Biokonversi Selulose dari Limbah Tongkol Jagung Menjadi Glukosa Menggunakan Jamur Aspergilus Niger Soeprijanto, Tianika Ratnaningsih, dan Ira Prasetyaningrum Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Email: [email protected] Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh glukosa dari tongkol jagung melalui proses hidrolisa enzimatis menggunakan enzim selulose dari jamur Aspergilus niger serta mempelajari pengaruh penggunaan dosis enzim dan ukuran partikel terhadap proses hidrolisa. Penelitian dimulai dengan tahap persiapan enzim kasar dari jamur Aspergilus niger dan tahap pengujian enzim selulose, kemudian dilanjutkan dengan analisa komposisi tongkol jagung dengan perlakuan secara fisika. Proses hidrolisa asam dilakukan dengan perendaman didalam larutan FeTNa dan hidrolisa enzim dari jamur Aspergilus niger. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktifitas enzim selulose yang terbaik diperoleh sebesar 2,257 IU/ml dengan masa inkubasi selama 4 hari. Konversi selulose menjadi glukose diperoleh sebesar 51,01% dengan menggunakan ukuran partikel tongkol jagung 100 mesh dan dosis enzim 50 ml. Kata-kata kunci: Aspergilus niger; enzim selulose; glukose; hidrolisa asam; hidrolisa enzim; tongkol jagung; Abstract The purpose of this experiment was to obtain glucose from corn-cob through enzymatic hydrolise using cellulose enzyme from Aspergilus niger, also to study the effects of enzyme doses and size of particles on the hydrolysing processes. The experiment started with a preparation of enzyme from fungi of Aspergilus niger and step of cellulose enzyme examination, then proceeding with an analyse of corn-cob composition. An Acidic hydrolyse was conducted by immersing tongkol jagung in FeTNa solutions and an enzymatic hydrolise from Aspergilus niger. This results showed that the best activities of cellulose enzyme obtained from Aspergilus niger was 2.257 IU/ml with an incubation time 4 days. A conversion of cellulose to glucose obtained was 51.01% with a size of particles of corn-cob of 100 mesh and a enzyme dose of 50 ml. Keywords: Aspergilus niger; acidic hydrolise; enzymatic hydrolise; cellulose enzyme; glucose; corn-cob; 1 1. PENDAHULUAN Kebutuhan akan glukosa dalam industri semakin meningkat seiring dengan pemenuhan kebutuhan makanan, minuman, dan bahan baku pembuatan bahan kimia maupun obat-obatan. Produksi glukosa merupakan langkah awal dan penting dari konversi selulose menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dan mempunyai berat molekul yang lebih rendah serta membuka lapangan yang luas bagi berbagai bahan kimia, termasuk potensi untuk mensitesa polimer – polimer yang pada saat ini produksinya bertumpu pada minyak bumi dan gas alam dengan proses petrokimia. Salah satu sektor yang belum banyak dimanfaatkan adalah limbah pertanian. Limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang tidak dipergunanakan kembali dari hasil aktivitas manusia, ataupun proses-proses alam yang belum mempunyai nilai ekonomi, bahkan mempunyai nilai ekonomi yang sangat kecil. Dikatakan mempunyai nilai ekonomi yang sangat kecil karena limbah dapat mencemari lingkungan dan penangannya memerlukan biaya yang cukup besar. Pemanfaatan limbah merupakan salah satu alternative untuk menaikkan nilai ekonmi limbah tersebut. Pemanfaatan limbah pertanian diantaranya adalah tongkol jagung, yang selama ini hanya dijadikan sebagai pakan ternak atau hasil industri minyak jagung yang tidak diolah kembali menjadi sesuatu yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Untuk itulah dalam penelitian ini akan dimanfaatkan limbah pertanian yaitu tongkol jagung sebagai penghasil glukosa, sehingga limbah ini dapat bermanfaat bagi penigkatan nilai tambah limbah pertanian. Dalam penelitian ini yang dilakukan adalah mengkonversikan selulose menjadi glukose menggunakan proses hidrolisa secara enzimatik dengan perlakuan terlebih dahulu dengan hidrolisis asam dan perendaman dalam larutan FeTNa (Hamilton, 1984; Purnomo dan Rochma, 2004). Enzim yang digunakan adalah diperoleh ari jamur Aspergilus niger. Tanaman jagung merupakan salah satu tanaman serelia yang tumbuh hampir di seluruh dunia dan tergolong spesies dengan variabilitas genetic tebesar. Di Indonesia jagung merupakan bahan makanan pokok kedua setelah padi. Banyak daerah di Indonesia yang berbudaya mengkonsumsi jagung, antara lain Madura, Yogyakarta, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, dll. Keunggulan jagung dibandingkan dengan komoditas pangan yang lain adalah kandungan gizinya lebih tinggi dari beras, sumber daya ala mini juga sangat mendukung untuk pembudidayaannya, harga relative murah dan tersedianya teknologi budidaya 2 hingga pengolahan. Selain sebagai bahan makan pokok, jagung juga dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak dan bahan industri serta komoditas eksport (Suprapto dan Rasyid, 2002). Seiring dengan kebutuhan jagung yang cukup tinggi, maka akan bertambah pula limbah yang dihasilkan dari industri pangan dan pakan berbahan baku jagung. Limbah yang dihasilkan diantaranya adalah tongkol jagung yang biasanya tidak dipergunakan lagi ataupun nilai ekonominya sangat rendah. Umumnya tongkol jagung dipergunakan sebagai pakan ternak sapi, ataupun di daerah pedesaan tongkol jagung ini dapat dimanfaatkan sebagai obat diare (Suprapto dan Rasyid, 2002). Tanaman jagung termasuk jenis tanaman pangan yang diketahui banyak mengandung serat kasar dimana tersusun atas senyawa kompleks lignin, hemiselulose dan selulose (lignoselulose), dan masing-masing merupakan senyawa-senyawa yang potensial dapat dikonversi menjadi senyawa lain secara biologi. Selulose merupakan sumber karbon yang dapat digunakan mikroorganisme sebagai substrat dalam proses fermentasi untuk mengahsilkan produk yang mempunyai nilai ekonomi tinggi (Aguirar, 2001; Suprapto dan Rasyid, 2002). Selulose hampir tidak pernah ditemui dalam keadaan murni di alam (Gambar 1.1), melainkan selalu berikatan dengan bahan lain yaitu lignin dan hemiselulose. Serat selulose alami terdapat di dalam dinding sel tanaman dan material vegetatif lainnya. Seluose murni mengandung 44,4% C; 6,2% H dan 49,3% O. Rumus empiris selulose adalah (C6H10O5)n, dengan banyaknya satuan glukosa yang disebut dengan derajat polimerisasi (DP), dimana jumlahnya mencapai 1.200-10.000 dan panjang molekul sekurang-sekurangnya 5.000 nm. Berat molekul selulose rata-rata sekitar 400.000 Mikrofibril selulose terdiri atas bagian amorf (15%) dan bagian berkristal (85%). Struktur berkristal dan adanya lignin serta hemiselulose disekeliling selulose merupakan hambatan utama untuk menghidrolisa selulose (Sjostrom, 1995). Pada proses hidrolisa yang sempurna akan mengahasilkan glukosa, sedangkan proses hidrolisa sebagian akan menghasilkan disakarida selebiose. Gambar 1.1. Struktur selulose (dari Cole dan Fort, 2007). 3 Hemiselulose terdiri atas 2-7 residu gula yang berbeda (Gambar 1.2). Hemiselulose berbeda dengan selulosa karena komposisinya teridiri atas berbagai unit gula, disebabkan rantai molekul yang pendek dan percabangan rantai molekul. Unit gula (gula anhidro) yang membentuk hemiselulosa dapat dibagi menjadi kompleks seperti pentosa, heksosa, asam keksuronat dan deoksi-heksosa (Fengel dan Wegener, 1995; Nishizawa, 1989). Hemiselulosa ditemukan dalam tiga kelompok yaitu xylan, mannan, dan galaktan. Xylan dijumpai dalam bentuk arabinoxylan, atau arabino glukurunoxylan. Mannan dijumpai dalam bentuk glukomannan dan galaktomannan. Sedangkan galaktan yang relative jarang, dijumpai dala bentuk arabino galaktan. Gambar 1.2. Struktur hemiselulose (dari Cole dan Fort, 2007). Lignin adalah polimer aromatic kompleks yang terbentuk melalui polimerisasi tiga dimensi dari sinamil alcohol (turunan fenil propane) dengan bobot melekul mencapai 11.000 (Gambar 1.3). Dengan kata lain, lignin adalah makromolekul dari polifenil. Polimer lignin dapat dikonversi ke monomernya tanpa mengalami perubahan pada bentuk dasarnya. Lignin yang melindungi selulose bersifat tahan terhadap hidrolisis karena adanya ikatan arilalkil dan ikatan eter. Gambar 1.3. Struktur lignin 4 Glukose, monosakarida terpenting kadang-kadang disebut gula darah (karena dijumpai dalam darah), gula anggur (karena dijumpai dalam buah anggur), atau dekstrosa (karena memutar bidang polarisasi ke arah kanan) (Gambar 1.4). Glukose adalah suatu aldoheksosa yang terdapat dalam jumlah banyak, diikuti dengan galaktosa dan manosa. Gambar 1.4. Struktur glukose. Hidrolisa adalah proses peruraian suatu senyawa oleh air. Proses tersebut dapat terjadi dalam suasana asam, basa, atau netral tergantung pada senyawa yang bereaksi serta karena enzim. Hidrolisa selulosa merupakan suatu proses yang dilakukan untuk menghasilkan glukosa. Ada dua cara yang digunakan untuk hidrolisa selulose yaitu dalam suasana asam dan secara enzimatis. Dibandingkan dengan hidrolisa asam, hidrolisa menggunakan enzim mempunyai keuntungan berupa derajad konversi yang tinggi, pembentukan hasil samping yang minimal, kebutuhan energi yang rendah, dan kondisi operasi yang mudah dicapai. Enzim selulose merupakan enzim yang kompleks yang terdiri atas tiga yaitu endoselulase, selobiohidrolase dan selobiase. Ketiga enzim ini bekerja secara sinergis dalam menghidrolisa selulosa menjadi glukosa. Selobiohidrolase menyerang struktur kristal selulosa dan menghasilkan selobiosa (disakarida). Endoselulase menghidrolisa bagian amorf selulosa menjadi senyawa-senyawa dengan bobot molekul yang lebih kecil (β-oligomer), sedangkan selobiase menghidrolisa βoligomer menjadi glukosa. Pengaruh hidrolisa pada masing-masing enzim adalah rendah, sedangkan kombinasi eksoenzim (selobiohidrolase) dan endoenzim menaikkan produksi glukosa. Jadi keseluruhan enzim bekerja sama dalam mendegradasi selulose. Adsorpsi enzim selulose pada permukaan selulose pada umumnya diasumsikan lebih cepat dibandingkan dengan laju hidrolisis secara keseluruhan Jumlah enzim selulose yang diadsorpsi terutama tergantung pada tersedianya luas permukaan selulose dan konsentrasi enzim selulose. Oleh karena itu, tipe selulose dan konsentrasi enzim selulose merupakan dua faktor penting adsorpsi dalam sistem selulase-selulose. 5 Sumber enzim, berasal dari jaringan tumbuhan, hewan dan mikroorganisme yang terseleksi. Enzim yang secara tradisional diperoleh dari tumbuh-tumbuhan dan hewan yang mempunyai kelemahan yaitu variasi musim, konsentrasi rendah, biaya tinggi, persediaan enzim terbatas, dan adanya persaingan dengan pemanfaatan yang lain. Oleh karena itu pengingkatan sumber enzim sedang dilakukan dengan cara memaksimalkan dari mikroba pengahasil enzim yang sudah dikenal atau penghasil enzim baru lainnya. Sebagian besar enzim mikroba untuk keperluan industri hanya berasal dari 11 jamur, 8 bakteri dan 4 ragi serta dalam prakteknya para produsen biasanya mencari enzim baru dari kelompok ini. Kebanyakan mikroba yang digunakan dari jamur adalah Aspergilus niger, Mucor sp., Rhizopus arrhizus, Trichoderma viride, Penicillium vitale, Aerobacter aerogenes, dll. Sedangkan dari bakteri adalah Bacillus subtilis, Bacillus coagulans, Escherichia coli, dll. Sumber enzim yang didapat dari ragi adalah Saccharomyces cereviceae, Streptomyces phaeochromogens, dll. Aspergilus niger. Pada penelitian ini produksi enzim selulose didapatkan dari jamur Aspergilus niger, karena jamur ini sangat mudah didapatkan di alam bebas. Aspergilus niger adalah kapang dari jenis fungi imperfecti yang tersebar dimana-mana pada berbagai macam substrat antara lain pada buah-buahan, sayur-sayuran dan makanan lain yang telah membusuk. Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan enzim selulose kasar dari jamur Aspergilus niger dengan variable waktu inkubasi yang berbeda-beda guna mengetahui aktivitas yang optimum; untuk memperoleh glukosa dari tongkol jagung melalui proses hidrolisa secara enzimatik menggunakan enzim selulosa dari jamur Aspergilus niger; dan untuk mengetahui kondisi yang baik dalam pembuatan glukosa dari tongkol jagung. 2. METODOLOGI 2.1 Tahap Persiapan Medium agar miring yang digunakan dalam pemeliharaan Aspergilus niger adalah PDA (potato Dextrose Agar). Bahan ini dilarutkan dalam aquadest 1,9 g/ml, lalu dipanaskan sampai larutan menjadi homogen. Media kemudian dituangkan kedalam tabung reaksi (± 5 ml) dan disterilisasi dengan menggunakan autoclave pada suhu 121oC selama ± 15 menit. Setelah disterilisasi, tabung-tabung reaksi tersebut diletakkan dalam 6 posisi miring dan dibiarkan agar-agar memadat. Selanjutnya dilakukan inokulasi Aspergilus niger pada agar miring tersebut. Substrat yang digunakan untuk pertumbuhan Aspergilus niger dedak gandum. Substrat yang sudah dikeringkan kemudian digiling sampai ukuran partikel sebesar 40 mesh. Untuk media diambil 10 g tepung substrat dari dedak gandum, kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer 300 ml dan ditambahkan larutan nutrisi. Nutrisi yang diberikan kedalam substrat ditunjukkan dalam Tabel 2.1. Tabel 2.1. Komposisi nutrisi untuk pertumbuhan jamur Aspergilus niger. Komponen KH2PO4 Yeast extract MgSO4. 7H2O CaCl2 Komposisi % (w/v) 8,0 1,0 0,5 0,5 Volume nutrisi (ml) yang ditambahkan dengan dedak gandum (g) adalah dengan perbandingan 2 dan 10, lalu ditambahkan aquadest hingga mencapai kadar air 70% berat basah. Substrat yang sudah diberi dengan larutan nutrisi dan mineral kemudian disterilisasi dalam autoclave pada suhu 121oC selama 15-20 menit. 2.2 Tahap produksi enzim kasar Biakan Aspergilus niger pada agar miring diberi aquadest sebanyak 10 ml. Jamur dilepaskan dengan menggunakan jarum ose, lalu dikocok dan dipindahkan ke tabung lain yang sudah disterilkan. Suspensi jamur yang digunakan ditentukan konsetrasinya menggunakan TPC (Total Plate Counting) dengan jumlah 107 – 108 spore /ml. Suspensi jamur sebanyak 2 ml yang diperoleh diinokulasikan kedalam susbtrat steril yang sudah tersedia, kemudian diinkubasikan kedalam inkubator pada suhu 35oC selama 2, 4 dan 6 hari. Media fermentasi yang sudah ditumbuhi Aspergilus niger kemudian ditambahkan 100 ml buffer asetat pH 4,8 yang mengandung 0,1 % Tween 80. Cairan enzim diaduk dan dikocok dengan pengocok shaker pada 200 rpm selama 2 jam kemudian disentrifuge pada 900 rpm selama 180 menit. 7 2.3 Tahap pengujian aktivitas enzim Protein diuji dengan analisis biuret yaitu dengan memasukkan masing-masing kedalam tabung reaksi sebanyak 3 ml larutan protein (enzim kasar). Menambahkan 6 ml reagent biuret kedalam setiap tabung reaksi tersebut. Menginkubasikan pada suhu 35oC selama 15 menit. Menera absorbansinya pada 550 nm. Aktivitas enzim selulose diuji dengan mencampurkan 0,5 ml enzim kasar dan 25 mg kertas saring, diinkubasikan pada suhu 50oC selama 60 menit. Tambahkan 1 ml reagen DNS untuk menghentikan reaksi. Melakukan pengenceran dengan mengambil 1 ml larutan sampel lalu dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berisi 9 ml aquadest. Dengan cara yang sama untuk mendapatkan pengenceran 100 kali. Mengukur absorbansinya pada panjang gelombang 550 nm. Menghitung aktivitas enzim dengan menggunakan kurva standard glukose untuk mendapatkan konsentrasi glukose. 2.4 Tahap hidrolisa Perlakuan fisika terhadap tongkol jagung meliputi pencucian, pengeringan, dan pengayaan. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan bahan-bahan yang terikut dalam tongkol seperti tanah, cangkang dan kotoran lain. Pengeringan dilakukan pada suhu 100oC didalam oven selama 1 hari dan dicapai kadar air 14,79 %. Pengeringan ini dilakukan untuk memudahkan dalam proses penggilingan serat tongkol jagung, karena pada keadaan lembab tongkol jagung sukar untuk dihancurkan. Tahap penghancuran bertujuan untuk memperkecil ukuran tongkol jagung. Alat yang digunakan adalah blender, tongkol yang sudah dihancurkan kemudian diayak dengan ukuran berturut-turut adalah 25, 50, dan 100 mesh. Hidrolisa asam dilakukan dengan menimbang tongkol jagung 10 g (25, 50, dan100 mesh), kemudian dimasukkan dalam labu leher tiga yang dilengkapi dengan alat condensor reflux dan ditambahkan kedalamnya dengan asam sulfat 10% sebanyak 250 ml. Proses dilakukan pada suhu 100oC selama 3 jam. Setelah proses selesai, filtrat dianalisa sebagai glukose (gula reduksi), dan residu dianalisa sebagai hemiselulose dan α-selulose. Hidrolisa enzim dilakukan dengan menimbang tongkol jagung hasil hidrolisa asam, kemudian dibasahi dengan larutan pengembang FeTNa yaitu menambahkan larutan Fe(III) Tartrat dalam NaOH sebanyak 4ml/g substrat sehingga cukup membasahi tongkol 8 jagung merata (Gunawan dan Aisyah, 2005; Hamilton, 1984). Proses pembasahan dilakukan selama 9 jam, kemudian dicuci dengan aquadest sebanyak 3 kali dan terakhir dengan natrium sitrat. Tongkol jagung hasil proses pembasahan kemudian ditimbang dan dimasukkan kedalam erlenmeyer dan ditambahkan larutan penyanggga Natrium asetat sehingga mencapai pH 4,8. Erlenmeyer ditutup dan diinkubasikan pada suhu 50 oC selama 24 jam. Hasil hidrolisa enzim kemudian disaring menggunakan sintered crushed. Glukose dianalisa pada filtrat, analisa hemiselulose dan α-selulose pada residu. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Kurva Pertumbuhan jamur Aspergilus niger Kurva pertumbuhan jamur Aspergilus niger ditunjukkan dalam Gambar 3.1. Pertumbuhan Aspergilus niger dimulai pada fase adaptasi pada jam ke 8, dilanjutkan dengan fase pertumbuhan cepat (eksponensial) pada jam ke 16 – 24. Fase pertumbuhan diperlambat setelah melewati jam ke 24. Kemudian diteruskan dengan fase stasioner, dimana jumlah jamur yang tumbuh sama dengan jamur yang mati pada jam ke 40 – 100. Pada jam diatas 100 terjadi penurunan jumlah jamur yang dinamakan fase kematian, Berat kering Aspergilus niger (mg) dimana jumlah jamur yang mati lebih banyak dari pada yang tumbuh. 100 10 1 0 20 40 60 80 100 120 Waktu (jam ) Gambar 3.1. Kurva pertumbuhan jamur Aspergilus niger. 9 140 3.2. Analisa Aktivitas Enzim Selulose. Analisa Aktivitas enzim ditunjukkan dalam Tabel 3.1. Enzim yang diperoleh jamur Aspergilus niger dengan konsentrasi protein tertinggi pada waktu inkubasi 4 hari sebesar 50 g/100 ml. Uji protein ini digunakan untuk mengetahui jumlah protein enzim yang disintesa oleh mikroba dan untuk menghitung aktivitas enzim secara spesifik. Analisa aktivitas enzim selulose dilakukan dengan waktu reaksi selama 60 menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas enzim tertinggi dapat diperoleh pada waktu inkubasi 4 hari sebesar 2,257 IU/ml enzim. Aktivitas enzim selulose dihitung dalam satuan International yaitu IU berdasarkan jumlah mikromol glukose yang dibebaskan setiap menit pada kondisi pengjian. Tabel 3.1. Aktivitas enzim selulose Aspergilus niger. Waktu inkubasi (hari) 2 Aktivitas Enzim (IU/ml enzim) 2,182 4 2,257 6 1,505 3.3 Hidrolisa asam Hidrolisa asam bertujuan untuk menghidrolisa hemiselulose sehingga dapat menurunkan kandungan hemiselulose dalam tongkol jagung, karena dengan adanya hemiselulose dan lignin dapat menghambat proses hidrolisa selulose. Hasil percobaan menunjukkan bahwa ada penurunan kadar hemiselulose selama proses hidrolisa asam dari kadar 33,47% menjadi 29,17%, 25,15% dan 24,78% dengan melakukan beberapa perlakuan menggunakan ukuran partikel tongkol jagung berturut-turut 25, 50 dan 100 mesh dan massa 10 g. Menurunnya kadar hemiselulose berkaitan dengan menaiknya kadar selulose dari 35,85% menjadi 36,51%, 39,22% dan 40,61% dengan perlakuan menggunakan ukuran partikel seperti pada hemisellose. Pada proses hidrolisa asam hemiselulose dikonversi menjadi selulose. Hasil proses hidrolisa asam menunjukkan bahwa semakin kecil ukuran partikel tongkol jagung (mesh semakin besar), maka reaksi hidrolisa asam semakin baik. Hal ini ditunjukkan dalam Gambar 3.2, kadar hemiselulose mengalami penurunan dengan semakin kecil ukuran partikel tongkol jagung dan kadar selulose mengalami kenaikan dengan semakin kecil ukuran partikel. Penurunan kadar 10 hemiselulose yang terbaik dapat diperoleh sebesar 25,96% (33,47% menjadi 24,78%), sedangkan kenaikan kadar selulose dapat diperoleh sebesar 11,72% (35,85% menjadi 40,61%) pada tongkol jagung dengan ukuran 100 mesh dan massa 10 g. 50 Hemiselulose 45 Selulose Kadar (%) 40 35 30 25 20 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Ukuran Partikel (mesh) Gambar 3.2. Hubungan antara kadar bahan dan ukuran partikel selama proses hidrolisa asam selama 24 jam. 3.4 Hidrolisa enzim 3.4.1 Pengaruh ukuran partikel terhadap kadar hemiselulose. Gambar 3.3 menunjukkan hubungan antara ukuran partikel jagung dan kadar hemiselulose yang diperoleh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan dosis enzim sebanyak 30 ml, 40 ml dan 50 ml, maka kadar hemiselulose menurun dengan menurunnya ukuran partikel tongkol jagung (25, 50 dan 100 mesh). Hal ini karena dengan menggunakan ukuran partikel yang lebih kecil mempunyai luas permukaan yang lebih besar, sehingga kontak antara tongkol jagung dengan enzim menjadi lebih besar, dengan demikian semakin banyak hemiselulose yang dapat diuraikan oleh aktivitas enzim. Pengurangan kadar hemiselulose yang terbaik dapat dicapai dengan menggunakan ukuran partikel 100 mesh dan dosis enzim 50 ml sebesar 19,73% (24,78% menjadi 19,89%). 11 35 Kadar Hemiselulose (%) Dosis 30 ml Dosis 40 ml 30 Dosis 50 ml 25 20 15 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Ukuran Partikel (mesh) Gambar 3.3. Hubungan antara kadar hemiselulose dan ukuran partikel selama proses hidrolisa enzim selama 24 jam. 3.4.2 Pengaruh ukuran partikel terhadap kadar selulose Hidrolisa enzim menggunakan jamur Aspergilus niger adalah menguraikan senyawa selulose didalam tongkol jagung menjadi monomer glukose sebagai penyusunnya dan menguraikan hemiselulose menjadi selulose. Dengan demikian selulose yang dikonversi menjadi glukose berasal dari hidrolisa asam dan hidrolisa enzim dari hemiselulose. Hasil analisa selulose menunjukkan bahwa kadar selulose tidak menunjukkan peningkatan melainkan penurunan, hal ini menunjukkan bahwa banyak senyawa selulose yang diuraikan menjadi glukose, dari pada selulose yang terjadi dari peruraian senyawa hemiselulose (Gambar 3.4). Peruraian kadar selulose sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel jagung dan dapat dilihat pada Gambar 3.4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin kecil ukuran partikel tongkol jagung, maka akan menurunkan kadar selulose, hal ini dikarenakan partikel yang berukuran lebih kecil mempunyai luas permukaan yang lebih besar sehingga kontak dengan enzim menjadi jauh lebih besar sehingga semakin banyak selulose yang terhidrolisa menjadi glukosa. Semakin besar kontak dengan enzim maka makin banyak enzim yang menembus struktur berkristal dan amorf pada partikel tongkol jagung kemudian memecahkan ikatan-ikatan glikosida pada selulosa. Dengan menggunakan dosis enzim 50 ml dan melakukan perlakukan terhadap berbagai ukuran partikel tongkol jagung (25, 50 dan 100 mesh), maka kadar selulose berkurang dari 45,5% (hidrolisa asam+enzim) menjadi 25,01%, 22,64% dan 22,29%. Ini menunjukkan pengurangan kadar 12 selulose yang terbaik dapat dicapai dengan menggunakan ukuran tongkol jagung 100 mesh dan dosis enzim 50 ml sebesar 51,01%. 35 Dosis 30 ml Kadar Selulose (%) Dosis 40 ml 30 Dosis 50 ml 25 20 15 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Ukuran Partikel (mesh) Gambar 3.4. Hubungan antara kadar selulose dan ukuran partikel selama proses hidrolisa enzim selama 24 jam. 3.4.3 Pengaruh ukuran partikel terhadap konversi glukose Pengaruh ukuran partikel pada hidrolisa enzim terhadap konversi glukose ditunjukkan pada Gambar 3.5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin kecil ukuran partikel tongkol jagung, maka konversi glukose yang diperoleh semakin besar, karena partikel-partikel yang berukuran kecil mengakibatkan mempunyai luas kontak yang besar antara partikel tongkol jagung dengan enzim sehingga proses hidrolisa enzim terhadap selulose menjadi glukose menjadi lebih besar dan menyebabkan konversi selulose menjadi glukose menaik. Kenaikan konversi menjadi glukose juga diikuti dengan kenaikan penambahan dosis enzim yang ditambahkan. Dengan penambahan dosis enzim yang tertinggi 50 ml dan berbagai ukuran partikel (25, 50, 100 mesh), maka konversi selulose menjadi glukose mengalami kenaikan sebesar 43,19%, 45,69% dan 51,01%. Sehingga konversi tertinggi yang dapat dicapai adalah 51,01% dengan menggunakan ukuran tongkol jagung 100 mesh dan dosis enzim 50 ml . 13 70 Konversi Glukose (%) Dosis 30 ml Dosis 40 ml 60 Dosis 50 ml 50 40 30 20 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Ukuran Partikel (m esh) Gambar 3.5. Hubungan antara konversi glukose dan ukuran partikel. 4. KESIMPULAN Enzim kasar yang dihasilkan oleh jamur Aspergilus niger mempunyai aktifitas enzim selulase sebesar 2,257 IU/ml pada hari ke 4 inkubasi. Proses hidrolisa asam dengan menggunakan ukuran partikel tongkol jagung 100 mesh, maka terjadi penurunan kadar hemiselulose dari 33,47% sampai 24,78%; dan kadar selulose mengalami kenaikan dari 35,85% sampai 40,61%. Proses hidrolisa enzim, semakin tinggi dosis enzim dan semakin kecil ukuran partikel yang digunakan, maka konversi selulose menjadi glukose semakin besar. Didasarkan pada hidrolisa enzim, konversi selulose menjadi glukose yang tertinggi dapat diperoleh sebesar 51,01% dengan menggunakan ukuran partikel tongkol jagung 100 mesh dan dosis enzim 50 ml. DAFTAR SINGKATAN DNS : Dinitro Salicilic Acid FeTNa : Larutan Fe(III) Tartrat dalam NaOH IU : International Unit PDA : Potato Dextrose Agar TPC : Total Plate Counting 14 DAFFTAR PUSTAKA Aguirar, C.L. (2001). Biodegradation of cellulose from sugar cane bagasse by fungal cellulose. Science Technology Alignment, 3(2), 117-121. Cole, BJW and Fort, RCC (2007). Http: Chemistry_umeche_maine.edu/Fort/cole-Fort.html. Fengel, D. dan Wegener, G. (1995). Kayu: Kimia, Ultra Struktur, Reaksi. Penerjemah Hardjono Sastrohamidjojo, Gadjah Mada University Press, 317-446. Gunawan, I. dan Aisyah (2005). Studi Kinetika Pembuatan Glukose dari Bagas Secara Enzimatik dengan Perlakuan Pendahuluan. Skripsi. Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Hamilton (1984). Effect of Ferric Tartrate Sodium Hydroxide Solvent Pretreatment on Enzyme Hydrolysis of Cellulose in Corn Residue. Boitechnology and Bioengineering, 16. Nishizawa, K. (1989). Degradation of cellulose and Hemicelluloses. Biomass Handbook. Gordon & Breach Science Publisher, New York. Purnomo, H. dan Rochma, F.A. (2004). Pembuatan Glukosa dari Bagas Secara Enzimatik dengan Perlakuan Pendahuluan. Skripsi. Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Sjostrom, E. (1995). Kimia Kayu: Dasar-dasar dan Penggunaan. Penerjemah Hardjono Sastrohamidjojo, Gadjah Mada University Press, 1-112. Suprapto, H.S. dan Rasyid, M.S. (2002). Bertanam Jagung. Penebar Swadaya, Jakarta. 15