Uploaded by User36712

Soendari Gigih Lawan Poligami - Historia

advertisement
Soendari Gigih Lawan Poligami - Historia
8/25/20, 21:51
Soendari Gigih Lawan Poligami
Gagal dalam pernikahan tak membuat Soendari
menyerah pada kehidupan. Bekal pendidikan
tingginya membuat Soendari mampu bertahan
hidup.
MENGETAHUI suaminya punya kekasih gelap, Siti Soendari marah besar.
Adik dr. Soetomo, salah satu pendiri Budi Utomo, itu minta suaminya,
Koesoebjono, meninggalkan kekasihnya yang orang Belanda itu.
Soendari lahir di Nganjuk, 9 April 1909. Ia anak ketujuh dari pasangan
Raden Soewadji dan Raden Ayu Sudarmi, anak Kepala Desa Ngepeh
Raden Ngabehi Singowidjojo. Pada awal pernikahan, Soewadji masih
bekerja sebagai guru. Namun kerja kerasnya membuat dia akhirnya naik
menjadi wedana Maospati, Madiun.
Soewadji meninggal ketika Soendari berusia satu tahun. Bayi Soendari
lantas dibawa sang ibu ke rumah kakeknya di Ngepeh. Kakeknya yang
sudah sepuh itu kemudian meninggal ketika Soendari berusia 4 tahun.
Lantaran kehilangan ayah dan kakek, dr. Soetomolah yang menjadi sosok
“ayah” baginya. Menurut anak sulung Soendari yang menyusun biografi
Siti Soendari: Adik Bungsu dr. Soetomo, Santo Koesoebjono (dan istrinya,
Solita Sarwono), didikan Soewadji diteruskan Soetomo pada adik-adiknya.
Soetomo ingin agar adik-adik perempuannya juga mendapat pendidikan
tinggi sama seperti lelaki. Sri Oemiyati, kakak perempuan yang paling
akrab dengan Soendari, misalnya, melanjutkan studi guru di Belanda.
Oemiyati di kemudian hari dikenal sebagai kepala Sekolah Kartini di
Cirebon dan anggota Dewan Kota Semarang pada akhir 1930-an.
Soendari sendiri mulai kuliah di jurusan hukum Universitas Leiden pada
https://historia.id/politik/articles/soendari-gigih-lawan-poligami-Dbe39
Page 1 of 3
Soendari Gigih Lawan Poligami - Historia
8/25/20, 21:51
1927. Ia kakak tingkat sekaligus teman dekat Maria Ullfah yang kuliah
hukum di Leiden mulai 1929. Mereka satu indekos dan patungan uang
makan untuk bertahan hidup. Lantaran Soendari tak begitu pandai
mengelola keuangan, Marialah yang mengatur uang belanja.
Seperti dikisahkan Gadis Rasyid dalam Maria Ullfah Subadio, Pembela
Kaumnya, Soendari kerap sarapan bersama di kamar Maria. Makan siang
dan makan malam mereka lakukan di kantin yang disediakan untuk
mahasiswa. Di hari libur, jika kampus dan kantin tutup, Soendari dan
Maria memilih untuk masak sendiri agar lebih hemat.
Lihat juga:
Pro dan Kontra Poligami
Semasa mahasiswa itulah Soendari bersama Artinah Samsoedin
menghadiri Kongres Wanita Internasional Melawan Perang Imperialis dan
Fasisme, Agustus 1934 di Paris. Harry A Poeze dalam Di Negeri Penjajah
menulis kongres itu diselenggarakan atas prakarsa kaum komunis.
Keikutsertaan Soendari dan Artinah atas ajakan Setiadjit dan Roesbandi.
Setelah lulus dari Leiden, Soendari kembali berkumpul dengan Maria.
https://historia.id/politik/articles/soendari-gigih-lawan-poligami-Dbe39
Page 2 of 3
Soendari Gigih Lawan Poligami - Historia
8/25/20, 21:51
Mereka tinggal di sebuah rumah kecil di Struiswijkstraat (kini Salemba
Tengah). Maria bertanggung jawab pada urusan uang belanja, sementara
Soendari mengurus kebersihan rumah.
“Setelah lulus, bekerja sejak 1934 sampai menikah tahun 1939. Setelah
menikah, ibu tidak lagi bekerja. Pada 1952 kemudian sekeluarga pindah ke
Belanda,” kata Solita Sarwono dan suaminya Santo Koesoebjono (anak
Soendari) pada Historia.
Soendari menikah dengan Koesoebjono. Menurut Solita, ayah mertuanya
tersebut mulanya bekerja sebagai mantri polisi (jabatan di bawah asisten
wedana), kemudian ia mendapat promosi menjadi asisten wedana dan
terakhir menjadi walikota Semarang. Selama di Semarang, sambung
Solita, Soendari bergabung dengan Perwari, organisasi penentang
poligami yang jauh lebih lantang dari Gerwani.
Kala suaminya diam-diam menjalin kasih dengan perempuan Belanda dan
tak bisa meninggalkannya, Soendari memilih pergi membubarkan
perkawinannya. Ia kembali ke Jakarta bersama kedua anaknya, Habimono
dan Indriya yang masih SD dan SMP. Soendari juga harus bekerja untuk
membiayai pendidikan anak-anaknya. Ia pun bekerja di Bank Rakyat
Indonesia di Jakarta dan mendirikan perpustakaan di bank tersebut. Bekal
pendidikan tingginya membuat Soendari mampu melanjutkan hidup
setelah perceraian.
“Setelah kembali ke Jakarta, Bu Soendari bekerja untuk men-support
anak-anaknya,” kata Solita.
* Tulisan ini diralat pada 14 Januari 2020 dengan tulisan
berjudul Empat Siti Soendari dalam Sejarah Kaum Putri*
https://historia.id/politik/articles/soendari-gigih-lawan-poligami-Dbe39
Page 3 of 3
Download