Ekotoksikologi dan Pengendalian Pencemaran Husnul Chotimah H, S.Hut,. M.Hut. MSDP 2020/Semester 6 Pendahuluan Manusia dan makhluk hidup lainnya seringkali terpapar banyak jenis bahan alami maupun buatan manusia. Jenis bahan tersebut ada yang bersifat racun ataupun aman. Keracunan berarti keadaan dimana tubuh seseorang sedang mengalami gangguan diakibatkan suatu zat atau bahan kimia yang tentunya bersifat racun. Bahan atau zat yang beracun disebut toksik, sedangkan ilmu yang mempelajari batas aman dari bahan kimia adalah toksikologi (Casarett and Doulls, 1996). Ekosistem perairan merupakan ekosistem yang rentan terhadap ancaman pencemaran. Ekosistem perairan merupakan ekosistem yang kompleks dan sangat beranekaragam ekosistem perairan terdiri dari aliran air/sungai kecil (fresh water/ tawar), danau, sungai, estuaria, laut, air payau, laut dalam. Komponen biotik dan abiotiknya sangat berbeda dan mempunyai sifat yang unik. Air merupakan sumberdaya alam penting yang sangat dibutuhkan oleh seluruh makhluk hidup demi keberlangsungan hidupnya. Bagi manusia air memiliki banyak manfaat diantaranya digunakan untuk mencuci, minum, memasak, mandi dan kegiatan lainnya. Pemanfaatan inilah yang mengharuskan manusia untuk tetap menjaga dan melindungi air dari hal-hal yang dapat merusak kualitasnya agar dapat digunakan secara berkelanjutan sesuai dengan tingkat mutu air yang dikehendaki. Pengelolaan kuaitas air dilakukan dengan upaya pengendalian pencemaran air, yaitu dengan upaya memelihara fungsi air sehingga kualitas air memenuhi baku mutu. Dewasa ini air menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian serius dari masyarakat. Karena air telah tercemar oleh limbah-limbah dari berbagai hasil kegiatan manusia, sehingga untuk memperoleh air yang baik sesuai dengan standar tertentu diperlukan biaya yang cukup mahal. Secara kualitas, sumber daya air telah mengalami penurunan. Akibat penurunan kualitas air sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan manusia secara kuantitas ditambah kebutuhan manusia semakin meningkat seiring bertambahnya populasi manusia. Di Indonesia, pencemaran air telah mengakibatkan terjadinya krisis air bersih. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kesadaran warga sekitar serta lemahnya pengawasan pemerintah dan keengganan untuk melakukan penegakan hukum sehingga menjadikan kondisi perairan semakin parah. Beberapa badan air sudah mulai tercemar oleh sampahsampah domestic dan pertanian yang di buang penduduk tanpa melalui proses pengolahan. Sampah-sampah domestic misalkan saja limbah deterjen dari industri rumah tangga berupa loundry, sampah non-organik berupa plastic dan botol-botol minuman kemasan, bahkan perabotan rumah tangga yang tidak dipakai (butut). Sampah-sampah tersebut menghambat aliran sungai, bahkan sungai yang dekat dengan pemukiman warga ketika hujan lebat air sempat meluap sehingga mengalir melalui jalan raya dan sebagian menggenangi halaman rumah penduduk. Selain itu, air buangan dari pertanian yang tercampur oleh pupuk, pestisida dll. Membuat warna air menjadi kecoklatan dan mengganggu kehidupan makhluk hidup di dalamnya. Akibat terparah yang terjadi antara lain kandungan toksik (racun) yang timbul dikarenakan adanya bakteri pathogen yang dihasilkan dari sampah dan limbah buangan manusia. Ilmu Toksikologi/ Ekotoksikologi Toksikologi adalah ilmu yang menetapkan batas aman dari bahan kimia (Casarett and Doulls, 1995). Selain itu toksikologi juga mempelajari jelas/kerusakan/ cedera pada organisme (hewan, tumbuhan, manusia) yang diakibatkan oleh suatu materi substansi/energi, mempelajari racun, tidak saja efeknya, tetapi juga mekanisme terjadinya efek tersebut pada organisme dan mempelajari kerja kimia yang merugikan terhadap organisme. Banyak sekali peran toksikologi dalam kehidupan sehari-hari, tetapi bila dikaitkan dengan lingkungan dikenal dengan istilah toksikologi lingkungan dan ekotoksikologi. Ekotoksikologi Perairan Dua kata toksikologi lingkungan dengan ekotoksikologi yang hampir sama maknanya ini sering sekali menjadi perdebatan. Toksikologi lingkungan adalah ilmu yang mempelajari racun kimia dan fisik yang dihasilkan dan menimbulkan pencemaran lingkungan (Cassaret, 2000). Sedangkan, menurut Butler (1978), Ekotoksikologi adalah ilmu yang mempelajari racun kimia dan fisik pada makhluk hidup, khususnya populasi dan komunitas termasuk ekosistem, termasuk jalan masuknya agen dan interaksi dengan lingkungan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Ekotoksikologi perairan adalah ilmu yang membahas tentang racun baik kimia maupun fisik pada makhluk hidup termasuk interaksinya dengan lingkungan perairan. Dengan demikian ekotoksikologi merupakan bagian dari toksikologi lingkungan. Ekotoksikologi adalah ilmu yang mengkaji perubahan-perubahan ekosistem yang mengalami gangguan jangka panjang atau pendek (Boudou and Ribeyre 1989). Menurut Rand and Petrocelli (1985) toksikologi perairan adalah ilmu yang mengkaji kualitatif dan kuantitatif bahan-bahan kimia dan antropogenik lain atau xenobiotik yang merugikan organisme perairan. Xenobiotik adalah zat-zat kimia yang asing bagi tubuh organisme. Berbagai senyawa kimia organik, anorganik atau mineral yang dibuang ke dalam air dapat mengotori dan bersifat toksik sehingga dapat mematikan ikan dan organisme air lainnya. Bahan toksik di perairan yang berupa zat-zat kimia beracun dapat berasal dari kegiatan industri, air limbah tambang, erosi permukaan pada tambang terbuka, pencucian herbisida dan insektisida serta akibat kecelakaan seperti tumpahnya minyak atau pecahnya tanker kimia di laut (Southwick 1976). Khusus tentang limbah yang berasal dari kegiatan industri, Dix (1981) menyatakan bahwa pencemar yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh jenis industri. Istilah ekotoksikologi dikenalkan oleh Prof. Truhaut pada tahun 1969 dan diturunkan dari kata “ekologi” dan “toksikologi”. Pengenalan istilah ini merefreksikan tumbuhnya perhatian tentang efek bahan kimia lingkungan terhadap spesies selain manusia. Pengetahuan tentang racun sesungguhnya sudah ada sejak zaman dahulu tetapi belum tersusun secara sistematis menjadi suatu ilmu. Baru pada awal abad ke-16 seorang ahli racun terkenal yang hidup pada tahun 1493-1541, Phillipus Aureolus Theophrastus Bombastus von Hohenhiem Paracelcus (PATBH Paracelcus) memperkenalkan istilah toxicon (toxic agent) untuk zat (substansi) yang dalam jumlah kecil dapat mengganggu fungsi tubuh. Ia adalah orang pertama yang meletakkan dasar ilmu dalam mempelajari racun dan mengenalkan dalil sebagai berikut : 1. Percobaan pada hewan merupakan cara yang paling baik dalam mempelajari respon tubuh terhadap racun. 2. Efek suatu zat (kimia atau fisik) pada tubuh dapat merupakan efek terapi (bermanfaat) dan efek toksik (merugikan). Selanjutnya, toksikologi modern diperkaya oleh Mattieu Joseph Orfilla (1787-1853). Ia merupakan orang pertama yang melakukan penelitian secara sistematis tentang respon biologic anjing pada zat kimia tertentu. Ia memperkenalkan toksikologi sebagai ilmu yang mempelajari racun, ia mengembangkan analisis terhadap racun misalnya As (Arsen) dan meletakkan dasar toksikologi forensik. Toksikologi juga dikembangkan oleh ahli lain seperti Francios Magendie (1783-1855) yang meneliti striknin dan emetin.