BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kesehatan merupakan suatu hal yang sangat berharga dan mahal bagi seluruh manusia, hal tersebut dapat dirasakan apabila seseorang sedang sakit. Oleh karena itu, kita harus mampu menjaga kesehatan dari berbagai jenis penyakit yang menyerang. Saat ini, banyak masyarakat yang tidak sadar akan gejala-gejala penyakit yang dialami, sehingga sering dianggap remeh dan menilai bahwa gejala-gejala yang dialami tersebut adalah gejala penyakit biasa yang tidak berakibat fatal. Karena kesibukan yang menyita waktu dan kurangnya konsultasi kepada dokter, membuat seseorang semakin tidak perduli terhadap gejala-gejala yang dialami. Salah satunya adalah penyakit hernia, yang mana penyakit ini gejalanya kurang dipahami oleh kebanyakan orang (Kurniawan, 2016) Hernia merupakan suatu penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui defek fasia dan muskuloaponeuretik dinding perut, secara kongenital yang memberi jalan keluar pada setiap alat tubuh selain yang biasa melalui dinding tersebut. Lubang itu dapat muncul karena lubang embrional yang tidak menutup atau melebar, akibat tekanan rongga perut yang tinggi (Kariasa, 2018) Penyebab penyakit hernia yaitu dengan bekerja berat untuk memenuhi kebutuhan seperti mengangkat benda berat, kebiasaan mngkonsumsi makanan kurang serat, yang dapat menyebabkan konstipasi sehingga mendorong mengejan saat defekasi. Selain itu, batuk, kehamilan, dapat juga berpengaruh dalam meningkatkan tekanan intra abdominal sehingga terjadi kelemahan otot-otot abdomen yang dapat menimbulkan terjadinya hernia inguinalis, yang dapat menjadi 1 Universitas Ngudi Waluyo 2 hernia scrotalis bia kantong hernia inguinalis mencapai scrotum. Bisa juga karena orang yang mempunyai penyakit dengan tnjolan dilipat paha. Penyakit hernia atau yang lebih dikenal dengan turun berok adalah penyakit akibat turunnya buah zakar seiring melemahnya lapisan otot dinding perut. Penderita hernia, memng kebanyakan laki-laki daripada perempuan. Kebannyakan penderitannya akan merasakan nyeri. (Andiriani, 2014) Menurut World Health Organization (WHO), penderita hernia tiap tahunnya meningkat. Didapatkan data pada decade tahun 2005 sampai tahun 2010 penderita hernia segala jenis mencapai 19.173.279 penderita (12.7%) dengan penyebaran yang paling banyak adalah daerah Negara-Negara berkembang seperti Negara-Negara Afrika, Asia tenggara termasuk Indonesia, selain itu Negara Uni emirat arab adalah Negara dengan jumlah penderita hernia terbesar di dunia sekitar 3.950 penderita pada tahun 2011 berjumlah 1.243 yang mengalami gangguan hernia scrotalis, termasuk berjumlah 230 orang (5,59%) (Depkes,2011). Menurut Kemenkes (2015) menyatakan bahwa hernia menempati urutan ke8 dengan jumlah kasus 18.145 kasus dan 273 diantaranya meninggal dunia. Hernia merupakan penyebab obstruksi usus nomor satu terbesar di Indonesia dan paling sering ditemukan dalam kasus bedah. Beberapa kasus hernia seringkali dapat didorong kembali kedalam rongga perut, namun jika tidak dapat didorong kembali penyakit ini dapat menjadi penyakit yang serius seperti inkaserasi (usus terperangkap dalam kanalis inguinalis) dan strangulasi (aliran darah terputus). Inkaserasi merupakan penyebab obstruksi usus nomor satu dan urutan kedua dalam tindakan operasi gawat darurat setelah appendicitis akut di Indonesia (Sjamsuhidajat, 2010) Universitas Ngudi Waluyo 3 Meskipun hernia dapat terjadi pada semua jenis kelamin namun angka kejadian penyakit ini lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan yaitu 9:1. Secara umum insiden hernia dapat meningkat dengan bertambahnya usia yaitu pada rentang 25-40 tahun 5-8%, diatas 75 tahun 45%, dan pada anak berkisar 1-2%, dengan 10% dari keseluruhan kasus mengalami inkarserasi. 30% kasus terjadi pada usia sekitar satu tahun dikarenakan belum tertutupnya processus vaginalis (Sjamsuhidajat, 2010). Menurut profil kesehatan kabupaten semarang 2016 melaporkan bahwa di puskesmas dan rumah sakit kabupaten semarang pada tahun 2016 di dapatkan jumlah kasus hernia sebanyak 7.228 kasus. Hal tersebut menunjukan adanya peningkatan kasus penderita hernia yang sebelumnya pada tahun 2014 telah di dapatkan jumlah kasus hernia sebanyak 6.973 kasus (Dinkes Kabupaten Semarang, 2016). Penyakit hernia dapat menimbulkan masalah keperawatan, salah satunya yaitu nyeri akut. Nyeri akut adalah rasa nyeri yang timbul secara cepat dan cepat hilang, nyeri ini biasanya tidak lebih dari enam bulan. Penyebab dan lokasinya nyeri sudah diketahui ditandai dengan ketegangan otot dan kecemasan (Saputra, 2013). Penyebab nyeri akut biasanya karena terlepasnya kontinuitas jaringan oleh ujung saraf terputus dan akan terlepasnya oleh prostagladim dan stimulus, adapun karakteristik nyeri meliputi (PQRST) yaitu : P (pemicu) : faktor yang mempengaruhi gawat dan ringannya nyeri, Q (quaity) : nyeri yang dirasakan seperti apa, R (region) daerah nyeri dimana, S (skala) intensitas atau keparahan nyeri yang dirasakan, T (time) lama waktunya terjadi nyeri. Untuk mengetahui tentang tipe nyeri akut pada pasien hernia dikaji nyeri dengan Skala intensitas Numerik (Numerical Rating Scale, Universitas Ngudi Waluyo 4 NRS), digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata, pasien menilai nyeri dengan Skala 0 samapai 10. Angka 0 diartikan kondisi klien santai dan nyaman, skala 1-3 diartikan klien mengalami nyeri Ringan, skala 4-6 diartikan klien mengalami nyeri sedang, skala 7-9 diartikan klien mengalami nyeri berat, skala 10 diartikan klien mengalami nyeri sangat berat, (Zakiyah, 2015). Saat ini pembedahan menjadi salah satu cara untuk menangani hernia. Tindakan pembedahan lebih efektif untuk mengatasi hernia, karena metodennya yang konservatif (reposisi isi hernia inguinalis ke tempat semula) sering menyebabkan keadaan hernia inguinalis berulang, bahkan biasannya keadaanya menjadi lebih parah dan memiliki prognosis buruk (Dermawan, 2010) Pada pasien post operasi timbul nyeri yang terbentuk dengan adanya proses transduksi yang merupakan proses dari stimulasi nyeri dikonfersi ke bentuk yang dapat diakses oleh otak. Proses transduksi dimulai ketika nociceptor yaitu reseptor yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri teraktivasi. Aktivasi reseptor ini (nociceptors) merupakan sebagai bentuk respon terhadap stimulus yang datang seperti kerusakan jaringan. Sehingga terjadilah proses transmisi nyeri yang melibatkan pada penyaluran impuls nyeri dari tempat transduksi melewati saraf perifer sampai ke terminal di medula spinalis dan jaringan neuron-neuron pemancar yang naik dari medula spinalis ke otak. Selanjutnya terjadi proses modulasi nyeri yang melibatkan aktivitas saraf melalui jalur saraf desendens dari otak yang dapat mempengaruhi transmisi nyeri setinggi medula spinalis. Modulasi juga melibatkan faktor-faktor kimiawi yang menimbulkan atau meningkatkan aktivitas di reseptor nyeri aferen primer. Hingga akhirnya, muncul persepsi nyeri yang menjadi pengalaman subyektif nyeri yang dihasilkan oleh aktivitas transmisi dari saraf Universitas Ngudi Waluyo 5 (Ardinata, 2014). Sehingga pada pasien post operasi kebanyakan akan merasakan nyeri akibat dari pembedahan. Pembedahan selalu berhubungan dengan insisi/sayatan yang merupakan trauma atau kekerasan bagi penderita yang menimbulkan berbagai keluhan dan gejala. Salah satu keluhan yang sering dikemukakan adalah nyeri (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005 dalam Fitriana dan Kili, 2015). Penatalaksanaan nyeri pada post opeasi hernia dapat dilakukan dengan berbagai macam cara dilaksanakan dengan cara farmakologis dan non farmakoligis, dengan cara farmakologis dilakukan secara berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik. Sedangkan dengan secara tindakan non farmakologis dapat dilakukan dengan cara bimbingan antisipasi, yaitu terapi es dan panas atau kompres panas dan dingin, TENS (Transcutaneous Elektrical Nerve Stimulation), distraksi, relaksasi, guided imagery, hypnoterapi, akupuntur, masase, serta terapi musik. Penatalaksaan nyeri post operasi secara non farmakologi bukan sebagai pengganti utama terapi analgesik yang telah diberikan, namun sebagai terapi pelengkap untuk mengurangi rasa nyeri pasca pembedahan. Kombinasi penatalaksanaan secara farmakologis dan non farmakologis merupakan cara terbaik untuk mengontrol nyeri post operasi (Prasetia, dkk. 2017) Dalam mengatasi permasalahan yang muncul pada pasien pasca bedah Hernioraphy sebagai perawat perlu membantu pasien dalam melatih mobilisasi, pasien juga perlu dimotivasi agar tidak takut untuk menggerakan anggota tubuhnya yang pasca operasi dan menjelaskan bahwa mobilisasi selama masih dalam proses penyembuhan sangat menguntungkan bagi pasien. Latihan terapeutik yang biasanya dilakukan adalah diantaranya latihan aktif seperti menarik pegangan ditempat tidur, Universitas Ngudi Waluyo 6 fleksi dan ekstensi kaki dan latihan renang gerak atau menahan beban bagi sendi yang sehat, pada ekstermitas yang diimobilisasi dilakukan latihan isometric, latihan kudrisep dan pengesetan gluteal untuk menjaga kekuatan otot besar yang penting untuk berjalan (Lestari, 2016) Adapun penelitian lain yang dilakukan oleh (Yusrizal, 2012) tentang penurunan nyeri menggunakan teknik relaksasi nafas dalam dan masase menujukan hasil perbedaan rata-rata skala nyeri kelompok sebelum dan sesudah pemberian teknik relaksasi nafas dalam dan masase adalah 3,50 dengan nilai p = 0,000 (p<0,05). Teknik relaksasi nafas dalam merupakan bentuk asuhan keperawatan , yang dalam hal ini perawat mengantarkan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat, dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan. Selain itu juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi. Sedangkan masase di lakukan sebagai tindakan penekanan oleh tangan pada jaringan lunak biasanya otot tendon atau ligamen tanpa menyebabkan pergeseran atau perubahan sendi guna menurunkan nyeri, menghasilkan relaksasi dan meningkatkan sirkulasi, artinya dapat disimpulkan bahwa teknik relaksasi nafas dalam dan masase dapat digunakan untuk menurunkan intensitas nyeri hernia. Berdasarkan jurnal penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa penggunaan teknik relaksasi nafas dalam dan massase dapat sebagai terapi alternatif untuk menurunkan tingkat nyeri pada pasien hernia selain terapi farmakologis. Oleh karena itu penulis tertarik menggelola pasien dengan kasus “Pengelolaan Nyeri Akut Pada Tn. M dengan Post Op Hernioraphy di Ruang Cempaka RSUD Ungaran” Universitas Ngudi Waluyo 7 B. TUJUAN 1. Tujuan Umum Penulis mampu memperoleh gambaran dan pengalaman yang nyata serta dapat mendreskripsikan tentang “Pengelolaan Nyeri Akut Pada Tn. M dengan Post Op Hernioraphy di Ruang Cempaka RSUD Ungaran” 2. Tujuan Khusus a. Penulis mampu mendeskripsikan pengkajian untuk menggali data nyeri akut pada pasien dengan Post Operasi Hernioraphy di Ruang Cempaka RSUD Ungaran. b. Penulis mampu mendeskripsikan masalah keperawatan nyeri akut pada pasien dengan Post Operasi Hernioraphy di Ruang Cempaka RSUD Ungaran. c. Penulis mampu mendeskripsikan rencana tindakan keperawatan yang bisa dilakukan untuk mengatasi nyeri akut pada pasien dengan Post Operasi Hernioraphy di Ruang Cempaka RSUD Ungaran. d. Penulis mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan sesuai rencana tindakan pada nyeri akut pada pasien dengan Post Operasi Hernioraphy di Ruang Cempaka RSUD Ungaran. e. Penulis mampu mendeskripsikan evaluasi tindakan asuhan keperawatan pada nyeri akut pada pasien dengan Post Operasi Hernioraphy di Ruang Cempaka RSUD Ungaran. Universitas Ngudi Waluyo 8 C. Manfaat 1. Bagi peneliti atau penulis Menambah pengetahuan dan informasi mengenai pengelolaan keperawatan pada pasien dengan Post Operasi Hernioraphy di Ruang Cempaka RSUD Ungaran serta sebagai sarana belajar. 2. Bagi Institusi Pendidikan Menjadi tambahan salah satu sumber referensi studi kasus dan bahan masukan dalam proses belajar mengajar terhadap asuhan keperawatan denga kasus post operasi Hernioraphy di Ruang Cempaka RSUD Ungaran. 3. Bagi Instansi Rumah Sakit Menjadi tambahan referensi tetang hernia skrotalis dan sebagai sarana untuk memberikan informasi pada perawat, sehingga perawat bisa memberikan asuhan keperawatan yang baik dan benar pada pasien post operasi hernia srotalis. 4. Bagi Masyarakat atau Pasien Sebagai wacana ilmu yang berguna sehingga diharapkan dapat melakukan pencegah atau pengontrolan terhadap hernia skrotalis, sehingga masyarakat bisa lebih menjaga kesehatannya agar tidak terjadi kekambuhan atau munculnya komplikasi Universitas Ngudi Waluyo BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KONSEP PENYAKIT HERNIA 1. Definisi Kata hernia berati penonjolan suatu kantong perotoneum, suatu organ atau lemak praperitonium melalui cacat kongenital atau akuista (dapatan). Hernia terdiri atas cincin, kantong, danisi hernia (Amrizal, 2015) Hernia adalah keluarnya isi tubuh (biasanya abdomen) melalui defek atau bagian terlemah dari dinding rongga yang bersangkutan. Hernia inguinalis adalah hernia yang paling umum terjadi dan muncul sebagai tonjolan di selakangan atau skrotum. Hernia inguinalis terjadi ketika dinding abdomen berkembang sehingga usus menerobos ke bawah melalui celah. Hernia lebih sering terjadi pada laki-laki dan perempuan (Huda dan Kusuma, 2016) 2. Etiologi Menurut Nuara, (2015), etiologi hernia scrotalis yaitu: Hernia dapat terjadi pada setiap usia, pada hernia scrotalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab yang didapat (akuistik). Penderita hernia presentasinya lebih banyak terjadi pada pria. Berbagai faktor penyebab berperan pada pembukaan pintu masuk hernia pada anulus internus yang cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantung dan isi hernia. Selain itu, disebabkan pula oeh faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka. Faktor yang dapat dipandang berperan kausal adalah adanya peninggian tekanan di dalam rongga perut dan kelemahan otot-otot dinding 9 Universitas Ngudi Waluyo 10 perut karena usia. Jika kantung hernia inguinalis lateralis mencapai secrotum disebut hernia scrotalis. Penyebab lain yang memungkinkan terjadinya hernia adalah sebagai berikut: a. Kantong inguinalis indirect, terjadi pada suatu kantong kongenital sisa dan prosesus vaginalis. b. Kerja otot yang terlalu kuat. c. Mengangkat beban yang berat. d. Batuk kronis. e. Mengejan sewaktu defekasi. f. Peregangan otot abdomen karena meningkatnya tekanan intra abdomen (TIA) seperti: obesitas dan kehamilan Indikasi pelaksanaan operasi adalah pada semua jenis hernia, hal ini karena penggunaan tindakan konservatif hanya terbatas pada hernia ventralis. Tindakan operasi dilakukan pada hernia yang telah mengalami stadium lanjut yaitu: a. Mengisi kantung secrotum b. Dapat menimbulkan nyeri epigastrik karena turunnya mesentrium. c. Kanalis inguinalis luas pada hernia tipe ireponibilis Pada hernia reponibilis dan ireponibilis dilakukan tindakan bedah karena ditakutkan terjadinya komplikasi, sedangkan bila terjadi strangulasi maka tindakan pembedahan harus segera dilakukan sebelum terjadinya nekrosis usus. 3. Patofisiologi Defek pada dinding abdomen dapat kongenital (misalnya hernia umbilical, kanalis femoralis) atau didapat (misalnya karena suatu insisi) dan dibatasi oleh peritoneum (kantung). Peningkatan tekanan intra abdomen lebih Universitas Ngudi Waluyo 11 lanjut membuat defek semakin lemah dan menyebabkan beberapa isi intra abdomen keluar melalui celah tersebut.Usus yang terjebak didalam kantung menyebabkan inkaserasi (ketidakmampuan untuk mengurangi isi) dan kemungkinan stanggulasi (terhambatnya aliran darah ke daerah yang mengalami inkaserasi). Hernia berkembang ketika intra abdominal mengalami tekanan seperti tekanan pada saat mengangkat sesuatu yang berat, pada saat buang air besar atau batuk yang kuat atau bersin dan perpindahan bagian usus kedaerah otot abdominal, tekanan yang berlebih pada daerah abdominal itu tentu saja akan menyebabkan suatu kelemahan mungkin disebabkan dinding abdominal yang tipis atau tidak cukup kuatnya pada daerah tersebut dimana kondisi itu ada sejak atau terjadi dari proses perkembangan yang cukup lama, pembedahan abdominal dan kegemukan. Apabila peningkatan tekanan intra abdomen terjadi secara terus menerus dapat menyebabkan penurunan kanalis inguinalis dan masuk kedalam scrotum secara lengkap.Pertama-tama terjadi kerusakan yang sangat kecil pada dinding abdominal.Kemudian terjadi hernia.Karena organorgan selalu melakukan perkejaan yang berat dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama, sehingga terjadilah penonjolan dan mengakibatkan kerusakan yang sangat parah. Akhirnya menyebabkan kantung yang terdapat dalam perut menjadi atau mengalami kelemahan, jika suplai darah terganggu maka berbahaya dan dapat menyebabkan ganggren (Ambarwati, 2012) Sedangkan menurut Reveers (2010) terjepitnya masa abdomen (usus) yang masuk pada kanalis inguinalis yang telah mencapai scrotum dapat menimbulkan ischemic pada usus tersebut sehingga dapat menimbulkan nyeri Universitas Ngudi Waluyo 12 yang sangat hebat apabila nyeri tersebut tidak segera ditangani maka dapat menyebabkan shock bahkan kematian. 3. Pathway Universitas Ngudi Waluyo 13 4. Manifestasi Klinis Menurut Dewi (2012), manifestasi dari hernia yaitu: a. Adanya benjolan di selangkangan atau lipatan paha b. Benjolan bisa hilang atau timbul dan mengecil pada saat istirahat c. Timbul bila menangis, mengejan saat defekasi, mengangkat benda berat. d. Dapat ditemukan rasa nyeri pada benjolan atau mual muntah bila terjadi komplikasi e. Benjolan pada regioinguinalis, diatas ligamentum inguinal yang mengecil bila pasien berbaring f. Bila pasien mengejan atau batuk, mengangkat berat maka benjolan hernia akan bertambah besar g. Bila isinya terjepit akan menimbulkan perasaan sakit di tempat itu disertai perasaan mual h. Bila terjadi hernia inguinalis strangulata perasaan sakit akan bertambah hebat serta sakit ditanya sakit menjadi merah dan panas 5. Komplikasi Komplikasi hernia menurut Adwan (2013) komplikasi yang terjadi pada pasien hernia yaitu : a. Infeksi b. Hematoma skrotalis c. Hidrokol d. Obstruksi usus 6. Penatalaksanaan a. Terapi umum Universitas Ngudi Waluyo 14 Terapi konservatif sambil menunggu proses penyembuhan melalui proses alami dapat dilakukan pada hernia umbilikus pada anak 2 tahun. Terapi konservatif berupa alat penyangga dapat dipakai sebagai pengelolaan sementara. 1) Reposisi Tindakan memasukkan kembali isi hernia ke tempatnya semula secara hati-hati dengan tindakan yang lembut tetapi pasti 2) Suntikan Setelah reposisi berhasil suntikan zat bersifat sklerotik untuk memperkecil pintu hernia 3) Sabuk hernia Digunakan pada hernia, pasien yang menolak operasi dan pintu hernia relatif kecil b. Tindakan keperawatan 1) Hindari penyakit yang mungkin terjadi seperti syok, hipotermi, infeksi, sulit buang air kecil 2) Observasi keadaan pasien 3) Ganti balutan sesuai advise doter 4) Perhatikan drainase 5) Mobilisasi dini Universitas Ngudi Waluyo 15 B. KONSEP NYERI 1. Pengertian Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat subjektif karena perasaan nyeri berada pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Alimatul, 2012) Nyeri dapat dibedakan menjadi dua yaitu : a. Nyeri akut adalah suatu keadaan dimana individu mengalami adanya rasa ketidaknyamanan selama 6 bulan atau kurang. Batasan karakteristik dari nyeri akut antara lain komunikasi tentang yang dideskripsikan, anastesi, masase bagian nyeri. b. Nyeri kronis adalah keadaan dimana seorang individu mengalami nyeri menetap dan intermitan dan berlangsung lebih dari 6 bulan. (Nanda, 2018 ) 2. Fisiologi nyeri Nyeri merupakan kumpulan reasksi fisik, emosi, dan perilaku. Cara yang paling baik untuk memahami pengalaman nyeri, akan membantu untuk menjelaskan tiga komponen fisiologis tersebut, yakni: resepsi, persepsi dan reaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medulla spinallis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam massa berwarna abu-abu di medulla spinalis. Terdapat pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau transmisi tanpa hambatan ke korteks serebral. Sekali stimulus nyeri mencapai korteks serebral, maka otak menginterprestasi kualitas nyeri dan memproses informasi Universitas Ngudi Waluyo 16 tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri. Reseptor nyeri (nosiseptor) adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespons hanya pada stimulus yang kuat, yang secara pontensial merusak. Stimulus tersebut sifatnya bisa mekanik, ternal, kimia.Sendi, otot skelet, fasia, tendon dan kornea juga mempunyai reseptor nyeri yang mempunyai potensi untuk mentransmit stimulus yang menyebabkan nyeri. Namun, organ-organ internal yang besar (viseral) tidak mengandung ujung saraf yang berespon hanya pada stimuli nyeri. Nyeri yang berasal dari organ ini diakibatkan dari stimuli reseptor yang kuat yang mempunyai tujuan ini. Sebagai contoh: inflamasi, regangan, iskemia, dilatasi dan spasme organ-organ internal semua menyebabkan respon yang kuat pada serabut multi tujuan ini dan secara potensial menyebabkan nyeri hebat. Reseptor nyeri merupakan jarak multi arah yang komplek. Serabut saraf ini bercabang sangat dekat dengan asalnya pada kulit dan mengirimkan cabangnya ke pembuluh darah lokal, sel-sel mast, folikel rambut dan kelenjar keringat. Stimulus serabut ini mengakibatkan pelepasan histamine dari sel-sel mast dan mengakibatkan vasodilatasi.Serabut kutancus terletak lebih ke arah sentral dari cabang yang lebih jauh dan berhubungan dengan rantai simpatis para vertebrata sistem saraf dan dengan organ internal yang lebih besar. Sebagai akibat hubungan antara serabut saraf ini, nyeri sering disertai dengan efek vasomotor, otonom, dan viseral. Sebagai contoh pasien dengan nyeri akut mungkin mengalami penurunan atau tidak adanya peristaltik saluran gastrointestinal (Perry & Potter, 2010). Universitas Ngudi Waluyo 17 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri a. Usia Menurut Perry & Potter (2010), Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada anak-anak dan lansia. Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan memahami nyeri dan prosedur yang dilakukan perawat yang menyebabkan nyeri. Anak-anak kecil yang belum dapat mengucapkan kata-kata juga mengalami kesulitan untuk mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau petugas kesehatan. Nyeri bukan merupakan bagian dari proses penuaan yang tidak dapat dihindari. Pada lansia yang mengalami nyeri perlu dilakukan pengkajian, diagnosis dan penatalaksaan secara progresif. b. Jenis Kelamin Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak pantas kalau laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri) c. Perhatian Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. d. Keletihan Keletihan dapat meningkatkan persepsi nyeri dimana resptor nyeri itu adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespon hanya pada stimulus yang kuat, yang secara potensial merusak. Stimulus tersebut sifatnya bisa mekanik, termal dan kimia.(Smeltzer dan Bare, 2008). Universitas Ngudi Waluyo 18 e. Makna Nyeri Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan bagaimana mengatasinya. f. Ansietas Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas g. Pola Koping Pola koping adaftif aka mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptif akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri. h. Support Keluarga dan Sosial Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman untuk memperoleh dukungan, bantuan dan perlindungan. (Zakiyah, 2015) 4. Karakteristik Nyeri Menurut (Smeltzer dan Bare, 2008). Karakteristik nyeri dapat dilihat atau diukur berdasarkan metode PQRST. Berikut keterangan lengkapnya: P : Provocate, tentang penyebab terjadinya nyeri pada penderita. Q : Quality, kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subyektif yang diungkapkan oleh klien R : Region, untuk mengkaji lokasi nyeri pada penderita S : Severe, tingkat keparahan adalah hal yang paling subyektif yang dirasakan oleh penderita. T : Time, mengkaji tentang awitan, durasi, dan rangkaian nyeri Universitas Ngudi Waluyo 19 Skala nyeri : Untuk mengukur skala nyeri pada pasien menggunakan Numeric Rating Scale (NRS). Menurut Novitasari (2015), metode ini menggunakan angka-angka untuk menggambarkan range dari intensitas nyeri. Umumnya pasien akan menggambarkan intensitas nyeri yang dirasakannya dari angka 1-10. “0” menggambarkan tidak ada nyeri sedangkan “10” menggambarkan nyeri yang hebat. 1 0 Tidak ada nyeri 2 Nyeri ringan 3 4 5 Nyeri sedan g 6 7 8 Nyer i berat 9 10 Nyeri sangat berat Gambar 2.2 format skala nyeri 5. Penatalaksanaan Nyeri Penatalaksanaan nyeri pada pasien post operasi hernia dapat dilakukan melalui terapi farmakologis maupun terapi non farmakologis, terapi farmakologis yaitu pemberian obat-obatan analgesic dan penenang. Sedangkan non farmakologis dapat dilakukan dengan cara bimbingan antisipasi, terapi kompres panas/dingin, distraksi, relaksasi, imajinasi terbimbing, hypnosis, akkunpuntur, massage, serta terapi music. Penatalaksanaan nyeri post operasi secara non farmakologi bukan sebagai pengganti utama terapi analgesic yang telah diberikan, namun sebagai terapi pelengkap untuk mengurangi nyeri paska operasi. Kombinasi penatalaksanaan secara farmakologis dan non farmakologis Universitas Ngudi Waluyo 20 merupakan cara terbaik untuk mengontrol nyeri post operasi (Prasetia, dkk, 2017) C. Manajemen Nyeri 1. Farmakologis a. Pemberian obat analgesic Tindakan ini dilakukan untuk mengatasi rasa nyeri ringan hingga sedang pada pasca bersalin dan pasca bedah, dan diantaranya juga untuk mengatasi terjadinya peradangan.Untuk efek analgesiknya terhadap rasa nyeri diduga bersifat efek perifer, begitu pula dalam hal peradangan juga bersifat perifer. Efeknya terhadap peradangan diduga terjadi penghambatan sintesis prostaglandin (Kasim, 2014) 2. Non Farmakologis a. Teknik Distraksi Nafas Ritmik Menurut penelitian yang dilakukan Faridah (2015) teknik distraksi nafas ritmik dipercaya mampu merangsang tubuh untuk melepaskan opoid endogen yaitu endorphin dan enkefalit, Pernyataan lain menyatakan bahwa penurunan nyeri oleh teknik distraksi nafas ritmik disebabkan ketika pasien melakukan nafas ritmik untuk mengendalikan nyeri yang dirasakan, maka tubuh akan meningkatkan komponen syaraf parasimpatik secara stimulan, maka ini menyebabkan terjadinya penurunan kadar hormon kortisol dan adrenalin dalam tubuh yang mempengaruhi tingkat stres pasien sehingga dapat meningkatkan konsentrasi dan membuat klien merasa tenang untuk mengatur ritme pernafasan menjadi teratur. Hal ini akan mendorong terjadinya peningkatan kadar PaCO2 dan akan menurunkan kadar pH sehingga terjadi peningkatan kadar oksigen dalam darah. Universitas Ngudi Waluyo 21 b. Teknik Nafas Dalam dan Masase Menurut penelitian Yusrizal (2012) teknik relaksasi nafas dalam merupakan bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengantarkan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat, dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan. Selain itu juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi.Sedangkan masase di lakukan sebagai tindakan penekanan oleh tangan pada jaringan lunak biasanya otot tendon atau ligamen tanpa menyebabkan pergeseran atau perubahan sendi guna menurunkan nyeri, menghasilkan relaksasi dan meningkatkan sirkulasi. c. Guided Imagery Menurut penelitian Isnanto (2016) guided imagery akan membentuk bayangan untuk diterima sebagai rangsang oleh berbagai indra sehingga seseorang dapat membayangkan sesuatu yang indah dan perasaan tenang saat pasien berimajinasi maka fokus nyeri teralihkan dan saat itu rangsangan imajinasi akan dijalankan kebatang otak menuju sensor talamus untuk diformat. Rangsangan ditransmisikan ke hipokampus sebagian dikirim ke korteks serebri .setelah sampai di hipokampus rangsangan yang telah mempunyai makna dikirim ke amingdala dan membentuk pola respon sesuai dengan makna rangsangan yang diterima, sehingga subjek lebih mudah mengasosiasikan dirinya dalam menurunkan sesasi nyeri yang dialami. Artinya bahwa teknik relaksasi guided imagery berpengaruh terhadap penurunan nyeri pada pasien hernia. Universitas Ngudi Waluyo 22 d. Kompres Hangat Menurut penelitian Rahayuningrum (2016) penggunaan kompres hangat dapat meningkatkan relaksasi otot-otot dan mengurangi nyeri serta memberikan rasa hangat. Pada umumnya panas cukup berguna untuk pengobatan. Panas meredakan iskemia dengan meningkatkan sirkulasi. Kompres hangat dapat menyebabkan pelepasan endorphin tubuh sehingga memblok transmisi stimulasi nyeri D. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian Menurut Cahyo (2015) hal yang perlu dikaji pada penderita hernia adalah memiliki riwayat pekerjaan mengangkat beban berat, duduk yang terlalu lama, terdapat benjolan pada bagian yang sakit, kelemahan otot, nyeri tekan, pasien merasa tidak nyaman karena nyeri dibagian perut. Menurut Wulandari (2015), fokus pengkajian pada penderita hernia yaitu: a. Hal yang perlu ditanyakan pada penderita hernia yaitu: 1) Tanda dan gejala yang dirasakan oleh pasien 2) Apakah pasien mengalami nyeri pada daerah perut bagian bawah? 3) Kapan nyeri timbul ? 4) Apakah pernah ada riwayat sakit seperti ini sebelumnya ? 5) Apakah pernah melakukan pembedahan sebelumnya ? 6) Factor pekerjaan seperti apa yang sering dilakukan misalkan bekerja terlalu berat, sering mengejan b. Pemeriksaan fisik dan tanda yang diketahui selama pemeriksaan fisik: 1) Nyeri tekan abdomen Universitas Ngudi Waluyo 23 2) Adanya luka insisi 3) Perubahan warna 4) Turgor kulit dan tidak adanya gangguan 5) Lamanya waktu dimana gejala saat ini hilang dan metode yang digunakan oleh pasien untuk mengatasi gejala, serta efeknya Menurut Doengoes (1999) dalam Wulandari (2015), data pengkajian yang diperoleh: 1) Aktivitas Gejala : riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat beban berat, sering mengejan Tanda : atrosi otot pada bagian tubuh yang terkena gangguan dalam benjolan 2) Eliminasi Gejala : konstipasi, mengalami kesulitan dalam defakasi 3) Integritas ego Gejala : ketakutan akan timbulnya paralitik, ansietas masalah pekerjaan financial keluarga Tanda : cemas, depresi, menghindar dari keluarga 4) Neurosensory Gejala : kesemutan, ketakutan, kelemahan Tanda : kelemahan otot, nyeri tekan atau spasme otot paravertebalis 5) Nyeri Gejala : nyeri seperti tertusuk pisau Tanda : perubahan cara berjalan, berjalan dengan terpincang-pincang Universitas Ngudi Waluyo 24 2. Diagnosa Keperawatan Menurut Herdman (2015), diagnosa yang dapat muncul pada pasien dengan post operasi hernia yaitu nyeri akut, nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan Jaringan aktual atau potensial atau yang digambarkan sebagai kerusakan (International Association for the Study of Pain) awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau diprediksi. Adapun beberapa batasan karakteristik dari nyeri akut yaitu sebagai berikut: a) Bukti nyeri dengan menggunakan standar daftar periksa nyeri untuk pasien yang tidak dapat mengungkapkannya (misal: neonatal infan paint scale, pain assessment checklist for senior with limited ability to communicate) b) Diaforesis c) Dilatasi pupil d) Ekspresi wajah nyeri (misal: mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan mata berpencar atau tetap pada satu fokus, meringis) e) Fokus menyempit f) Fokus pada diri sendiri g) Keluhan tentukan intensitas menggunakan standar skala nyeri h) Keluhan tentang karakteristik nyeri dengan menggunakan standar instrumen nyeri i) Laporan tentang perilaku nyeri atau perubahan aktivitas j) Mengekspresikan perilaku k) Perilaku distraksi l) Perubahan pada parameter fisiologis Universitas Ngudi Waluyo 25 m) Perubahan posisi untuk menghindari nyeri n) Perubahan selera makan o) Putus asa p) Sikap melindungi area nyeri Sedangkan faktor yang berhubungan dengan nyeri akut yaitu: a) Agen cedera biologis (misal; infeksi, iskemia, neoplasma) b) Agen cedera fisik (misal; abses, amputasi, luka bakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur bedah, trauma, olahraga berlebihan) c) Agen cedera kimiawi (misal; luka bakar, kapsaisin, metilen klorida, agens mustard) 3. Intervensi Keperawatan Tahap perencanaan dapat disebut sebagai inti atau pokok dari proses keperawatan sebab perencanaan merupakan keputusan awal yang memberi arah bagi tujuan yang ingin dicapai, hal yang akan dilakukan, termasuk bagaimana, kapan, dan siapa yang akan melakukannya tindakan keperawatan. Karenanya, dalam menyusun rencana tindakan keperawatan untuk klien, keluarga dan orang terdekat perlu dilibatkan secara maksimal (Asmadi, 2010) Intervensi yang diambil dari penulis menurut PPNI (2018), SIKI: a. Manajemen Nyeri (SIKI: I.08238) 1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri 2) Identifikasi skala nyeri 3) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri 4) Monitor kebehasilan terapi tekhnik relaksasi yang sudah diberkan Universitas Ngudi Waluyo 26 b. 5) Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri 6) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri 7) Jelaskan strategi meredakan nyeri 8) Kolaborasi dengan pemberian analgetik yang sesuai Terapi Relaksasi (SIKI: I.039326) 1) Monitor respons terhadap terapi relaksasi 2) Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan pencahayaan dan suhu ruang yang nyaman, jika memungkinkan 3) Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama 4) Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis relaksasi(nafas dalam, musik, meditasi) c. 5) Anjurkan pasien dengan posisi yang nyaman 6) Anjurkan pasien rileks dan merasakan sensasi relaksasi 7) Anjurkan sering mengulangi secara mandiri Pemberian Obat (SIKI: I.0206) 1) Identifikasi kemungkinan alergi, interaksi, dan kontra indikasi obat 2) Periksa tanggal kadaluarsa obat 3) Lakukan prinsip 6benar obat (pasien, obat, jenis, waktu, rute, dokumentasi) 4) Berikan obat setelah makan 5) Jelaskan jenis obat, alasan pemberian, tindakan yang diharapkan, dan efek samping obat Universitas Ngudi Waluyo 27 4. Implementasi Keperawatan Implementasi merupakan tahap proses keperawatan dimana perawat memberikan intervensi keperawatan langsung dan tidakan langsung terhadap pasien. (Perry & Potter, 2010). 5. Evaluasi Keperawatan Evaluasi merupakan tahapan akhir dari proses keperawatan dan diarahkan untuk menentukan respon pasien terhadap intervensi keperawatan dan sebatas mana tujuan-tujuan sudah dicapai, evaluasi perawat menentukan apakah hasil yang mencerminkan pencapaian tujuan sudah terlaksana, apakah intervensi mengubah posisi, pemberian analgesik tepat waktu dan tepat guna, dan pengunaan relaksasi apakah secara berhasil mengurangi nyeri pasien (Perry & Potter, 2010). Universitas Ngudi Waluyo 28 Universitas Ngudi Waluyo