1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang selalu membutuhkan keberadaan manusia lain untuk tetap bertahan hidup, karena kodratnya tersebut maka manusia hidup dalam suatu kelompok-kelompok tertentu, kebiasaan hidup berkelompok tersebut sudah ada sejak jaman pra-sejarah dimana manusia masih hidup berpindah-pindah, dan sejak itu pula manusia sudah mengenal pemimpin. Sama halnya dengan jaman moderen seperti saat ini manusia tetap sebagai mahluk sosial yang membutuhkan manusia lainnya untuk tetap bertahan hidup, akan tetapi sudah barang tentu terdapat perbedaan yang mencolok antara jaman dulu dan jaman sekarang mengenai kehidupan kelompok yang terjadi, pada jaman modern seperti saat ini kebanyakan manusia tidak lagi hidup berpindah-pindah tetapi sudah hidup menetap disuatu wilayah atau tempat tertentu selain itu sudah banyak muncul berbagai macam kehidupan kelompok dengan berbagai macam jenis kegiatan dan tujuan. Perkembangan kehidupan kelompok yang terjadi saat ini memunculkan kehidupan kelompok yang baru yaitu kelompok formal dan kelompok in-formal, kelompok formal yaitu kelompok yang mempunyai peraturan-peraturan yang tegas dan dengan sengaja diciptakan oleh anggota-anggotanya untuk mengatur hubungan antara anggota-anggotanya, sedangkan kelompok in-formal adalah kelompok yang tidak mempunyai struktur dan organisasi tertentu atau pasti, 2 (Soerjono soekanto 1996:151). Kelompok-kelompok tersebut biasanya terbentuk karena pertemuan yang berulang kali dan itu menjadi dasar bagi bertemunya kepentingan-kepentingan dan pengalaman yang sama, dan dari kelompokkelompok tersebut terdapat pemimpinya masing-masing yang bertanggung jawab terhadap kelompoknya. Pada saat ini kelompok formal dan in-formal sangat berkembang, hal itu dapat dilihat dari banyaknya muncul berbagai macam organisasi. Menurut Taliziduhu Ndraha (2003: 58) Organisasi adalah alat atau input bagi usaha mencapai tujuan. Organisasi tersebut yaitu organisasi pemerintahan maupun organisasi swasta, dengan munculnya berbagai macam organisasi tersebut akan semakin membutuhkan pemimpin yang berberbeda-beda sesuai dengan jenis dan tujuan dari organisasi yang dipimpinnya. Setiap organisasi terdiri dari sekelompok orang yang saling bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu, oleh karena itu suatu organisasi tidak bisa berjalan dengan baik tanpa adanya seorang pemimpin, karena setiap organisasi baik swasta maupun instansi pemerintah memiliki dua unsur penting yaitu pemimpin dan bawahan yang diharapkan kedua unsur tersebut dapat bekerja sama untuk mewujudkan tujuan yang ingin dicapai, yaitu mewujudkan aparatur yang bersih, bertanggung jawab, berwibawa dan profesional dengan melaksanakan fungsi administrasi dan manajemen sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. Pemimpin merupakan bagian dari organisasi yang tidak dapat di pisahkan, karena adanya suatu keterbatasan dan adanya kelebihan-kelebihan tertentu pada manusia, selain itu pemimpin merupakan panutan bagi pegawai atau bawahannya, 3 oleh sebap itu pemimpin mempunyai peranan yang sangat penting bagi kelangsungan organisasi agar tetap terarah dan fokus. Seorang pemimpin yang ingin mencapai tujuannya dengan efektif, maka pemimpin tersebut harus mempunyai wewenang untuk memimpin para bawahannya untuk mencapai tujuan tersebut, artinya pemimpin mempunyai hak untuk untuk bertindak dan mempengaruhi tingkah laku orang yang di pimpinya. Apabila dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang pemimpin mendapatkan tanggapan positif dari pegawainya, artinya kebijakan-kebijakan ataupun gaya kepemimpinan yang di terapkan sesuai dengan kebutuhan organisasi maupun keinginan para bawahan, yang nantinya akan meningkatkan atau mempengaruhi mereka dalam bekerja dan begitupun sebaliknya apabila dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang pemimpin mendapatkan tanggapan negatif dari pegawainya, artinya kebijakankebijakan ataupun gaya kepemimpinan yang di terapkan tidak sesuai dengan kebutuhan organisasi maupun keinginan para bawahan, yang nantinya akan menurunkan kinerja dari organisasi. Oleh sebap itu seorang pemimpin seharusnya dapat menyesuikan gaya kepemimpinan yang digunakan dengan situasi yang ada dalam organisasinya. Menurut teori situasional dari Hersey dan Blanchard yang di kutip oleh Triantoro Safaria (2004:70) bahwa karakteristik kematangan bawahan sebagai kunci pokok situasi yang menentukan keefektifan perilaku seorang pemimpin, karena bawahan memiliki tingkat kesiapan dan kematangan yang berbeda-beda sehingga pemimpin harus mampu menyesuaikan gaya kepemimpinannya agar sesuai dengan situasi kesiapan dan kematangan bawahan. Tingkat kematangan pada gaya kepemimpinan situasional dikategorikan kedalam empat tingkat yaitu : 1. Tidak mampu dan tidak mau atau tidak yakin (M1) 2. Mampu tetapi tidak mau atau kurang yakin (M2) 3. Tidak mampu tetapi mau (M3) 4. Mampu dan mau (M4). 4 Ada empat gaya kepemimpinan yang harus di adopsi dan disesuaikan dengan empat karakteristik kematangan bawahan diatas : 1. Gaya G1 : Instruksi. Gaya ini ditandai dengan komunikasi satu arah, yang bersifat instruksi-instruksi yang mengarahkan bawahan secara ketat didalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Dalam hal ini pemimpin lebih banyak memberitahukan, membimbing, mengarahkan, dan menentukan peranan bawahan. 2. Gaya G2 : Konsultasi. Gaya ini ditandai dengan komunikasi dua-arah dari pemimpin, walaupun masih memberikan pengarahan tetapi pemimpin meminta masukan dari bawahan sebelum membuat keputusan. Pemimpin memberikan dukungan sosio-emosional agar bawahan turut bertanggung jawab dalam pekerjaannya. 3. Gaya G3 : Partisipasi. Gaya ini ditandai dengan kerjasama antara pemimpin dan bawahan dalam pengambilan keputusan, melalui komunikasi dua-arah, dan memberikan kemudahan akses informasi penting. Pemimpi selalu melibatkan bawahan untuk berpartisipasi didalam setiap aktivitas kerja. 4. Gaya G4 : Delegasi. Gaya ini ditandai dengan kebebasan dan pendelegasian tugas serta wewenang yang luas kepada bawahan. Pemimpin hanya memberikan sedikit pengarahan dan pengawasan, karena kemampuan dan keahlian bawahan yang sangat tinggi dalam menyelesaikan tugasnya. Jadi jelaslah fungsi dan peranan kepemimpinan sangat menentukan dan besar pengaruhnya terhadap pencapaian tujuan organisasi pada umumnya dan terhadap efektivitas pegawai pada khususnya. Akan tetapi dari keempat gaya kepemimpinan situasional di atas masih dapat dikembangkan lagi menjadi gaya kepemimpinan yang baru yang mungkin dapat lebih meningkatkan efektivitas gaya kepemimpinan. Keberhasilan seorang pemimpin dalam menggerakkan organisasi dalam pencapaian tujuan sangat ditentukan oleh kewibawaan dan keefektifan gaya kepemimpinan yang digunakan atau dengan kata lain bahwa pemimpin harus mempunyai metode dan gaya yang tepat dalam mengatur, membimbing dan mengelola sumberdaya manusia yang ada. Miftah Thoha (2001:49) mengatakan 5 bahwa Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seorang pemimpin pada saat pemimpin tersebut mencoba mempengaruhi perilaku bawahannya ataupun orang lain seperti yang ia lihat. Kepemimpinan yang efektif harus memberikan pengarahan terhadap usaha-usaha semua bawahan dalam mencapai tujuan perusahaan, tanpa adanya kepemimpinan yang efektif maka hubungan antara tujuan perseorangan dan tujuan organisasi mungkin menjadi renggang atau lemah, hal ini dapat menimbulkan situasi perseorangan yang hanya bekerja untuk mencapai tujuan pribadinya sehingga organisasi menjadi tidak efisien dalam pencapaian sasaran. Jadi agar hasil kepemimpinan terlihat efektif pada kinerja karyawan, diperlukan gaya kepemimpinan yang efektif pula. Dengan kata lain kepemimpinan sangat diperlukan bila suatu organisasi ingin sukses. Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting Propinsi Nusa Tenggara Barat adalah salah satu instansi pemerintahan yang berada di bawah naungan langsung Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polisi Republik Indonesia (LEMDIKLAT), dan bertanggung jawab langsung kepada Polisi Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB). Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting mulai didirikan pada tahun 2002 dan lembaga ini resmi beroperasi mulai tahun 2004 sebagai Lembaga Pendidikan dan Pelatihan khusus untuk anggota tamtama dan bintra polri. Setelah beroperasi selama 2 tahun Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting berhenti beroperasi karena pada tahun 2006 terkena bencana alam berupa banjir bandang yang melanda Kecamatan Sambelia tempat Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting didirikan, yang menyebapkan fasilitas dan peralatan yang ada di 6 Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting mengalami kerusakan bahkan ada yang hilang dan tidak bisa digunakan lagi. Setelah dilakukan pembenahan kembali selama 1 tahun terhadap fasiltas yang ada, maka pada tahun 2007 Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting mulai beroperasi kembali sebagai Lembaga Pendidikan Dan Pelatihan khusus untuk anggota Bintra Polri. sebagai Lembaga Pendidikan Dan Pelatihan khusus untuk anggota Bintra Polri, Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting tidak mempunyai wewenang untuk menangkap, menyelidiki, memproses orang yang melanggar hukum seperti halnya wewenang yang dimiliki oleh Polsek, Polres maupun Polda. Akan tetapi sewaktu-waktu jika dibutuhkan dengan alasan bahwa terdapat kekurangan personil dari Polres maupun Polsek maka personil dari Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting akan dapat membantu dalam masalah pengamanan tertentu seperti dalam pengamanan pemilihan gubernur ataupun pemilihan presiden. Setiap organisasi swasta maupun pemerintah pasti memiliki seorang pemimpin yang bertanggung jawab untuk mengatur organisasi agar berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, begitupun pada Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting yang dipimpin oleh seorang Kepala Sekolah Polisi Negara (KA.SPN) yang membawahi 57 orang pegawai dengan jabatan dan jenjang kepangkatan yang berbeda-beda. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel jenjang jabatan di bawah ini : 7 Tabel 1: Jenjang jabatan pada SPN Belanting Strata Jenis Jabatan I KA.SPN II SESLEM, Populasi (Orang) 1 KAKORGADIK, KAKORSIS, KAJARLAT KAUR/PAUR, III IV KANIT, 4 GADIK, PATUN 16 KARYAWAN/STAF 36 57 Jumlah Sumber : SPN Belanting Keterangan : I. Kepala Sekolah Polisi Negara (KA.SPN). II. Sekertaris Lembaga (Seslem), Kepala Koordinasi Gadik (Kakorgadik), Kepala Koordinasi Siswa (Kakorsis), Kepala Pelajaran dan Latihan (Kajarlat). III. Kepala Urusan (Kaur/Paur), Kepala Unit (Kanit), Pembina, Tenaga Pendidik (Gadik), Kepala Pemantau (Patun). IV. Karyawan/Staf dari Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting yang terdiri dari angota kepolisian dan pegawai negeri sipil biasa. Para pimpinan yang ada pada Sekolah Polisi Negara bertugas menggerakan bawahan agar mereka dengan sadar dan bersama-sama bersedia berfikir dan bekerja sama untuk kepentingan dan tujuan yang telah di tetapkan. Untuk itu diharapkan agar pada Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting Propinsi Nusa Tenggara Barat memiliki pemimpin yang mempunyai gaya kepemimpinan yang efektif sesuai dengan tingkat kematangan para bawahannya untuk 8 mendukung tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang pemimpin pada lembaga pendidikan dan pelatihan tersebut. Dari hasil pengamatan sementara bahwa para pimpinan yang pada Sekolah Polisi Negara Belanting menunjukkan kecenderungan dalam menggunakan gaya kepemimpinan situasional dimana dapat dilihat dari seringnya dilakukan pemberian pengarahan-pengarahan kepada bahwahan yang bertujuan mengarahkan bawahan, dan juga terkadang para pimpinan memberikan tugas-tugas yang tidak sesuai dengan tingkat kematangan bawahannya, selain itu para pimpinan terkadang memberikan tugas. Oleh karena itu perlu dilakukan Pengukuran efektivitas dari gaya kepemimpinan para pimpinan yang ada pada sekoalah polisi negara, yang bertujuan untuk mengetahui efektivitas gaya kepemimpinan dan sebarapa efektifkah gaya kepemimpinan yang di terapkan oleh para pimpinan yang ada pada Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting. 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang dapat di identifikasikan permasalahan yang ada pada penelitian ini yaitu apakah penerapan gaya kepemimpinan yang tepat sesuai dengan tingkat kematangan dan harapan bawahan dapat meningkatkan efektivitas kerja karyawan tersebut. 9 1.3. Perumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah gaya kepemimpinan situasional konvensional yang diterapkan para pimpinan yang ada pada Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting sudah efektif ? 2. Apakah gaya kepemimpinan situasional yang akan dikembangkan dapat meningkatkan efektifitas kepemimpinan dari para pimpinan yang ada pada Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting ? 1.4. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui apakah gaya kepemimpinan situasional konvensional yang diterapkan para pimpinan yang ada pada Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting sudah efektif ? 2. Untuk mengetahui apakah gaya kepemimpinan situasional yang akan dikembangkan dapat meningkatkan efektivitas kepemimpinan dari para pimpinan yang ada pada Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting ? 1.5. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian yang akan dilakukan ini adalah sebagai berikut : 10 1. Manfaat akademik, yaitu sebagai bahan penulisan skripsi dalam rangka memenuhi syarat untuk mencapai kebulatan studi program strata satu (S1) pada Fakultas Ekonomi Universitas Mataram. 2. Manfaat pembuktian teoritis, yaitu untuk mengaplikasikan teori ekonomi khususnya dalam bidang sumber daya manusia. 3. Secara praktis dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi lembaga sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan dan menetapkan kebijaksanaan selanjutnya. 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Khaerul Hadi (2008) yang berjudul “Analisis Gaya Kepemimpinan Direktur Laboratorium Klinik Gora di Monjok Mataram”. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode sensus karena jumlah karyawan (populasi) pada lokasi penelitian relatif kecil, dan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan dokumentasi, alat pengumpul data yang digunakan adalah kuesioner. Untuk menjawab permasalahan yang di ajukan sekaligus menguji hipotesa alat analisa yang digunakan adalah analisis kualitatif yaitu dengan menggunakan metode Leader Adaptability and Style Inventory (LASI) atau pendekatan situasional diantaranya adalah menentukan gaya kepemimpinan, penentuan efektivitas gaya dan Tabel adaptibility. Dari analisis tersebut diketahui bahwa gaya kepmimpinan yang digunakan oleh Direktur Laboratorium Klinik Gora adalah gaya konsultasi (G2) dan gaya ini dianggap efektif atau sesuai dengan tingkat kematangan karyawan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sar’i Hidayad (2006) dengan judul ”Analisis Efektivitas Gaya Kepemimpinan (Studi pada Kantor Camat Sakra Kabupaten Lombok Timur”). Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan metode pengumpulan data yang digunakan adalah angket,observasi, wawancara dan dokumentasi, sedangakan alat pengumpulan datanya adalah 12 dengan menggunakan kuesioner. Untuk menjawab permasalahan yang diajukan sekaligus menguji hipotesa alat analisa yang digunakan adalah dengan menggunakan metode analisa tabel. Dari analisis tersebut diketahui bahwa gaya kepemimpinan partisipasi merupakan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan kematangan pegawai kantor Camat Sakra Kabupaten Lombok Timur termaksud pada kategori sedang ke tinggi (G3), yakni bawahan memiliki kemampuan tetapi tidak memiliki kemauan atau rasa percaya diri untuk memikul tanggung jawab, sehingga gaya partisipasi yang lebih banyak memberikan perilaku mendukung bawahan dibandingkan mengarahkan, sehingga gaya ini dipandang tepat dalam situasi seperti ini. Penelitian yang dilakukan oleh Beny Harkat (2005) dengan judul ”Pengukuran efektifitas gaya kepemimpinan kantor kejaksaan tinggi Nusa tenggara barat”. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan metode pengumpulan data menggunakan metode sampel survey, sedangkan tehnik dan alat pengumpulan data yang digunakan adalah observasi dan wawancara, sedangkan alat pengumpulan datanya adalah kuesioner. Untuk menjawab permasalahan yang diajukan sekaligus menguji hipotesa alat analisa yang digunakan adalah dengan menggunakan metode kualitatif diantaranya adalah menentukan gaya kepemimpinan, penentuan efektifitas gaya dan adabtabiliti. Dari analisis tersebut diketahui bahwa gaya kepemimpinan yang digunakan adalah delegasi dan gaya kepemimpinan tersebut tidak efektif dan belum sesuai dengan tingkat kematangan pegawai. 13 Adapun persaman dengan penelitian yang akan dilakukan ini adalah : 1. Melakukan pengukuran efektivitas gaya kepemimpinan dengan menggunakan pendekatan teori kepemimpinan situasional. 2. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif 3. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner Adapun perbedan dengan penelitian yang akan dilakukan ini adalah : 1. Penelitian terdahulu tidak mengembangkan teori kepemimpinan situasional, sedangkan dalam penelitian yang akan dilakukan mengembangkan teori kepemimpinan situasional. 2. Metode pengumpulan data yang digunakan oleh Khaerul hadi adalah metode sensus, sedangkan dalam penelitian yang akan dilakukan ini menggunakan sampel survey. 3. Obyek penelitian pada penelitian yang akan dilakukan ini adalah Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting. 2.2. Tinjauan Teoritis 2.2.1. Pengertian Pemimpin Dari berbagai definisi yang disampaikan tentang pemimpin pada dasarnya mempunyai kesamaan dan pokok pengertiannya, adapun beberapa definisi dari pemimpin yang di sampaikan oleh para ahli yaitu sebagai berikut : 1. Menurut Stephen P. Robbins (2002:3) Pemimpin adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok kearah tercapainya tujuan. 14 2. Menurut Miftah Thoha (2001:5) Pemimpin adalah seseorang yang mempunyai kekuasaan untuk mempengaruhi perilaku orang lain. 3. Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2003:13) Pemimpin adalah seseorang yang mempergunakan wewenang dan kepemimpinannya untuk mengarahkan orang lain serta bertanggung jawab atas pekerjaan orang tersebut dalam mencapai suatu tujuan. Berdasarkan pengertian di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pemimpin adalah orang yang memiliki kekuasaan, wewenang serta kemampuan untuk mempengaruhi dan mengarahkan orang lain agar mau bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 2.2.2. Pengertian Kepemimpinan 1. Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2003:13) Kepemimpinan adalah gaya seorang pemimpin mempengaruhi bawahannya, agar mau bekerja sama dan bekerja efektif sesuai dengan perintahnya dengan bersikap tegas, rasional, bertindak konsisten, berlaku adil dan jujur. 2. Menurut Miftah Thoha (2001:9) kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi perilaku orang lain atau seni mempengaruhi perilaku manusia baik perorangan maupun kelompok. 3. Menurut Josep C. Rost yang di kutip oleh Triantoro Safaria (2004:3) Kepemimpinan adalah sebuah hubungan yang saling mempengaruhi diantara pemimpin dan pengikut (bawahan) yang menginginkan perubahan nyata yang mencerminkan tujuan bersama. 15 4. Menurut George R Terry dikutip oleh Miftah Thoha (2001:5) merumuskan bahwa kepemimpinan itu adalah aktivitas untuk mempengaruhi orang-orang agar mau diarahkan untuk mencapai tujuan organisasi. Berdasarkan pengertian di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa Kepemimpinan adalah suatu kegiatan dengan mengunakan cara-cara, gaya, ataupun perilaku tertentu untuk mempengaruhi seseorang ataupun kelompok agar mau mengikuti dan melakukan perintah guna mencapai suatu perubahan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. 2.2.3. Pendekatan Teori Kepemimpinan Kepemimpinan yang efektif adalah kepemimpinan yang mampu menumbuhkan, memelihara dan mengembangkan usaha yang kooperatif dalam kehidupan organisasi. Kriteria dari suatu pemimpin yang efektif dapat dilihat dari kerjasama atau prestasi kelompok kerja dalam organisasi yang dipimpinnya. Dalam hal ini seorang pemimpin tidak hanya bisa mempengaruhi bawahan/pengikutnya tetapi juga bisa menjamin para bawahan/pengikutnya agar mampu bekerja dengan seluruh kemampuanya. Menurut Triantoro Safaria (2004:39) terdapat berbagai macam teori dan pendekatan untuk mengupas fenomena kepemimpinan. Teori-teori tersebut melihat kepemimpinan dari sudut pandang dan perspektif yang berbeda-beda. Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut : 16 a. Teori sifat Sifat merupakan salah satu karakteristik yang spesifik yang dimiliki oleh individu, seperti kepercayaan diri, kejujuran, kecerdasan, dan keberanian. Menurut teori ini hanya individu yang memiliki sifat-sifat tertentulah yang bisa menjadi seorang pemimpin. Individu tersebut lebih dikenal sebagai orang super (greatman). Teori sifat menegaskan ide bahwa beberapa individu dilahirkan memiliki sifat-sifat tertentu yang secara alamiah menjadikan mereka seorang pemimpin. Teori ini mencoba untuk membandingkan sifat-sifat yang dimiliki oleh seorang pemimpin dengan individu yang bukan pemimpin. Adapun beberapa sifat umum yang tampaknya mempunyai pengaruh terhadap kepemimpinan organisasi yaitu : 1. Kecerdasan. Hasil penelitian pada umumnya membuktikan bahwa pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi di bandingkan dengan yang di pimpin. 2. Kedewasaan dan keleluasaan hubungan sosial. Pemimpin cenderung menjadi matang dan mempunyai emosi yang stabil, serta mempunyai perhatian yang luas terhadap aktivitas-aktivitas sosial. 3. Motivasi diri dan dorongan prestasi. Para pemimpin relatif mempunyai dorongan motivasi yang kuat untuk berprestasi. Mereka bekerja dan berusaha mendapatkan penghargaan yang intrinsik dibandingkan dari yang ekstrinsik. 4. Sikap-sikap hubungan kemanusiaan. Pemimpin-pemimpin yang berhasil mau mengakui harga diri dan kehormatan para pengikutnya dan selalu berpihak kepadanya. 5. Kepercayaan diri sifat ini berhubungan dengan keyakinan diri pemimpin akan pertimbangannya, ide-idenya dan kemampuannya sendiri. Pemimpin yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi tidak mudah ragu-ragu dengan keputusan yang diambilnya, selalu yakin akan pendirian yang dipegangnya. 6. Kejujuran. Sifat ini berhubungan dengan keyakinan bahwa pemimpin bisa dipercaya, bisa dipegang janjinya, dan pemimpin tidak suka memainkan peran palsu. Kejujuran akan membangun integritas dari seorang pemimpin. Integritas berarti apa yang dikatakan oleh seorang pemimpin, pasti selalu dilaksanakan. 7. Dorongan. Dorongan berkaitan dengan motivasi yang menciptakan usaha tinggi untuk mencapai tujuan tertinggi, pemimpin yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi akan memunculkan energi besar, ketekunan, kegigihan dalam mencapai tujuannya (Miftah Thoha 2001; 32-34) 17 b. Teori Kelompok Teori kelompok beranggapan bahwa, agar kelompok bisa mencapai tujuan-tujuannya, maka harus terdapat suatu pertukaran yang positif diantara pemimpin dan pengikutnya. Kepemimpianan yang ditekankan pada adanya suatu proses pertukaran antara pemimpin dan pengikutnya, melibatkan juga konsep-konsep sosiologi tentang keinginan mengembangkan peranan. Para pemimpin yang memperhitungkan dan membantu para pengikutnya mempuyai pengaruh yang positif terhadap sikap, kepuasan dan pelaksanaan kerja. Selain itu teori ini mengatakan bahwa bukan pimpinan saja yang mempengaruhi para bawahan tetapi para bawahan juga dapat mempengaruhi pemimpin dengan perilakunya, sebanyak pemimpin beserta perilakunya mempengaruhi para bawahannya (Miftah Thoha 2001:34-36). c. Teori Situasional Dalam menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinanya, seorang pemimpin pasti menghadapi situasi yang berbeda dari satu kurun waktu kekurun waktu yang lain. Faktor-faktor tersebut juga berbeda antara satu organisasi dengan organisasi yang lain. Adapun faktor situasi yang berpengaruh itu adalah : a. b. c. d. e. f. Kompleksitas tugas yang harus diselesaikan. Jenis pekerjaan. Bentuk teknologi yang digunakan. Persepsi, sikap dan gaya kepemimpinan yang dimiliki oleh pemimpin. Norma-norma yang dianut oleh kelompok kerja dalam organisasi. Rentang kendali yang dianggap paling tepat yang mengarahkan pada tingkat pendelegasian wewenang yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. g. Tingkat stres yang mungkin timbul. h. Iklim yang terdapat dalam organisasi. 18 Menurut Sondang P.Siagian (2002:39-41) Apabila berhadapan dengan aneka ragam situasi seperti di atas, seorang pemimpin dapat memperhatikan tiga hal, yaitu : 1. Sifat hubungan dengan para bawahannya yaitu berupa hubungan saling percaya dan mempercayai. 2. Struktur tugas yang harus dikerjakan, yaitu kejelasan menyangkut deskripsi tugas, pekerjaan, mekanisme penyelesaiannya dan tingkat formalitas yang digunakan. 3. Posisi dan kewenangan seseorang, yang dimaksud ialah sampai sejauh mana para bawahan menerima dan mengakui kewenangan atasan untuk melakukan berbagai kegiatan dan pengambilan keputusan tertentu. Jadi teori ini baranggapan bahwa agar efektivitas gaya kepemimpinan tercapai maka seorang pemimpin sedapat mungkin harus menyesuaikan gaya kepemimpinan yang digunakan dengan situasi yang ada, karena dengan begitu maka akan mampu menentukan keberhasilan pelaksanaan kerja. 2.2.4. Teori Kepemimpinan Situasional Teori kepemimpinan situasional tumbuh dari suatu usaha untuk menjelaskan temuan-temuan yang tidak konsisten mengenai karakteristik dan gaya. Teori situasional (Situational Theory) mengusulkan bahwa efektivitas dari suatu gaya perilaku pemimpin bergantung pada situasinya. Dengan berubahnya situas gaya yang berbeda menjadi sesuai. Terdapat beberapa model atau teori kepemimpinan situasional yang terkenal dan telah dikembangkan mulai tahun 1970-an yaitu : 1. Teori Telaah Universitas Michigan Telaah kepemimpinan yang dilakukan pada pusat riset dan suvei Universitas Michigan mempunyai sasaran riset yaitu mencari karakteristik perilaku pemimpin yang dikaitkan dengan ukuran keefektivan kinerja. 19 Kelompok Michigan mengemukakan dua dimensi perilaku kepemimpinan yang mereka sebut berorientasi karyawan dan berorientasi produksi. pemimpin yang berorientasi karyawan di deskripsikan sebagai menekankan hubungan antar pribadi, mereka berminat secara pribadi pada kebutuhan bahwa mereka dan menerima perbedaan individual diantara anggota-anggota. Sebaliknya pemimpin yang berorientasi produksi, cenderung menekankan aspek teknis atau tugas dari pekerjaan: perhatian utama mereka adalah penyelesaian tugas kelompok mereka, dan angotaangota kelompok adalah suatu alat untuk tujuan akhir. Jadi pemimpin yang perilakunya berorientasi karyawan dikaitkan dengan produktivitas kelompok yang lebih tinggi dan kepuasan kerja yang lebih tinggi. Pemimpin yang berorientasi produksi cenderung dikaitkan dengan produktivitas kelompok yang rendah dan kepuasan kerja yang lebih rendah (Stephen P Robbins 2002 : 6-7) 2. Model Kontigensi (Contingensi Model of Leadership) Fiedler mengembangkan suatu model yang dinamakan Model Kontigensi (Ketergantungan kepada keadaan). Model ini berisi tentang hubungan antara gaya kepemimpinan dengan situasi yang menyenangkan. Adapun situasi yang menyenangkan itu diterangkan oleh Fiedler dalam hubungannya dengan dimensi-dimensi empiris berikut ini : a. Hubungan pemimpin dan anggota. Mencerminkan tingkat sejauh mana pemimpin memiliki dukungan, kesetiaan, dan kepercayaan dari kelompok kerja. Hubungan kepemimpinan anggota yang baik menyatakan bahwa banyak pemimpin dapat mengandalkan kelompok, sehingga dengan demikian memastikan bahwa kelompok kerja akan berusaha untuk mencapai tujuan dan sasaran pemimpin. b. Derajat dari struktur tugas. Berkenaan dengan jumlah struktur yang terkandung dalam tugas yang dilakukan oleh kelompok kerja. Karena tugas yang terstruktur memiliki panduan mengenai bagaimana pekerjaan tersebut seharusnya diselesaikan, maka pemimpin memiliki pegendalian dan pengaruh yang lebih besar atas para karyawan yang melaksanakan tugas semacam itu. c. Kekuasaan Posisi berarti tingkat dimana pemimpin memiliki kekuasaan formal untuk memberikan penghargaan, menghukum, atau untuk memperoleh kepatuhan dari para karyawan(Robert Kreitner dan Angelo Kinicki 2005:315-316). 20 Jadi menurut Fiedler bahwa pimpinan yang bergaya menekankan pada hubungan kemanusian adalah bisa bersifat efektif dalam keadaan ditengah-tengah antara sangat menyenangkan dan tidak menyenangkan. Jika terjadi keadaan seperti ini maka gaya kepemimpinan yang lunak atau yang menekankan pada hubungan kemanusian kiranya bisa dipergunakan secara amat efektif. (Miftah Thoha 2001:37-40) 3. Teori Jalur-Tujuan ( Path Goal Theory) Teori path-goal yang dikembangkan oleh Robert House yang mempergunakan kerangka teori motivasi, merupakan pengembangan yang sehat karena kepemimpinan di satu pihak sangat dekat berhubungan dengan motivasi kerja dan pihak lain berhubungan dengan kekuasaan. Adapun teori path-goal memasukkan empat tipe atau empat gaya utama kepemimpinan sebagai berikut : 1. Kepemimpinan yang direktif (mengarahkan). Memberikan paduan kepada karyawan mengenai apa yang seharusnya dilakukan dan bagaimana cara melakukannya, menjadwalkan pekerjaan, dan mempertahankan standar kinerja. 2. kepemimpinan yang mendukung (supportive leadership). Menunjukkan kepedulian terhadap kesejahteraan dan kebutuhan para karyawan, bersifat ramah dan dapat didekati, serta memperlakukan para pekerja sebagai orang yang setara dengan dirinya. 3. kepemimpinan partisipatif. Berkonsultasi dengan para karyawan secara serius, mempertimbangkan gagasan mereka saat mengambil keputusan. 4. Kepemimpinan yang berorientasi pada pencapaian. Mendorong para karyawan untuk berprestasi pada tingkat tinggi mereka dengan menetapkan tujuan yang menantang, menekankan pada kesempurnaan, dan memperlihatkan kepercayaan diri atas kemampuan karyawan. (Robert Kreitner dan Angelo Kinicki 2005:317-318) Menurut teori Path-Goal ini macam-macam gaya kepemimpinan tersebut dapat terjadi dan dipergunakan senyatanya oleh pemimpin yang sama dalam situasi yang berbeda. Diantara faktor-faktor situasional yang telah di identifikasikan sejauh ini adalah sifat personal dari para bawahan, dan tekanan lingkungannya dengan tuntutan-tuntutan yang dihadapi para bawahan. 21 Untuk situasi yang pertama teori path-goal memberikan penilaian bahwa : perilaku pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan jika para bawahan melihat perilaku tersebut akan merupakan sumber yang segera bisa memberikan kepuasan, atau sebagai suatu instrumen bagi kepuasan masa depan. Adapun faktor situasional yang kedua, path-goal, menyatakan bahwa : perilaku pemimpin akan bisa menjadi faktor motivasi terhadap para bawahan, jika : 1. Perilaku tersebut dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan bawahan sehingga memungkinkan tercapainya efektivitas dalam pelaksanaan kerja 2. perilaku tersebut merupakan komplemen dari lingkungan para bawahan yang berupa meberikan latihan, dukungan, dan penghargan yang diperlukan untuk mengefektifkan pelaksanaan kerja. Dengan mempergunakan salah satu dari empat gaya dia atas, dan dengan memperhitungkan faktor-faktor seperti yang diuraikan tersebut, maka pemimpin berusaha mempengaruhi persepsi bawahannya dan memotivasinya, dengan cara mengarahkan mereka pada kejelasan tugastugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja, dan pelaksanaan kerja yang efektif. Adapun usaha-usaha yang lebih spesifik yang dapat dicapai oleh pemimpin, antara lain : 1. Mengetahui dan atau menumbuhkan kebutuhan-kebutuhan para bawahan untuk menghasilkan sesuatu yang bisa dikontrol pimpinan. 2. Memberikan insentif kepada yang mampu mencapai hasil dalam bekerja. 3. Membuat suatu jalan yang mudah dilewati oleh bawahan untuk meningkatkan prestasinya dengan cara pelatihan dan pengarahan. 4. Membantu para bawahan dengan menjelaskan apa yang bisa di terapkan darinya. 5. Mengurangi halangan-halangan yang bisa membuat frustasi 6. Meningkatkan kesempatan-kesempatan untuk pemuasan bawahan yang memungkinkan tercapainya efektivitas kerja. Dengan kata lain, dengan cara-cara seperti yang diuraikan diatas, pemimpin berusaha membuat jalan kecil (Path) untuk pencapaian tujuantujuan (Goals) para bawahanya sebaik mungkin. Tetapi untuk mewujudkan fasilitas Path-Goal ini, pemimpin harus mempergunakan gaya yang paling sesuai terhadp variabel-variabel lingkungan yang ada. 4. Teori Kisi Manajerial Teori kisi Kepemimpinan merupakan hasil penelitian Blake dan Mouton dari University of Texas yang menemukan dua dimensi perilaku 22 pemimpin, dimensi tersebut adalah berorientasi pada orang (concern for people) dan berorientasi pada hasil (concern for results), dimana interaksi dari keduanya menghasilkan lima macam gaya kepemimpinan, yaitu : a. Gaya Manajemen Pengalah (Improverished style) gaya ini di tandai oleh kurangnya perhatian terhadap produksi. Pemimpin cenderung lemah dalam pengambil, sehingga pemimpin gaya ini kurang memiliki pendirian. b. Manajemen Santai (country club style) pemimpin jenis ini lebih menekankan perhatian tinggi pada hubungan dan kebutuhan manusia, dan tidak berorientasi pada produksi dan penyelesaian tugas. c. Gaya Pertengahan (middel of the roadstyle) gaya ini ditandai oleh perhatian yang seimbang antara produksi dan manusia. Pemimpin gaya ini berusaha jujur, tetapi tegas dan mencari pemecahan masalah yang tidak memihak dan berusaha mempertahankan agar keadaan tetap baik. d. Gaya Kedudukan Otoritas atau Gaya Kerja (autority complince). Pamimpin jenis ini ditandai dengan perhatian yang tinggi terhadap penyelesaian tugas dan produksi, dan amat kurang memperhatikan kebutuhan manusia. e. Gaya Tim (team Style). Pemimpin jenis ini ditandai oleh perhatian yang tinggi terhadap tugas dan manusia. Pemimpin ini sangat menghargai keputusan yang logis dan kreatif sebagai hasil dari pengertian dan kesepakatan anggota organisasi. Pemimpin ini mempunya keyakinan yang kuat mengenai apa yang harus dilakukan, tetapi memberi respon pada gagasan orang lain yang logis dengan mengubah pendapatnya.(Robert Kreitner dan Angelo Kinicki 2005:318). 5. Model Kepemimpinan Situasional (Situational Leadership) Teori Situasional dari Hersey dan Blanchard menyatakan bahwa karakteristik kematangan bawahan sebagai kunci pokok situasi yang menentukan keefektifan perilaku seorang pemimpin, karena bawahan memiliki tingkat kesiapan dan kematangan yang berbeda-beda sehingga pemimpin harus mampu menyesuaikan gaya kepemimpinannya agar sesuai dengan situasi kesiapan dan kematangan bawahan (Triantoro Safaria 2004:70). Tingkat kematangan pada gaya kepemimpinan situasional dikategorikan kedalam empat tingkat yaitu : rendah (M1), rendah ke sedang (M2), sedang ke tinggi (M3) dan tinggi (M4). Tiap tingkat 23 perkembangan ini menunjukan kombinasi kemampuan dan kemauan yang berbeda seperti ilustrasi di bawah ini : Tabel 2: Tingkat Kematangan Bawahan Mampu dan Mampu tetapi tidak Tidak mampu Tidak mampu dan mau mau atau kurang tetapi mau tidak mau dan yakin. M4 tidak yakin M3 M2 M1 Sumber : Miftah Thoha Keterangan : 1. Tingkat kematangan bawahan M1 yaitu bawahan yang tidak mampu dan tidak mau memikul suatu tanggung jawab untuk melakukan sesuatu karena tidak kompeten atau tidak yakin, ketidakmampuan mereka karena ketidakyakinan mereka dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas tertentu. 2. Tingkat kematangan bawahan M2 yaitu bawahan yang tidak mampu tetapi mau memikul tangggung jawab untuk melakukan suatu tugas karena yakin tetapi kurang memiliki keterampilan pada saat sekarang. Pada tingkat kematangan ini biasanya para bawahan menyetujui suatu keputusan apabila mereka memahami alasan adanya keputusan itu dan apabila pemimpin mereka menawarkan bantuan dan arahan. 3. Tingkat kematangan bawahan M3 yaitu bawahan mampu tetapi tidak mau melakukan hal-hal yang diinginkan pemimpin. Ketidakmampuan mereka seringkali karena kurang yakin atau tidak merasa aman. Tetapi apabila bawahan kompeten namun tidak mau, keengganan mereka lebih di sebapkan oleh masalah motivasi. 4. Tingkat kematangan bawahan M4 yaitu bawahan yang memiliki kemampuan dan kemauan untuk memikul tanggung jawab. Bawahan diberikan wewenang penuh untuk melaksanakan sendiri pekerjaan dan memutuskan bagaimana, kapan, dan dimana pekerjaan itu dilakukan. Jika dikaitkan dengan gaya dasar kepemimpinan, ada dua hal yang biasanya dilakukan oleh pemimpin terhadap bawahannya atau pengikutnya, yakni ; perilaku mengarahkan (Orientasi tugas) dan perilaku mendukung (Orientasi hubungan). Perilaku mengarahkan dapat dirumuskan sejauh mana seorang pemimpin melibatkan dalam komunikasi 24 satu arah. Bentuk pengarahan dalam komunikasi satu arah ini antara lain , menetapkan peranan yang seharusnya dilakukan pengikut, memberitahukan pengikut tentang apa yang seharusnya dikerjakan, dimana melakukan pekerjaan tersebut, bagaimana melakukannya, dan melakukan pengawasan secara ketat terhadap bawahannya. Perilaku mendukungan adalah sejauh mana seorang pemimpin melibatkan diri dalam komunikasi dua arah, misalnya mendengarkan, menyediakan dukungan dan dorongan, memudahkan interaksi, dan melibatkan pengikut dalam pengambilan keputusan. Gaya dasar kepemimpinan ini jika dikaitkan dengan tingkat kematangan bawahan akan menghasilkan gaya kepemimpinan situasional yang beranekaragam (Miftah Thoha 2001: 64-65). Perilaku Mendukung Tinggi Gambar 3 : Empat Gaya Dasar Kepemimpinan Rendah Tinggi Dukungan dan Rendah Pengarahan Tinggi Dukungan dan Tinggi Pengarahan Rendah Dukungan dan Rendah Pengarahan Tinggi Pengarahan dan Rendah Dukungan Perilaku Mengarahkan Sumber : Miftah Thoha Tinggi 25 1. Tinggi pengarahan dan rendah dukungan (G1) dimana pemimpin menunjukkan perilaku yang banyak memberikan pengarahan dan sedikit dukungan. Pemimpin memberikan instruksi yang spesifik tentang peranan dan tujuan dari bawahannya serta secara ketat mengawasi pelaksanaan tugas mereka. 2. Tinggi dukungan dan tinggi pengarahan (G2) dimana pemimpin mau menjelaskan keputusan dan kebijaksanaan yang ia ambil dan mau menerima pendapat dari bawahannya. Tetapi pemimpin dalam gaya ini masih tetap harus terus memberikan pengawasan dan pengawasan dalam penyelesaian tugas-tugas bawahannya. 3. Rendah dukungan dan rendah pengarahan (G3) dalam gaya seperti ini pemimpin menyusun keputusan bersama-sama dengan para bawahannya, dan mendukung usaha-usaha mereka dalam menyelesaikan tugas. 4. Rendah dukungan dan rendah pengarahan (G4) pemimpin dengan gaya seperti ini mendelegasikan keputusan-keputusan dan tanggung jawab pelaksanaan tugas kepada bawahannya. Dari empat level tingkat kematangan bawahan di atas jika di kombinasikan dengan empat gaya dasar kepemimpinan maka menurut Hersey dana Balnchard terdapat empat gaya kepemimpinan yang harus di adopsi yaitu : 1. Gaya G1 : Instruksi. Gaya ini ditandai dengan komunikasi satu arah, bersifat instruksi-instruksi yang mengarahkan bawahan secara ketat didalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Dalam hal ini pemimpin lebih banyak memberitahukan, membimbing, mengarahkan, dan menentukan peranan bawahan. 2. Gaya G2 : Konsultasi. Gaya ini ditandai dengan komunikasi dua-arah dari pemimpin, walaupun masih memberikan pengarahan tetapi pemimpin meminta masukan dari bawahan sebelum membuat keputusan. Pemimpin memberikan dukungan sosio-emosional agar bawahan turut bertanggung jawab dalam pekerjaannya. 3. Gaya G3 : Partisipasi (Particiating). Gaya ini ditandai dengan kerjasama antara pemimpin dan bawahan dalam pengambilan keputusan, melalui komunikasi dua-arah, dan memberikan kemudahan akses informasi penting. Pemimpi selalu melibatkan bawahan untuk berpartisipasi didalam setiap aktivitas kerja. 4. Gaya G4 : Delegasi (Delegating). Gaya ini ditandai dengan kebebasan dan pendelegasian tugas serta wewenang yang luas kepada bawahan. Pemimpin hanya memberikan sedikit pengarahan dan pengawasan, karena kemampuan dan keahlian bawahan yang sangat tinggi dalam menyelesaikan tugasnya dengan efektif dan efisien. 26 Berdasarkan penjelasan teori-teori di atas maka oleh Hersey dan Blanchard untuk memudahkan dalam memahami teorinya maka digambarkan dalam sebuah model kepemimpinan situasional seperti dibawah ini. Tinggi Hubungan dan Rendah Tugas Partisipasi G3 Konsultasi G2 G4 G1 Delegasi Rendah Hubungan dan Rendah Tugas (Rendah) Tinggi Tugas dan Rendah Hubungan Instruksi Perilaku Tugas Sedang Tinggi Telah Matang Tinggi Tugas dan Tinggi Hubungan M3 M4 Rendah M2 TINGKAT KEMATANGAN BAWAHAN Sumber : Miftah Thoha (Tinggi) M1 Sudah Berkemban g Perilaku Hubungan (Tinggi) Gambar 4: Model Kepemimpinan Situasional dari Hersey dan Blanchard 27 2.2.5. Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan adalah suatu pola perilaku tertentu yang konsisten untuk mempengaruhi kegiatan-kegiatan seseorang atau kelompok didalam usahanya untuk mencapai suatu tujuan pada situasi tertentu (Miftah Thoha 2001:76) Beberapa kajian dan teori lain mengenai gaya kepemimpinan yang dibahas secara ringkas antara lain kajian Universitas Iowa, kajian universitas Ohio States, serta gaya kepemimpinan efektif dan tidak efektif dari Reddin. a. Penelitian Iowa University Pendekatan perilaku menegaskan bahwa jika seseorang dapat mengadopsi perilaku yang tepat maka ia akan mampu menjadi pemimpin. Penelitian yang dilakukan oleh Ronald Lippit, Talp K. White tahun 130-an dari Iowa State University yang menghasilkan tiga gaya kepemimpinan yaitu : 1. Gaya Kepemimpinan Autokratis, yaitu pemimpin yang memegang kekuasaan secara penuh, kekuasaanya bersifat sentralistik, menekankan kekuasaan jabatan, dilaksanakan dengan paksaan, serta memegang sistem pemberiaan hadiah dan hukuman. 2. Gaya Kepemimpinan yang Demokratis yaitu pemimpin yang mendelegasikan wewenang pada bawahan, mendorong partisipasi bawahan, menekankan kemampuan bawahan dalam menyelesaikan tugas, dan memperoleh penghargaan melalui kekuasaan pengaruh bukan jabatan. 3. Gaya Kepemimpinan Laissez Faire yaitu pemimpin memberikan kebebasan penuh kepada bawahan untuk melakukan apa saja, akan tetapi pemimpin tidak memberikan kepemimpinan kepada kelompoknya (Triantoro Safaria 2004:46) 28 b. Penelitian Ohio State Univesity Penelitian dari Ohio State University bertujuan untuk memahami dimensi perilaku pemimpin. Penelitian dari Ohio State University menghasilkan dua-kategori gaya kepemimpinan, yaitu : Rendah Perhatian Tinggi 1. Gaya Kepemimpinan Perhatian (consideration) yaitu mengambarkan perilaku kepemimpinan yang sensitif terhadap bawahan, menghormati ide dan perasaan mereka, dan berusaha menciptakan kepercayaan timbal balik dengan bawahan 2. Gaya Kepemimpinan Inisiasi Struktur (initiating structure) yaitu menggambarkan perilaku pemimpin yang berorientasi tugas, mengarahkan aktfitas organissi secara ketat untuk pencapaian tujuan tertinggi (Trintoro Safaria 2004:48) Gambar 5: Gaya Kepemimpinan Initiating Structure (IS) dan consideration (C) Tinggi Perhatian dan Rendah struktur Tinggi Struktur dan Tinggi perhatian Rendah Struktur dan Rendah Perhatian Tinggi Struktur dan Rendah perhatian Rendah Struktur Inisiatif Tinggi Sumber : Miftah Thoha c. Gaya kepemimpinan dari Reddin Menurut William J Reddin dalam Miftah Thoha (2001:56-57) mengemukakan bahwa setiap gaya kepemimpinan dapat efektif atau tidak efektif tergantung pada situasi. Artinya ada gaya kepemimpinan yang efektif dan ada pula gaya kepemimpinan yang tidak efektif. 29 Gaya kepemimpinan efektif terdiri dari : 1. Eksekutif. Gaya ini banyak memberikan perhatian pada tugas-tugas, pekerjaan dan hubungan kerja. Seorang manajer yang menggunakan gaya ini disebut sebagai motivator yang baik. Mau menetapkan standar kerja yang tinggi, berkehendak mengenal perbedaan diantra individu, dan berkeinginan mempergunakan kerja tim dalam manajemen. 2. Pencinta Pengembangan (Developer). Gaya ini memberikan perhatian yang maksimum terhadap hubungan kerja, dan perhatian yang minimum terhadap tugas-tugas pekerjaan. Seorang manajer yang mempergunakan gaya ini mempunyai kepercayaan terhadap orangorang yang bekerja dalam organisasinya dan sangat memperhatikan terhadap pengembangan mereka sebagai seorang individu. 3. Otokratis yang baik (Benevolent autocrat). Gaya ini memberikan perhatian yang maksimum terhadap tugas, dan perhatian minimum terhadap hubungan kerja. Seorang manajer yang menggunakan gaya ini mengetahui secara tepat apa yang di inginkan dan bagaimana cara memperoleh keinginan tersebut tanpa menyebapkan ketidak seganan dari pihak lain. 4. Birokrat. Gaya ini memberikan perhatian yang minimum terhadap baik tugas maupun hubungan kerja. Seorang manajer yang mempergunakan gaya ini sangat tertarik pada peraturan-peraturan dan menginginkan memiliharanya, serta melakukan kontrol situasi secara teliti. Gaya kepemimpinan yang tidak efektif terdiri dari : 1. Pencinta Kompromi (compromiser). Gaya ini memberikan perhatian yang besar pada tugas dan hubungan kerja dalam suatu situasi yang menekankan pada kompromi. Manajer yang mengunakan gaya kepemimpinan ini merupakan pembuat keputusan yang jelek, karena banyak tekanan yang mempengaruhinya. 2. Missionari. Gaya ini memberikan penekanan yang maksimum pada orang-orang dan hubungan kerja, tetapi memberikan perhatian yang minimum terhadap tugas dan perilaku yang tidak sesuai. Manajer semacam ini hanya menilai keharmonisan sebagai suatu tujuan dalam dirinya sendiri. 3. Otokrat. Gaya ini memberikan perhatian yang maksimum terhadap tugas dan minimum terhadap hubungan kerja dengan suatu perilaku yang tidak sesuai. Manajer seperti ini tidak mempunyai kepercayaan terhadap orang lain, tidak menyenangkan dan hanya tertarik pada jenis pekerjaan yang segera selesai. 4. Lari dari tugas (Desreter). Gaya ini sama sekali tidak memberikan perhatian baik pada tugas maupun hubungan kerja. Dalam situasi tertentu gaya ini tidak begitu terpuji, karena manajer seperti ini menunjukan pasif tidak mau ikut campur secara aktif dan positif. 30 2.2.6. Metode dan Teknik Kepemimpinan Dari hubungan antara pemimpin dan para pegawainya secara lambat akan berkembang suatu metode kepemimpinan, menurut Kartono (1992 : 53) metode kepemimpinan adalah cara bekerja dan betingkahlaku pemimpin dalam membimbing para bawahannya untuk berbuat sesuatu. Keberhasilan pemimpin dalam melakukan tugas-tugasnya dan sekaligus memperbaiki kualitas kepemimpinan. Kartono (1992 : 53) menjelaskan tingkah laku dan kualitas kepemimpinan sebagai berikut : a. Memberi perintah, dimana perintah timbul dari situasi formal dan relasi kerja b. Memberi celaan dan pujian. Celaan harus diberikan secara objektif dan tidak disertai dengan emosi yang bersifat negatif seperti dendam, benci, curiga. c. Memupuk tingkah laku pribadi pemimpin yang benar yaitu objektif dan jujur. d. Peka terhadap saran-saran, sikap pemimpin harus luwes dan terbuka, juga peka terhadap saran-saran eksternal yang positif sifatnya e. Memperkuat rasa persatuan kelompok, untuk menghadapi berbagai tantangan dari luar dan kompleksnya situasi masyarakat moderen maka diperlukan pemimpin yang bisa menciptakan rasa persatuan kelompok dengan loyalitas tinggi dan kelompok yang utuh. f. Menciptakan disiplin diri dan disiplin kelompok, sikap kelompok akan mengembangkan tata cara dan pola tingkah laku yang hanya berlaku dalam kelompok itu sendiri yang harus di taati oleh seluruh anggota. g. Menekan isu-isu yang tidak benar, kesatuan dan efektifitas kerja kelompok bisa diguncang oleh isu-isu yang tidak benar yang diarahkan pada perorangan atau pada organisasi secara keseluruhan Sedangkan teknik kepemimpinan akan mendorong setiap pemimpin anggota kelompok untuk melaksanakan segenap tugas dan kewajiban degan kesadaran dan tanggung jawab. Untuk itu Kartini kartono (1992 : 82) menjelaskan teknik kepemimpinan ialah kemampuan dan keterampilan tekhnis serta sosial pemimpin dalam menerapkan teori-teori kepemimpinan pada praktek kehidupan 31 serta praktek organisasi yaitu meliputi konsep-konsep pemikiran, prilaku seharihari dan semua peralatan yang dipakai 2.3. Syarat-syarat Pemimpin Miftah Thoha (2001;32-34) merumuskan beberapa sarat umum yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. a. Kecerdasan. Pemimpin harus mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipimpin. b. Kedewasaan dan keleluasaan hubungan sosial. Pemimpin cendrung lebih matang dan mempunyai emosi yang stabil, serta mempunyai perhatian yang luas terhadap aktivitas-aktivitas sosial. Dia mempunyai keinginan menghargai dan dihargai. c. Motivasi diri dan dorongan prestasi. Para pemimpin relatif mempunyai dorongan motivasi yang kuat untuk berprestasi. Mereka bekerja dan berusaha mendapatkan penghargaan yang intrinsik dibandingkan dari yang ekstrinsik. d. Sikap-sikap hubungan kemanusiaan. Pemimpin-pemimpin yang berhasil mau mengakui harga diri dan kehormatan para pengikutnya dan selalu berpihak kepadanya. e. Kepercayaan diri sifat ini berhubungan dengan keyakinan diri pemimpin akan pertimbangannya, ide-idenya dan kemampuannya sendiri. Pemimpin yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi tidak mudah ragu-ragu dengan keputusan yang diambilnya, selalu yakin akan pendirian yang dipegangnya. f. Kejujuran. Sifat ini berhubungan dengan keyakinan bahwa pemimpin bisa dipercaya, bisa dipegang janjinya, dan pemimpin tidak suka memainkan peran palsu. g. Dorongan. Dorongan berkaitan dengan motivasi yang menciptakan usaha tinggi untuk mencapai tujuan tertinggi. Pemimpin yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi akan memunculkan energi besar, ketekunan, kegigihan dalam mencapai tujuannya. 2.4. Konsep Efektivitas Menurut T. Hani Handoko (1997:7) Efektivitas adalah kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain seorang pemimpin yang efektif dapat memilih 32 pekerjaan yang harus dilakukan atau metoda (cara) yang tepat untuk mencapai tujuan. Pemimpin harus mengevaluasinya untuk mengetahui alaternatif-alternatif yang dikembangkan oleh para anggota dalam suatu diskusi. Efektivitas dapat dilihat dari seberapa jauh semangat pegawai untuk melaksanakan suatu keputusan, disiplin kerja, komunikasi, partisipasi, dan sikap dari para pegawai akibat dari gaya kepemimpinan yang digunakan oleh pemimpin. Menurut ahli manajemen Peter Druker dalam T. Hani Handoko (1997:7) efektivitas adalah melakukan pekerjaan yang benar (doing the right things). Sedangkan efisiensi adalah melakukan pekerjaan dengan benar (doing things right). Bagi para manajer pertanyaan paling penting adalah bukan bagaimana melakukan pekerjaan dengan benar, tetapi bagaimana menemukan pekerjaan yang benar untuk dilakukan dan memusatkan sumber daya dan usaha pada pekerjaan tersebut. 2.5. Konsep Evektivitas Kepemimpinan Menurut Miftah Thoha (1993:7) efektifitas kepemimpinan diartikan sebagai pemimpin yang berhasil atau pemimpin yang mampu mengadaptasi gaya agar sesuai dengan situasi yang ada. Efektifitas sejalan dengan tingkat kematangan atau perkembangan para pengikut. Kematangan dalam kepemimpinan situasional dapat dirumuskan sebagai suatu kemampuan dan kemauan untuk bertanggung jawab dalam mengarahkan perilakunya sendiri. Kemampuan yang merupakan salah satu unsur kematangan, berkaitan dengan pengetahuan atau keterampilan yang dapat 33 diperoleh dari pendidikan, latihan atau pengalaman. Sedangkan kemauan yang merupakan unsur yang lain dari kematangan berhubungan dengan keyakinan diri dan motivasi seseorang. Variabel-variabel kematangan ini hendaknya dipertimbangkan dalam hubungannya dengan tugas-tugas yang spesifik yang harus dilakukan. Dengan demikian seorang individu atau kelompok bukannya dikatakan tidak dewasa atau tidak matang dalam pengertian yang umum, tetapi cenderung menjadi lebih atau kurang dewasa dalam hubungannya dengan suatu tugas yang dilaksanakan. Tingkat kematangan pada gaya kepemimpinan situasional dikategorikan kedalam empat tingkat, yaitu tingkat rendah (M1), rendah kesedang (M2), sedang ketinggi (M3) dan tinggi (M4). Tiap tingkat perkembangan ini menunjukan kombinasi kemampuan dan kemauan yang berbeda seperti ilustrasi di bawah ini : Tabel 3: Tingkat Kematangan Bawahan Mampu dan Mampu tetapi tidak Tidak mampu Tidak mampu dan mau mau atau kurang tetapi mau tidak mau atau tidak yakin. M4 M3 yakin M2 M1 Sumber : Miftah Thoha Kepemimpinan situasional berfokus pada kesesuaian atau efektifitas gaya kepemimpinan sejalan dengan tingkat kematangan atau perkembangan yang relevan dari pengikut. 34 2.3. Kerangka Konseptual 2.3.1. Kepemimpinan Situasional yang Konvensional Kepemimpinan merupakan cara atau perilaku seorang pemimpin untuk mempengaruhi bawahan agar mau menjalankan atau suatu perintah sesuai dengan yang diperintahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Setiap pemimpin mempunyai cara yang berbeda-beda dalam memimpin agar memperoleh kinerja yang baik, oleh karena itu efektivitas gaya kepemimpinan sangat diperlukan untuk memperoleh kinerja yang baik tersebut, dengan demikian untuk memperoleh efektifitas gaya kepemimpinan tersebut maka pemimpin perlu menyesuaikan gaya kepemimpinan yang digunakan dengan tingkat kematangan bawahan. Tingkat kematangan bawahan adalah suatu kemampuan dan kemauan orang-orang untuk memikul tanggung jawab untuk mengarahkan perilaku mereka sendiri. Untuk menentukan kematangan tersebut digunakan komponen antara lain kemampuan, mempunyai rasa tanggung jawab, pendidikan dan pengalaman, semua komponen terebut menciptakan tingkat kematangan yang berbeda-beda. Ada 4 macam tingkat kematangan bawahan yaitu : 1. Tingkat kematangan pegawai rendah (M1). Ini dicirikan dengan seorang yang tidak memiliki kemampuan dan tidak mempunyai kemauan. 2. Tingkat kematangan pegawai kategori rendah kesedang (M2). Ini dicirikan dengan seseorang yang tidak mampu tapi memiliki keyakinan dan motivasi untuk memikul tanggung jawab. 35 3. Tingkat kematangan pegawai dari sedang ke tinggi(M3). Orang yang memiliki kemampuan tetapi tidak mempunyai keinginan untuk melakukan suatu tugas yang diberikan. 4. Tingkat kematangan pegawai yang tinggi. Orang yang mempunyai keyakinan untuk memikul tanggung jawab (M4), yaitu orang yang memiliki kemampuan yang tinggi dalam menyelesaikan tugas ataupun memecahkan masalah dan motivasi tinggi dan bertanggung jawab. Tingkat kematangan bawahan di atas harus dapat di sesuaikan oleh pemimpin melalui gaya kepemimpinannya. Ada dua jenis gaya dasar kepemimpinan yaitu perilaku tugas dan perilaku hubungan yang apa bila di kombinasikan kedua gaya dasar kepemimpinan tersebut akan menghasilkan 4 kombinasi gaya dasar kepemimpinan yang baru. Adapun kombinasinya adalah : 1. Tinggi tugas dan rendah hubungan, perilaku pimpinan ini banyak memberikan pengarahan dan sedikit dukungan (G1) dirujuk sebagai gaya “Instruksi” karena gaya ini dicirikan dengan komunikasi satu arah. 2. Tinggi tugas dan tinggi hubungan. Perilaku pemimpin ini banyak memberikan pengarahan dan banyak memberikan dukungan (G2) dirujuk sebagai gaya “Konsultasi” karena pemimpin masih banyak memberikan pengarahan dan masih membuat hampir semua keputusan. Tetapi diikuti dengan meningkatkan komunikasi dua arah dan perilaku mendukung. 3. Tinggi hubungan dan rendah tugas, perilaku pemimpin yang memberikan sedikit dukungan dan sedikit memberikan pengarahan (G3) dirujuk sebagai gaya “Partisipasi” karena dalam gaya ini, pemimpin dan bawahan 36 saling tukar menukar ide dalam pemecahan masalah dan pembuatan keputusan, dan komunikasi dua arah ditingkatkan. 4. Rendah hubungan dan rendah tugas, perilaku pemimpin yang memberikan sedikit dukungan dan sedikit memberikan pengarahan (G4) di rujuk sebagai gaya “Delegasi”. Karena pemimpin mendiskusikan masalah bersama-sama dengan bawahan, sehingga tercapai kesepakatan mengenai pemecahan masalah yang kemudian proses pembuatan keputusan didelegasikan secara keseluruhan kepada bawahan. Gaya kepemimpinan situasional konvensional diatas mencerminkan hubungan antara tingkat kematangan bawahan dan gaya dasar kepemimpinan. Dapat diyakini bahwa efektivitas kepemimpinan akan dapat tercapai jika hal itu diterapkan. Berdasarkan pengamatan sementara peneliti, bahwa para pimpinan yang ada pada SPN Belanting selama ini diduga sudah menjalankan gaya kepemimpinan situasional yang konsisten yang diantaranya ditandai dengan halhal sebagai berikut : 1. Adanya pemberian pengarahan secara berkala 2. Adanya tambahan wewenang seperti para gadikan dari bintra yang mengajar siswa bintara Polri yang seharusnya di lakukan oleh gadik. 3. seringnya diadakan rapat oleh para pimpinan dengan bawahan untuk memberikan instruksi-instruksi dalam pelaksanaan pekerjaan. Dengan melihat berbagai macam prilaku diatas maka persoalan selanjutnya adalah jika munculnya berbagai tantangan kepemimpinan yang baru yang mungkin akan terjadi, oleh karena itu diperlukan berbagai kemungkinan lain 37 yang lebih banyak yang mencerminkan hubungan antara tingkat kematangan bawahan dan gaya dasar kepemimpinan, hal tersebut dinamakan pula tori kepemimpinan situasional yang dikembangkan, teori ini lebih banyak menunjukkan kombinasi-kombinasi antara tingkat kematangan bawahan dengan gaya dasar kepemimpinan. 2.3.2. Kepemimpinan Situasional Yang Di Kembangkan Gaya kepemimpinan situasional yang dikembangkan merupakan gaya kepemimpinan situasional yang menunjukkan berbagai hubungan antara tingkat kematangan bawahan dan gaya dasar kepemimpinan dengan lebih kaya. Dengan demikian gaya kepemimpinan yang dikembangkan tersebut akan lebih mencerminkan efektivitas kepemimpinan yang di praktekkan oleh para pemimpin. Berdasarkan berbagai kombinasi alternatif kematangan bawahan dan gaya dasar kepemimpinan, adapun gaya kepemimpinan situasional yang dikembangkan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Tingkat kematangan bawahan tidak mampu dan tidak mau (Rendah) sedangkan gaya dasar kepemimpinan yang digunakan oleh pemimpin tinggi tugas dan tinggi hubungan maka dirujuk sebagai gaya kepemimpinan instruksi berkesinambungan karena pemimpin melakukan komunikasi satu arah dengan memberikan pengarahan secara terus menerus untuk menunjang kemajuan organisasi serta memberikan motivasi untuk mendukungan para bawahan, hal ini berlaku untuk 38 karyawan baru yang belum lama bekerja dalam suatu organisasi dan masih perlu menyesuaikan diri dengan organisasi. 2. Tingkat kematangan bawahan tidak mampu dan tidak mau (Rendah) sedangkan gaya dasar kepemimpinan yang digunakan oleh pemimpin tinggi hubungan dan rendah tugas maka dirujuk sebagai gaya kepemimpinan instruksi terbatas karena pemimpin melakukan komunikasi satu arah dengan bawahan melalui pemberian instruksiinstruksi yang terbatas untuk pekerjaan yang penting saja, dan memberikan dukungan untuk memotivasi bawahan dalam penyelesaian tugas-tugas tersebut. Gaya ini mungkin saja dilakukan untuk karyawan yang sudah lama bekerja, karena pekerjaan mereka sering dilakukan maka di perlukan tuagas-tugas yang baru yang disertai dengan instruksi yang mendukung pekerjaan yang baru tersebut agar bawahan tidak merasa jenuh dalam bekerja. 3. Tingkat kematangan bawahan tidak mampu tetapi mau (sedang ke rendah) di kombinasikan dengan gaya dasar kepemimpinan tinggi tugas dan rendah hubungan maka dirujuk sebagai gaya kepemimpinan konsultasi terbatas karena pemimpin memberikan pengarahan dan dukungan yang terbatas hanya untuk pekerjaan yang sulit diselesaikan akan tetapi pemimpin melakukan komunikasi dua-arah dengan cara berkomunkasi atau berdiskusi dengan bawahan mengenai tugas-tugas yang akan dikerjakan dan bagai mana cara penyelesaiannya. Ini berlaku untuk karyawan yang sudah lama bekerja dan kurang memiliki kemampuan 39 dalam penyelesaian tugasnya, oleh karena itu pemimpin perlu memberikan pengarahan untuk lebih meningkatkan kemampuan kerjanya. 4. Tingkat kematangan bawahan tidak mampu tetapi mau (sedang ke rendah) di kombinasikan dengan gaya dasar kepemimpinan tinggi hubungan dan rendah tugas maka dirujuk sebagai gaya kepemimpinan konsultasi berkesinambungan karena pemimpin memberikan pengarahan kepada bawahan yang memiliki motivasi rendah dengan tujuan untuk meningkatkann semangat kerja, yang di ikuti dengan pengarahanpengarahan atau instruksi-instruksi diwaktu tertentu mengenai pelaksanan pekerjaan. Dengan begitu bawahan akan termotivasi untuk dapat menyelesaikan pekerjaannya tersebut dengan sebaik mungkin walaupun kemampuannya rendah. 5. Tingkat kematangan bawahan mampu tetapi tidak mau (sedang ke tinggi) di kombinasikan dengan gaya dasar kepemimpinan tinggi tugas dan rendah hubungan maka dirujuk sebagai gaya kepemimpinan partisipasi terbatas karena pemimpin yang lebih cenderung memberikan istruksiinstruksi dalam penyelesaiaan pekerjaan, dan sedikit memberikan pengarahan yang memotivasi karyawan karena, pemimpin seperti ini beranggapan bahwa kemampuan yang dimiliki oleh bawahannya akan akan penyelesaian tugas tidak dipengaruhi oleh pengarahan yang diberikan karena mau tidak mau bawahannya harus menyelesaikan tugas tersebut karena itu merupakan kewajibannya sebagai bawahan. 40 6. Tingkat kematangan bawahan mampu tetapi tidak mau (sedang ke tinggi) di kombinasikan dengan gaya dasar kepemimpinan tinggi tugas dan tinggi hubungan maka berkesinambungan dirujuk karena sebagai gaya pemimpin kepemimpinan memberikan partisipasi dukungan dan pengarahan kepada bawahan agar lebih termotivasi dalam melakukan pekerjaan yang di ikuti dengan pemberian instruksi-instruksi yang lebih sering, dengan tujuan agar pekerjaan yang dilakukan efekif dan efisien. Pemimpin seperti ini beranggapan bahwa, walaupun seorang bawahan memilki kemampuan dalam melakukan pekerjaan akan tetapi tetap membutuhkan pengarahan yang dapat memotivasinya dalam bekerja. 7. Tingkat kematangan bawahan mampu tetapi tidak mau (sedang ke tinggi) di kombinasikan dengan gaya dasar kepemimpinan rendah tugas dan rendah hubungan maka dirujuk sebagai gaya kepemimpinan partisipasi terkontrol karena pemimpin melakukan komunikasi dua arah dengan bawahan mengenai pekerjaan, akan tetapi sedikit memberikan pengarahan dan instruksi kepada bawahan, karena pemimpin memberikan kepercayaan pada bahwahan tersebut untuk melakukan pengambilan keputusan terhadap pekerjaannya akan tetapi tetap dalam pengawasan dari atasan secara ketat. Pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan yang membutuhkan keahlian tertentu ynag dimiliki oleh bawahan. 8. Tingkat kematangan bawahan mampu dan mau (tinggi) di kombinasikan dengan gaya dasar kepemimpinan tinggi tugas dan rendah hubungan maka dirujuk sebagai gaya kepemimpinan delegasi khusus karena pemimpin 41 memberikan wewenang pada bawahan secara khusus dalam penyelesaian tugas tertentu yang tidak dapat dilakukan oleh bawahan lain, dan pekerjaan tersebut hanya dapat dilakukan oleh beberapa orang saja. Pekerjaan tersebut merupakan bidang khusus yang hanya dapat ditangani oleh karyawan yang tertentu dengan hanya diberi instruksi-instruksi khusus untuk melakukan pekerjaan tersebut. Bawahan yang diberikan delegasi khusus ini merupakan orang yang berpengalaman dalam bekerja. 9. Tingkat kematangan bawahan mampu dan mau (tinggi) di kombinasikan dengan gaya dasar kepemimpinan tinggi tugas dan tinggi hubungan maka dirujuk sebagai gaya kepemimpinan delegasi terbatas karena pemimpin mendelegasikan tugas dan wewenang kepada bawahannya akan tetapi tetapi melakukan komunikasi dua arah dengan bawahan untuk memantau pekerjaan dan keputusan yang telah di ambil oleh bawahannya, biasanya bawahan yang didelegasikan merupakan karyawan yang baru mendapat promosi jabatan, jadi untuk menilai apakah dia dapat atau sesuai dengan jabatan yang di tempatinya maka pemimpin tetap harus mengawasinya. 10. Tingkat kematangan bawahan mampu dan mau (tinggi) di kombinasikan dengan gaya dasar kepemimpinan tinggi hubungan dan rendah tugas maka dirujuk sebagai gaya kepemimpinan delegasi berkesinambungan karena pemimpin mendelegasikan tugas pada bawahan secara penuh akan tetapi pemimpin tetap memotivasi bawahan untuk lebih bekerja dengan baik, agar dalam pengambilan tindakan yang dilakukan oleh bawahan lebih baik. Pemimpin seperti ini beranggapan bahwa walaupun seseorang telah 42 memiliki motivasi yang tinggi dalam bekerja akan tetapi bawahan juga mebutuhkan motivasi dan dukungan dari atasan dalam melakukan pengambilan keputusan, kerena itu menandakan bahwa pemimpin mempunyai keyakinan akan diri bawahannya. Gaya kepemimpinan situasional diatas berdasarkan paradigma manusia bersumber daya (MBD) bukan paradigma sumber daya manusia (SDM) karena kedua pradigma tersebut berbeda. Salah satu perbedaannya menurut Bagis (2009) yaitu sumber daya manusia (SDM) mempunyai asumsi bahwa manusia (bawahan) adalah sumber daya (resource) yang cenderung statis, sedangkan asumsi dari manusia bersumber daya (MBD) menyatakan bahwa manusia (bawahan) dilihat dan diperlakukan sebagai manusia yang dapat bertumbuh kembang. Jadi dari asumsi MBD maka seorang bawahan mungkin saja diberikan tugas yang melebihi kemampuannya dan hal itulah yang akan lebih memotivasi karyawan untuk lebih mengembangkan dirinya lagi. Akan tetapi terdapat 2 kombinasi yang tidak di lakukan yaitu : 1. Antara tingkat kematangan bawahan tidak mampu dan tidak mau (M1) dengan gaya dasar kepemimpinan rendah tugas dan rendah hubungan (G4) karena alasan bahwa bawahan yang tidak memiliki kemampuan dan motivasi seharusnya diberikan instruksi atau dukungan-dukungan yang dapat menciptakan motivasi, akan tetapi bila kedua kombinasi diatas dilakukan maka justru sebaliknya yang terjadi yaitu tidak diberikan instruksi maupun dukungan hal itu akan dapat menurunkan kinerja dari bawahan. 43 2. Antara tingkat kematangan bawahan tidak mampu tetapi mau (M2) dengan gaya dasar kepemimpinan rendah tugas dan rendah hubungan (G4). Alasannya karena bawahan tidak memiliki kemampuan jadi harus diberikan instruksi yang mendukung pekerjaannya bukan sebaliknya, karena walaupun bawahan memiliki motivasi dalam bekerja akan tetapi pemimpin tidak mendukungnya melalui instruksi dan pemotivasian bawahan maka akan dapat menurunkan kinerja dari bawahan. Berdasarkan uraian diatas maka dapat dibuat tabel penyesuaian antara tingkat kematangan bawahan dan gaya dasar kepemimpinan sebagai berikut : Tabel 4 : Penyesuaian gaya kepemimpinan dengan tingkat kematangan bawahan. Tingkat Kematangan Bawahan - Tidak mampu dan tidak mau (M1) Gaya Dasar Gaya Kepemimpinan Kepemimpinan Situasional - Tinggi tugas dan rendah - Instruksi (G1) hubungan (G1) - Tinggi tugas dan tinggi - Instruksi hubungan (G2) Berkesinambungan (G5) - Tinggi hubungan dan - Instruksi Terbatas (G6) rendah tugas (G3) - Tidak mampu tetapi mau (M2) - Tinggi tugas dan tinggi - Konsultasi (G2) hubungan (G2) - Tinggi tugas dan rendah - Konsultasi terbatas (G7) hubungan (G1) - Tinggi hubungan dan - Konsultasi rendah tugas (G3) Berkesinambungan(G8) - Mampu tetapi tidak mau (M3) - Tinggi hubungan dan rendah tugas (G3) - Tinggi tugas dan rendah hubungan (G1) - Tinggi tugas dan tinggi hubungan (G2) - Rendah tugas dan rendah hubungan (G4) - Partisipasi (G3) - Partisipasi Terbatas (G9) - Partisipsi (G10) Berkesinambungan - Partisipasi Terkontrol (G11) 44 - Mau dan Mampu (M4) - Rendah hubungan dan rendah tugas (G4) - Tinggi tugas dan rendah hubungan (G1) - Tinggi tugas dan tinggi hubungan (G2) - Tinggi hubungan dan rendah tugas (G3) - Delegasi (G4) - Delegasi khusus (G12) - Delegasi terbatas (G13) - Delegasi berkesinambungan(G14) Dari tabel diatas maka dapat dibuatkan kerangka konseptual yang mengambarkan hubungan antara tingkat kematangan bawahan dan gaya dasar kepemimpinan sebaseperti sebagai berikut : 45 Gambar 6 : Kerangka Konseptual Tingkat Kematangan Dan Gaya Dasar Kepemimpinan Perilaku Kepemimpinan Situasional Konvensional M1 dan G1 Instruksi M2 dan G2 Konsultasi M3 dan G3 Partisipasi M4 dan G4 Delegasi Tingkat Kematangan Dan Gaya Dasar Kepemimpinan Perilaku Kepemimpinan Situasional Yang Di Kembangkan M1 dan G2 Instruksi Berkesinambungan M1 dan G3 Instruksi Terbatas M2 dan G1 Konsultasi Terbatas M2 dan G3 Konsultasi Berkesinambungan M3 dan G1 Partisipasi Terbatas M3 dan G2 Partisipasi Berkesinambungan M3 dan G4 Partisipasi Terkontrol M4 dan G1 Delegasi Khusus M4 dan G2 Delegasi Terbatas M4 dan G3 Delegasi Berkesinambungan 46 Keterangan : Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting memiliki beberapa orang pimpinan dimana para pimpinan tersebut memiliki kemungkinan untuk menggunakan gaya kepemimpinan yang berbeda jadi dengan melihat gambar kerangka konseptual di atas dimana gambar tersebut menunjukkan Hubungan Antara Tingkat Kematangan Bawahan, Gaya Dasar Kepemimpinan dan Perilaku Kepemimpinan Situasional, Maka nantinya akan menunjukkan salah satu gaya kepemimpinan yang mana yang diterapkan oleh para pimpinan yang ada pada SPN Belanting. 2.4. Hipotesis Untuk lebih terarahnya penelitian ini, dirumuskan hipotesis sebagai jawaban sementara atas permasalahan yang diajukan dalam penelitian. Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : 1. Diduga gaya kepemimpinan situasional konvensional yang diterapkan para pimpinan yang ada pada Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting sudah efektif. 2. Diduga gaya kepemimpinan situasional yang dikembangkan dapat meningkatkan efektivitas kepemimpinan dari para pimpinan yang ada pada Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting. 47 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis penelitian Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian deskriptif. Penggunaan penelitian ini berdasarkan masalah yang dihadapi yaitu berusaha memberikan gambaran serta kesimpulan dalam masalah efektivitas gaya kepemimpinan pada Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting. Menurut Moh. Nazir (2005:54) Penelitian deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Adapun tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki 3.2. Penentuan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting yang berlokasi di Jalan Bhayangkara No.1 Belanting Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, Propinsi Nusa Tenggara Barat. Adapun pertimbangan dipilihnya lokasi penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Adanya kesediaan Kepala Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting dalam memberikan izin untuk mengumpulkan data yang diperlukan selama penelitian dilakukan. 48 b. Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting adalah satu-satunya lembaga yang menjadi tempat pendidikan dan pelatihan Bintara dan Tamtama Polisi Republik Indonesia yang ada di NTB. c. Pada organisasi ini belum pernah dilakukan penelitian mengenai pengukuran efektivitas gaya kepemimpinan pada pimpinan organisasi. 3.3. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sampel survey. Menurut Moh.Nazir (2005:271) Sampel survey adalah suatu prosedur dimana hanya sebagian dari populasi saja yang di ambil dan dipergunakan untuk menentukan sifat serta ciri yang dikehendaki dari populasi. Metode ini digunakan untuk mendapatkan informasi atau keterangan dari responden, dimana peneliti tidak boleh mempengaruhi responden dalam memberikan data yang diperlukan. 3.4. Penentuan Responden Responden dalam peneltian ini adalah Kepala SPN (Ka.SPN), Sekertaris Lembaga (Seslem), Kepala Koordinasi Gadik (Kakorgadik), Kepala Koordinasi Siswa (Kakorsis), Kepala Pelajaran dan Latihan (Kajarlat) untuk lead self, sedangkan untuk lead other adalah Kepala Urusan (Kaur/Paur), Kepala Unit (Kanit), Pembina, Tenaga Pendidik (Gadik), Kepala Pemantau (Patun) dan Karyawan/Staf dari Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting, mengingat jumlah pegawai yang relatif sedikit yang memiliki sifat yang heterogen dilihat dari segi 49 jabatan dan jenjang kepangkatan maka untuk mempermudah pengumpulan data di ambil responden yang tetap atau sedang berada dikantor pada saat pengambilan sampel dilakukan. Pengambilan sampel responden dilakukan dengan teknik stratified random sampling, yaitu sampel yang ditarik dengan memisahkan elemen-elemen populasi dalam kelompok-kelompok yang disebut strata sesuai dengan pangkat, golongan, dan jabatan kemudian memilih sebuah sampel secara random dari tiap strata (Moh.Nazir 2005:291). Dimana populasi keseluruhan adalah 55 orang dan dari populasi tersebut di ambil sampel sebanyak 50 orang. Adapun jumlah responden yang akan di ambil sebagai berikut : Tabel 5. Responden Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting Tiap-tiap Strata. Strata Jenis Jabatan Populasi Responden (Orang) (Orang) 1 1 4 4 GADIK, PATUN 20 18 KARYAWAN/STAF 32 27 57 50 I KA.SPN II SESLEM, KAKORGADIK, KAKORSIS, KAJARLAT III IV KAUR/PAUR, KANIT, Jumlah 3.5. Teknik dan Alat Pengumpulan Data 3.5.1. Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik dalam pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 50 1. Observasi Merupakan teknik pengumpulan data yang dilaksanakan dengan cara mengamati secara langsung gejala tertentu dan disertai dengan pendataan yang langsung dilakukan pada Sekolah Polisi Negara Belanting NTB 2. Wawancara Merupakan teknik pengumpulan data dengan cara bertanya secara langsung kepada responden untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan efektifitas gaya kepemimpinan pada Sekolah Polisi Negara Belanting NTB. 3. Dokumentasi Merupakan teknik pengumpulan data atas dokumen yang dimiliki oleh obyek penelitian. Dalam penelitian ini berupa daftar pegawai, struktur organisasi serta data lainya yang berhubungan dengan kerja karyawan. 3.5.2. Alat Pengumpulan Data Alat pengumpulan data yang digunakan adalah Kuesioner (daftar pertanyaan). Kuesioner adalah alat pengumpul data yang berisi seperangkat pertanyaan yang disusun oleh peneliti yang diberikan kepada responden untuk memperoleh data tentang gaya kepemimpinan dan efektifitas gaya kepemimpinan yang ada pada Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting. Kuesioner yang digunakan adalah berupa instrumen dari Efektivitas Pemimpin dan Uraian Adaptabilitas (Leader Efecctiviness and Adaptibility Description atau yang isingkat LEAD) yang terdiri dari 2 bagian yaitu : 51 1. LEAD Self. Berisi daftar pertanyaan yang diberikan kepada unsur pimpinan yang di nilai yaitu 1 orang Kepala sekolah SPN, 1 orang Sekertaris Lembaga (Seslem), 1 orang Kepala Koordinasi Gadik (Kakorgadik), 1 orang Kepala Koordinasi Siswa (Kakorsis), 1 orang Kepala Pelajaran dan Latihan (Kajarlat) pada Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting untuk menukur persepsi mereka tentang bagaimana seseorang berperilaku sebagai pemimpin. 2. LEAD Others. Berisi daftar pertanyaan yang diberikan kepaa bawahan yang dinilai yaitu 8 orang Kepala Urusan (Kaur/ Paur),1 orang Kepala Unit (Kanit), 1 orang Pembina, 4 orang Tenaga Pendidik (Gadik), 2 orang Kepala Pemantau (Patun) dan 10 orang Karyawan/Staf pada Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting untuk mengukur persepsi mereka tentang kepemimpinan atasan mereka. 3.6. Jenis dan Sumber Data 3.6.1. Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Data Kualitatif adalah data yang tidak dapat diukur secara langsung seperti gaya kepemimpinan dan evektivitas gaya kepemimpinan pada Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting. 2. Data Kuntitatif adalah data yang dapat diukur secara langsung seperti jumlah pegawai pada masing-masing bagian pada Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting. 52 3.6.2. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini yaitu : 1. Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting, dalam hal ini adalah jawaban responden dari kuesioner yang diberikan. 2. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari informan atau literatur yang berhubungan dengan penelitian ini. Di antaranya dari buku-buku penunjang. 3.7. Identifikasi Variabel Variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat di identifikasi sebagai berikut : 1. Gaya kepemimpinan 2. Efektivitas gaya kepemimpinan 3.8. Definisi Operasional Variabel Variabel-variabel yang di identivikasi di atas perlu di definisikan agar tidak terjadi kekeliruan dalam pemahaman, adapun definisinya sebagai berikut : 1. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seorang pemimpin pada saat pemimpin tersebut mencoba mempengaruhi perilaku bawahannya ataupun orang lain seperti yang ia lihat. 53 2. Efektivitas gaya kepemimpinan diartikan sebagai pemimpin yang berhasil atau pemimpin yang mampu mengadaptasi gaya kepemimpinannya agar sesuai dengan situasi yang ada. 3.9. Prosedur Analisis Dalam menntukan gaya kepemimpinan pemimpin, penulis menggunakan pendekatan pendekatan situasional dari Hersey dan Blanchard, berupa kuesioner yang berisi 12 pertanyaan yang harus diikuti untuk mengetahui gaya kepemimpinan yang sesuai dengan situasi yang dihadapi pmimpin dan untuk mengetahui keefektifan gaya kepemimpinan yang digunakan. Kesioner ini dikenal dengan LEAD (Leader Effectiviness and Adaptibility Description). Instrumen ini dirancang untuk mengukur persepsi kita tentang gaya kepemimpinan yang ditetapkan. LEAD (Leader Effectiviness and Adaptibility Description) adalah peyempurnaan dari metode sebelumnya yaitu LASI (Leader Adaptibility and Style Inventory). Instrumen ini telah dikembangkan oleh studi kepemimpinan dari Universitas Ohio. Dan telah banyak digunakan pada berbagai macam situasi. Kuesioner LEAD Terdiri dari 2 (dua) instrumen yaitu : 1. LEAD Self. Adalah instrumen yang digunakan untuk mengukur persepsi diri sendiri tentang bagaimana seseorang berperilaku sebagai pemimpin. 2. LEAD Others. Adalah instrumen yang digunakan untuk megukur/mencerminkan persepsi bawahan, atasan, atau rekan sejawat. 54 3.9.1. Penentuan Gaya Kepemimpinan Penentuan gaya kepemimpinan pada Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting dilakukan dengan menggunakan dengan menggunakan kuesioner LEAD (Leader Efecctiviness and Adaptibility Description) di dalamnya terdapat 12 butir situasi yang harus diikuti, butir-butir situasi ini berisi tentang Efektivitas Pemimpin dan Uraian Adaptabilitas (Paul harsey dan Blancahad 1986:117). Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh adalah sebagai berikut : 1. Responden mengisi daftar kuesioner LEAD Self untuk mengukur persepsi diri sendiri tentang bagaimana seseorang pemimpin berperilaku sebagai pimpinan dalam organisasi dan responden mengisi kuesioner LEAD Others untuk megukur/mencerminkan persepsi bawahan, atasan, atau rekan sejawat tentang tanggapan karyawan terhadap gaya kepemimpinan dan efektivitas dari para pimpinan organisasi. 2. Responden memilih dan melingkari satu huruf pilihan yang dirasa paling sesuai dengan dengan keadaan yang sebenarnya terjadi pada lembar jawaban yang telah disediakan. 3. Setelah melingkari jawaban yang telah dipilih pada setiap alternatif tindakan, kemudian dijumlahkan setiap lingkaran tersebut pada setiap sub kolom pada kolom 1pada lembar jawaban kuesioner. 4. Selanjutnya masukan jumlah tersebut pada kotak yang telah disediakan. 5. Pindahkan angka-angka tersebut dari kolom 1 ke kotak-kotak segi empat. Angka-angka tersebut menunjukkan kecenderungan gaya kepemimpinan menurut teori kepemimpinan situasional. 55 6. Dari hasil perhitungan tersebut dapat ditarik kesimpulan dengan melihat persentase dan jumlah pegawai yang memberikan tanggapan atas gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh pimpinan. Penentuan gaya kepemimpinan di atas juga berlaku juga untuk gaya kepemimpinan situasional yang dikembangkan dimana langkah-langkah yang dilakukan sama seperti diatas, akan tetapi pada gaya kepemimpinan situasional yang dikembangkan hanya menggunakan kuesiner LEAD Self yang dikembangkan. 3.9.2. Penentuan Efektivitas Gaya Kepemimpinan Untuk mengetahui penyesuaian gaya dapat pula dinamakan Efektifitas gaya, karena dengan mudah perilaku pemimpin terebut menyesuaikan dengan lingkungan tertentu. Dalam menentukan efektivitas gaya kepemimpinan pada penyesuaian gaya dilakukan dengan menempuh langkah-langkah sebagai berikut : 1. Menjumlahkan angka-angka pada kolom II, kemudian angka-angka terebut ditimbang dengan cara dikalikan +2 sampai ke -2. Angka timbang ini berdasarkan pada teori kepemimpinan putaran kehidupan (Life Cycle of Ladership). 2. Perlaku pemimpin yang menunjukkan kemungkinan berhasilnya besar pada alternatif yang ditawarkan untuk suatu situasi tertentu ditimbang dengan +2 sedangkan perilaku yang mempunyai kemungkinan berhasil terendah ditimbang dengan -2. 56 3. Hasil penjumlahan yang menunjukkan anggka positif adalah gaya kepemimpinan yang efektif sedangkan yang menunjukan angka negatif adalah gaya kepemimpinan yang tidak efektif. 4. Setelah efektifitas gaya kepemimpinan diketahui kemudian ditarik kesimpulan, dengan melihat persentase dari jumlah pegawai yang memberikan tanggapan tentang gaya kepemimpinan, sehingga dapat ditarik kesimpulan dan mengetahui efektifitas dari gaya kepemimpinan yang ditetapkan dan pada akhirnya tugas yang dilaksankan akan menjadi lancar dalam pencapaian tujuan organisasi sesuai dengan apa yang diharapkan. Penentuan efektivitas gaya kepemimpinan diatas berlaku juga untuk kuesioner gaya kepemimpinan situasional yang dikembangkan akan tetapi angka penimbang yang digunakan berbeda dimana Perlaku pemimpin yang menunjukkan kemungkinan berhasilnya besar pada alternatif yang ditawarkan untuk suatu situasi tertentu ditimbang dengan +5 sedangkan perilaku yang mempunyai kemungkinan berhasil terendah ditimbang dengan -5. 57 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting adalah unsur pelaksana pendidikan POLDA yang berada dibawah kapolda yang bertugas untuk menyelenggarakan pendidikan pembentukan Bintara/Tamtama serta pendidikan dan pelatihan lainsesuai program/kebijakan pimpinan POLDA. Dalam melaksanakan tugasnya tersebut SPN menyelenggarakan fungsi : a. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan pembentukan Ba/Ta termasuk pendidikan kejuruan Ba serta pelaksanaan pendidikan dan pelatihan lain yang dibebankan berdasarkan program pendidikan dan pelatihan. b. Pembinaan kepribadian termasuk kepemimpinan, disiplin dan tata tertib serta nilai-nilai moral dan etika profesi peserta didik/pelatihan. c. Penyelenggaraan kerjasama bidang pendidikan dan pelatihan dengan lembaga pendidikan lainnya, dalam rangka pengembangan dan peningkatan penyelenggaraan pendidikan. d. Pembinaan dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan terhadap pengemban fungsi kepolisian lainnya sesuai program kerja sama dengan pihak lain. e. Pembinaan dan penyelenggaraan peningkatan kemampuan tenaga pendidik/instuktur. 58 Sekolah Polisi Negara SPN dipimpin oleh Kepala Sekolah Kepolisian Negara, disingkat Ka SPN, yang bertanggung jawab kepada Kapolda dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari dibawah kendali Wakapolda. Dalam hal berhalangan dengan tugasnya Ka SPN diwakili oleh Seslem atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Ka SPN. Sekolah Polisi Negara terdiri dari : a. Sekretariat Lembaga, disingkat Setlem Setlem adalah unsur pembantu pimpinan dan pelayanan staf pada SPN yang berada dibawah Ka SPN, Setlem bertugas menyelenggarakan penyusunan termasuk pengendalian dan analisa evaluasi pelaksanaan pogram kerja perencanaan dan logistik, serta urusan dalam, yang meliputi pelayanan kesehatan, pelayanan markas dan manase. Setlem dipimpin oleh Sekretaris Lembaga, disingkat Seslem, yang bertanggung jawab kepada Ka SPN. Seslem dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya, dibantu oleh Kepala Urusan Perencanaan, Kepala Urusan Administrasi, Kepala Urusan Tata Usaha, Kepala Urusan Dalam, Unit Provos, Kepala Urusan Makanan dan sebagainya, dan Poliklinik. b. Bagian Pengajaran dan Pelatihan, disingkat Bagjarlat Bagjarlat adalah unsur pelaksana pada SPN yang berada dibawah Ka SPN. Bagjarlat bertugas menyelenggarakan Pendidikan dan pengajaran yang meliputi penyiapan perencanaan pengendalian pendidikan dan pelatihan serta pelaksananya. Bagjarlat dipimpin oleh Kepala Bagjarlat, disingkat Kabagjarlat, yang bertanggung jawab kepada Ka SPN. Kabagjarlat dalam melaksanakan tugas kewajibannya, dibantu oleh Kepala 59 Sub Bagian Perencanaan Pendidikan dan Palatihan dan Kepala Sub Bagian Pelaksanaan Pengajaran dan Pelatihan c. Korps Siswa, disingkat Korsis. Korsis adalah unsur pelaksana pada SPN yang berada dibawah Ka SPN. Korsis bertugas menyelenggarakan pembinaan kepribadian dan pengasuhan siswa dalam rangka pelaksanaan pendidikan dan pelatihan. Korsis dipimpin oleh Kepala Korsis, yang disingkat Kakorsis, yang bertanggungjawab kepada Ka SPN. Kakorsis dalam melaksanakan tugas kewajibannya, dibantu oleh Kepala Pemantau dan Kepala Urusan Administrasi Siswa d. Tenaga Pendidik/Instruktur, disingkat Gadik/Instruktur. Gadik/instruktur adalah unsur pelaksana pada SPN yang berada dibawah Ka SPN. Gadik/Instruktur Bertugas melaksanakan pengajaran dan pelatihan termasuk penyiapan rencana pengajaran dan pelatihan dalam bentuk Tugas Instruksional Umum (TIU) dan Tugas Instruksional Khusus (TIK) operasional pendidikan. Dalam pelaksanaan tugasnya Gadik/Instruktur di koordinasikan oleh Koordinator Gadik, disingkat Korgadik, yang bertanggung jawab kepada Ka SPN. 4.2. Deskripsi Data Dalam bab ini akan diadakan analisis data untuk menjamin hasil observasi yang diperoleh langsung dari responden. Selain itu uraian berikut juga dimaksudkan untuk menelaah beberapa hal yang di ajukan sebagai hipotesa dalam 60 penelitian ini dan menguji hipotesa yang di ajukan tersebut maka data yang dibutuhkan adalah sebagai berikut : 4.2.1. Gambaran Responden Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 54 orang responden maka dapat diperoleh jawaban tentang karkteristik dari responden yang diteliti adalah sebagai berikut : a. Karakteristik responden berdasarkan tingkat usia Adanya tingkatan usia yang semakin tinggi akan berpengruh terhadap kemampuan berpikir serta memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap pekerjan ayang dibebankan kepadanya sehingga ini dapat menentukan tingginya evektifitas kerja pegawai. Untuk lebih jelasnya berikut ini akan ditampilkan tingkat usia responden pegawai Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting. Tabel . Penggolongan Responden berdasarkan Tingkat Usia No. Usia (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%) 1. 20 – 30 12 22,22 2. 31 – 40 23 42,59 3. 41 – 50 16 29,63 4. 51 – 60 3 5,56 54 100 Total Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa responden yang berusia antara 20 – 30 tahun sebanyak 12 orang atau 22, 22%, usia antara 31 – 40 tahun sebanyak 23 orang atau 42, 59%, usia antara 41 – 50 tahun 61 sebanyak 16 orang atau 29,63% dan 3 orang berusia di antra 51 – 60 tahun atau 5,56%. b. Deskripsi jenis kelamin pegawai pada Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting Jenis kelamin sangat menentukn evektivitas kerja pegawai karena semangat kerja perempuan berbeda dengan laki-laki, karena secara fisik perempuan lebih lemah dibndingkan dengan laki-laki. Dalam hal ini efektivitas kerja akan terwujud apabila semangt kerja pegawai cukup tinggi dalam bekerja. Untuk lebih jelasnya maka di tampilkan jenis kelmin pegawai pada Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting. Tabel . Penggolongan Responden Berdasarkan Jenis Kelamin No. Jenis Kelamin Jumlah (Orang) Persentase (%) 1. Laki-laki 53 98,15 2. Perempuan 1 1,85 Total 54 100 Berdasarkan tabel di atas maka dapat diketahui bahwa pegawai Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 53 orang atau 98,15% sedangkan karyawan perempuan sebanyak 1 orang atau 1,85. sehingga dapat diketahui bahwa yang mendominasi sebagai pegawai pada Sekolah Polisi Negara Belanting adalah pegawai yang berjenis kelamin laki-laki. 62 c. Deskripsi mengenai tngkat pendidikan pada Sekolah Polisi Negara Belanting. Adanya tingkat pendidikan yang tinggi pada pegawai akan berpngruh pada kemampuannya dalam menyelesaikan pekerjaan dan hasil dari pekerjaan yang di kerjakan. Pegawai yang tingkat pendidiknnya tinggi di asumsikan mempunyai pengetahuan yang tinggi pula, sehingga evektifitas kerja akan dapat diwujudkan. Untuk lebih jelasnya berikut ini akan di tampilkan tingkat pendidikan responden atau pegawai Sekolah Polisi Negara Belnting. Tabel . Tingkat Pendidikan Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting. No. Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%) 1. SMA 36 66,67 2. D3 2 3,70 3. Sarjana 16 29,63 54 100 Total Dari tabel di tas dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan pegawai Sekolah Polisi Negara Belanting yang berpendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 36 orang atau 66,67%, yang berpendidikan D3 sebanyak 2 orang atau 3,70% dan yang berpendidikan sarjana (S1) sebanyak 16 orang atau 29,63%. Sehingga dapat diketahui bahwa pegawai yang tingkat pendidikannya SMA lebih banyak jika dibandingkan dengan yang tingkat pendidikannya sarjana, hal tersebut terjadi karena untuk menjadi anggota pada institusi kepolisian 63 diperioritaskan yang berpendidikan SMA, walaupun demikian pegawai-peagawai yang ada pada Seolah Poisi Negara Belanting mempunyai pengalaman bekerja yag baik dan loyalitas tinggi untuk menuduki jabatan tertentu.keragaman tingkat pndidikan ini akan menjadi kelebihan dan meningkatkan evektivitas kerja bila para pegawainya mampu bekerjasama enggan baik untuk mewujudkan harapan dan tujuan yang telah ditetapkan. 4.3. Analisis Data Dalam menganalisi data penulis hanya menggunakan analisis kualitatif untuk mengetahui tanggapan pegawai terhadap gaya dan tingkat gaya kepemimpinan yang digunakan oleh pemimpin serta penyesuaian gaya yang digunakan untuk mengetahui evektifitas kepemimpinan pemimpin. Untuk membantu menganalisis digunakan metode adaptasi pemimpin dan inventarisasi gaya LEAD (Leader Effectiviness and Adaptability Desciption) terhadap variabel-variabel yang diamati, dengan cara menjumlahkan jawaban dari masing-masing sub kolom II ditimbang dengan cara dikalikan dengan +2 sampai 2 untuk yang konvensional dan +5 sampai -5 untuk yang dikembangkan. Angka ini berdasarkan pada teori kepemimpinan putaran kehidupan (Life Cycle Theory of Leadership). Untuk lebih jelasnya berikut pembahasan mengenai penilaian tanggapan responden dari empat (5) orang pimpinan yang ada pada sekolah polisi negara belanting, yaitu masing-masing 1 orang kepala Sekolah Polisi negara yang dinilai oleh 4 orang bawahan langsungnya yaitu Seslem, Kakorsis, Kabab jarlat dan 64 Kakor gadik. 1 orang sekretaris lembaga yg dinilai oleh bawahannya, 1 orang kepala bagian koordinasi siswa yang dinilai oleh bawahannya, 1 orang kepala pelajaran dan latihan yang di nilai oleh bawahannya dan 1 orang Kepala koordinasi tenaga pendidik, agar dapat tergambar dengan jelas dan spesifik mengenai tanggapan responden. 4.3.1. Kepala Sekolah Polisi Negara Belanting a. Tanggapan dari Sekretaris Lembaga mengenai gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh pimpinannya Tabel. Tanggapan Sekretaris Lembaga Jumlah Gaya Resp. Kepemimpinan 1 G3 Skor Partisipasi +2 Total Persentase Efektivitas (%) Gaya 100 Efektif 100 Sekretaris lembaga memberikan tanggapan bahwa Kepala Sekolah Polisi Negara Belanting yang menerapkan gaya kepemimpinan partisipasi (G3). Gaya ini memberikan pengaruh positif terhadap efektivitas kepemimpinan sebesar +2 dan telah sesuai dengan tingkat kematangan bawahan atau pegawai yang termasuk dalam kategori sedang ke tinggi (G3), dimana pegawai memiliki tingkat kemampuan yang tinggi akan tetapi memiliki motivasi dan keyakinan yang kurang dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya, akan tetapi gaya ini cukup efektif dalam pencapaian tujuan yang diharapkan oleh organisasi, karena pada 65 kepemimpinan partisipasi pemimpin lebih menekankan pada kerja sama antara pemimpin dan bawahan dalam pengambilan keputusan, melalui komunikasi dua arah, dan memberikan kemudahan akses informasi penting. Pemimpin selalu melibatkan bawahan untuk berpartisipasi di dalam setiap aktivitas kerja. Dengan memberikan kesempatan partisipasi yang luas kepada bawahan, maka motivasi bawahan akan semakin berkembang, sehingga bawahan akan mandiri dikemudian hari dalam menyelesaikan tugas dan tangung jawabnya. b. Tanggapan dari Kepala Koordinasi Siswa mengenai gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh pimpinannya. Tabel. Tanggapan Kepala Koordinasi Siswa Jumlah Gaya Resp. Kepemimpinan 1 G4 Skor Delegasi +1 Total Persentase Efektivitas (%) Gaya 100 Efektif 100 Kepala Koordinasi Siswa memberikan tanggapan bahwa Kepala Sekolah Polisi Negara Belanting yang merupakan pimpinannya menerapkan gaya kepemimpinan delegasi (G4) pada tingkat gaya 1. Jadi gaya ini memberikan pengaruh positif terhadap efektivitas kepemimpinan sebesar +1 dan telah sesuai dengan tingkat kematangan bawahan atau pegawai yang termasuk dalam kategori tinggi (G4), dimana pegawai memiliki tingkat kemampuan dan keyakinan yang tinggi dalam 66 menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya dan cukup efektif dalam pencapaian tujuan yang diharapkan oleh organisasi. Pada kepemimpinan delegasi pemimpin hanya memberikan sedikit pengarahan dan pengawasan karena kemampuan dan keahlian bawahan yang sangat tinggi dalam menyelesaikan tugasnya. Pendelegasian tugas ini akan membuat bawahan semakin berkembang dan diberdayakan sehingga keahlian yang tinggi dan motivasi yang tinggi menjadi syarat utama bagi bawahan sebelum mereka menerima pendelegasian tugas. c. Tanggapan Kajarlat Terhadap Gaya Kepemimpinan yang diterapkan oleh pimpinannya. Tabel. Tanggapan Kepala Pengajaran dan Latihan Jumlah Gaya Resp. Kepemimpinan 1 G3 Partisipasi Total Skor +9 Persentase Efektivitas (%) Gaya 100 Efektif 100 Kepala pengajaran dan latihan memberikan tanggapan bahwa Kepala Sekolah Polisi Negara Belanting yang merupakan pimpinannya menerapkan gaya kepemimpinan partisipasi (G3) pada tingkat gaya 9. Jadi gaya ini memberikan pengaruh positif terhadap efektivitas kepemimpinan sebesar +9 dan telah sesuai dengan tingkat kematangan bawahan atau pegawai yang termasuk dalam kategori sedang ke tinggi (G3), dimana pegawai memiliki tingkat kemampuan yang tinggi akan tetapi memiliki motivasi dan keyakinan yang kurang dalam menyelesaikan tugas yang 67 dibebankan kepadanya, akan tetapi gaya ini cukup efektif dalam pencapaian tujuan yang diharapkan oleh organisasi, karena pada kepemimpinan partisipasi pemimpin lebih menekankan pada kerjasama antara pemimpin dan bawahan dalam pengambilan keputusan, melalui komunikasi dua arah, dan memberikan kemudahan akses informasi penting. Pemimpin selalu melibatkan bawahan untuk berpartisipasi di dalam setiap aktivitas kerja. Dengan memberikan kesempatan partisipasi yang luas kepada bawahan, maka motivasi bawahan akan semakin berkembang dengan baik. Keyakinan bawahan akan semakin mantap sehingga bawahan akan mandiri dikemudian hari dalam menyelesaikan tugas dan tangung jawabnya. d. Tanggapan Kepala koordinasi Tenaga pendidik terhadap gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh Pimpinannya. Tabel Taggapan Kepala koordinasi Tenaga pendidik Jumlah Gaya Resp. Kepemimpinan 1 G3 Partisipasi Total Skor +3 Persentase Efektivitas (%) Gaya 100 Efektif 100 Kepala Koordinasi Tenaga Pendidik memberikan tanggapan bahwa Kepala Sekolah Polisi Negara Belanting menerapkan gaya kepemimpinan partisipasi (G3),gaya ini memberikan pengaruh positif terhadap efektivitas kepemimpinan sebesar +3 dan telah sesuai dengan tingkat kematangan 68 bawahan atau pegawai yang termasuk dalam kategori sedang ke tinggi (G3), dimana pegawai memiliki tingkat kemampuan yang tinggi akan tetapi memiliki motivasi dan keyakinan yang kurang dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya, akan tetapi gaya ini cukup efektif dalam pencapaian tujuan yang diharapkan oleh organisasi, karena pada kepemimpinan partisipasi pemimpin lebih menekankan pada kerjasama antara pemimpin dan bawahan dalam pengambilan keputusan, melalui komunikasi dua arah, dan memberikan kemudahan akses informasi penting. Pemimpin selalu melibatkan bawahan untuk berpartisipasi di dalam setiap aktivitas kerja. Dengan memberikan kesempatan partisipasi yang luas kepada bawahan, maka motivasi bawahan akan semakin berkembang dengan baik. Keyakinan bawahan akan semakin mantap sehingga bawahan akan mandiri dikemudian hari dalam menyelesaikan tugas dan tangung jawabnya. e. Tanggapan dari Kepala Sekolah Polisi Negara Belanting Terhadap Gaya Kepemimpinan Yang Diterapkannya sebagai cross check (LEAD Self Konvensional) Tabel Taggapan Kepala Sekolah Polisi Negara Belanting (Berdasarkan LEAD Self Konvensional) Jumlah Gaya Resp. Kepemimpinan 1 G3 Partisipasi Total Skor +3 Persentase Efektivitas (%) Gaya 100 Efektif 100 69 Setelah melakukan penelitian terhadap pegawai sekolah polisi negara belanting peneliti juga melakukan pula penelitian terhadap Kepala sekolah polisi Negara Belanting sebagai cross check terhadap tanggapan karyawan tentng gaya kepemimpinan yang digunakan. Hasil penelitian tersebut dapat dilihat dari tabel tanggapann diatas dimana kepala sekolah polisi negara belanting menggunakan gaya kepemimpinan partisipasi dengan skor sebesar 6, dengan begitu pemimpin organisasi menggunakan gaya kepemimpinan yang sudah efektif dalam penerapannya kepada para bawahannya dengan skor +3 pada penyesuaian gaya kepemimpinan situasional. Dalam efektivitas kepemimpinan, pemimpin organisasi menganggap bahwa gaya kepemimpinan yang diterapkan sesuai dengan tingkat kematangan bawahan yang memiliki kemampuan yang tinggi akan tetapi motivasi dan kepercayaan diri yang kurang. Dengan demikian gaya gaya kepemimpinan partisipasi (G3) yang tepat di terapkan dikarenakan kayawan memerlukan perhatian dari pemimpin untuk melibatkannya dalam pengambilann keputusan, melalui komunikasi dua arah dengan begitu akan memberikan kesempatan partisipasi yang luas kepada bawahan, maka motivasi bawahan akan semakin berkembang dengan baik. f. Tanggapan dari Kepala Sekolah Polisi Negara Belanting Terhadap Gaya Kepemimpinan Yang Diterapkannya sebagai cross check (LEAD Self Yang di Kembangkan ) 70 Tabel Taggapan Kepala Sekolah Polisi Negara Belanting (Berdasarakan Kuesioner LEAD Self yang dikembangkan) Jumlah Gaya Resp. Kepemimpinan 1 G11 Partisipasi Terkontrol Total Skor +5 Persentase Efektivitas (%) Gaya 100 Efektif 100 Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa Kepala Sekolah Polisi Negara Belanting menggunakan gaya kepemimpinan partisipasi terkontrol, hal itu dapat dilihat dari tanggapan yang diberikan melalui kuesioner LEAD self yang dikembangkan, gaya partisipasi terbatas tersebut dirasa sudah sesuai dengan tingkat kematangan bawahan, hal ini dapat dilihat dari skor sebesar +5, dengan skor ini pimpinan merasa bahwa gaya kepemimpinannya suda tepat dan efektif dalam penerapannya kepada bawahan. Kaitanya dengan efektivitas gaya kepemimpinan pimpinan menganggapgaya kepemimpinan yang digunakannya sudah sesuai dengan tingkat kematangan bawahan (M3), yakni memiliki kemampua untuk memikul tanggung jawab tetapi tidak memiliki kemauan atau keyakinan dalam menjalankannya, dengan demikian gaya partisipasi terkontrol (G11) dapat meningkatkan efektivitas kepemimpinan jika dibandingkan dengan gaya kepemimpinan situasional konvensional Partisipasi (G3) itu dapat dilaihat dari skor sebesr +5 untuk Partisipasi terkontrol dan +3 untuk partisipasi. 71 Pada gaya partisipasi terkontrol pemimpin melakukan komuikasi dua arah dengan bawahan mengenai pekerjaan, akan tetapi sedikit memberikan pengarahan dan instruksi kepada bawahan, karena pemimpin memberikan kepercayaan kepada pegawainya untuk melakukan pegambilan keputusan terhadap pekerjaan yang ditanganinya akan tetapi tetap di awasi secara ketat oleh atasan agar terhindar dari penyelewengan keputusan. 4.3.2. Bagian Sekretariat Lembaga a. Tanggapan Karyawan Bagian Urusan Perencanaan Terhadap Gaya Kepemimpinan Yang Diterapkan Oleh Sekretaris Lembaga Tabel Taggapan Karyawan Bagian Urusan Perencanaan Jumlah Gaya Resp. Kepemimpinan Skor Persentase Efektivitas (%) Gaya 1 G2 Konsultasi -1 50 Tidak Efektif 1 G1 Instruksi -12 50 Tidak Efektif Total 100 Pada tabel di atas terlihat tanggapan Karyawan Bagian Urusan Perencanaan terhadap efektivitas gaya kepemimpinan sekretaris lembaga menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan konsultasi terhadap pegawainya dinyatakan tidak efektif sebesar 50% atau sebanyak 1 orang pegawai, gaya konsultasi (G2) tersebut tidak efektif jika disesuaikan dengan tingkat kematangan pegawai,hal ini ditunjukkan dengan skor -1, dengan kata lain 72 bahwa pegawai mengharapkan pemimpinya menggunakan gaya kepemimpinan yang lain yang disesuaikan dengan tingkat kematangan yang lebih tinggi atau pegawai merasa ingin dilibatkan dalam pengambilan keputusan dan komunikasi yang terjadi bersifat dua arah atau pemimpin lebih dapat membuka jalur komunikasi yang memberi kesempatan para pegawai untuk mengembangkan ide-ide, pendapat untuk mendukung pemecahan masalah yang dihadapi organisasi. Pada tabel di atas juga terlihat bahwa Tanggapan Karyawan Bagian Urusan Perencanaan terhadap efektivitas gaya kepemimpinan sekretaris lembaga menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan instruksi terhadap pegawainya dinyatakan tidak efektif sebesar 50% atau sebanyak 1 orang pegawai, gaya instruksi (G1) tersebut tidak efektif jika disesuaikan dengan tingkat kematangan pegawai,hal ini ditunjukkan dengan skor -12. jadi pegawai tersebut mengharapkan pemimpinnya menerapkan gaya kepemimpinan yang lebih tinggi tingkatnya untuk disesuaikan dengan tingkat kematangangan yang dimiliki pegawainya. b. Tanggapan Karyawan Bagian Urusan Administrasi Terhadap Gaya Kepemimpinan Yang Diterapkan Sekertaris Lembaga Tabel Taggapan Karyawan Bagian Urusan Administrasi Jumlah Gaya Resp. Kepemimpinan Skor Persentase Efektivitas (%) Gaya 2 G1 Instruksi -4&-4 50 Tida Efektif 1 G1 Instruksi 2 25 Efektif 1 G3 Partisipasi 10 25 Efektif 73 Pada tabel di atas terlihat bahwa Tanggapan Karyawan Bagian Urusan Administrasi terhadap efektivitas gaya kepemimpinan sekretaris lembaga menunjukkan bahwa terdapat dua orang yang menyatakan bahwa gaya kepemimpi instruksi yang di terapkan dinyatakan tidak efektif, gaya instruksi (G1) tersebut tidak efektif jika disesuaikan dengan tingkat kematangan pegawai,hal ini ditunjukkan dengan skor -4. jadi pegawai tersebut mengharapkan pemimpinnya menerapkan gaya kepemimpinan yang lebih tinggi tingkatnya untuk disesuaikan dengan tingkat kematangangan yang dimiliki pegawainya. Terdapat 1 orang menyatakan gaya kepemimpinan instruksi yang diterapkan efektif , Jadi gaya ini memberikan pengaruh positif terhadap efektivitas kepemimpinan sebesar +2 dan telah sesuai dengan tingkat kematangan bawahan atau pegawai yang termasuk dalam kategori rendah (G1), dimana pegawai memiliki tingkat kemampuan yang rendah dan memiliki motivasi dan keyakinan yang kurang dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya, akan tetapi gaya ini cukup efektif dalam pencapaian tujuan yang diharapkan oleh organisasi, karena pada kepemimpinan instruksi pemimpin lebih banyak memberitahukan, membimbing, mengarahkan dan menentukan peranan bawahan agar bawahan tidak salah dalam menyelesaikan tugasnya dan setiap pekerjaan bisa diselesaikan dengan baik. 74 Dan 1 orang memberikan tanggapan bahwa sekertaris lembaga menerapkan gaya kepemimpinan partisipasi (G3) yang efektif. Jadi gaya ini memberikan pengaruh positif terhadap efektivitas kepemimpinan sebesar +3 dan telah sesuai dengan tingkat kematangan bawahan atau pegawai yang termasuk dalam kategori sedang ke tinggi (G3), dimana pegawai memiliki tingkat kemampuan yang tinggi akan tetapi memiliki motivasi dan keyakinan yang kurang dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya, akan tetapi gaya ini cukup efektif dalam pencapaian tujuan yang diharapkan oleh organisasi, karena pada kepemimpinan partisipasi pemimpin lebih menekankan pada kerjasama antara pemimpin dan bawahan dalam pengambilan keputusan, melalui komunikasi dua arah, dan memberikan kemudahan akses informasi penting. c. Tanggapan Karyawan Bagian Urusan Tata Usaha Terhadap Gaya Kepemimpinan Yang Diterapkan Oleh Sekretaris Lembaga Tabel Taggapan Karyawan Bagian Urusan Tata Usaha Jumlah Gaya Resp. Kepemimpinan Skor Persentase Efektivitas (%) Gaya 1 G3 Partisipasi 3 33,33 Efektif 2 G1 Instruksi 4&9 66,66 Efektif Total 100 Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 1 orang atau dengan persentase 33,33% Karyawan Bagian Urusan Tata Usaha yang 75 memberikan tanggapan bahwa sekertaris lembaga menerapkan gaya kepemimpinan partisipasi (G3) yang efektif Jadi gaya ini memberikan pengaruh positif terhadap efektivitas kepemimpinan sebesar +3 dan telah sesuai dengan tingkat kematangan bawahan atau pegawai yang termasuk dalam kategori sedang ke tinggi (G3), dimana pegawai memiliki tingkat kemampuan yang tinggi akan tetapi memiliki motivasi dan keyakinan yang kurang dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya, akan tetapi gaya ini cukup efektif dalam pencapaian tujuan yang diharapkan oleh organisasi, karena pada kepemimpinan partisipasi pemimpin lebih menekankan pada kerjasama antara pemimpin dan bawahan dalam pengambilan keputusan, melalui komunikasi dua arah, dan memberikan kemudahan akses informasi penting. Dan terdapat 2 orang dengan persentase 66,66% Karyawan Bagian Urusan Tata Usaha yang menyatakan gaya kepemimpinan instruksi yang diterapkan efektif , Jadi gaya ini memberikan pengaruh positif terhadap efektivitas kepemimpinan sebesar +4 dan +9 dan telah sesuai dengan tingkat kematangan bawahan atau pegawai yang termasuk dalam kategori rendah (G1), dimana pegawai memiliki tingkat kemampuan yang rendah dan memiliki motivasi dan keyakinan yang kurang dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya, akan tetapi gaya ini cukup efektif dalam pencapaian tujuan yang diharapkan oleh organisasi, karena pada kepemimpinan instruksi pemimpin lebih banyak memberitahukan, membimbing, mengarahkan dan menentukan peranan bawahan agar 76 bawahan tidak salah dalam menyelesaikan tugasnya dan setiap pekerjaan bisa diselesaikan dengan baik. d. Tanggapan Karyawan Bagian Urusan Dalam Terhadap Gaya Kepemimpinan Yang Diterapkan Oleh Sekretaris Lembaga Tabel Taggapan Karyawan Bagian Urusan Dalam Jumlah Gaya Resp. Kepemimpinan Skor Persentase Efektivitas (%) Gaya 5 G1 Instruksi 2-9 50 Efektif 3 G2 Konsultasi 5-7 30 Efektif 1 G2 Konsultasi -1 10 Tidak Efektif 1 G3 Partisipasi -8 10 Tidak Efektif Total 100 Pada tabel di atas terlihat bahwa terdapat 5 orang dengan persentase 50% Karyawan Bagian Urusan Dalam yang menyatakan gaya kepemimpinan yang di terapkan adalah instruksi dan gaya kepemimpinan yang diterapkan ini efektif, Jadi gaya ini memberikan pengaruh positif terhadap efektivitas kepemimpinan sebesar +2 sampai +9 dan telah sesuai dengan tingkat kematangan bawahan atau pegawai yang termasuk dalam kategori rendah (G1), dimana pegawai memiliki tingkat kemampuan yang rendah dan memiliki motivasi dan keyakinan yang kurang dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya, akan tetapi gaya ini cukup efektif dalam pencapaian tujuan yang diharapkan oleh organisasi, karena pada kepemimpinan instruksi pemimpin lebih banyak memberitahukan, membimbing, mengarahkan dan menentukan peranan 77 bawahan agar bawahan tidak salah dalam menyelesaikan tugasnya dan setiap pekerjaan bisa diselesaikan dengan baik. Terdapat 3 orang karyawan bagian urusan dalam yang memberikan tanggapan bahwa gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh sekertaris lembaga adalah konsultasi, dimana gaya tersebut dianggap memberikan pengaruh yang positif terhadap efektivitas kepemimpinan sebesar +5 sampai +7 dan telah sesuai dengan tingkat kematangan bawahan yang termasuk kategori rendah ke sedang dimana bawahan memiliki kemampuan yang rendah tetapi memiliki motivasi yang kuat. Jadi pemimpin lebih banyak memberikan instruksi tetapi juga memberikan dorongan serta sedikit kebebasan aktualisiasi diri agar motivasi bawahan semakin tinggi, rasa tanggung jawab terhdap pekerjaa semakin tinggi, dan akhirnya secara perlahan-lahan bawahan akan semakin matang. Pada tabel di atas juga dapat dilihat bahwa terdapat 1 orang karyawan bagian urusan dalam yang memberikan tanggapan bahwa gaya kepemimpinan yang diterapkan sekretaris lembaga adalah konsultasi, gaya konsultasi (G2) tersebut tidak efektif jika disesuaikan dengan tingkat kematangan pegawai,hal ini ditunjukkan dengan skor -1, dengan kata lain bahwa pegawai mengharapkan pemimpinya menggunakan gaya kepemimpinan yang lain yang disesuaikan dengan tingkat kematangan yang lebih tinggi atau pegawai merasa ingin dilibatkan dalam pengambilan keputusan dan komunikasi yang terjadi bersifat dua arah atau pemimpin lebih dapat membuka jalur komunikasi yang memberi kesempatan para 78 pegawai untuk mengembangkan ide-ide, pendapat untuk mendukung pemecahan masalah yang dihadapi organisasi. Dan juga terdapat 1 orang atau dengan persentase 10% Karyawan Bagian Urusan dalam yang memberikan tanggapan bahwa sekretaris lembaga menerapkan gaya kepemimpinan partisipasi (G3). Dan gaya partisipasi tersebut tidak efektif jika di sesuaikan dengan tingkat kematangan bawahan hal ini diunjukkan oleh skor sbesar -8, dengan kata lain bahwa pegawai mengharapkan pemimpinya menggunakan gaya kepemimpinan yang lain yang disesuaikan dengan tingkat kematangan yang lebih tinggi atau pegawai merasa ingin dilibatkan dalam pengambilan keputusan dan komunikasi yang terjadi bersifat dua arah atau pemimpin lebih dapat membuka jalur komunikasi yang memberi kesempatan para pegawai untuk mengembangkan ide-ide, pendapat untuk mendukung pemecahan masalah yang dihadapi organisasi. e. Tanggapan Karyawan Bagian Unit Provost Terhadap Gaya Kepemimpinan Yang Diterapkan Oleh Sekretaris Lembaga Tabel Taggapan Karyawan Bagian Unit Provost Jumlah Gaya Resp. Kepemimpinan Skor Persentase Efektivitas (%) Gaya 2 G1 Instruksi 1&1 40 Efektif 1 G1 Instruksi -7 20 Tidak Efektif 2 G2 Konsultasi 1&2 40 Efektif Total 100 Pada tabel di atas terlihat bahwa terdapat 2 orang dengan persentase 40% Karyawan Bagian Unit Provost yang menyatakan gaya 79 kepemimpinan yang di terapkan adalah instruksi dan gaya kepemimpinan yang diterapkan ini efektif, Jadi gaya ini memberikan pengaruh positif terhadap efektivitas kepemimpinan sebesar +1 dan telah sesuai dengan tingkat kematangan bawahan atau pegawai yang termasuk dalam kategori rendah (G1), dimana pegawai memiliki tingkat kemampuan yang rendah dan memiliki motivasi dan keyakinan yang kurang dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya, akan tetapi gaya ini cukup efektif dalam pencapaian tujuan yang diharapkan oleh organisasi, karena pada kepemimpinan instruksi pemimpin lebih banyak memberitahukan, membimbing, mengarahkan dan menentukan peranan bawahan agar bawahan tidak salah dalam menyelesaikan tugasnya dan setiap pekerjaan bisa diselesaikan dengan baik. Pada tabel di atas juga terlihat bahwa Tanggapan Karyawan Bagian Unit provost terhadap efektivitas gaya kepemimpinan sekretaris lembaga menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan instruksi terhadap pegawainya dinyatakan tidak efektif sebesar 50% atau sebanyak 1 orang pegawai, gaya instruksi (G1) tersebut tidak efektif jika disesuaikan dengan tingkat kematangan pegawai,hal ini ditunjukkan dengan skor -17. jadi pegawai tersebut mengharapkan pemimpinnya menerapkan gaya kepemimpinan yang lebih tinggi tingkatnya untuk disesuaikan dengan tingkat kematangangan yang dimilikinya. Terdapat 40% atau 2 orang karyawan bagian unit provost yang memberikan tanggapan bahwa gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh 80 sekertaris lembaga adalah konsultasi, dimana gaya tersebut dianggap memberikan pengaruh yang positif terhadap efektivitas kepemimpinan sebesar +1 sampai +2 dan telah sesuai dengan tingkat kematangan bawahan yang termasuk kategori rendah ke sedang dimana bawahan memiliki kemampuan yang rendah tetapi memiliki motivasi yang kuat. Jadi pemimpin lebih banyak memberikan instruksi tetapi juga memberikan dorongan serta sedikit kebebasan aktualisiasi diri agar motivasi bawahan semakin tinggi, rasa tanggung jawab terhdap pekerjaa semakin tinggi, dan akhirnya secara perlahan-lahan bawahan akan semakin matang. f. Tanggapan Karyawan Bagian Urusan Makanan dan Sebagainya Terhadap Gaya Kepemimpinan Yang Diterapkan Oleh Sekretaris Lembaga Tabel Taggapan Karyawan Bagian Urusan Maknan dan sebagainya Jumlah Gaya Resp. Kepemimpinan 2 G1 Instruksi Total Skor 1&4 Persentase Efektivitas (%) Gaya 100 Efektif 100 Pada tabel di atas terlihat bahwa terdapat 2 orang dengan persentase 100% Karyawan Bagian Urusan makanan dan lainya yang menyatakan gaya kepemimpinan yang di terapkan oleh skretaris lembaga adalah instruksi dan gaya kepemimpinan yang diterapkan ini efektif, Jadi gaya ini memberikan pengaruh positif terhadap efektivitas kepemimpinan sebesar +1 dan +4, gaya instruksi ini telah sesuai dengan tingkat kematangan bawahan atau pegawai yang termasuk dalam kategori rendah (G1), dimana pegawai memiliki tingkat kemampuan yang rendah dan 81 memiliki motivasi dan keyakinan yang kurang dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya, akan tetapi gaya ini cukup efektif dalam pencapaian tujuan yang diharapkan oleh organisasi, karena pada kepemimpinan instruksi pemimpin lebih banyak memberitahukan, membimbing, mengarahkan dan menentukan peranan bawahan agar bawahan tidak salah dalam menyelesaikan tugasnya dan setiap pekerjaan bisa diselesaikan dengan baik. g. Tanggapan Karyawan Bagian Poliklinik Terhadap Gaya Kepemimpinan Yang Diterapkan Oleh Sekretaris Lembaga Tabel Taggapan Karyawan Bagian Poliklinik Jumlah Gaya Resp. Kepemimpinan 2 G1 Instruksi Total Skor 2&5 Persentase Efektivitas (%) Gaya 100 Efektif 100 Pada tabel di atas terlihat bahwa terdapat 2 orang dengan persentase 100% Karyawan Bagian poliklinik yang menyatakan gaya kepemimpinan yang di terapkan oleh skretaris lembaga adalah instruksi dan gaya kepemimpinan yang diterapkan ini efektif, Jadi gaya ini memberikan pengaruh positif terhadap efektivitas kepemimpinan sebesar +2 dan +5, gaya instruksi ini telah sesuai dengan tingkat kematangan bawahan atau pegawai yang termasuk dalam kategori rendah (G1), dimana pegawai memiliki tingkat kemampuan yang rendah dan memiliki motivasi dan keyakinan yang kurang dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan 82 kepadanya, akan tetapi gaya ini cukup efektif dalam pencapaian tujuan yang diharapkan oleh organisasi, karena pada kepemimpinan instruksi pemimpin lebih banyak memberitahukan, membimbing, mengarahkan dan menentukan peranan bawahan agar bawahan tidak salah dalam menyelesaikan tugasnya dan setiap pekerjaan bisa diselesaikan dengan baik. h. Tanggapan Karyawan Bagian Bendahara Kesatuan Kerja Terhadap Gaya Kepemimpinan Yang Diterapkan Oleh Sekretaris Lembaga Tabel Taggapan Karyawan Bagian Bendahara Jumlah Gaya Resp. Kepemimpinan Skor Persentase Efektivitas (%) Gaya 1 G1 Instruksi 1 50 Efektif 2 G1 Instruksi -3 50 Tidak Efektif Total 100 Pada tabel di atas terlihat bahwa terdapat 1 orang dengan persentase 50% karyawan bagian bendahara kesatuan kerja yang menyatakan gaya kepemimpinan yang di terapkan oleh skretaris lembaga adalah instruksi dan gaya kepemimpinan yang diterapkan ini efektif, Jadi gaya ini memberikan pengaruh positif terhadap efektivitas kepemimpinan sebesar +1, gaya instruksi ini telah sesuai dengan tingkat kematangan bawahan atau pegawai yang termasuk dalam kategori rendah (G1), dimana pegawai memiliki tingkat kemampuan yang rendah dan memiliki motivasi dan keyakinan yang kurang dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan 83 kepadanya, akan tetapi gaya ini cukup efektif dalam pencapaian tujuan yang diharapkan oleh organisasi, karena pada kepemimpinan instruksi pemimpin lebih banyak memberitahukan, membimbing, mengarahkan dan menentukan peranan bawahan agar bawahan tidak salah dalam menyelesaikan tugasnya dan setiap pekerjaan bisa diselesaikan dengan baik. Pada tabel di atas juga terlihat bahwa tanggapan karyawan bagian bendahara kesatuan kerja terhadap efektivitas gaya kepemimpinan sekretaris lembaga menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan instruksi terhadap pegawainya dinyatakan tidak efektif sebesar 50% atau sebanyak 1 orang pegawai, gaya instruksi (G1) tersebut tidak efektif jika disesuaikan dengan tingkat kematangan pegawai,hal ini ditunjukkan dengan skor -3. jadi pegawai tersebut mengharapkan pemimpinnya menerapkan gaya kepemimpinan yang lebih tinggi tingkatnya atau pemimpin untuk menyesesuaikan gaya kepemimpinannya dengan tingkat kematangangan yang dimilikinya. i. Tanggapan dari Sekretaris Lembaga Terhadap Gaya Kepemimpinan Yang Diterapkannya sebagai cross check (LEAD Self Konvensional) Tabel Taggapan Sekretaris Lembaga (Berdasarkan LEAD Konvensional) Jumlah Gaya Resp. Kepemimpinan 1 G1 Instruksi Total Skor +2 Persentase Efektivitas (%) Gaya 100 Efektif 100 Self 84 Pada tabel di atas terlihat bahwa gaya kepemimpinan yang di terapkan oleh skretaris lembaga adalah instruksi, gaya ini memberikan pengaruh positif terhadap efektivitas kepemimpinan sebesar +2, gaya instruksi ini telah sesuai dengan tingkat kematangan pegawai yang termasuk dalam kategori rendah (G1), dimana pegawai memiliki tingkat kemampuan yang rendah dan memiliki motivasi dan keyakinan yang kurang dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya, akan tetapi gaya ini cukup efektif dalam pencapaian tujuan yang diharapkan oleh organisasi, karena pada kepemimpinan instruksi pemimpin lebih banyak memberitahukan, membimbing, mengarahkan dan menentukan peranan bawahan agar bawahan tidak salah dalam menyelesaikan tugasnya dan setiap pekerjaan bisa diselesaikan dengan baik. j. Tanggapan dari Sekretaris Lembaga Terhadap Gaya Kepemimpinan Yang Diterapkannya sebagai cross check (LEAD Self Yang dikembangkan) Tabel Taggapan Sekretaris Lembaga (Berdasarkan LEAD Self Dikembangkan) Jumlah Gaya Resp. Kepemimpinan 1 G6 Instruksi Terbatas Total Skor +6 Persentase Efektivitas (%) Gaya 100 Efektif 100 Yang 85 Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sekertaris lembaga menggukan gaya kepemimpinan instruksi terbatas, hal itu dapa dilihat dari tanggapan yang diberikan melalui kuesioner LEAD self yang dikembangkan, gaya partisipasi terbatas tersebut dirasa sudah sesuai dengan tingkat kematangan bawahan, hal ini dapat dilihat dari skor sebesar +5, dengan skor ini pimpinan merasa bahwa gaya kepemimpinannya sudah tepat dan efektif dalam penerapannya kepada bawahan. Kaitanya dengan efektivitas gaya kepemimpinan pimpinan menganggap gaya kepemimpinan yang digunakannya sudah sesuai dengan tingkat kematangan bawahan (M1), yakni kurang memiliki kemampuan untuk memikul tanggung jawab dan tidak memiliki kemauan atau keyakinan dalam menjalankannya, dengan demikian gaya Instruksi terbatas (G6) dapat meningkatkan efektivitas kepemimpinan, jika dibandingkan dengan gaya kepemimpinan situasional konvensional instruksi (G1) itu dapat dilihat dari skor sebesr +6 untuk Instruksi Terbatas dan +2 untuk Instruksi. Jadi gaya kepemimpian situasional yang dikembangkan dapat meningkatkan fektivitas gaya kepemimpinan dari sekertaris lembaga. Pada gaya instruksi terbatas pemimpin melakukan komunikasi satu arah dengan bawahan atau pegawainya melalui pemberian instruksi secara terbatas untuk pekerjaan yang penting dan mendesak, pemimpin juga memberi dukungan untuk memotivasi bawahan dalam penyelesaian tugastugas tersebut agar bawahan merasa nyaman dalam menyelesaikan pekerjaannya. 86 4.3.3. Bagian Koordinasi Siswa a. Tabel Tanggapan Karyawan Bagian Koordinasi Siswa Terhadap Gaya Kepemimpinan Yang Diterapkan Oleh Pimpinannya Jumlah Gaya Resp. Kepemimpinan Skor Persentase Efektivitas (%) Gaya 1 G1 Instruksi 4 16,67 Efektif 1 G1 Instruksi -4 16,67 Tidak Efektif 2 G2 Konsultasi 1&2 33,33 Efektif 1 G3 Partisipasi -4 16,67 Tidak Efektif 1 G4 Delegasi 1 16,67 Efektif Total 100 Pada tabel di atas terlihat bahwa terdapat 1 orang dengan persentase 16,67% karyawan Bagian Koordinasi Siswa yang menyatakan gaya kepemimpinan yang di terapkan oleh skretaris lembaga adalah instruksi dan gaya kepemimpinan yang diterapkan ini efektif, Jadi gaya ini memberikan pengaruh positif terhadap efektivitas kepemimpinan sebesar +4, gaya instruksi ini telah sesuai dengan tingkat kematangan bawahan atau pegawai yang termasuk dalam kategori rendah (G1), dimana pegawai memiliki tingkat kemampuan yang rendah dan memiliki motivasi dan keyakinan yang kurang dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya, akan tetapi gaya ini cukup efektif dalam pencapaian tujuan yang diharapkan oleh organisasi, karena pada kepemimpinan instruksi pemimpin lebih banyak memberitahukan, membimbing, mengarahkan dan 87 menentukan peranan bawahan agar bawahan tidak salah dalam menyelesaikan tugasnya dan setiap pekerjaan bisa diselesaikan dengan baik. Pada tabel di atas juga terlihat bahwa tanggapan karyawan Bagian Koordinasi Siswa terhadap efektivitas gaya kepemimpinan sekretaris lembaga menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan instruksi terhadap pegawainya dinyatakan tidak efektif sebesar 16,67% atau sebanyak 1 orang pegawai, gaya instruksi (G1) tersebut tidak efektif jika disesuaikan dengan tingkat kematangan pegawai,hal ini ditunjukkan dengan skor -4. jadi pegawai tersebut mengharapkan pemimpinnya menerapkan gaya kepemimpinan yang lebih tinggi tingkatnya atau pemimpin untuk menyesesuaikan gaya kepemimpinannya dengan tingkat kematangangan yang dimilikinya. Terdapat 33,33% atau 2 orang karyawan bagian Bagian Koordinasi Siswa yang memberikan tanggapan bahwa gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh sekertaris lembaga adalah konsultasi, dimana gaya tersebut dianggap memberikan pengaruh yang positif terhadap efektivitas kepemimpinan sebesar +1 sampai +2 dan telah sesuai dengan tingkat kematangan bawahan yang termasuk kategori rendah ke sedang dimana bawahan memiliki kemampuan yang rendah tetapi memiliki motivasi yang kuat. Jadi pemimpin lebih banyak memberikan instruksi tetapi juga memberikan dorongan serta sedikit kebebasan aktualisiasi diri agar motivasi bawahan semakin tinggi, rasa tanggung jawab terhdap pekerjaa 88 semakin tinggi, dan akhirnya secara perlahan-lahan bawahan akan semakin matang. Terdapat 1 orang pada bagian Koordinasi Siswa yang memberikan tanggapan bahwa kepala koordinasi siswa yang merupakan pimpinannya menerapkan gaya kepemimpinan delegasi (G4). Gaya ini memberikan pengaruh positif terhadap efektivitas kepemimpinan sebesar +1 dan telah sesuai dengan tingkat kematangan bawahan atau pegawai yang termasuk dalam kategori tinggi (G4), dimana pegawai memiliki tingkat kemampuan dan keyakinan yang tinggi dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya dan cukup efektif dalam pencapaian tujuan yang diharapkan oleh organisasi. Pada kepemimpinan delegasi pemimpin hanya memberikan sedikit pengarahan dan pengawasan karena kemampuan dan keahlian bawahan yang sangat tinggi dalam menyelesaikan tugasnya. Pendelegasian tugas ini akan membuat bawahan semakin berkembang dan diberdayakan sehingga keahlian yang tinggi dan motivasi yang tinggi menjadi syarat utama bagi bawahan sebelum mereka menerima pendelegasian tugas. b. Tanggapan dari Kepala Koordinasi Siswa Terhadap Gaya Kepemimpinan Yang Diterapkannya sebagai cross check (LEAD Self Konvensional) Tabel Taggapan Kepala Koordinasi Siswa (Berdasarkan LEAD Self Konvensional) Jumlah Gaya Skor Persentase Efektivitas 89 Resp. 1 Kepemimpinan G2 Konsultasi Total +3 (%) Gaya 100 Efektif 100 Pada tabel di atas terlihat bahwa gaya kepemimpinan yang di terapkan oleh Kepala Koordinasi Siswa adalah konsultasi, gaya ini memberikan pengaruh positif terhadap efektivitas kepemimpinan sebesar +3, gaya ini telah sesuai dengan tingkat kematangan pegawai yang termasuk dalam kategori rendah (G2), dimana pegawai memiliki tingkat kemampuan yang rendah tetapi memiliki motivasi dan keyakinan dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya, gaya ini cukup efektif dalam pencapaian tujuan yang diharapkan oleh organisasi. Pada gaya Konsultasi pemimpin memberikan pengarahan melalui komunikasi dua arah dalam peyelesaiaan masalah pemimpin melibatkan pengikut dalam mencari saran dan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan. Komunikasi dua arah ini membantu dalam mempertahankan motivasi pengikut yag tinggi pada sat yang sama tanggung jawab untuk kontrol pembuatan keputusan tetap ada pada pimpinan selain tu pemimpin mau mendengarkan keluhan bawahan mengenai keputusan yang di ambil sememntara kontrol tetap di tangan pemimpin. c. Tanggapan dari Kepala Koordinasi Siswa Terhadap Gaya Kepemimpinan Yang Diterapkannya sebagai cross check (LEAD Self dikembangkan) Yang 90 Tabel Taggapan Kepala Koordinasi Siswa (Berdasarkan LEAD Self Yang Dikembangkan) Jumlah Gaya Resp. Kepemimpinan 1 G6 Skor Konsultasi Berkesinambungan +2 Total Persentase Efektivitas (%) Gaya 100 Efektif 100 Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa kepala koordinasi siswa menggukan gaya kepemimpinan Konsultasi Berkesinambungan, hal itu dapa dilihat dari tanggapan yang diberikan melalui kuesioner LEAD self yang dikembangkan, gaya Konsultasi Berkesinambungan tersebut dirasa sudah sesuai dengan tingkat kematangan bawahan, hal ini dapat dilihat dari skor sebesar +2, dengan skor ini pimpinan merasa bahwa gaya kepemimpinannya sudah tepat dan efektif dalam penerapannya kepada bawahan. Kaitanya dengan efektivitas gaya kepemimpinan pimpinan menganggap gaya kepemimpinan yang digunakannya sudah sesuai dengan tingkat kematangan bawahan (M2), yakni kurang memiliki kemampuan untuk memikul tanggung jawab tapi memiliki kemauan atau keyakinan dalam menjalankannya, gaya Konsultasi Berkesinambungan (G8) tidak meningkatkan efektivitas kepemimpinan, jika dibandingkan dengan gaya kepemimpinan situasional yang konsultasi (G2) itu dapat dilihat dari skor sebesr +2 untuk Konsultasi Berkesinambungan dan +3 untuk konsultasi. Jadi gaya kepemimpian situasional yang dikembangkan tidak 91 meningkatkan efektivitas gaya kepemimpinan dari kepala koordinasi siswa. 4.3.4. Bagian Pengajaran dan Latihan a. Tanggapan Karyawan Bagian Pengajaran dan Latihan Terhadap Gaya Kepemimpinan Yang Diterapkan Oleh Pimpinannya Tabel Tanggapan Karyawan Bagian Pengajaran dan Latihan Jumlah Gaya Resp. Kepemimpinan Skor Persentase Efektivitas (%) Gaya 4 G2 Konsultasi 2-6 57,14 Efektif 2 G3 Partisipasi 3&4 28,57 Efektif 1 G4 Delegasi -6 14,29 Tidak Efektif Total 100 Terdapat 57,314% atau 4 orang karyawan bagian Bagian Pengajaran dan Latihan yang memberikan tanggapan bahwa gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh kepala bagian pengajaran dan latihan adalah konsultasi, dimana gaya tersebut dianggap memberikan pengaruh yang positif terhadap efektivitas kepemimpinan sebesar +2 sampai +6 dan telah sesuai dengan tingkat kematangan bawahan yang termasuk kategori rendah ke sedang dimana bawahan memiliki kemampuan yang rendah tetapi memiliki motivasi yang kuat. Jadi pemimpin lebih banyak memberikan instruksi tetapi juga memberikan dorongan serta sedikit kebebasan aktualisiasi diri agar motivasi bawahan semakin tinggi, rasa 92 tanggung jawab terhdap pekerjaa semakin tinggi, dan akhirnya secara perlahan-lahan bawahan akan semakin matang. Terdapat 2 orang memberikan tanggapan bahwa Kepala Pengajaran dan Latihan menerapkan gaya kepemimpinan partisipasi (G3) yang efektif. Jadi gaya ini memberikan pengaruh positif terhadap efektivitas kepemimpinan sebesar +3 dan +4, gaya partisipasi telah sesuai dengan tingkat kematangan bawahan atau pegawai yang termasuk dalam kategori sedang ke tinggi (G3), dimana pegawai memiliki tingkat kemampuan yang tinggi akan tetapi memiliki motivasi dan keyakinan yang kurang dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya, akan tetapi gaya ini cukup efektif dalam pencapaian tujuan yang diharapkan oleh organisasi, karena pada kepemimpinan partisipasi pemimpin lebih menekankan pada kerjasama antara pemimpin dan bawahan dalam pengambilan keputusan, melalui komunikasi dua arah, dan memberikan kemudahan akses informasi penting. Pada tabel di atas juga terlihat bahwa terdapat 1 orang pegawai Bagian Pengajaran dan Latihan yang memberikan tanggapan terhadap efektivitas gaya kepemimpinan kepala pengajaran dan latihan adalah gaya kepemimpinan delegasi. Gaya tersebut dinyatakan tidak efektif jika disesuaikan dengan tingkat kematangan pegawai,hal ini ditunjukkan dengan skor -4. jadi pegawai tersebut mengharapkan pemimpinnya menerapkan gaya kepemimpinan yang lebih tinggi tingkatnya atau 93 pemimpin untuk menyesesuaikan gaya kepemimpinannya dengan tingkat kematangangan yang dimilikinya. b. Tanggapan dari Kepala Pengajaran dan Latihan Terhadap Gaya Kepemimpinan Yang Diterapkannya sebagai cross check (Berdasarkan LEAD Self Konvensional) Tabel Taggapan Kepala Pengajaran dan Latihan Jumlah Gaya Resp. Kepemimpinan 1 G3 Partisipasi Total Skor +3 Persentase Efektivitas (%) Gaya 100 Efektif 100 Pada tabel di atas terlihat bahwa gaya kepemimpinan yang di terapkan oleh Kepala Pengajaran dan Latihan adalah partisipasi, gaya ini memberikan pengaruh positif terhadap efektivitas kepemimpinan sebesar +3, gaya ini telah sesuai dengan tingkat kematangan pegawai yang termasuk dalam kategori rendah (G3), dimana pegawai memiliki kemampuan tetapi memiliki motivasi dan keyakinan yang rendah dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya, gaya ini cukup efektif dalam pencapaian tujuan yang diharapkan oleh organisasi. karena pada kepemimpinan partisipasi pemimpin lebih menekankan pada kerjasama antara pemimpin dan bawahan dalam pengambilan keputusan, melalui komunikasi dua arah, dan memberikan kemudahan akses informasi penting. 94 c. Tanggapan dari Kepala Pengajaran dan Latihan Terhadap Gaya Kepemimpinan Yang Diterapkannya sebagai cross check (LEAD Self Yang dikembangkan) Tabel Taggapan Kepala Pengajaran dan Latihan Jumlah Gaya Resp. Kepemimpinan 1 G11 Partisipasi Terkontrol Skor +6 Total Persentase Efektivitas (%) Gaya 100 Efektif 100 Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa kepala pengajaran dan latihan menggukan gaya kepemimpinan Partisipasi Terkontrol, hal itu dapa dilihat dari tanggapan yang diberikan melalui kuesioner LEAD self yang dikembangkan, gaya Partisipasi Terkontrol tersebut dirasa sudah sesuai dengan tingkat kematangan bawahan, hal ini dapat dilihat dari skor sebesar +6, dengan skor ini pimpinan merasa bahwa gaya kepemimpinannya sudah tepat dan efektif dalam penerapannya kepada bawahan. Kaitanya dengan efektivitas gaya kepemimpinan pimpinan menganggap gaya kepemimpinan yang digunakannya sudah sesuai dengan tingkat kematangan bawahan (M3), yakni memiliki kemampuan untuk memikul tanggung jawab tapi kurang memiliki kemauan atau keyakinan dalam menjalankannya. Pada gaya ini pemimpin pemimpin melakukan komunikasi dua arah dengan bawahan mengenai pekerjaan, akan tetapi sedikit memberikan 95 pengarahan dan instruksi kepada bawahan, karena pemimpin memberikan kepercayaan pada bahwahan tersebut untuk melakukan pengambilan keputusan terhadap pekerjaannya akan tetapi tetap dalam pengawasan dari atasan secara ketat. Pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan yang membutuhkan keahlian tertentu ynag dimiliki oleh bawahan. 4.3.5. Bagian Koordinasi Tenaga Pendidik a. Tanggapan Karyawan Bagian Koordinasi Tenaga Pendidik Terhadap Gaya Kepemimpinan Yang Diterapkan Oleh Pimpinannya Tabel Tanggapan Karyawan Bagian Koordinasi Tenaga Pendidik Jumlah Gaya Resp. Kepemimpinan Skor Persentase Efektivitas (%) Gaya 1 G2 Konsultasi 2 16,67 Efektif 2 G3 Partisipasi 5&6 33,33 Efektif 2 G4 Delegasi 1&3 33,33 Efektif 1 G4 Delegasi -4 16,67 Tidak Efektif Total 100 Terdapat 16,67% atau 1 orang karyawan bagian Bagian Koordinasi Tenaga Pendidik yang memberikan tanggapan bahwa gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh kepala bagian Koordinasi Tenaga Pendidik adalah konsultasi, dimana gaya tersebut dianggap memberikan pengaruh yang positif terhadap efektivitas kepemimpinan sebesar +2 dan telah sesuai dengan tingkat kematangan bawahan yang termasuk kategori rendah ke sedang dimana bawahan memiliki kemampuan yang rendah tetapi 96 memiliki motivasi yang kuat. Jadi pemimpin lebih banyak memberikan instruksi tetapi juga memberikan dorongan serta sedikit kebebasan aktualisiasi diri agar motivasi bawahan semakin tinggi, rasa tanggung jawab terhdap pekerjaa semakin tinggi, dan akhirnya secara perlahanlahan bawahan akan semakin matang. Terdapat 2 orang atau 33,33% memberikan tanggapan bahwa kepala koordinasi tenaga pendidik menerapkan gaya kepemimpinan partisipasi (G3). Jadi gaya ini memberikan pengaruh positif terhadap efektivitas kepemimpinan sebesar +5 dan +6 , karena gaya partisipasi telah sesuai dengan tingkat kematangan bawahan atau pegawai yang termasuk dalam kategori sedang ke tinggi (G3), dimana pegawai memiliki tingkat kemampuan yang tinggi akan tetapi memiliki motivasi dan keyakinan yang kurang dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya, akan tetapi gaya ini cukup efektif dalam pencapaian tujuan yang diharapkan oleh organisasi, karena pada kepemimpinan partisipasi pemimpin lebih menekankan pada kerjasama antara pemimpin dan bawahan dalam pengambilan keputusan, melalui komunikasi dua arah, dan memberikan kemudahan akses informasi penting. Terdapat 2 orang pada bagian koordinasi tenaga pendidik yang memberikan tanggapan bahwa kepala koordinasi siswa yang merupakan pimpinannya menerapkan gaya kepemimpinan delegasi (G4). Gaya ini memberikan pengaruh positif terhadap efektivitas kepemimpinan sebesar +1 dan +3, gaya ini telah sesuai dengan tingkat kematangan bawahan atau 97 pegawai yang termasuk dalam kategori tinggi (G4), dimana pegawai memiliki tingkat kemampuan dan keyakinan yang tinggi dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya dan cukup efektif dalam pencapaian tujuan yang diharapkan oleh organisasi. Pada kepemimpinan delegasi pemimpin hanya memberikan sedikit pengarahan dan pengawasan karena kemampuan dan keahlian bawahan yang sangat tinggi dalam menyelesaikan tugasnya. Pendelegasian tugas ini akan membuat bawahan semakin berkembang dan diberdayakan sehingga keahlian yang tinggi dan motivasi yang tinggi menjadi syarat utama bagi bawahan sebelum mereka menerima pendelegasian tugas. Pada tabel di atas juga terlihat bahwa terdapat 1 orang atau 16,67% pegawai Bagian Koordinasi Tenaga Pendidik yang memberikan tanggapan terhadap efektivitas gaya kepemimpinan kepala koordinasi siswa adalah gaya kepemimpinan delegasi. Gaya tersebut dinyatakan tidak efektif jika disesuaikan dengan tingkat kematangan pegawai,hal ini ditunjukkan dengan skor -4. jadi pegawai tersebut mengharapkan pemimpinnya menerapkan gaya kepemimpinan yang lebih tinggi tingkatnya atau pemimpin untuk menyesesuaikan gaya kepemimpinannya dengan tingkat kematangangan yang dimilikinya. b. Tanggapan dari Kepala Koordinasi Tenaga Pendidik Terhadap Gaya Kepemimpinan Yang Diterapkannya sebagai cross check (Berdasarkan LEAD Self Konvensional) Tabel Taggapan Kepala Koordinasi Tenaga Pendidik 98 Jumlah Gaya Resp. Kepemimpinan 1 G4 Delegasi Skor +4 Total Persentase Efektivitas (%) Gaya 100 Efektif 100 Pada tabel di atas terlihat bahwa gaya kepemimpinan yang di terapkan oleh Kepala Koordinasi Tenaga Pendidik adalah delegasi, gaya ini memberikan pengaruh positif terhadap efektivitas kepemimpinan sebesar +3, gaya ini telah sesuai dengan tingkat kematangan pegawai yang termasuk dalam kategori tinggi (G4), dimana pegawai memiliki kemampuan dan memiliki motivasi serta keyakinan dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya, gaya ini cukup efektif dalam pencapaian tujuan yang diharapkan oleh organisasi. karena pada kepemimpinan delegasi, pemimpin mendiskusikan masalah bersama-sama dengan bawahan, sehingga tercapai kesepakatan mengenai pemecahan masalah yang kemudian proses pembuatan keputusan didelegasikan secara keseluruhan kepada bawahan. c. Tanggapan dari Kepala Koordinasi Tenaga Pendidik Terhadap Gaya Kepemimpinan Yang Diterapkannya sebagai cross check (LEAD Self Yang dikembangkan) Tabel Taggapan Kepala Koordinasi Tenaga Pendidik Jumlah Gaya Resp. Kepemimpinan 1 G11 Partisipasi Terkontrol Skor +6 Persentase Efektivitas (%) Gaya 100 Efektif 99 Total 100 Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa kepala Koordinasi Tenaga Pendidik menggunakan gaya kepemimpinan Partisipasi Terkontrol, hal itu dapa dilihat dari tanggapan yang diberikan melalui kuesioner LEAD self yang dikembangkan, gaya Partisipasi Terkontrol tersebut dirasa sudah sesuai dengan tingkat kematangan bawahan, hal ini dapat dilihat dari skor sebesar +6, dengan skor ini pimpinan merasa bahwa gaya kepemimpinannya sudah tepat dan efektif dalam penerapannya kepada bawahan. Kaitanya dengan efektivitas gaya kepemimpinan pimpinan menganggap gaya kepemimpinan yang digunakannya sudah sesuai dengan tingkat kematangan bawahan (M3), yakni memiliki kemampuan untuk memikul tanggung jawab tapi kurang memiliki kemauan atau keyakinan dalam menjalankannya. Pada gaya ini pemimpin pemimpin melakukan komunikasi dua arah dengan bawahan mengenai pekerjaan, akan tetapi sedikit memberikan pengarahan dan instruksi kepada bawahan, karena pemimpin memberikan kepercayaan pada bahwahan tersebut untuk melakukan pengambilan keputusan terhadap pekerjaannya akan tetapi tetap dalam pengawasan dari atasan secara ketat. Pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan yang membutuhkan keahlian tertentu ynag dimiliki oleh bawahan. Gaya partisipasi terkontrol dapat meningkatkan efektivitas gaya kepemimpinan dari kepala koordinasi tenaga pendidik, hal itu dapa dilihat dari skor 100 sebesar +6, dimana jika dibandingkan degan gaya delegasi yang hanya memiliki skor sebesar +4. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. KESIMPULAN 5.2. SARAN