KKD3_Surya Wahyu Saputra_dasar teknologi hasil ternak_2011. 1. Mengapa dalam pengolahan dan pengawetan perlu memperhitungkan karakteristik sifat fisik, kimia dan biologi dari sumber bahan pangan ? (daging sapi) Jawab: Daging adalah salah satu produk pangan asal hewani yang mempunyai gizi tinggi karena mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Yang dimaksud dengan daging ialah bagian yang diperoleh dari pemotongan ternak, baik dari ternak ruminansia besar dan kecil (sapi, kerbau, domba, kambing), ternak unggas (ayam, itik), dan aneka ternak (kelinci, rusa, kuda, babi). Daging juga dapat dibedakan atas daging merah dan daging putih tergantung perbedaan histologi, biokimia, dan asal ternak. Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produkhasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya (Soeparno 1998). Data dari Direktorat Jenderal Peternakan (2006) menunjukkan bahwa produksi daging sapi di Pulau Sumatera mengalami kenaikan dari tahun-ketahun. Daging yang tidak sehat bila dikonsumsi dapat menyebabkan sumber penyakit akibat keracunan makanan bagi manusia, untuk itu perlu diketahui berbagai jenis dan kriteria daging yang sehat dan baik. Daging sapi yang jelek berarti tidak sehat dan tidak boleh dikonsumsi/dimakan, karena akan berpengaruh jelek bagi tubuh manusia. Tanda-tanda daging yang sudah jelek sebagai berikut: warna kebiruan, berbau busuk (rusak), lemak sudah lembek, berlendir, dihinggapi lalat, dan tempat penjualannya kotor. Kerusakan mikroba pada daging terutama disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembusuk dengan tanda-tanda sebagai berikut: 1. Pembentukan lendir 2. Perubahan warna 3. Perubahan bau menjadi busuk karena terjadi pemecahan protein dan terbentuknya senyawa-senyawa berbau busuk seperti ammonia, H2S dan senyawa lain-lain. 4. Perubahan rasa menjadi asam dan pahit karena pertumbuhan bakteri pembentuk asam dan senyawa pahit Terjadi ketengikan yang disebabkan pemecahan atau oksidasi lemak daging Secara umum daging yang sehat dan baik adalah daging yang berasal dari ternak yang sehat, disembelih di tempat pemotongan resmi, kemudian diperiksa, diangkut dengan kendaraan khusus dan dijual di supermarket atau di los daging pasar yang bersih dan higien. Tanda-tanda daging sapi yang baik dan sehat. Ada cap rumah potong hewan (RPH) yang menunjukkan bahwa daging sapi berasal dari sapi yang sehat, layak potong, dan disembelih dengan cara yang benar. a. Daging berwarna alamiah, yaitu merah sedikit kekuningan. b. Berbau khas daging sapi. c. Terlihat kenyal dan padat. d. Daging berserat halus dan sedikit berlemak. e. Lemak berwarna kekuningan. Daging sebagai sumber protein hewani memiliki nilai hayati (biological value) yang tinggi, mengandung 19% protein, 5% lemak, 70% air, 3,5% zatzat non protein dan 2,5% mineral dan bahan-bahan lainnya (Forrest et al. 1992). Komposisi daging menurut Lawrie (1991) terdiri atas 75% air, 18% protein, 3,5% lemak dan 3,5% zat-zat non protein yang dapat larut. Secara umum, komposisi kimia daging terdiri atas 70% air, 20% protein, 9% lemak dan 1% abu. Jumlah ini akan berubah bila hewan digemukkan yang akan menurunkan persentase air dan protein serta meningkatkan persentase lemak (Romans et al. 1994). Kandungan lemak pada daging menentukan kualitas daging karena lemak menentukan cita rasa dan aroma daging. Keragaman yang nyata pada komposisi lemak terdapat antara jenis ternak memamah biak dan ternak tidak memamah biak adalah karena adanya hidrogenasi oleh mikroorganisme rumen (Soeparno 1998). Berdasarkan asalnya protein dapat dibedakan dalam 3 kelompok yaitu protein sarkoplasma, protein miofibril, dan protein jaringan ikat. Protein sarkoplasma adalah protein larut air karena umumnya dapat diekstrak oleh air dan larutan garam encer. Protein miofibril terdiri atas aktin dan miosin, serta sejumlah kecil troponin dan aktinin. Protein jaringan ikat ini memiliki sifat larut dalam larutan garam. Protein jaringan ikat merupakan fraksi protein yang tidak larut, terdiri atas protein kolagen, elastin, dan retikulin (Muchtadi & Sugiono 1992). Sifat-sifat daging sapi: 1. Warna merah pucat, merah keungu-unguan atau kecoklatan dan akan berubah menjadi warna chery bila daging tersebut kena oksigen. 2. Serabut daging halus tapi tidak mudah hancur dan sedikit berlemak Konsistensi liat, jika saat dicubit seratnya terlepas maka daging sudah tidak baik. 3. Lemak berwarna kekuning-kuningan 4. Bau dan rasa aromatis Secara visual, mutu daging dinilai dari warna, marbling dan daya ikat air (water holding capacity, WHC)-nya. Daging dinilai bermutu baik jika memiliki warna dan marbling yang seragam pada keseluruhan potongan daging dan dengan penampakan permukaan yang kering karena sifat WHCnya yang baik. Keberadaan marbling tidak saja mempengaruhi penampakan tetapi juga meningkatkan juiciness, keempukan dan flavor produk olahan daging. Sementara itu, daya ikat air selain mempengaruhi penampakan juga akan mempengaruhi juiciness dari produk olahan daging. a. Warna Warna daging juga dipengaruhi oleh kondisi penanganan dan penyimpanan. Jenis kemasan, serta suhu dan lama waktu penyimpanan bisa mempengaruhi warna daging. Hal ini disebabkan oleh terjadinya perubahan kondisi oksidasi mioglobin yang menyebabkan perubahan warna daging. Ketika daging segar dipotong, maka warna awal yang terlihat adalah warna merah keunguan dari mioglobin. Setelah beberapa saat terpapar dengan oksigen diudara, maka permukaan daging segar tersebut akan berubah warna menjadi merah terang karena terjadinya oksigenasi mioglobin menjadi oksimioglobin. Permukaan daging yang mengalami kontak dengan udara untuk waktu lama, akan berwarna coklat, karena oksimioglobin teroksidasi menjadi metmioglobin. Walaupun perubahan warna ini normal sepanjang bau daging masih khas daging segar, tetapi mengindikasikan bahwa daging sudah agak lama terekspos dengan udara sehingga sebaiknya segera dibekukan jika tidak langsung dimasak. Jika daging berwarna coklat dan baunya tidak lagi khas daging segar, maka kondisi ini menunjukkan bahwa daging tersebut sudah disimpan di refrigerasi untuk waktu yang lama. Penyimpangan bau merupakan tanda bahwa daging sudah mulai rusak (busuk) dan hendaknya tidak dikonsumsi. Pemasakan daging pada suhu diatas 80oC menyebabkan pigmen terdenaturasi dan warna daging berubah menjadi coklat keabuan yang merupakan warna khas daging segar yang dimasak. Pada pengolahan daging menggunakan garam nitrit (proses kuring), misalnya pada sosis dan kornet, reaksi nitrit dengan mioglobin menghasilkan nitrosomioglobin yang ketika dipanaskan (dimasak) pada suhu di atas 65oC akan menghasilkan warna merah muda yang stabil. b. Juiciness Juiciness atau kesan juicy produk daging dipengaruhi oleh jumlah air yang dapat dipertahankan untuk tetap berada di dalam daging setelah dimasak; dan produksi saliva (air ludah) pada saat pengunyahan. Daya ikat air (WHC) daging akan mempengaruhi seberapa besar air yang dapat dipertahankan didalam produk sementara kadar lemak marbling akan membantu merangsang pembentukan saliva. WHC adalah kemampuan daging untuk mempertahankan kandungan air (bebas)nya pada saat mendapat tekanan dari luar, seperti proses pemanasan, penggilingan atau pengepressan. Daging dengan karakteristik WHC yang baik biasanya akan menghasilkan produk dengan karakter juiciness yang baik. Denaturasi protein daging karena penurunan pH daging beberapa waktu setelah penyembelihan, akan menyebabkan turunnya WHC daging. Akibatnya, daging tidak mampu mempertahankan air daging selama proses pemasakan dan produk yang dihasilkan akan terasa kering (airnya hilang selama pengolahan) dan hambar (komponen flavor larut air terbuang bersama air yang keluar). Dari penelitian juga disebutkan adanya korelasi antara kadar marbling dengan kelezatan (palatabilitas) daging secara keseluruhan. Jika kandungan lemak marbling kurang dari 3%, palatabilitas menurun dan daging tidak diterima konsumen. Kandungan marbling yang tinggi (lebih dari 7.3%) ternyata juga memberikan persepsi negatif terkait dengan peningkatan konsumsi lemak dan hubungannya dengan penyakit jantung koroner, kegemukan dan kanker. c. Keempukan Keempukan daging sangat mempengaruhi persepsi konsumen dalam menilai mutu daging. Kesan empuk melibatkan tiga aspek berikut: kemudahan penetrasi gigi ke dalam daging, kemudahan pengunyahan daging menjadi potongan-potongan yang lebih kecil dan jumlah residu (sisa) yang tertinggal setelah pengunyahan. Spesies, umur dan jenis kelamin hewan akan menentukan tekstur dagingnya. Daging dengan tekstur yang halus lebih mudah empuk dibandingkan dengan yang teksturnya kasar. Inilah sebabnya mengapa daging sapi butuh waktu lebih lama untuk mengempukannya dibandingkan daging babi, domba atau ayam. Peningkatan ukuran serabut otot dengan meningkatnya umur menyebabkan tekstur daging dari hewan yang lebih tua akan menjadi lebih kasar dan keempukan akan menurun. Dari jenis kelamin secara umum diketahui bahwa daging hewan jantan memiliki tekstur yang lebih kasar dari daging hewan betina. Daging (otot) yang banyak bergerak, misalnya daging dibagian betis, akan memiliki tekstur lebih kasar dan menjadi kurang empuk jika dibandingkan dengan daging (otot) yang terletak pada bagian yang jarang digerakkan, misalnya daging dari bagian punggung. Peningkatan jumlah jaringan ikat didalam daging akan menurunkan keempukan daging sementara keberadaan lemak marbling akan meningkatkan keempukannya. Proses pelayuan (aging) adalah salah satu cara yang umum dilakukan untuk mengempukan daging. Pelayuan dilakukan dengan menyimpan daging didalam refrigerator yang suhunya terkendali, selama 2 – 4 minggu, yang memberi kesempatan pada enzim yang ada didalam daging untuk memutus protein daging (miofibril) dan jaringan ikat sehingga daging menjadi lebih empuk. Di jasa boga, proses pengempukan daging ini dapat dilakukan dengan menambahkan enzim protease kedalam daging. Selama pemasakan, denaturasi dan pengkerutan protein miofibrilar yang terjadi pada suhu 40 – 45 oC dan terus meningkat pada suhu 60 oC menyebabkan kekerasan daging meningkat. Sebaliknya, protein kolagen yang ada didalam jaringan ikat akan mengalami pemecahan menjadi gelatin dan meningkatkan keempukan daging pada pemasakan diatas suhu 65 oC. Oleh karena itu, untuk memperoleh daging yang empuk, perhatikan karakteristik daging yang akan dimasak. Pemasakan daging sebaiknya dilakukan pada suhu internal yang tidak terlalu tinggi, dengan waktu singkat jika daging hanya mengandung sedikit jaringan ikat dan waktu yang lebih lama jika jaringan ikat lebih tinggi. d. Flavor Flavor daging dihasilkan dari kombinasi berbagai komponen yang menstimulasi reseptor penciuman dan rasa yang ada di saluran mulut dan hidung. Senyawa pembentuk flavor daging terutama komponen-komponen hasil pemecahan protein (peptida dan asam amino), komponen aroma yang larut air dan gula pereduksi. Perbedaan jenis dan komposisi lemak menyebabkan adanya sedikit perbedaan flavor daging dari hewan yang berbeda pada saat daging dimasak. Perbedaan cara memasak akan menghasilkan flavor yang berbeda. Sebagai contoh, pada daging yang dimasak dengan teknik pemasakan kering, flavor hanya terbentuk di bagian permukaan daging sementara teknik pemasakan basah memungkinkan reaksi pembentukan flavor berlangsung sampai ke bagian dalam daging. Keberadaan komponen lain selama proses pengasapan dan kuring daging juga akan menghasilkan produk daging dengan flavor yang khas. Lemak marbling juga berpengaruh terhadap flavor. Daging dengan marbling rendah selain terlihat kering juga memiliki flavor yang lebih lemah daripada daging dengan marbling yang lebih banyak. Penelitian menunjukkan bahwa 8 – 9% lemak marbling didalam steak akan menghasilkan flavor yang baik sementara peningkatan lemak diatas 9% akan memberikan citarasa berminyak. 1. Pengaruh pemberian panas terhadap makanan Pemberian panas pada bahan makanan akan memberikan berbagai efek diantaranya : a. Bahan makanan menjadi lunak Misalnya daging yang direbus akan menjadi lunak, karena daging mempunyai jaringan yang disebut “ connective tissue “ apabila terkena panas jaringan ini akan melembek sehingga daging menjadi lunak. Demikian juga dengan sayuran yang banyak mengandung “ cellulose “ b. Bahan makanan tepung akan mengental ( Jellying ) c. Perubahan sifat – sifat organoleptik ( bentuk, rasa, aroma dan warna ) d. Menatikan mikroorganisme e. Meningkatkan nilai cerna Tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam proses memasak : panas / temperature dan panjang waktu memasak . Sumber panas ( Heat Source ) yang dapat digunakan untuk memasak adalah : 1. Api langsung dari arang ( charcoal ), api gas 2. Api / panas dari elemen listrik 3. Panas yang dihasilkan dari microwave Berdasarkan caranya , memasak dapat dikelompokkan menjadi : a. Memasak dengan panas kering ( Dry Heat Cooking ) Memasak dengan cara ini, menggunakan alat dimana panas dapat ditimpakan pada bahan baik dari atas, bawah atau atas bawah dan sekeliling bahan. Panas tersebut dapat mematangkan bahan tanpa meredam bahan pada sesuatu cairan panas b. Memasak denagn panas basah ( Moist Heat Cooking ) Dengan panas basah berarti bahan tersebut terbasahi oleh cairan pemasak dan dimatangkan olehnya c. Memasak dengan minyak atau lemak ( Fat cooking ) Artinya bahan dimasukkan dalam cairan minyak / lemak panas, baik banyak atau sedikit. 1. Yang termasuk memasak dengan panas kering ( Dry Heat Cooking ) a. Roasting Roasting adalah memanggang, pada umumnya digunakan oven sebagai alatnya. Dalam pembuatan roti dinamakan “ Baking “ Bahan yang biasanya iolah secara Roasting adalah daging . Sebagai alas dalam pemanggangan daging ini sering digunakan tulang-tulang hewan yang bersangkutan. Fungsi tulang sebagai alat juga sebagi konduktor selama roasting.Kadang-kadang daging dibasahi dengan cairan supaya tidak kering. Cairan yang digunakan adalah cairan yang bercampur minyak / lemak. Pembasahan tersebut disebut “ Basting “ .Tujuan basting untuk menjaga agar bahan makanan tidak kering, juga dapat memberi warna coklat. 2. POT ROAST Yaitu : memasak dengan memakai alat pan yang didalamnya dialasi tumbuh-tumbuhan ubi, misalnya : wortel sedangkan pannya ditutup rapat. Selama memasak dilakukan basting ( pelumuran ) dengan mentega. Sayuran yang digunakan sebagai alas, setelah selesai masak dipakai sebagai bahan membuat gravy ( saus ) yaitu dicampur dengan sari dagingnya ditambah kaldu dan bumbu-bumbu. 3.Stewing ( Menyetup ) Adalah memasak dalam cairan yang junlahnya hamper sama dengan bahan yang dimasak, cairannya : kaldu, sauce atau air Cairan yang digunakan untuk memasak cara ini maksimal menutup ½ bahan. Bahan makanan yang biasa dimasak dengan stewing biasanya yang kurang lembut. Makanan sebelumnya dipotong kecil, kemudian dimasak dengan kaldu. Makanan dan cairan dihidangkan bersama .Contoh menu ; Opor, gulai dll 4. Smoking Pemasakan dan pengawetan dengan panas kering asap. Smoking tidak dimasukkan dalam golongan pemasakan kering melainkan termasuk usaha pengawetan makanan ( preservation of food ) Ada 2 cara pengasapan yaitu : a. Pengasapan panas : 65 °C – 80 C selama 6 – 8 jam b. Pengasapan dingin : 40°C – 50 C selama 5 – 6 hari Sebelum diasap bahan digarami lebih dulu.Contoh :daging asap, Sosis dll 5. curring. Curing daging membutuhkan garam yang merupakan bahan pengawet pangan pertama digunakan manusia. Garam telah menjadi bahan penting dalam pengawetan produk-produk peternakan dan perikanan. Pada tingkat tertentu, garam mencegah pertumbuhan beberapa tipe bakteri yang bertanggung jawab dalam pembusukan daging. Garam dapat mencegah pertumbuhan bakteri, baik yang disebabkan oleh efek penghambat langsung dari bakteri maupun oleh efek pengeringan yang dimiliki bakteri dalam daging. Garam sodium klorida merupakan bahan pengawet alami yang telah digunakan masyarakat luas selama bertahun-tahun. Di samping mempunyai fungsi sensoris dalam hampir semua produk daging, garam juga mempunyai aksi pengawet/ kemampuan mengawetkan produk olahan daging. Garam adalah ingridien yang terpenting dalam campuran bahan curing untuk daging dan berfungsi :1) untuk pemberi rasa produk, 2) menurunkan aktivitas air dan meningkatkan ionic strength (meningkatnya tekanan osmotik medium pangan) yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba, 3) membantu solubilisasi protein otot yang berfungsi sebagai pengikat partikel daging, 4) penurunan air jaringan otot pada konsentrasi tinggi (58%), 5) bertindak sebagai sinergis dalam kombinasi dengan sodium nitrite untuk mencegah pertumbuhan Clostridium botulinum. Nitrit dan nitrat merupakan bahan tambahan yang dapat memperbaiki warna dan rasa daging pada proses curing. Selain itu, nitrit pun dapat mencegah pertumbuhan clostridium botulinum yang bersifat racun bila dikonsumsi manusia sehingga menyebabkan botulisme. Nitrit dapat berubah menjadi nitrit oksida yang akan bergabung dengan myoglobin (Mb). Myoglobin merupakan pigmen yang menentukan warna merah alami pada daging yang tidak diasin. Setelah itu nitrit oksida dan myoglobin berubah menjadi nitrit oksida myoglobin (NOMb). Nitrit yang digunakan dalam pengasinan daging ini telah diproduksi secara komersial dengan nama sodium nitrite. Nitrit dan nitrat adalah bahan kimia yang sering digunakan sebagai bahan curing. Penggunaan nitrat mempunyai manfaat yaitu menghasilkan pigmen daging yang stabil dan flavor daging yang meningkat serta daya ikat air daging yang semakin kuat. Konsentrasi nitrit dalam produk tidak boleh melebihi 156 ppm. Bahkan untuk produk tertentu dibatasi < 120 ppm dan harus disertai sodium erythorbat/askorbat sebanyak 550 ppm untuk mencegah terbentuk senyawa karsinogenik nitrosamines. Gula dapat dijuga digunakan sebagai bahan pengawet, namun konsentrasi yang sangat tinggi diperlukan dalam pangan untuk dapat berfungsi sebagai suatu pengawet. Namun konsentrasi dalam daging curing biasanya jauh lebih rendah. Kombinasi gula dan asam asetat/ asam cuka dapat pula digunakan untuk mengawetkan daging giling. Pengawetan Daging dengan Suhu Rendah: 1. Pendinginan Untuk mendapatkan daging sapi yang baik dan sehat perlu dilakukan pengawetan, dengan tujuan memperlambat atau mencegah kerusakan/pembusukan yang menyebabkan menurunnya mutu/kualistas daging sapi. Salah satu cara pengawetan daging sapi ini dapat dilakukan dengan pendinginan. Pendinginan adalah penyimpanan bahan pangan di atas suhu pembekuan bahan yaitu -2oC sampai +10oC. Cara pengawetan dengan suhu rendah lainya yaitu pembekuan. Pembekuan adalah penyimpanan bahan pangan dalam keadaan beku yaitu pada suhu 12 oC sampai -24 oC. Pembekuan cepat (quick freezing) di lakukan pada suhu -24oC sampai 40oC. Pendinginan biasanya dapat mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau minggu tergantung pada macam bahan panganya, sedangkan pembekuan dapat mengawetkan bahan pangan untuk beberapa bulan atau kadang beberapa tahun. Perbedaan lain antara pendinginan dan pembekuan adalah dalam hal pengaruhnya terhadap keaktifan mikroorganisme di dalam bahan pangan. Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan pangan tidak dapat membunuh bakteri, sehingga jika bahan pangan beku misalnya di keluarkan dari penyimpanan dan dibiarkan mencair kembali (thawing), pertumbuhan bakteri pembusuk kemudian berjalan cepat kembali. Pendinginan dan pembekuan masing-masing juga berbeda pengaruhnya terhadap rasa, tekstur, nilai gizi, dan sifat-sifat lainya. Beberapa bahan pangan menjadi rusak pada suhu penyimpangan yang terlalu rendah. Penyimpanan bahan pangan pada suhu dingin sangat diperlukan walaupun dalam waktu yang singkat karena bertujuan untuk: a) Mengurangi kontaminasi b) Mengendalikan kerusakan oleh mikroba c) Mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme, kerusakan bahan pangan selama penyimpanan dapat diperkecil dalam bentuk yang belum dipotong-potong. Pengaruh pendinginan terhadap bahan pangan diantaranya penurunan suhu akan mengakibatkan penurunan proses kimia , proses mikrobiologi, proses biokimia yang berhubungan dengan kerusakan atau pembusukan. Pengawetan suhu rendah terutama pengawetan dengan suhu beku ditinjau dari banyak segi merupakan cara pengawetan bahan makanan yang paling tidak merugikan. Suhu rendah menghamabat pertumbuhana dan memperlambat laju reaksi kimia dan enzim. Aktifitas enzim dalam daging dapat dikatakan berhenti dalam penyimpanan suhu beku sedangkan untuk penyimpanan bahan makanan sebelum pembekuan perlu dikukus terlebih dahulu untuk mencegah perubahan kwalitas yang tidak diinginkan. Susut kandungan vitamin minimal bila dibandingkan dengan cara pengawetan lain. Penyebab utama kerusakan kualitas secara keseluruhan terjadi terutama karena kondisi yang kurang 2. Pembekuan Pembekuan adalah penyimpanan bahan makanan di bawah titik bekunya. pembekuan dapat bertahan lebih di banding pendinginan. Lama sampai beberapa bulan. Pendinginan dan pembekuan masing-masing berbeda pengaruhnya terhadap rasa, tekstur, warna,nilai gizi dan sifat-sifat lainnya.Pengawetan dengan jalan pendinginan dapat dilakukan dengan penambahan es yang berfungsi mendinginkan dengan cepat suhu 0°C , kemudian menjaga suhu selama penyimpanan. Jumlah es yang digunakan tergantung pada jumlah dan suhu bahan, bentuk dan kondisi tempat penyimpanan, serta penyimpanan atau panjang perjalanan selama pengangkutan. Bahan pangan yang diawetkan dengan cara pendinginan tidak mengalami perubahan, sedangkan dengan cara pengeringan bahan mengalami sedikit peruhanan rasa. Bahan pangan yang diawetkan dengan pemanasan, peragian atau penambahan bahan-bahan kimia akan berubah baik rasa, bentuk maupun tampilannya, misalnyua selai, sari buah, tempe, kecap, tapai dan lain-lain. Oleh karena itu, pengetahuan cara mengolah dan mengawetkan bahan pangan untuk memperpanjang masa simpannya perlu diketahui oleh masyarakat pedesaan atau yang ekonominya masih rendah. menguntungkan pada proses pembekuan,pengeringan dan pelelehan kristal es (thawing). 2. Pilih 2 dari cara pembuatan produk dan uraikan jawaban dengan alasan-alasannya dari tinjauan pengolahan dan pengawetan pada tiap tahap cara pengolahan produk peternakan berikut: a.PembuatanSosis. b.PembuatanAbon. c.PembuatanSusuKental. d. Pembuatan Yoghurt. Pembuatan Sosis dan Pembuatan Yoghurt. Jawab: 1) Pembuatan Sosis. Sosis adalah makanan yang dibuat dari daging ayam yang telah dicincang kemudian dihaluskan dan diberi bumbu-bumbu, dimasukkan ke dalam pembungkus yang berbentuk bulat panjang yang berupa usus hewan atau pembungkus buatan, dengan atau tanpa dimasak maupun diasapkan. Sosis merupakan salah satu jenis hasil olahan daging yang cukup populer di kalangan masyarakat. Ada berbagai jenis sosis yang beredar di pasaran saat ini, mulai dari yang sudah siap santap maupun yang harus dimasak terlebih dahulu. Daging yang biasanya digunakan sebagai bahan pembuatan sosis adalah daging sapi dan daging babi, lalu daging ayam broiler, sedangkan daging angsa masih belum atau jarang digunakan. Hal ini disebabkan selain karena masalah produksi ternak itu sendiri juga karena sifat dan tekstur daging yang berbedabeda dari setiap ternak, sebagaimana diketahui bahwa ternak yang memiliki produksi daging cukup tinggi adalah sapi dan babi, sedangkan dari jenis unggas adalah ayam broiler, oleh karena itu kedua jenis daging tersebut lebih banyak dipilih sebagai bahan pembatan sosis, selain itu karena teksturnya yang lebih kompak. Namun demikian berdasarkan kandungan proteinnya, daging angsa memiliki kandungan protein yang lebih tinggi yaitu 22,3% dibandingkan kandungan protein daging ayam yang sebesar 20,8%, daging sapi 18,7%, daging domba 17,1% atau daging kambing yang hanya 16,6% (Srigandono, 1992). Berdasarkan pemikiran di atas, maka penggunaan daging angsa pada penelitian pembuatan sosis kali ini lebih diutamakan karena pemanfaatannya yang masih jarang dibandingkan daging sapi dalam pembuatan sosis, selain kandungan proteinnya yang lebih tinggi dibandingkan jenis daging lainnya. Pembuatan sosis biasanya menggunakan bahan pengawet garam, sodium phosphate, gula dan asam. Kadar air yang diperbolehkan maksimal 67%. Berbagai ragam sosis telah diproduksi dan pada umumnya dikenal dengan nama asal kota ataupun daerah yang memproduksinya , seperti Berliner (Berlin) ,Braunschweiger (Brunswick) , Genoa Salami (Genoa) , Getoburg (Gethenburg) , Frankfurter (Frankfurt) , Bologna (Bologna) dan lain-lain. (Purnomo , 1992) Saat ini dengan kemajuan teknologi sosis telah dibuat secara modern dengan berbagai jenis dan ukuran. Salami sausage berasal dari daerah Salami . Sosis jenis ini merupakan bentuk daging giling yang kadang-kadang dibiarkan tidak halus , sehingga bagian-bagian dagingnya masih terlihat. Dikenal juga Bologna Sausage dan Frankfurter dimana kedu jenis sosis tersebut bertekstur lembut. Sedangkan dalam sosis emulsi daging digiling halus sampai terbentuk emulsi dengan lemak yang ditambhakan. Sosis juga sering diolah lebih lanjut dengan proses fermentasi bakteri asam laktat. Bakteri yang digunakan antara lain Pedicoccus sp dan Lactobacillus sp. Sosis fermentasi lebih dikenal dengan istilah dry sausage atau semi dry sausage. Contoh sosis jenis ini antara lain adalah Salami Sausage , Papperson Sausage , Genoa Sausage. Jenis ini biasanya dikosumsi orang-orang bule dan jarang ditemui di pasar Indonesia. (Astawan , 1989). Pada pemasakan sosis ada beberapa tahap yang harus dikerjakan, yaitu kyuring, pembuatan adonan, pengisian selongsong, pengasapan, dan perebusan. KOMPONEN PENYUSUN SOSIS 1. Bahan Utama Daging Ayam Daging ayam memiliki ciri khusus yaitu warna keputihan / merah muda , mempunyai serat daging yang halus dan panjang , konsistensi sedors diantara serat , daging tidak ada depa lemak , lemak berwarna putih kekuningan dan konsistensi lembek. (Muchtadi dan Sugiyono , 1992) 2. Bahan Pembantu A. Tepung Tapioka Tepung tapioca dalam industri pangan digunakan sebagai bahan pengikat maupun sebagai bahan pengental. Fungsi dari tapioca adalah bahan pengikat dimana kemampuan sosis sebagai bahan restrukturisasi ditentukan oleh kemampuan saling mengikat diantara bahan-bahan yang digunakan , maka sebab itu digunakan pati , misalnya tepung tapioca. Tapioka mempunyai amilopektin tinggi , tidak mudah menggumpal , daya lekatnya tinggi , tidak mudah pecah , atau rusak dan mempunyai suhu gelatinasasi relative rendah (Prinyawiwatkul , 1997). Pati Tapioka mempunyai sifat mudah mengembang (swelling) dalam air panas. Selain itu , pati tapioca mempunyai kadar amilosa sebesar 17%-23% dan suhu gelatinisasi berkisar 52°C – 64°C (Hui , 1992) B. Pati Kentang Pati (starch) merupakan zat tepung dari karbohidrat dengan suatu polimer senyawa glukosa yang terdiri dari dua komponen utama , yaitu amilosa dan amilopektin. Menurut Soeparno (1992) , polimer linear dari D-glukosa membentuk amilosa dengan ikatan α-1,4-glukosida. Amilosa bersifat sangat hidrofilik karena banyak mengandung gugus hidroksil , maka molekul amilosa cenderung membentuk susunan paralel melalui ikatan hydrogen. Kumpulan amilosa dalam air sulit membentuk gel , meski konsentrasinya tinggi. Berbeda dengan amilopektin yang strukturnya bercabang maka pati akan mudah mengembang dan membentuk koloid dalam air. Pati merupakan komponen terbesar yang terdapat pada kentang . Kandungan pati dalam kentang sekitar 80% pati , bahan kering. Pati kentang memiliki sifat-sifat fisik antara lain densitas 0.745 – 0.862 g/ml , absorbansi air 357-405 g/100 dan suhu gelatinisasi 60-69°C. Pati kentang memiliki banyak kegunaan untuk aplikasi pada bahan pangan diantaranya untuk fast food , sosis , tablet , dan berbagai olahan pangan (Muchtadi dan Sugiono , 1992). C. Isolat Protein Kedelai Isolat protein kedelai merupakan bahan tambahan yang digunakan dalamcampuran adonan sosis , karena kandungan protein yang tinggi dan rendah karbohidrat maka berperan dalam mengikat air dan membentuk system emulsi. Isolat protein kedelai biasa digunakan sebagai binder dalam produk olahan daging seperti sosis (Soeparno , 1992). D. Nitrit Fungsi dari nitrit adalah menstabilkan warna dari jaringan untuk mengkontribusi karakter dari daging curing untuk menghambat pertumbuhan dari racun makanan dan mikroorganisme pembusuk , menghambat ketengikan (Desrosier , 1978) Food Chemical Codex (1981) menyatakan , Natrium Nitrit dengan rumus molekul NaNO2 adalah suatu bahan berwarna putih sampai kekuningan , berbentuk tepung butiran / bentuk stik. Nitrit berasa hambar / rasa garam , larutannya alkali pada kertas lakmus. Kelarutannya 1g sodium nitrit larut dalam 1.5 ml air , agak larut dalam alcohol. Syarat-syarat bahan ini adalah bentuk Arsen (As) tidak lebih dari 3ppm dan logam berat (Pb) tidak lebih dari 0.002%. Penggunaan nitritdan nitrat dalam makanan (terutama produk daging) dibatasi karena ada efek meracuni dari zat tersebut. Nitrit akan bereaksi dengan amino sekunder / tersier membentuk senyawa N-nitrosaminyang bersifat mutagen dan karsinogen , selanjutnya nitrosamine menunjukkan aktifitas karsinogenik. Residu nitrit yang tertinggal dalam produk akhir akan menimbulkan kematian bila melebihi 15-20mg /kg bobot badan yang mengkonsumsi (Forest,et all , 1975). E. Phosphat Phosphat ditambahkan untuk meningkatkan kapasitas pengikatan air pada produk. Menurut Barbut (2002) cara kerja phosphate dalam mengikat kapasitas pengikatan air adalah : 1. Meningkatkan pH 2. Menyebabkan pengembangan dari protein otot , sehingga menyebabkan munculnya banyak tempat yang cocok untuk mengikat air. Batasan yang dibenarkan dalam penambahan residu phosphate adalah 0.5% dari produk akhir. Sejak daging mengandung 0.01% phosphate alami , ini harus diikutsertakan dalam menghitung level yang ditambahkan selama curing (Desrorier , 1978). F. Sodium Erythorbate Menurut Forrest et all (1975) , Sodium Erythorbate adalah antioksidan yang merupakan garam sodium dari garam erythorbate berbentuk Kristal , dalam keadaan kering bersifat non reaktif tetapi dalam air mudah bereaksi dengan oksigen atmosfir serta dengan agen lain yang dapat mengoksidasi. Sifat tersebut menyebabkan bahan ini bermanfaat sebagai antioksidan. Bahan ini berfungsi untuk mengontrol dan mempercepat warna cerah pada daging. Menurut Soeparno (1992) Sodium Erythorbate digunakan sebagai campuran curing untuk mempercepat pembentukan warna daging curing. Aksi senyawa ini adalah mereduksi NO2 menjadi nitrit oksida yang kemudian bereaksi dengan pigmen mioglobin daging dan membentuk nitrit oksida mioglobin yang terbentuk berwarna merah kemudian dengan adanya pemanasan membentuk nitrosilhemokrom sehingga berwarna merah muda stabil. G. Garam Garam yang digunakan dalam pembuatan produk sosis adalah jenis garam dapur (NaCl). Garam tidak hanya berfungsi sebagai pembentuk flavor , namun juga berpengaruh dalam pembentukan Karakteristik fisik dari adonan. Garam mempunyai peran yang cukup menentukan yaitu memberikan kelezatan produk , mempertahankan flavor dari bahan-bahan yang digunakan , berfungsi sebagai pengikat adonan sehingga mengurangi kelengketan. Selain itu , garam juga dapat membantu mencegah berkembangnya mikroba yang ada dalam adonan (Hui , 1992). H. Bawang Putih Menurut Lewis (1984) karakteristik bau yang kuat dari bawang putih disebabkan oleh adanya senyawa volatile sekitar 0,1% yang mengandung senyawa sulfur. Senyawa tersebut terbentuk ketika sel terpecah , sehingga terjadi reaksi antar precursor yang disebut allin dan enzim alliinase. Terbentuknya substansi yang disebut allicin (diali tiosulfat) , menimbulkan bau yang segar dari bawang putih. Allicin mengalami degradasi non enzimatik untuk membentuk metal dan allil mono , di , dan trisulfit dan sulfur oksida. I. Merica Biji merica digunakan sebagai bumbu pemberi rasa dan aroma , karena rempah-rempah dapat menyamarkan makanan dengan menutup rasa bagi makanan yang kurang enak. Selain itu , juga berfungsi sebagai pengawet. Merica mengandung minyak atsiri , pinena , kariofilena , filandrena , alkaloid , piperina , kavisina , piperitina , zat pahit dan minyak lemak. (Lewis , 1984) J. Bahan Penyedap Bahan penyedap yang digunakan sebagai pembangkit aroma dan cita rasa pada makanan merupakan senyawa-senyawa sintetik. Pada umumnya senyawa yang digunakan adalah senyawa-senyawa ester dalam jumlah sangat kecil telah dapat memberikan aroma dan cita rasa yang baik. Salah satu senyawa cita rasa adalah monosodium glutamate (MSG) yang merupakan garam natrium dari asam glutamat. MSG dibuat melalui proses fermentasi dari tetes-tetes gula (molasses) oleh bakteri. Dalam proses fermentasi ini , akan dihasilkan asam glutamate , kemudian penambahan sodium karbonat akan terbentuk MSG setelah terlebih dahulu dimurnikan dan dikristalisasi. Tingkat penggunaan yang tepat secara umum berkisar antar 0,2- 0,6 % berdasarkan berat makanan yang dikonsumsi (Jenie , 2001). K. Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan. Minyak goring mempunyai fungsi sebagai media penghantar panas , penambah rasa gurih , serta penambah nilai gizi dan kalori pada bahan panganyang digoreng (Hui , 1992). Mutu minyak goreng dipengaruhi oleh titik asapnya yang merupakan suhu dimana pemanasan minyak mulai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Kerusakan minyak goreng yang berlangsung selama penggorengan akan berpengaruh terhadap mutu dan nilai bahan pangan yang digoreng yaitu tekstur dan kenampakan yang kurang menarik serta cita rasa dan bau yang kurang enak (Ketaren , 1986). ALAT YANG DIGUNAKAN Mechanical Deboning Machine Alat ini digunakan untuk memisahkan sisa-sisa daging yang masih menempel di karkas daging yang selanjutnya hasil gilingan tersebut yang disebut dengan carcass meat akan diolah kembali sebagai campuran sosis Meat Mincer Alat ini digunakan untuk menggiling daging tanpa tulang yang terdiri dari beberapa bagian seperti hopper , screw , saringan dan mata pisau. Mixer Alat ini berfungsi untuk mencampur boneless meat , bahan penunjang dan premix hingga merata. Emulsifier Machine Alat ini digunakan untuk menghaluskan adonan sosis yang berasal dari mesin mixer supaya air dan lemak yang sudah terikat tidak terlepas kembali dimana hal tersebut akan merusak kualitas produk sosis. Selain itu juga akan memudahkan proses pengisian adonan sosis ke dalam casing. Proses emulsifikasi dilakukan secara mekanis dalam emulsifiers. SSP Pump Untuk memudahkan aliran bahan dari emulsifiers menuju stuffer digunakan sebuah pompa yaitu SSP Pump yang berfungsi sebagai pompa yang menggerakkan adonan sosis menuju mesin stuffer. Selain itu juga sebagai tempat penampungan bagi adonan dari mesin emulsifier menuju mesin stuffer. Stuffer Alat ini merupakan alat yang paling utama dalam pembuatan sosis. Alat ini akan membentuk adonan sosis menjadi padat dan memanjang dengan ukuran tertentu lalu diisikan ke dalam casing untuk membuat untaian produk sosis. Proses ini berjalan secara otomatis dan berlanjut / kontinyu sepanjang persediaan adonan daging. Smoked House Alat ini berfungsi untuk proses cooking dari sosis. Di dalam smoked house terdapat smoked generator untuk membakar kayu serutan untuk menghasilkan asap yang digunakan dalam proses cooking sosis. Selain itu terdapat steam yang digunakan untuk proses cooking sosis juga. Di dalam alat ini terdapat 4 macam proses yang dilakukan yaitu drying , smoking, cooking, dan exhausting. Sedangkan parameter yang dikontrol adlah suhu , RH , dan waktu dalampengontrolannya secara otomatis. Cooling Chamber Alat ini digunakan untuk proses pendinginan terhadap produk sosis yang telah melalui proses cooking. Di dalamnya terdapat aliran air dingin yang telah disterilkan (air ozon) yang nantinya akan disemprotkan secara cepat ke produk untuk menurunkan suhu produk. Cutting Machine telah ditentukan. Alat ini dilengkapi dengan sensor Alat ini digunakan untuk memotong-motong sosis per pieces yang masih terikat di masing-masing bagian ujungnya. Dengan adanya mesin ini , maka dihasilkan sosis sesuai dengan panjang yang yang menunjukkan bahwa di titik itulah sosis harus terpotong menjadi per pieces sosis. Selain itu juga dilengkapi dengan conveyor untuk memudahkan proses pemotongan. Vacuum Packaging Machine Alat ini berfungsi untuk mengemas produk sosis secar vakum. Pada mesin ini terdapat pengaturan secara otomatis mulai dari proses sealing kemasan , pengeluaran udara / gas-gas dalam kemasan dan pendinginan yang dinyatakan dalam satuan detik. Proses pengemasan ini dibantu dengan conveyor untuk memudahkan pekerjaan. Dengan adanya proses pengeluaran udara dari dalam kemasan maka produk dikemas secara vakum sehingga mengurangi tingkat kerusakan produk. Metal Detector & Check Weigher Alat ini digunakan untuk mendeteksi adanya kandungan logam (Fe dan Sus) dalam finished good (produk yang telah dikemas keluar dari vacuum packaging machine) dan pengecekan berat. Air Blast Freezer Alat ini berfungsi untuk membekukan finished good sehingga tercapai suhu pusat produk ≤ -18°C. PROSES PEMBUATAN SOSIS Persiapan Bahan yang digunakan untuk pembuatan sosis ayam disiapkan sesuai dengan kebutuhan untuk formula resepnya yaitu dengan proses penimbangan masing-masing bahan. Proporsi masing-masing bahan tersebut akan menghasilkan sifat reologis yang berbeda-beda tergantung formulanya. Pada tahap ini ada peluang untuk melakukan kreasi dan inovasi resep (the utts department of agricultural, 1999) Freezing Freezing merupakan suatu pembekuan yang paling mudah, membutuhkan waktu yang sedikit dan mampu menjaga daya tahan bahan maupun produk pengoahan lebih lama. Freezing tidak dapat mensterilkan makanan atau membunuh mikroorganisme pembusuk yang menyebabkan bahan atau produk rusak, melainkan hanya mampu menginaktifkan kerja dari enzim bakteri pembusuk, sehingga dapat memperlambat kerja dari mikroba pembusuk tersebut (Jeremiah, 1996). Thawing Thawing merupakan proses kelanjutan dari proses freezing.thawing akan mengembalikan bahan baku ataupun produk dari yang semula berbentuk fase padat menjadi fase cair. Dalam daging beku akan mengembalikan keempukan dari daging. Suhu thawing berkisar antara 100-150C. (Jeremiah, 1996) Ada 2 macam thawing yaitu slowly thawing dan rapid thawing. Slowly thawing menggunakan aliran udara hangat yang akan menyebabkan suhu bahan baku dan produk menjadi meningkat. Sedangkan cara lambat adalah dengan membungkus bahan baku dengan plstik kemudian dialiri oleh air. (Forrest et all, 1975) Penggilingan Daging ayam dicincang sampai halus. Tujuan dari pencincangan ini adalah pengecilan ukuran daging ayam hingga mencapai ukuran seragam guna pembentukan emulsi pada produk sosis. Kemudian daging yang telah digiling, ditimbang beratnya untuk memkudahkan pemberian bumbu-bumbu. (Forrest et all, 1975) Pemberian bumbu dan Pencampuran Bumbu-bumbu yang digunakan dalam pembuatan sosis menurut Lewis (1984)adalah lada, pal , bawang putih, gula dan garam. Jumlah dan variasi bumbu yang digunakan tergantung selera, daerah dan aroma yang dikehendaki. MenurutAmertaningtyas (2001)setelah daging dicincang halus , bumbu-bumbu ditambahkan pada adonan daging cincang kemudian dicampur hingga merata. Sluri dibuat dari bumbu-bumbu dan garam menggunakan dua gelas air lalu dicampur merata. Penambahan air bertujuan untuk memecah curing ingredients, memfasilitasi proses pencampuran dan memberikan karakteristik tekstur dan rasa pada produk sosis. Emulsifikasi Emulsifikasi adalah suatu system yang tidak stabil secara termodinamik yang mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak bercampur , satu diantaranya didispersikan sebagai globulaglobula dalam fase cair lain. Fase yang didispersikan disebut sebagai fase terdispersi dan fase yang mendispersikan disebut sebagai fase kontinu(Martanti,2000) Struktur produk daging misalnya sosis hati , frankfurter dan bologna adalah contoh emulsi lemak dalam air. Lemak membentuk fase disperse dari emulsi sedangkan air yang mengandung protein dan garam terlarut membentuk fase kontinu. Protein-protein daging yang terlarut bertindak sebagai pengemulsi mempunyai afinitas,baik terhadap air yaitu porsi molekul hidrofilik , maupun terhadap lemak yaitu molekul hidrofobik(Forrest et all, 1975) Kapasitasprotein dan air mengikat globula tau partikelpartikel lemak di dalam suatu emulsi disebut kapasitas emulsi. Protein daging yang larut dalam air, terutama adalah protein sarkosplasmik. Protein miofibrilar merupakan agensia pengemulsi yang lebih efisien dan mempunyai pengaruh terhadap peningkatan stabilitas emulsi yang lebih besar dibandingkan protein daging lainnya , misalnya protein sarkoplasmik(Soeparno,1992) Stuffing Menurut Hui(1992) stuffing merupakan tahap pengisian adonan sosis ke dalam selongsong. Pengisisan adonan sosis ke dalam selongsong tergantung tipe sosis, ukuran kemudahan proses, penyimpanan serta permintaan konsumen. Pengeringan Pengeringan merupakan suatu metode untuk mengurangi / mengeluarkan sbagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air tersebut dengan menggunakan energy panas. Biasanya kandungan air bahan dikurangi sampai batas agar mikroba tidak dapat tumbuh didalamnya. Kadar air berpengaruh terhadap tekstur(Mujumdar,1995) Menurut Desrorier(1978) pengeringan bahan pangan dengan sinar matahari dapat menurunkan kandungan air dan menyebabkan pemekatan dari bahan-bahan yang ditinggal seperti karbohidrat, lemak , protein sehingga bahan pangan memilikikualitas simpan yang lebih baik. Pemasakan Prosess pemasakan bertujuan agar daging sosis menjadi matang, meningkatkan keempukan daging, meningkatkan kekompakan struktur daging karena terjadi koagulasi protein dan dehidrasi sebagian untuk memberika rasa dan aroma tertentu, memberikan warna yang lebih menarik karena denaturasi mioglobin pembentukan nitrosihemokrom, pasteurisasi sosis dan oleh karenanya memperpanjang masas simpan produk sosis. Pemasakan dapat dilakukan dengan perebusan, pengukusasn, pengasapan, maupun kombinasi dari ketiganya selama 45-50 menit(Forrest, et al , 1975) Proses pemasakan sosis dengan pemanasan adalah memanaskan produk sosis hingga suhu produk mencapai 65-700 C suhu ini cukup untuk membunuh mikroba ynag terdapat didalamnya(Purnomo, 1992). Cooling Proses ini bertujuan untuk menjaga agar produk makanan teteap awet dan mikroba pembusuk yang tidak mati ataupun sel vegetatiifnya menjadi tidak aktif. Suhu chilling biasanya berkkisar antara 00 C-50 C bila terlalu lebih dari 50 C dikuatirkan bakteri tetap bekerja dan bila kerja enzim dari mikrobia pathogen maupiun pembusuk tetap aktif , maka akan menyebabkan bahan pangan tersebut akan lebih cepat rusak, serta toksik bahkan akan juga menyebabkan keracunan terhadap makanan tersebut(Geremia, 1996). Pengemasan Menurut Paine dan Paine (1992) beberapa syarat syarat bahan pengemas untuk bahan yang dibekukan adalah sebagai berikut: a) Harus mampu memberikan proteksi terhadap kemungkinan adanya dehidrasi. Dalam keadaan udara kering (suhu dingin) bahan pangan cenderung akan kehilangan air. b) Adanya oksigen bagi produk beku akan mempercepat terjadinya rancidity terutama bahan yang mengandung lemak sehingga bahan pengemas mampu menghalang masukn ya oksigen c) Bila terjadi dehidrasi dan oksidasi dalam bahan pangan yang dikemas menyebabkan terjadinya freezeburn, permukaan bahan pangan akan mengalami pemucatan warna dan kemunduran tekstur(bahan pengemas mampu menghalangai penguapan bahan organic sehingga aroma dan flavor bahan dapat dipertahankan) d) Bagian dari wadah terluar dapat digunakan agar embun udara atmosfer tidak meresap dalam wadah, bila terjadi peresapan uap air kedalam bahan yang dikemas mengakibatkan pembekuan yang berlebihan Penyimpanan Factor yang mempengaruhi stabilitas penyimpanan dalam pangan meliputi: (Buckle, et al, 1987) a) jenis dan bahan baku yang digunakan, b) metode dan keefektifan pengolahan, c) jenis dan keadaan kemasan, d) perlakuan mekanis yang cukup berat dalam produk yang dikemas dala penyimpanan, dan distribusi dan juga pengaruh yang ditimbulkan oleh suhu dan kelembaban penyimpanan. Setiap system atau jenis bahan pangan dalam suatu kondisi naik mempunyai daya simpan yang potensial, potensi ini dapat hilang dengan cepat oleh perlakuan mekanis yang cukup berat. Pengemasan yang tidak memadai dan kondisi penyimpanan yang jelek(desrosier,1978) Penentuan kualitas sosis ynag difermentasi kini dilakukan dengan: a) Pengukuran keasaman, b) Kadar air , c) Aw disamping uji organpoleptik Penggunaan kultur pemula dalam proses fermentasi membutuhkan kondisi hygiene selam pengolahan karena kontaminasi kan sangat berpengaruh pada proses fermentasi. Pertumbuhan jamur pada permukaan sering dijumpai terjadi pada sosis yang diolah secara fermenytasi dan pertumbuhan ini diakibatkan oleh kondisi panas serta kelembaban dalam ruang pemasakan. 2). Pembuatan yoghurt Susu merupakan emulsi lemak dalam air yang mengandung garamgaram mineral, gula, dan protein. Kisaran komposisi paling besar terjadi pada kandungan lemak. Hal ini disebabkan karena kadar lemak susu sangat dipengaruhi baik oleh faktor internal maupun eksternal. Air dalam susu berfungsi sebagai pelarut dan membentuk emulsi, suspensi koloidal. Flavour pada susu sangat ditentukan oleh lemak susu. Lemak susu dalam bentuk butir-butir yang amat kecil disebut globula, yang berada dalam fase dispersi. Masing-masing butir lemak dikelilingi oleh selaput protein yang sangat tipis atau serum susu yang terkumpul pada permukaan akibat adsorpsi (Muchtadi, 1992). (1) Lemak Susu Lemak atau lipid dalam susu berbentuk globula yang berdiameter 1-20 mikron dengan garis tengah rata-rata 3 mikron. Air susu ini lemak terdapat sebagai emulsi minyak dalam air, bagian lemak tersebut dapat terpisah dengan mudah karena berat jenisnya yang kecil. Mempunyai luas permukaan yang sangat besar, reaksi-reaksi kimia mudah sekali terjadi dipermukaan antara lemak dan mediumnya (Buckle., 1987). Ketengikan terutama ditimbulkan oleh enzim lipase yang terdapat secara alami dalam susu. Pasteurisasi dapat membuat enzim menjadi tidak aktif, tetapi ketengikan masih dapat berkembang pada susu yang sudah dipasteurisasi karena lipase yang dihasilkan oleh pertumbuhan mikroorganisme. Perubahan flavor dapat disebabkan karena kondisi suhu yang tinggi dan keasaman. Adanya katalisator logam seperti, sinar UV dan sinar matahari akan mempercepat oksidasi asam lemak (Buckle., 1987). Lemak susu atau lipid terdapat didalam susu dalam bentuk jutaan bola kecil yang bergaris tengah rata-rata 3 mikron. Terdapat kira-kira dibungkus suatu lapisan tipis (membran) yang terdiri dari protein dan fosfolipid. Pembungkus tipis ini mencegah butiran lemak untuk bergabung dan membentuk butiran yang besar. Apabila didiamkan, butiran-butiran lemak ini biasanya akan muncul ke permukaan susu untuk membentuk lapisan atau krim. Susu atau krim diaduk secara mekanis, lapisan tipis tersebut akan pecah, sehingga butiran-butiran itu sekarang dapat bergabung membentuk masa lemak yang terpisah dari bagian susu yang lain. Satu gram lemak dapat memberikan kurang lebih 9 kalori. Lemak susu mengandung 60 - 75% bersifat jenuh, 25–0% tidak jenuh dan sekitar 4% merupakan asam lemak polyunsaturated. Asam lemak yang terdapat paling banyak adalah asam laurat, asam kaprilat, asam kaprat, asam miristat, asam palmitat, asam stearat, asam oleat dan asam dioksi stearat. Asam butirat dan asam kaproat terdapat dalam jumlah kecil sebagai trigliserida. Susu mengandung pula bentuk lipida lainnya selain asam lemak, antara lain fosfolipida terutama lesitin dan golongan sterol lainnya misalnya kolesterol. Lesitin dalam susu terdapat dalam jumlah antara 0,03 sampai 0,05%. Lesitin merupakan turunan lemak mengandung nitrogen dan fosfor. Banyak terdapat membrane yang melindungi globula lemak susu. Tokoferol (vitamin E), vitamin A dan D terlarut dalam lemak serta karoten (Buckle., 1987). (2) Protein Susu Protein susu merupakan protein lengkap yang terdiri atas berbagai macam campuran protein. Protein susu terdiri atas 80% kasein, 9,1% laktalbumin dan lain-lain seperti laktaglobulin. Kasein, laktalbumin, dan globulin meliputi 93% dari seluruh subtansi yang mengandung nitrogen (N). Protein susu terbagi menjadi dua kelompok utama yaitu casein yang dapat diendapkan oleh asam dan enzim rennin dan protein whey yang dapat mengalami denaturasi oleh panas pada suhu kira-kira 65 oC (Buckle., 1987). Protein hanya dapat memberikan 4,1 kalori setiap gram. Kasein terdapat sebagai kalsium kaseinat, yaitu dalam keadaan terikat dalam calsium. Pasteurisasi tidak mengubah penyebaran kasein, tetapi dengan proses homogenisasi susu menyebabkan sebagian dari partikel-pertikel kasein menyatu dengan butiran lemak. Kasein apabila oleh alkohol kuat akan menggumpal, karena alkohol dapat mengikat air yang merupakan mantel sekitar partikel kasein, akan tetapi pada susu dalam keadaan asam, oleh alkohol lemak akan mengendap. Protein whey adalah laktalbumin dan laktoglobulin. Laktalbumin mudah sekali dikoagulasi oleh panas meskipun prosedur-prosedur pasteurisasi yang biasa tidak banyak merusak sifat protein whey (Buckle., 1987). (3) Karbohidrat (Laktosa) Laktosa adalah karbohidrat utama yang terdapat dalam susu dimana laktosa merupakan disakarida dari glukosa dan galaktosa pada pemanasan yang tinggi 100 oC – 130oC, laktosa akan menghasilkan karamel yang berwarna coklat. Laktosa merupakan satu-satunya karbohidrat yang ada dalam susu. Laktosa adalah suatu disakarida dari glukosa dan galaktosa. Laktosa rasanya kurang manis jika dibandingkan dengan glukosa dan sakarosa. Jika rasa manis sakarosa dimisalkan dinilai 100, maka kemanisan laktosa senilai 39. Laktosa mudah dirubah menjadi asam laktat oleh bakteri pembentuk asam laktat seperti Streptococcus lactis atau lactobacillus. Adanya asam laktat susu menjadi asam. Tetapi laktosa tidak mudah larut dalam air, dan sebab itu mudah menjadi kristal. Laktosa terhidrolisis oleh asam dan enzim laktase menghasilkan glukosa dan galaktosa yang lebih mudah larut dalam air daripada laktosanya sendiri. Bakteri asam laktat dapat memfermentasi laktosa sehingga menimbulkan susu menjadi kental dan terjadinya cairan yang terpisahkan dari proteinnya (Buckle,1987) (4) Mineral (abu) Susu mengandung berbagai masam unsur potassium, kalsium, klorin, fosforus, sodium, magnesium dan sulfur. Kalsium dan fosfor ini mempunyai nilai gizi yang penting karena kalsium fosfat merupakan bagian dari partikel casein dan mempengaruhi partikel terhadap penggumpalan oleh rennin, panas dan asam(Buckle,1987). Yoghurt merupakan minuman hasil fermentasi susu segar dengan mikroba tertentu yaitu Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus. Bakteri S. thermophillus dan L. bulgaricus akan menghidrolisa gula susu, laktosa, menjadi asam laktat sehingga keasaman susu naik disertai dengan penurunan pH yang mengakibatkan terkoagulasinya protein susu dan membentuk “curd” yang kompak. Selain membentuk asam laktat, hidrolisis laktosa oleh kedua spesies bakteri tersebut dan juga metabolisme nitrogen dari hidrolisis protein terutama oleh L. bulgaricus menghasilkan senyawa acetaldehyde yang memberikan aroma khas pada yoghurt (Tamime dan Marshall, 1997; Ono et al, 1992; Marshall, 1987). Terbentuknya asam laktat menyebabkan yoghurt memiliki rasa asam dan pH antara 3,8 – 4,6, berbentuk semi solid (Marshall, 1987). Namun banyak konsumen yang tidak menyukai rasa yoghurt yang terlalu asam sehingga kemudian yoghurt dijual ke konsumen dengan berbagai campuran buah-buahan. Kroger (1976) menyatakan bahwa hanya 10,6 – 21% konsumen menyukai “plain yoghurt”. Selebihnya 89,4 – 79% lebih menyukai yoghurt yang ditambahkan flavor buah-buahan dan gula. Keasaman dari susu yang difermentasi pada umumnya cukup untuk mencegah kerusakan oleh bakteri proteolitik yang tidak tahan asam. Setelah mencapai tingkat keasaman dalam minuman tersebut, maka dilakukan pendinginan. Alternatif selain dari susu segar, yoghurt dapat juga dibuat dari susu skim (susu tanpa lemak) yang dilarutkan dalam air dengan perbandingan tergantung pada kekentalan produk yang diinginkan (Anonim, 2008). Yoghurt umumnya disajikan dengan menambah terlebih dahulu campuran lain seperti gula, sirup ataupun kopi (ekstrak kopi). Penambahan campuran ini tergantung selera. Adanya campuran tersebut selain menambah kelezatan sering kali juga memperindah penampakan sehingga mempertinggi mutunya. Pembuatan yoghurt dapat ditambahkan essence seperti aroma vanili, mocca, durian, nanas dan sebagainya, ini yang disebut flavoured yoghurt”. Pada flavoured yoghurt cukup ditambahkan gula dan bisa langsung disajikan (Anonim, 2008). Prinsip dari pengolahan yoghurt ini adalah proses fermentasi susu dengan menggunakan asam laktat yaitu Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermopillus sehingga terbentuk asam laktat. Hasil dari percobaan pengolahan yoghurt ini didapatkan volume produk sebesar 215 ml dengan persentasi produk sebesar 86 % dengan pH 4 rasa asam, warna putih susu, aroma khas lembut, tekstur lembut, penampakan kurang menarik. Salah satu cara pengolahan dan pengawetan susu yang tertua adalah tehnologi pengemasan susu dilakukan dengan cara fermentasi. Salah satu produk fermentasi susu ini adalah yoghurt. Melalui proses fermenatasi ini maka susu akan memiliki konsitensi berupa pasta atau puding yang mempunyai cita rasa yang spesifik karena timbulnya senyawa – senyawa yang mudah menguap yang dihasilkan oleh bakteri stater. Stater atau biakan yang digunakan pada proses fermentasi yoghurt adalah Lactobacillus Bulgaricus dan Streptococcus termophillus. Lactobacillus lebih berperan dalam pembentukan aroma,sedangkan sterptococcus lebih berperan dalam pembentukan cita rasa. Komponen susu yang paling berperan dalam pembuatan yoghurt adalah laktosa dan kasein.Laktosa yang merupakan carbohydre susu digunakan sebagai sumber energi selama pertumbuhan biakan bakteri dan akan menghasilkan asam laktat.Terbentuknya asam laktat dari hasil fermentasi laktosa menyebabkan keasaman susu meningkat atau pH menurun,kasein merupakan komponen terbanyak dalam susu yang sangat peka terhadap asam.Dalam kondisi keasaman yang rendah maka kasein menjadi tidak stabil sehingga kasein akan terkoaqulasi membentuk padatan yang disebut yoghurt. Pada umumnya yoghurt yang baik memiliki total asam laktat 0,85 % sampai 0,95 % atau derajat keasaman (pH) 4 – 4.5. Untuk memperoleh hasil yoghurt yang baik maka perbandingan penggunaan starter Thermophylus dan Lacto.bulgaricus adalah 1:1 Berdasarkan flavornya yoghurt dibedakan antara lain yang plain (natural), fruit yoghurt dan flavoured yoghurt.Plain yoghurt memiliki rasa yang sangat asam,oleh karena itu tidak semua orang menyukainya,yoghurt semacam ini biasanya digunakan untuk campuran salad.Fruit yoghurt adalah yoghurt yang dicampur buah potongan kecil atau sari buah,biasanya penambahan buah – buahan sekitar 10 %. Kondisi fermentasi pada pembuatan yoghurt dalam usaha mengembang biakan kedua stater inti menuntut kondisi susu yang bebas dari berbagai jenis mikroorganisme yang lain yang menghambat pertumbuhan kedua jenis starter diatas.Untuk itu proses pasteurisasi dengan menggunakan kombinasi suhu dan waktu yang tepat sangat menentukan keberhasilan proses pengolahan yoghurt. Kombinasi suhu pasteurisasi ini dapat digunakan sbb: 1. 80 oC – 85 oC selama 20 menit 2. 85 oC – 90 oC selama 15 menit Proses pembuatan yoghurt. Tahapan proses pembuatan yoghurt adalah pemanasan, pendinginan dan pemeraman, bila yoghurt akan dikonsumsi dalam bentuk flavoured yoghurt, maka tahapan proses dilanjutkan dengan penambahan gula sebagai pemanasan dan flavoured, pengemasan dan pembekuan. 1. Pemanasan Pemanasan ini bertujuan untuk mematikan semua mikroba yang ada pada susu seperti Mycobacteriumtubercolis, micrococcus dll, yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri stater. Disamping itu juga untuk menurunkan kandungan air pada susu sehingga pada akhirnya akan diperoleh yoghurt dengan konsistensi yang cukup padat. Pemanasan susu ini dapat dilakukan dengan berbagai macam cara antara lain sebagai berikut : Susu dipanaskan pada suhu tinggi (dibawah suhu didih) dalam jangka tertentu hingga volumenya berkurang menjadi 2/3 dari jumlah semula, patokannya adalah volume susu (pemanasan tidak sampai mendidih. Susu dipanaskan dengan menggunakan kombinasi suhu dan waktu sebagai berikut : 85 oC – 90 oC selama 10 – 15 menit 80 oC – 85 oC selama 15 – 20 menit 2. Pendinginan Proses ini bertujuan untuk memberikan kondisi yang optimum bagi bakteri Starter , pendinginan dikerjakan sampai suhu 43-45 derajat C, kemudianSetelah suhu tercapai ditambahkan bakteri starter 2-3 % dari jumlah susu 3. Pemeraman atau Inkubasi Pemeraman dapat dilakukan pada suhu 37 derajat C selama 24 jam atau dalam inkubator dengan suhu 45 derajat C selama 4-6 jam , Incubasi dihentikan bila telah tercapai keasaman 4 – 4,5. Setelah pemeraman ini biasanya yoghurt bisa langsung dikonsumsi sebagai plain yoghurt. 4. Mutu Yoghurt Produksi yoghurt yang baik ditentukan oleh cita rasa dan tektur yang baik, untuk mengetahui mutu yoghurt dapat dilakukan uji organoleptik dan uji Ph. Yoghurt mempunyai kandungan gizi sebagai berikut 5. Pengemasan yoghurt Pengemasan diperlukan untuk menghindari produk dari kontaminasi atau pencemaran, disamping itu juga diperlukan kemasan yang menarik bagi konsumen. Jenis atau macam kemasan tergantung pada custumer atau konsumen. Biasanya untuk yoghurt digunakan bahan kemasan : Plastik, Cup , Botol. a) Kemasan plastik ukuran 4x 20 diisi 50 ml b) Kemasan aqua diisi 250 ml c) Kemasan botol diisi 650 ml