BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obsessive Compulsive Disorder (OCD) merupakan gejala obsesi atau kompulsi berulang yang cukup berat hingga menimbulkan gangguan yang jelas pada penderitanya. Pasien dengan OCD dapat memiliki obsesi atau kompulsi atau keduanya. Pada dasarnya setiap orang pernah memiliki pemikiran yang negatif atau mengganggu. Dari suatu studi ditemukan bahwa 84% orang normal melaporkan pernah memiliki pemikiran-pemikiran yang terus berulang dan mengganggu. Seseorang akan mudah memunculkan pemikiranpemikiran yang negatif dan juga perilaku-perilaku yang kakudan berulang ketika mereka mengalami distress. Yang membedakan dengan orang yang mengalami gangguan obsesif kompulsif adalah bahwa orang-orang yang normal akan mampu menghentikan pemikiranpemikiran negatif tersebut sehingga tidak sampai mengganggu dirinya, sedangkan penderita gangguan obsesif kompulsif tidaklah demikian.1 Gangguan obsesif kompulsif mencakup pola obsesi atau kompulsi yang berulangulang, atau kombinasi keduanya. Obsesi adalah pikiran-pikiran yang persisten dan mengganggu, yang menimbulkan kecemasan dan di luar kemampuan individu untuk mengendalikannya. Kompulsi adalah dorongan-dorongan yng tidak bisa ditolak untuk melakukan tingkah laku tertentu secara berulang seperti mandi berulang-ulang, mencuci tangan berulang-ulang, dan sebagainya.1,2 Jumlah penderita gangguan obsesif kompulsif disuatu populasi atau masyarakat tidaklah besar. Dibanding gangguan kecemasan lain misalnya fobia sosial, fobia spesifik, dan gangguan kecemasan menyeluruh, prevalensinya relatif lebih kecil, yaitu 2% sampai 3%. Meskipun jumlahnya relatif kecil dalam suatu masyarakat, namun bukan berarti kondisi tersebut dapat diabaikan. Peneliti memperkirakan bahwa gangguan ini ditemukan pada sebanyak 10% pasien rawat jalan di klinik psikiatri. Gambaran ini membuat OCD menjadi diagnosis psikiatri keempat terbanyak setelah fobia, gangguan terkait zat, dan gangguan depresi berat.1,2 Diantara orang dewasa, laki-laki dan perempuan sama-sama cenderung terkena, tetapi diantara remaja, laki-laki lebih lazim terkena daripada perempuan. Usia rata-rata 5 awitan sekitar 20 tahun, walaupun laki-laki memiliki usia awitan sedikit lebih awal daripada perempuan. Orang dengan OCD lazim terkena gangguan jiwa lain. Prevalensi gangguan seumur hidup depesif mayor pada orang dengan OCD sekitar 67% dan untuk fobia sosial sekitar 25%. Diagnosis psikiatri komorbid yang lazim lainnya pada pasien dengan OCD adalah gangguan penggunaan alkohol, gangguan makan, dan gangguan kepribadian. Insiden gangguan Tourette pada pasien dengan OCD adalah 5 hingga 7 persen, dan 20 hingga 30 persen pasien OCD memiliki riwayat tik.1,2,3 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Obsesi adalah pikiran, perasaan, gagasan, atau sensasi yang berulang dan mengganggu. Berlawanan dengan obsesi yang merupakan peristiwa mental. Kompulsi adalah suatu perilaku yang disadari, standar dan berulang, seperti menghitung, memeriksa atau menghindar. Pasien dengan OCD menyadari ketidakrasionalan obsesi dan merasakan obsesi serta kompulsi sebagai ego-distonik.1,2 Gangguan obsesif-kompulsif (GOK) merupakan salah satu kelompok gangguan ansietas yang ditandai oleh adanya obsesi atau kompulsi yang berulang, yang paling sedikit 1 jam sehari, dan menyebabkan penderitaan yang jelas atau gangguan sosial dan pekerjaan. Gangguan Obsesif-kompulsif (Obsessive-Compulsive Disorder, OCD) adalah kondisi dimana individu tidak mampu mengontrol dari pikiran-pikirannya yang menjadi obsesi yang sebenarnya tidak diharapkannya dan mengulang beberapa kali perbuatan tertentu untuk dapat mengontrol pikirannya tersebut untuk menurunkan tingkat kecemasannya. Gangguan obsesifkompulsif merupakan gangguan kecemasan dimana dalam kehidupan individu didominasi oleh repetatif pikiran-pikiran (obsesi) yang ditindaklanjuti dengan perbuatan secara berulangulang (kompulsi) untuk menurunkan kecemasannya.1 Penderita gangguan ini mungkin telah berusaha untuk melawan pikiran-pikiran mengganggu tersebut yang timbul secara berulang-ulang akan tetapi tidak mampu menahan dorongan melakukan tindakan berulang untuk memastikan segala sesuatunya baik-baik saja.1 Gejala obsesif kompulsif ini juga termanifestasi sekunder pada penderita skizofrenia, sindroma Tourette, fobia, depresi dan gangguan mental organik. Rentang usia dewasa muda, atau sekitar 20-35 tahun adalah rentang usia tersering dimana gangguan ini ditemukan, di atas usia 35 tahun persentasenya kurang dari 15% dan dibawah usia 20 tahun sangat jarang ditemukan.2 2.2 Etiologi dan Patofisiologi Penyebabnya tidak diketahui. Gangguan obsesif-kompulsif tidak ada kaitan dengan bentuk karakteristik kepribadian seseorang, pada individu yang memiliki kepribadian obsesif7 kompulsif cenderung untuk bangga dengan ketelitian, kerapian dan perhatian terhadap hal-hal kecil, sebaliknya pada gangguan obsesif-kompulsif, individu merasa tertekan dengan kemunculan perilakunya yang tidak dapat dikontrol. Mereka merasa malu bila perilakuperilaku tersebut dipertanyakan oleh orang yang melihatnya karena melakukan pekerjaan yang secara berulang-ulang. Mereka berusaha mati-matian untuk menghilangkan kebiasaan tersebut.1 Penyebab Obsesif Kompulsif adalah : 1- 4 1. Genetik - (Keturunan). Mereka yang mempunyai anggota keluarga yang mempunyai sejarah penyakit ini kemungkinan berisiko mengalami OCD (Obsesif Compulsive Disorder). 2. Organik– Masalah organik seperti terjadi masalah neurologi dibagian - bagian tertentu otak juga merupakan satu faktor bagi OCD. Kelainan saraf seperti yang disebabkan oleh meningitis dan ensefalitis juga adalah salah satu penyebab OCD. 3. Kepribadian- Mereka yang mempunyai kepribadian obsesif lebih cenderung mendapat gangguan OCD. Ciri-ciri mereka yang memiliki kepribadian ini ialah seperti keterlaluan mementingkan aspek kebersihan, seseorang yang terlalu patuh pada peraturan, cerewet, sulit bekerja sama dan tidak mudah mengalah. 4. Pengalaman masa lalu- Pengalaman masa lalu/lampau juga mudah mencorakkan cara seseorang menangani masalah di antaranya dengan menunjukkan gejala OCD. 5. Gangguan obsesif-kompulsif erat kaitan dengan depresi atau riwayat kecemasan sebelumnya. Beberapa gejala penderita obsesif-kompulsif seringkali juga menunjukkan 6. Konflik- Mereka yang mengalami gangguan ini biasanya menghadapi konflik jiwa yang berasal dari masalah hidup. Contohnya hubungan antara suami-istri, di tempat kerja, keyakinan diri. Gangguan obsesif-kompulsif erat kaitan dengan depresi, atau riwayat kecemasan sebelumnya. Beberapa gejala penderita obsesif-kompulsif seringkali juga menunjukkan gejala yang mirip dengan depresi.1 Banyak studi yang masih membahas mengenai penyebab timbulnya OCD. Disebutkan bahwa OCD dapat disebabkan oleh banyak faktor, beberapa hal tersebut diantaranya :1,3 2.2.1 Faktor Biologis Terjadinya gangguan obsesif kompulsif diasosiasikan dengan ensefalitis, cedera kepala dan tumor otak. Dua area otak yang dapat terpengaruh oleh trauma semacam itu adalah lobus frontalis dan ganglia basalis, serangkaian nuklei sub-kortikal termasuk caudate, putamen, globus pallidus dan amigdala. Studi menunjukkan peningkatan aktivasi pada lobus frontalis pasien OCD mencerminkan kekhawatiran yang berlebihan terhadap pikiran mereka sendiri. 8 Ganglia basalis, suatu sistem yang berhubungan dengan pengendalian perilaku motorik disebabkan oleh relevansinya dengan kompulsi dan hubungan antara OCD dan sindrom Tourette. Aliran darah di otak meningkat pada daerah frontalis dan ke beberapa ganglia basalis. Penderita OCD juga ditemukan memiliki putamen yang lebih kecil. OCD juga dikaitkan dengan tingkat serotonin yang rendah atau berkurangnya jumlah reseptor. Selain itu genetik juga berkontribusi pada OCD. Tingkat kejadian gangguan anxietas yang tinggi muncul pada kerabat tingkat pertama pasien dengan OCD dibandingkan pada kerabat kelompok kontrol. a. Neurotransmitter 1. Sistem Serotonergik Salah satu penjelasan yang mungkin tentang gangguan obsesif-kompulsif adalah keterlibatan neurotransmitter di otak, khususnya kurangnya jumlah serotonin. Banyak percobaan obat klinis yang telah dilakukan menyokong hipotesis bahwa disregulasi serotonin terlibat di dalam pembentukan gejala obsesi dan kompulsi pada gangguan ini. Data menunjukkan bahwa obat serotonergik lebih efektif daripada obat yng mempengaruhi sistem neurotransmitter lain tetapi tidak jelas apakah serotonin terlibat sebagai penyebab OCD. Fungsi serotonin di otak ditentukan oleh lokasi sistem proyeksinya. Proyeksi pada frontal diperlukan untuk pengaturan mood, proyeksi pada ganglia basalis berperan pada gangguan obsesif kompulsi. 2. Sistem Noradrenergik Baru-baru ini lebih sedikit bukti yang ada untuk disfungsi sistem noradrenergik pada OCD. Laporan yang tidak resmi menunjukkan sejumlah perbaikan gejala OCD dengn klonidin oral. 3. Neuroimunologi Terdapat hubungan positif antar infeksi streptokokus dengan OCD. Infeksi Streptokokus grup A beta-hemolitik dapat mnyebabkan demam reumatik dan sekitar 10 hingga 30 persen pasien mengalami chorea Sydenham dan menunjukkan gejala OCD. Awwitan infeksi biasanya terjadi pada usia sekitar 8 tahun untuk menimbulkan gejala sisa itu. Keadaan ini disebut Pediatric Autoimmune Neuropsychiatric Disorder Associated With Streptococcal Infection (PANDAS) 4. Studi Pencitraan Otak Berbagai studi pencitraan otak fungsional, contohnya Positron Emission Tomography (PET) menunjukkan peningkatan aktivitas (metabolisme dan aliran 9 darah) di lobus frontalis, ganglia basalis (terutama lobus kaudatus) dan cingulum pada pasien OCD. Terapi farmakologis dan perilaku dilaporkan dapat memperbaiki abnormalitas tersebut. Studi Computed Tomography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) menemukan berkurangnya ukuran kaudatus bilateral pada pasien dengan OCD. Prosedur neurologis yang melibatkan cingulum kadang-kadang efekttif di dlam terapi pasien dengan OCD. 5. Genetik Dari studi didapatkan pada psien OCD menunjukkan 35 persen kerabat keluarga tingkat pertama yang mengalami OCD juga mempunyai gejala seperti hal tersebut. Namun, data-data yang ada belum dapa menjelaskan pengaruh budaya dan tingkah laku terhadap transmisi gangguan OCD. 10 2.2.2 Faktor Perilaku3 Menurut ahli teori pembeljaran obsesi timbul sebagai respon dari adanya rasa takut dan kecemasan, kemudian menjadi suatu stimulus yang dibiasakan dan mencetuskan ansietas dan ketidaknyamanan. Kompulsi terbentuk dari cara yang berbeda, ketika seseorang menemukan bahwa suatu tindakan tertentu dapat mengurangi ansietas yang melekat dengan pikiran obsesinya, ia akan mengembangkan strategi tersbut sebagai bentuk penghindaran aktif berupa kompulsif atau perilaku ritualistic untuk mengendalikan ansietas tersebut. Secara bertahap, karena ansietasnya berkurang maka strategi penghindaran yang dilakukan itu menjadi suatu pola yang terfiksasi seperti pola perilaku kompulsif. Teori pembelajaran memberikan konsep yang berguna untuk menjelaskan aspek tertentu fenomena obsesif kompulsif ini. Teori ini menganggap bahwa kompulsi adalah perilaku yang dipelajari dan dkuatkan oleh reduksi rasa takut (Meyer & Chesser 1970). Contohnya mencuci tangan secara kompulsif dipandang sebagai respon pelarian yang mengurangi kekhawatiran obsesional dan ketakutan terhadap kontaminasi dari kotoran dan kuman. Tindakan kompulsif sering munculkarena stimuli yang menimbulkn kecemasan sulit disadari. Penderrita sangat sulit mengetahui kapan kuman akan muncul atau dapat dihilangkan oleh pembersihan. Pemikiran lain menyebutkan bahwa pengecekan secra kompulsif disebabkan oleh defisit memori. Ketidakmampuan untuk mengingat suatu tindakan secara akurat (seperti mematikan kompor) atau membedakan antara perilaku aktual dan perilaku yang dibayangkan, dapat menyebabkan seseorang berulang kali melakukan pengecekan. Namun sebagian besar studi menemukan bahwa penderita OCD tidak menunjukkan defisit memori. Obsesi pasien penderita OCD biasanya membuat mereka cemas. Sebagian besar orang kadang-kadang memiliki pemikiran yang tidak diinginkan yang memiliki kesamaan isi dengan obsesi. Pemikiran yang tidak menyenangkan ini bertambah ketika seseorang berada dalam kondisi stress. Individu nrmal dapat menoleransi atau menghapus kognisi tersebut, tetapi bagi penderita OCD, pikiran OCD ini dapat dipicu oleh keyakinan bahwa memikirkan tetang kejadian yang berpotensial tidak meyenangkan membuat kejadian tersebut lebih besar kemungkinan untuk benar-benar terjadi. Selain itu mereka juga kesulitan untuk mengabaikan stimuli yang berkontribusi pada berbagai kesulitan mereka. Penderita OCD secara aktif menekan pikiran mengganggu, namun seringkali dengan konsekuensi yang tidak mengenakkan. Upaya untuk menekan pikiran yang tidak menyenangkan biasanya berhubungan dengan kondisi emosional intens menyebabkan hubungan kuat antara pikiran yang dditekan dan emosi. Setelah melakukan banyak upaya untuk menekan suatu emosi kuat dapat memicu pikiran tersebut untuk kembali, disertai 11 peninkatan mood negatif. Akibatnya kecemasan pun meningkat. OCD didorong kebutuhan yang tidak masuk akal untuk merasa kompeten, bahkan sempurna. Jika tidak demikian, orang yang bersangkutan merasa tidak berharga. 2.2.3 Faktor Psikososial 1,2,3 1. Faktor Kepribadian OCD berbeda dengan gangguan kepribadian obsesif kompulsi. Sebagian besra orang dengan OCD tidak memiliki gejala kompulsif premorbid, dan ciri kepribadian seperti itu hanya sekitar 15-35 persen pasien OCD memiliki ciri obsesional premorbid. 2. Faktor Psikodinamik Menurut Freud, gangguan obsesif-kompulsif bisa disebabkan karena regresi dari fase anal dalam perkembangannya. Mekanisme pertahanan psikologis mungkin mempunyai peran pada beberapa manifestasi pada gangguan obsesif-kompulsif. Menurut teori Psikoanalisa, obsesi dan kompulsidisebabkan oleh dorongan instingtual, seksual, atau agresi yang tidak dapat dikendalikan karena toilet trainning yang begitu keras. Hal ini karena terfiksasi pada masa anal. Simptom yang muncul mencerminkan hasil perjuangan antara id dan mekanisme pertahanan (defense mechanism). Kadang-kadang insting agresi id mendominasi, kadang pula defense mechanism yang mendominasi. Contohnya, ketika pikiran obsesif membunuh seseorang muncul, saat itulah dorongan id yang mendominasi. Sedangkan saat seseorang terfiksasi pada tahap anal melalui formasi reaksi, menahan dorongan untuk kotor dan secara kompulsif menjdi rapi, bersih dan teratur. Sedangkan Alfred Adler memandang gangguan obsesif kompulsif sebagai akibat dari rasa tidak kompeten. Ketika anak tidak terdorong untuk mengembangkan perasaan kompeten oleh orang tua (karena orang tua sangat dominan atau memanjakan), maka anak akan mengalami kompleks inferioritas dan secara tidak sadar melakukan ritual kompulsif untuk menciptakan wilayah dimana anak dapat menggunakan kendali dan merasa terampil. 2.3 Manifestasi Klinis Obsesif Kompulsif Obsesi dan kompulsi memiliki ciri tertentu yang sama, suatu gagasan atau impuls yang masuk ke dalam kesadaran seseorang ssecara menetap dan paksa. Perasaan takut akan cemas menyertai manifestasi utama dan sering menyebabkan orang mengambil tindakan balasan terhadap gagasan atau impuls awal. Obsesi yang umum bisa berupa kegelisahan mengenai 12 pencemaran, keraguan, kehilangan, dan penyerangan. Penderita merasa terdorong untuk melakukan tindakan berulang, dengan maksud tertentu dan disengaja. Pekerjaan berulang tersebut, seperti mencuci tangan berulang-ulang atau memeriksa pintu berulang-ulang untuk memastikan bahwa pintu berulan-ulang untuk memastikan bahwa pintu sudah dikunci, dan lain-lain.1-4 Tidak peduli sedemikian kuat dan memaksanya obsesi atau kompulsi, orang tersebut biasanya mengenali sebagai suatu yang aneh dan tidak rasional. Orang yang menderita krena obsesi dan kompulsi biasanya merasakan keinginan yang kuat untuk menahannya. Meskipun demikian, sekitar separuh dari semua pasien memberikan sedikit tahanan terhadap kompulsi walaupun sekitar 80% pasien yakin bahwa kompulsi itu tidak rasional. Kadang-kadang pasien terlalu menilai lebih obsesi dan kompulsi. Contohnya seorang pasien dapat memaksa bahwa kebersihan kompulsif secara moral adalah benar walaupun ia dapat kehilangan pekerjaan karena waktu yang dihabiskan untuk membersihkan.1,2 Tampilan obsesi dan kompulsi heterogen pada orang dewasa dan anak serta remaja. Gejala seorang pasien dapat tumpang tindih dan berubah seiring waktu tetapi OCD memiliki empat pola gejala utama.2 a. Kontaminasi Pola yang paling lazim ditemukan adalah obsesi terhadap kontaminasi, diikuti kegiatan mencuci atau disertai penghindaran kompulsif objek yang diduga terkontaminasi. Pasien dengan obsesi kontaminasi biasanyayakin bahwa kontaminasi disebarkan dari objek ke objek atau dari orang ke orang bahkan melalui kontak terkecil. b. Keraguan Patologis Obsesi ini sering melibatkan suatu bahaya kekerasan (seperti lupa mematikan kompor atau tidak mengunci pintu). Pasien memiliki obsesi keraguan akan diri sendiri dan selalu merasa bersalah karena lupa atau melakukan sesuatu. c. Pikiran yang mengganggu Obsesi seperti ini biasanya merupakan pikiran berulang mengenai tindakan seksual atau agresif yang tercel bagi pasien. Pasien yang terobsesi dengan pikiran tindakan agresif atau seksual dapat melaporkan dirinya sendiri ke polisi. 13 d. Simetri Obsesi yang temanya kebutuhan untuk simetri, ketepatan sehingga bertindak lamban, misalnya makan bisa memerlukan waktu berjam-jam untuk melakukan suatu kegiatan. Pola yang lain : Obsesi religius dan kompulsi menumpuk sesuatu yang lazim ditemukan pada pasien dengan OCD. Trokotilomania (kompulsi menarik-narik rambut) dan menggigit kuku dapat merupakan kompulsi yang terkit dengan OCD. Gejala dari Obsesif Kompulsif ditandai dengan pengulangan (repetatif) pikiran dan tindakan sedikitnya 4 kali untuk satu kompulsi dalam sehari dan berlangsung selama 1 sampai 2 minggu selanjutnya. Gejala utama obsesi-kompulsif harus memenuhi kriteria sebagai berikut:1 1. Perilaku dan pikiran yang muncul tersebut disadari sepenuhnya oleh individu atau didasarkan pada impuls dalam dirinya sendiri. Individu juga menyadari bahwa perilakunya itu tidak rasional, namun tetap dilakukan untuk mengurangi kecemasan. 2. Beberapa perilaku yang muncul disadari oleh individu dan berusaha melawan kebiasaan dan pikiran-pikiran rasa cemas tersebut sekuat tenaga, namun tidak berhasil. 3. Pikiran dan tindakan tersebut tidak memberikan perasaan lega, rasa puas atau kesenangan, melainkan disebabkan oleh rasa khawatir secara berlebihan dan mengurangi stres yang dirasakannya. 4. Obsesi (pikiran) dan kompulsi (perilaku) sifatnya berulang-ulang secara terus-menerus dalam beberapa kali setiap harinya. 5. Obsesi dan kompulsi menyebabkan terjadinya tekanan dalam diri penderita dan menghabiskan waktu (lebih dari satu jam sehari) atau secara signifikan mengganggu fungsi normal seseorang, atau kegiatan sosial atau suatu hubungan dengan orang lain. 6. Penderita merasa terdorong untuk melakukan ritual, yaitu tindakan berulang seperti mencuci tangan & melakukan pengecekan dengan maksud tertentu. BERBAGAI PERILAKU GANGGUAN YAN SERING TERJADI : 1-5 Membersihkan atau mencuci tangan Memeriksa atau mengecek Menyusun Mengkoleksi atau menimbun barang Menghitung atau mengulang pikiran yang selalu muncul (obsesif) Takut terkontaminasi penyakit/kuman 14 Takut membahayakan orang lain Takut salah Takut dianggap tidak sopan Perlu ketepatan atau simetri Bingung atau keraguan yang berlebihan. Mengulang berhitung berkali-kali (cemas akan kesalahan pada urutan bilangan) Individu yang mengalami gangguan obsesif-kompulsif kadang memilki pikiran intrusif tanpa tindakan repetatif yang jelas akan tetapi sebagian besar penderita menunjukkan perilaku kompulsif sebagai bentuk lanjutan dari pikiran-pikiran negatif sebelumnya yang muncul secara berulang, seperti ketakutan terinfeksi kuman, penderita gangguan obsesifkompulsif sering mencuci tangan (washer) dan perilaku umum lainnya seperti diatas.1,2 2.4 Penegakan Diagnosis Diagnosis Gangguan obsesif kompulsif berdasarkan PPDGJ-III5 F42 GANGGUAN OBSESIF-KOMPULSIF Pedoman Diagnostik Untuk menegakan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya dua minggu berturutturut. Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu aktivitas penderita. Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut : a) Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri. b) Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita; c) Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut diatas bukan merupakan hal yang memberi kepuasan atau kesenangan ( sekedar perasaan lega dari ketenangan atau ansietas, tidak dianggap sebagai kesenangan seperti yang dimaksud diatas); d) Gagasan, bayangan pikiran, atau implus tersebut harus merupakan pengulangan yang tidak menyenangkan (unpleasantly repetitive). Ada kaitan erat antara gejala obsesi, terutama pikiran obsesi, dengan depresi. Penderita gangguan obsesif kompulsif seringkali juga menunjukan gejala depresif, 15 dan sebaliknya penderita gangguan depresi berulang (F33.-) dapat menunjukan pikiran-pikiran obsesif selama episode depresif-nya. Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau menurunnya gejala depresif umumnya dibarengi secara paralel dengan perubahan gejala obsesif. Bila terjadi episode akut dari gangguan tersebut, maka diagnosis diutamakan dari gejala-gejala yang timbul lebih dahulu. Diagnosis obsesif-kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada gangguan depresif pada saat gejala obsesif kompulsif tersebut timbul. Bila dari keduanya tidak ada yang menonjol, maka lebih baik menganggap depresi sebagai diagnosis yang primer. Pada gangguan menahun, maka prioritas diberikan pada gejala yang paling bertahan saat gejala yang lain menghilang. Gejala obsesif “sekunder” yang terjadi pada gangguan skizofrenia, sindroma Tourette, atau gangguan mental organik, harus dianggap sebagai bagian dari kondisi tersebut. F42.0 Predominan pikiran obsesif atau pengulangan Pedoman Diagnostik Keadaan ini dapat dapat berupa : gagasan, bayangan pikiran, atau implus (dorongan perbuatan), yang sifatnya menganggu (ego klien). Meskipun isi pikiran tersebut berbeda-beda, umumnya hampir selalu menyebabkan penderitaan (distress). F.42.1 Predominan tindakan kompulsif ( Obsessional Rituals) Pedoman Diagnostik Umumnya tindakan kompulsif berkaitan dengan kebersihan(khususnya mencuci tangan),memeriksa berulang untuk menyakinkan bahwa suatu situasi yang dianggap berpotensi bahaya tidak terjadi,atau masalah kerapian dan keteraturan. Hal tersebut dilatarbelakangi perasaan takut terhadap bahaya yang mengancam dirinya atau yang bersumber dari dirinya,dan tindakan ritual tersebut merupakan ikhtiar simbolik dan tidak efektif untuk menghindari dari bahaya tersebut. Tindakan ritual kompulsif tersebut menyita banyak waktu sampai beberapa jam dalam sehari dan kadang-kadang berkaitan dengan ketidakmampuan mengambil keputusan dan kelambanan. 16 F.42.2 Campuran pikiran dan tindakan obsesif Pedoman diagnosa Kebanyakan dari penderita obsesif-kompulsif memperlihatkan pikiran obsesif serta tindakan kompulsif. Diagnosis ini digunakan bilamana kedua hal tersebut sama-sama menonjol,yang umumnya memang demikian. Apabila salah satu memang jelas lebih dominan,sebaiknya di nyatakan dalam diagnosis F42.0 atau F42.1.hal ini berkaitan dengan respons yang berbeda terhadap pengobatan tindakan kompulsif lebih responsif terhadap terapi perilaku. F42.2 Gangguan obsesif-kompulsif lainnya F42.9 Ganggguan obsesif-kompulsif YTT 2.5 Diagnosis Banding 2,3,6 a. Keadaan Medis. Gangguan neurologis utama untuk dipertimbangkan dalam diagnosis banding adalah gangguan Tourette, gangguan tik lainnya, epilepsi lobus temporalis, dan kadang-kadang trauma serta komplikasi pasca ensefalitis. b. Gangguan Tourette Gejala khas gangguan Tourette adalah tik motorik dan vokal yang sering terjadi bahkan setiap hari. Gangguan Tourette dan OCD memiliki awitan dan gejala yang serupa. Skitar 90% orang dengan gangguan Tourette memiliki gejala kompulsif dan sebanyak dua per tiga memenuhi kriteria diagnostik OCD c. Keadaan Psikiatri lain Pertimbangkan psikiatri utama di dalam diagnosis banding OCD aadaalah skizofrenia, gangguan kepribadian obsesif kompulsif, fobia, dan gangguan depresif. OCD biasanya dapat dibedakan dengan skizofrenia yaitu tidak adanya gejala skizofrenik lain, sifat gejala yang kurang bizar, dan tilikan pasien tehadap gangguannya. Gangguan kepribadian obsesif kompulsif tidak memiliki derajat hendaya fungsional yang terkait OCD. Fobia dibedakan yaitu tidak adanya hubungan antara pikiran obsesif dan kompulsif. Gangguan depresif berat kadangkadang dapat disertai gagasan obsesif tetapi pasien yang hanya dengan OCD gagal memenuhi kriteria diagnostik gangguan depresif berat. 17 Keadaan psikiatri lain yang dapat terkait erat dengan OCD adalah hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan mungkin gangguan pengendalian impuls lain, seperti kleptomania. Pada semua gangguan ini, pasien memiliki pikiran berulang (contohnya kepedulian akan tubuh) atau perilaku berulang (contohnya mencuri) 2.6 Penanganan 1-4,6 Penatalaknaan OCD dilakukan baik secara non farmakologi dan secara farmakologi. 1. Psikoterapi Treatment psikoterapi untuk gangguan obsesif-kompulsif umumnya diberikan hampir sama dengan gangguan kecemasan lainnya. Ada beberapa faktor OCD sangat sulit untuk disembuhkan, penderita OCD kesulitan mengidentifikasi kesalahan (penyimpangan perilaku) dalam mempersepsi tindakannya sebgai bentuk penyimpangan perilaku yang tidak normal. Individu beranggapan bahwa ia normalnormal saja walaupun perilakunya itu diketahui pasti sangat mengganggunya. Baginya, perilaku kompulsiftidak salah dengan perilkunya tapi bertujuan untuk memastikan segala sesuatunya berjalan dengan baik-baik saja. Faktor lain adalah kesalahan dalam penyampaian informasi mengenai kondisi yang dialami oleh individu oleh praktisi secara tidak tepat dapat membuat individu merasa enggan untuk mengikuti terapi. 2. Cognitive Behavioural Therapy (CBT) Salah satu perkembangan yang paling efektif untuk pengobatan OCD adalah CBT. Tujuan utama dari CBT adalah belajar untuk menerima pengalaman psikologis yang tidak nyaman. Dari perspektif kesadaran, banyak tekanan psikologis kita adalah hasil dari mencoba untuk mengontrol dan menghilangkan ketidaknyamanan pikiran yang tidak diinginkan, perasaan, sensasi, dan mendesak. Untuk individu dengan OCD atau kondisi terkait berbasis kecemasan, tujuan akhir dari kesadaran adalah untuk mengembangkan kemampuan untuk lebih rela mengalami pikiran tidak nyaman, perasaan, sensasi, dan mendesak, tanpa menanggapi dengan kompulsi, perilaku menghindar, mencari jaminan atau ritual mental. Dalam CBT penderita OCD pada perilaku mencuci tangan diatur waktu kapan ia mesti mencuci tangannya secara bertahap. Bila terjadi peningkatan kecemasan barulah terapis memberikan ijin untuk individu OCD mencuci tangannya. Terapi ini efektif menurunkan rasa cemas dan menghilangkan secara perlahan kebiasaan-kebiasaannya itu. Dalam CBT terapis juga melatih pernafasan, latihan relaksasi dan manajemen stress 18 pada individu ketika menghadapi situasi konflik yang memberikan kecemasan, rasa takut atau stress muncul dalam diri individu. Pemberian terapi selama 3 bulan atau lebih. 3. Farmakologi Farmakologi merupakan pengobatan lini pertama, terdiri dari 5-HT reuptake inhibitors seperti SSRI (fluoxetine, fluvoxamine, sertraline, paroxetine, citalopram, escitalopram), dan clomipramine (Anafranil), antidepresan trisiklik (TCA) dengan 5HT dan TL reuptake inhibitor. Alternatif mungkin termasuk venlafaxine, sebuah norepinefrin serotonin reuptake inhibitor (SNRI). Pemberian obat-obatan haruslah melalui kontrol yang ketat karena beberapa dari obat tersebut mempunyai efek samping yang merugikan. Obat medis yang digunakan dalam pengobatan OCD seperti : a. Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI) Obat-obatan yang meningkatkan level serotonin, seperti SSRI dan beberapa tricyclic, merupakan penanganan biologis yang paling sering diberikan kepada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif. Jenis obat SSRI adalah Fluoxetine (Prozac), setraline (Zoloft), escitalopram (Lxapro), Paraxetine (Paxil), dan citalopram (Celexa) b. Trisiklik (Tricyclies) Obat jenis trisiklik berupa clomipramine (Anafranil). Trisiklik merupakan obatobatan lama dibandingkan SSRI dan bekerja sama baiknya dengan SSRI. Pemberian obat ini dimulai dengan dosis rendah. Beberapa efek pemberian jenis obat ini adalah peningkatan berat badan, mulut kering, pusing dan perasaan mengantuk. c. Monoamine Oxidase Inhibitors (MAOI) Jenis obat ini adalah phenelzine (Nardil), tranylcypromine (Parnate) dan isocarboxazid (Marplan). Pemberian MAOI harus diikuti pantangan makanan yang berkeju atau anggur merah, penggunaan pil KB, obat penghilang rasa sakit (seperti Advil, Motrin, Tylenol), obat alergi dan jenis suplemen. Kontradiksi dengan MAOI dapat mengakibatkan tekanan darah tinggi Rekomendasi farmakoterapi untuk gangguan obsesif kompulsif Nama obat Dosis Klomipramin 50-250 mg/hari Fluokestin 20-80 mg/ hari 19 Sertralin 50-200 mg/hari Fluvoksamin 50-300 mg/hari Hindari kenaikan dosis yang terlalu cepat karena akan meningktkan angka penghentian pengobatan (drop out) akibat efek samping yang lebih sering timbul pada dosis yang lebih tinggi. 1. Jika terapi SSRI gagal ganti terapi, jika terdapat panik ganti dengan MAOI, jika terdapat cemas ganti buspiron, jika terdapat depresi dengan litium, jika terdapat tik dan waham berikan antipsikotika 2. Jika masih tidak respon atau terdapat riwayat respon atau terdapat riwayat bunuh diri lakukan ECT. 3. Jika ECT gagal, berikan terapi kombinasi 2 SSRI, atau kombinsikan SSRI, ECT, dan terapi perilaku. Terapi psikososial a. Terapi kognitif perilaku b. Psikoterapi berorientasi tilikan c. Psikoedukasi 2.7 Prognosis Awitan gangguan obsesif-kompulsif berangsur-angsur. Untuk terpenuhinya kriteria lengkap gangguan obsesif-kompulsif, kadang-kadang diperlukan waktu bertahun-tahun. Awitan cepat biasanya dikaitkan dengan adanya stresor kehidupan yang bermakna atau kehilangan. Penyakit ini bersifat kronik tetapi ada kalanya bersifat fluaktuatif. Buruknya prognosis dikaitkan dengan awitan dini (kanak-kanak). Bentuk kompulsinya aneh, bertumpang tindih dengan gangguan deprei mayor, adanya ide-ide berlebihan (overload), adanya gangguan kepribadian (gangguan kepribadian skizotipal). Prognosis yang baik ditandai dengan baiknya penyesuaian sosial dan pekerjaan, adanya faktor presipitasi yang jelas, dan bentuk gejalanya yang episodik. Tidak ada hubungan antara bentuk obsesinya dengan prognosis.1 Sekitar 20 hingga 30 persen pasien mengalami perbaikan gejala yang signifikn dan 40 hingga 50 persen mengalami perbaikan sedang. Sisa 20 sampai 40 persen tetap sakit atau mengalami perburukan gejala. Sekitar sepertiga hingga separuh pasien dengan OCD memiliki gangguan depresif berat dan bunuh diri merupakan risiko untuk semua pasien dengan OCD.2 20 Indikasi prognosis buruk adalah : kompulsi yang diikuti, awitan masa kanak, kompulsi yang bizzare, memerlukan perawatan rumah sakit, ada komorbiditas dengan gangguan depresi, adanya kepercayaan yang mengarah ke waham dan adanya gangguan kepribadian (terutama kepribadian skizotipal). Indikasi adanya prognosis yang baik adalah adanya penyesuaian sosial dan pekerjaan yang baik, adanya peristiwa yang menjadi penctus, gejala yang episodik.2 21 BAB III KESIMPULAN Obsesif kompulsif terbagi atas dua yaitu obsesif dan kompulsif. Obsesi adalah pikiran berulang dan mengganggu, perasaan, dan ide. Kompulsi adalah perilaku yang berulang, disengaja atau tindakan mental orang yan merasa dipaksa untuk melakukan, biasanya dengan sebuah keinginan untuk melawan (misalnya mencuci tangan). Etiologi gangguan obsesif kompulsif yaitu faktor biologi (neurotransmitter) dan faktor perilaku. Tidak peduli sedemikian kuat dan memaksanya obsesi atau kompulsi, orang tersebut biasanya mengenalnya sebagai sesuatu yang aneh dan tidak rasional. Kadang-kadang pasien terlalu menilai lebih obsesi dan kompulsi. Misalnya, seorang pasien dapat memaksa bahwa kebersihan kompulsif secara moral adalah benar walaupun ia dapat kehilangan pekerjaan karena waktu dihabiskan untuk membersihkan. Diagnosis gangguan obsesif kompulsif berdasarkan PPDGJ-III. Terapi dapat berupa psikoterapi suportif, farmakologi, dan terapi perilaku. 22 DAFTAR PUSTAKA 1. Sadock, Benjamin J. Kaplan & Sadock uku ajar psikiatri klinis Edisi 2. Jakarta: EGC.2010 2. Elvira Sylvia D, Hadisukanto Gitayanti. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2010 3. Puri BK, Laking PJ, Treasaden IH. Buku Ajar Psikiatri Edisi 2. Jakarta : EGC. 2008 4. Gelder Michael, Mayou Richard, Geddes John. Psychiatry Third Edition. Oxford University Press. 2005 5. Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis gangguan jiwa rujukan ringkas dari PPDGJ III.. Jakarta: PT Nuh Jaya. 2001 6. Nutt D, Ballenger J. Anxiety Disorders. Lundbeck Institute : Blackwell Publishing Ltd. 2005 23