1 EKSPRESI E-CADHERIN PASIEN KANKER SERVIKS SEBELUM DAN SESUDAH KEMOTERAPI KOMBINASI BLEOMYCIN, ONCOVIN, MITOMYCIN-C DAN CISPLATIN E-CADHERIN EXPRESSION IN CERVICAL CANCER BEFORE AND AFTER BLEOMYCIN, ONCOVIN, MITOMYCIN-C DAN CISPLATIN COMBINATION CHEMOTHERAPY AnandhaM.Prefitri, Syahrul Rauf, TrikaIrianta, MaisuriT.Chalid. Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Alamat Korespondensi : Anandha M. Prefitri Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar HP : (0411)3798380, 081342371377 Email :[email protected] 2 Abstrak Karsinoma serviks menempati urutan pertama keganasan yang paling banyak dijumpai pada wanita Indonesia. Insidensi karsinoma serviks adalah sebesar 75% diantara karsinoma ginekologik yang lain. Penelitian ini bertujuan untuk menilai respon sel kanker serviks terhadap kemoterapi kombinasi BOMP, (2) melihat ekspresi E-cadherin dengan menggunakan pewarnaan imunohistokimia. Penelitian ini mengambil sampel semua penderita kanker serviks stadium dini dan stadium lanjut yang memenuhi kriteria inklusi.Pengambilan sampel biopsi serviks di beberapa RS di Makassar yang memenuhi kriteria inklusi.Data dianalisis melalui uji Wilcoxon. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekspresi e-cadherin pada pasien kanker serviks sebelum kemoterapi kombinasi BOMP adalah lebih kecil (1,13 ±0,900 SD)dibanding rerata ekspresi e-cadherin pada pasien kanker serviks sesudah kemoterapi kombinasi BOMP yaitu 1,80 ±0,887 SD. Berdasarkan hasil uji wilcoxon ada perbedaan yang signifikan antara ekspresi e-cadherin pada pasien kanker serviks sebelum dan sesudah kemoterapi kombinasi BOMP (p=0,009<α 0,05).Pemberian kemoterapi kombinasi BOMP pada karsinoma serviks dapat meningkatkan kadar e-cadherin, dan dapat menjadi prediktor keberhasilan kemoterapi Kata kunci : E-cadherin, kanker serviks , kemoterapi, kombinasib leomycin- oncovin- mitomycin-c- cisplatin (BOMP) Abstract Cervical cancer is the most common malignancy found among women in Indonesia and the incidence was 75% among other gynecologic carcinomas. This study aims to assess the response of cervical cancer cells to chemotherapy with BOMP combination by looking a tthe expression of E-cadherin using immunohistochemicall staining. The samples were all patients with early-stage cervical cancer and advanced stage that met the inclusion criteria. Cervical biopsy sampling performed in several hospitals in Makassar. The result showed that the expression of E-cadherin in cervical cancer patients before chemotherapy of BOMP combination (1.13±0.900SD) was lower than the meanexpression of E-cadherin in cervical cancer patients after chemotherapy (1.80±0.887SD). Futrhermore, the results of Wilcoxon test that there was showed thatt there is a significant difference between E-cadherin expression in cervical cancer patients before and after combination chemotherapy with BOMPcombination (p =0.009<α 0.05). That means chemotherapy with BOMP combination in cervical cancer patients may increase levels of E-cadherin, and can be a predictor ofthe success of chemotherapy. Keywords: E-cadherin, cervical cancer, chemotherapy, combination of mitomycin-c-bleomycin- oncovincisplatin 3 PENDAHULUAN Di Indonesia penyakit kanker masih menempati posisi ke-5 sebagai penyebab kematian, diakibatkan bertambahnya jumlah pasien kanker dari tahun ketahun karena meningkatnya usia harapan hidup wanita Indonesia. Lebih dari 40% dari keganasan yang ditemukan pada wanita adalah kanker ginekologi. Karsinoma serviks menempati urutan pertama keganasan yang paling banyak dijumpai pada wanita Indonesia. Insidensi karsinoma serviks adalah sebesar 75% diantara karsinoma ginekologik yang lain. (Aziz, 2009) Diperkirakan setiap tahun dijumpai sekitar 500.000 penderita baru di seluruh dunia dan umumnya berasal dari Negara berkembang. Insiden dan mortalitas kanker serviks di dunia menempati urutan kedua setelah kanker payudara. Sementara itu di Negara berkembang masih menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian akibat kanker pada wanita usia reproduktif. Dimana hampir sebanyak 80% kasus berada di negara berkembang. (Edianto, 2006) Masalah yang terjadi pada negara-negara berkembang dimana fasilitas untuk skrining kanker serviks pada perempuan tidak cukup tersedia, disamping kendala sikap budaya dan rendahnya tingkat pendidikan, menyebabkan sulit untuk mendiagnosis lebih dini kanker serviks. Oleh karena itu kebanyakan pasien di negara berkembang terdeteksi pada stadium lanjut yang biasanya sudah metastasis pada kandung kemih, rektum, pelvis atau tulang. Karsinoma serviks mempunyai potensi yang sangat besar untuk bermetastasis, tetapi meskipun hal ini penting secara klinis, proses pasti terjadinya metastasis itu sendiri hingga kini belum dipahami. Terdapat banyak bukti yang mengarah ke peran transisi epitelmesenkim dimana sel-sel tumor akan melemahkan dan meningkatkan motilitas E-cadherin yang berperan dalam adhesi antar sel , sehingga sel kanker dapat menembus jaringan sekitarnya. (Guarino, 2007) Cadherin terdiri dari glikoprotein transmembran yang memediasi adhesi antar sel yang bersifat kalsium dependen. Cadherin terlibat dalam berbagai proses biologis termasuk, perkembangan, morfogenesis jaringan dan metastasis tumor. E-Cadherin merupakan komponen utama adhesi sel, pada hubungan antar sel dan diperlukan untuk pembentukan epitel di dalam embrio dan untuk mempertahankan homeostasis epitel orang dewasa. Ditemukan bahwa dengan berkurangnya E-cadherin menyebabkan bertambahnya kemampuan invasi sel kanker. (Yibin and J, 2004) Hal terpenting menghadapi penderita kanker serviks adalah menegakkan diagnosis sedini mungkin dan memberikan terapi yang efektif dan sekaligus prediksi prognosisnya. Hingga 4 saat ini pilihan terapi masih terbatas pada operasi, radiasi dan kemoterapi atau kombinasi dari beberapa modalitas terapi ini.(Edianto, 2006) Berbeda dengan terapi radiasi dan pembedahan, kemoterapi adalah pengobatan kanker dengan menggunakan obat-obatan atau hormon. Kemoterapi dapat digunakan pada penyakit-penyakit yang sudah metastasis maupun yang bersifat lokal. Pada awalnya, kemoterapi hanya merupakan pengobatan paliatif, tetapi akhir-akhir ini telah diketahui bahwa beberapa jenis kanker dapat disembuhkan dengan kemoterapi. Penggunaan kemoterapi kombinasi telah menunjukkan keberhasilan yang substansial, terutama kombinasi obat-obat yang mempunyai mekanisme kerja yang berbeda. Kemajuan pengobatan pada beberapa jenis kanker tertentu adalah dengan menggunakan beberapa jenis obat secara sekuensial. Beberapa kanker diseminata dapat disembuhkan dengan dengan kemoterapi saja. Hal ini membuktikan adanya toksisitas yang selektif dari kemoterapi (Saleh, 2006) Pada penelitian ini akan dinilai respon sel kanker serviks terhadap kemoterapi kombinasi BOMP dengan melihat ekspresi E-cadherin dengan menggunakan pewarnaan imunohistokimia. BAHAN DAN METODE PENELITIAN Desain Penelitian Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental dengan pendekatan longitudinal yang bertujuan mengetahui ekspresi E-Cadherin pada pasien yang didiagnosis sebagai kanker serviks sebelum dan sesudah pemberian kemoterapi kombinasi BOMP. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di beberapa rumah sakit pendidikan bagian obstetrik dan ginekologi FK-UNHAS, antara lain : RS. Dr. BLU Dr. Wahidin Sudirohusodo, RS Pelamonia, RSI Faisal, RSU Labuan Baji, RSU Bhayangkara, RSU Stella Maris, RS Hikmah, RS Haji dan RSU Gowa. Populasi dan Sampel Populasi penelitian adalah semua penderita kanker serviks stadium lanjut yang datang ke poliklinik Onkologi RS BLU Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS lain yang dipakai sebagai tempat pendidikan Obstetri dan Ginekologi di Makassar untuk mendapatkan kemoterapi. Sampel penelitian adalah penderita kanker serviks yang memenuhikriteriapenelitian di bagian obstetri dan ginekologi di RS jejaringPendidikan FK UNHAS Makassar 5 Metode Pengumpulan Data Sampel pada penelitian ini adalah penderita kanker serviks stadium lanjut yang belum diberikan terapi. Pemilihan sampel dilaksanakan secara consecutive sampling yaitu semua penderita kanker serviks stadium dini dan stadium lanjut yang memenuhi kriteria inklusi.DilakukanPengambilan sampel biopsi serviks uteri yang diletakkan ke dalam botol yang berisi larutan buffer formalin, kemudian dikirim pada laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Analisis Data Pengolahan data dengan program SPSS. Analisa data menggunakan program SPSS dan dilakukan dalam beberapa tahap yaitu analisa univariat, analisa bivariat dan analisa penelitian ini yaituUji Wilcoxon dipakai untuk membandingkan jumlah rata-rata antara kelompok pasien yang berkurang ekspresi e-cadherin dan yang tetap atau bertambah ekspresi e-cadherin setelah pemberian kemoterapi kombinasi BOMP untuk menguji hipotesis penelitian ini.Korelasi Chi Squaredipakai untuk menentukan besarnya korelasi antara 2 karakteristik data nominal dan data ordinal.Batas kemaknaan yang digunakan adalah α= 5% HASIL Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari sampai Juni 2014 untuk membandingkan ekspresi E-Cadherin sebelum dan setelah pemberian kemoterapi kombinasi BOMP pada kanker serviks. Didapatkan 30 kasus yangmemenuhi kriteria inklusi. Tabel 1 menunjukkan bahwa dari mayoritas sampel penelitian memiliki kelompok umur <45 tahun sebesar 36,7% dan hanya 20% berumur >55 tahun. Tingkat pendidikan sampel mayoritas rendah 60% dan yang pendidikan tinggi hanya 40%. Pekerjaan sampel 93,3% IRT. Adapun usia pertama kali menikah sebagian besar >16 tahun sesuai yang dianjurkan oleh Undang-Undang dan hampir sebagian besar sudah melahirkan sebanyak >1 kali (96,7%), frekuensi kawin baik isteri maupun suami mayoritas 1 kali. Sampel yang tidak menggunakan alat kontrasepsi (56,7%) dan diantara yang menggunakkan alat kontrasepsi DMPA (26,7%) yang terbanyak. Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 30 sampel penelitian mayoritas berada pada stadium IIB sebesar 30% dan hanya 3,3% stadium IVA. Berdasarkan diagnosis histopatologi 83,3% terdiagnosis Invasive squamous cell carcinoma large cell non keratinizing type. Grade histopatologi sampel mayoritas Grade 2 = differensiasi sedang = large cell non- keratinizing type yaitu sebesar 90%.untuk LVSI mayoritas sampel pada tingkat 1 yaitu sebesar 73,3%. 6 Tabel 3 menunjukkan bahwa ekspresi e-cadherin pada pasien kanker serviks sebelum kemoterapi kombinasi BOMP mayoritas memiliki skor 1 yaitu sebesar 50% dan hanya 10 % dengan skor 3 adapun skor 0 sebanyak 23,3%. Sedangkan ekspresi e-cadherin pada pasien kanker serviks sesudah kemoterapi kombinasi BOMP mayoritas memiliki skor 2 yaitu sebesar 40% dan hanya 6,7 % dengan skor 0. Tabel4 menunjukkan bahwa ekspresi e-cadherin pada pasien kanker serviks sebelum kemoterapi kombinasi BOMP adalah 1,13 ±0,900 SD lebih kecil dibanding rerata ekspresi ecadherin pada pasien kanker serviks sesudah kemoterapi kombinasi BOMP yaitu 1,80 ±0,887 SD. Berdasarkan hasil uji wilcoxon menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara ekspresi e-cadherin pada pasien kanker serviks sebelum dan sesudah kemoterapi kombinasi BOMP (p=0,009<α 0,05). Pada tabel 5 menunjukkan bahwa dari 24 sampel yang ukuran tumornya tetap paling banyak mengalami penambahan ekspresi E-Cadherin yaitu 87,5%, dan yang berkurang 12,5%. Sedangkan dari 6sampel yang ukuran tumornya mengecil paling banyak mengalami penambahan ekspresi E-Cadherin yaitu 66,7% dan ekspresi E-Cadherin berkurang yaitu 33,3%. Hasil uji statistik Chi Square menunjukkan nilai p= 0,221> α 0,05 sehingga hipotesis penelitian ditolak artinya tidak ada perbedaan ekspresi E-Cadherin baik pada ukuran tumor tetap atau mengecil. PEMBAHASAN Penelitian ini memperlihatkan ekspresi E-cadherin ssebelum kemooterapi BOMP umumnya memiliki skor 1 sedangkan ekspresi E-cadherin setelah kemoterapi umumnya memiliki skor 2. Ini berarti terdapat kecendrungan peningkatan ekspresi E-cadherin setelah dilakukan kemoterapi pada sebagian besar sampelsehingga memberikan efek pencegahan pada karsinogenesis sel serviks. E-cadherin menyebabkan adanya adhesi antara sel-sel epitel yang mempunyai peranan pada upaya protektif untuk terjadinya keganasan, kurangnya ekspresi E-cadherin dihubungkan dengan progresivitas dan bentuk metastasis pada keganasan yang berbeda (Masconi,2007). Data karakteristik seperti umur, paritas, tingkat pendidikan, usia pertama kali menikah. Umur terbanyak adalah diatas 45 tahun sebanyak 13 kasus (43,3%). Terdapat penelitian lain yang juga memberikan gambaran kelompok umur yang sama yaitu oleh Turah (2009) sekitar 56,7% dan Hasan (2012) yaitu sebesar 66,67%. Berdasarkan penelitian Aziz MF (2009) tentang data kanker ginekologi di Indonesia tahun 2009, puncak umur insiden 7 kanker serviks terdapat pada rentang umur 45-54 tahun, diikuti rentang umur 35-44 tahun dan 55-64 tahun dengan faktor risiko yang meningkat pada usia >50 tahun (Aziz, 2009). Di Amerika Serikat, insiden karsinoma serviks ditemukan pada usia rata-rata 52,2 tahun. Sedangkan di Indonesia insidensi karsinoma serviks yaitu pada rentang usia 45 hingga 52 tahun (Aziz, 2009). Tampaknya terdapat pergeseran puncak umur ke arah rentang umur yang lebih muda. Meskipun hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Aziz MF, kemajuan pelayanan dan fasilitas kesehatan, kesadaran masyarakat akan deteksi dini kanker serviks dan upaya promotif dan preventif dapat meningkatkan jumlah penderita kanker serviks pada usia yang lebih dini. Prediktor terbaik yang digunakan untuk melakukan skrining adalah umur. Target umur skrining kanker serviks juga ditujukan pada wanita 30 tahun ke atas atau wanita usia 21 tahunkeatas yang telah melakukan hubungan seksual aktif mulai tiga tahun sebelumnya. Hasil penelitian menunjukkan sampel umumnya pertama kali menikah pada usia<16 tahun. Salah satu faktor risiko terjadinya karsinoma serviks adalah melakukan hubungan seksual pada usia dini (Andrijono, 2009, Mitsuhashi et al.2005). Sejalan dengan penelitian Aziz MF yang menunjukkan bahwa melakukan hubungan seksual pertama kali pada < 20 tahun lebih berisiko untuk menderita kanker serviks dibandingkan melakukan hubungan seksual pertama kali di usia > 20 tahun (Aziz, 2009). Sampel umumnya berpendidikan SMP dan SMA serta aktivitas sehari-hari adalah sebagai ibu rumah tangga. Sedangkan sampel dengan pendidikan terakhir perguruan tinggi hanya dua orang. Sejalan dengan penelitian Aziz MF yang menunjukkan bahwa mereka yang berpendidikan rendah lebih berisiko dibandingkan yang berpendidikan tinggi dan mereka yang tidak bekerja memiliki risiko yang lebih tinggi untuk menderita kanker serviks dibanding mereka yang bekerja (Aziz,2009). Rendahnya pengetahuan tentang kanker serviks, terutama dalam hal pencegahan, menyebabkan kurangnya kesadaran akan pentingnya mencegah dan memeriksakan diri sejak dini. Hal ini turut berperan pada tingginya angka kejadian kanker serviks pada mereka yang berpendidikan rendah. Penelitian Aziz MF menunjukkan wanita multipara dengan jumlah anak > 6 tahun lebih berisiko dibandingkan wanita primipara. Selain itu, disimpulkan pula bahwa mereka yang tidak mengonsumsi pil KB lebih berisiko dibandingkan yang mengonsumsi pil KB. Berdasarkan jumlah sampel terbanyak adalah sampel dengan diagnosis histopatologi karsinoma sel skuamous tipe large cell yang tidak berkeratinisasi (grade 2) dengan LVSI mayoritas pada tingkat 1. Berdasarkan penelitian Vizcaino AP, et al, sekitar dua pertiga kanker serviks adalah tipe karsinoma sel squamous dan sekitar 15% adalah tipe 8 adenokarsinoma. Karsinoma sel skuamous merupakan jenis yang paling sering terjadi pada kanker serviks dan berkembang dari CIN I/LSIL (Snijders et al., 2006). Peran E-Cadherin dalam mempertahankan agar sel tetap menyatu mencegah sel tumor melakukan invasi. ECadherin memediasi adhesi antar sel yang menghubungkan sitoskeleton dengan cathenin sebagai protein pengikat intra selular (Rasjidi, 2007). Rendahnya ekspresi E-Cadherin menyebabkan sel tumor lebih mudah terlepas satu sama lain dan melekat ke komponen matriks yang pada akhirnya akan melakukan migrasi dan metastasis (Masconi, 2007). Gen supresi tumor E-cadherin sedang dan telah banyak diteliti dalam bidang tumorigenesis. Interaksi antara molekul-molekul E-cadherin sangat krusial untuk formasi antar sel dan mempertahankan adhesi sel. Hilangnya E-cadherin diasosiasikan dengan transisi dari lesi jinak menuju invasif dan metastatik. (Pećina-Šlaus 2003 Pada penelitian mengenai ekspresi E-cadherin dan hubungannya dengan kanker ovarium, didapatkan hasil bahwa berkurangnya ekspresi E-cadherin secara abnormal ternyata terkait dengan derajat beratnya penyakit tersebut, yaitu berdasar staging FIGO, metastasis kelenjar limfe, dan derajat diferensiasi. Temuan dari penelitian tersebut, yaitu bahwa ekspresi E-cadherin cenderung menunjukkan tren menurun seiring semakin lanjutnya staging kanker tersebut dan diferensiasi buruk (Yuecheng et al., 2006). Paparan tersebut sesuai dengan hasil penellitian dimana didapat kesimpulan bahwa perubahan di tingkat seluler Ecadherin sangat sering timbul pada kanker serviks tanpa memandang tipe histologinya (´guez-Sastre et al., 2005) Mayer A, et al pada penelitiannya karsinoma sel skuamous serviks menunjukkan hubungan positif yang bermakna antara protein penyebab hipoksia dan E-Cadherin. Protein penyebab hipoksia menyebabkan kurangnya E-Cadherin. Ini merupakan salah satu faktor penyebab kurangnya ekspresi E-Cadherin pada sel tumor sebelum dilakukan kemoterapi. Berdasarkan nilai rerata skor ekspresi E-Cadherin secara signifikan lebih tinggi pada sampel setelah kemoterapi dibandingkan dengan skor sebelum kemoterapi (p<0.05). ECadherin umumnya akan mengalami penurunan ekspresi pada perkembangan sel tumor. Namun, setelah diberikan kemoterapi, justru terjadi peningkatan ekspresi E-Cadherin. Perbedaan ekspresi ini menunjukkan adanya peran kemoterapi dalam mencegah progresivitas kanker melalui peningkatan level E-Cadherin pada sel sehingga proses karsinogenesis pada sel serviks dapat dicegah. Pemberian obat sitostatika untuk mengecilkan tumor sebelum operasi atau radiasi yang disebut dengan istilah neoadjuvant chemotherapy/ radiotherapy.Obat kemoterapi yang 9 digunakan pada penelitian ini adalah BOMP. Bleomycin menghasilkan superoksida serta radikal hydroksil teraktivasi, yang menyebabkan putusnya rantai DNA dan kematian sel (Libutti and Feldman, 2005). Vincristin menghambat polimerisasi mikrotubular sehingga menghambat mitosis pada metafase. Sedangkan Carboplatin dapat menghambat sintesis DNA (Guarino, 2007). Mitomycin-C bekerja pada semua fase replikasi aktif, terutama pada sel-sel hipoksik (Libutti and Feldman, 2005). Stockinger A, et al. menyatakan bahwa terdapat aktivitas β-Catenin yang menekan aktivitas E-Cadherin dalam menghambat pertumbuhan sel (Stockinger et al., 2001, Masconi, 2007). Bila aktivitas β-Catenin dihambat, aktivitas ECadherin dapat lebih ditingkatkan terutama dalam menghambat pertumbuhan sel. Mekanisme kerja masing-masing obat turut mempengaruhi aktivitas sel. Namun, proses karsinogenesis kanker serviks melibatkan berbagai jalur sinyal sehingga tidak menutup kemungkinan adanya faktor lain yang mempengaruhi hasil penelitian. Hal ini dapat menjelaskan tabel 5 dimana tampak bahwa kadar e-cadherin tidak dipengaruhi dengan mengecilnya tumor. Oleh sebab itu, penelitian lebih lanjut perlu dilakukan terutama dalam memahami mekanisme kerja obatobat kemoterapi terhadap penghambatan aktivitas E-Cadherin dan faktor-faktor lainnya pada kanker serviks. KESIMPULAN DAN SARAN Pemberian kemoterapi kombinasi BOMP pada karsinoma serviks dapat meningkatkan kadar e-cadherin, dan dapat menjadi prediktor keberhasilan kemoterapi. Perludilakukan penelitian lebih lanjut terutama dalam memahami mekanisme kerja obat-obat kemoterapi terhadap penghambatan aktivitas E-Cadherin dan faktor-faktor lainnya pada kanker serviks. 10 DAFTAR PUSTAKA Andrijono, D. (2009). Siklus sel. Buku acuan nasional onkologi ginekologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Aziz, M. (2009). Gynecological cancer in Indonesia. J Gynecol Oncol, 20, 8-10. Edianto, D. (2006). Kanker Serviks. In: MF, A. (ed.) Buku Acuan Nasional Onkologi Ginekologi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Guarino, M. (2007). Epithelial–mesenchymal transition and tumour invasion. The International Journal of Biochemistry & Cell Biology, 39. Guez-sastre, M. A. R., ´lez-maya, l. G., Delgadoc, R., Lizanof, M., Tsubaki, G., Mohar, A. & ´A-carranca, A. G. 2005. Abnormal distribution of E-cadherin and h-catenin in different histologic types of cancer of the uterine cervix. Gynecologic Oncology, 97, 330-336. Hasan, A. (2012). Penilaian Efek Kemoterapi Kombinasi Platinum, Vincristin, Bleomicin dan Mitomicin C pada Kasinoma Serviks bedasarkan Gambaran Apoptosis. Universitas Hasanuddin. Libutti, S. &Feldman, A. (2005). Antiangiogenic gene therapy. In: LATTIME, E. & GERSON, S. (eds.) Gene therapy of cancer: translational approaches from preclinical studies to clinical impierentation. 2 ed. San Diego: Academic Press. Masconi, A. (2007). Inhibition of tumor growth and metastasis by depletion of vesicular sorting protein Hrs: Its regulatory role on E-cadherin and beta¬catenin. Cancer Research, 67, 5162-71. Mayer, A., Hockel, M., Schlischewsky, N., Schmidberger, H. &Vaupel, p. (2013). Lacking hypoxia-mediated downregulation of E-cadherin in cancers of the uterine cervix. British Journal of Cancer, 108. Mitsuhashi, B., Suzuka, K., Yamazawa, K. &Matsui, h. (2005). Serum vascular endothelial growth factor (VEGF) and VEGF-C levels as tumor markers in patient with cervical carcinoma. Rasjidi, I. (2007). Panduan Penatalaksanaan Kanker Ginekologi Berdasarkan Evidence Based EGC. Saleh, A. (2006). Kanker Serviks. In: AZIS, M. (ed.) Buku Acuan Nasional Onkologi Ginekologi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. Snijders, P., Steenbergen, R., Heidman, D. &Meijer, C. (2006). HPV-mediated cervical carcinogenesis: concepts and clinical implications. J Pathol 208, 152-164. Stockinger, A., Eger, A., Wolf, J. &Foisner, R. (2001). E-cadherin regulates cell growth by modulating proliferation-dependent β-catenin transcriptional activity. Journal of Cell Biology, 156, 1185-1196. Turah. (2009). Peranan Kadar Petanda Tumor Antigen Karsinoma Sel Squamous dan antigen Embriogenik Karsinoma dalam Menilai Respon Klinik pada Kanker Serviks Stadium Lanjut yang Diberikan Kemoterapi BOMP. Magister, Universitas Hasanuddin. Vizcaino, A., Moreno, V. &Bosch, F. (2000). International trends in incidence of cervical cancer: II Squamous-cell carcinoma. International trends in incidence of cervical cancer: II Squamous-cell carcinoma, 86429-435. Yibin, K. & J, M. (2004). Epithelial-Mesenchymal Transitions: Twist in Development and Metastasis. Cell, 118, 277-279. Yuecheng, Y., Hongmei, l. &Xiaoyan, X. (2006). Clinical evaluation of E-cadherin expression and its regulation mechanism in epithelial ovarian cancer. Clin Exp Metastasis, 23, 65-74 11 Tabel 1. Distribusi Karakteristik sampel Penelitian KARAKTERISTIK Umur <45 Tahun 45-55 Tahun >55 Tahun Pendidikan SD SMP SMA PT Pekerjaan IbuRumahTangga Swasta UsiaPertama Kali Menikah >16 Tahun <16 Tahun Paritas Primipara Multipara FrekuensiKawin 1 Kali 2 Kali PenggunaanAlkon DMPA IUD PIL PIL& DMPA Tidak KB JUMLAH (n=30) PERSENTASE (%=100) 13 11 6 43,3 36,7 20,0 7 11 10 2 23,3 36,7 33,3 6,7 28 2 93,3 6,7 28 2 93,3 6,7 1 29 3,3 96,7 27 3 90,0 10,0 8 1 2 2 17 26,7 3,3 6,7 6,7 56,7 12 Tabel 2. Distribusi Karakteristik biologis sampel Penelitian JUMLAH (n=30) PERSENTASE (%=100) IIA IIB IIIA IIIB IVA DIAGNOSIS HISTOPATOLOGI 7 9 8 5 1 23,3 30,0 26,7 16,7 3,3 Adenocarcinoma cervix Invasive squamous cell carcinoma large cell non keratinizing type Invasive squamous cell carcinoma small cell type GRADE HISTOPATOLOGI 3 10,0 25 83,3 2 6,7 2 27 1 6,7 90,0 3,3 KARAKTERISTIK BIOLOGIS Stadium Klinik Grade 1 Grade 2 Grade 3 LVSI 1 22 2 8 Grade 1 = differensiasi baik = large cell keratinizing type Grade 2 = differensiasi sedang = large cell non- keratinizing type Grade 3 = differensiasi jelek = small cell non- keratinizing type 73,3 26,7 13 Tabel 3. Distribusi ekspresi e-cadherin pada pasien kanker serviks sebelum dan sesudah kemoterapi kombinasi BOMP EKSPRESI E-CADHERIN PADA PASIEN KANKER SERVIKS Sebelum Kemoterapi Kombinasi BOMP 0 1 2 3 Sesudah Kemoterapi Kombinasi BOMP 0 1 2 3 JUMLAH (n=30) PERSENTASE (%=100) 7 15 5 3 23,3 50,0 16,7 10,0 2 9 12 7 6,7 30,0 40,0 23,3 Tabel 4. Tabel perbandingan rerata ekspresi e-cadherin pada pasien kanker serviks sebelum dan sesudah kemoterapi kombinasi BOMP EKSPRESI E-CADHERIN PADA Rerata (Mean) Range (SD) Nilai p PASIEN KANKER SERVIKS SEBELUM KEMOTERAPI KOMBINASI BOMP 1,13 ±0,900 0,009 SESUDAH KEMOTERAPI KOMBINASI BOMP 1,80 ±0,887 Keterangan :UjiWilcoxon : Menunjukan perbedaan yang bermakna (p<0,05) Tabel 5. Analisis Hubungan Perubahan Ukuran Tumor Dengan Perubahan Ekspresi EChaderin Variabel Perubahan Ukuran Tumor Tetap Mengecil * Uji Chi Square N % N % Perubahan ekspresi ECadherin Berkurang Tetap & Bertambah 3 21 12,5 87,5 2 4 33.3 66,7 5 25 Total 24 100 6 100 30 Nilai P 0,221 14