Faktor Sosial dan Budaya Kaitannya……………………………Ikhwanussafa Sadidan FAKTOR SOSIAL DAN BUDAYA KAITANNYA DENGAN NILAI JUAL KERBAU (KASUS DI PASAR BOLU, KABUPATEN TORAJA UTARA, PROVINSI SULAWESI SELATAN) Ikhwanussafa Sadidan*, Munandar Sulaeman, Siti Homzah Universitas Padjadjaran *Alumni Fakultas Peternakan Unpad Tahun 2015 E-mail: [email protected] ABSTRAK Penelitian mengenai pemaparan faktor sosial dan budaya yang berkaitan dengan nilai jual ternak kerbau di Pasar Bolu, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan, telah dilaksanakan pada tanggal 11 Maret – 1 April 2015. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berbagai faktor sosial dan budaya masyarakat Toraja yang berkaitan dengan nilai jual kerbau. Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan wawancara secara mendalam dengan jumlah informan sebanyak 25 orang yang terdiri dari peternak, penjual, pembeli kerbau, tokoh adat, pegawai dinas peternakan, pegawai dinas pariwisata, kepala pemerintahan, dan masyarakat setempat. Wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara, serta menggunakan teknik snowball untuk pencarian informan. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah faktor sosial, faktor budaya, dan kaitan faktor sosial dan budaya dengan nilai jual kerbau. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor sosial yang mempengaruhi nilai jual kerbau adalah status sosial, peran sosial, kelembagaan dan lapisan sosial. Faktor Budaya yang mempengaruhi nilai jual kerbau adalah upacara adat dan tradisi adu kerbau. Kata kunci : faktor sosial, faktor budaya, nilai jual kerbau SOCIAL AND CULTURE FACTORS WHICH RELATED TO THE VALUES OF BUFFALO (CASE IN BOLU MARKET, NORTH TORAJA REGENCY, SOUTH SULAWESI PROVINCE) ABSTRACT Research on the explanation of social and culture factors which related to the values of buffalo in Bolu Market, North Toraja Regency, South Sulawesi Provice was held on March 11 – April 1 2015. This study aims to explain the relation between social and culture factors that behave in Torajans with the values of Buffalo. The research method used in this study is case study method with qualitative studies approachment. Data for this research got from the interview with the number of informants were 25 who came from buffalo farmers, consuments, sellers, tradition figure, livestock department, tourism departments, governments, and Torajans people. The method used in this interview is a deep and directive interview with snowball way to find informants. Variables in this study are social factors, culture factors and their influance to the Faktor Sosial dan Budaya Kaitannya……………………………Ikhwanussafa Sadidan buffalos values. The result from this study shows that social factors which have influence to the values of buffalo are social status, social role, social institution, and social class. Culture factors that have influence on buffalos values are traditional ceremonies and traditions. Keyword : social factor, culture factor, buffalo value 1. PENDAHULUAN Salah satu kelompok masyarakat yang mengembangkan suatu peternakan untuk memenuhi kebutuhan kepercayaan dan tradisi manusianya adalah Suku Toraja yang tinggal di Provinsi Sulawesi Selatan. Kerbau di Toraja pun memiliki nilai jual yang tinggi, untuk satu ekor kerbau bisa dihargai mulai dari ratusan juta rupiah sampai milyaran rupiah. Hal ini lah yang mengharuskan pemerintah dan peternak kerbau di Toraja untuk terus mengembangkan usaha budidaya kerbau ini. Banyak faktor yang memengaruhi nilai jual dari kerbau yang ada di Toraja ini. Salah satu faktor yang paling berpengaruh dalam tingginya nilai jual kerbau di Toraja adalah faktor sosial dan budaya yang berlaku dalam kehidupan masyarakat Tana Toraja. Kerbau juga dipercaya oleh masyarakat Toraja sebagai suatu hewan yang melambangkan kemakmuran, sehingga permintaan masyarakat Toraja terhadap kerbau sangat tinggi dan harganya pun sangat mahal. Berdasarkan data dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Sulawesi Selatan, pada tahun 2011 populasi ternak kerbau di Kabupaten Tana Toraja dan Toraja Utara yaitu 48.557 ekor sementara pada tahun 2012 mencapai 43.178 ekor, atau sama dengan sekitar 40 % dari populasi kerbau di Provinsi Sulawesi Selatan. Tingginya populasi di daerah tersebut disebabkan oleh fungsi dan peranan ternak kerbau dalam tata kehidupan sosial budaya masyarakat Toraja. Pemotongan ternak kerbau dilakukan di Kabupaten Toraja Utara berkenaan dengan pelaksanaan upacara adat. Salah satu pusat jual-beli kerbau di daerah Toraja Utara adalah Pasar Bolu. Pasar ini merupakan pasar yang terletak di Kecamatan Rantepao, Kabupaten Toraja Utara. Pasar ini biasa disebut juga sebagai Pasar Ternak atau Pasar Kerbau. Sedikitnya ada lima ratus ekor kerbau yang dibeli pada saat hari pasar dengan harga mulai lima juta rupiah hingga rutusan juta rupiah. Adapun yang menjadi tolak ukur dari nilai sebuah kerbau adalah jenis kerbau tersebut, warna kulit dan bulu, postur, tanda-tanda di badan, tanduk dan masih banyak lagi. Disamping faktor genetik, masih ada lagi faktor yang mempengaruhi nilai jual kerbau yaitu faktor-faktor sosial dan budaya yang berlaku di masyarakat Tana Toraja (Kambuno, 2005). Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Faktor Sosial dan Budaya Kaitannya dengan Nilai Jual Kerbau” yang akan dilaksanakan di Pasar Bolu, Kabupaten Toraja Utara, Provinsi Sulawesi Selatan. 2. OBJEK DAN METODE PENELITIAN Objek Penelitian Objek penelitian adalah apa yang menjadi titik perhatian dari suatu penelitian (Sugiyono, 2013). Objek penelitian dalam penelitian ini adalah faktor sosial dan budaya masyarakat Toraja yang berkaitan dengan nilai jual kerbau di Tana Toraja. Subjek penelitiannya adalah masyarakat Toraja yang melakukan jual beli kerbau di Pasar Bolu baik peternak, penjual, pembeli kerbau, dan pihak lain yang memiliki keterkaitan Faktor Sosial dan Budaya Kaitannya……………………………Ikhwanussafa Sadidan dengan pengembangan kerbau di Toraja Utara seperti Dinas Peternakan dan Pihak Pemerintahan setempat. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Studi kasus adalah penelitian yang mendalam terhadap suatu objek dan hasil penelitian tersebut hanya dapat digunakan oleh objek yang diteliti (Moleong, 2007). Penelitian studi kasus dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam terhadap suatu organisme, lembaga atau gejala tertentu (Nasution, 1992). Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Bolu, Kabupaten Toraja Utara. Pemilihan tempat ini didasarkan karena Pasar Bolu merupakan pasar kerbau terbesar yang ada di Kabupaten Toraja Utara. Operasionalisasi Variabel Terdapat tiga operasioaanlisasi variabel dalam penelitian ini, yaitu variabel nilai sosial kerbau terhadap masyarakat Toraja, variabel nilai budaya kerbau terhadap masyarakat Toraja, dan kaitan antara faktor sosial dan budaya kerbau dengan nilai jual kerbau. Analisis Data Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif, analisis dilakukan dengan cara deskripsi analisis yang dilakukan dengan metode “interpretative”. Proses analisis data dilakukan dengan pemahaman dan pemaknaan secara empirik terhadap permasalahan penelitian. Data yang diperoleh dikategorisasikan untuk dilakukan organisir data menurut satuan pola, kemudian dilakukan “interpretative”. Metode “interpretative” yaitu memahami secara mendalam (verstehen) terhadap makna-makna dari variabel yang ada dalam penelitian ini (Sulaeman, 2004). 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai Sosial Kerbau Pada Masyarakat Toraja Kerbau merupakan hewan yang memiliki nilai sosial tinggi di Toraja. Kerbau ini dijual dengan harga tinggi dan sangat dihormati, nilai sosial kerbau di Toraja antara lain: a) Kerbau melambangkan kekayaan dan kemakmuran Hampir semua keluarga yang tinggal di Toraja pasti pernah membeli dan memiliki kerbau. Hal ini dikarenakan masyarakat Toraja memandang kerbau sebagai lambang kekayaan dan kemakmuran mereka. Kerbau juga dipandang sebagai sebuah tabungan atau investasi bagi masyarakat Toraja. Bahkan beberapa diantara mereka menganggap kerbau seperti emas. Beberapa masyarakat Toraja mengatakan bahwa sekaya apapun harta yang dimiliki seseorang, semewah apapun rumah atau kendaraan mereka itu tidak aka nada artinya jika mereka tidak memiliki kerbau dengan nilai tinggi dan menjadikannya persembahan dalam upacara kematian. Hal ini menyebabkan proses penjualan kerbau di Toraja sangat menguntungkan karena permintaan masyarakat Toraja akan kerbau tidak pernah habis. b) Kerbau sebagai kendaraan suci Salah satu alasan mengapa ternak kerbau dijadikan sebagai salah satu persembahan dalam upacara kematian adalah karena masyarakat Toraja percaya Faktor Sosial dan Budaya Kaitannya……………………………Ikhwanussafa Sadidan bahwa kerbau berasal dari surga. Pada zaman dahulu dipercaya nenek moyang pertama Toraja turun ke Bumi menggunakan kerbau dari surga dan mendirikan Tongkonan atau rumah adat mereka. Hal inilah yang membuat masyarakat Toraja percaya bahwa jika mereka mati pun, kerbau lah yang akan mengantarkan mereka kembali ke surga. Mereka percaya semakin bagus dan banyak kerbau yang mereka sembelih maka mereka akan semakin cepat sampai ke surga. c) Kerbau sebagai tolak ukur dari kehidupan sosial Toraja Kedudukan sosial dapat diartikan sebagai tempat seseorang secara umum dalam masyarakatnya sehubungan dengan orang-orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestisenya, dan hak-hak serta kewajibankewajibannya. (Soekanto, 2009). Secara umum lapisan atau kelas ini dibagi menjadi tiga, yaitu kelas 1 yang merupakan kelas bagi orang-orang yang memiliki harta diatas rata-rata (kaya), kelas 2 bagi yang jumlah hartanya mencapai rata-rata, dan kelas 3 yang hartanya ada dibawah rata-rata. Bagi masyarakat Toraja pun kerbau merupakan hewan yang melambangkan kekayaan dan kemakmuran, sehingga seringkali kerbau dijadikan patokan dalam menentukan status dan lapisan sosial masyarakat Toraja. Nilai Budaya Kerbau Pada Masyarakat Toraja Kerbau merupakan hewan yang tidak bisa dilepaskan dari adat-istiadat dan kebudayaan Toraja (Bo’Do, 2008), fungsinya antara lain: a) Kerbau syarat dalam kegiatan adat masyarakat Toraja Secara garis besar upacara adat di Tana Toraja terbagi menjadi Rambu Solo dan Rambu Tuka’. Prosesi kedua upacara ini berbeda namun ada kesamaannya yakni kedua upacara ini menggunkan kerbau sebagai salah satu syarat diadakannya upacara. Kerbau yang digunakan pun berbeda dari mulai jumlah, jenis, dan harganya, disesuaikan dengan keperluan pada upacara. b) Tradisi menggunakan ternak kerbau Tradisi masyarakat Toraja yang menggunkan kerbau sebagai alat utamanya yaitu menggunakan kerbau sebagai alat tukar dan juga tradisi adu kerbau di Toraja. Tradisi ini sudah berlangsung selama ratusan tahun dan tetap tidak hilang karena perkembangan zaman. c) Persepsi dan kepercayaan masyarakat terhadap kerbau Begitupun dalam memandang kerbau, masyarakat Toraja memiliki persepsinya masing-masing. Selain memiliki strata dalam status sosial, masyarakat Toraja pun memiliki strata tersendiri dalam memandang kerbau. Tabel 1. Tingkatan Strata kerbau dan harga kerbau Toraja Tingkat Jenis kerbau Pembagian Ciri-ciri kerbau 1 Sambao Warna kulit abu-abu (Coklat/abu) dengan bulu kekuningan 2 Pudu’ Pudu’ Bawah telinga ada (Hitam) Balian warna putih, mata bongek. Pudu’ Ekor berwarna putih. Pangloli Kisaran Harga 10 - 20 juta 25 - 100 juta 50 – 100 juta Faktor Sosial dan Budaya Kaitannya……………………………Ikhwanussafa Sadidan 3 Todi 4 Bonga (belang) Bonga Kambuh Bonga Biasa Bonga Tua Bonga Tengek 5 Saleko Saleko ta’pi Saleko biasa 6 Lotong boko Putih diantara tanduk, ekornya harus putih. Warna putih hanya moncong sampai mata Kepala dan kaki putih, tubuhnya hitam. Kepala putih kecuali alis mata, dan warna putih tidak sampai leher. Dada, leher dan muka putih, yang hitam alis. Ekor dan kuku putih. Motif bercak bagian pundak, kepala, dada dan perut. Motif antara putih dan hitam seimbang Hanya terdapat warna hitam di bagian punggung/leher. 30 - 100 juta 80 - 200 juta 100 – 200 juta 120 – 300 juta 200 – 400 juta 200 juta – 1 milyar 200 juta – 1 milyar 400 juta – 1,5 milyar Pembagian jenis kerbau ke dalam strata ini dilihat dari jenis corak dan warna di tubuh kerbau tersebut. Selain jenis kerbau seperti yang ada di table di atas, masih ada satu jenis kerbau lagi aitu Tedong bulan, kerbau yang seluruh badanya full berwarna putih tanpa ada corak hitam di kulit. Kaitan Faktor Sosial Budaya Dengan Nilai Jual Kerbau 1. Faktor Sosial a) Pengaruh Lapisan Sosial Terhadap Nilai Jual Kerbau Orang-orang Toraja membeli kerbau sebagai salah satu bentuk penghargaan dirinya terhadap oranglain, atau dalam istilah lain dikenal sebagai “gengsi”. Banyak yang beranggapan bahwa sekaya-kayanya seseorang yang tinggal di Toraja, dia tidak akan dianggap sebagai orang yang kaya apabila dia tidak mempersembahkan kerbau belang dengan harga ratusan juta pada saat upacara adat. Gengsi ini pun membuat adanya perbedaan harga kerbau yang sama jika ada dua calon pembeli dari lapisan sosial yang berbeda. Menurut salah seorang penjual kerbau yang sudah 24 tahun berjualan, berat badan atau ukuran kerbau tidak mempengaruhi harga kerbau tersebut. Pembeli kerbau menentukan harga kerbau dari corak dan keunikan kerbau. Semakin unik kerbau tersebut biasanya harga jualnya akan semakin tinggi. Orang-orang dari kelas 1 pun akan membeli kerbau dengan harga yang lebih mahal dibanding kelas 2 atau 3. Hal ini disebabkan karena lebih banyaknya anggaran yang disediakan oleh orang-orang dari kelas 1 dalam menyelenggarakan kegiatan adat. Misalnya untuk membeli seekor Lotong Boko, orang-orang dari kelas 1 bisa membelinya dengan harga 1 milyar, bagi kelas 2 bisa mencapai 700 juta, lalu kelas 3 tidak sanggup membelinya. Kemudian dalam menentukan harga Faktor Sosial dan Budaya Kaitannya……………………………Ikhwanussafa Sadidan seekor kerbau dari jenis Tedong Sambao pun seseorang dari kelas 1 memungkinkan untuk membeli kerbau tersebut hingga sepuluh juta lebih mahal dari kelas 2 atau 3. b) Pengaruh Status Sosial Terhadap Nilai Jual Kerbau Pada zaman dahulu ketika perbedaan kasta masih begitu terlihat, kerbau belang dengan harga ratusan juta hanya boleh dibeli oleh para bangsawan. Namun pada saat ini saat perekonomian antara kaum bangsawan dan nonbangsawan sudah hampir setara, siapa saja bisa membeli kerbau ini, harganya pun disesuaikan dengan kemampuan pembeli. Setiap kerbau pun memiliki fungsi berbeda yang dipercaya hanya boleh digunakan dalam upacara-upacara tertentu. Pada awalnya pun ada beberapa jenis kerbau yang terlarang dimiliki oleh seorang budak. Namun pada zaman sekarang ini status sosial seseorang berupa bangsawan atau budak sudah tidak begitu mempengaruhi pembelian kerbau. Pembeli kerbau akan menentukan harga kerbau menyesuaikan dengan uang yang dimilikinya, status sosialnya jarang diperhatikan. Selain mempengaruhi nilai jual, status juga turut menentukan jenis kerbau mana saja yang boleh dibeli atau digunakan saat upacara. Misalnya seorang bangsawan boleh membeli semua jenis kerbau, tetapi budak hanya bisa membeli kerbau biasa dan tidak diperkenankan menggunakan kerbau yang belang. c) Pengaruh Peran Sosial Terhadap Nilai Jual Kerbau Pengaruh peran sosial terhadap nilai jual kerbau ini tidak berbeda jauh dengan status sosial. Namun dalam beberapa hal seperti upacara adat, orang yang memiliki peranan penting di daerah tersebut akan mengadakan upacara adat yang lebih mewah dari yang lain, sehingga dana yang dikeluarkan untuk membeli kerbau pun lebih tinggi. Peran sosial juga turut menentukan jenis kerbau yang bisa digunakan saat upacara. Misalnya seorang bangsawan yang memiliki peran sebagai seorang tokoh adat atau Pendamai di Toraja pada saat upacara kematian keluarganya bisa mempersembahkan minimal 24 ekor kerbau dari berbagai strata yang menjadikan almarhum Pendamai tersebut berhak untuk dibuatkan sebuah patung bernama Tau-tau untuk menjaga makam dan penghargaan atas jasanya selama hidup. 2. Faktor Budaya a) Pengaruh Upacara Rambu Solo Jumlah kerbau yang akan dikurbankan pada Rambu Solo tergantung dari strata sosial keluarga yang berduka. Semakin tinggi strata sosial sebuah keluarga, semakin banyak pula jumlah kerbau yang dikurbankan. Untuk keluarga dengan strata sosial menengah, biasanya kurbau yang dikurbankan sebanyak 8-10 ekor ditambah babi sebanyak 30-50 ekor. Namun untuk keluarga dari kalangan bangsawan, kerbau yang dikurbankan berjumlah sekitar 50-150 ekor. Dengan demikian tidak mengherankan jika biaya yang digunakan untuk melaksanakan Rambu Solo bisa mencapai 4-5 miliyar rupiah. Sebagian besar dari biaya tersebut digunakan untuk membeli persyaratan hewan kurban ini. Faktor Sosial dan Budaya Kaitannya……………………………Ikhwanussafa Sadidan Kerbau-kerbau yang menjadi kurban Upacara Rambu Solo ini, akan diarak keliling desa terlebih dahulu sebagai bentuk penghormatan. Kemudian menjelang sore akan diadakan pertarungan kerbau. Setelah acara tersebut baru kemudian kerbau-kerbau ini disembelih. Daging kerbau-kerbau tersebut kemudian dibagikan kepada orang-orang yang telah membantu proses pelaksanaan Rambu Solo. b) Pengaruh Upacara Rambu Tuka’ Dalam suatu pernikahan, kerbau menjadi suatu alat dalam perjanjian pernikahan. Sebelum kedua pihak keluarga menjalankan suatu pernikahan, terlebih dahulu keduanya berunding untuk persiapan pernikahan. Hal-hal yang dirundingkan oleh kedua keluarga itu antara lain agama, tempat tinggal, serta jumlah persembahan kerbau dan babi. Jumlah persembahan kerbau dan babi ini pada nantinya akan menjadi perjanjian yang harus dibayar jika suatu saat nanti pasangan tersebut bercerai. Dalam acara syukuran kelahiran anak atau pembuatan rumah ini pihak keluarga tidak diharuskan menggunakan kerbau sebagai persembahan. Biasanya persembahan yang diberikan dalam upacara ini hanya babi saja, namun tidak menutup kemungkinan bagi mereka yang memiliki kerbau untuk menjadikannya persembahan. Kerbau yang digunakan pun tidak akan lebih dari satu ekor dan hanya jenis kerbau biasa (Tedong Sambao) yang digunakan. c) Pengaruh Mapasilaga Tedong Pada acara adu kerbau, harga kerbau yang termurah pada umumnya adalah 25 juta rupiah. Adu kerbau ini bisa berlangsung di pasar ataupun pada saat rangkaian upacara adat. Hadiah bagi pemenang kerbau ini biasanya sejumlah uang tunai untuk pemilik kerbau, serta si kerbau pun mendapatkan sertifikat yang bisa menaikkan harga jualnya. Biasanya kerbau yang menjuarai pertandingan adu kerbau ini harganya bisa meningkat hingga 25 juta rupiah. Menurut pendapat dari salah seorang peternak kerbau yang sering mengikutsertakan kerbaunya dalam acara adu kerbau ini, kerbau yang dibeli untuk acara adu kerbau ini adalah kerbau khusus yang biasanya berasal dari jenis Tedong Pudu, yang kulit dan tubuhnya berwarna hitam tanpa corak. Peternak ini melatih kerbaunya khusus untuk mengikuti acara adu kerbau. 3. Kaitan Faktor Sosial Budaya dan Nilai Jual Kerbau Dari beberapa faktor sosial dan budaya itu pun dapat terlihat perbedaan antara pembelian dan nilai jual kerbau dari berbagai hal sosial dan jenis kebudayaan yang akan dilaksanakan. Kedua faktor sosial dan budaya ini memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya, sehingga tidak bisa dipisahkan. Tabel 2. Penggunaan kerbau berdasarkan upacara No Indikator Upacara Adat Rambu Tuka’ Rambu Solo 1 Jumlah kerbau 1 ekor > 1 ekor 2 Lama acara Mingguan Tahunan 3 Nilai Jual Kerbau Lebih Mahal Lebih Murah Faktor Sosial dan Budaya Kaitannya……………………………Ikhwanussafa Sadidan 4 Rangkaian kegiatan 5 Tujuan Kegiatan Doa, hiburan, Doa, mapasilaga acara inti, makan- tedong, potong makan tedong, makanmakan, lelang daging, pemakaman Kebahagiaan Kedukaan Tabel 3. Penggunaan kerbau berdasarkan status No Indikator Status Sosial Budak Bangsawan 1 Jenis kerbau yang digunakan Tedong Sambao Tedong Sambao, dalam Upacara Adat (kadang tidak Pudu, Todi, menggunakan Bonga, Saleko, kerbau) Bulan, Lotong Boko 2 Jumlah kerbau yang digunakan 0 – 3 ekor > 3 ekor dalam Rambu Solo 3 Nilai jual kerbau < 1 milyar > 1 Milyar 4 Perjanjian pernikahan Tidak Menggunakan menggunakan kerbau kerbau 5 Lama mengadakan Rambu 1 – 3 hari Bisa mencapai Solo tahunan Walaupun dalam kehidupan sehari-hari perbedaan antara masyarakat dengan status bangsawan dan budak tidak begitu terlihat, namun pada saat upacara adat terlihat sangat jelas. Dalam upacara adat kaum bangsawan biasanya dibedakan juga dengan sebuah dekorasi berupa kain merah panjang dengan motif tedong yang membentang di tempat diadakannya acara. 4. KESIMPULAN Ternak kerbau berkaitan dengan kehidupan sosial dan budaya masyarakat Toraja. Dalam kehidupan masyarakat Toraja kerbau berkaitan dengan lapisan sosial, status sosial, dan peran sosial. Kerbau juga digunakan dalam berbagai kegiatan adat dan tradisi seperti upacara Rambu Solo, Rambu Tuka, alat tukar, dan mapasilaga tedong. Nilai-nilai sosial dan budaya masyarakat Toraja juga mempengaruhi nilai jual kerbau yang ada di Toraja, masyarakat yang memiliki status dan lapisan sosial tinggi di Toraja akan membeli kerbau dengan nilai yang lebih tinggi. Kerbau yang diperlukan untuk kegiatan adat pun memiliki harga lebih tinggi dari kerbau biasa. 5. DAFTAR PUSTAKA Faktor Sosial dan Budaya Kaitannya……………………………Ikhwanussafa Sadidan Bo’Do’, S. 2008. Kerbau Dalam Tradisi Orang Toraja. Pusat Kajian Indonesia Timur. Universitas Hasanuddin. Kambuno, D. 2005. Adat Istiadat, Seni Budaya, Kekayaan Alam. Tana Toraja: Yayasan Lepongan Bulan Liku-Ada, John. 2014. Aluk To Dolo Menantikan Kristus. Gunung Sopai. Yogyakarta Moleong, J. Lexy. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. PT. Remaja Rosdakarya. Nasution. 1992. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Tarsito, Bandung. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). CV Alfabeta. Bandung. Soekanto, Soerjono. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Raja Grafindo Perkasa. Jakarta. Sulaeman, Munandar.2004. Metode Penelitian Sosial Pendekatan Kualitatif. Fakultas Peternakan-UNPAD.