LAPORAN PENDAHULUAN ASFIKSIA 1. Definisi a. Saifuddin, 2002, hal 347 Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis. Bila proses ini berlangsung jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian b. Sarwono, 2007, hal 709 Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. c. JNPK-KR, 2008, hal 144 Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan keadaan ibu, tali pusat atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan. d. Jitowiyono, Sugeng, 2010, hal 71 Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. e. Manuaba, I. B. G, 2010 cetakan ke II, hal 421 Asfiksia adalah keadaan bayi tidak menangis setelah lahir yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. Tujuan tindakan perawatan terhadap bayi asfiksia adalah melancarkan kelangsungan pernafasan bayi yang sebagian besar terjadi pada waktu persalinan. 2. Etiologi Hipoksia janin yang dapat menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga terjadi gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2. Gangguan Ini dapat berlangsung secara menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan atau secara mendadak karena hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan. (Wiknjosastro, 2010, hal.709). Hipoksia janin dapat merupakan akibat dari : a. Oksigenasi darah ibu yang tidak mencukupi akibat hipoventilasi selama anestesi, penyakit jantung sianosis gagal pernafasan, atau keracunan karbonmonoksida b. Tekanan darah ibu yang rendah akibat hipotensi, yang dapat merupakan komplikasi anestesi spinal atau akibat kompresi vena cava dan aorta pada uterus gravid c. Relaksasi uterus tidak cukup memberikan pengisian plasenta akibat adanya tetani uterus, yang disebabkan oleh pemberian oksitosin berlebih-lebihan d. Pemisahan plasenta prematur e. Sirkulasi darah melalui tali pusat terhalang akibat adanya kompresi atau pembentukan simpul pada tali pusat f. Vasokonstriksi pembuluh darah oleh kokain g. Insufisiensi plasenta karena berbagai sebab, termasuk toksemia dan pasca maturitas. (Nelson, 2000, hal 581) 3. Patofisiologi Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia. Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (Denyut Jantung Janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang. Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera. (Aziz, 2010) 4. Tanda Gejala Serta Diagnosa a. Asfiksia ringan 1). Takipnea dengan napas >60x/menit 2). Bayi tampak sianosis 3). Adanya retraksi sela iga 4). Bayi merintih 5). Adanya pernapasan cuping hidung 6). Bayi kurang aktif 7). Dari pemeriksaan auskultasi deperoleh hasil ronchi, rales, dan wheezing positif b. Asfiksia sedang 1). Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 kali permenit. 2). Usaha napas lambat 3). Adanya pernapasan cuping hidung 4). Adanya retraksi sela iga 5). Tonus otot dalam keadaan baik/lemah 6). Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan namun tampak lemah 7). Bayi tampak sianosis 8). Tidak terjadi kekurangn oksigen yang bermakna selama proses persalinan c. Asfiksia berat 1). Frekuensi jantung kecil, yaitu <40x/menit 2). Tidak ada usaha na Adanya retraksi sela igaas 3). Tonus otot lemah bahkan hamper tidak ada 4). Bayi tidak dapit memberikan reaksi jika diberi rangsangan 5). Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu 6). Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan. 5. Klasifikasi a. Asfiksia Ringan Skor APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat, dan tidak memerlukan tindakan istimewa. b. Asfiksia Sedang Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi detak jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada. c. Asfiksia Berat Skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada, pada asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum pemeriksaan fisik sama asfiksia berat (Kamarullah, 2005). Cara menilai tingkatan APGAR score menurut Utomo (2006) adalah dengan : 1). Menghitung frekuensi jantung. 2). Melihat usaha bernafas. 3). Menilai tonus otot. 4). Menilai reflek rangsangan. 5). Memperlihatkan warna kulit. Di bawah ini adalah tabel untuk menentukan tingkat derajat asfiksia yang dialami bayi: Tanda tanda vital Appearance (warna kulit) Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2 Tubuh Seluruh kemerahan tubuh biru Ekstermitas atau putih biru Pulse (Frekuensi jantung) Tidak ada < 100 menit Grimance (reflek) Tidak ada Menyeringai Activity (tonus otot) Respiration (pernapasan) x/ Seluruh tubuh kemerah-merahan > 100 x/ menit Batuk/Bersin/Menangis Fleksi Tidak Ada ekstremitas Fleksi kuat, gerak aktif Gerakan (Lemah) Lambat atau Menangis kuat atau Tidak ada tidak teratur keras (Merintih) Pemantauan nilai apgar dilakukan pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor Apgar) Sumber : Utomo, (2006). 6. Penilaian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi, menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan resusitasi. Upaya resusitasi yang efesien akan efektif berlangsung melalui rangkaian tindakan yaitu menilai pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan. Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting, yaitu : a. Penafasan b. Denyut jantung c. Warna kulit Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus segera ditentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan tekanan positif (VTP). 7. Penatalaksanaan Medis Menurut Hidayat (2005), Cara pelaksanaan resusitasi sesuai tingkatan asfiksia, antara lain : a. Asfiksi Ringan (Apgar score 7-10) 1). Bayi dibungkus dengan kain hangat 2). Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung kemudian mulut. 3). Bersihkan badan dan tali pusat. 4). Lakukan observasi tanda vital dan apgar score dan masukan ke dalam inkubator. b. Asfiksia sedang (Apgar score 4-6) 1). Bersihkan jalan napas. 2). Berikan oksigen 2 liter per menit. 3). Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki apabila belum ada reaksi,bantu pernapasan dengan melalui masker (ambubag). 4). Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan natrium bikarbonat 7,5%sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc disuntikan melalui vena umbilikus secara perlahan-lahan, untuk mencegah tekanan intra kranial meningkat. c. Asfiksia berat (Apgar skor 0-3) 1). Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui lambubag. 2). Berikan oksigen 4-5 liter per menit. 3). Bila tidak berhasil lakukan ETT (Endotracheal Tube). 4). Bersihkan jalan napas melalui ETT (Endotracheal Tube). 5). Apabila bayi sudah mulai benapas tetapi masih sianosis berikan natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc. 8. Penatalaksanaan Asfiksia a. Langkah awal 1). Mencegah kehilangan panas, termasuk menyiapkan tempat yang kering dan hangat untuk melakukan pertolongan. 2). Memposisikan bayi dengan baik, (kepala bayi setengah tengadah/sedikit ekstensi atau mengganjal bahu bayi dengan kain) 3). Bersihkan jalan nafas dengan alat penghisap yang tersedia Bersihkan jalan nafas dengan ketentuan sebagai berikut : a). Bila air ketuban jernih (tidak bercampur mekonium), hisap lendir pada mulut baru pada hidung. b). Bila air ketuban bercampur dengan mekonium, mulai mengisap lendir setelah kepala lahir (berhenti seberi tar untuk menghisap lendir di mulut dan hidung). Bila bayi menangis, nafas teratur, lakukan asuhan bayi barn lahir normal. Bila bayi mengalami depresi, tidak menangis, lakukan upaya maksimal untuk membersihkan jalan nafas dengan jalan membuka mulut lebar-lebar dan menghisap lendir lebih dalam secara hati-hati. c). Menilai bayi dengan melihat usaha nafas, denyut jari tung dan warna kulit kemerahan, lakukan asuhan bayi barn lahir normal. Bila bayi tidak menangis atau megap-megap, warna kulit biru atau pucat denyut jari tung kurang dan 100 xlme4it, lanjutkan langkah resusitasi. b. Langkah resusitasi 1). Sebelumnya periksa dan lakukan bahwa alat resusitasi (baton resusitasi dan sungkup muka) telah tersedia dan berfungsi baik (lakukan test untuk baton dan sungkup muka) 2). Cuci tangan dan gunakan sarung tangan sebelum memegang atau memeriksa bayi 3). Selimuti bayi dengan kain yang kering dan hangat kecuali muka dan dada bagian atas, kemudian letakkan pada alas dan lingkungan yang hangat. 4). Periksa ulang posisi bayi dan pastikan kepala berada dalam posisi tengadah 5). Letakkan sungkup melingkupi dagu, hidung dan mulut sehingga terbentuk 6). semacam tautan sungkup dan wajah. 7). Tentukan balon resusitasi dengan dua jari atau dengan semua jari tangan (tergantung pada ukuran balon resusitasi) 8). Lakukan pengujian pertautan dengan melakukan ventilasi sebanyak dua kali dan periksa gerakan dinding dada 9). Bila pertautan baik ( tidak bocor) dan dinding dada mengembang maka lakukan ventilasi dengan menggunakan oksigen (bila tidak ada atau tersedia oksigen guna udara ruangan) 10). Perhatikan kecepatai ventilasi sekitar 40 kali per 60 detik, dengan tekanan yang tepat sambil melihat gerakan dada (naik turun) selama ventilasi 11). Bila dinding dada tidak naik-turun dengan baik berarti ventilasi berjalan secara adekuat. 12). Bila dinding dada tidak naik, periksa ulang dan betulkan posisi bayi atau terjadi kebocoran lekatan atau tekanan ventilasi kurang Lakukan ventilasi selama 2 x 30 detik atau 60 detik kemudian lakukan penilaian segera tentang upaya bernafas spontan dan warna kulit: a). Bila frekwensi nafas normal (30-60 x/menit), hentikan ventilasi, lakukan kontak kulit ibu-bayi, lakukan asuhan normal bayi barn lahir (menjaga bayi tetap hangat, mulai memberikan ASI dm1 dan mencegah infeksi dan imunisasi) b). Bila bayi belum bernafas spontan ulangi lagi ventilasi selama 2 x 30 detik atau 60 detik kemudian lakukan penilaian ulang. c). Bila frekwensi nafas menjadi normal (30-60 x/menit) hentikan ventilasi lakukan kontak kulit it lakukan asuhan normal bayi barn lahir. d). Bila bayi bernafas, tetapi terlihat retraksi dinding dada, lakukan ventilasi dengan menggunakan oksigen (bila tersedia) e). Bila bayi tidak bernafas, megap-megap, teruskan bantuan pernafasan dengan ventilasi. f). Lakukan penilaian setiap 30 detik dengan menilai usaha bernafas denyut jari tung dan warna kulit g). Jika bayi tidak bernafas secara teratur setelah ventilasi 2-3 menit, rujuk ke fasilitas pelayanan perawatan bayi resiko tinggi. h). Jika tidak ada nafas sama sekali dan tidak ada perbaikan frekwensi denyut jari tung bayi setelah ventilasi selama 20 menit, hentikan ventilasi, bayi dinyatakan meninggal (jelaskan kepada keluarga bahwa upaya pertolongan gagal) dan beri dukungan emosional pada keluarga. ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA A. Pengkajian 1. Biodata Terdiri dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa, jumlah saudara dan identitas orang tua. Yang lebih ditekankan pada umur bayi karena berkaitan dengan diagnosa Asfiksia Neonatorum. 2. Keluhan Utama Pada klien dengan asfiksia yang sering tampak adalah sesak nafas 3. Riwayat kehamilan dan persalinan Bagaimana proses persalinan, apakah spontan, premature, aterm, letak bayi belakang kaki atau sungsang 4. Kebutuhan dasar a. Pola Nutrisi Pada neonatus dengan asfiksia membatasi intake oral, karena organ tubuh terutama lambung belum sempurna, selain itu juga bertujuan untuk mencegah terjadinya aspirasi pneumonia b. Pola Eliminasi Umumnya klien mengalami gangguan b.a.b karena organ tubuh terutama pencernaan belum sempurna c. Kebersihan diri Perawat dan keluarga pasien harus menjaga kebersihan pasien, terutama saat b.a.b dan b.a.k, saat b.a.b dan b.a.k harus diganti popoknya d. Pola tidur Biasanya istirahat tidur kurang karena sesak nafas 5. Pemeriksaan fisik a. Keadaan umum Pada umumnya pasien dengan asfiksia dalam keadaan lemah, sesak nafas, pergerakan tremor, reflek tendon hyperaktif dan ini terjadi pada stadium pertama. b. Tanda-tanda Vital Pada umunya terjadi peningkatan respirasi c. Kulit Pada kulit biasanya terdapat sianosis d. Kepala Inspeksi : Bentuk kepala bukit, fontanela mayor dan minor masih cekung, sutura belum menutup dan kelihatan masih bergerak e. Mata Pada pupil terjadi miosis saat diberikan cahaya f. Hidung Yang paling sering didapatkan adalah didapatkan adanya pernafasan cuping hidung. g. Dada Pada dada biasanya ditemukan pernafasan yang irregular dan frekwensi pernafasan yang cepat h. Neurology / reflek Reflek Morrow : Kaget bila dikejutkan (tangan menggenggam) 6. Gejala dan tanda a. Aktifitas; pergerakan hyperaktif b. Pernafasan ; gejala sesak nafas Tanda : Sianosis c. Tanda-tanda vital; Gejala hypertermi dan hipotermi Tanda : ketidakefektifan termoregulasi B. Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 b.d ekspansi yang kurang adekuat. 2. Hipertermi b.d transisi lingkungan ekstra uterin neonatus. 3. Penurunan kardiak out put b.d 4. Gangguan perfusi jaringan b.d kebutuhan Oksigen yang tidak adekuat. 5. Intoleransi aktifitas b.d 6. Ansietas b.d kurang pengetahuan tentang kondisi yang dialami dan proses pengobatan. 7. C. Resiko tinggi terjadi infeksi Perencanaan Keperawatan Dx. I : Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 b.d ekspansi yang kurang adekuat. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 X 24 jam kebutuhan O2 terpenuhi dengan kriteria tidak ada pernafasan cuping hidung dan tidak sianosis. Intervensi: No. 1. Intervensi Rasional Beri penjelasan pada keluarga tentang Agar keluarga tahu tentang penyebab penyebab sesak yang dialami oleh sesak yang dialami oleh bayinya. pasien. 2. Atur kepala bayi dengan posisi Melonggarkan jalan nafas. ekstensi. 3. Batasi intake per oral, bila perlu Mencegah aspirasi. dipuasakan. 4. Longgarkan jalan nafas. Memudahkan untuk bernafas. 5. Observasi tanda-tanda kekurangan O2. Mengetahui tingkat kekurangan O2. 6. Hangatkan bayi dalam incubator. Mencegah sianosis. 7. Kolaborasi dengan tim medis untuk Mendukung pemberian O2. perawatan penatalaksanaan medis. dan Dx. II : Hipertermi b.d transisi lingkungan ekstra uterin neonatus. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 X 24 jam, suhu tubuh kembali normal dengan kriteria suhu tubuh antara 36.5°C – 37.4°C, kelembaban cukup Intervensi: No. 1. Intervensi Rasional Beri penjelasan kepada keluarga Keluarga menjadi tahu tentang tentang penyebab panas yang penyebab panas yang dialami dialami oleh bayinya. 2. bayinya. Berikan pakaian tipis yang mudah Mencegah penguapan menyerap keringat. berlebihan. 3. Berikan kompres hangat. Menurunkan suhu tubuh. 4. Observasi tanda-tanda vital terutama Menentukan suhu tubuh. 5. infuse dan obat-obatan antipiretik. Tujuan : Kardiak output normal. Intervensi: Intervensi Rasional 1. Monitoring jantung paru. 2. Mengkaji tanda vital. 3. Memonitoring perfusi jaringan tiap 2-4 jam. 4. Monitor denyut nadi. 5. Memonitoring ontake dan out put. 6. Kolaborasi vasodilator. pemberian perawatan penatalaksanaan medis. Dx.III : Penurunan kardiak out put dalam tindakan keperawatan selanjutnya. Kolaborasi medis untuk pemberian Mendukung No. yang dan Dx. IV : Gangguan perfusi jaringan Tujuan : Perfusi jaringan kembali normal. Intervensi: No. Intervensi 1. Pemberian diuretic sesuai dengan Rasional indikasi. 2. monitor laboraturium urine. 3. pemeriksaan darah. 4. Ajarkan pasien/ anggota keluarga tentang prosedur perawatan luka. 5. Dx. V : Intoleransi aktifitas Tujuan : Pasien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas. Intervensi: No. Intervensi 1. Menyediakan stimulasi lingkungan yang minimal. 2. menyediakan monitoring jantung paru 3. mengurangi sentuhan 4. memberikan posisi yang nyaman 5. kolaborasi analgetiksesuai kondisi, Rasional Dx. VI : Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi yang dialami dan proses pengobatan. Tujuan : Mendemonstrasikan hilangnya ansietas dan memberikan informasi tentang proses penyakit, program pengobatan. Intervensi: No. 1. Intervensi Rasional Jelaskan tujuan pengobatan pada Mengorientasi program pengobatan. keluarga. 2. Kaji ulang tanda / gejala yang Berulangnya memerlukan intervensi medik memerlukan evaluasi medik cepat. untuk mencegah / menurunkan potensial komplikasi. 3. Kaji ulang praktik kesehatan yang Mempertahanan baik, istirahat. meningkatkan kesehatan penyembuhan mencegah kekambuhan. 4. Dorong pasien / orang terdekat untuk menyatakan masalah / perasaan. 5. Beri penguatan informasi pasien yang telah diberikan sebelumnya. umum dan dapat DAFTAR PUSTAKA Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi. 8. Jakarta: EGC. Dewi, Vivian. 2011. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba Medika Hidayat, Aziz. 2009. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta Rahayu, Sri Dedeh. 2009. Asuhan Keperawatan Anak dan neonatus. Jakarta: Salemba Medika Sarwono Prawirohardjo, 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: EGC LAPORAN PENDAHULUAN ASFIKSIA DISUSUN OLEH : ANESIA PUTRI (13200044) TINGKAT III REGULER 2 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLTEKKES KEMENKES TANJUNG KARANG JURUSAN DIII KEPERAWATAN TAHUN 2015/2016