Uploaded by User62079

GAGAL GINJAL KRONIK

advertisement
ACUTE KIDNEY INJURY
PRA RENAL
Etiologi
1. Penurunan volume vascular  perdarahan, luka
bakar, muntah, diare
2. Kenairan kapasitas vascular  sepsis, ganglion
blockade, anafilaksis
3. Penurunan curah jantung  syok kardiogenik,
CHF, tamponade jantung, emboli paru, dll
Pathogenesis
Etiologi  penurunan perfusi renal  kenaikan sekresi
ADH, aldosterone  peningkatan reabsorbsi Na+ di
tubuli proksimal (tujuan : mencegah kehilangan volume
intravascular dengan mencegah kehilangan Na+ dan air
dalam urin)  penurunan volume urin
Manifestasi Klinis
Pemeriksaan lab
Darah : ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas
Urin : ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, berat jenis
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Albuminuria (-)
Oliguria (+++)
Berat jenis urin 1.020
Sedimen urin normal
Osmolaritas 400 mOsm/L
Ureum urin/ureum plasma 10
Na urin 20 mEq/L
Ureum/kreatinin plasma 10:1
Tatalaksana
Penyebab primer harus dikoreksi. Dapat diberikan manitol atau furosemide.
PENYAKIT GINJAL KRONIK (CHRONIC KIDNEY DISEASE)
Definisi
the presence of an abnormality of kidney structure or function (or both) present for at least 3 months. It
is classified by the degree of renal dysfunction, as measured by the estimated glomerular filtration rate
([eGFR] derived from serum creatinine using standard estimating equations) and by the presence or
absence of structural kidney abnormality or by other evidence of chronic kidney damage, particularly
albuminuria. (KDIGO, 2012)
Epidemiologi
Prevalensi PGK terus meningkat di banyak Negara. PGK merupakan penyebab kematian global tertinggi
ke-18 menurut the Global Burden of Disease Study 2010, dimana peringkatnya naik dari sebelumnya ke27 pada 1990. Di Negara berkembang, prevalensi PGK sedang-berat (stage G3-G5) diperkirakan sekitar
5-6%, bergantung pada persamaan yang digunakan untuk menghitung perkiraan GFR dari kreatinin
serum. Grafik prevalensi meningkat tajam seiring dengan usia dan penderita lebih banyak terdapat pada
Negara dengan pendapatan rendah dan etnis tertentu.
Faktor Resiko
Staging
Etiologi PGK
Etiologi PGK penting karena memengaruhi manifestasi klinisnya (membantu diagnosis) serta akan
membantu memperkirakan perjalanan klinis pasien.
Faktor-faktor pemburuk yang dapat diperbaiki pada pasien PGK
1.
2.
3.
4.
Infeksi traktus urinarius
Obstruksi traktus urinarius
Hipertensi
Gangguan perfusi ginjal  gagal jantung, dehidrasi, tamponade jantung, obstruksi arteri/vena
renalis akibat emboli atau thrombosis
5. Gangguan elektrolit
6. Pemekaian obat-obatan neftrotoksik
Manifestasi Klinis PGK
Sistem GI
1. Anoreksia, nausea, vomitus yang berhubungan dengan gangguan metabolisme protein dalam
intestine, terbentuknya Zat-zat toksik akibat metabolisme bakteri usus; ammonia, metil guanine,
serta sembabnya mukosa usus.
2. Foetor uremik  ureum berlebih dalam saliva diubah oleh bakteri menjadi ammonia sehingga
nafas berbau ammonia. Akibat lain yang timbul adalah stomatitis dan parotitis.
3. Gastritis erosive, ulkus peptikum, colitis uremik
Kulit
1.
2.
3.
4.
5.
Pucat  anemia
Berwarna kekuning-kuningan  penumpukan urokrom
Gatal-gatal dengan ekskoriasi  penumpukan kalsium pada pori-pori dan akibat toksin uremik
Ekimosis  gangguan hematologic
Urea frost  kristalisasi urea pada keringat (lebih jarang dijumpai)
Sistem hematologic
1. Anemia normokrom, normositer  berkurangnya produksi EPO, hemolysis akibat
memendeknya umur eritrosit dalam suasana uremia toksik, defisiensi besi, folat, kurangnya
nafsu makan, perdarahan pada saluran cerna, fibrosis sumsum tulang akibat hiperparotidisme
sekunder.
2. Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia  masa perdarahan memanjang, perdarahan
akibat agregasi dan adhesi trombosit yang berkurang serta menurunnya faktor trombosit III dan
ADP
3. Gangguan fungsi leukosit  hipersegmentasi leukosit, fagositosis dan kemotaksis berkurang
fungsinya sehingga rentan terhadap infeksi, penurunan fungsi limfosit sehingga imunitas ikut
menurun.
Sistem saraf dan muscular
1. Restless leg syndrome (rasa pegal pada tungkai bawah dan selalu menggerak-gerakkan kaki)
2. Burning feet syndrome (rasa kesemutan dan rasa terbakar terutama di telapak kaki)
3. Ensefalopati metabolic (fatigue, susah tidur, gangguan konsentrasi, tremor, asteriksis,
mioklonus, kejang)
4. Myopati (kelemahan dan hipotrofi otot terutama otot-otot ekstremitas proksimal)
Sistem CVD
1. Hipertensi  penimbunan cairan dan natrium, peningkatan aktivitas sistem RAAS
2. Nyeri dada dan sesak napas  pericarditis, efusi pericardial, PJK, HF akibat penimbunan cairan
dan HT
3. Gangguan irama  gangguan elektrolit, ateroskeloris
4. Edema  penimbunan cairan
Sistem endokrin
1. Libido, fertilitas, ereksi menurun pada lelaki  produksi testosterone dan spermatogenesis
menurun
2. Gangguan menstruasi, gangguan ovulasi, amenorea
3. Gangguan toleransi glukosa
4. Gangguan metabolisme lemak
5. Gangguan metabolisme vitamin D
Gangguan sistem lain
1. Elektrolit = hipokalsemia, hiperfosfatemia, hyperkalemia
2. Tulang = osteodistrofi renal
3. Asam basa = asidosis metabolic akibat penimbunan asam organic sebagai hasil metabolisme
Pemeriksaan Laboratorium
1. Secara laboratorik PGK dinilai dari TKK (tes klirens kreatinin) karena nilai ini dianggap mendekati
nilai LFG (laju filtrasi glomerulus).
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Penilaian TKK membutuhkan pengukuran kadar kreatinin urin dalam 24 jam sehingga rawan
terjadi kesalahan perhitungan, baik akibat penampungan, cara pemeriksaan, maupun cara
perhitungannya. Maka dari itu, untuk menghindari hal tersebut perhitungan TKK harus
disesuaikan dengan nomogram atas dasar pemeriksaan kreatinin darah, BB, dan usia pasien 
nomogram Siersback-Nielsen.
Pemeriksaan TKK TIDAK RUTIN.
Alternatifnya adalah pengukuran kreatinin serum untuk mengukur faal glomerulus. Bila kreatinin
serum meningkat artinya pengeluaran kreatinin oleh glomerulus berkurang. Namun, harus
diperhatikan kondisi dimana kreatinin serum meningkat pada penyakit otot dan
hipermetabolisme. Nilai kreatinin serum sebaiknya dikatikan dengan usia, jenis kelamin, dan BB
(menggambarkan massa otot). Penilaian TKK dapat dirumuskan :
(140 − 𝑢𝑠𝑖𝑎) 𝑥 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝐾𝑔)
𝑇𝐾𝐾 (𝑙𝑒𝑙𝑎𝑘𝑖) =
𝑚𝑔
72 𝑥 𝐾𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛 𝑠𝑒𝑟𝑢𝑚 ( )
𝑑𝐿
*Pada wanita hasil dikali 0.85.
BUN  harus diingat pengolahan ureum dalam ginjal dipengaruhi tubulus, produksi ureum juga
dipengaruhi oleh faal hati, absorpsi protein dari usus, dan perdarahan saluran cerna.
Asam urat  meskipun dapat meningkat secara sekunder akibat PGK, tetapi dapat juga
meningkat karena gout yang dapat menyebabkan nefropati dan batu saluran kemih.
BAG  menentukan ada tidaknya asidosis metabolic dan derajatnya.
Laju endap darah  pada PGK meningkat dan dapat diperberat oleh anemia dan
hipoalbuminemia.
Darah rutin  melihat ada tidaknya anemia dan harus ditetapkan pula anemia hanya berasal
dari PGK.
Pemeriksaan hemostasis  hanya diperlukan bila ada tanda-tanda perdarahan secara klinis.
Pemeriksaan elektrolit  menilai kemungkinan gangguan elektrolit, misalnya hiponatremia.
kegawatan PGK dilihat dari kadar Kalium serum (hyperkalemia, terjadi pada PGK lanjut dengan
TKK < 5 ml/menit). Hipokalsemia jarang menimbulkan kegawatan kecuali stadium terminal.
Pemeriksaan magnesium penting bila ada gejala neuropati.
Pemeriksaan protein serum dan albumin  menentukan diet yang tepat.
Lipid serum  aterosklerosis dan arteriosclerosis sering timbul dini pada PGK, selain itu
trigliserida kadang dapat meningkat karena kandungan asetat pada cairan dialysis.
11. Glukosa darah  gangguan metabolisme karbohidrat dapat terjadi pada PGK sehingga perlu
dievaluasi juga.
Pemeriksaan Penunjang
1. BNO/KUB/foto polos abdomen  menilai bentuk dan ukuran ginjal dan apakah ada obstruksi
atau batu di traktus urinarius. Pada penderita gagal ginjal sebaiknya dilakukan tanpa puasa
karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal
2. IVP tidak dilakukan karena kadar kreatinin tidak normal (kontraindikasi).
3. USG  menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim ginjal,
anatomi sistem pelvikokalises dan ureter proksimal, vesica urinaria, serta prostat.
4. CT scan  menilai besar dan bentuk ginjal, anatomi jaringan sekitar ginjal, melihat letak
obstruksi dengan lebih tepat.
5. EKG  melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda pericarditis, aritmia, gangguan
elektrolit.
6. Radiologi jantung  mencari kemungkinan adanya kardiomegali, efusi pericardial.
7. Radiologi tulang  mencari kemungkinan adanya osteodistrofi terutama pada phalanx
8. Radiologi paru  mencari kemungkinan uremic lung
Kriteria Diagnostik PGK (ditegakkan secara faal dengan tingkatannya dan juga etiologinya)
Mendeteksi Proteinuria
Dipstick test = kurang sensitive mendeteksi protein selain albumin dan tidak bisa digunakan untuk
mengukur jumlah protein dalam urin.
ACR (albumin:creatinine ratio) = sensitivitas lebih tinggi daripada PCR (protein:creatinine ratio) untuk
konsentrasi protein yang sedikit dalam urin.
KDIGO recommends ACR as the investigation of choice and a single early morning urine sample
adequate to identify proteinuria.
Mengonfirmasi Penurunan GFR
The NICE guidelines recommend “Confirm an eGFR result of <60 mL/min/1.73 m2 in a person not
previously tested by repeating the test within 2 weeks”
The most recent NICE guidelines make further refinements to the eGFR/ACR diagnosis of CKD
recommended by KDIGO.5,34,57 These include the targeted use of cystatin C in people who are considered
“borderline” CKD (ie, people with a creatinine-based eGFR 45–59 mL/min/1.73 m2 but no evidence of
proteinuria).
NICE Clinical Guidelines 182 . Chronic Kidney Disease: Early Identification and Management of Chronic
Kidney Disease in Adults in Primary and Secondary Care. London: National Institute of Health and Care
Excellence; 2014
Tatalaksana
Kontrol Tekanan Darah
Pemberian RAAS inhibitor (ACEI, ARB, direct renin inh, AA) untuk mengurangi proteinuria.
Fraser SD, Blakeman T; Chronic kidney disease: identification and management in primary care. Pragmat
Obs Res. 2016 Aug 177:21-32. eCollection 2016.
Fraser, S. D., & Blakeman, T. (2016). Chronic kidney disease: identification and management in primary
care. Pragmatic and observational research, 7, 21–32. https://doi.org/10.2147/POR.S97310
GAGAL GINJAL KRONIK EKSASERBASI AKUT (ACUTE-ON-CHRONIC KIDNEY DISEASE)
DEFINISI
Seseorang dengan CKD yang mengalami penurunan faal ginjal secara tiba-tiba disebut dengan Acute-onChronic Renal Failure (ACRF). Kasus ACRF memerlukan penanganan dan yang cepat, diagnosis yang
tepat, dan manajemen yang tepat untuk mencegah penurunan fungsi ginjal semakin cepat hingga
irreversible. Penderita CKD memiliki kemungkinan lebih tinggi terkena AKI (acute kidney injury).
Perlu diperhatikan bahwa pasien dapat datang bahkan tanpa pengetahuan sebelumnya bahwa ia
mengidap CKD.
Etiologi ACRF
1. Infeksi sistemik; infeksi saluran kemih
2. Penggunaan obat-obatan; diuretic, ACE inhibitor, NSAID
3. Hipoperfusi renal  diuretic, dehidrasi, gagal jantung, tamponade pericardial, diseksi aorta,
renal vascular disease.
4. Obstruksi saluran kemih
5. Retensi urin  akibat kompresi medulla spinalis, neurogenic bladder, atau thrombosis vena
renalis (terutama pada pasien dengan sindrom nefrotik)
6. Diabetic ketoacidosis
7. Hiperkalsemia, hiperuricemia
8. Progresi penyakit yang diderita; hipertensi, kekambuhan glomerulonephritis
9. Pada akhir kehamilan atau setelah persalinan pada pasien dengan pre-eclampsia, eclampsia,
reflux nephropathy.
DD
1. Peningkatan urea dapat juga disebabkan akibat penurunan volume intravascular, diuretic, CHF,
perdarahan gastrointestinal, penggunaan kortikosteroid dan tetrasiklin
2. Peningkatan kreatinin dapat juga disebabkan akibat kerusakan otot (rhabdomyolisis) dan
penurunan sekresi tubular ginjal akibat penggunaan cimetidine, trimethoprim, cefoxitin,
flucytosine. Selain itu, konsumsi daging yang dimasak atau olahraga yang berat juga dapat
meningkatkan serum kreatinin secara pesat namun sementara.
Pencegahan
1.
2.
3.
4.
Monitoring GFR dan elektrolit secara regulars
Tatalaksana dini yang efektif pada episode AKI
Penghindaran konsumsi NSAID
Hindari penggunaan enema berbasis fosfor dan kontras ionik
Download