MAKALAH KEPERAWATAN ANAK LEUKIMIA DAN TALASEMIA Disusun Oleh : Muhammad Arfian Nur Rizky M. H. P07220218016 Muthia Fitri Desiranti P07220218019 SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN TINGKAT II POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR TAHUN AJARAN 2019/2020 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah Yang Maha Esa karena berkat dan rahmatnya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang “Patofisiologi dan Asuhan Keperawatan serta Pemeriksaan Fisik pada Anak dengan Leukimia dan Thalasemia”.Dalam penyusunan makalah ini kami telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan kami.Namun sebagai manusia biasa,kami tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan baik dari segi teknik penulisan maupun tata bahasa.Tetapi walaupun demikian,kami berusaha serta mungkin menyelesaikan makalah meskipun tersusun sangat sederhana. Kami menyadari tanpa kerja sama antara penyusun serta beberapa kerabat yang memberi berbagai masukan yang bermanfaat bagi penyusun demi tersusunnya makalah ini. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang tersebut diatas yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan saran demi kelancaran penyususan makalah ini. Demikian semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan para pembaca pada umumnya kami mengharapkan saran serta kritik dari berbagai pihak yang bersifat membangun. Samarinda, 07 Februari 2020 Penyusun DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan D. Manfaat E. Sistematika Penulisan BAB II TELAAH PUSTAKA A. Asuhan keperawatan leukemia B. Asuhan keperawatan thalasemia BAB III PEMBAHASAN A. Konsep leukemia B. Konsep thalasemia BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Leukemia merupakan suatu penyakit keganasan yang berasal dari sel induk sistem hematopoetik yang mengakibatkan poliferasi sel-sel darah putih tidak terkontrol. Ini adalah suatu penyakit darah dan organ-organ dimana sel-sel darah tersebut dibentuk dan ditandai dengan proliferasi sel-sel imatur abnormal yang mempengaruhi produksi dari sel-sel darah normal lainnya.Penyakit ini disebabkan terjadinya kerusakan pada pabrik pembuat sel darah yaitu pada sum-sum tulang bekerja aktif membuat sel-sel darah tetapi yang dihasilkan adalah sel darah yang tidak normal dan sel ini mendesak pertumbuhan sel darah normal. Walaupun penyebab dasar leukemia tidak diketahui, pengaruh genetik maupun faktor-faktor lingkungan kelihatannya memainkan peranan. Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitikdimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur erirosit menjadi pendek ( kurang dari 100 hari ). ( Ngastiyah, 1997 : 377 ).Thalasemia terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin sebagaimana mestinya.Adapun etiologi dari thalasemia adalah faktor genetik (herediter). Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek(kurang dari 100 hari). B. Rumusan Masalah 1. Apa konsep dari penyakit leukemia? 2. Apa saja yang dilakukan dalam asuhan keperawatan pada pasien leukemia? 3. Apa konsep dari penyakit thalasemia? 4. Apa saja yang dilakukan dalam asuhan keperawatan pada pasien thalasemia? C. Tujuan 1. Untuk dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan tentang konsep penyakit leukemia beserta asuhan keperawatannya. 2. Untuk dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan tentang konsep penyakit thalasemia beserta asuhan keperawatannya. D. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut. 1. Makalah ini diawali dengan halaman judul, kata pengantar, dan daftar isi. 2. BAB I yang merupakan pendahuluan dibagai menjadi beberapa sub-bab seperti latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika penulisan. 3. BAB II yang merupakan telaah pustaka 4. BAB III yang merupakan pembahasan dibagi menjadi beberapa sub-bab seperti Leukimia beserta asuhan keperawatan dan Thalasemia beserta asuhan keperawatan. 5. BAB IV yang merupakan penutup dibagi menjadi beberapa sub-bab yaitu kesimpulan dan saran-saran. BAB II TELAAH PUSTAKA A. Leukimia Kanker yang umum terjadi pada anak adalah leukemia dan jenis terbanyak adalah leukemia limfoblastik akut (LLA) (American Cancer Society, 2015). Terdapat 352.000 kasus baru leukemia dan sekitar 265.000 kasus yang berujung kematian. Leukemia menjadi peringkat ke-11 dari semua jenis kanker dan peringkat ke-10 penyebab kematian akibat kanker (International Agency for Research on Cancer, 2014). Kasus leukemia di Amerika diperkirakan 60.140 kasus baru pada tahun 2016. Jenis leukemia limfoblastik akut adalah jenis yang paling umum terjadi pada usia 0-19 tahun dan kasus leukemia limfoblastik akut sekitar 75% dari seluruh kasus leukemia yang terjadi. Diperkirakan kasus kematian sekitar 24.400 kasus pada tahun 2016 (American Cancer Society, 2016). Di Indonesia diperkirakan ada 4.100 kasus kaker pada anak setiap tahun. Data dari Rumah Sakit Kanker Dharmais (RSKD), kasus kanker pada anak dari tahun 2006-2014 sebanyak 829 kasus dan terus mengalami peningkatan. Jumlah kasus kanker pada anak pada tahun 2014 mencapai 163 kasus dan merupakan jumlah kasus tertinggi. Ciri-ciri penderita leukemia Pada awalnya, leukemia sering kali tidak menimbulkan tanda-tanda. Gejala baru muncul ketika sel kanker sudah semakin banyak dan mulai menyerang sel tubuh. Gejala yang muncul pun bervariasi, tergantung jenis leukemia yang diderita. Namun, secara umum ciri-ciri penderita leukemia adalah : Demam dan menggigil. Tubuh terasa lelah dan rasa lelah tidak hilang meski sudah beristirahat. Berat badan turun drastis. Gejala anemia. Bintik merah pada kulit. Mimisan. Tubuh mudah memar. Keringan berlebihan (terutama pada malam hari). Mudah terkena infeksi. Muncul benjolan di leher akibat pembengkakan kelenjar getah bening. Perut terasa tidak nyaman akibat organ hati dan limpa membengkak. Pengobatan Leukemia Dokter spesialis hematologi onkologi (dokter spesialis darah dan kanker) akan menentukan jenis pengobatan yang dilakukan berdasarkan jenis leukemia dan kondisi pasien secara keseluruhan. Berikut ini beberapa metode pengobatan untuk mengatasi leukemia: Kemoterapi, yaitu metode pengobatan dengan menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel kanker. Obat dapat berbentuk tablet minum atau suntik infus. Radioterapi, yaitu metode pengobatan untuk menghancurkan dan menghentikan pertumbuhan sel kanker dengan menggunakan sinar radiasi berkekuatan tinggi. Transplantasi sumsum tulang, yaitu prosedur penggantian sumsum tulang yang rusak dengan sumsum tulang yang sehat. B. Thalasemia Talasemia merupakan penyakit kronik yang membutuhkan transfusi setiap bulan, karena eritrosit lebih cepat lisis dibandingkan eritrosit normal. Komplikasi dan efek penyakit ini banyak, antara lain pertumbuhan, perkembangan, dan status gizinya. Talasemia adalah gangguan sintesis hemoglobin akibat penurunan produksi satu atau lebih rantai globin dan merupakan penyakit herediter yang diturunkan secara autosomal resesif. Penyakit ini pertama kali ditemukan bersamaan di Italia dan Amerika antara tahun 1925-1927. Populasi dunia diperkirakan 3% (150 juta orang) pembawa gen - β talasemia. Di Indonesia, angka pembawa talasemia- β adalah 3%-5%, bahkan di daerah tertentu mencapai 10%. Berdasarkan hasil penelitian, dengan perhitungan dari angka kelahiran dan jumlah penduduk di Indonesia diperkirakan pasien talasemia yang baru lahir cukup tinggi, mencapai 2500 bayi pertahun. Gejala Thalasemia Penderita thalasemia akan mengalami anemia yang membuat penderitanya merasa mudah lelah dan lemas. Gejala ini biasanya muncul pada saat 2 tahun pertama kehidupan. Akan tetapi, bagi penderita thalasemia yang ringan (minor), anemia bisa tidak terjadi. Waktu munculnya gejala serta keparahan gejala yang dialami akan berbeda setiap penderita, sesuai dengan jenis thalasemia yang dialami. Pada thalasemia mayor, penderitanya akan merasakan gejala-gejala kurang darah yang parah. Kondisi ini dapat merusak organ tubuh, bahkan berujung pada kematian. Pengobatan Thalasemia Thalasemia merupakan kelainan genetik yang berkepanjangan, sehingga perawatannya perlu dilakukan seumur hidup. Penderita thalasemia akan melalui transfusi darah berulang untuk menambah sel darah yang kurang. Pada kasus thalasemia yang parah, dokter mungkin akan menganjurkan penderita untuk melakukan transplantasi sumsum tulang. Tetapi tidak semua penderita thalasemia membutuhkan transfusi darah. Penderita thalasemia minor hanya memerlukan pemeriksaan rutin dan transfusi darah pada kondisi tertentu, misalnya setelah melahirkan atau operasi. BAB III PEMBAHASAN A. Leukimia 1. Pengertian Istilah leukemia pertama kali dijelaskan oleh Virchow sebagai “darah putih” pada tahun 1874, adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoetik. Leukemia adalah suatu keganasan yang berasal dari perubahan genetik pada satu atau banyak sel di sumsum tulang. Pertumbuhan dari sel yang normal akan tertekan pada waktu sel leukemia bertambah banyak sehingga akan menimbulkan gejala klinis. Keganasan hematologik ini adalah akibat dari proses neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi pada berbagai tingkatan sel induk hematopoetik sehingga terjadi ekspansi progresif kelompok sel ganas tersebut dalam sumsum tulang, kemudian sel leukemia beredar secara sistemik. Leukemia adalah proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit yang lain daripada normal dengan jumlah yang berlebihan, dapat menyebabkan kegagalan sumsum tulang dan sel darah putih sirkulasinya meninggi. 2. Etiologi Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini.Menurut hasil penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan risiko timbulnya penyakit leukemia. a. Host Umur, jenis kelamin, ras Insiden leukemia secara keseluruhan bervariasi menurut umur. LLA merupakan leukemia paling sering ditemukan pada anak-anak, dengan puncak insiden antara usia 2-4 tahun, LMA terdapat pada umur 15-39 tahun, sedangkan LMK banyak ditemukan antara umur 30-50 tahun. LLK merupakan kelainan pada orang tua (umur rata-rata 60 tahun).Insiden leukemia lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita.Tingkat insiden yang lebih tinggi terlihat di antara Kaukasia (kulit putih) dibandingkan dengan kelompok kulit hitam. Leukemia menyumbang sekitar 2% dari semua jenis kanker.Menyerang 9 dari setiap 100.000 orang di Amerika Serikat setiap tahun.Orang dewasa 10 kali kemungkinan terserang leukemia daripada anak-anak.Leukemia terjadi paling sering pada orang tua. Ketika leukemia terjadi pada anak-anak, hal itu terjadi paling sering sebelum usia 4 tahun. Penelitian Lee at all (2009) dengan desain kohort di The Los Angeles County-University of Southern California (LAC+USC) Medical Centre melaporkan bahwa penderita leukemia menurut etnis terbanyak yaitu hispanik (60,9%) yang mencerminkan keseluruhan populasi yang dilayani oleh LCA + USA Medical Center. Dari pasien non-hispanik yang umum berikutnya yaitu Asia (23,0%), Amerika Afrika (11,5%), dan Kaukasia (4,6%). Faktor Genetik Insiden leukemia pada anak-anak penderita sindrom down adalah 20 kali lebih banyak daripada normal.Kelainan pada kromosom 21 dapat menyebabkan leukemia akut. Insiden leukemia akut juga meningkat pada penderita dengan kelainan kongenital misalnya agranulositosis kongenital, sindrom Ellis Van Creveld, penyakit seliak, sindrom Bloom, anemia Fanconi, sindrom Wiskott Aldrich, sindrom Kleinefelter dan sindrom trisomi D. Pada sebagian penderita dengan leukemia, insiden leukemia meningkat dalam keluarga.Kemungkinan untuk mendapat leukemia pada saudara kandung penderita naik 2-4 kali.19 Selain itu, leukemia juga dapat terjadi pada kembar identik. Berdasarkan penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control menunjukkan bahwa orang yang memiliki riwayat keluarga positif leukemia berisiko untuk menderita LLA (OR=3,75; CI=1,32-10,99) artinya orang yang menderita leukemia kemungkinan 3,75 kali memiliki riwayat keluarga positif leukemia dibandingkan dengan orang yang tidak menderita leukemia. b. Agent Virus Beberapa virus tertentu sudah dibuktikan menyebabkan leukemia pada binatang.Ada beberapa hasil penelitian yang mendukung teori virus sebagai salah satu penyebab leukemia yaitu enzyme reserve transcriptase ditemukan dalam darah penderita leukemia.Seperti diketahui enzim ini ditemukan di dalam virus onkogenik seperti retrovirus tipe C yaitu jenis RNA yang menyebabkan leukemia pada binatang. Pada manusia, terdapat bukti kuat bahwa virus merupakan etiologi terjadinya leukemia. HTLV (virus leukemia T manusia) dan retrovirus jenis cRNA, telah ditunjukkan oleh mikroskop elektron dan kultur pada sel pasien dengan jenis khusus leukemia/limfoma sel T yang umum pada propinsi tertentu di Jepang dan sporadis di tempat lain, khususnya di antara Negro Karibia dan Amerika Serikat. Sinar Radioaktif Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat menyebabkan leukemia.Angka kejadian LMA dan LGK jelas sekali meningkat setelah sinar radioaktif digunakan.Sebelum proteksi terhadap sinar radioaktif rutin dilakukan, ahli radiologi mempunyai risiko menderita leukemia 10 kali lebih besar dibandingkan yang tidak bekerja di bagian tersebut. Penduduk Hirosima dan Nagasaki yang hidup setelah ledakan bom atom tahun 1945 mempunyai insidensi LMA dan LGK sampai 20 kali lebih banyak. Leukemia timbul terbanyak 5 sampai 7 tahun setelah ledakan tersebut terjadi. Begitu juga dengan penderita ankylosing spondylitis yang diobati dengan sinar lebih dari 2000 rads mempunyai insidens 14 kali lebih banyak. Zat Kimia Zat-zat kimia (misal benzene, arsen, pestisida, kloramfenikol, fenilbutazon) diduga dapat meningkatkan risiko terkena leukemia.18 Sebagian besar obat-obatan dapat menjadi penyebab leukemia (misalnya Benzene), pada orang dewasa menjadi leukemia nonlimfoblastik akut. Penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control menunjukkan bahwa orang yang terpapar benzene dapat meningkatkan risiko terkena leukemia terutama LMA (OR=2,26 dan CI=1,17-4,37) artinya orang yang menderita leukemia kemungkinan 2,26 kali terpapar benzene dibandingkan dengan yang tidak menderita leukemia. Merokok Merokok merupakan salah satu faktor risiko untuk berkembangnya leukemia.Rokok mengandung leukemogen yang potensial untuk menderita leukemia terutama LMA. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa merokok meningkatkan risiko LMA. Penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control memperlihatkan bahwa merokok lebih dari 10 tahun meningkatkan risiko kejadian LMA (OR=3,81; CI=1,37-10,48) artinya orang yang menderita LMA kemungkinan 3,81 kali merokok lebih dari 10 tahun dibanding dengan orang yang tidak menderita LMA. Penelitian di Los Angles (2002), menunjukkan adanya hubungan antara LMA dengan kebiasaan merokok. Penelitian lain di Canada oleh Kasim menyebutkan bahwa perokok berat dapat meningkatkan risiko LMA. Faktor risiko terjadinya leukemia pada orang yang merokok tergantung pada frekuensi, banyaknya, dan lamanya merokok. c. Lingkungan (Pekerjaan) Banyak penelitian menyatakan adanya hubungan antara pajanan pekerjaan dengan kejadian leukemia.Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Jepang, sebagian besar kasus berasal dari rumah tangga dan kelompok petani. Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control meneliti hubungan ini, pasien termasuk mahasiswa, pegawai, ibu rumah tangga, petani dan pekerja di bidang lain. Di antara pasien tersebut, 26% adalah mahasiswa, 19% adalah ibu rumah tangga, dan 17% adalah petani. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa orang yang bekerja di pertanian atau peternakan mempunyai risiko tinggi leukemia (OR = 2,35, CI = 1,0-5,19), artinya orang yang menderita leukemia kemungkinan 2,35 kali bekerja di pertanian atau peternakan dibanding orang yang tidak menderita leukemia. 3. Patofisiologi Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap infeksi.Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah, dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan tubuh.Leukemia meningkatkan produksi sel darah putih pada sumsum tulang yang lebih dari normal.Mereka terlihat berbeda dengan sel darah normal dan tidak berfungsi seperti biasanya.Sel leukemi memblok produksi sel darah normal, merusak kemampuan tubuh terhadap infeksi. Sel leukemi juga merusak produksi sel darah lain pada sumsum tulang termasuk sel darah merah dimana sel tersebut berfungsi untuk menyuplai oksigen pada jaringan. Analisis sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai aberasi kromosomal yang terdapat pada pasien dengan leukemia.Perubahan kromosom dapat meliputi perubahan angka, yang menambahkan atau menghilangkan seluruh kromosom, atau perubahan struktur termasuk translokasi (penyusunan kembali), delesi, inversi dan insersi.Pada kondisi ini, dua kromosom atau lebih mengubah bahan genetik, dengan perkembangan gen yang berubah dianggap menyebabkan mulainya proliferasi sel abnormal. Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah putih mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Perubahan tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali bagian dari kromosom (bahan genetik sel yang kompleks).Translokasi kromosom mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel, sehingga sel membelah tidak terkendali dan menjadi ganas.Pada akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel yang menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker ini juga bias menyusup ke dalam organ lainnya termasuk hati, limfa, kelenjar getah bening, ginjal, dan otak. 4. Manifestasi Klinis Gejala klinis dari leukemia pada umumnya adalah anemia, trombositopenia, neutropenia, infeksi, kelainan organ yang terkena infiltrasi, hipermetabolisme. a. Leukemia Limfositik Akut Gejala klinis LLA sangat bervariasi.Umumnya menggambarkan kegagalan sumsum tulang.Gejala klinis berhubungan dengan anemia (mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada), infeksi dan perdarahan.Selain itu juga ditemukan anoreksi, nyeri tulang dan sendi, hipermetabolisme.21 Nyeri tulang bisa dijumpai terutama pada sternum, tibia dan femur. b. Leukemia Mielositik Akut Gejala utama LMA adalah rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang disebabkan oleh sindrom kegagalan sumsum tulang.perdarahan biasanya terjadi dalam bentuk purpura atau petekia. Penderita LMA dengan leukosit yang sangat tinggi (lebih dari 100 ribu/mm3) biasanya mengalami gangguan kesadaran, napas sesak, nyeri dada dan priapismus.Selain itu juga menimbulkan gangguan metabolisme yaitu hiperurisemia dan hipoglikemia. c. Leukemia Limfositik Kronik Sekitar 25% penderita LLK tidak menunjukkan gejala.Penderita LLK yang mengalami gejala biasanya ditemukan limfadenopati generalisata, penurunan berat badan dan kelelahan. Gejala lain yaitu hilangnya nafsu makan dan penurunan kemampuan latihan atau olahraga. Demam, keringat malam dan infeksi semakin parah sejalan dengan perjalanan penyakitnya. d. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik LGK memiliki 3 fase yaitu fase kronik, fase akselerasi dan fase krisis blas.Pada fase kronik ditemukan hipermetabolisme, merasa cepat kenyang akibat desakan limfa dan lambung.Penurunan berat badan terjadi setelah penyakit berlangsung lama.Pada fase akselerasi ditemukan keluhan anemia yang bertambah berat, petekie, ekimosis dan demam yang disertai infeksi. 5. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah tepi dan pemeriksaan sumsum tulang. a. Pemeriksaan Darah Tepi Pada penderita leukemia jenis LLA ditemukan leukositosis (60%) dan kadang-kadang leukopenia (25%).Pada penderita LMA ditemukan penurunan eritrosit dan trombosit.Pada penderita LLK ditemukan limfositosis lebih dari 50.000/mm3, sedangkan pada penderita LGK/LMK ditemukan leukositosis lebih dari 50.000/mm3. b. Pemeriksaan Sumsum Tulang Hasil pemeriksaan sumsum tulang pada penderita leukemia akut ditemukan keadaan hiperselular.Hampir semua sel sumsum tulang diganti sel leukemia (blast), terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel yang matang tanpa sel antara (leukemic gap).Jumlah blast minimal 30% dari sel berinti dalam sumsum tulang. Pada penderita LLK ditemukan adanya infiltrasi merata oleh limfosit kecil yaitu lebih dari 40% dari total sel yang berinti. Kurang lebih 95% pasien LLK disebabkan oleh peningkatan limfosit B. Sedangkan pada penderita LGK/LMK ditemukan keadaan hiperselular dengan peningkatan jumlah megakariosit dan aktivitas granulopoeisis.Jumlah granulosit lebih dari 30.000/mm3. 6. Penatalaksanaan a. Kemoterapi 1) Kemoterapi pada penderita LLA a) Tahap 1 (terapi induksi) Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh sebagian besar sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi kemoterapi biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit yang panjang karena obat menghancurkan banyak sel darah normal dalam proses membunuh sel leukemia. Pada tahap ini dengan memberikan kemoterapi kombinasi yaitu daunorubisin, vincristin, prednison dan asparaginase. b) Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi) Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi yang bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps dan juga timbulnya sel yang resisten terhadap obat. Terapi ini dilakukan setelah 6 bulan kemudian. c) Tahap 3 ( profilaksis SSP) Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP. Perawatan yang digunakan dalam tahap ini sering diberikan pada dosis yang lebih rendah.Pada tahap ini menggunakan obat kemoterapi yang berbeda, kadang-kadang dikombinasikan dengan terapi radiasi, untuk mencegah leukemia memasuki otak dan sistem saraf pusat. d) Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang) Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi.Tahap ini biasanya memerlukan waktu 2-3 tahun. Angka harapan hidup yang membaik dengan pengobatan sangat dramatis.Tidak hanya 95% anak dapat mencapai remisi penuh, tetapi 60% menjadi sembuh.Sekitar 80% orang dewasa mencapai remisi lengkap dan sepertiganya mengalami harapan hidup jangka panjang, yang dicapai dengan kemoterapi agresif yang diarahkan pada sumsum tulang dan SSP. 2) Kemoterapi pada penderita LMA a) Fase induksi Fase induksi adalah regimen kemoterapi yang intensif, bertujuan untuk mengeradikasi sel-sel leukemia secara maksimal sehingga tercapai remisi komplit.Walaupun remisi komplit telah tercapai, masih tersisa sel-sel leukemia di dalam tubuh penderita tetapi tidak dapat dideteksi. Bila dibiarkan, sel-sel ini berpotensi menyebabkan kekambuhan di masa yang akan datang. b) Fase konsolidasi Fase konsolidasi dilakukan sebagai tindak lanjut dari fase induksi. Kemoterapi konsolidasi biasanya terdiri dari beberapa siklus kemoterapi dan menggunakan obat dengan jenis dan dosis yang sama atau lebih besar dari dosis yang digunakan pada fase induksi. Dengan pengobatan modern, angka remisi 50-75%, tetapi angka rata-rata hidup masih 2 tahun dan yang dapat hidup lebih dari 5 tahun hanya 10%. 3) Kemoterapi pada penderita LLK Derajat penyakit LLK harus ditetapkan karena menetukan strategi terapi dan prognosis. Salah satu sistem penderajatan yang dipakai ialah klasifikasi Rai: - Stadium 0 : limfositosis darah tepi dan sumsum tulang - Stadium I : limfositosis dan limfadenopati. - Stadium II : limfositosis dan splenomegali/ hepatomegali. - Stadium III : limfositosis dan anemia (Hb < 11 gr/dl). - Stadium IV : limfositosis dan trombositopenia <100.000/mm3 dengan/tanpa gejala pembesaran hati, limfa, kelenjar. Terapi untuk LLK jarang mencapai kesembuhan karena tujuan terapi bersifat konvensional, terutama untuk mengendalikan gejala. Pengobatan tidak diberikan kepada penderita tanpa gejala karena tidak memperpanjang hidup. Pada stadium I atau II, pengamatan atau kemoterapi adalah pengobatan biasa.Pada stadium III atau IV diberikan kemoterapi intensif. Angka ketahanan hidup rata-rata adalah sekitar 6 tahun dan 25% pasien dapat hidup lebih dari 10 tahun.Pasien dengan sradium 0 atau 1 dapat bertahan hidup rata-rata 10 tahun.Sedangkan pada pasien dengan stadium III atau IV rata-rata dapat bertahan hidup kurang dari 2 tahun. 4) Kemoterapi pada penderita LGK/LMK - Fase Kronik Busulfan dan hidroksiurea merupakan obat pilihan yag mampu menahan pasien bebas dari gejala untuk jangka waktu yang lama. Regimen dengan bermacam obat yang intensif merupakan terapi pilihan fase kronis LMK yang tidak diarahkan pada tindakan transplantasi sumsum tulang. - Fase Akselerasi, Sama dengan terapi leukemia akut, tetapi respons sangat rendah. b. Radioterapi Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia.Sinar berenergi tinggi ini ditujukan terhadap limfa atau bagian lain dalam tubuh tempat menumpuknya sel leukemia. Energi ini bisa menjadi gelombang atau partikel seperti proton, elektron, x-ray dan sinar gamma. Pengobatan dengan cara ini dapat diberikan jika terdapat keluhan pendesakan karena pembengkakan kelenjar getah bening setempat. c. Transplantasi Sumsum Tulang Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk mengganti sumsum tulang yang rusak dengan sumsum tulang yang sehat.Sumsum tulang yang rusak dapat disebabkan oleh dosis tinggi kemoterapi atau terapi radiasi.Selain itu, transplantasi sumsum tulang juga berguna untuk mengganti sel-sel darah yang rusak karena kanker.Pada penderita LMK, hasil terbaik (70-80% angka keberhasilan) dicapai jika menjalani transplantasi dalam waktu 1 tahun setelah terdiagnosis dengan donor Human Lymphocytic Antigen (HLA) yang sesuai. Pada penderita LMA transplantasi bisa dilakukan pada penderita yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan dan pada penderita usia muda yang pada awalnya memberikan respon terhadap pengobatan. d. Terapi Suportif Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yag ditimbulkan penyakit leukemia dan mengatasi efek samping obat. Misalnya transfusi darah untuk penderita leukemia dengan keluhan anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan dan antibiotik untuk mengatasi infeksi. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Anemia Disebabkan karena produksi sel darah merah kurang akibat dari kegagalan sumsum tulang memproduksi sel darah merah.Ditandai dengan berkurangnya konsentrasi hemoglobin, turunnya hematokrit, jumlah sel darah merah kurang.Anak yang menderita leukemia mengalami pucat, mudah lelah, kadang-kadang sesak nafas. b. Pembengkakan kelenjar limfa Sel-sel darah putih pada anak yang menderita leukemia juga sering mengumpul di kelenjar getah bening. Hal ini akan menyebabkan pembengkakan pada kelenjar tersebut. Gejalanya berupa benjolan di leher, dada, ketiak, atau pangkal paha. c. Sesak napas Kanker darah pada anak bisa memengaruhi kelenjar timus.Karena letaknya di leher, pembengkakan pada kelenjar ini dapat menekan trakea dan membuat anak sulit bernapas.Kesulitan bernapas juga dapat terjadi akibat adanya penumpukan sel-sel abnormal di pembuluh darah paru-paru. d. Suhu tubuh tinggi dan mudah infeksi Disebabkan karena adanya penurunan leukosit, secara otomatis akan menurunkan daya tahan tubuh karena leukosit yang berfungsi untuk mempertahankan daya tahan tubuh tidak dapat bekerja secara optimal. e. Perdarahan Tanda-tanda perdarahan dapat dilihat dan dikaji dari adanya perdarahan mukosa seperti gusi, hidung (epistaxis) atau perdarahan bawah kulit yang sering disebut petekia.Perdarahan ini dapat terjadi secara spontan atau karena trauma. Apabila kadar trombosit sangat rendah, perdarahan dapat terjadi secara spontan f. Nyeri tulang dan sendi Nyeri pada tulang dan sendi sering dirasakan oleh anak yang mengalami leukemia. Kondisi ini disebabkan oleh penumpukan sel-sel darah putih yang abnormal di bagian tersebut g. Penurunan kesadaran Disebabkan karena adanya infiltrasi sel-sel abnormal ke otak dapat menyebabkan berbagai gangguan seperti kejang sampai koma. h. Kehilangan nafsu makan dan nyeri perut Bila sel abnormal menumpuk di hati, ginjal, dan limfa, maka organ-organ tersebut akan membengkak dan menekan organ lainnya. Kondisi ini dapat menyebabkan nyeri pada perut dan rasa tidak nyaman. Pada anak yang mengalami leukemia, nafsu makannya juga sering menurun.Kelemahan dan kelelahan fisik Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya.Anak lebih banyak tidur/istirahat karena anak mudah lelah. i. Wajah pucat Kanker darah dapat menyebabkan penurunan sel darah merah (eritrosit). Rendahnya jumlah eritrosit akan menyebabkan penurunan kadar hemoglobin dalam darah, sehingga anak bisa mengalami anemia dan menimbulkan gejala berupa pucat, lemas, mudah lelah, dan sesak napas. j. Riwayat pennyakit keluarga Berdasarkan penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control menunjukkan bahwa orang yang memiliki riwayat keluarga positif leukemia berisiko untuk menderita LLA (OR=3,75; CI=1,32-10,99) artinya orang yang menderita leukemia kemungkinan 3,75 kali memiliki riwayat keluarga positif leukemia dibandingkan dengan orang yang tidak menderita leukemia. Analisa Data a. Data Subjektif Data Subjektif yang mungkin timbul pada penderita leukemia adalah sebagai berikut : Lelah Letargi Pusing Sesak Nyeri dada Napas sesak Priapismus Hilangnya nafsu makan Demam Merasa cepat kenyang Waktu ycng cukup lama Nyeri Tulang dan Persendian. b. Data Objektif Data Subjektif yang mungkin timbul pada penderita leukemia adalah sebagai berikut : Pembengkakan Kelenjar Limfa Anemia Perdarahan Gusi berdarah Adanya benjolan tiap lipatan Ditemukan sel-sel muda 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan menurut The North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) adalah “ suatu penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan yang aktual dan potensial. Diagnosa keperawatan memberikan dasar untuk pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan diamana perawat bertanggung gugat “ (Wong,D.L, 2004: 331). Menurut Wong, D.L (2004 :596 – 610) , diagnosa pada anak dengan leukemia adalah: a. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia c. Resiko terhadap cedera : perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah trombosit d. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah e. Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan efek samping agen kemoterapi f. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis g. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia h. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi, radioterapi, imobilitas. i. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat pada penampilan. j. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita leukemia. k. Antisipasi berduka berhubungan dengan perasaan potensial kehilangan anak. 3. Intervensi Keperawatan Rencana keperawatan merupakan serangkaian tindakan atau intervensi untuk mencapai tujuan pelaksanaan asuhan keperawatan.Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari pasien dan atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Berdasarkan diagnosa yang ada maka dapat disusun rencana keperawatan sebagai berikut (Wong,D.L: 2004) a. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh Tujuan:Anak tidak mengalami gejala-gejala infeksi Intervensi: Pantau suhu dengan teliti Rasional: untuk mendeteksi kemungkinan infeksi Tempatkan anak dalam ruangan khusus Rasional: untuk meminimalkan terpaparnya anak dari sumber infeksi Anjurkan semua pengunjung dan staff rumah sakit untuk menggunakan teknik mencuci tangan dengan baik Rasional : untuk meminimalkan pajanan pada organisme infektif Gunakan teknik aseptik yang cermat untuk semua prosedur invasive Rasional: untuk mencegah kontaminasi silang/menurunkan resiko infeksi Evaluasi keadaan anak terhadap tempat-tempat munculnya infeksi seperti tempat penusukan jarum, ulserasi mukosa, dan masalah gigi Rasional: untuk intervensi dini penanganan infeksi Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut dengan baik Rasional: rongga mulut adalah medium yang baik untuk pertumbuhan organism Berikan periode istirahat tanpa gangguan Rasional: menambah energi untuk penyembuhan dan regenerasi seluler Berikan diet lengkap nutrisi sesuai usia Rasional: untuk mendukung pertahanan alami tubuh Berikan antibiotik sesuai ketentuan Rasional: diberikan sebagai profilaktik atau mengobati infeksi khusus b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia Tujuan: Terjadi peningkatan toleransi aktifitas Intervensi: Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam aktifitas sehari-hari Rasional: menentukan derajat dan efek ketidakmampuan Berikan lingkungan tenang dan perlu istirahat tanpa gangguan Rasional: menghemat energi untuk aktifitas dan regenerasi seluler atau penyambungan jaringan Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktifitas yang diinginkan atau dibutuhkan Rasional: mengidentifikasi kebutuhan individual dan membantu pemilihan intervensi Berikan bantuan dalam aktifitas sehari-hari dan ambulasi Rasional : memaksimalkan sediaan energi untuk tugas perawatan diri c. Resiko terhadap cedera/perdarahan yang berhubungan dengan penurunanjumlah trombosit Tujuan: Klien tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan Intervensi: Gunakan semua tindakan untuk mencegah perdarahan khususnya pada daerah ekimosis Rasional: karena perdarahan memperberat kondisi anak dengan adanya anemia Cegah ulserasi oral dan rectal Rasional: karena kulit yang luka cenderung untuk berdarah Gunakan jarum yang kecil pada saat melakukan injeksi Rasional: untuk mencegah perdarahan Menggunakan sikat gigi yang lunak dan lembut Rasional: untuk mencegah perdarahan Laporkan setiap tanda-tanda perdarahan (tekanan darah menurun, denyut nadi cepat, dan pucat) Rasional: untuk memberikan intervensi dini dalam mengatasi perdarahan Hindari obat-obat yang mengandung aspirin Rasional: karena aspirin mempengaruhi fungsi trombosit Ajarkan orang tua dan anak yang lebih besar ntuk mengontrol perdarahan hidung Rasional: untuk mencegah perdarahan d. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah Tujuan:Tidak terjadi kekurangan volume cairan Pasien tidak mengalami mual dan muntah Intervensi: Berikan antiemetik awal sebelum dimulainya kemoterapi Rasional: untuk mencegah mual dan muntah Berikan antiemetik secara teratur pada waktu dan program kemoterapi Rasional: untuk mencegah episode berulang Kaji respon anak terhadap anti emetic Rasional: karena tidak ada obat antiemetik yang secara umum berhasil Hindari memberikan makanan yang beraroma menyengat Rasional: bau yang menyengat dapat menimbulkan mual dan muntah Anjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering Rasional: karena jumlah kecil biasanya ditoleransi dengan baik Berikan cairan intravena sesuai ketentuan Rasional: untuk mempertahankan hidrasi e. Perubahan membran mukosa mulut: stomatitis yang berhubungan dengan efek samping agen kemoterapi Tujuan: Pasien tidak mengalami mukositis oral Intervensi: Inspeksi mulut setiap hari untuk adanya ulkus oral Rasional: untuk mendapatkan tindakan yang segera Hindari mengukur suhu oral Rasional: untuk mencegah trauma Gunakan sikat gigi berbulu lembut, aplikator berujung kapas, atau jari yang dibalut kasa Rasional: untuk menghindari trauma Berikan pencucian mulut yang sering dengan cairan salin normal atau tanpa larutan bikarbonat Rasional: untuk menuingkatkan penyembuhan Gunakan pelembab bibir Rasional: untuk menjaga agar bibir tetap lembab dan mencegah pecah-pecah (fisura) Hindari penggunaan larutan lidokain pada anak kecil Rasional: karena bila digunakan pada faring, dapat menekan refleks muntah yang mengakibatkan resiko aspirasi dan dapat menyebabkan kejang Berikan diet cair, lembut dan lunak Rasional: agar makanan yang masuk dapat ditoleransi anak Inspeksi mulut setiap hari Rasional: untuk mendeteksi kemungkinan infeksi Dorong masukan cairan dengan menggunakan sedotan Rasional: untuk membantu melewati area nyeri Hindari penggunaa swab gliserin, hidrogen peroksida dan susu magnesia Rasional: dapat mengiritasi jaringan yang luka dan dapat membusukkan gigi, memperlambat penyembuhan dengan memecah protein dan dapat mengeringkan mukosa Berikan obat-obat anti infeksi sesuai ketentuan Rasional: untuk mencegah atau mengatasi mukositis Berikan analgetik Rasional: untuk mengendalikan nyeri f. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis Tujuan: Pasien mendapat nutrisi yang adekuat Intervensi: Dorong orang tua untuk tetap rileks pada saat anak makan Rasional: jelaskan bahwa hilangnya nafsu makan adalah akibat langsung dari mual dan muntah serta kemoterapi Izinkan anak memakan semua makanan yang dapat ditoleransi, rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat Rasional: untuk mempertahankan nutrisi yang optimal Berikan makanan yang disertai suplemen nutrisi gizi, seperti susu bubuk atau suplemen yang dijual bebas Rasional: untuk memaksimalkan kualitas intake nutrisi Izinkan anak untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan makanan Rasional: untuk mendorong agar anak mau makan Dorong masukan nutrisi dengan jumlah sedikit tapi sering Rasional: karena jumlah yang kecil biasanya ditoleransi dengan baik Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori kaya nutrient Rasional: kebutuhan jaringan metabolik ditingkatkan begitu juga cairan untuk menghilangkan produk sisa suplemen dapat memainkan peranan penting dalam mempertahankan masukan kalori dan protein yang adekuat Timbang BB, ukur TB dan ketebalan lipatan kulit trisep Rasional: membantu dalam mengidentifikasi malnutrisi protein kalori, khususnya bila BB dan pengukuran antropometri kurang dari normal g. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia Tujuan: Pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima anak Intervensi: Mengkaji tingkat nyeri dengan skala 0 sampai 5 Rasional: informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan atau keefektifan intervensi Jika mungkin, gunakan prosedur-prosedur (misal pemantauan suhu non invasif, alat akses vena Rasional: untuk meminimalkan rasa tidak aman Evaluasi efektifitas penghilang nyeri dengan derajat kesadaran dan sedasi Rasional: untuk menentukan kebutuhan perubahan dosis. Waktu pemberian atau obat Lakukan teknik pengurangan nyeri non farmakologis yang tepat Rasional: sebagai analgetik tambahan Berikan obat-obat anti nyeri secara teratur Rasional: untuk mencegah kambuhnya nyeri h. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi, radioterapi, Tujuan: Pasien mempertahankan integritas kulit Intervensi: Berikan perawatan kulit yang cemat, terutama di dalam mulut dan daerah perianal Rasional: karena area ini cenderung mengalami ulserasi Ubah posisi dengan sering Rasional: untuk merangsang sirkulasi dan mencegah tekanan pada kulit Mandikan dengan air hangat dan sabun ringan Rasional: mempertahankan kebersihan tanpa mengiritasi kulit Kaji kulit yang kering terhadap efek samping terapi kanker Rasional: efek kemerahan atau kulit kering dan pruritus, ulserasi dapat terjadi dalam area radiasi pada beberapa agen kemoterapi Anjurkan pasien untuk tidak menggaruk dan menepuk kulit yang kering Rasional: membantu mencegah friksi atau trauma kulit Dorong masukan kalori protein yang adekuat Rasional: untuk mencegah keseimbangan nitrogen yang negative Pilih pakaian yang longgar dan lembut diatas area yang teradiasi Rasional: untuk meminimalkan iritasi tambahan i. Imobilitas Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat pada penampilan Tujuan: Pasien atau keluarga menunjukkan perilaku koping positif Intervensi: Dorong anak untuk memilih wig (anak perempuan) yang serupa gaya dan warna rambut anak sebelum rambut mulai rontok Rasional: untuk membantu mengembangkan penyesuaian rambut terhadap kerontokan rambut Berikan penutup kepala yang adekuat selama pemajanan pada sinar matahari, angin atau dingin Rasional: karena hilangnya perlindungan rambut Anjurkan untuk menjaga agar rambut yang tipis itu tetap bersih, pendek dan halus Rasional: untuk menyamarkan kebotakan parsial Jelaskan bahwa rambut mulai tumbuh dalam 3 hingga 6 bulan dan mungkin warna atau teksturnya agak berbeda Rasional: untuk menyiapkan anak dan keluarga terhadap perubahan penampilan rambut baru Dorong hygiene, berdan, dan alat alat yang sesuai dengan jenis kelamin , misalnya wig, skarf, topi, tata rias, dan pakaian yang menarik Rasional: untuk meningkatkan penampilan j. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita leukemia Tujuan: Pasien atau keluarga menunjukkan pengetahuan tentang prosedur diagnostic atau terapi Intervensi: Jelaskan alasan setiap prosedur yang akan dilakukan pda anak Rasional: untuk meminimalkan kekhawatiran yang tidak perlu Jadwalkan waktu agar keluarga dapat berkumpul tanpa gangguan dari staff Rasional: untuk mendorong komunikasi dan ekspresi perasaan Bantu keluarga merencanakan masa depan, khususnya dalam membantu anak menjalani kehidupan yang normal Rasional: untuk meningkatkan perkembangan anak yang optimal Dorong keluarga untuk mengespresikan perasaannya mengenai kehidupan anak sebelum diagnosa dan prospek anak untuk bertahan hidup Rasional: memberikan kesempatan pada keluarga untuk menghadapi rasa takut secara realistis Diskusikan bersama keluarga bagaimana mereka memberitahu anak tentang hasil tindakan dan kebutuhan terhadap pengobatan dan kemungkinan terapi tambahan Rasional: untuk mempertahankan komunikasi yang terbuka dan jujur Hindari untuk menjelaskan hal-hal yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada Rasional: untuk mencegah bertambahnya rasa khawatiran keluarga k. Antisipasi berduka berhubungan dengan perasaan potensial kehilangan anak Tujuan: Pasien atau keluarga menerima dan mengatasi kemungkinan kematian anak Intervensi: Kaji tahapan berduka terhadap anak dan keluarga Rasional: pengetahuan tentang proses berduka memperkuat normalitas perasaan atau reaksi terhadap apa yang dialami dan dapat membantu pasien dan keluarga lebih efektif menghadapi kondisinya Berikan kontak yang konsisten pada keluarga Rasional: untuk menetapkan hubungan saling percaya yang mendorong komunikasi Bantu keluarga merencanakan perawatan anak, terutama pada tahap terminal Rasional: untuk meyakinkan bahwa harapan mereka diimplementasikan Fasilitasi anak untuk mengespresikan perasaannya melalui bermain Rasional: memperkuat normalitas perasaan atau reaksi terhadap apa yang dialami B. Thalasemia 1. Pengertian Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif. (Mansjoer, 2000 ). Talasemia adalah suatu golongan darah yang diturunkan ditandai oleh defisiensi produksi rantai globin pada hemoglobin. (Suriadi, 2001) Talasemia merupakan kelompok gangguan darah yang diwariskan, dikarakteristikan dengan defisiensi sintetis rantai globulin spesifik molekul hemoglobin (Muscari, 2005). Thalasemia merupakan kelompok kelainan genetik heterogen yang timbul akibat berkurangnya kecepatan sintesis rantai alpha atau beta (Hoffbrand dkk, 2006). Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan di tandai oleh defisiensi produk rantai globin pada hemoglobin (Suriadi danYuliani, 2010). Thalasemia (anemia Cooley atau Mediterania) merupakan anemia yang relatif umum terjadi, dimana jumlah globin yang diproduksi tidak cukup untuk mengatasi sel-sel darah merah. (Kliegman,2012). Talasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan masuk kedalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkanoleh gangguan system hemoglobin akibat mutasi didalam atau dekat gen globin (Nurarif, 2013`). 2. Etiologi Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat ditularkan, tetapi banyak diturunkan oleh pasangan suami istri yang mengidap thalassemia dalam sel – selnya atau faktor genetik (Suriadi, 2001).Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-beta. Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik).Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama si anak mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia) dari bapak dan ibunya maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang tuanya. Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami istri yang mengidap thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik.Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassaemia trait/pembawasifat Thalassaemia, maka tidak mungkin mereka menurunkan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau Thalassaemia mayor kepada anak-anak mereka. Semua anak-anak mereka akan mempunyai darah yang normal. Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu dibanding dua (50%) kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang diantara anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia mayor. Orang dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia adalah sehat, mereka dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada anak-anaknya tanpa ada yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di kalangan keluarga mereka. Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia, maka anak-anak mereka mungkin akan menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau mungkin juga memiliki darah yang normal, atau mereka mungkin juga menderita Thalassaemia mayor.(hoffbrand dkk,2006) Menurut Williams (2005) penyebab thalasemia adalah : a. Gangguan resesif autosomal yang diturunkan b. Gangguan herediter yang disebabkan kelainan sistem rantai beta dan rantai alfa globin 3. Patofisiologi Penyakit thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/mutasi pada gen globin alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin tersebut berkurang atau tidak ada. Didalam sumsum tulang mutasi thalasemia menghambat pematangan sel darah merah sehingga eritropoiesis dan mengakibatkan anemia berat.Akibatnya produksi Hb berkurang dan sel darah merah mudah sekali rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). (Kliegman,2012) Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan polipeptida rantai alpa dan dua rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kekurangan rantai beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan ertrosit membawa oksigen. Ada suatu kompensator yang meningkat dalam rantai alpa, tetapi rantai beta memproduksi secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defictive. Ketidak seimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi.Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis. Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia beta dan kelebihan rantai beta dan gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil badan heint, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi eritropik aktif. Kompensator produksi RBC secara terus menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC,menimbulkan tidak edukatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan edstruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh. (Suriadi, 2001 ) Pada talasemia letak salah satu asam amino rantai polipre tidak berbeda urutannya/ditukar dengan jenis asam amino lain. Perubahan susunan asam amino tersebut.Bisa terjadi pada ke-4 rantai poliper Hb-A, sedangkan kelainan pada rantai alpha dapat menyebabkan kelainan ketiga Hb yaitu Hb-A, Hb-A2 dan Hb-F. (Suriadi,2001) 4. Manifestasi Klinis Semua jenis talasemia memiliki gejala yang mirip tetapi beratnya bervariasi. Sebagaian besar mengalami gangguan anemia ringan. a. Thalasemia minor (thalasemia heterogen) umumnya hanya memiliki gejala berupa anemia ringan sampai sedang dan mungkin bersifat asimtomatik dan sering tidak terdeteksi. b. Thalasemia mayor, umumnya menampakkan manifestasi klinis pada usia 6 bulan, setelah efek Hb 7 menghilang. 1) Tanda awal adalah awitan mendadak, anemia, demam yang tidak dapat dijelaskan, cara makan yang buruk, penurunan BB dan pembesaran limfa. 2) Tanda lanjut adalah hipoksia kronis; kerusakan hati, limfa, jantung, pankreas, kelenjar limphe akibat hemokromotosis, ikterus ringan atau warna kulit mengkilap, kranial tebal dengan pipi menonjol dan hidung datar; retardasi pertumbuhan; dan keterlambatan perkembangan seksual. c. Komplikasi jangka panjang sebagai akibat dari hemokromatosis dengan kerusakan sel resultan yang mengakibatkan : 1) Splenomegali 2) Komplikasi skeletal, seperti menebalan tulang kranial, pembesaran kepala, tulang wajah menonjol, maloklusi gigi, dan rentan terhadap fraktur spontan. 3) Komplikasi jantung, seperti aritmia, perikarditis, CHF dan fibrosis serat otot jantung. 4) Penyakit kandung empedu, termasuk batu empedu. 5) Pembesaran hepar dan berlanjut menjadi sirosis hepatis. 6) Perubahan kulit, seperti ikrerus dan pragmentasi coklat akibat defisit zat besi. 7) Retardasi pertumbuhan dan komplikasi endokrin. d. Gejala lain pada penderita Thalasemia adalah jantung mudah berdebar-debar. Hal ini karena oksigen yang dibawah tersebut kurang, maka jantung juga akan beusaha bekerja lebih keras sehingga jantung penderita akan mudah berdebar-debar, lamakelamaan jantung akan bekerja lebih keras sehingga lebih cepat lelah. Sehingga terjadi lemah jantung, limfa penderita bisa menjadi besar karena penghancuran darah terjadi di sana, selain itu sumsum tulang juga bekerja lebih keras karena berusaha mengkompensasi kekurangan Hb, sehingga tulang menjadi tipis dan rapuh sehingga mudah rapuh. Jika ini terjadi pada muka (tulang hidung maka wajah akan berubah bentuk, batang hidung akan hilang/ melesak ke dalam (fasise cookey) ini merupakan salah satu tanda khas penderita thalasemia.(hoffbrand dkk,2006) Secara klinis Thalasemia dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai beratnya gejala klinis(Doenges,2000) : 1) Mayor, intermedia dan minor atau troit (pembawa sifat). Batas diantara tingkatan tersebut sering tidak jelas. Anemia berat menjadi nyata pada umur 3 – 6 bulan setelah lahir dan tidak dapat hidup tanpa ditransfusi. 2) Pembesaran hati dan limfa terjadi karena penghancuran sel darah merah berlebihan, haemopoesis ekstra modular dan kelebihan beban besi. Limfa yang membesar meningkatkan kebutuhan darah dengan menambah penghancuran sel darah merah dan pemusatan (pooling) dan dengan menyebabkan pertambahan volume plasma. 3) Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa deformitas dan fraktur spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang mendapat transfusi darah. Deformitas tulang, disamping mengakibatkan muka mongoloid, dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang prontal dan zigomatin serta maksila. Pertumbuhan gigi biasanya buruk. 4) Gejala lain yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak sesuai umur, berat badan kurang, perut membuncit. Jika pasien tidak sering mendapat transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi dalam jaringan kulit. 5) Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada Thalasemia mayor, anemia sedang (hemoglobin 7 – 10,0 g/dl) Gejala deformitas tulang, hepatomegali dan splenomegali, eritropoesis ekstra medular dan gambaran kelebihan beban besi nampak pada masa dewasa. 6) Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia mikrositin, bentuk heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan. Thalasemia mayor (Thalasemia homozigot) Thalasemia intermedia Thalasemia minor atau troit (pembawa sifat) 7) Pada hapusan darah tepi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik, anisositosis, polklilositosis dan adanya sel target (fragmentasi dan banyak sel normoblas). 8) Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi (IBC) menjadi rendah dan dapat mencapai nol. Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%, kadang ditemukan juga hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45% pasien Thalasemia juga mempunyai HbE maupun HbS. 9) Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat meningkat karena kerusakan parankim hati oleh hemosiderosis. 10) Penyelidikan sintesis alfa/beta terhadap refikulosit sirkulasi memperlihatkan peningkatan nyata ratio alfa/beta yakni berkurangnya atau tidak adanya sintetis rantai beta. 5. Klasifikasi Thalasemia a. Thalassemia α (gangguan pembentukan rantai α) Sindrom thalassemia α disebabkan oleh delesi pada gen α globin pada kromosom 16 (terdapat 2 gen α globin pada tiap kromosom 16) dan nondelesi seperti gangguan mRNA pada penyambungan gen yang menyebabkan rantai menjadi lebih panjang dari kondisi normal. Faktor delesi terhadap empat gen α globin dapat dibagi menjadi empat, yaitu: 1) Delesi pada satu rantai α (Silent Carrier/ α -Thalasemia Trait 2) Gangguan pada satu rantai globin _ sedangkan tiga lokus globin yang ada masih bisa menjalankan fungsi normal sehingga tidak terlihat gejala-gejala bila ia terkena thalasemia. 2) Delesi pada dua rantai α (α -Thalassemia Trait 1) Pada tingkatan ini terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari HbH dan terjadi manifestasi klinis ringan seperti anemia kronis yang ringan dengan eritrosit hipokromik mikrositer dan MCV(mean corpuscular volume) 60-75 fl. 3) Delesi pada tiga rantai α (HbH disease) Delesi ini disebut juga sebagai HbH disease (β4) yang disertai anemia hipokromik mikrositer, basophylic stippling, heinz bodies, dan retikulositosis. HbH terbentuk dalam jumlah banyak karena tidak terbentuknya rantai α sehingga rantai β tidak memiliki pasangan dan kemudian membentuk tetramer dari rantai β sendiri (β 4).Dengan banyak terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit dapat dihancurkan. Penderita dapat tumbuh sampai dewasa dengan anemia sedang (Hb 8-10 g/dl) dan MCV(mean corpuscular volume) 60-70 fl. 4) Delesi pada empat rantai α (Hidrops fetalis/Thalassemia major) Delesi ini dikenal juga sebagai hydrops fetalis.Biasanya terdapat banyak Hb Barts (γ4) yang disebabkan juga karena tidak terbentuknya rantai γ sehingga rantai γ membentuk tetramer sendiri menjadi γ4.Manifestasi klinis dapat berupa ikterus, hepatosplenomegali, dan janin yang sangat anemis. Kadar Hb hanya 6 g/dl dan pada elektroforesis Hb menunjukkan 80-90% Hb Barts, sedikit HbH, dan tidak dijumpai HbA atau HbF. Biasanya bayi yang mengalami kelainan ini akan beberapa jam setelah kelahirannya. b. Thalassemia β (gangguan pembentukan rantai β) Thalassemia - β disebabkan oleh mutasi pada gen β globin pada sisi pendek kromosom 11. 1) Thalassemia β o Pada thalassemia βo, tidak ada mRNA yang mengkode rantai β sehingga tidak dihasilkan rantai β yang berfungsi dalam pembentukan HbA 2) Thalassemia β + Pada thalassemia β+, masih terdapat mRNA yang normal dan fungsional namun hanya sedikit sehingga rantai β dapat dihasilkan dan HbA dapat dibentuk walaupun hanya sedikit. Sedangkan secara klinis thalassemia dibagi menjadi 2 golongan, yaitu : a. Thalasemia Mayor Terjadi bila kedua orang tuanya membawa gen pembawa sifat thalasemia.Gejala penyakit muncul sejak awal masa kanak-kanak dan biasanya penderita hanya bertahan hingga umur sekitar 2 tahun. Penderita bercirikan : Lemah Pucat Perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur Berat badan kurang Tidak dapat hidup tanpa transfusi transfusi darah seumur hidupnya. b. Thalasemia minor/trait Gejala yang muncul pada penderita Thalasemia minor bersifat ringan, biasanya hanya sebagai pembawa sifat. Istilah Thalasemia trait digunakan untuk orang normal namun dapat mewariskan gen thalassemia pada anak-anaknya:ditandai oleh splenomegali, anemia berat, bentuk homozigot.Pada anak yang besar sering dijumpai adanya: Gizi buruk Perut buncit karena pembesaran limfa dan hati yang mudah diraba Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limfa dan hati(Hepatomegali), Limfa yang besar ini mudah ruptur karena trauma ringan saja Gejala khas adalah: Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung, jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar. Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya menjadi kelabu karena penimbunan besi. 6. Komplikasi Berikut ini adalah beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita thalassemia. a. Komplikasi Jantung Kerusakan jantung akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan penurunan kekuatan pompa jantung, gagal jantung, aritmia atau detak jantung yang tidak beraturan, dan terkumpulnya cairan di jaringan jantung. Ada beberapa pemeriksaan rutin yang harus dilakukan penderita thalasemia beta mayor, yaitu pemeriksaan tiap enam bulan sekali untuk memeriksa fungsi jantung, dan setahun sekali pemeriksaan menyeluruh untuk memeriksa konduksi aliran listrik jantung menggunakan electrocardiogram oleh dokter spesialis jantung. Perawatan untuk meningkatkan fungsi jantung dapat dilakukan dengan terapi khelasi yang lebih menyeluruh dan mengonsumsi obat penghambat enzim konversi angiotensin. b. Komplikasi pada Tulang Sumsum tulang akan berkembang dan memengaruhi tulang akibat tubuh kekuerangan sel darah merah yang sehat. Komplikasi tulang yang dapat terjadi adalah sebagai berikut: Nyeri persendian dan tulang Osteoporosis Kelainan bentuk tulang Risiko patah tulang meningkat jika kepadatan tulang menjadi rendah. c. Pembesaran Limfa (Splenomegali) Pembesaran limfa terjadi karena limfa sulit untuk mendaur ulang sel darah yang memiliki bentuk tidak normal dan berakibat kepada meningkatnya jumlah darah yang ada di dalam limfa, membuat limfa tumbuh lebih besar. Transfusi darah yang bertujuan meningkatkan sel darah yang sehat akan menjadi tidak efektif jika limfa telah membesar dan menjadi terlalu aktif, serta mulai menghancurkan sel darah yang sehat. Splenectomy atau operasi pengangkatan limfa merupakan satu-satunya cara untuk mengatasi masalah ini. Vaksinasi untuk mengatasi potensi infeksi yang serius, seperti flu dan meningitis, disarankan untuk dilakukan jika anak Anda telah melakukan operasi pengangkatan limfa, hal ini dikarenakan limfa berperan dalam melawan infeksi.Segera temui dokter jika anak Anda memiliki gejala infeksi, seperti nyeri otot dan demam, karena bisa berakibat fatal. d. Komplikasi pada Hati Kerusakan hati akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan terjadinya beberapa hal, seperti fibrosis atau pembesaran hati, sirosis hati atau penyakit degeneratif kronis di mana sel-sel hati normal menjadi rusak, lalu digantikan oleh jaringan parut, serta hepatitis.Oleh karena itu, penderita thalassemia dianjurkan untuk memeriksa fungsi hati tiap tiga bulan sekali. Pencegahan infeksi hati dapat dilakukan dengan mengonsumsi obat antivirus, sedangkan mencegah kerusakan hati yang lebih parah dapat dilakukan terapi khelasi. e. Komplikasi pada Kelenjar Hormon Sistem hormon diatur oleh kelenjar pituitari yang sangat sensitif terhadap zat besi.Para penderita thalassemia beta mayor, walaupun telah melakukan terapi khelasi, dapat mengalami gangguan sistem hormon.Perawatan dengan terapi pergantian hormon mungkin diperlukan untuk mengatasi pertumbuhan dan masa pubertas yang terhambat akibat kelenjar pituitari yang rusak. Ada beberapa komplikasi pada kelenjar hormon yang dapat terjadi usai pubertas seperti berikut ini: Kelenjar tiroid – hipertiroidisme atau hipotiroidisme Pankreas – diabetes Pemeriksaan dengan mengukur berat dan tinggi badan harus dilakukan anak-anak penderita thalassemia tiap enam bulan sekali untuk mengukur pertumbuhannya.Sementara itu, pemeriksaan pertumbuhan pada para remaja yang sudah memasuki masa pubertas dilakukan tiap satu tahun sekali. 7. Pemeriksaan Penunjang Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening test dan definitive test. a. Screening test Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai gangguan Thalassemia (Wiwanitkit, 2007). 1) Interpretasi apusan darah Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada kebanyakkan Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier.Pemeriksaan apusan darah rutin dapat membawa kepada diagnosis Thalassemia tetapi kurang berguna untuk skrining. 2) Pemeriksaan osmotic fragility (OF) Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit.Secara dasarnya resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida dikurangkan dikira. Studi yang dilakukan menemui probabilitas formasi pori-pori pada membran yang regang bervariasi mengikut order ini: Thalassemia < kontrol < spherositosis (Maureen,1999). Studi OF berkaitan kegunaan sebagai alat diagnostik telah dilakukan dan berdasarkan satu penelitian di Thailand, sensitivitinya adalah 91.47%, spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan false negative rate 8.53% (Maureen,1999). 3) Indeks eritrosit Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya dapat mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai diagnostik.Maka metode matematika dibangunkan (Maureen, 1999). 4) Model matematika Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan parameter jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose seperti 0.01 x MCH x (MCV)², RDW x MCH x (MCV) ²/Hb x 100, MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi kebanyakkannya digunakan untuk membedakan anemia defisiensi besi dengan Thalassemia β (Maureen, 1999). Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang diperoleh sekiranya >13 cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan <13 mengarah ke Thalassemia trait. Pada penderita Thalassemia trait kadar MCV rendah, eritrosit meningkat dan anemia tidak ada ataupun ringan. Pada anemia defisiensi besi pula MCV rendah, eritrosit normal ke rendah dan anemia adalah gejala lanjut (Ngastiyah, 1997). b. Definitive test 1) Elektroforesis hemoglobin Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di dalam darah. Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb A2 2-3%, Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6 bulan kadar ini tinggi sedangkan neonatus bisa mencapai 80%). Nilai abnormal bisa digunakan untuk diagnosis Thalassemia seperti pada Thalassemia minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb H: Hb A2 <2% dan Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada negara tropikal membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S dan Hb J (Wiwanitkit, 2007). 2) Kromatografi hemoglobin Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb C. Pemeriksaan menggunakan high performance liquid chromatography (HPLC) pula membolehkan penghitungan aktual Hb A2 meskipun terdapat kehadiran Hb C atau Hb E. Metode ini berguna untuk diagnosa Thalassemia β karena ia bisa mengidentifikasi hemoglobin dan variannya serta menghitung konsentrasi dengan tepat terutama Hb F dan Hb A2 3) Molecular diagnosis Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis Thalassemia.Molecular diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe Thalassemia malah dapat juga menentukan mutasi yang berlaku 8. Penatalaksanaan a. Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain : 1) Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan pemberian deferoxamine (Desferal), yang berfungsi untuk mengeluarkan besi dari dalam tubuh (iron chelating agent). Deferoxamine diberikan secar intravena, namun untuk mencegah hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan secara subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam. 2) Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen (transfusi). 3) Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan keracunan. Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam tahap penelitian. 4) Menurunkan atau mencegah hemosiderosis dengan pemberian parenteral obat penghelasi besi (iro chelating drugs), de feroksamin diberikan subkutan dalam jangka 8-12 jam dengan menggunakan pompa portabel kecil (selamat tidur), 5-6 malam/minggu. b. Penatalaksanaan Perawatan 1) Perawatan umum : makanan dengan gizi seimbang 2) Perawatan khusus : - Transfusi darah diberikan bila kadar Hb rendah sekali (kurang dari 6 gr%) atau anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan. - Splenektomi. Dilakukan pada anak yang berumur lebih dari 2 tahun dan bila limfa terlalu besar sehingga risiko terjadinya trauma yang berakibat perdarahan cukup besar. - Pemberian Roborantia, hindari preparat yang mengandung zat besi. - Pemberian Desferioxamin untuk menghambat proses hemosiderosis yaitu membantu ekskresi Fe. Untuk mengurangi absorbsi Fe melalui usus dianjurkan minum teh. - Transplantasi sumsum tulang (bone marrow) untuk anak yang sudah berumur diatas 16 tahun. Di Indonesia, hal ini masih sulit dilaksanakan karena biayanya sangat mahal dan sarananya belum memadai. c. Penatalaksanaan Pengobatan 1) Penderita thalassemia akan mengalami anemia sehingga selalu membutuhkan transfusi darah seumur hidupnya. Jika tidak, maka akan terjadi kompensasi tubuh untuk membentuk sel darah merah. Organ tubuh bekerja lebih keras sehingga terjadilah pembesaran jantung, pembesaran limfa, pembesaran hati, penipisian tulang-tulang panjang, yang akirnya dapat mengakibakan gagal jantung, perut membuncit, dan bentuk tulang wajah berubah dan sering disertai patah tulang disertai trauma ringan. 2) Akibat transfusi yang berulang mengakibatkan penumpukan besi pada organorgan tubuh. Yang terlihat dari luar kulit menjadi kehitaman , sementara penumpukan besi di dalam tubuh umumnya terjadi pada jantung, kelenjar endokrin, sehingga dapat megakibatkan gagal jantung, pubertas terlambat, tidak menstruasi, pertumbuhan pendek, bahkan tidak dapat mempunyai keturunan. 3) Akibat transfusi yang berulang, kemungkinan tertular penyakit hepatitis B, hepatitis C, dan HIV cenderung besar. Ini yang terkadang membuat anak thalassemia menjadi rendah diri. 4) Karena thalassemia merupakan penyakit genetik, maka jika dua orang pembawa sifat thalassemia menikah, mereka mempunyai kemungkinan 25% anak normal/ sehat, 50% anak pembawa sifat/ thalassemia minor, dan 25% anak sakit thalassemia mayor. d. Penatalaksanaan Pencegahan. 1) Pencegahan primer Penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk mencegah perkawinan diantara pasien Thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan yang homozigot. Perkawinan antara 2 hetarozigot (carrier) menghasilkan keturunan : 25 % Thalasemia (homozigot), 50 % carrier (heterozigot) dan 25 normal. 2) Pencegahan sekunder Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan Thalasemia heterozigot salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan dengan sperma berasal dari donor yang bebas dan Thalasemia troit. Kelahiran kasus homozigot terhindari, tetapi 50 % dari anak yang lahir adalah carrier, sedangkan 50% lainnya normal. Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan suatu kemajuan dan digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot intra-uterin sehingga dapat dipertimbangkan tindakan abortus provokotus (Soeparman dkk, 1996). Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Asal Keturunan / Kewarganegaraan Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah (Mediteranial) seperti Turki, Yunani, dll.Di Indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita. b. Umur Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia minor biasanya anak akan dibawa ke RS setelah usia 4 tahun. c. Riwayat Kesehatan Anak Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi lainnya.Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport. d. Pertumbuhan dan Perkembangan Seiring didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbang sejak masih bayi.Terutama untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik anak, adalah kecil untuk umurnya dan adanya keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga mengalami penurunan.Namun pada jenis thalasemia minor, sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal. e. Pola Makan Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan tidak sesuai usia. f. Pola Aktivitas Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya.Anak lebih banyak tidur/istirahat karena anak mudah lelah. g. Riwayat Kesehatan Keluarga Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah orang tua juga mempunyai gen thalasemia.Jika iya, maka anak beresiko terkena talasemia mayor. h. Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core – ANC) Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor resiko talasemia.Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan resiko yang mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir. i. Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia 1) KU = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang seusia. 2) Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid (hidung pesek tanpa pangkal hidung), jarak mata lebar, tulang dahi terlihat lebar. 3) Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan 4) Mulut dan bibir terlihat kehitaman 5) Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran jantung dan disebabkan oleh anemia kronik. 6) Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limfa dan hati (hepatospek nomegali). 7) Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di bawah normal 8) Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak tercapai dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun kumis bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tapa odolense karena adanya anemia kronik. 9) Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat transfusi warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena adanya penumpukan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).(Nurarif,2013) Analisa Data a. Data Subjektif Data Subjektif yang mungkin timbul pada penderita thalasemia adalah sebagai berikut: Lemah Mudah lelah jika beraktivitas Dingin pada ekstremitas Tidak nafsu makan Badannya lemas Tidak bisa beraktivitas karena nyeri b. Data Objektif Data Subjektif yang mungkin timbul pada penderita thalasemia adalah sebagai berikut: Anemia Sianosis CRT > 3 detik Pucat Hb 7 Ekstremitas dingin Penurunan berat badan Perut membuncit Membrane mukosa pucat Tonus otot mmenurun Anemia Anak melakukan transfuse darah berulang Perkembangan tidak sesuai umur Penumpukan zat besi Lemah Tampak pucat Tidak bersemangat 2. Diagnosa Keperawatan a. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel. Tujuan: Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam , pasien mampu mempertahankan perfusi jaringan adekuat Intervensi : 1) Awasi tanda vital, palpasi nadi perifer 2) Lakukan pengkajian neurofaskuler periodik misalnya sensasi, gerakan nadi, warna kulit atau suhu 3) Berikan oksigen sesuai indikasi b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan. Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan klien mampu melakukan aktifitas sehari-hari. Intervensi : 1) Kaji toleransi fisik anak dan bantu dalam aktivitas yang melebihi toleransi anak 2) Berikan anak aktifitas pengalihan misalnya bermain 3) Berikan anak periode tidur sesuai kondisi dan usia Rasional : 1) Menentukan kemampuan atau kebutuhan klien 2) Aktifitas pgalihan dpat membantu anak mlakukan aktivitas sesuai kemampuan 3) Istirahat yg cukup berguna untuk mempercepat pemulihan kemanpuan anak c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal. Tujuan : menunjukkan pemahaman pentingnya nutrisi.. Intervensi: 1) Pantau jumlah dan jenis intake dan output pasien 2) Timbang berat badan klien 3) Beri Health Education tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh 4) Kolaborasi dengan ahli gizi Rasional: 1) Untuk mengetahui jenis dan jumlah asupan nutrisi yang penting bagi pasien 2) Membantu menentukan keseimbangan nutrisi yang tepat 3) Untuk membantu pasien dan keluarga memahami pentingnya nutrisi bagi tubuh 4) Untuk memberikan diet yang adekuat sesuai dengan kebutuhan pasien yang mendukung proses penyembuhan. 3. Intervensi Keperawatan a. Dx 1 Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel. Kriteria hasil : 1) Tidak terjadi palpitasi 2) Kulit tidak pucat 3) Membran mukosa lembab 4) Keluaran urine adekuat 5) Tidak terjadi mual/muntah dan distensil abdomen 6) Tidak terjadi perubahan tekanan darah 7) Orientasi klien baik Rencana keperawatan / intervensi : 1) Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/ membran mukosa, dasar kuku. 2) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi (kontra indikasi pada pasien dengan hipotensi). 3) Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi. 4) Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan memori, bingung. 5) Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan, dan tubuh hangat sesuai indikasi. 6) Kolaborasi pemeriksaan laboratorium, Hb, Hmt, AGD, dll. 7) Kolaborasi dalam pemberian transfusi. 8) Awasi ketat untuk terjadinya komplikasi transfuse. Rasional: 1) Indikator umum status sirkulasi dan keadekuatan sirkulasi 2) Untuk mengetahui ststus kesadaran pasien 3) Untuk mensuplai kebutuhan organ tubuh b. Dx. 2 intoleransi aktivitas berhubungan degnan ketidakseimbangan antara suplai O2 dankebutuhan. Kriteria hasil : 1) Menunjukkan penurunan tanda fisiologis intoleransi, misalnya nadi, pernapasan dan Tb masih dalam rentang normal pasien Intervensi : 1) Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas, catat kelelahan dan kesulitan dalam beraktivitas. 2) Awasi tanda-tanda vital selama dan sesudah aktivitas. 3) Catat respin terhadap tingkat aktivitas. 4) Berikan lingkungan yang tenang. 5) Pertahankan tirah baring jika diindikasikan. 6) Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing. 7) Prioritaskan jadwal asuhan keperawatan untuk meningkatkan istirahat. 8) Pilih periode istirahat dengan periode aktivitas. 9) Beri bantuan dalam beraktivitas bila diperlukan. 10) Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien, tingkatkan aktivitas sesuai toleransi. 11) Gerakan teknik penghematan energi, misalnya mandi dengan duduk. Rasional: 1) Menentukan kemampuan atau kebutuhan klien 2) Aktifitas pgalihan dpat membantu anak mlakukan aktivitas sesuai kemampuan 3) Istirahat yg cukup berguna untuk mempercepat pemulihan kemanpuan anak c. Dx. 3 perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna/ketidakmampuan mencerna makanan/absorbsi diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal. Kriteria hasil : 1) Menunjukkan peningkatan berat badan/ BB stabil. 2) Tidak ada malnutrisi. Intervensi : nutrien yang 1) Berikan makanan yang bergizi 2) Berikan minuman yang bergizi misalnya susu 3) Beri makanan sedikit tapi sering. 4) Berikan suplemen atau vitamin pada anak 5) Berikan lingkungan yang menyenangkan Rasional : 1) Untuk memenuhi kebutuhan tubuh dan mempercepat pemuluhan 2) Untuk memenuhi kebutuhan kalori 3) Merangsang nafsu makan 4) Memudahkan absorsi makanan 5) Meningkatkan nafsu makan BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Leukemia adalah suatu keganasan yang berasal dari perubahan genetik pada satu atau banyak sel di sumsum tulang. Pertumbuhan dari sel yang normal akan tertekan pada waktu sel leukemia bertambah banyak sehingga akan menimbulkan gejala klinis. Keganasan hematologik ini adalah akibat dari proses neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi pada berbagai tingkatan sel induk hematopoetik sehingga terjadi ekspansi progresif kelompok sel ganas tersebut dalam sumsum tulang, kemudian sel leukemia beredar secara sistemik. Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan di tandai oleh defisiensi produk rantai globin pada hemoglobin (Suriadi danYuliani, 2010).Thalasemia (anemia Cooley atau Mediterania) merupakan anemia yang relatif umum terjadi, dimana jumlah globin yang diproduksi tidak cukup untuk mengatasi sel-sel darah merah. (Kliegman,2012). Talasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan masuk kedalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkanoleh gangguan system hemoglobin akibat mutasi didalam atau dekat gen globin (Nurarif, 2013`). B. Saran Diharapkan baik pembaca maupun penulis dapat mengetahui dan memahami secara benar mengenai Leukimia dan Thalasemia serta dapat mengimplementasikannya dalam sebaik-baiknya. Kami juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi terciptanya karya yang lebih baik lagi. DAFTAR PUSTAKA Doenges, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Kliegman Behrman. (20012). Ilmu Keperawatan Anak edisi 15, Alih Bahasa Indonesia, A.Samik Wahab. Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC Nurarif,Amin Huda Dan Hardhi Kusuma. (2013) .Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic Noc Jilid 2.Yogyakarta : MediaCtion Publishing Pietrangelo, A. Healthline (2016). Common Symptoms of Leukemia in Children. Saripudin. Yuliani, R. (2010). Asuhan keperawatan pada anak (Ed. 2nd).Jakarta : CV. Sagung Seto.