ini adalah
Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting.
2.2. Tinjauan Teoritis
2.2.1. Pengertian Pemimpin
Dari berbagai definisi yang disampaikan tentang pemimpin pada dasarnya
mempunyai kesamaan dan pokok pengertiannya, adapun beberapa definisi dari
pemimpin yang di sampaikan oleh para ahli yaitu sebagai berikut :
1. Menurut Stephen P. Robbins (2002:3) Pemimpin adalah seseorang yang
memiliki kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok kearah
tercapainya tujuan.
14
2. Menurut Miftah Thoha (2001:5) Pemimpin adalah seseorang yang
mempunyai kekuasaan untuk mempengaruhi perilaku orang lain.
3. Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2003:13) Pemimpin adalah seseorang
yang
mempergunakan
wewenang
dan
kepemimpinannya
untuk
mengarahkan orang lain serta bertanggung jawab atas pekerjaan orang
tersebut dalam mencapai suatu tujuan.
Berdasarkan pengertian di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa
pemimpin adalah orang yang memiliki kekuasaan, wewenang serta kemampuan
untuk mempengaruhi dan mengarahkan orang lain agar mau bekerja sama untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2.2.2. Pengertian Kepemimpinan
1. Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2003:13) Kepemimpinan adalah gaya
seorang pemimpin mempengaruhi bawahannya, agar mau bekerja sama dan
bekerja efektif sesuai dengan perintahnya dengan bersikap tegas, rasional,
bertindak konsisten, berlaku adil dan jujur.
2. Menurut
Miftah
Thoha
(2001:9)
kepemimpinan
adalah
kegiatan
mempengaruhi perilaku orang lain atau seni mempengaruhi perilaku manusia
baik perorangan maupun kelompok.
3. Menurut Josep C. Rost yang di kutip oleh Triantoro Safaria (2004:3)
Kepemimpinan adalah sebuah hubungan yang saling mempengaruhi diantara
pemimpin dan pengikut (bawahan) yang menginginkan perubahan nyata yang
mencerminkan tujuan bersama.
15
4. Menurut George R Terry dikutip oleh Miftah Thoha (2001:5) merumuskan
bahwa kepemimpinan itu adalah aktivitas untuk mempengaruhi orang-orang
agar mau diarahkan untuk mencapai tujuan organisasi.
Berdasarkan pengertian di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa
Kepemimpinan adalah suatu kegiatan dengan mengunakan cara-cara, gaya,
ataupun perilaku tertentu untuk mempengaruhi seseorang ataupun kelompok agar
mau mengikuti dan melakukan perintah guna mencapai suatu perubahan sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan.
2.2.3. Pendekatan Teori Kepemimpinan
Kepemimpinan yang efektif adalah kepemimpinan yang mampu
menumbuhkan, memelihara dan mengembangkan usaha yang kooperatif dalam
kehidupan organisasi. Kriteria dari suatu pemimpin yang efektif dapat dilihat dari
kerjasama atau prestasi kelompok kerja dalam organisasi yang dipimpinnya.
Dalam
hal
ini
seorang
pemimpin
tidak
hanya
bisa
mempengaruhi
bawahan/pengikutnya tetapi juga bisa menjamin para bawahan/pengikutnya agar
mampu bekerja dengan seluruh kemampuanya.
Menurut Triantoro Safaria (2004:39) terdapat berbagai macam teori dan
pendekatan untuk mengupas fenomena kepemimpinan. Teori-teori tersebut
melihat kepemimpinan dari sudut pandang dan perspektif yang berbeda-beda.
Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut :
16
a. Teori sifat
Sifat merupakan salah satu karakteristik yang spesifik yang
dimiliki oleh individu, seperti kepercayaan diri, kejujuran, kecerdasan, dan
keberanian. Menurut teori ini hanya individu yang memiliki sifat-sifat
tertentulah yang bisa menjadi seorang pemimpin. Individu tersebut lebih
dikenal sebagai orang super (greatman).
Teori sifat menegaskan ide bahwa beberapa individu dilahirkan
memiliki sifat-sifat tertentu yang secara alamiah menjadikan mereka
seorang pemimpin. Teori ini mencoba untuk membandingkan sifat-sifat
yang dimiliki oleh seorang pemimpin dengan individu yang bukan
pemimpin. Adapun beberapa sifat umum yang tampaknya mempunyai
pengaruh terhadap kepemimpinan organisasi yaitu :
1. Kecerdasan. Hasil penelitian pada umumnya membuktikan bahwa
pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi di
bandingkan dengan yang di pimpin.
2. Kedewasaan dan keleluasaan hubungan sosial. Pemimpin cenderung
menjadi matang dan mempunyai emosi yang stabil, serta mempunyai
perhatian yang luas terhadap aktivitas-aktivitas sosial.
3. Motivasi diri dan dorongan prestasi. Para pemimpin relatif mempunyai
dorongan motivasi yang kuat untuk berprestasi. Mereka bekerja dan
berusaha mendapatkan penghargaan yang intrinsik dibandingkan dari
yang ekstrinsik.
4. Sikap-sikap hubungan kemanusiaan. Pemimpin-pemimpin yang
berhasil mau mengakui harga diri dan kehormatan para pengikutnya
dan selalu berpihak kepadanya.
5. Kepercayaan diri sifat ini berhubungan dengan keyakinan diri
pemimpin akan pertimbangannya, ide-idenya dan kemampuannya
sendiri. Pemimpin yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi tidak
mudah ragu-ragu dengan keputusan yang diambilnya, selalu yakin
akan pendirian yang dipegangnya.
6. Kejujuran. Sifat ini berhubungan dengan keyakinan bahwa pemimpin
bisa dipercaya, bisa dipegang janjinya, dan pemimpin tidak suka
memainkan peran palsu. Kejujuran akan membangun integritas dari
seorang pemimpin. Integritas berarti apa yang dikatakan oleh seorang
pemimpin, pasti selalu dilaksanakan.
7. Dorongan. Dorongan berkaitan dengan motivasi yang menciptakan
usaha tinggi untuk mencapai tujuan tertinggi, pemimpin yang memiliki
motivasi berprestasi yang tinggi akan memunculkan energi besar,
ketekunan, kegigihan dalam mencapai tujuannya (Miftah Thoha 2001;
32-34)
17
b. Teori Kelompok
Teori kelompok beranggapan bahwa, agar kelompok bisa
mencapai tujuan-tujuannya, maka harus terdapat suatu pertukaran yang
positif diantara pemimpin dan pengikutnya. Kepemimpianan yang
ditekankan pada adanya suatu proses pertukaran antara pemimpin dan
pengikutnya, melibatkan juga konsep-konsep sosiologi tentang keinginan
mengembangkan peranan.
Para pemimpin yang memperhitungkan dan membantu para
pengikutnya mempuyai pengaruh yang positif terhadap sikap, kepuasan
dan pelaksanaan kerja. Selain itu teori ini mengatakan bahwa bukan
pimpinan saja yang mempengaruhi para bawahan tetapi para bawahan juga
dapat mempengaruhi pemimpin dengan perilakunya, sebanyak pemimpin
beserta perilakunya mempengaruhi para bawahannya (Miftah Thoha
2001:34-36).
c. Teori Situasional
Dalam menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinanya, seorang
pemimpin pasti menghadapi situasi yang berbeda dari satu kurun waktu
kekurun waktu yang lain. Faktor-faktor tersebut juga berbeda antara satu
organisasi dengan organisasi yang lain. Adapun faktor situasi yang
berpengaruh itu adalah :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Kompleksitas tugas yang harus diselesaikan.
Jenis pekerjaan.
Bentuk teknologi yang digunakan.
Persepsi, sikap dan gaya kepemimpinan yang dimiliki oleh pemimpin.
Norma-norma yang dianut oleh kelompok kerja dalam organisasi.
Rentang kendali yang dianggap paling tepat yang mengarahkan pada
tingkat pendelegasian wewenang yang sesuai dengan kebutuhan
organisasi.
g. Tingkat stres yang mungkin timbul.
h. Iklim yang terdapat dalam organisasi.
18
Menurut Sondang P.Siagian (2002:39-41) Apabila berhadapan
dengan aneka ragam situasi seperti di atas, seorang pemimpin dapat
memperhatikan tiga hal, yaitu :
1. Sifat hubungan dengan para bawahannya yaitu berupa hubungan saling
percaya dan mempercayai.
2. Struktur tugas yang harus dikerjakan, yaitu kejelasan menyangkut
deskripsi tugas, pekerjaan, mekanisme penyelesaiannya dan tingkat
formalitas yang digunakan.
3. Posisi dan kewenangan seseorang, yang dimaksud ialah sampai sejauh
mana para bawahan menerima dan mengakui kewenangan atasan
untuk melakukan berbagai kegiatan dan pengambilan keputusan
tertentu.
Jadi teori ini baranggapan bahwa agar efektivitas gaya
kepemimpinan tercapai maka seorang pemimpin sedapat mungkin harus
menyesuaikan gaya kepemimpinan yang digunakan dengan situasi yang
ada, karena dengan begitu maka akan mampu menentukan keberhasilan
pelaksanaan kerja.
2.2.4. Teori Kepemimpinan Situasional
Teori kepemimpinan situasional tumbuh dari suatu usaha untuk
menjelaskan temuan-temuan yang tidak konsisten mengenai karakteristik dan
gaya. Teori situasional (Situational Theory) mengusulkan bahwa efektivitas dari
suatu gaya perilaku pemimpin bergantung pada situasinya. Dengan berubahnya
situas gaya yang berbeda menjadi sesuai. Terdapat beberapa model atau teori
kepemimpinan situasional yang terkenal dan telah dikembangkan mulai tahun
1970-an yaitu :
1. Teori Telaah Universitas Michigan
Telaah kepemimpinan yang dilakukan pada pusat riset dan suvei
Universitas Michigan mempunyai sasaran riset yaitu mencari karakteristik
perilaku pemimpin yang dikaitkan dengan ukuran keefektivan kinerja.
19
Kelompok Michigan mengemukakan dua dimensi perilaku
kepemimpinan yang mereka sebut berorientasi karyawan dan berorientasi
produksi. pemimpin yang berorientasi karyawan di deskripsikan sebagai
menekankan hubungan antar pribadi, mereka berminat secara pribadi pada
kebutuhan bahwa mereka dan menerima perbedaan individual diantara
anggota-anggota. Sebaliknya pemimpin yang berorientasi produksi,
cenderung menekankan aspek teknis atau tugas dari pekerjaan: perhatian
utama mereka adalah penyelesaian tugas kelompok mereka, dan angotaangota kelompok adalah suatu alat untuk tujuan akhir.
Jadi pemimpin yang perilakunya berorientasi karyawan dikaitkan
dengan produktivitas kelompok yang lebih tinggi dan kepuasan kerja yang
lebih tinggi. Pemimpin yang berorientasi produksi cenderung dikaitkan
dengan produktivitas kelompok yang rendah dan kepuasan kerja yang
lebih rendah (Stephen P Robbins 2002 : 6-7)
2. Model Kontigensi (Contingensi Model of Leadership)
Fiedler mengembangkan suatu model yang dinamakan Model
Kontigensi (Ketergantungan kepada keadaan). Model ini berisi tentang
hubungan antara gaya kepemimpinan dengan situasi yang menyenangkan.
Adapun situasi yang menyenangkan itu diterangkan oleh Fiedler dalam
hubungannya dengan dimensi-dimensi empiris berikut ini :
a. Hubungan pemimpin dan anggota. Mencerminkan tingkat sejauh mana
pemimpin memiliki dukungan, kesetiaan, dan kepercayaan dari
kelompok kerja. Hubungan kepemimpinan anggota yang baik
menyatakan bahwa banyak pemimpin dapat mengandalkan kelompok,
sehingga dengan demikian memastikan bahwa kelompok kerja akan
berusaha untuk mencapai tujuan dan sasaran pemimpin.
b. Derajat dari struktur tugas. Berkenaan dengan jumlah struktur yang
terkandung dalam tugas yang dilakukan oleh kelompok kerja. Karena
tugas yang terstruktur memiliki panduan mengenai bagaimana
pekerjaan tersebut seharusnya diselesaikan, maka pemimpin memiliki
pegendalian dan pengaruh yang lebih besar atas para karyawan yang
melaksanakan tugas semacam itu.
c. Kekuasaan Posisi berarti tingkat dimana pemimpin memiliki
kekuasaan formal untuk memberikan penghargaan, menghukum, atau
untuk memperoleh kepatuhan dari para karyawan(Robert Kreitner dan
Angelo Kinicki 2005:315-316).
20
Jadi menurut Fiedler bahwa pimpinan yang bergaya menekankan
pada hubungan kemanusian adalah bisa bersifat efektif dalam keadaan
ditengah-tengah antara sangat menyenangkan dan tidak menyenangkan.
Jika terjadi keadaan seperti ini maka gaya kepemimpinan yang lunak atau
yang menekankan pada hubungan kemanusian kiranya bisa dipergunakan
secara amat efektif. (Miftah Thoha 2001:37-40)
3. Teori Jalur-Tujuan ( Path Goal Theory)
Teori path-goal yang dikembangkan oleh Robert House yang
mempergunakan kerangka teori motivasi, merupakan pengembangan yang
sehat karena kepemimpinan di satu pihak sangat dekat berhubungan
dengan motivasi kerja dan pihak lain berhubungan dengan kekuasaan.
Adapun teori path-goal memasukkan empat tipe atau empat gaya utama
kepemimpinan sebagai berikut :
1. Kepemimpinan yang direktif (mengarahkan). Memberikan paduan
kepada karyawan mengenai apa yang seharusnya dilakukan dan
bagaimana cara melakukannya, menjadwalkan pekerjaan, dan
mempertahankan standar kinerja.
2. kepemimpinan
yang
mendukung
(supportive
leadership).
Menunjukkan kepedulian terhadap kesejahteraan dan kebutuhan para
karyawan, bersifat ramah dan dapat didekati, serta memperlakukan
para pekerja sebagai orang yang setara dengan dirinya.
3. kepemimpinan partisipatif. Berkonsultasi dengan para karyawan secara
serius, mempertimbangkan gagasan mereka saat mengambil
keputusan.
4. Kepemimpinan yang berorientasi pada pencapaian. Mendorong para
karyawan untuk berprestasi pada tingkat tinggi mereka dengan
menetapkan tujuan yang menantang, menekankan pada kesempurnaan,
dan memperlihatkan kepercayaan diri atas kemampuan karyawan.
(Robert Kreitner dan Angelo Kinicki 2005:317-318)
Menurut teori Path-Goal ini macam-macam gaya kepemimpinan
tersebut dapat terjadi dan dipergunakan senyatanya oleh pemimpin yang
sama dalam situasi yang berbeda. Diantara faktor-faktor situasional yang
telah di identifikasikan sejauh ini adalah sifat personal dari para bawahan,
dan tekanan lingkungannya dengan tuntutan-tuntutan yang dihadapi para
bawahan.
21
Untuk situasi yang pertama teori path-goal memberikan penilaian
bahwa : perilaku pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan jika para
bawahan melihat perilaku tersebut akan merupakan sumber yang segera
bisa memberikan kepuasan, atau sebagai suatu instrumen bagi kepuasan
masa depan. Adapun faktor situasional yang kedua, path-goal, menyatakan
bahwa : perilaku pemimpin akan bisa menjadi faktor motivasi terhadap
para bawahan, jika :
1. Perilaku tersebut dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan bawahan
sehingga memungkinkan tercapainya efektivitas dalam pelaksanaan
kerja
2. perilaku tersebut merupakan komplemen dari lingkungan para
bawahan yang berupa meberikan latihan, dukungan, dan penghargan
yang diperlukan untuk mengefektifkan pelaksanaan kerja.
Dengan mempergunakan salah satu dari empat gaya dia atas, dan
dengan memperhitungkan faktor-faktor seperti yang diuraikan tersebut,
maka pemimpin berusaha mempengaruhi persepsi bawahannya dan
memotivasinya, dengan cara mengarahkan mereka pada kejelasan tugastugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja, dan pelaksanaan kerja yang
efektif. Adapun usaha-usaha yang lebih spesifik yang dapat dicapai oleh
pemimpin, antara lain :
1. Mengetahui dan atau menumbuhkan kebutuhan-kebutuhan para
bawahan untuk menghasilkan sesuatu yang bisa dikontrol
pimpinan.
2. Memberikan insentif kepada yang mampu mencapai hasil dalam
bekerja.
3. Membuat suatu jalan yang mudah dilewati oleh bawahan untuk
meningkatkan prestasinya dengan cara pelatihan dan pengarahan.
4. Membantu para bawahan dengan menjelaskan apa yang bisa di
terapkan darinya.
5. Mengurangi halangan-halangan yang bisa membuat frustasi
6. Meningkatkan kesempatan-kesempatan untuk pemuasan bawahan
yang memungkinkan tercapainya efektivitas kerja.
Dengan kata lain, dengan cara-cara seperti yang diuraikan diatas,
pemimpin berusaha membuat jalan kecil (Path) untuk pencapaian tujuantujuan (Goals) para bawahanya sebaik mungkin. Tetapi untuk
mewujudkan fasilitas Path-Goal ini, pemimpin harus mempergunakan
gaya yang paling sesuai terhadp variabel-variabel lingkungan yang ada.
4. Teori Kisi Manajerial
Teori kisi Kepemimpinan merupakan hasil penelitian Blake dan
Mouton dari University of Texas yang menemukan dua dimensi perilaku
22
pemimpin, dimensi tersebut adalah berorientasi pada orang (concern for
people) dan berorientasi pada hasil (concern for results), dimana interaksi
dari keduanya menghasilkan lima macam gaya kepemimpinan, yaitu :
a. Gaya Manajemen Pengalah (Improverished style) gaya ini di tandai
oleh kurangnya perhatian terhadap produksi. Pemimpin cenderung
lemah dalam pengambil, sehingga pemimpin gaya ini kurang memiliki
pendirian.
b. Manajemen Santai (country club style) pemimpin jenis ini lebih
menekankan perhatian tinggi pada hubungan dan kebutuhan manusia,
dan tidak berorientasi pada produksi dan penyelesaian tugas.
c. Gaya Pertengahan (middel of the roadstyle) gaya ini ditandai oleh
perhatian yang seimbang antara produksi dan manusia. Pemimpin gaya
ini berusaha jujur, tetapi tegas dan mencari pemecahan masalah yang
tidak memihak dan berusaha mempertahankan agar keadaan tetap baik.
d. Gaya Kedudukan Otoritas atau Gaya Kerja (autority complince).
Pamimpin jenis ini ditandai dengan perhatian yang tinggi terhadap
penyelesaian tugas dan produksi, dan amat kurang memperhatikan
kebutuhan manusia.
e. Gaya Tim (team Style). Pemimpin jenis ini ditandai oleh perhatian
yang tinggi terhadap tugas dan manusia. Pemimpin ini sangat
menghargai keputusan yang logis dan kreatif sebagai hasil dari
pengertian dan kesepakatan anggota organisasi. Pemimpin ini
mempunya keyakinan yang kuat mengenai apa yang harus dilakukan,
tetapi memberi respon pada gagasan orang lain yang logis dengan
mengubah pendapatnya.(Robert Kreitner dan Angelo Kinicki
2005:318).
5. Model Kepemimpinan Situasional (Situational Leadership)
Teori Situasional dari Hersey dan Blanchard menyatakan bahwa
karakteristik kematangan bawahan sebagai kunci pokok situasi yang
menentukan keefektifan perilaku seorang pemimpin, karena bawahan
memiliki tingkat kesiapan dan kematangan yang berbeda-beda sehingga
pemimpin harus mampu menyesuaikan gaya kepemimpinannya agar
sesuai dengan situasi kesiapan dan kematangan bawahan (Triantoro
Safaria 2004:70).
Tingkat
kematangan
pada
gaya
kepemimpinan
situasional
dikategorikan kedalam empat tingkat yaitu : rendah (M1), rendah ke
sedang (M2), sedang ke tinggi (M3) dan tinggi (M4). Tiap tingkat
23
perkembangan ini menunjukan kombinasi kemampuan dan kemauan yang
berbeda seperti ilustrasi di bawah ini :
Tabel 2: Tingkat Kematangan Bawahan
Mampu dan
Mampu tetapi tidak
Tidak mampu
Tidak mampu dan
mau
mau atau kurang
tetapi mau
tidak mau dan
yakin.
M4
tidak yakin
M3
M2
M1
Sumber : Miftah Thoha
Keterangan :
1. Tingkat kematangan bawahan M1 yaitu bawahan yang tidak mampu
dan tidak mau memikul suatu tanggung jawab untuk melakukan
sesuatu karena tidak kompeten atau tidak yakin, ketidakmampuan
mereka karena ketidakyakinan mereka dalam kaitannya dengan
pelaksanaan tugas tertentu.
2. Tingkat kematangan bawahan M2 yaitu bawahan yang tidak mampu
tetapi mau memikul tangggung jawab untuk melakukan suatu tugas
karena yakin tetapi kurang memiliki keterampilan pada saat sekarang.
Pada tingkat kematangan ini biasanya para bawahan menyetujui suatu
keputusan apabila mereka memahami alasan adanya keputusan itu dan
apabila pemimpin mereka menawarkan bantuan dan arahan.
3. Tingkat kematangan bawahan M3 yaitu bawahan mampu tetapi tidak
mau melakukan hal-hal yang diinginkan pemimpin. Ketidakmampuan
mereka seringkali karena kurang yakin atau tidak merasa aman. Tetapi
apabila bawahan kompeten namun tidak mau, keengganan mereka
lebih di sebapkan oleh masalah motivasi.
4. Tingkat kematangan bawahan M4 yaitu bawahan yang memiliki
kemampuan dan kemauan untuk memikul tanggung jawab. Bawahan
diberikan wewenang penuh untuk melaksanakan sendiri pekerjaan dan
memutuskan bagaimana, kapan, dan dimana pekerjaan itu dilakukan.
Jika dikaitkan dengan gaya dasar kepemimpinan, ada dua hal yang
biasanya
dilakukan
oleh
pemimpin
terhadap
bawahannya
atau
pengikutnya, yakni ; perilaku mengarahkan (Orientasi tugas) dan perilaku
mendukung
(Orientasi
hubungan).
Perilaku
mengarahkan
dapat
dirumuskan sejauh mana seorang pemimpin melibatkan dalam komunikasi
24
satu arah. Bentuk pengarahan dalam komunikasi satu arah ini antara lain ,
menetapkan
peranan
yang
seharusnya
dilakukan
pengikut,
memberitahukan pengikut tentang apa yang seharusnya dikerjakan,
dimana melakukan pekerjaan tersebut, bagaimana melakukannya, dan
melakukan pengawasan secara ketat terhadap bawahannya.
Perilaku mendukungan adalah sejauh mana seorang pemimpin
melibatkan diri dalam komunikasi dua arah, misalnya mendengarkan,
menyediakan dukungan dan dorongan, memudahkan interaksi, dan
melibatkan pengikut
dalam pengambilan keputusan. Gaya dasar
kepemimpinan ini jika dikaitkan dengan tingkat kematangan bawahan
akan menghasilkan gaya kepemimpinan situasional yang beranekaragam
(Miftah Thoha 2001: 64-65).
Perilaku
Mendukung
Tinggi
Gambar 3 : Empat Gaya Dasar Kepemimpinan
Rendah
Tinggi
Dukungan
dan
Rendah
Pengarahan
Tinggi
Dukungan
dan
Tinggi
Pengarahan
Rendah
Dukungan
dan
Rendah
Pengarahan
Tinggi
Pengarahan
dan
Rendah
Dukungan
Perilaku
Mengarahkan
Sumber : Miftah Thoha
Tinggi
25
1. Tinggi pengarahan dan rendah dukungan (G1) dimana pemimpin
menunjukkan perilaku yang banyak memberikan pengarahan dan
sedikit dukungan. Pemimpin memberikan instruksi yang spesifik
tentang peranan dan tujuan dari bawahannya serta secara ketat
mengawasi pelaksanaan tugas mereka.
2. Tinggi dukungan dan tinggi pengarahan (G2) dimana pemimpin mau
menjelaskan keputusan dan kebijaksanaan yang ia ambil dan mau
menerima pendapat dari bawahannya. Tetapi pemimpin dalam gaya ini
masih tetap harus terus memberikan pengawasan dan pengawasan
dalam penyelesaian tugas-tugas bawahannya.
3. Rendah dukungan dan rendah pengarahan (G3) dalam gaya seperti ini
pemimpin menyusun keputusan bersama-sama dengan para
bawahannya, dan mendukung usaha-usaha mereka dalam
menyelesaikan tugas.
4. Rendah dukungan dan rendah pengarahan (G4) pemimpin dengan gaya
seperti ini mendelegasikan keputusan-keputusan dan tanggung jawab
pelaksanaan tugas kepada bawahannya.
Dari empat level tingkat kematangan bawahan di atas jika di
kombinasikan dengan empat gaya dasar kepemimpinan maka menurut
Hersey dana Balnchard terdapat empat gaya kepemimpinan yang harus di
adopsi yaitu :
1. Gaya G1 : Instruksi. Gaya ini ditandai dengan komunikasi satu arah,
bersifat instruksi-instruksi yang mengarahkan bawahan secara ketat
didalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Dalam hal ini pemimpin lebih
banyak memberitahukan, membimbing,
mengarahkan, dan
menentukan peranan bawahan.
2. Gaya G2 : Konsultasi. Gaya ini ditandai dengan komunikasi dua-arah
dari pemimpin, walaupun masih memberikan pengarahan tetapi
pemimpin meminta masukan dari bawahan sebelum membuat
keputusan. Pemimpin memberikan dukungan sosio-emosional agar
bawahan turut bertanggung jawab dalam pekerjaannya.
3. Gaya G3 : Partisipasi (Particiating). Gaya ini ditandai dengan
kerjasama antara pemimpin dan bawahan dalam pengambilan
keputusan, melalui komunikasi dua-arah, dan memberikan kemudahan
akses informasi penting. Pemimpi selalu melibatkan bawahan untuk
berpartisipasi didalam setiap aktivitas kerja.
4. Gaya G4 : Delegasi (Delegating). Gaya ini ditandai dengan kebebasan
dan pendelegasian tugas serta wewenang yang luas kepada bawahan.
Pemimpin hanya memberikan sedikit pengarahan dan pengawasan,
karena kemampuan dan keahlian bawahan yang sangat tinggi dalam
menyelesaikan tugasnya dengan efektif dan efisien.
26
Berdasarkan penjelasan teori-teori di atas maka oleh Hersey
dan Blanchard untuk memudahkan dalam memahami teorinya maka
digambarkan dalam sebuah model kepemimpinan situasional seperti
dibawah ini.
Tinggi
Hubungan
dan
Rendah
Tugas
Partisipasi
G3
Konsultasi
G2
G4
G1
Delegasi
Rendah
Hubungan
dan
Rendah
Tugas
(Rendah)
Tinggi
Tugas
dan
Rendah
Hubungan
Instruksi
Perilaku Tugas
Sedang
Tinggi
Telah
Matang
Tinggi
Tugas
dan
Tinggi
Hubungan
M3
M4
Rendah
M2
TINGKAT KEMATANGAN BAWAHAN
Sumber : Miftah Thoha
(Tinggi)
M1
Sudah
Berkemban
g
Perilaku Hubungan
(Tinggi)
Gambar 4: Model Kepemimpinan Situasional dari Hersey dan Blanchard
27
2.2.5. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan adalah suatu pola perilaku tertentu yang konsisten
untuk mempengaruhi kegiatan-kegiatan seseorang atau kelompok didalam
usahanya untuk mencapai suatu tujuan pada situasi tertentu (Miftah Thoha
2001:76)
Beberapa kajian dan teori lain mengenai gaya kepemimpinan yang dibahas
secara ringkas antara lain kajian Universitas Iowa, kajian universitas Ohio States,
serta gaya kepemimpinan efektif dan tidak efektif dari Reddin.
a. Penelitian Iowa University
Pendekatan perilaku menegaskan bahwa jika seseorang dapat
mengadopsi perilaku yang tepat maka ia akan mampu menjadi pemimpin.
Penelitian yang dilakukan oleh Ronald Lippit, Talp K. White tahun 130-an
dari Iowa State University yang menghasilkan tiga gaya kepemimpinan
yaitu :
1. Gaya Kepemimpinan Autokratis, yaitu pemimpin yang memegang
kekuasaan secara penuh, kekuasaanya bersifat sentralistik,
menekankan kekuasaan jabatan, dilaksanakan dengan paksaan, serta
memegang sistem pemberiaan hadiah dan hukuman.
2. Gaya Kepemimpinan yang Demokratis yaitu pemimpin yang
mendelegasikan wewenang pada bawahan, mendorong partisipasi
bawahan, menekankan kemampuan bawahan dalam menyelesaikan
tugas, dan memperoleh penghargaan melalui kekuasaan pengaruh
bukan jabatan.
3. Gaya Kepemimpinan Laissez Faire yaitu pemimpin memberikan
kebebasan penuh kepada bawahan untuk melakukan apa saja, akan
tetapi pemimpin tidak memberikan kepemimpinan kepada
kelompoknya (Triantoro Safaria 2004:46)
28
b. Penelitian Ohio State Univesity
Penelitian dari Ohio State University bertujuan untuk memahami
dimensi perilaku pemimpin. Penelitian dari Ohio State University
menghasilkan dua-kategori gaya kepemimpinan, yaitu :
Rendah
Perhatian
Tinggi
1. Gaya Kepemimpinan Perhatian (consideration) yaitu mengambarkan
perilaku kepemimpinan yang sensitif terhadap bawahan, menghormati
ide dan perasaan mereka, dan berusaha menciptakan kepercayaan
timbal balik dengan bawahan
2. Gaya Kepemimpinan Inisiasi Struktur (initiating structure) yaitu
menggambarkan perilaku pemimpin yang berorientasi tugas,
mengarahkan aktfitas organissi secara ketat untuk pencapaian tujuan
tertinggi (Trintoro Safaria 2004:48)
Gambar 5: Gaya Kepemimpinan Initiating Structure (IS) dan
consideration (C)
Tinggi
Perhatian
dan
Rendah
struktur
Tinggi
Struktur
dan
Tinggi
perhatian
Rendah
Struktur
dan
Rendah
Perhatian
Tinggi
Struktur
dan
Rendah
perhatian
Rendah
Struktur Inisiatif
Tinggi
Sumber : Miftah Thoha
c. Gaya kepemimpinan dari Reddin
Menurut William J Reddin dalam Miftah Thoha (2001:56-57)
mengemukakan bahwa setiap gaya kepemimpinan dapat efektif atau tidak
efektif tergantung pada situasi. Artinya ada gaya kepemimpinan yang
efektif dan ada pula gaya kepemimpinan yang tidak efektif.
29
Gaya kepemimpinan efektif terdiri dari :
1. Eksekutif. Gaya ini banyak memberikan perhatian pada tugas-tugas,
pekerjaan dan hubungan kerja. Seorang manajer yang menggunakan
gaya ini disebut sebagai motivator yang baik. Mau menetapkan standar
kerja yang tinggi, berkehendak mengenal perbedaan diantra individu,
dan berkeinginan mempergunakan kerja tim dalam manajemen.
2. Pencinta Pengembangan (Developer). Gaya ini memberikan perhatian
yang maksimum terhadap hubungan kerja, dan perhatian yang
minimum terhadap tugas-tugas pekerjaan. Seorang manajer yang
mempergunakan gaya ini mempunyai kepercayaan terhadap orangorang yang bekerja dalam organisasinya dan sangat memperhatikan
terhadap pengembangan mereka sebagai seorang individu.
3. Otokratis yang baik (Benevolent autocrat). Gaya ini memberikan
perhatian yang maksimum terhadap tugas, dan perhatian minimum
terhadap hubungan kerja. Seorang manajer yang menggunakan gaya
ini mengetahui secara tepat apa yang di inginkan dan bagaimana cara
memperoleh keinginan tersebut tanpa menyebapkan ketidak seganan
dari pihak lain.
4. Birokrat. Gaya ini memberikan perhatian yang minimum terhadap baik
tugas maupun hubungan kerja. Seorang manajer yang mempergunakan
gaya ini sangat tertarik pada peraturan-peraturan dan menginginkan
memiliharanya, serta melakukan kontrol situasi secara teliti.
Gaya kepemimpinan yang tidak efektif terdiri dari :
1. Pencinta Kompromi (compromiser). Gaya ini memberikan perhatian
yang besar pada tugas dan hubungan kerja dalam suatu situasi yang
menekankan pada kompromi. Manajer yang mengunakan gaya
kepemimpinan ini merupakan pembuat keputusan yang jelek, karena
banyak tekanan yang mempengaruhinya.
2. Missionari. Gaya ini memberikan penekanan yang maksimum pada
orang-orang dan hubungan kerja, tetapi memberikan perhatian yang
minimum terhadap tugas dan perilaku yang tidak sesuai. Manajer
semacam ini hanya menilai keharmonisan sebagai suatu tujuan dalam
dirinya sendiri.
3. Otokrat. Gaya ini memberikan perhatian yang maksimum terhadap
tugas dan minimum terhadap hubungan kerja dengan suatu perilaku
yang tidak sesuai. Manajer seperti ini tidak mempunyai kepercayaan
terhadap orang lain, tidak menyenangkan dan hanya tertarik pada jenis
pekerjaan yang segera selesai.
4. Lari dari tugas (Desreter). Gaya ini sama sekali tidak memberikan
perhatian baik pada tugas maupun hubungan kerja. Dalam situasi
tertentu gaya ini tidak begitu terpuji, karena manajer seperti ini
menunjukan pasif tidak mau ikut campur secara aktif dan positif.
30
2.2.6. Metode dan Teknik Kepemimpinan
Dari hubungan antara pemimpin dan para pegawainya secara lambat akan
berkembang suatu metode kepemimpinan, menurut Kartono (1992 : 53) metode
kepemimpinan adalah cara bekerja dan betingkahlaku pemimpin dalam
membimbing para bawahannya untuk berbuat sesuatu. Keberhasilan pemimpin
dalam
melakukan
tugas-tugasnya
dan
sekaligus
memperbaiki
kualitas
kepemimpinan.
Kartono (1992 : 53) menjelaskan tingkah laku dan kualitas kepemimpinan
sebagai berikut :
a. Memberi perintah, dimana perintah timbul dari situasi formal dan relasi
kerja
b. Memberi celaan dan pujian. Celaan harus diberikan secara objektif dan
tidak disertai dengan emosi yang bersifat negatif seperti dendam, benci,
curiga.
c. Memupuk tingkah laku pribadi pemimpin yang benar yaitu objektif dan
jujur.
d. Peka terhadap saran-saran, sikap pemimpin harus luwes dan terbuka, juga
peka terhadap saran-saran eksternal yang positif sifatnya
e. Memperkuat rasa persatuan kelompok, untuk menghadapi berbagai
tantangan dari luar dan kompleksnya situasi masyarakat moderen maka
diperlukan pemimpin yang bisa menciptakan rasa persatuan kelompok
dengan loyalitas tinggi dan kelompok yang utuh.
f. Menciptakan disiplin diri dan disiplin kelompok, sikap kelompok akan
mengembangkan tata cara dan pola tingkah laku yang hanya berlaku
dalam kelompok itu sendiri yang harus di taati oleh seluruh anggota.
g. Menekan isu-isu yang tidak benar, kesatuan dan efektifitas kerja kelompok
bisa diguncang oleh isu-isu yang tidak benar yang diarahkan pada
perorangan atau pada organisasi secara keseluruhan
Sedangkan teknik kepemimpinan akan mendorong setiap pemimpin
anggota kelompok untuk melaksanakan segenap tugas dan kewajiban degan
kesadaran dan tanggung jawab. Untuk itu Kartini kartono (1992 : 82) menjelaskan
teknik kepemimpinan ialah kemampuan dan keterampilan tekhnis serta sosial
pemimpin dalam menerapkan teori-teori kepemimpinan pada praktek kehidupan
31
serta praktek organisasi yaitu meliputi konsep-konsep pemikiran, prilaku seharihari dan semua peralatan yang dipakai
2.3. Syarat-syarat Pemimpin
Miftah Thoha (2001;32-34) merumuskan beberapa sarat umum yang harus
dimiliki oleh seorang pemimpin.
a. Kecerdasan. Pemimpin harus mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan yang dipimpin.
b. Kedewasaan dan keleluasaan hubungan sosial. Pemimpin cendrung lebih
matang dan mempunyai emosi yang stabil, serta mempunyai perhatian
yang luas terhadap aktivitas-aktivitas sosial. Dia mempunyai keinginan
menghargai dan dihargai.
c. Motivasi diri dan dorongan prestasi. Para pemimpin relatif mempunyai
dorongan motivasi yang kuat untuk berprestasi. Mereka bekerja dan
berusaha mendapatkan penghargaan yang intrinsik dibandingkan dari yang
ekstrinsik.
d. Sikap-sikap hubungan kemanusiaan. Pemimpin-pemimpin yang berhasil
mau mengakui harga diri dan kehormatan para pengikutnya dan selalu
berpihak kepadanya.
e. Kepercayaan diri sifat ini berhubungan dengan keyakinan diri pemimpin
akan pertimbangannya, ide-idenya dan kemampuannya sendiri. Pemimpin
yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi tidak mudah ragu-ragu dengan
keputusan yang diambilnya, selalu yakin akan pendirian yang
dipegangnya.
f. Kejujuran. Sifat ini berhubungan dengan keyakinan bahwa pemimpin bisa
dipercaya, bisa dipegang janjinya, dan pemimpin tidak suka memainkan
peran palsu.
g. Dorongan. Dorongan berkaitan dengan motivasi yang menciptakan usaha
tinggi untuk mencapai tujuan tertinggi. Pemimpin yang memiliki motivasi
berprestasi yang tinggi akan memunculkan energi besar, ketekunan,
kegigihan dalam mencapai tujuannya.
2.4. Konsep Efektivitas
Menurut T. Hani Handoko (1997:7) Efektivitas adalah kemampuan untuk
memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk pencapaian tujuan yang
telah ditetapkan. Dengan kata lain seorang pemimpin yang efektif dapat memilih
32
pekerjaan yang harus dilakukan atau metoda (cara) yang tepat untuk mencapai
tujuan. Pemimpin harus mengevaluasinya untuk mengetahui alaternatif-alternatif
yang dikembangkan oleh para anggota dalam suatu diskusi. Efektivitas dapat
dilihat dari seberapa jauh semangat pegawai untuk melaksanakan suatu
keputusan, disiplin kerja, komunikasi, partisipasi, dan sikap dari para pegawai
akibat dari gaya kepemimpinan yang digunakan oleh pemimpin.
Menurut ahli manajemen Peter Druker dalam T. Hani Handoko (1997:7)
efektivitas adalah melakukan pekerjaan yang benar (doing the right things).
Sedangkan efisiensi adalah melakukan pekerjaan dengan benar (doing things
right). Bagi para manajer pertanyaan paling penting adalah bukan bagaimana
melakukan pekerjaan dengan benar, tetapi bagaimana menemukan pekerjaan yang
benar untuk dilakukan dan memusatkan sumber daya dan usaha pada pekerjaan
tersebut.
2.5. Konsep Evektivitas Kepemimpinan
Menurut Miftah Thoha (1993:7) efektifitas kepemimpinan diartikan
sebagai pemimpin yang berhasil atau pemimpin yang mampu mengadaptasi gaya
agar sesuai dengan situasi yang ada.
Efektifitas sejalan dengan tingkat kematangan atau perkembangan para
pengikut. Kematangan
dalam kepemimpinan situasional dapat dirumuskan
sebagai suatu kemampuan
dan kemauan untuk bertanggung jawab dalam
mengarahkan perilakunya sendiri. Kemampuan yang merupakan salah satu unsur
kematangan, berkaitan dengan pengetahuan
atau keterampilan yang dapat
33
diperoleh dari pendidikan, latihan atau pengalaman. Sedangkan kemauan yang
merupakan unsur yang lain dari kematangan berhubungan dengan keyakinan diri
dan
motivasi
seseorang.
Variabel-variabel
kematangan
ini
hendaknya
dipertimbangkan dalam hubungannya dengan tugas-tugas yang spesifik yang
harus dilakukan.
Dengan demikian seorang individu atau kelompok bukannya dikatakan
tidak dewasa atau tidak matang dalam pengertian yang umum, tetapi cenderung
menjadi lebih atau kurang dewasa dalam hubungannya dengan suatu tugas yang
dilaksanakan. Tingkat kematangan pada gaya kepemimpinan situasional
dikategorikan kedalam empat tingkat, yaitu tingkat rendah (M1), rendah kesedang
(M2), sedang ketinggi (M3) dan tinggi (M4). Tiap tingkat perkembangan ini
menunjukan kombinasi kemampuan dan kemauan yang berbeda seperti ilustrasi di
bawah ini :
Tabel 3: Tingkat Kematangan Bawahan
Mampu dan
Mampu tetapi tidak
Tidak mampu
Tidak mampu dan
mau
mau atau kurang
tetapi mau
tidak mau atau tidak
yakin.
M4
M3
yakin
M2
M1
Sumber : Miftah Thoha
Kepemimpinan situasional berfokus pada kesesuaian atau efektifitas gaya
kepemimpinan sejalan dengan tingkat kematangan atau perkembangan yang
relevan dari pengikut.
34
2.3. Kerangka Konseptual
2.3.1. Kepemimpinan Situasional yang Konvensional
Kepemimpinan merupakan cara atau perilaku seorang pemimpin untuk
mempengaruhi bawahan agar mau menjalankan atau suatu perintah sesuai dengan
yang diperintahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Setiap
pemimpin mempunyai cara yang berbeda-beda dalam memimpin agar
memperoleh kinerja yang baik, oleh karena itu efektivitas gaya kepemimpinan
sangat diperlukan untuk memperoleh kinerja yang baik tersebut, dengan demikian
untuk memperoleh efektifitas gaya kepemimpinan tersebut maka pemimpin perlu
menyesuaikan gaya kepemimpinan yang digunakan dengan tingkat kematangan
bawahan.
Tingkat kematangan bawahan adalah suatu kemampuan dan kemauan
orang-orang untuk memikul tanggung jawab untuk mengarahkan perilaku mereka
sendiri. Untuk menentukan kematangan tersebut digunakan komponen antara lain
kemampuan, mempunyai rasa tanggung jawab, pendidikan dan pengalaman,
semua komponen terebut menciptakan tingkat kematangan yang berbeda-beda.
Ada 4 macam tingkat kematangan bawahan yaitu :
1. Tingkat kematangan pegawai rendah (M1). Ini dicirikan dengan seorang
yang tidak memiliki kemampuan dan tidak mempunyai kemauan.
2. Tingkat kematangan pegawai kategori rendah kesedang (M2). Ini dicirikan
dengan seseorang yang tidak mampu tapi memiliki keyakinan dan
motivasi untuk memikul tanggung jawab.
35
3. Tingkat kematangan pegawai dari sedang ke tinggi(M3). Orang yang
memiliki kemampuan tetapi tidak mempunyai keinginan untuk melakukan
suatu tugas yang diberikan.
4. Tingkat kematangan pegawai yang tinggi. Orang yang mempunyai
keyakinan untuk memikul tanggung jawab (M4), yaitu orang yang
memiliki kemampuan yang tinggi dalam menyelesaikan tugas ataupun
memecahkan masalah dan motivasi tinggi dan bertanggung jawab.
Tingkat kematangan bawahan di atas harus dapat di sesuaikan oleh
pemimpin melalui gaya kepemimpinannya. Ada dua jenis gaya dasar
kepemimpinan yaitu perilaku tugas dan perilaku hubungan yang apa bila di
kombinasikan kedua gaya dasar kepemimpinan tersebut akan menghasilkan 4
kombinasi gaya dasar kepemimpinan yang baru. Adapun kombinasinya adalah :
1. Tinggi tugas dan rendah hubungan, perilaku pimpinan ini banyak
memberikan pengarahan dan sedikit dukungan (G1) dirujuk sebagai gaya
“Instruksi” karena gaya ini dicirikan dengan komunikasi satu arah.
2. Tinggi tugas dan tinggi hubungan. Perilaku pemimpin ini banyak
memberikan pengarahan dan banyak memberikan dukungan (G2) dirujuk
sebagai gaya “Konsultasi” karena pemimpin masih banyak memberikan
pengarahan dan masih membuat hampir semua keputusan. Tetapi diikuti
dengan meningkatkan komunikasi dua arah dan perilaku mendukung.
3. Tinggi hubungan dan rendah tugas, perilaku pemimpin yang memberikan
sedikit
dukungan dan sedikit memberikan pengarahan (G3)
dirujuk
sebagai gaya “Partisipasi” karena dalam gaya ini, pemimpin dan bawahan
36
saling tukar menukar ide dalam pemecahan masalah dan pembuatan
keputusan, dan komunikasi dua arah ditingkatkan.
4. Rendah hubungan dan rendah tugas, perilaku pemimpin yang memberikan
sedikit dukungan dan sedikit memberikan pengarahan (G4) di rujuk
sebagai gaya “Delegasi”. Karena pemimpin mendiskusikan masalah
bersama-sama dengan bawahan, sehingga tercapai kesepakatan mengenai
pemecahan masalah yang kemudian proses pembuatan keputusan
didelegasikan secara keseluruhan kepada bawahan.
Gaya kepemimpinan situasional konvensional diatas mencerminkan
hubungan antara tingkat kematangan bawahan dan gaya dasar kepemimpinan.
Dapat diyakini bahwa efektivitas kepemimpinan akan dapat tercapai jika hal itu
diterapkan. Berdasarkan pengamatan sementara peneliti, bahwa para pimpinan
yang ada pada SPN Belanting selama ini diduga sudah menjalankan gaya
kepemimpinan situasional yang konsisten yang diantaranya ditandai dengan halhal sebagai berikut :
1. Adanya pemberian pengarahan secara berkala
2. Adanya tambahan wewenang seperti para gadikan dari bintra yang
mengajar siswa bintara Polri yang seharusnya di lakukan oleh gadik.
3. seringnya diadakan rapat oleh para pimpinan dengan bawahan untuk
memberikan instruksi-instruksi dalam pelaksanaan pekerjaan.
Dengan melihat berbagai macam prilaku diatas maka persoalan
selanjutnya adalah jika munculnya berbagai tantangan kepemimpinan yang baru
yang mungkin akan terjadi, oleh karena itu diperlukan berbagai kemungkinan lain
37
yang lebih banyak yang mencerminkan hubungan antara tingkat kematangan
bawahan dan gaya dasar kepemimpinan, hal tersebut dinamakan pula tori
kepemimpinan situasional
yang dikembangkan, teori ini lebih banyak
menunjukkan kombinasi-kombinasi antara tingkat kematangan bawahan dengan
gaya dasar kepemimpinan.
2.3.2. Kepemimpinan Situasional Yang Di Kembangkan
Gaya kepemimpinan situasional yang dikembangkan merupakan gaya
kepemimpinan situasional yang menunjukkan berbagai hubungan antara tingkat
kematangan bawahan dan gaya dasar kepemimpinan dengan lebih kaya. Dengan
demikian gaya kepemimpinan yang dikembangkan tersebut akan lebih
mencerminkan efektivitas kepemimpinan yang di praktekkan oleh para pemimpin.
Berdasarkan berbagai kombinasi alternatif kematangan bawahan dan gaya dasar
kepemimpinan, adapun gaya kepemimpinan situasional yang dikembangkan
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Tingkat kematangan bawahan tidak mampu dan tidak mau (Rendah)
sedangkan gaya dasar kepemimpinan yang digunakan oleh pemimpin
tinggi tugas dan tinggi hubungan maka dirujuk sebagai
gaya
kepemimpinan instruksi berkesinambungan karena pemimpin melakukan
komunikasi satu arah dengan memberikan pengarahan secara terus
menerus untuk menunjang kemajuan organisasi serta memberikan
motivasi untuk mendukungan para bawahan, hal ini berlaku untuk
38
karyawan baru yang belum lama bekerja dalam suatu organisasi dan masih
perlu menyesuaikan diri dengan organisasi.
2. Tingkat kematangan bawahan tidak mampu dan tidak mau (Rendah)
sedangkan gaya dasar kepemimpinan yang digunakan oleh pemimpin
tinggi hubungan dan rendah tugas maka dirujuk sebagai gaya
kepemimpinan instruksi terbatas
karena
pemimpin melakukan
komunikasi satu arah dengan bawahan melalui pemberian instruksiinstruksi yang terbatas untuk pekerjaan yang penting saja, dan
memberikan dukungan untuk memotivasi bawahan dalam penyelesaian
tugas-tugas tersebut. Gaya ini mungkin saja dilakukan untuk karyawan
yang sudah lama bekerja, karena pekerjaan mereka sering dilakukan maka
di perlukan tuagas-tugas yang baru yang disertai dengan instruksi yang
mendukung pekerjaan yang baru tersebut agar bawahan tidak merasa
jenuh dalam bekerja.
3. Tingkat kematangan bawahan tidak mampu tetapi mau (sedang ke rendah)
di kombinasikan dengan gaya dasar kepemimpinan tinggi tugas dan
rendah hubungan maka dirujuk sebagai gaya kepemimpinan konsultasi
terbatas karena pemimpin memberikan pengarahan dan dukungan yang
terbatas hanya untuk pekerjaan yang sulit diselesaikan akan tetapi
pemimpin melakukan komunikasi dua-arah dengan cara berkomunkasi
atau berdiskusi dengan bawahan mengenai tugas-tugas yang akan
dikerjakan dan bagai mana cara penyelesaiannya. Ini berlaku untuk
karyawan yang sudah lama bekerja dan kurang memiliki kemampuan
39
dalam penyelesaian tugasnya, oleh karena itu pemimpin perlu memberikan
pengarahan untuk lebih meningkatkan kemampuan kerjanya.
4. Tingkat kematangan bawahan tidak mampu tetapi mau (sedang ke rendah)
di kombinasikan dengan gaya dasar kepemimpinan tinggi hubungan dan
rendah tugas maka dirujuk sebagai gaya kepemimpinan konsultasi
berkesinambungan karena pemimpin memberikan pengarahan kepada
bawahan
yang memiliki
motivasi
rendah
dengan
tujuan
untuk
meningkatkann semangat kerja, yang di ikuti dengan pengarahanpengarahan atau instruksi-instruksi diwaktu tertentu mengenai pelaksanan
pekerjaan. Dengan begitu bawahan akan termotivasi untuk dapat
menyelesaikan pekerjaannya tersebut dengan sebaik mungkin walaupun
kemampuannya rendah.
5. Tingkat kematangan bawahan mampu tetapi tidak mau (sedang ke tinggi)
di kombinasikan dengan gaya dasar kepemimpinan tinggi tugas dan
rendah hubungan maka dirujuk sebagai gaya kepemimpinan partisipasi
terbatas karena pemimpin yang lebih cenderung memberikan istruksiinstruksi dalam penyelesaiaan pekerjaan, dan sedikit memberikan
pengarahan yang memotivasi karyawan karena, pemimpin seperti ini
beranggapan bahwa kemampuan yang dimiliki oleh bawahannya akan
akan penyelesaian tugas tidak dipengaruhi oleh pengarahan yang diberikan
karena mau tidak mau bawahannya harus menyelesaikan tugas tersebut
karena itu merupakan kewajibannya sebagai bawahan.
40
6. Tingkat kematangan bawahan mampu tetapi tidak mau (sedang ke tinggi)
di kombinasikan dengan gaya dasar kepemimpinan tinggi tugas dan tinggi
hubungan
maka
berkesinambungan
dirujuk
karena
sebagai
gaya
pemimpin
kepemimpinan
memberikan
partisipasi
dukungan
dan
pengarahan kepada bawahan agar lebih termotivasi dalam melakukan
pekerjaan yang di ikuti dengan pemberian instruksi-instruksi yang lebih
sering, dengan tujuan agar pekerjaan yang dilakukan efekif dan efisien.
Pemimpin seperti ini beranggapan bahwa, walaupun seorang bawahan
memilki kemampuan dalam melakukan pekerjaan akan tetapi tetap
membutuhkan pengarahan yang dapat memotivasinya dalam bekerja.
7. Tingkat kematangan bawahan mampu tetapi tidak mau (sedang ke tinggi)
di kombinasikan dengan gaya dasar kepemimpinan rendah tugas dan
rendah hubungan maka dirujuk sebagai gaya kepemimpinan partisipasi
terkontrol karena pemimpin melakukan komunikasi dua arah dengan
bawahan mengenai pekerjaan, akan tetapi sedikit memberikan pengarahan
dan instruksi kepada bawahan, karena pemimpin memberikan kepercayaan
pada bahwahan tersebut untuk melakukan pengambilan keputusan
terhadap pekerjaannya akan tetapi tetap dalam pengawasan dari atasan
secara ketat. Pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan yang membutuhkan
keahlian tertentu ynag dimiliki oleh bawahan.
8. Tingkat kematangan bawahan mampu dan mau (tinggi) di kombinasikan
dengan gaya dasar kepemimpinan tinggi tugas dan rendah hubungan maka
dirujuk sebagai gaya kepemimpinan delegasi khusus karena pemimpin
41
memberikan wewenang pada bawahan secara khusus dalam penyelesaian
tugas tertentu yang tidak dapat dilakukan oleh bawahan lain, dan
pekerjaan tersebut hanya dapat dilakukan oleh beberapa orang saja.
Pekerjaan tersebut merupakan bidang khusus yang hanya dapat ditangani
oleh karyawan yang tertentu dengan hanya diberi instruksi-instruksi
khusus untuk melakukan pekerjaan tersebut. Bawahan yang diberikan
delegasi khusus ini merupakan orang yang berpengalaman dalam bekerja.
9. Tingkat kematangan bawahan mampu dan mau (tinggi) di kombinasikan
dengan gaya dasar kepemimpinan tinggi tugas dan tinggi hubungan maka
dirujuk sebagai gaya kepemimpinan delegasi terbatas karena pemimpin
mendelegasikan tugas dan wewenang kepada bawahannya akan tetapi
tetapi melakukan komunikasi dua arah dengan bawahan untuk memantau
pekerjaan dan keputusan yang telah di ambil oleh bawahannya, biasanya
bawahan yang didelegasikan merupakan karyawan yang baru mendapat
promosi jabatan, jadi untuk menilai apakah dia dapat atau sesuai dengan
jabatan yang di tempatinya maka pemimpin tetap harus mengawasinya.
10. Tingkat kematangan bawahan mampu dan mau (tinggi) di kombinasikan
dengan gaya dasar kepemimpinan tinggi hubungan dan rendah tugas maka
dirujuk sebagai gaya kepemimpinan delegasi berkesinambungan karena
pemimpin mendelegasikan tugas pada bawahan secara penuh akan tetapi
pemimpin tetap memotivasi bawahan untuk lebih bekerja dengan baik,
agar dalam pengambilan tindakan yang dilakukan oleh bawahan lebih
baik. Pemimpin seperti ini beranggapan bahwa walaupun seseorang telah
42
memiliki motivasi yang tinggi dalam bekerja akan tetapi bawahan juga
mebutuhkan motivasi dan dukungan dari atasan dalam melakukan
pengambilan keputusan, kerena itu menandakan bahwa pemimpin
mempunyai keyakinan akan diri bawahannya.
Gaya kepemimpinan situasional diatas berdasarkan paradigma manusia
bersumber daya (MBD) bukan paradigma sumber daya manusia (SDM) karena
kedua pradigma tersebut berbeda. Salah satu perbedaannya menurut Bagis (2009)
yaitu sumber daya manusia (SDM) mempunyai asumsi bahwa manusia (bawahan)
adalah sumber daya (resource) yang cenderung statis, sedangkan asumsi dari
manusia bersumber daya (MBD) menyatakan bahwa manusia (bawahan) dilihat
dan diperlakukan sebagai manusia yang dapat bertumbuh kembang. Jadi dari
asumsi MBD maka seorang bawahan mungkin saja diberikan tugas yang melebihi
kemampuannya dan hal itulah yang akan lebih memotivasi karyawan untuk lebih
mengembangkan dirinya lagi.
Akan tetapi terdapat 2 kombinasi yang tidak di lakukan yaitu :
1. Antara tingkat kematangan bawahan tidak mampu dan tidak mau (M1)
dengan gaya dasar kepemimpinan rendah tugas dan rendah hubungan
(G4) karena alasan bahwa bawahan yang tidak memiliki kemampuan dan
motivasi seharusnya diberikan instruksi atau dukungan-dukungan yang
dapat menciptakan motivasi, akan tetapi bila kedua kombinasi diatas
dilakukan maka justru sebaliknya yang terjadi yaitu tidak diberikan
instruksi maupun dukungan hal itu akan dapat menurunkan kinerja dari
bawahan.
43
2. Antara tingkat kematangan bawahan tidak mampu tetapi mau (M2) dengan
gaya dasar kepemimpinan rendah tugas dan rendah hubungan (G4).
Alasannya karena bawahan tidak memiliki kemampuan jadi harus
diberikan instruksi yang mendukung pekerjaannya bukan sebaliknya,
karena walaupun bawahan memiliki motivasi dalam bekerja akan tetapi
pemimpin tidak mendukungnya melalui instruksi dan pemotivasian
bawahan maka akan dapat menurunkan kinerja dari bawahan.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dibuat tabel penyesuaian antara
tingkat kematangan bawahan dan gaya dasar kepemimpinan sebagai berikut :
Tabel 4 : Penyesuaian gaya kepemimpinan dengan tingkat kematangan
bawahan.
Tingkat Kematangan
Bawahan
- Tidak mampu dan tidak
mau (M1)
Gaya Dasar
Gaya Kepemimpinan
Kepemimpinan
Situasional
- Tinggi tugas dan rendah - Instruksi (G1)
hubungan (G1)
- Tinggi tugas dan tinggi - Instruksi
hubungan (G2)
Berkesinambungan (G5)
- Tinggi hubungan dan - Instruksi Terbatas (G6)
rendah tugas (G3)
- Tidak mampu tetapi
mau (M2)
- Tinggi tugas dan tinggi - Konsultasi (G2)
hubungan (G2)
- Tinggi tugas dan rendah - Konsultasi terbatas (G7)
hubungan (G1)
- Tinggi hubungan dan - Konsultasi
rendah tugas (G3)
Berkesinambungan(G8)
- Mampu tetapi tidak mau
(M3)
- Tinggi hubungan dan
rendah tugas (G3)
- Tinggi tugas dan rendah
hubungan (G1)
- Tinggi tugas dan tinggi
hubungan (G2)
- Rendah
tugas
dan
rendah hubungan (G4)
- Partisipasi (G3)
- Partisipasi
Terbatas (G9)
- Partisipsi (G10)
Berkesinambungan
- Partisipasi
Terkontrol (G11)
44
- Mau dan Mampu (M4)
- Rendah hubungan dan
rendah tugas (G4)
- Tinggi tugas dan rendah
hubungan (G1)
- Tinggi tugas dan tinggi
hubungan (G2)
- Tinggi hubungan dan
rendah tugas (G3)
- Delegasi (G4)
- Delegasi khusus (G12)
- Delegasi terbatas (G13)
- Delegasi
berkesinambungan(G14)
Dari tabel diatas maka dapat dibuatkan kerangka konseptual yang
mengambarkan hubungan antara tingkat kematangan bawahan dan gaya dasar
kepemimpinan sebaseperti sebagai berikut :
45
Gambar 6 : Kerangka Konseptual
Tingkat Kematangan Dan
Gaya Dasar Kepemimpinan
Perilaku Kepemimpinan
Situasional Konvensional
M1 dan G1
Instruksi
M2 dan G2
Konsultasi
M3 dan G3
Partisipasi
M4 dan G4
Delegasi
Tingkat Kematangan Dan
Gaya Dasar Kepemimpinan
Perilaku Kepemimpinan
Situasional Yang Di Kembangkan
M1 dan G2
Instruksi
Berkesinambungan
M1 dan G3
Instruksi Terbatas
M2 dan G1
Konsultasi Terbatas
M2 dan G3
Konsultasi
Berkesinambungan
M3 dan G1
Partisipasi Terbatas
M3 dan G2
Partisipasi
Berkesinambungan
M3 dan G4
Partisipasi
Terkontrol
M4 dan G1
Delegasi Khusus
M4 dan G2
Delegasi Terbatas
M4 dan G3
Delegasi
Berkesinambungan
46
Keterangan :
Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting memiliki beberapa orang
pimpinan dimana para pimpinan tersebut memiliki kemungkinan untuk
menggunakan gaya kepemimpinan yang berbeda jadi dengan melihat gambar
kerangka konseptual di atas dimana gambar tersebut menunjukkan Hubungan
Antara Tingkat Kematangan Bawahan, Gaya Dasar Kepemimpinan dan Perilaku
Kepemimpinan Situasional, Maka nantinya akan menunjukkan salah satu gaya
kepemimpinan yang mana yang diterapkan oleh para pimpinan yang ada pada
SPN Belanting.
2.4. Hipotesis
Untuk lebih terarahnya penelitian ini, dirumuskan hipotesis sebagai
jawaban sementara atas permasalahan yang diajukan dalam penelitian.
Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah maka dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
1. Diduga gaya kepemimpinan situasional konvensional yang diterapkan para
pimpinan yang ada pada Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting sudah
efektif.
2. Diduga gaya kepemimpinan situasional yang dikembangkan dapat
meningkatkan efektivitas kepemimpinan dari para pimpinan yang ada
pada Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting.
47
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian deskriptif.
Penggunaan penelitian ini berdasarkan masalah yang dihadapi yaitu berusaha
memberikan gambaran serta kesimpulan dalam masalah efektivitas gaya
kepemimpinan pada Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting.
Menurut Moh. Nazir (2005:54) Penelitian deskriptif adalah suatu metode
dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu
sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Adapun
tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran
atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat
serta hubungan antara fenomena yang diselidiki
3.2. Penentuan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting
yang
berlokasi di Jalan Bhayangkara No.1 Belanting Kecamatan Sembalun,
Kabupaten Lombok Timur, Propinsi Nusa Tenggara Barat. Adapun pertimbangan
dipilihnya lokasi penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Adanya kesediaan Kepala Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting dalam
memberikan izin untuk mengumpulkan data yang diperlukan selama
penelitian dilakukan.
48
b. Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting adalah satu-satunya lembaga yang
menjadi tempat pendidikan dan pelatihan Bintara dan Tamtama Polisi
Republik Indonesia yang ada di NTB.
c. Pada organisasi ini belum pernah dilakukan penelitian mengenai
pengukuran efektivitas gaya kepemimpinan pada pimpinan organisasi.
3.3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode sampel survey. Menurut Moh.Nazir (2005:271) Sampel survey adalah
suatu prosedur dimana hanya sebagian dari populasi saja yang di ambil dan
dipergunakan untuk menentukan sifat serta ciri yang dikehendaki dari populasi.
Metode ini digunakan untuk mendapatkan informasi atau keterangan dari
responden, dimana peneliti tidak boleh mempengaruhi responden dalam
memberikan data yang diperlukan.
3.4. Penentuan Responden
Responden dalam peneltian ini adalah Kepala SPN (Ka.SPN), Sekertaris
Lembaga (Seslem), Kepala Koordinasi Gadik (Kakorgadik), Kepala Koordinasi
Siswa (Kakorsis), Kepala Pelajaran dan Latihan (Kajarlat) untuk lead self,
sedangkan untuk lead other adalah Kepala Urusan (Kaur/Paur), Kepala Unit
(Kanit), Pembina, Tenaga Pendidik (Gadik), Kepala Pemantau (Patun) dan
Karyawan/Staf dari Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting, mengingat jumlah
pegawai yang relatif sedikit yang memiliki sifat yang heterogen dilihat dari segi
49
jabatan dan jenjang kepangkatan maka untuk mempermudah pengumpulan data di
ambil responden yang tetap atau sedang berada dikantor pada saat pengambilan
sampel dilakukan. Pengambilan sampel responden dilakukan dengan teknik
stratified random sampling, yaitu sampel yang ditarik dengan memisahkan
elemen-elemen populasi dalam kelompok-kelompok yang disebut strata sesuai
dengan pangkat, golongan, dan jabatan kemudian memilih sebuah sampel secara
random dari tiap strata (Moh.Nazir 2005:291). Dimana populasi keseluruhan
adalah 55 orang dan dari populasi tersebut di ambil sampel sebanyak 50 orang.
Adapun jumlah responden yang akan di ambil sebagai berikut :
Tabel 5. Responden Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting Tiap-tiap Strata.
Strata
Jenis Jabatan
Populasi
Responden
(Orang)
(Orang)
1
1
4
4
GADIK, PATUN
20
18
KARYAWAN/STAF
32
27
57
50
I
KA.SPN
II
SESLEM, KAKORGADIK,
KAKORSIS, KAJARLAT
III
IV
KAUR/PAUR,
KANIT,
Jumlah
3.5. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
3.5.1. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik dalam pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah :
50
1. Observasi
Merupakan teknik pengumpulan data yang dilaksanakan dengan cara
mengamati secara langsung gejala tertentu dan disertai dengan pendataan
yang langsung dilakukan pada Sekolah Polisi Negara Belanting NTB
2. Wawancara
Merupakan teknik pengumpulan data dengan cara bertanya secara
langsung kepada responden untuk memperoleh informasi yang berkaitan
dengan efektifitas gaya kepemimpinan pada Sekolah Polisi Negara
Belanting NTB.
3. Dokumentasi
Merupakan teknik pengumpulan data atas dokumen yang dimiliki oleh
obyek penelitian. Dalam penelitian ini berupa daftar pegawai, struktur
organisasi serta data lainya yang berhubungan dengan kerja karyawan.
3.5.2. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang digunakan adalah Kuesioner (daftar
pertanyaan). Kuesioner adalah alat pengumpul data yang berisi seperangkat
pertanyaan yang disusun oleh peneliti yang diberikan kepada responden untuk
memperoleh data tentang gaya kepemimpinan dan efektifitas gaya kepemimpinan
yang ada pada Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting. Kuesioner yang digunakan
adalah berupa instrumen dari Efektivitas Pemimpin dan Uraian Adaptabilitas
(Leader Efecctiviness and Adaptibility Description atau yang isingkat LEAD)
yang terdiri dari 2 bagian yaitu :
51
1. LEAD Self. Berisi daftar pertanyaan yang diberikan kepada unsur
pimpinan yang di nilai yaitu 1 orang Kepala sekolah SPN, 1 orang
Sekertaris Lembaga (Seslem), 1 orang Kepala Koordinasi Gadik
(Kakorgadik), 1 orang Kepala Koordinasi Siswa (Kakorsis), 1 orang
Kepala Pelajaran dan Latihan (Kajarlat) pada Sekolah Polisi Negara (SPN)
Belanting untuk menukur persepsi mereka tentang bagaimana seseorang
berperilaku sebagai pemimpin.
2. LEAD Others. Berisi daftar pertanyaan yang diberikan kepaa bawahan
yang dinilai yaitu 8 orang Kepala Urusan (Kaur/ Paur),1 orang Kepala
Unit (Kanit), 1 orang Pembina, 4 orang Tenaga Pendidik (Gadik), 2 orang
Kepala Pemantau (Patun) dan 10 orang Karyawan/Staf pada Sekolah
Polisi Negara (SPN) Belanting untuk mengukur persepsi mereka tentang
kepemimpinan atasan mereka.
3.6. Jenis dan Sumber Data
3.6.1. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Data Kualitatif adalah data yang tidak dapat diukur secara langsung seperti
gaya kepemimpinan dan evektivitas gaya kepemimpinan pada Sekolah
Polisi Negara (SPN) Belanting.
2. Data Kuntitatif adalah data yang dapat diukur secara langsung seperti
jumlah pegawai pada masing-masing bagian pada Sekolah Polisi Negara
(SPN) Belanting.
52
3.6.2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini yaitu :
1. Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari Sekolah
Polisi Negara (SPN) Belanting, dalam hal ini adalah jawaban responden
dari kuesioner yang diberikan.
2. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari informan atau literatur yang
berhubungan dengan penelitian ini. Di antaranya dari buku-buku
penunjang.
3.7. Identifikasi Variabel
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat di identifikasi sebagai
berikut :
1. Gaya kepemimpinan
2. Efektivitas gaya kepemimpinan
3.8. Definisi Operasional Variabel
Variabel-variabel yang di identivikasi di atas perlu di definisikan agar
tidak terjadi kekeliruan dalam pemahaman, adapun definisinya sebagai berikut :
1. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh
seorang pemimpin pada saat pemimpin tersebut mencoba mempengaruhi
perilaku bawahannya ataupun orang lain seperti yang ia lihat.
53
2. Efektivitas gaya kepemimpinan diartikan sebagai pemimpin yang berhasil
atau pemimpin yang mampu mengadaptasi gaya kepemimpinannya agar
sesuai dengan situasi yang ada.
3.9. Prosedur Analisis
Dalam menntukan gaya kepemimpinan pemimpin, penulis menggunakan
pendekatan pendekatan situasional dari Hersey dan Blanchard, berupa kuesioner
yang berisi 12 pertanyaan yang harus diikuti untuk mengetahui gaya
kepemimpinan yang sesuai dengan situasi yang dihadapi pmimpin dan untuk
mengetahui keefektifan gaya kepemimpinan yang digunakan. Kesioner ini dikenal
dengan LEAD (Leader Effectiviness and Adaptibility Description). Instrumen ini
dirancang untuk mengukur persepsi kita tentang gaya kepemimpinan yang
ditetapkan. LEAD (Leader Effectiviness and Adaptibility Description) adalah
peyempurnaan dari metode sebelumnya yaitu LASI (Leader Adaptibility and Style
Inventory). Instrumen ini telah dikembangkan oleh studi kepemimpinan dari
Universitas Ohio. Dan telah banyak digunakan pada berbagai macam situasi.
Kuesioner LEAD Terdiri dari 2 (dua) instrumen yaitu :
1. LEAD Self. Adalah instrumen yang digunakan untuk mengukur persepsi
diri sendiri tentang bagaimana seseorang berperilaku sebagai pemimpin.
2. LEAD
Others.
Adalah
instrumen
yang
digunakan
untuk
megukur/mencerminkan persepsi bawahan, atasan, atau rekan sejawat.
54
3.9.1. Penentuan Gaya Kepemimpinan
Penentuan gaya kepemimpinan pada Sekolah Polisi Negara (SPN)
Belanting dilakukan dengan menggunakan dengan menggunakan kuesioner
LEAD (Leader Efecctiviness and Adaptibility Description) di dalamnya terdapat
12 butir situasi yang harus diikuti, butir-butir situasi ini berisi tentang Efektivitas
Pemimpin dan Uraian Adaptabilitas (Paul harsey dan Blancahad 1986:117).
Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh adalah sebagai berikut :
1. Responden mengisi daftar kuesioner LEAD Self untuk mengukur persepsi
diri sendiri tentang bagaimana seseorang pemimpin berperilaku sebagai
pimpinan dalam organisasi dan responden mengisi kuesioner LEAD
Others untuk megukur/mencerminkan persepsi bawahan, atasan, atau
rekan sejawat tentang tanggapan karyawan terhadap gaya kepemimpinan
dan efektivitas dari para pimpinan organisasi.
2. Responden memilih dan melingkari satu huruf pilihan yang dirasa paling
sesuai dengan dengan keadaan yang sebenarnya terjadi pada lembar
jawaban yang telah disediakan.
3. Setelah melingkari jawaban yang telah dipilih pada setiap alternatif
tindakan, kemudian dijumlahkan setiap lingkaran tersebut pada setiap sub
kolom pada kolom 1pada lembar jawaban kuesioner.
4. Selanjutnya masukan jumlah tersebut pada kotak yang telah disediakan.
5. Pindahkan angka-angka tersebut dari kolom 1 ke kotak-kotak segi empat.
Angka-angka tersebut menunjukkan kecenderungan gaya kepemimpinan
menurut teori kepemimpinan situasional.
55
6. Dari hasil perhitungan tersebut dapat ditarik kesimpulan dengan melihat
persentase dan jumlah pegawai yang memberikan tanggapan atas gaya
kepemimpinan yang diterapkan oleh pimpinan.
Penentuan gaya kepemimpinan di atas juga berlaku juga untuk gaya
kepemimpinan situasional yang dikembangkan dimana langkah-langkah yang
dilakukan sama seperti diatas, akan tetapi pada gaya kepemimpinan situasional
yang
dikembangkan
hanya
menggunakan
kuesiner
LEAD
Self
yang
dikembangkan.
3.9.2. Penentuan Efektivitas Gaya Kepemimpinan
Untuk mengetahui penyesuaian gaya dapat pula dinamakan Efektifitas
gaya, karena dengan mudah perilaku pemimpin terebut menyesuaikan dengan
lingkungan tertentu. Dalam menentukan efektivitas gaya kepemimpinan pada
penyesuaian gaya dilakukan dengan menempuh langkah-langkah sebagai berikut :
1. Menjumlahkan angka-angka pada kolom II, kemudian angka-angka
terebut ditimbang dengan cara dikalikan +2 sampai ke -2. Angka timbang
ini berdasarkan pada teori kepemimpinan putaran kehidupan (Life Cycle of
Ladership).
2. Perlaku pemimpin yang menunjukkan kemungkinan berhasilnya besar
pada alternatif yang ditawarkan untuk suatu situasi tertentu ditimbang
dengan +2 sedangkan perilaku yang mempunyai kemungkinan berhasil
terendah ditimbang dengan -2.
56
3. Hasil penjumlahan yang menunjukkan anggka positif adalah gaya
kepemimpinan yang efektif sedangkan yang menunjukan angka negatif
adalah gaya kepemimpinan yang tidak efektif.
4. Setelah efektifitas gaya kepemimpinan diketahui kemudian ditarik
kesimpulan, dengan melihat persentase dari jumlah pegawai yang
memberikan tanggapan tentang gaya kepemimpinan, sehingga dapat
ditarik kesimpulan dan mengetahui efektifitas dari gaya kepemimpinan
yang ditetapkan dan pada akhirnya tugas yang dilaksankan akan menjadi
lancar dalam pencapaian tujuan organisasi sesuai dengan apa yang
diharapkan.
Penentuan efektivitas gaya kepemimpinan diatas berlaku juga untuk
kuesioner gaya kepemimpinan situasional yang dikembangkan akan tetapi angka
penimbang
yang
digunakan
berbeda
dimana
Perlaku
pemimpin
yang
menunjukkan kemungkinan berhasilnya besar pada alternatif yang ditawarkan
untuk suatu situasi tertentu ditimbang dengan +5 sedangkan perilaku yang
mempunyai kemungkinan berhasil terendah ditimbang dengan -5.
57
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Obyek Penelitian
Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting adalah unsur pelaksana pendidikan
POLDA yang berada dibawah kapolda yang bertugas untuk menyelenggarakan
pendidikan pembentukan Bintara/Tamtama serta pendidikan dan pelatihan
lainsesuai program/kebijakan pimpinan POLDA. Dalam melaksanakan tugasnya
tersebut SPN menyelenggarakan fungsi :
a. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan pembentukan Ba/Ta termasuk
pendidikan kejuruan Ba serta pelaksanaan pendidikan dan pelatihan lain
yang dibebankan berdasarkan program pendidikan dan pelatihan.
b. Pembinaan kepribadian termasuk kepemimpinan, disiplin dan tata tertib
serta nilai-nilai moral dan etika profesi peserta didik/pelatihan.
c. Penyelenggaraan kerjasama bidang pendidikan dan pelatihan dengan
lembaga pendidikan lainnya, dalam rangka pengembangan
dan
peningkatan penyelenggaraan pendidikan.
d. Pembinaan dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan terhadap
pengemban fungsi kepolisian lainnya sesuai program kerja sama dengan
pihak lain.
e. Pembinaan dan penyelenggaraan peningkatan kemampuan tenaga
pendidik/instuktur.
58
Sekolah Polisi Negara SPN dipimpin oleh Kepala Sekolah Kepolisian
Negara, disingkat Ka SPN, yang bertanggung jawab kepada Kapolda dan dalam
pelaksanaan tugas sehari-hari dibawah kendali Wakapolda. Dalam hal
berhalangan dengan tugasnya Ka SPN diwakili oleh Seslem atau pejabat lain yang
ditunjuk oleh Ka SPN. Sekolah Polisi Negara terdiri dari :
a. Sekretariat Lembaga, disingkat Setlem
Setlem adalah unsur pembantu pimpinan dan pelayanan staf pada
SPN yang berada dibawah Ka SPN, Setlem bertugas menyelenggarakan
penyusunan termasuk pengendalian dan analisa evaluasi pelaksanaan
pogram kerja perencanaan dan logistik, serta urusan dalam, yang meliputi
pelayanan kesehatan, pelayanan markas dan manase. Setlem dipimpin oleh
Sekretaris Lembaga, disingkat Seslem, yang bertanggung jawab kepada Ka
SPN. Seslem dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya, dibantu oleh
Kepala Urusan Perencanaan, Kepala Urusan Administrasi, Kepala Urusan
Tata Usaha, Kepala Urusan Dalam, Unit Provos, Kepala Urusan Makanan
dan sebagainya, dan Poliklinik.
b. Bagian Pengajaran dan Pelatihan, disingkat Bagjarlat
Bagjarlat adalah unsur pelaksana pada SPN yang berada dibawah
Ka SPN. Bagjarlat bertugas menyelenggarakan Pendidikan dan pengajaran
yang meliputi penyiapan perencanaan pengendalian pendidikan dan
pelatihan serta pelaksananya. Bagjarlat dipimpin oleh Kepala Bagjarlat,
disingkat Kabagjarlat, yang bertanggung jawab kepada Ka SPN.
Kabagjarlat dalam melaksanakan tugas kewajibannya, dibantu oleh Kepala
59
Sub Bagian Perencanaan Pendidikan dan Palatihan dan Kepala Sub Bagian
Pelaksanaan Pengajaran dan Pelatihan
c. Korps Siswa, disingkat Korsis.
Korsis adalah unsur pelaksana pada SPN yang berada dibawah Ka
SPN. Korsis bertugas menyelenggarakan pembinaan kepribadian dan
pengasuhan siswa dalam rangka pelaksanaan pendidikan dan pelatihan.
Korsis dipimpin oleh Kepala Korsis, yang disingkat Kakorsis, yang
bertanggungjawab kepada Ka SPN. Kakorsis dalam melaksanakan tugas
kewajibannya, dibantu oleh
Kepala Pemantau dan Kepala Urusan
Administrasi Siswa
d. Tenaga Pendidik/Instruktur, disingkat Gadik/Instruktur.
Gadik/instruktur adalah unsur pelaksana pada SPN yang berada
dibawah Ka SPN. Gadik/Instruktur Bertugas melaksanakan pengajaran
dan pelatihan termasuk penyiapan rencana pengajaran dan pelatihan dalam
bentuk Tugas Instruksional Umum (TIU) dan Tugas Instruksional Khusus
(TIK)
operasional
pendidikan.
Dalam
pelaksanaan
tugasnya
Gadik/Instruktur di koordinasikan oleh Koordinator Gadik, disingkat
Korgadik, yang bertanggung jawab kepada Ka SPN.
4.2. Deskripsi Data
Dalam bab ini akan diadakan analisis data untuk menjamin hasil observasi
yang diperoleh langsung dari responden. Selain itu uraian berikut juga
dimaksudkan untuk menelaah beberapa hal yang di ajukan sebagai hipotesa dalam
60
penelitian ini dan menguji hipotesa yang di ajukan tersebut maka data yang
dibutuhkan adalah sebagai berikut :
4.2.1. Gambaran Responden
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 54 orang
responden maka dapat diperoleh jawaban tentang karkteristik dari responden yang
diteliti adalah sebagai berikut :
a. Karakteristik responden berdasarkan tingkat usia
Adanya tingkatan usia yang semakin tinggi akan berpengruh
terhadap kemampuan berpikir serta memiliki rasa tanggung jawab yang
tinggi terhadap pekerjan ayang dibebankan kepadanya sehingga ini dapat
menentukan tingginya evektifitas kerja pegawai. Untuk lebih jelasnya
berikut ini akan ditampilkan tingkat usia responden pegawai Sekolah
Polisi Negara (SPN) Belanting.
Tabel . Penggolongan Responden berdasarkan Tingkat Usia
No.
Usia (Tahun)
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
1.
20 – 30
12
22,22
2.
31 – 40
23
42,59
3.
41 – 50
16
29,63
4.
51 – 60
3
5,56
54
100
Total
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa responden yang
berusia antara 20 – 30 tahun sebanyak 12 orang atau 22, 22%, usia antara
31 – 40 tahun sebanyak 23 orang atau 42, 59%, usia antara 41 – 50 tahun
61
sebanyak 16 orang atau 29,63% dan 3 orang berusia di antra 51 – 60 tahun
atau 5,56%.
b. Deskripsi jenis kelamin pegawai pada Sekolah Polisi Negara (SPN)
Belanting
Jenis kelamin sangat menentukn evektivitas kerja pegawai karena
semangat kerja perempuan berbeda dengan laki-laki, karena secara fisik
perempuan lebih lemah dibndingkan dengan laki-laki. Dalam hal ini
efektivitas kerja akan terwujud apabila semangt kerja pegawai cukup
tinggi dalam bekerja. Untuk lebih jelasnya maka di tampilkan jenis kelmin
pegawai pada Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting.
Tabel . Penggolongan Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No.
Jenis Kelamin
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
1.
Laki-laki
53
98,15
2.
Perempuan
1
1,85
Total
54
100
Berdasarkan tabel di atas maka dapat diketahui bahwa pegawai
Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting yang berjenis kelamin laki-laki
yaitu sebanyak 53 orang atau 98,15% sedangkan karyawan perempuan
sebanyak 1 orang atau 1,85. sehingga dapat diketahui bahwa yang
mendominasi sebagai pegawai pada Sekolah Polisi Negara Belanting
adalah pegawai yang berjenis kelamin laki-laki.
62
c. Deskripsi mengenai tngkat pendidikan pada Sekolah Polisi Negara
Belanting.
Adanya tingkat pendidikan yang tinggi pada pegawai akan
berpngruh pada kemampuannya dalam menyelesaikan pekerjaan dan hasil
dari pekerjaan yang di kerjakan. Pegawai yang tingkat pendidiknnya tinggi
di asumsikan mempunyai pengetahuan yang tinggi pula, sehingga
evektifitas kerja akan dapat diwujudkan. Untuk lebih jelasnya berikut ini
akan di tampilkan tingkat pendidikan responden atau pegawai Sekolah
Polisi Negara Belnting.
Tabel . Tingkat Pendidikan Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pada
Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting.
No.
Tingkat Pendidikan
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
1.
SMA
36
66,67
2.
D3
2
3,70
3.
Sarjana
16
29,63
54
100
Total
Dari tabel di tas dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan pegawai Sekolah
Polisi Negara Belanting yang berpendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA)
sebanyak 36 orang atau 66,67%, yang berpendidikan D3 sebanyak 2 orang atau
3,70% dan yang berpendidikan sarjana (S1) sebanyak 16 orang atau 29,63%.
Sehingga dapat diketahui bahwa pegawai yang tingkat pendidikannya SMA lebih
banyak jika dibandingkan dengan yang tingkat pendidikannya sarjana, hal
tersebut terjadi karena untuk menjadi anggota pada institusi kepolisian
63
diperioritaskan yang berpendidikan SMA, walaupun demikian pegawai-peagawai
yang ada pada Seolah Poisi Negara Belanting mempunyai pengalaman bekerja
yag baik dan loyalitas tinggi untuk menuduki jabatan tertentu.keragaman tingkat
pndidikan ini akan menjadi kelebihan dan meningkatkan evektivitas kerja bila
para pegawainya mampu bekerjasama enggan baik untuk mewujudkan harapan
dan tujuan yang telah ditetapkan.
4.3. Analisis Data
Dalam menganalisi data penulis hanya menggunakan analisis kualitatif
untuk mengetahui tanggapan pegawai terhadap gaya dan tingkat gaya
kepemimpinan yang digunakan oleh pemimpin serta penyesuaian gaya yang
digunakan untuk mengetahui evektifitas kepemimpinan pemimpin.
Untuk membantu menganalisis digunakan metode adaptasi pemimpin dan
inventarisasi gaya LEAD (Leader Effectiviness and Adaptability Desciption)
terhadap variabel-variabel yang diamati, dengan cara menjumlahkan jawaban dari
masing-masing sub kolom II ditimbang dengan cara dikalikan dengan +2 sampai 2 untuk yang konvensional dan +5 sampai -5 untuk yang dikembangkan. Angka
ini berdasarkan pada teori kepemimpinan putaran kehidupan (Life Cycle Theory
of Leadership).
Untuk lebih jelasnya berikut pembahasan mengenai penilaian tanggapan
responden dari empat (5) orang pimpinan yang ada pada sekolah polisi negara
belanting, yaitu masing-masing 1 orang kepala Sekolah Polisi negara yang dinilai
oleh 4 orang bawahan langsungnya yaitu Seslem, Kakorsis, Kabab jarlat dan
64
Kakor gadik. 1 orang sekretaris lembaga yg dinilai oleh bawahannya, 1 orang
kepala bagian koordinasi siswa yang dinilai oleh bawahannya, 1 orang kepala
pelajaran dan latihan yang di nilai oleh bawahannya dan 1 orang Kepala
koordinasi tenaga pendidik, agar dapat tergambar dengan jelas dan spesifik
mengenai tanggapan responden.
4.3.1. Kepala Sekolah Polisi Negara Belanting
a. Tanggapan dari Sekretaris Lembaga mengenai gaya kepemimpinan yang
diterapkan oleh pimpinannya
Tabel. Tanggapan Sekretaris Lembaga
Jumlah
Gaya
Resp.
Kepemimpinan
1
G3
Skor
Partisipasi +2
Total
Persentase
Efektivitas
(%)
Gaya
100
Efektif
100
Sekretaris lembaga memberikan tanggapan bahwa Kepala Sekolah
Polisi Negara Belanting yang menerapkan gaya kepemimpinan partisipasi
(G3). Gaya ini memberikan pengaruh positif terhadap efektivitas
kepemimpinan sebesar +2 dan telah sesuai dengan tingkat kematangan
bawahan atau pegawai yang termasuk dalam kategori sedang ke tinggi
(G3), dimana pegawai memiliki tingkat kemampuan yang tinggi akan
tetapi memiliki motivasi dan keyakinan yang kurang dalam menyelesaikan
tugas yang dibebankan kepadanya, akan tetapi gaya ini cukup efektif
dalam pencapaian tujuan yang diharapkan oleh organisasi, karena pada
65
kepemimpinan partisipasi pemimpin lebih menekankan pada kerja sama
antara pemimpin dan bawahan dalam pengambilan keputusan, melalui
komunikasi dua arah, dan memberikan kemudahan akses informasi
penting. Pemimpin selalu melibatkan bawahan untuk berpartisipasi di
dalam setiap aktivitas kerja. Dengan memberikan kesempatan partisipasi
yang luas kepada bawahan, maka motivasi bawahan akan semakin
berkembang, sehingga bawahan akan mandiri dikemudian hari dalam
menyelesaikan tugas dan tangung jawabnya.
b. Tanggapan dari Kepala Koordinasi Siswa mengenai gaya kepemimpinan
yang diterapkan oleh pimpinannya.
Tabel. Tanggapan Kepala Koordinasi Siswa
Jumlah
Gaya
Resp.
Kepemimpinan
1
G4
Skor
Delegasi
+1
Total
Persentase
Efektivitas
(%)
Gaya
100
Efektif
100
Kepala Koordinasi Siswa memberikan tanggapan bahwa Kepala
Sekolah
Polisi
Negara
Belanting
yang
merupakan
pimpinannya
menerapkan gaya kepemimpinan delegasi (G4) pada tingkat gaya 1. Jadi
gaya ini memberikan pengaruh positif terhadap efektivitas kepemimpinan
sebesar +1 dan telah sesuai dengan tingkat kematangan bawahan atau
pegawai yang termasuk dalam kategori tinggi (G4), dimana pegawai
memiliki tingkat kemampuan dan keyakinan yang tinggi dalam
66
menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya dan cukup efektif dalam
pencapaian tujuan yang diharapkan oleh organisasi.
Pada kepemimpinan delegasi pemimpin hanya memberikan sedikit
pengarahan dan pengawasan karena kemampuan dan keahlian bawahan
yang sangat tinggi dalam menyelesaikan tugasnya. Pendelegasian tugas ini
akan membuat bawahan semakin berkembang dan diberdayakan sehingga
keahlian yang tinggi dan motivasi yang tinggi menjadi syarat utama bagi
bawahan sebelum mereka menerima pendelegasian tugas.
c. Tanggapan Kajarlat Terhadap Gaya Kepemimpinan yang diterapkan oleh
pimpinannya.
Tabel. Tanggapan Kepala Pengajaran dan Latihan
Jumlah
Gaya
Resp.
Kepemimpinan
1
G3
Partisipasi
Total
Skor
+9
Persentase
Efektivitas
(%)
Gaya
100
Efektif
100
Kepala pengajaran dan latihan memberikan tanggapan bahwa
Kepala Sekolah Polisi Negara Belanting yang merupakan pimpinannya
menerapkan gaya kepemimpinan partisipasi (G3) pada tingkat gaya 9. Jadi
gaya ini memberikan pengaruh positif terhadap efektivitas kepemimpinan
sebesar +9 dan telah sesuai dengan tingkat kematangan bawahan atau
pegawai yang termasuk dalam kategori sedang ke tinggi (G3), dimana
pegawai memiliki tingkat kemampuan yang tinggi akan tetapi memiliki
motivasi dan keyakinan yang kurang dalam menyelesaikan tugas yang
67
dibebankan kepadanya, akan tetapi gaya ini cukup efektif dalam
pencapaian tujuan yang diharapkan oleh organisasi, karena pada
kepemimpinan partisipasi pemimpin lebih menekankan pada kerjasama
antara pemimpin dan bawahan dalam pengambilan keputusan, melalui
komunikasi dua arah, dan memberikan kemudahan akses informasi
penting.
Pemimpin selalu melibatkan bawahan untuk berpartisipasi di
dalam setiap aktivitas kerja. Dengan memberikan kesempatan partisipasi
yang luas kepada bawahan, maka motivasi bawahan akan semakin
berkembang dengan baik. Keyakinan bawahan akan semakin mantap
sehingga bawahan akan mandiri dikemudian hari dalam menyelesaikan
tugas dan tangung jawabnya.
d. Tanggapan
Kepala
koordinasi
Tenaga
pendidik
terhadap
gaya
kepemimpinan yang diterapkan oleh Pimpinannya.
Tabel Taggapan Kepala koordinasi Tenaga pendidik
Jumlah
Gaya
Resp.
Kepemimpinan
1
G3
Partisipasi
Total
Skor
+3
Persentase
Efektivitas
(%)
Gaya
100
Efektif
100
Kepala Koordinasi Tenaga Pendidik memberikan tanggapan bahwa
Kepala Sekolah Polisi Negara Belanting menerapkan gaya kepemimpinan
partisipasi (G3),gaya ini memberikan pengaruh positif terhadap efektivitas
kepemimpinan sebesar +3 dan telah sesuai dengan tingkat kematangan
68
bawahan atau pegawai yang termasuk dalam kategori sedang ke tinggi
(G3), dimana pegawai memiliki tingkat kemampuan yang tinggi akan
tetapi memiliki motivasi dan keyakinan yang kurang dalam menyelesaikan
tugas yang dibebankan kepadanya, akan tetapi gaya ini cukup efektif
dalam pencapaian tujuan yang diharapkan oleh organisasi, karena pada
kepemimpinan partisipasi pemimpin lebih menekankan pada kerjasama
antara pemimpin dan bawahan dalam pengambilan keputusan, melalui
komunikasi dua arah, dan memberikan kemudahan akses informasi
penting.
Pemimpin selalu melibatkan bawahan untuk berpartisipasi di
dalam setiap aktivitas kerja. Dengan memberikan kesempatan partisipasi
yang luas kepada bawahan, maka motivasi bawahan akan semakin
berkembang dengan baik. Keyakinan bawahan akan semakin mantap
sehingga bawahan akan mandiri dikemudian hari dalam menyelesaikan
tugas dan tangung jawabnya.
e. Tanggapan dari Kepala Sekolah Polisi Negara Belanting Terhadap Gaya
Kepemimpinan Yang Diterapkannya sebagai cross check (LEAD Self
Konvensional)
Tabel Taggapan Kepala Sekolah Polisi Negara Belanting (Berdasarkan
LEAD Self Konvensional)
Jumlah
Gaya
Resp.
Kepemimpinan
1
G3
Partisipasi
Total
Skor
+3
Persentase
Efektivitas
(%)
Gaya
100
Efektif
100
69
Setelah melakukan penelitian terhadap pegawai sekolah polisi
negara belanting peneliti juga melakukan pula penelitian terhadap Kepala
sekolah polisi Negara Belanting sebagai cross check terhadap tanggapan
karyawan tentng gaya kepemimpinan yang digunakan.
Hasil penelitian tersebut dapat dilihat dari tabel tanggapann diatas
dimana kepala sekolah polisi negara belanting menggunakan gaya
kepemimpinan partisipasi dengan skor sebesar 6, dengan begitu pemimpin
organisasi menggunakan gaya kepemimpinan yang sudah efektif dalam
penerapannya kepada para bawahannya dengan skor +3 pada penyesuaian
gaya kepemimpinan situasional.
Dalam
efektivitas
kepemimpinan,
pemimpin
organisasi
menganggap bahwa gaya kepemimpinan yang diterapkan sesuai dengan
tingkat kematangan bawahan yang memiliki kemampuan yang tinggi akan
tetapi motivasi dan kepercayaan diri yang kurang. Dengan demikian gaya
gaya kepemimpinan partisipasi (G3) yang tepat di terapkan dikarenakan
kayawan memerlukan perhatian dari pemimpin
untuk melibatkannya
dalam pengambilann keputusan, melalui komunikasi dua arah dengan
begitu akan memberikan kesempatan partisipasi yang luas kepada
bawahan, maka motivasi bawahan akan semakin berkembang dengan baik.
f.
Tanggapan dari Kepala Sekolah Polisi Negara Belanting Terhadap Gaya
Kepemimpinan Yang Diterapkannya sebagai cross check (LEAD Self
Yang di Kembangkan )
70
Tabel Taggapan Kepala Sekolah Polisi Negara Belanting (Berdasarakan
Kuesioner LEAD Self yang dikembangkan)
Jumlah
Gaya
Resp.
Kepemimpinan
1
G11
Partisipasi
Terkontrol
Total
Skor
+5
Persentase
Efektivitas
(%)
Gaya
100
Efektif
100
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa Kepala Sekolah Polisi
Negara Belanting menggunakan gaya kepemimpinan partisipasi terkontrol,
hal itu dapat dilihat dari tanggapan yang diberikan melalui kuesioner
LEAD self yang dikembangkan, gaya partisipasi terbatas tersebut dirasa
sudah sesuai dengan tingkat kematangan bawahan, hal ini dapat dilihat
dari skor sebesar +5, dengan skor ini pimpinan merasa bahwa gaya
kepemimpinannya suda tepat dan efektif dalam penerapannya kepada
bawahan. Kaitanya dengan efektivitas gaya kepemimpinan pimpinan
menganggapgaya kepemimpinan yang digunakannya sudah sesuai dengan
tingkat kematangan bawahan (M3), yakni memiliki kemampua untuk
memikul tanggung jawab tetapi tidak memiliki kemauan atau keyakinan
dalam menjalankannya, dengan demikian gaya partisipasi terkontrol (G11)
dapat meningkatkan efektivitas kepemimpinan jika dibandingkan dengan
gaya kepemimpinan situasional konvensional Partisipasi (G3) itu dapat
dilaihat dari skor sebesr +5 untuk Partisipasi terkontrol dan +3 untuk
partisipasi.
71
Pada gaya partisipasi terkontrol pemimpin melakukan komuikasi
dua arah dengan bawahan mengenai pekerjaan, akan tetapi sedikit
memberikan pengarahan dan instruksi kepada bawahan, karena pemimpin
memberikan
kepercayaan
kepada
pegawainya
untuk
melakukan
pegambilan keputusan terhadap pekerjaan yang ditanganinya akan tetapi
tetap di awasi secara ketat oleh atasan agar terhindar dari penyelewengan
keputusan.
4.3.2. Bagian Sekretariat Lembaga
a. Tanggapan Karyawan Bagian Urusan Perencanaan Terhadap Gaya
Kepemimpinan Yang Diterapkan Oleh Sekretaris Lembaga
Tabel Taggapan Karyawan Bagian Urusan Perencanaan
Jumlah
Gaya
Resp.
Kepemimpinan
Skor
Persentase
Efektivitas
(%)
Gaya
1
G2
Konsultasi
-1
50
Tidak Efektif
1
G1
Instruksi
-12
50
Tidak Efektif
Total
100
Pada tabel di atas terlihat tanggapan Karyawan Bagian Urusan
Perencanaan terhadap efektivitas gaya kepemimpinan sekretaris lembaga
menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan konsultasi terhadap pegawainya
dinyatakan tidak efektif sebesar 50% atau sebanyak 1 orang pegawai, gaya
konsultasi (G2) tersebut tidak efektif jika disesuaikan dengan tingkat
kematangan pegawai,hal ini ditunjukkan dengan skor -1, dengan kata lain
72
bahwa
pegawai
mengharapkan
pemimpinya
menggunakan
gaya
kepemimpinan yang lain yang disesuaikan dengan tingkat kematangan
yang lebih tinggi atau pegawai merasa ingin dilibatkan dalam pengambilan
keputusan dan komunikasi yang terjadi bersifat dua arah atau pemimpin
lebih dapat membuka jalur komunikasi yang memberi kesempatan para
pegawai untuk mengembangkan ide-ide, pendapat untuk mendukung
pemecahan masalah yang dihadapi organisasi.
Pada tabel di atas juga terlihat bahwa Tanggapan Karyawan Bagian
Urusan Perencanaan terhadap efektivitas gaya kepemimpinan sekretaris
lembaga menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan instruksi terhadap
pegawainya dinyatakan tidak efektif sebesar 50% atau sebanyak 1 orang
pegawai, gaya instruksi (G1) tersebut tidak efektif jika disesuaikan dengan
tingkat kematangan pegawai,hal ini ditunjukkan dengan skor -12. jadi
pegawai
tersebut
mengharapkan
pemimpinnya
menerapkan
gaya
kepemimpinan yang lebih tinggi tingkatnya untuk disesuaikan dengan
tingkat kematangangan yang dimiliki pegawainya.
b. Tanggapan Karyawan Bagian Urusan Administrasi Terhadap Gaya
Kepemimpinan Yang Diterapkan Sekertaris Lembaga
Tabel Taggapan Karyawan Bagian Urusan Administrasi
Jumlah
Gaya
Resp.
Kepemimpinan
Skor
Persentase
Efektivitas
(%)
Gaya
2
G1
Instruksi
-4&-4
50
Tida Efektif
1
G1
Instruksi
2
25
Efektif
1
G3
Partisipasi
10
25
Efektif
73
Pada tabel di atas terlihat bahwa Tanggapan Karyawan Bagian
Urusan Administrasi terhadap efektivitas gaya kepemimpinan sekretaris
lembaga menunjukkan bahwa terdapat dua orang yang menyatakan bahwa
gaya kepemimpi instruksi yang di terapkan dinyatakan tidak efektif, gaya
instruksi (G1) tersebut tidak efektif jika disesuaikan dengan tingkat
kematangan pegawai,hal ini ditunjukkan dengan skor -4. jadi pegawai
tersebut mengharapkan pemimpinnya menerapkan gaya kepemimpinan
yang lebih tinggi tingkatnya untuk disesuaikan dengan tingkat
kematangangan yang dimiliki pegawainya.
Terdapat 1 orang menyatakan gaya kepemimpinan instruksi yang
diterapkan efektif , Jadi gaya ini memberikan pengaruh positif terhadap
efektivitas kepemimpinan sebesar +2 dan telah sesuai dengan tingkat
kematangan bawahan atau pegawai yang termasuk dalam kategori rendah
(G1), dimana pegawai memiliki tingkat kemampuan yang rendah dan
memiliki motivasi dan keyakinan yang kurang dalam menyelesaikan tugas
yang dibebankan kepadanya, akan tetapi gaya ini cukup efektif dalam
pencapaian tujuan yang diharapkan oleh organisasi, karena pada
kepemimpinan instruksi pemimpin lebih banyak memberitahukan,
membimbing, mengarahkan dan menentukan peranan bawahan agar
bawahan tidak salah dalam menyelesaikan tugasnya dan setiap pekerjaan
bisa diselesaikan dengan baik.
74
Dan 1 orang memberikan tanggapan bahwa sekertaris lembaga
menerapkan gaya kepemimpinan partisipasi (G3) yang efektif. Jadi gaya
ini memberikan pengaruh positif terhadap efektivitas kepemimpinan
sebesar +3 dan telah sesuai dengan tingkat kematangan bawahan atau
pegawai yang termasuk dalam kategori sedang ke tinggi (G3), dimana
pegawai memiliki tingkat kemampuan yang tinggi akan tetapi memiliki
motivasi dan keyakinan yang kurang dalam menyelesaikan tugas yang
dibebankan kepadanya, akan tetapi gaya ini cukup efektif dalam
pencapaian tujuan yang diharapkan oleh organisasi, karena pada
kepemimpinan partisipasi pemimpin lebih menekankan pada kerjasama
antara pemimpin dan bawahan dalam pengambilan keputusan, melalui
komunikasi dua arah, dan memberikan kemudahan akses informasi
penting.
c. Tanggapan Karyawan Bagian Urusan Tata Usaha Terhadap Gaya
Kepemimpinan Yang Diterapkan Oleh Sekretaris Lembaga
Tabel Taggapan Karyawan Bagian Urusan Tata Usaha
Jumlah
Gaya
Resp.
Kepemimpinan
Skor
Persentase
Efektivitas
(%)
Gaya
1
G3
Partisipasi
3
33,33
Efektif
2
G1
Instruksi
4&9
66,66
Efektif
Total
100
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 1 orang
atau
dengan persentase 33,33% Karyawan Bagian Urusan Tata Usaha yang
75
memberikan tanggapan bahwa sekertaris lembaga menerapkan gaya
kepemimpinan partisipasi (G3) yang efektif Jadi gaya ini memberikan
pengaruh positif terhadap efektivitas kepemimpinan sebesar +3 dan telah
sesuai dengan tingkat kematangan bawahan atau pegawai yang termasuk
dalam kategori sedang ke tinggi (G3), dimana pegawai memiliki tingkat
kemampuan yang tinggi akan tetapi memiliki motivasi dan keyakinan
yang kurang dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya,
akan tetapi gaya ini cukup efektif dalam pencapaian tujuan yang
diharapkan oleh organisasi, karena pada kepemimpinan partisipasi
pemimpin lebih menekankan pada kerjasama antara pemimpin dan
bawahan dalam pengambilan keputusan, melalui komunikasi dua arah, dan
memberikan kemudahan akses informasi penting.
Dan terdapat 2 orang dengan persentase 66,66% Karyawan Bagian
Urusan Tata Usaha yang menyatakan gaya kepemimpinan instruksi yang
diterapkan efektif , Jadi gaya ini memberikan pengaruh positif terhadap
efektivitas kepemimpinan sebesar +4 dan +9 dan telah sesuai dengan
tingkat kematangan bawahan atau pegawai yang termasuk dalam kategori
rendah (G1), dimana pegawai memiliki tingkat kemampuan yang rendah
dan memiliki motivasi dan keyakinan yang kurang dalam menyelesaikan
tugas yang dibebankan kepadanya, akan tetapi gaya ini cukup efektif
dalam pencapaian tujuan yang diharapkan oleh organisasi, karena pada
kepemimpinan instruksi pemimpin lebih banyak memberitahukan,
membimbing, mengarahkan dan menentukan peranan bawahan agar
76
bawahan tidak salah dalam menyelesaikan tugasnya dan setiap pekerjaan
bisa diselesaikan dengan baik.
d. Tanggapan
Karyawan
Bagian
Urusan
Dalam
Terhadap
Gaya
Kepemimpinan Yang Diterapkan Oleh Sekretaris Lembaga
Tabel Taggapan Karyawan Bagian Urusan Dalam
Jumlah
Gaya
Resp.
Kepemimpinan
Skor
Persentase
Efektivitas
(%)
Gaya
5
G1
Instruksi
2-9
50
Efektif
3
G2
Konsultasi
5-7
30
Efektif
1
G2
Konsultasi
-1
10
Tidak Efektif
1
G3
Partisipasi
-8
10
Tidak Efektif
Total
100
Pada tabel di atas terlihat bahwa terdapat 5 orang dengan
persentase 50% Karyawan Bagian Urusan Dalam yang menyatakan gaya
kepemimpinan yang di terapkan adalah instruksi dan gaya kepemimpinan
yang diterapkan ini efektif, Jadi gaya ini memberikan pengaruh positif
terhadap efektivitas kepemimpinan sebesar +2 sampai +9 dan telah sesuai
dengan tingkat kematangan bawahan atau pegawai yang termasuk dalam
kategori rendah (G1), dimana pegawai memiliki tingkat kemampuan yang
rendah dan memiliki motivasi dan keyakinan yang kurang dalam
menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya, akan tetapi gaya ini
cukup efektif dalam pencapaian tujuan yang diharapkan oleh organisasi,
karena
pada
kepemimpinan
instruksi
pemimpin
lebih
banyak
memberitahukan, membimbing, mengarahkan dan menentukan peranan
77
bawahan agar bawahan tidak salah dalam menyelesaikan tugasnya dan
setiap pekerjaan bisa diselesaikan dengan baik.
Terdapat 3 orang karyawan bagian urusan dalam yang memberikan
tanggapan bahwa gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh sekertaris
lembaga adalah konsultasi, dimana gaya tersebut dianggap memberikan
pengaruh yang positif terhadap efektivitas kepemimpinan sebesar +5
sampai +7 dan telah sesuai dengan tingkat kematangan bawahan yang
termasuk kategori rendah ke sedang dimana bawahan memiliki
kemampuan yang rendah tetapi memiliki motivasi yang kuat. Jadi
pemimpin lebih banyak memberikan instruksi tetapi juga memberikan
dorongan serta sedikit kebebasan aktualisiasi diri agar motivasi bawahan
semakin tinggi, rasa tanggung jawab terhdap pekerjaa semakin tinggi, dan
akhirnya secara perlahan-lahan bawahan akan semakin matang.
Pada tabel di atas juga dapat dilihat bahwa terdapat 1 orang
karyawan bagian urusan dalam yang memberikan tanggapan bahwa gaya
kepemimpinan yang diterapkan sekretaris lembaga
adalah konsultasi,
gaya konsultasi (G2) tersebut tidak efektif jika disesuaikan dengan tingkat
kematangan pegawai,hal ini ditunjukkan dengan skor -1, dengan kata lain
bahwa
pegawai
mengharapkan
pemimpinya
menggunakan
gaya
kepemimpinan yang lain yang disesuaikan dengan tingkat kematangan
yang lebih tinggi atau pegawai merasa ingin dilibatkan dalam pengambilan
keputusan dan komunikasi yang terjadi bersifat dua arah atau pemimpin
lebih dapat membuka jalur komunikasi yang memberi kesempatan para
78
pegawai untuk mengembangkan ide-ide, pendapat untuk mendukung
pemecahan masalah yang dihadapi organisasi. Dan juga terdapat 1 orang
atau dengan persentase 10% Karyawan Bagian Urusan dalam yang
memberikan tanggapan bahwa sekretaris lembaga menerapkan gaya
kepemimpinan partisipasi (G3). Dan gaya partisipasi tersebut tidak efektif
jika di sesuaikan dengan tingkat kematangan bawahan hal ini diunjukkan
oleh skor sbesar -8, dengan kata lain bahwa pegawai mengharapkan
pemimpinya
menggunakan
gaya
kepemimpinan
yang
lain
yang
disesuaikan dengan tingkat kematangan yang lebih tinggi atau pegawai
merasa ingin dilibatkan dalam pengambilan keputusan dan komunikasi
yang terjadi bersifat dua arah atau pemimpin lebih dapat membuka jalur
komunikasi
yang
memberi
kesempatan
para
pegawai
untuk
mengembangkan ide-ide, pendapat untuk mendukung pemecahan masalah
yang dihadapi organisasi.
e. Tanggapan Karyawan Bagian Unit Provost Terhadap Gaya Kepemimpinan
Yang Diterapkan Oleh Sekretaris Lembaga
Tabel Taggapan Karyawan Bagian Unit Provost
Jumlah
Gaya
Resp.
Kepemimpinan
Skor
Persentase
Efektivitas
(%)
Gaya
2
G1
Instruksi
1&1
40
Efektif
1
G1
Instruksi
-7
20
Tidak Efektif
2
G2
Konsultasi
1&2
40
Efektif
Total
100
Pada tabel di atas terlihat bahwa terdapat 2 orang dengan
persentase 40% Karyawan Bagian Unit Provost yang menyatakan gaya
79
kepemimpinan yang di terapkan adalah instruksi dan gaya kepemimpinan
yang diterapkan ini efektif, Jadi gaya ini memberikan pengaruh positif
terhadap efektivitas kepemimpinan sebesar +1 dan telah sesuai dengan
tingkat kematangan bawahan atau pegawai yang termasuk dalam kategori
rendah (G1), dimana pegawai memiliki tingkat kemampuan yang rendah
dan memiliki motivasi dan keyakinan yang kurang dalam menyelesaikan
tugas yang dibebankan kepadanya, akan tetapi gaya ini cukup efektif
dalam pencapaian tujuan yang diharapkan oleh organisasi, karena pada
kepemimpinan instruksi pemimpin lebih banyak memberitahukan,
membimbing, mengarahkan dan menentukan peranan bawahan agar
bawahan tidak salah dalam menyelesaikan tugasnya dan setiap pekerjaan
bisa diselesaikan dengan baik.
Pada tabel di atas juga terlihat bahwa Tanggapan Karyawan Bagian
Unit provost terhadap efektivitas gaya kepemimpinan sekretaris lembaga
menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan instruksi terhadap pegawainya
dinyatakan tidak efektif sebesar 50% atau sebanyak 1 orang pegawai, gaya
instruksi (G1) tersebut tidak efektif jika disesuaikan dengan tingkat
kematangan pegawai,hal ini ditunjukkan dengan skor -17. jadi pegawai
tersebut mengharapkan pemimpinnya menerapkan gaya kepemimpinan
yang lebih tinggi tingkatnya untuk disesuaikan dengan tingkat
kematangangan yang dimilikinya.
Terdapat 40% atau 2 orang karyawan bagian unit provost yang
memberikan tanggapan bahwa gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh
80
sekertaris lembaga adalah konsultasi, dimana gaya tersebut dianggap
memberikan pengaruh yang positif terhadap efektivitas kepemimpinan
sebesar +1 sampai +2 dan telah sesuai dengan tingkat kematangan
bawahan yang termasuk kategori rendah ke sedang dimana bawahan
memiliki kemampuan yang rendah tetapi memiliki motivasi yang kuat.
Jadi pemimpin lebih banyak memberikan instruksi tetapi juga memberikan
dorongan serta sedikit kebebasan aktualisiasi diri agar motivasi bawahan
semakin tinggi, rasa tanggung jawab terhdap pekerjaa semakin tinggi, dan
akhirnya secara perlahan-lahan bawahan akan semakin matang.
f. Tanggapan Karyawan Bagian Urusan Makanan dan Sebagainya Terhadap
Gaya Kepemimpinan Yang Diterapkan Oleh Sekretaris Lembaga
Tabel Taggapan Karyawan Bagian Urusan Maknan dan sebagainya
Jumlah
Gaya
Resp.
Kepemimpinan
2
G1
Instruksi
Total
Skor
1&4
Persentase
Efektivitas
(%)
Gaya
100
Efektif
100
Pada tabel di atas terlihat bahwa terdapat 2 orang dengan
persentase 100% Karyawan Bagian Urusan makanan dan lainya yang
menyatakan gaya kepemimpinan yang di terapkan oleh skretaris lembaga
adalah instruksi dan gaya kepemimpinan yang diterapkan ini efektif, Jadi
gaya ini memberikan pengaruh positif terhadap efektivitas kepemimpinan
sebesar +1 dan +4, gaya instruksi ini telah sesuai dengan tingkat
kematangan bawahan atau pegawai yang termasuk dalam kategori rendah
(G1), dimana pegawai memiliki tingkat kemampuan yang rendah dan
81
memiliki motivasi dan keyakinan yang kurang dalam menyelesaikan tugas
yang dibebankan kepadanya, akan tetapi gaya ini cukup efektif dalam
pencapaian tujuan yang diharapkan oleh organisasi, karena pada
kepemimpinan instruksi pemimpin lebih banyak memberitahukan,
membimbing, mengarahkan dan menentukan peranan bawahan agar
bawahan tidak salah dalam menyelesaikan tugasnya dan setiap pekerjaan
bisa diselesaikan dengan baik.
g. Tanggapan Karyawan Bagian Poliklinik Terhadap Gaya Kepemimpinan
Yang Diterapkan Oleh Sekretaris Lembaga
Tabel Taggapan Karyawan Bagian Poliklinik
Jumlah
Gaya
Resp.
Kepemimpinan
2
G1
Instruksi
Total
Skor
2&5
Persentase
Efektivitas
(%)
Gaya
100
Efektif
100
Pada tabel di atas terlihat bahwa terdapat 2 orang dengan
persentase 100% Karyawan Bagian poliklinik yang menyatakan gaya
kepemimpinan yang di terapkan oleh skretaris lembaga adalah instruksi
dan gaya kepemimpinan yang diterapkan ini efektif, Jadi gaya ini
memberikan pengaruh positif terhadap efektivitas kepemimpinan sebesar
+2 dan +5, gaya instruksi ini telah sesuai dengan tingkat kematangan
bawahan atau pegawai yang termasuk dalam kategori rendah (G1), dimana
pegawai memiliki tingkat kemampuan yang rendah dan memiliki motivasi
dan keyakinan yang kurang dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan
82
kepadanya, akan tetapi gaya ini cukup efektif dalam pencapaian tujuan
yang diharapkan oleh organisasi, karena pada kepemimpinan instruksi
pemimpin lebih banyak memberitahukan, membimbing, mengarahkan dan
menentukan peranan bawahan agar bawahan tidak salah dalam
menyelesaikan tugasnya dan setiap pekerjaan bisa diselesaikan dengan
baik.
h. Tanggapan Karyawan Bagian Bendahara Kesatuan Kerja Terhadap Gaya
Kepemimpinan Yang Diterapkan Oleh Sekretaris Lembaga
Tabel Taggapan Karyawan Bagian Bendahara
Jumlah
Gaya
Resp.
Kepemimpinan
Skor
Persentase
Efektivitas
(%)
Gaya
1
G1
Instruksi
1
50
Efektif
2
G1
Instruksi
-3
50
Tidak Efektif
Total
100
Pada tabel di atas terlihat bahwa terdapat 1 orang dengan
persentase 50% karyawan bagian bendahara kesatuan kerja yang
menyatakan gaya kepemimpinan yang di terapkan oleh skretaris lembaga
adalah instruksi dan gaya kepemimpinan yang diterapkan ini efektif, Jadi
gaya ini memberikan pengaruh positif terhadap efektivitas kepemimpinan
sebesar +1, gaya instruksi ini telah sesuai dengan tingkat kematangan
bawahan atau pegawai yang termasuk dalam kategori rendah (G1), dimana
pegawai memiliki tingkat kemampuan yang rendah dan memiliki motivasi
dan keyakinan yang kurang dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan
83
kepadanya, akan tetapi gaya ini cukup efektif dalam pencapaian tujuan
yang diharapkan oleh organisasi, karena pada kepemimpinan instruksi
pemimpin lebih banyak memberitahukan, membimbing, mengarahkan dan
menentukan peranan bawahan agar bawahan tidak salah dalam
menyelesaikan tugasnya dan setiap pekerjaan bisa diselesaikan dengan
baik.
Pada tabel di atas juga terlihat bahwa tanggapan karyawan bagian
bendahara kesatuan kerja terhadap efektivitas gaya kepemimpinan
sekretaris lembaga menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan instruksi
terhadap pegawainya dinyatakan tidak efektif sebesar 50% atau sebanyak
1 orang pegawai, gaya instruksi (G1) tersebut tidak efektif jika disesuaikan
dengan tingkat kematangan pegawai,hal ini ditunjukkan dengan skor -3.
jadi pegawai tersebut mengharapkan pemimpinnya menerapkan gaya
kepemimpinan yang lebih tinggi tingkatnya atau pemimpin untuk
menyesesuaikan gaya kepemimpinannya dengan tingkat kematangangan
yang dimilikinya.
i. Tanggapan dari Sekretaris Lembaga Terhadap Gaya Kepemimpinan Yang
Diterapkannya sebagai cross check (LEAD Self Konvensional)
Tabel
Taggapan
Sekretaris
Lembaga
(Berdasarkan
LEAD
Konvensional)
Jumlah
Gaya
Resp.
Kepemimpinan
1
G1
Instruksi
Total
Skor
+2
Persentase
Efektivitas
(%)
Gaya
100
Efektif
100
Self
84
Pada tabel di atas terlihat bahwa gaya kepemimpinan yang di
terapkan oleh skretaris lembaga adalah instruksi, gaya ini memberikan
pengaruh positif terhadap efektivitas kepemimpinan sebesar +2, gaya
instruksi ini telah sesuai dengan tingkat kematangan pegawai yang
termasuk dalam kategori rendah (G1), dimana pegawai memiliki tingkat
kemampuan yang rendah dan memiliki motivasi dan keyakinan yang
kurang dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya, akan
tetapi gaya ini cukup efektif dalam pencapaian tujuan yang diharapkan
oleh organisasi, karena pada kepemimpinan instruksi pemimpin lebih
banyak memberitahukan, membimbing, mengarahkan dan menentukan
peranan bawahan agar bawahan tidak salah dalam menyelesaikan tugasnya
dan setiap pekerjaan bisa diselesaikan dengan baik.
j. Tanggapan dari Sekretaris Lembaga Terhadap Gaya Kepemimpinan Yang
Diterapkannya sebagai cross check (LEAD Self Yang dikembangkan)
Tabel Taggapan Sekretaris Lembaga (Berdasarkan LEAD Self
Dikembangkan)
Jumlah
Gaya
Resp.
Kepemimpinan
1
G6
Instruksi
Terbatas
Total
Skor
+6
Persentase
Efektivitas
(%)
Gaya
100
Efektif
100
Yang
85
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sekertaris lembaga
menggukan gaya kepemimpinan instruksi terbatas, hal itu dapa dilihat dari
tanggapan
yang
diberikan
melalui
kuesioner
LEAD
self
yang
dikembangkan, gaya partisipasi terbatas tersebut dirasa sudah sesuai
dengan tingkat kematangan bawahan, hal ini dapat dilihat dari skor sebesar
+5, dengan skor ini pimpinan merasa bahwa gaya kepemimpinannya
sudah tepat dan efektif dalam penerapannya kepada bawahan. Kaitanya
dengan efektivitas gaya kepemimpinan pimpinan menganggap gaya
kepemimpinan
yang
digunakannya
sudah
sesuai
dengan
tingkat
kematangan bawahan (M1), yakni kurang memiliki kemampuan untuk
memikul tanggung jawab dan tidak memiliki kemauan atau keyakinan
dalam menjalankannya, dengan demikian gaya Instruksi terbatas (G6)
dapat meningkatkan efektivitas kepemimpinan, jika dibandingkan dengan
gaya kepemimpinan situasional konvensional instruksi (G1) itu dapat
dilihat dari skor sebesr +6 untuk Instruksi Terbatas dan +2 untuk Instruksi.
Jadi
gaya
kepemimpian
situasional
yang
dikembangkan
dapat
meningkatkan fektivitas gaya kepemimpinan dari sekertaris lembaga.
Pada gaya instruksi terbatas pemimpin melakukan komunikasi satu
arah dengan bawahan atau pegawainya melalui pemberian instruksi secara
terbatas untuk pekerjaan yang penting dan mendesak, pemimpin juga
memberi dukungan untuk memotivasi bawahan dalam penyelesaian tugastugas tersebut agar bawahan merasa nyaman dalam menyelesaikan
pekerjaannya.
86
4.3.3. Bagian Koordinasi Siswa
a. Tabel Tanggapan Karyawan Bagian Koordinasi Siswa Terhadap Gaya
Kepemimpinan Yang Diterapkan Oleh Pimpinannya
Jumlah
Gaya
Resp.
Kepemimpinan
Skor
Persentase
Efektivitas
(%)
Gaya
1
G1
Instruksi
4
16,67
Efektif
1
G1
Instruksi
-4
16,67
Tidak Efektif
2
G2
Konsultasi
1&2
33,33
Efektif
1
G3
Partisipasi
-4
16,67
Tidak Efektif
1
G4
Delegasi
1
16,67
Efektif
Total
100
Pada tabel di atas terlihat bahwa terdapat 1 orang dengan
persentase 16,67% karyawan Bagian Koordinasi Siswa yang menyatakan
gaya kepemimpinan yang di terapkan oleh skretaris lembaga adalah
instruksi dan gaya kepemimpinan yang diterapkan ini efektif, Jadi gaya ini
memberikan pengaruh positif terhadap efektivitas kepemimpinan sebesar
+4, gaya instruksi ini telah sesuai dengan tingkat kematangan bawahan
atau pegawai yang termasuk dalam kategori rendah (G1), dimana pegawai
memiliki tingkat kemampuan yang rendah dan memiliki motivasi dan
keyakinan yang kurang dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan
kepadanya, akan tetapi gaya ini cukup efektif dalam pencapaian tujuan
yang diharapkan oleh organisasi, karena pada kepemimpinan instruksi
pemimpin lebih banyak memberitahukan, membimbing, mengarahkan dan
87
menentukan peranan bawahan agar bawahan tidak salah dalam
menyelesaikan tugasnya dan setiap pekerjaan bisa diselesaikan dengan
baik.
Pada tabel di atas juga terlihat bahwa tanggapan karyawan Bagian
Koordinasi Siswa terhadap efektivitas gaya kepemimpinan sekretaris
lembaga menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan instruksi terhadap
pegawainya dinyatakan tidak efektif sebesar 16,67% atau sebanyak 1
orang pegawai, gaya instruksi (G1) tersebut tidak efektif jika disesuaikan
dengan tingkat kematangan pegawai,hal ini ditunjukkan dengan skor -4.
jadi pegawai tersebut mengharapkan pemimpinnya menerapkan gaya
kepemimpinan yang lebih tinggi tingkatnya atau pemimpin untuk
menyesesuaikan gaya kepemimpinannya dengan tingkat kematangangan
yang dimilikinya.
Terdapat 33,33% atau 2 orang karyawan bagian Bagian Koordinasi
Siswa yang memberikan tanggapan bahwa gaya kepemimpinan yang
diterapkan oleh sekertaris lembaga adalah konsultasi, dimana gaya
tersebut dianggap memberikan pengaruh yang positif terhadap efektivitas
kepemimpinan sebesar +1 sampai +2 dan telah sesuai dengan tingkat
kematangan bawahan yang termasuk kategori rendah ke sedang dimana
bawahan memiliki kemampuan yang rendah tetapi memiliki motivasi yang
kuat. Jadi pemimpin lebih banyak memberikan instruksi tetapi juga
memberikan dorongan serta sedikit kebebasan aktualisiasi diri agar
motivasi bawahan semakin tinggi, rasa tanggung jawab terhdap pekerjaa
88
semakin tinggi, dan akhirnya secara perlahan-lahan bawahan akan
semakin matang.
Terdapat 1 orang pada bagian Koordinasi Siswa yang memberikan
tanggapan bahwa kepala koordinasi siswa yang merupakan pimpinannya
menerapkan gaya kepemimpinan delegasi (G4). Gaya ini memberikan
pengaruh positif terhadap efektivitas kepemimpinan sebesar +1 dan telah
sesuai dengan tingkat kematangan bawahan atau pegawai yang termasuk
dalam kategori tinggi (G4), dimana pegawai memiliki tingkat kemampuan
dan keyakinan yang tinggi dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan
kepadanya dan cukup efektif dalam pencapaian tujuan yang diharapkan
oleh
organisasi.
Pada
kepemimpinan
delegasi
pemimpin
hanya
memberikan sedikit pengarahan dan pengawasan karena kemampuan dan
keahlian bawahan yang sangat tinggi dalam menyelesaikan tugasnya.
Pendelegasian tugas ini akan membuat bawahan semakin berkembang dan
diberdayakan sehingga keahlian yang tinggi dan motivasi yang tinggi
menjadi syarat utama bagi bawahan sebelum mereka menerima
pendelegasian tugas.
b. Tanggapan dari Kepala Koordinasi Siswa Terhadap Gaya Kepemimpinan
Yang Diterapkannya sebagai cross check (LEAD Self Konvensional)
Tabel Taggapan Kepala Koordinasi Siswa (Berdasarkan LEAD Self
Konvensional)
Jumlah
Gaya
Skor
Persentase
Efektivitas
89
Resp.
1
Kepemimpinan
G2
Konsultasi
Total
+3
(%)
Gaya
100
Efektif
100
Pada tabel di atas terlihat bahwa gaya kepemimpinan yang di
terapkan oleh Kepala Koordinasi Siswa adalah konsultasi, gaya ini
memberikan pengaruh positif terhadap efektivitas kepemimpinan sebesar
+3, gaya ini telah sesuai dengan tingkat kematangan pegawai yang
termasuk dalam kategori rendah (G2), dimana pegawai memiliki tingkat
kemampuan yang rendah tetapi memiliki motivasi dan keyakinan dalam
menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya, gaya ini cukup efektif
dalam pencapaian tujuan yang diharapkan oleh organisasi.
Pada gaya Konsultasi pemimpin memberikan pengarahan melalui
komunikasi dua arah dalam peyelesaiaan masalah pemimpin melibatkan
pengikut dalam mencari saran dan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan.
Komunikasi dua arah ini membantu dalam mempertahankan motivasi
pengikut yag tinggi pada sat yang sama tanggung jawab untuk kontrol
pembuatan keputusan tetap ada pada pimpinan selain tu pemimpin mau
mendengarkan keluhan bawahan mengenai keputusan yang di ambil
sememntara kontrol tetap di tangan pemimpin.
c. Tanggapan dari Kepala Koordinasi Siswa Terhadap Gaya Kepemimpinan
Yang Diterapkannya sebagai cross check (LEAD Self
dikembangkan)
Yang
90
Tabel Taggapan Kepala Koordinasi Siswa (Berdasarkan LEAD Self
Yang Dikembangkan)
Jumlah
Gaya
Resp.
Kepemimpinan
1
G6
Skor
Konsultasi
Berkesinambungan
+2
Total
Persentase
Efektivitas
(%)
Gaya
100
Efektif
100
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa kepala koordinasi siswa
menggukan gaya kepemimpinan Konsultasi Berkesinambungan, hal itu
dapa dilihat dari tanggapan yang diberikan melalui kuesioner LEAD self
yang dikembangkan, gaya Konsultasi Berkesinambungan tersebut dirasa
sudah sesuai dengan tingkat kematangan bawahan, hal ini dapat dilihat
dari skor sebesar +2, dengan skor ini pimpinan merasa bahwa gaya
kepemimpinannya sudah tepat dan efektif dalam penerapannya kepada
bawahan. Kaitanya dengan efektivitas gaya kepemimpinan pimpinan
menganggap gaya kepemimpinan yang digunakannya sudah sesuai dengan
tingkat kematangan bawahan (M2), yakni kurang memiliki kemampuan
untuk memikul tanggung jawab tapi memiliki kemauan atau keyakinan
dalam menjalankannya, gaya Konsultasi Berkesinambungan (G8) tidak
meningkatkan efektivitas kepemimpinan, jika dibandingkan dengan gaya
kepemimpinan situasional yang konsultasi (G2) itu dapat dilihat dari skor
sebesr +2 untuk Konsultasi Berkesinambungan dan +3 untuk konsultasi.
Jadi
gaya
kepemimpian
situasional
yang
dikembangkan
tidak
91
meningkatkan efektivitas gaya kepemimpinan dari kepala koordinasi
siswa.
4.3.4. Bagian Pengajaran dan Latihan
a. Tanggapan Karyawan Bagian Pengajaran dan Latihan Terhadap Gaya
Kepemimpinan Yang Diterapkan Oleh Pimpinannya
Tabel Tanggapan Karyawan Bagian Pengajaran dan Latihan
Jumlah
Gaya
Resp.
Kepemimpinan
Skor
Persentase
Efektivitas
(%)
Gaya
4
G2
Konsultasi
2-6
57,14
Efektif
2
G3
Partisipasi
3&4
28,57
Efektif
1
G4
Delegasi
-6
14,29
Tidak Efektif
Total
100
Terdapat 57,314% atau 4 orang karyawan bagian Bagian
Pengajaran dan Latihan
yang memberikan tanggapan bahwa gaya
kepemimpinan yang diterapkan oleh kepala bagian pengajaran dan latihan
adalah konsultasi, dimana gaya tersebut dianggap memberikan pengaruh
yang positif terhadap efektivitas kepemimpinan sebesar +2 sampai +6 dan
telah sesuai dengan tingkat kematangan bawahan yang termasuk kategori
rendah ke sedang dimana bawahan memiliki kemampuan yang rendah
tetapi memiliki motivasi yang kuat. Jadi pemimpin lebih banyak
memberikan instruksi tetapi juga memberikan dorongan serta sedikit
kebebasan aktualisiasi diri agar motivasi bawahan semakin tinggi, rasa
92
tanggung jawab terhdap pekerjaa semakin tinggi, dan akhirnya secara
perlahan-lahan bawahan akan semakin matang.
Terdapat
2
orang
memberikan
tanggapan
bahwa
Kepala
Pengajaran dan Latihan menerapkan gaya kepemimpinan partisipasi (G3)
yang efektif. Jadi gaya ini memberikan pengaruh positif terhadap
efektivitas kepemimpinan sebesar +3 dan +4, gaya partisipasi telah sesuai
dengan tingkat kematangan bawahan atau pegawai yang termasuk dalam
kategori sedang ke tinggi (G3), dimana pegawai memiliki tingkat
kemampuan yang tinggi akan tetapi memiliki motivasi dan keyakinan
yang kurang dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya,
akan tetapi gaya ini cukup efektif dalam pencapaian tujuan yang
diharapkan oleh organisasi, karena pada kepemimpinan partisipasi
pemimpin lebih menekankan pada kerjasama antara pemimpin dan
bawahan dalam pengambilan keputusan, melalui komunikasi dua arah, dan
memberikan kemudahan akses informasi penting.
Pada tabel di atas juga terlihat bahwa terdapat 1 orang pegawai
Bagian Pengajaran dan Latihan yang memberikan tanggapan terhadap
efektivitas gaya kepemimpinan kepala pengajaran dan latihan adalah gaya
kepemimpinan delegasi. Gaya tersebut dinyatakan tidak efektif jika
disesuaikan dengan tingkat kematangan pegawai,hal ini ditunjukkan
dengan skor -4. jadi pegawai tersebut mengharapkan pemimpinnya
menerapkan gaya kepemimpinan yang lebih tinggi tingkatnya atau
93
pemimpin untuk menyesesuaikan gaya kepemimpinannya dengan tingkat
kematangangan yang dimilikinya.
b. Tanggapan dari Kepala Pengajaran dan Latihan Terhadap Gaya
Kepemimpinan Yang Diterapkannya sebagai cross check (Berdasarkan
LEAD Self Konvensional)
Tabel Taggapan Kepala Pengajaran dan Latihan
Jumlah
Gaya
Resp.
Kepemimpinan
1
G3
Partisipasi
Total
Skor
+3
Persentase
Efektivitas
(%)
Gaya
100
Efektif
100
Pada tabel di atas terlihat bahwa gaya kepemimpinan yang di
terapkan oleh Kepala Pengajaran dan Latihan adalah partisipasi, gaya ini
memberikan pengaruh positif terhadap efektivitas kepemimpinan sebesar
+3, gaya ini telah sesuai dengan tingkat kematangan pegawai yang
termasuk dalam kategori rendah (G3), dimana pegawai memiliki
kemampuan tetapi memiliki motivasi dan keyakinan yang rendah dalam
menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya, gaya ini cukup efektif
dalam pencapaian tujuan yang diharapkan oleh organisasi. karena pada
kepemimpinan partisipasi pemimpin lebih menekankan pada kerjasama
antara pemimpin dan bawahan dalam pengambilan keputusan, melalui
komunikasi dua arah, dan memberikan kemudahan akses informasi
penting.
94
c. Tanggapan dari Kepala Pengajaran dan Latihan Terhadap Gaya
Kepemimpinan Yang Diterapkannya sebagai cross check (LEAD Self
Yang dikembangkan)
Tabel Taggapan Kepala Pengajaran dan Latihan
Jumlah
Gaya
Resp.
Kepemimpinan
1
G11
Partisipasi
Terkontrol
Skor
+6
Total
Persentase
Efektivitas
(%)
Gaya
100
Efektif
100
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa kepala pengajaran dan
latihan menggukan gaya kepemimpinan Partisipasi Terkontrol, hal itu
dapa dilihat dari tanggapan yang diberikan melalui kuesioner LEAD self
yang dikembangkan, gaya Partisipasi Terkontrol tersebut dirasa sudah
sesuai dengan tingkat kematangan bawahan, hal ini dapat dilihat dari skor
sebesar
+6,
dengan
skor
ini
pimpinan
merasa
bahwa
gaya
kepemimpinannya sudah tepat dan efektif dalam penerapannya kepada
bawahan. Kaitanya dengan efektivitas gaya kepemimpinan pimpinan
menganggap gaya kepemimpinan yang digunakannya sudah sesuai dengan
tingkat kematangan bawahan (M3), yakni memiliki kemampuan untuk
memikul tanggung jawab tapi kurang memiliki kemauan atau keyakinan
dalam menjalankannya.
Pada gaya ini pemimpin pemimpin melakukan komunikasi dua
arah dengan bawahan mengenai pekerjaan, akan tetapi sedikit memberikan
95
pengarahan dan instruksi kepada bawahan, karena pemimpin memberikan
kepercayaan pada bahwahan tersebut untuk melakukan pengambilan
keputusan terhadap pekerjaannya akan tetapi tetap dalam pengawasan dari
atasan secara ketat. Pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan yang
membutuhkan keahlian tertentu ynag dimiliki oleh bawahan.
4.3.5. Bagian Koordinasi Tenaga Pendidik
a. Tanggapan Karyawan Bagian Koordinasi Tenaga Pendidik
Terhadap
Gaya Kepemimpinan Yang Diterapkan Oleh Pimpinannya
Tabel Tanggapan Karyawan Bagian Koordinasi Tenaga Pendidik
Jumlah
Gaya
Resp.
Kepemimpinan
Skor
Persentase
Efektivitas
(%)
Gaya
1
G2
Konsultasi
2
16,67
Efektif
2
G3
Partisipasi
5&6
33,33
Efektif
2
G4
Delegasi
1&3
33,33
Efektif
1
G4
Delegasi
-4
16,67
Tidak Efektif
Total
100
Terdapat 16,67% atau 1 orang karyawan bagian Bagian Koordinasi
Tenaga Pendidik yang memberikan tanggapan bahwa gaya kepemimpinan
yang diterapkan oleh kepala bagian Koordinasi Tenaga Pendidik adalah
konsultasi, dimana gaya tersebut dianggap memberikan pengaruh yang
positif terhadap efektivitas kepemimpinan sebesar +2 dan telah sesuai
dengan tingkat kematangan bawahan yang termasuk kategori rendah ke
sedang dimana bawahan memiliki kemampuan yang rendah tetapi
96
memiliki motivasi yang kuat. Jadi pemimpin lebih banyak memberikan
instruksi tetapi juga memberikan dorongan serta sedikit kebebasan
aktualisiasi diri agar motivasi bawahan semakin tinggi, rasa tanggung
jawab terhdap pekerjaa semakin tinggi, dan akhirnya secara perlahanlahan bawahan akan semakin matang.
Terdapat 2 orang atau 33,33% memberikan tanggapan bahwa
kepala koordinasi tenaga pendidik menerapkan gaya kepemimpinan
partisipasi (G3). Jadi gaya ini memberikan pengaruh positif terhadap
efektivitas kepemimpinan sebesar +5 dan +6 , karena gaya partisipasi telah
sesuai dengan tingkat kematangan bawahan atau pegawai yang termasuk
dalam kategori sedang ke tinggi (G3), dimana pegawai memiliki tingkat
kemampuan yang tinggi akan tetapi memiliki motivasi dan keyakinan
yang kurang dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya,
akan tetapi gaya ini cukup efektif dalam pencapaian tujuan yang
diharapkan oleh organisasi, karena pada kepemimpinan partisipasi
pemimpin lebih menekankan pada kerjasama antara pemimpin dan
bawahan dalam pengambilan keputusan, melalui komunikasi dua arah, dan
memberikan kemudahan akses informasi penting.
Terdapat 2 orang pada bagian koordinasi tenaga pendidik yang
memberikan tanggapan bahwa kepala koordinasi siswa yang merupakan
pimpinannya menerapkan gaya kepemimpinan delegasi (G4). Gaya ini
memberikan pengaruh positif terhadap efektivitas kepemimpinan sebesar
+1 dan +3, gaya ini telah sesuai dengan tingkat kematangan bawahan atau
97
pegawai yang termasuk dalam kategori tinggi (G4), dimana pegawai
memiliki tingkat kemampuan dan keyakinan yang tinggi dalam
menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya dan cukup efektif dalam
pencapaian tujuan yang diharapkan oleh organisasi. Pada kepemimpinan
delegasi pemimpin hanya memberikan sedikit pengarahan
dan
pengawasan karena kemampuan dan keahlian bawahan yang sangat tinggi
dalam menyelesaikan tugasnya. Pendelegasian tugas ini akan membuat
bawahan semakin berkembang dan diberdayakan sehingga keahlian yang
tinggi dan motivasi yang tinggi menjadi syarat utama bagi bawahan
sebelum mereka menerima pendelegasian tugas.
Pada tabel di atas juga terlihat bahwa terdapat 1 orang atau 16,67%
pegawai Bagian Koordinasi Tenaga Pendidik yang memberikan tanggapan
terhadap efektivitas gaya kepemimpinan kepala koordinasi siswa adalah
gaya kepemimpinan delegasi. Gaya tersebut dinyatakan tidak efektif jika
disesuaikan dengan tingkat kematangan pegawai,hal ini ditunjukkan
dengan skor -4. jadi pegawai tersebut mengharapkan pemimpinnya
menerapkan gaya kepemimpinan yang lebih tinggi tingkatnya atau
pemimpin untuk menyesesuaikan gaya kepemimpinannya dengan tingkat
kematangangan yang dimilikinya.
b. Tanggapan dari Kepala Koordinasi Tenaga Pendidik Terhadap Gaya
Kepemimpinan Yang Diterapkannya sebagai cross check (Berdasarkan
LEAD Self Konvensional)
Tabel Taggapan Kepala Koordinasi Tenaga Pendidik
98
Jumlah
Gaya
Resp.
Kepemimpinan
1
G4
Delegasi
Skor
+4
Total
Persentase
Efektivitas
(%)
Gaya
100
Efektif
100
Pada tabel di atas terlihat bahwa gaya kepemimpinan yang di
terapkan oleh Kepala Koordinasi Tenaga Pendidik adalah delegasi, gaya
ini memberikan pengaruh positif terhadap efektivitas kepemimpinan
sebesar +3, gaya ini telah sesuai dengan tingkat kematangan pegawai yang
termasuk dalam kategori tinggi (G4), dimana pegawai memiliki
kemampuan dan memiliki motivasi serta keyakinan dalam menyelesaikan
tugas yang dibebankan kepadanya, gaya ini cukup efektif dalam
pencapaian tujuan yang diharapkan oleh organisasi. karena pada
kepemimpinan delegasi, pemimpin mendiskusikan masalah bersama-sama
dengan bawahan, sehingga tercapai kesepakatan mengenai pemecahan
masalah yang kemudian proses pembuatan keputusan didelegasikan secara
keseluruhan kepada bawahan.
c. Tanggapan dari Kepala Koordinasi Tenaga Pendidik Terhadap Gaya
Kepemimpinan Yang Diterapkannya sebagai cross check (LEAD Self
Yang dikembangkan)
Tabel Taggapan Kepala Koordinasi Tenaga Pendidik
Jumlah
Gaya
Resp.
Kepemimpinan
1
G11
Partisipasi
Terkontrol
Skor
+6
Persentase
Efektivitas
(%)
Gaya
100
Efektif
99
Total
100
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa kepala Koordinasi Tenaga
Pendidik menggunakan gaya kepemimpinan Partisipasi Terkontrol, hal itu
dapa dilihat dari tanggapan yang diberikan melalui kuesioner LEAD self
yang dikembangkan, gaya Partisipasi Terkontrol tersebut dirasa sudah
sesuai dengan tingkat kematangan bawahan, hal ini dapat dilihat dari skor
sebesar
+6,
dengan
skor
ini
pimpinan
merasa
bahwa
gaya
kepemimpinannya sudah tepat dan efektif dalam penerapannya kepada
bawahan. Kaitanya dengan efektivitas gaya kepemimpinan pimpinan
menganggap gaya kepemimpinan yang digunakannya sudah sesuai dengan
tingkat kematangan bawahan (M3), yakni memiliki kemampuan untuk
memikul tanggung jawab tapi kurang memiliki kemauan atau keyakinan
dalam menjalankannya.
Pada gaya ini pemimpin pemimpin melakukan komunikasi dua
arah dengan bawahan mengenai pekerjaan, akan tetapi sedikit memberikan
pengarahan dan instruksi kepada bawahan, karena pemimpin memberikan
kepercayaan pada bahwahan tersebut untuk melakukan pengambilan
keputusan terhadap pekerjaannya akan tetapi tetap dalam pengawasan dari
atasan secara ketat. Pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan yang
membutuhkan keahlian tertentu ynag dimiliki oleh bawahan. Gaya
partisipasi terkontrol dapat meningkatkan efektivitas gaya kepemimpinan
dari kepala koordinasi tenaga pendidik, hal itu dapa dilihat dari skor
100
sebesar +6, dimana jika dibandingkan degan gaya delegasi yang hanya
memiliki skor sebesar +4.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
5.2. SARAN
Download