See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/312378260 PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DENGAN CARA LUMPUR AKTIF (ACTIVATED SLUDGE) DAN KARBON AKTIF (ACTIVATED CARBON) DARI ARANG BATUBARA Article · January 2017 CITATIONS READS 0 13,095 1 author: Fitri Nur Ariyanti Institut Teknologi Sepuluh Nopember 4 PUBLICATIONS 0 CITATIONS SEE PROFILE All content following this page was uploaded by Fitri Nur Ariyanti on 16 January 2017. The user has requested enhancement of the downloaded file. Wastewater Treatment PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DENGAN CARA LUMPUR AKTIF (ACTIVATED SLUDGE) DAN KARBON AKTIF (ACTIVATED CARBON) DARI ARANG BATUBARA Fitri Nur Ariyanti*) Program Studi Kimia, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Jl. Arief Rahman Hakim, Kampus ITS Keputih Sukolilo, Surabaya, 60111 [email protected] Abstrak: Limbah cair industri dapat mengandung ion logam berat, seperti Cu2+ dan Ag+. Selain itu, limbah juga memiliki kadar BOD, COD, tingkat kekeruhan diluar batas mutu standar air bersih. Limbah ini akan membahayakan lingkungan apabila dibuang tanpa diolah terlebih dahulu. Pengolahan limbah cair dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah secara lumpur aktif (activated sludge) dan karbon aktif (activated carbon). Proses lumpur aktif terdiri dari beberapa tahapan, yaitu sedimentasi primer, reaksi pada aerasi, sedimentasi sekunder, resirkulasi, dan penghilangan sisa lumpur. Sementara itu, karbon aktif dapat diperoleh dari arang batubara dan dapat digunakan sebagai adsorben logam berat. Kata kunci: lumpur aktif, karbon aktif, wastewater Pendahuluan Berkembangnya industri selain membawa dampak positif, juga membawa dampak negatif, yakni berupa buangan limbah. Limbah yang dihasilkan dari aktivitas tersebut dapat berupa limbah cair maupun padat. Menurut Santiago (1996), limbah merupakan suatu bahan yang terbuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun proses alam yang belum mempunyai nilai ekonomis. Limbah cair sisa produksi yang dibuang ke lingkungan tanpa mendaur ulang (recycle) dan menggunakan ulang (reuse) dapat memberikan dampak negatif terhadap lingkungan, seperti menyebabkan eutrofikasi pada perairan umum sehingga mengakibatkan kematian biota air tersebut. Umumnya limbah cair industri juga mengandung logam berat seperti Cd, Ni, Fe, Cr, Cu, Zn, dan sebagainya (Kusmiyati, 2012). Permasalahan pencemaran lingkungan akibat limbah industri menjadi topik yang diwaspadai. Pemerintah Indonesia sudah mengeluarkan peraturan bahwa semua industri di Indonesia harus menangani limbahnya terlebih dahulu sebelum dibuang ke perairan bebas. Hal ini diatur dalam PP No. 20/1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air, dan SK Menteri KLH. Oleh karena itu, permasalahan akibat limbah cair perlu dilakukan penanganan dengan pemberian perlakuan (treatment) sesuai dengan sifat limbah industri yang bersangkutan. Pengolahan limbah cair yang paling banyak dilakukan adalah secara lumpur aktif (activated sludge) dan karbon aktif (activated carbon). Proses lumpur aktif dalam pengolahan air limbah dilakukan dengan biakan tersuspensi (Ningtyas, 2015). Proses lumpur aktif mampu menghasilkan kualitas air yang dihasilkan tinggi. Namun kekurangan metode ini yaitu sulit diaplikasikan dibandingkan dengan metode penanganan limbah yang lain karena memerlukan konsumsi energi yang tinggi untuk proses aerasi dan teknologinya yang rumit (Sperling, 2007). Dewasa ini, proses lumpur aktif sering digunakan dalam penanganan limbah hasil dari reaktor anaerob dan proses ini diduga dapat mengurangi konsumsi enegi dan sisa lumpur yang dihasilkan menjadi lebih sedikit. Metode lumpur aktif dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan BOD, nitrifikasi, dan denitrifikasi (Anderson, 2010). Wastewater Treatment Selain digunakan metode lumpur aktif, dalam pengolahan limbah cair juga digunakan metode karbon aktif. Karbon aktif dapat digunakan sebagai adsorben. Syarat material yang dapat digunakan sebagai adsorben yaitu memiliki luas permukaan yang besar dan volume internal yang besar yang ditunjukkan dengan porositas, kekuatan mekanik yang baik, dan ketahanan terhadap abrasi, serta memiliki kemampuan transfer massa yang baik. Arang batubara memiliki kemampuan tersebut, sehingga dapat digunakan sebagai karbon aktif. Arang batubara juga diketahui dapat mengadsorb logam berat dari limbah cair karena memiliki luas permukaan besar dan porositas yang tinggi. Ketersediaan arang batubara di Indonesia sangat banyak. Material ini tidak memiliki nilai ekonomis, dan biasanya dibuang di tanah dan dapat menyebabkan tanah menjadi tidak subur. Hal ini akan menguntungkan apabila dimanfaatkan sebagai adsorben (Kusmiyati, 2012). Penelitian tentang adsorpsi logam telah dilakukan oleh Buasri dkk., (2007) dengan menggunakan modifikasi clinoptilolite sebagai adsorben untuk mengadsorpsi ion logam Zn2+. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa modifikasi clinoptilolite dapat digunakan sebagai adsorpsi ion logam Zn2+, namun kurang menguntungkan apabila digunakan pada ion logam dengan konsentrasi tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Kusmiyati (2012) ini menunjukkan bahwa karbon aktif yang berasal dari batubara dapat digunakan sebagai adsorben dalam pengolahan limbah cair yang mengandung logam Cu2+ dan Ag+ melalui proses adsorpsi. Bahan dan Metode Proses Lumpur Aktif Alat dan bahan yang diperlukan dalam proses lumpur aktif adalah limbah cair, HCl, NaOH, pH meter, alat ukur BOD, COD, kekeruhan, TDS, bak, dan tangki. Sebelum dilakukan proses pengolahan limbah cair secara lumpur aktif, terlebih dahulu dilakukan pengamatan pH, BOD, COD, kekeruhan, dan TDS. Limbah cair diumpankan ke dalam tangki aerasi yang berisi mikroorganisme aerobik. Tujuan aerasi adalah untuk mentransfer sejumlah oksigen ke dalam limbah cair. Dalam tangki aerasi ini terjadi proses perombakan bahan organik kompleks menjadi CO2 dan H2O secara aerobik (Soraya, dkk). Beberapa proses yang terjadi dalam metode lumpur aktif adalah tangki aerasi, tangki pengendapan, resirkulasi lumpur, dan penghilangan sisa lumpur. Metode lumpur aktif dapat diilustrasikan dalam gambar 1. Gambar 1. Ilustrasi sederhana pengolahan limbah secara lumpur aktif (Pipeline, 2003). Air limbah terlebih dahulu diendapkan dalam bak pengendap awal yang berfungsi untuk menurunkan padatan tersuspensi sekitar 30-40% dan BOD sekitar 25%. Air dari bak pengendap awal ini selanjutnya dialirkan menuju bak aerasi secara overflow. Dalam bak ini, air limbah dihembuskan dengan udara sehingga zat organik dalam air limbah tersebut diuraikan oleh mikroorganisme. Mikroba menggunakan energi yang diperoleh untuk melakukan pertumbuhan sehingga terjadi perkembangan biomassa dalam jumlah besar. Senyawa polutan dalam air limbah selanjtnya diuraikan oleh mikroorganisme ini (Ningtyas, 2015). Mikroorganisme yang berperan dalam proses lumpur aktif adalah bakteri aerob (Anderson, 2010). Mikroorganisme memanfaatkan polutan dan partikel organik terlarut sebagai sumber makanan. Wastewater Treatment Pengendapan biomassa terjadi dalam tangki pengendapan sekunder dan reaksi biomassa terjadi dalam reaktor biologi. Bagian padatan dalam tangki selanjutnya disirkulasi dalam tangki aerasi tujuannya untuk mempertahankan konsentrasi biomassa dalam reaktor. Proses pengolahan ini menghasilkan lumpur yang selanjutnya menuju tempat pengolahan lumpur. Adapun jenis lumpur yang dihasilkan ada tiga, yaitu lumpur sisa, lumpur biomassa pada bak aerasi, dan lumpur sekunder dalam tangki pengendapan (Sperling, 2007). Dalam tangki pengendapan sekunder, lumpur aktif diendapkan dan dipompa ke bagian inlet bak aerasi menggunakan pompa sirkulasi lumpur. Selanjutnya limbah dialirkan ke tangki sedimentasi untuk dilakukan pemisahan lumpur dan air limbah. Selanjutnya dilakukan pengujian parameter pH, BOD, COD, kekeruhan, dan TDS terhadap air limbah. Apabila volume lumpur aktif dalam tangki sedimentasi telah mencapai 2,5 L maka ke dalam tangki dialirkan larutan HCl dan NaOH untuk menjaga pH agar dalam keadaan netral, selanjutnya dilakukan pengujian konsentrasi MLSS terhadap lumpur (Soraya, dkk). Air limpasan dari tangki pengendapan sekunder dialirkan menuju bak klorinasi sehingga air limbah kontak dengan khlor dengan tujuan untuk membunuh mikroorganisme patogen. Proses Karbon Aktif Bahan dan peralatan yang diperlukan antara lain kayu glugu atau tempurung kelapa atau arang batubara sebagai bahan baku sebanyak 150 gram, H3PO4 3% sebanyak 800 mL sebagai aktivator, gelas beker, stirrer, kertas saring, mesh 60 dan pemanas (Kusniati, 2008). Karbon aktif dapat dibuat bahan baku tempurung kelapa, cangkang kelapa sawit, limbah kulit hewan, tempurung kemiri. Karbon aktif dapat dimanfaatkan sebagai adsorben gas-gas dan uap-uap dari gas dan dapat mengurangi zat-zat dari liquida (Kurniati, 2008). Alat yang digunakan pun bermacam-macam, seperti tanah, kiln bata, kiln portable, kiln arang limbah, dan lain-lain (Sudrajat, 1994). Tahapan pembuatan karbon aktif adalah karbonisasi dan aktivasi. Karbon yang dihasilkan selanjutnya digunakan untuk pengolahan limbah cair. Karbonisasi merupakan proses penguraian selulosa menjadi karbon pada suhu berkisar 275 ºC (Kurniati, 2008). Selanjutnya dilakukan aktivasi menggunakan asam fosfat. Aktivasi merupakan perubahan secara fisik, dimana terjadi peningkatan luas permukaan dari karbon akibat penghilangan senyawa tar dan sisa-sisa pengarangan (Shreve, 1997). Karbon aktif yang digunakan oleh Kusmiyati (2012) dalam penelitiannya berasal dari limbah pembakaran batubara. Arang tersebut diayak dengan ukuran 60 mesh merk Steve Shaker (AG-515 MBT), kemudian dimasukkan ke dalam gelas beker dan ditambahkan 250 mL H2O2 0,2 N diaduk dan didiamkan selama 60 menit. Selanjutnya dicuci dengan aquades demineralisasi, lalu dikeringkan dalam oven suhu 140 ºC selama 15 menit dan dipanaskan dalam furnace suhu 500 ºC selama 15 menit. Proses adsorpsi dilakukan dengan cara batch seperti pada gambar 2 dan ditambahkan limbah serta diaduk menggunakan stirrer dengan kecepatan 700 rpm dan disaring menggunakan kertas saring. Keterangan: 1. Gelas beker 2. Larutan logam, adsorben, magnetic stirrer Wastewater Treatment 3. Kompor Listrik Gambar 2. Alat Adsorpsi (Kusmiyati, 2012) Selanjutnya dilakukan analisis menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) untuk mengetahui nilai konsentrasi ion logam berat. Pembahasan Permasalahan yang sering ditemukan dalam metode lumpur aktif diantaranya adalah bulking. Bulking merupakan fenomena ketika lumpur aktif berubah menjadi keputih-putihan dan sulit mengendap. Bulking terjadi ketika mikroorganisme berfilamen tumbuh dalam jumlah besar. Kerugian fenomena ni diantaranya adalah kehilangan lumpur aktif yang besar sehingga mengurangi efektivitas pengolahan limbah, menyebabkan permasalahan lingkungan, kerusakan alat, dan menyebabkan cairan supernatan yang dihasilkan memiliki kekeruhan yang cukup tinggi. Proses ini juga menyebabkan foaming dan tidak hilang dengan percikan air maupun antifoam. Foarming dapat disebabkan oleh kurangnya nutrien pada limbah, rendahnya DO dan rasio F/M, dan pH < 6 (Anderson, 2010). Hasil penelitian tentang pengolahan limbah cair yang dilakukan oleh Soraya, dkk di PT X secara lumpur aktif, dapat menurunkan kadar COD dan TDS. Hasil pengolahan limbah didasarkan pada paraameter pH, BOD, COD, kekeruhan, dan TDS telah memenuhi standar baku mutu yang sesuai dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor: KEP-03/MENLH/2010 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Kawasan Industri. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa air limbah yang diolah dengan metode lumpur aktif memiliki nilai pH berkisar antara 7,12-7,38 dan telah memenuhi baku mutu nilai pH yang berkisar antara 6,0-9,0. Hal ini memungkinkan kehidupan biologis dalam air limbah tersebut berjalan dengan baik. Apabila air limbah tidak netral, maka kehidupan biologis akan terhambat. Jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan zat organik terlarut dan tersuspensi dalam air dikenal dengan istilah BOD. Penelitian yang dilakukan oleh Soraya, dkk didapatkan BOD berkisar antara 55-125 ppm dengan nilai rata-rata efisiensi sebesar 72,6% dan telah memenuhi baku mutu stanar yaitu tidak lebih kecil dari 150 ppm. Analisis ini didasarkan pada reaksi oksidasi zat organik dengan oksigen dalam air. Proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerobik sehingga hasil oksidasi akan membentuk CO2, H2O, dan NH3. Analisis BOD dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat pencemaran akibat zat-zat organik yang biodegradable dalam limbah. Semakin tinggi kadar BOD, maka tingkat pencemarannya semakin tinggi (Fardiaz, 1992). Air limbah melalui proses klorinasi mampu membunuh mikroba patogen. Melalui proses ini, air limbah dengan konsentrasi BOD 25-300 mg/L dapat diturunkan kadarnya menjadi 20-30 mg/L. Surplus lumpur dari keseluruhan proses ditampung dalam bak pengering lumpur dan air resapannya ditampung kembali di bak penampung air limbah (Solichin, 2012). Sementara itu, nilai COD menyatakan jumlah senyawa organik yang terdapat dalam air limbah. pH netral dibutuhkan dalam pengolahan limbah secara biologi menggunakan lumpur aktif. Hasil penelitian Soraya, dkk didapatkan nilai COD yang bervariasi akibat beban limbah yang masuk bervariasi dan telah memenuhi mutu baku standar dengan nilai COD tertinggi sebesar 173 ppm dan efisiensi yang didapatkan sebesar 93,5%. Hasil pengukuran Mixed Liquor Suspended Solid (MLSS) menunjukkan nilai dengan kisaran antara 2000-2000 mg/L dan telah sesuai baku mutu standar. Apabila lebih dari 3500 mg/L Wastewater Treatment menunjukkan bahwa mikroorganisme yang ada dalam bak aerasi kekurangan nutrisi dan jika nilai MTSS kurang dari 2000 mg/L menunjukkan bahwa pengolahan kurang baik karena sedikitnya mikroorganisme untuk menggunakan substansi organik (Soraya, dkk). Selain melalui lumpur aktif, pengolahan limbah cair dapat dilakukan secara karbon aktif. Beberaga kegunaan karbon aktif untuk gas, diantaranya untuk pemurnian gas (desulfurisasi, menghilangkan gas racun, bau busuk, asap, menyerap racun), pengolahan LNG (desulfurisasi dan penyaringan berbagai bahan mentah dan reaksi gas), katalisator, penghilang bau, dan lain-lain. Kegunaan karbon aktif untuk zat cair antara lain dalam industri obat dan makanan dan minuman (menyaring dan menghilangkan warna, bau, rasa yang tidak enak dalam makanan dan minuman), kimia perminyakan (penyulingan bahan mentah dan sebagai zat perantara), pembersih air (menghilangkan bau, warna dan zat pencemar dalam air sebagai pelindung atau penukar resin dalam penyulingan air), pembersih air buangan, pelarut yang digunakan kembali reuse (Kurniati, 2008). Kusmiyati (2012) melakukan penelitian tentang karbon aktif dari arang batubara sebagai adsorben logam Cu2+ dan Ag+. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ion logam berat Cu2+ yang teradsorpsi (%) pada pH 4 dan pH 7 semakin meningkat dengan peningkatan waktu adsorpsi hingga tercapai titik kesetimbangan. Hal ini ditunjukkan dengan gambar 3. Berdasarkan gambar 3 tersebut dapat diketahui bahwa kenaikan pH memengaruhi persentase logam yang teradsorpsi. Persentase ion logam terjerap lebih tinggi pada pH larutan limbah 7 daripada pada pH 4 (Kusmiyati, 2012). Menurut Busri (2005) bahwa perbedaan keasaman memengaruhi proses adsorpsi yang diakibatkan oleh terjadinya tarik menarik antara ion dalam fase cair dan pada permukaan adsorben. Gambar 3 Pengaruh waktu adsorpsi terhadap persentase ion logam Cu2+ dalam limbah cair (a) pH 4, (b) pH 7 (Kusmiyati, 2012) Kesimpulan Metode pengolahan limbah cair dengan cara karbon aktif (activated carbon) lebih mudah dilakukan daripada melalui metode lumpur aktif (activated sludge). Metode karbon aktif lebih praktis daripada lumpur aktif yang lebih rumit karena proses lumpur aktif memanfaatkan bakteri dan apabila terjadi kesalahan treatment, maka jauh lebih merugikan daripada metode karbon aktif. Karbon aktif ini didapatkan dari arang batubara yang banyak ditemukan di Indonesia dan berdasarkan penelitian batubara merupakan material yang memiliki syarat untuk digunakan sebagai karbon aktif. Daftar Pustaka Anderson, P., 2010, “Activated Sludge Design, Starup, Operation, Monitoring, and TroubleShooting”, Ohio Water Environment Association. Wastewater Treatment Buasri, A., yongbut, P., Chaiyut, N., dan Phattarasirichot, K., 2005, “Adsorption Equilibrium of zinc Ions from Aqueous Solution by Using Modified Clinoptilolite”, Ching Mai J. Sci,Vol. 35(1), pp. 56-62. Fardiaz, S., 1992, “Polusi Air dan Udara”, Yogyakarta: Kanisius, Hal 19-28. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor: KEP-03/MENLH/2010 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Kawasan Industri. Kurniati, E., 2008, “Pemanfaatan Cangkang Kelapa Sawit sebagai Arang Aktif”, Jurnal Penelitian Ilmu Teknik, Vol.8, No.2, 96-103. Kusmiyati, Lystanto, P. A., Pratiwi, K., 2012, “Pemanfaatan Karbon Aktif Arang Batu Bara (KAAB) untuk Menurunkan Kadar Ion Logam Berat Cu (II) dan Ag (I) pada Limbah Cair Industri”, Reaktor,Vol. 14 No. 1, 51-60. Ningtyas, R., 2015, “Pengolahan Air Limbah dengan Proses Lumpur View publication stats Aktif”, Jurusan Teknik Kimia, Institut Teknologi Bandung, Indonesia. Pipeline, Spring, 2003, Vol. 14, No. 2. Santiago, H., 1996, “Istilah Lingkungan untuk Managemen”, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal: 20-22. Shreve, R.N., 1997, “Chemical Process Industries”, McGrowHill Kogasha. Solichin, M., 2012, “Pengelolaan Air Limbah Tersuspensi”, Jurusan Teknik Pengairan, Universitas Brawijaya. Soraya, D., Iryani, A., Mulyati, A. H., “Wastewater Treatment at PT. X by Active Sludge (Pengolahan Limbah Cair PT. X secara Lumpur Aktif”, Program Studi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pakuan Bogor. Sperling, M.V., 2007, “Activated Sludge and Aerobic Biofilm Reactor”, Department of Sanitary and Environment Engineering, Federal University of Minas Gerais, Brazil.