Uploaded by arfian.nur.rizky44

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK 2

advertisement
MAKALAH KEPERAWATAN ANAK
LEUKIMIA DAN TALASEMIA
Disusun Oleh :
Muhammad Arfian Nur Rizky M. H.
P07220218016
Muthia Fitri Desiranti
P07220218019
SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN TINGKAT II
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah Yang Maha Esa karena berkat dan rahmatnya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang “Patofisiologi dan Asuhan
Keperawatan serta Pemeriksaan Fisik pada Anak dengan Leukimia dan Thalasemia”.Dalam
penyusunan makalah ini kami telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan
kami.Namun sebagai manusia biasa,kami tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan baik dari
segi teknik penulisan maupun tata bahasa.Tetapi walaupun demikian,kami berusaha serta
mungkin menyelesaikan makalah meskipun tersusun sangat sederhana.
Kami menyadari tanpa kerja sama antara penyusun serta beberapa kerabat yang
memberi berbagai masukan yang bermanfaat bagi penyusun demi tersusunnya makalah ini.
Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang tersebut diatas yang telah
bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan saran demi kelancaran
penyususan makalah ini.
Demikian semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan para pembaca pada
umumnya kami mengharapkan saran serta kritik dari berbagai pihak yang bersifat membangun.
Samarinda, 07 Februari 2020
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
E. Sistematika Penulisan
BAB II TELAAH PUSTAKA
A. Asuhan keperawatan leukemia
B. Asuhan keperawatan thalasemia
BAB III PEMBAHASAN
A. Konsep leukemia
B. Konsep thalasemia
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Leukemia merupakan suatu penyakit keganasan yang berasal dari sel induk sistem
hematopoetik yang mengakibatkan poliferasi sel-sel darah putih tidak terkontrol. Ini
adalah suatu penyakit darah dan organ-organ dimana sel-sel darah tersebut dibentuk dan
ditandai dengan proliferasi sel-sel imatur abnormal yang mempengaruhi produksi dari
sel-sel darah normal lainnya.Penyakit ini disebabkan terjadinya kerusakan pada pabrik
pembuat sel darah yaitu pada sum-sum tulang bekerja aktif membuat sel-sel darah tetapi
yang dihasilkan adalah sel darah yang tidak normal dan sel ini mendesak pertumbuhan
sel darah normal. Walaupun penyebab dasar leukemia tidak diketahui, pengaruh genetik
maupun faktor-faktor lingkungan kelihatannya memainkan peranan.
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitikdimana terjadi kerusakan sel
darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur erirosit menjadi pendek ( kurang
dari 100 hari ). ( Ngastiyah, 1997 : 377 ).Thalasemia terjadi akibat ketidakmampuan
sumsum tulang membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin
sebagaimana mestinya.Adapun etiologi dari thalasemia adalah faktor genetik (herediter).
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah
merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek(kurang dari 100
hari).
B. Rumusan Masalah
1. Apa konsep dari penyakit leukemia?
2. Apa saja yang dilakukan dalam asuhan keperawatan pada pasien leukemia?
3. Apa konsep dari penyakit thalasemia?
4. Apa saja yang dilakukan dalam asuhan keperawatan pada pasien thalasemia?
C. Tujuan
1. Untuk dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan tentang konsep penyakit
leukemia beserta asuhan keperawatannya.
2. Untuk dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan tentang konsep penyakit
thalasemia beserta asuhan keperawatannya.
D. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut.
1. Makalah ini diawali dengan halaman judul, kata pengantar, dan daftar isi.
2. BAB I yang merupakan pendahuluan dibagai menjadi beberapa sub-bab seperti
latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan,
manfaat penulisan,
dan sistematika penulisan.
3. BAB II yang merupakan telaah pustaka
4. BAB III yang merupakan pembahasan dibagi menjadi beberapa sub-bab seperti
Leukimia beserta asuhan keperawatan dan Thalasemia beserta asuhan keperawatan.
5. BAB IV yang merupakan penutup dibagi menjadi beberapa sub-bab yaitu kesimpulan
dan saran-saran.
BAB II
TELAAH PUSTAKA
A. Leukimia
Kanker yang umum terjadi pada anak adalah leukemia dan jenis terbanyak adalah
leukemia limfoblastik akut (LLA) (American Cancer Society, 2015). Terdapat 352.000
kasus baru leukemia dan sekitar 265.000 kasus yang berujung kematian. Leukemia
menjadi peringkat ke-11 dari semua jenis kanker dan peringkat ke-10 penyebab
kematian akibat kanker (International Agency for Research on Cancer, 2014). Kasus
leukemia di Amerika diperkirakan 60.140 kasus
baru
pada
tahun 2016. Jenis
leukemia limfoblastik akut adalah jenis yang paling umum terjadi pada usia 0-19 tahun
dan kasus leukemia limfoblastik akut sekitar 75% dari seluruh kasus leukemia yang
terjadi. Diperkirakan kasus kematian sekitar 24.400
kasus
pada
tahun
2016
(American Cancer Society, 2016). Di Indonesia diperkirakan ada 4.100 kasus kaker
pada anak setiap tahun. Data dari Rumah Sakit Kanker Dharmais (RSKD), kasus kanker
pada anak dari tahun 2006-2014 sebanyak 829 kasus dan terus mengalami peningkatan.
Jumlah kasus kanker pada anak pada tahun 2014 mencapai 163 kasus dan merupakan
jumlah kasus tertinggi.
Ciri-ciri penderita leukemia
Pada awalnya, leukemia sering kali tidak menimbulkan tanda-tanda. Gejala baru muncul
ketika sel kanker sudah semakin banyak dan mulai menyerang sel tubuh. Gejala yang
muncul pun bervariasi, tergantung jenis leukemia yang diderita. Namun, secara umum
ciri-ciri penderita leukemia adalah :

Demam dan menggigil.

Tubuh terasa lelah dan rasa lelah tidak hilang meski sudah beristirahat.

Berat badan turun drastis.

Gejala anemia.

Bintik merah pada kulit.

Mimisan.

Tubuh mudah memar.

Keringan berlebihan (terutama pada malam hari).

Mudah terkena infeksi.

Muncul benjolan di leher akibat pembengkakan kelenjar getah bening.

Perut terasa tidak nyaman akibat organ hati dan limpa membengkak.
Pengobatan Leukemia
Dokter spesialis hematologi onkologi (dokter spesialis darah dan kanker) akan
menentukan jenis pengobatan yang dilakukan berdasarkan jenis leukemia dan kondisi
pasien secara keseluruhan. Berikut ini beberapa metode pengobatan untuk mengatasi
leukemia:

Kemoterapi, yaitu metode pengobatan dengan menggunakan obat-obatan untuk
membunuh sel kanker. Obat dapat berbentuk tablet minum atau suntik infus.

Radioterapi, yaitu metode pengobatan untuk menghancurkan dan menghentikan
pertumbuhan sel kanker dengan menggunakan sinar radiasi berkekuatan tinggi.

Transplantasi sumsum tulang, yaitu prosedur penggantian sumsum tulang yang rusak
dengan sumsum tulang yang sehat.
B. Thalasemia
Talasemia merupakan penyakit kronik yang membutuhkan transfusi setiap bulan,
karena eritrosit lebih cepat lisis dibandingkan eritrosit normal. Komplikasi dan efek
penyakit ini banyak, antara lain pertumbuhan, perkembangan, dan status gizinya.
Talasemia adalah gangguan sintesis hemoglobin akibat penurunan produksi satu atau
lebih rantai globin dan merupakan penyakit herediter yang diturunkan secara autosomal
resesif. Penyakit ini pertama kali ditemukan bersamaan di Italia dan Amerika antara
tahun 1925-1927. Populasi dunia diperkirakan 3% (150 juta orang) pembawa gen - β
talasemia. Di Indonesia, angka pembawa talasemia- β adalah 3%-5%, bahkan di daerah
tertentu mencapai 10%. Berdasarkan hasil penelitian, dengan perhitungan dari angka
kelahiran dan jumlah penduduk di Indonesia
diperkirakan pasien talasemia yang baru
lahir cukup tinggi, mencapai 2500 bayi pertahun.
Gejala Thalasemia
Penderita thalasemia akan mengalami anemia yang membuat penderitanya merasa mudah
lelah dan lemas. Gejala ini biasanya muncul pada saat 2 tahun pertama kehidupan. Akan
tetapi, bagi penderita thalasemia yang ringan (minor), anemia bisa tidak terjadi.
Waktu munculnya gejala serta keparahan gejala yang dialami akan berbeda setiap
penderita, sesuai dengan jenis thalasemia yang dialami. Pada thalasemia mayor,
penderitanya akan merasakan gejala-gejala kurang darah yang parah. Kondisi ini dapat
merusak organ tubuh, bahkan berujung pada kematian.
Pengobatan Thalasemia
Thalasemia merupakan kelainan genetik yang berkepanjangan, sehingga perawatannya
perlu
dilakukan
seumur
hidup.
Penderita
thalasemia
akan
melalui transfusi
darah berulang untuk menambah sel darah yang kurang. Pada kasus thalasemia yang
parah, dokter mungkin akan menganjurkan penderita untuk melakukan transplantasi
sumsum tulang.
Tetapi tidak semua penderita thalasemia membutuhkan transfusi darah. Penderita
thalasemia minor hanya memerlukan pemeriksaan rutin dan transfusi darah pada kondisi
tertentu, misalnya setelah melahirkan atau operasi.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Leukimia
1. Pengertian
Istilah leukemia pertama kali dijelaskan oleh Virchow sebagai “darah putih” pada
tahun 1874, adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi
sel induk hematopoetik.
Leukemia adalah suatu keganasan yang berasal dari perubahan genetik pada satu
atau banyak sel di sumsum tulang. Pertumbuhan dari sel yang normal akan tertekan pada
waktu sel leukemia bertambah banyak sehingga akan menimbulkan gejala klinis.
Keganasan hematologik ini adalah akibat dari proses neoplastik yang disertai gangguan
diferensiasi pada berbagai tingkatan sel induk hematopoetik sehingga terjadi ekspansi
progresif kelompok sel ganas tersebut dalam sumsum tulang, kemudian sel leukemia
beredar secara sistemik.
Leukemia adalah proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai
bentuk leukosit yang lain daripada normal dengan jumlah yang berlebihan, dapat
menyebabkan kegagalan sumsum tulang dan sel darah putih sirkulasinya meninggi.
2. Etiologi
Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini.Menurut hasil
penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan risiko timbulnya
penyakit leukemia.
a. Host

Umur, jenis kelamin, ras
Insiden leukemia secara keseluruhan bervariasi menurut umur.
LLA merupakan leukemia paling sering ditemukan pada anak-anak,
dengan puncak insiden antara usia 2-4 tahun, LMA terdapat pada umur
15-39 tahun, sedangkan LMK banyak ditemukan antara umur 30-50 tahun.
LLK merupakan kelainan pada orang tua (umur rata-rata 60 tahun).Insiden
leukemia lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita.Tingkat insiden
yang lebih tinggi terlihat di antara Kaukasia (kulit putih) dibandingkan
dengan kelompok kulit hitam.
Leukemia
menyumbang
sekitar
2%
dari
semua
jenis
kanker.Menyerang 9 dari setiap 100.000 orang di Amerika Serikat setiap
tahun.Orang dewasa 10 kali kemungkinan terserang leukemia daripada
anak-anak.Leukemia terjadi paling sering pada orang tua. Ketika leukemia
terjadi pada anak-anak, hal itu terjadi paling sering sebelum usia 4 tahun.
Penelitian Lee at all (2009) dengan desain kohort di The Los
Angeles County-University of Southern California (LAC+USC) Medical
Centre melaporkan bahwa penderita leukemia menurut etnis terbanyak
yaitu hispanik (60,9%) yang mencerminkan keseluruhan populasi yang
dilayani oleh LCA + USA Medical Center. Dari pasien non-hispanik yang
umum berikutnya yaitu Asia (23,0%), Amerika Afrika (11,5%), dan
Kaukasia (4,6%).

Faktor Genetik
Insiden leukemia pada anak-anak penderita sindrom down adalah
20 kali lebih banyak daripada normal.Kelainan pada kromosom 21 dapat
menyebabkan leukemia akut. Insiden leukemia akut juga meningkat pada
penderita dengan kelainan kongenital misalnya agranulositosis kongenital,
sindrom Ellis Van Creveld, penyakit seliak, sindrom Bloom, anemia
Fanconi, sindrom Wiskott Aldrich, sindrom Kleinefelter dan sindrom
trisomi D.
Pada sebagian penderita dengan leukemia, insiden leukemia
meningkat dalam keluarga.Kemungkinan untuk mendapat leukemia pada
saudara kandung penderita naik 2-4 kali.19 Selain itu, leukemia juga dapat
terjadi pada kembar identik.
Berdasarkan penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain
case control menunjukkan bahwa orang yang memiliki riwayat keluarga
positif leukemia berisiko untuk menderita LLA (OR=3,75; CI=1,32-10,99)
artinya orang yang menderita leukemia kemungkinan 3,75 kali memiliki
riwayat keluarga positif leukemia dibandingkan dengan orang yang tidak
menderita leukemia.
b. Agent

Virus
Beberapa virus tertentu sudah dibuktikan menyebabkan leukemia
pada binatang.Ada beberapa hasil penelitian yang mendukung teori virus
sebagai salah satu penyebab leukemia yaitu enzyme reserve transcriptase
ditemukan dalam darah penderita leukemia.Seperti diketahui enzim ini
ditemukan di dalam virus onkogenik seperti retrovirus tipe C yaitu jenis
RNA yang menyebabkan leukemia pada binatang.
Pada manusia, terdapat bukti kuat bahwa virus merupakan etiologi
terjadinya leukemia. HTLV (virus leukemia T manusia) dan retrovirus
jenis cRNA, telah ditunjukkan oleh mikroskop elektron dan kultur pada
sel pasien dengan jenis khusus leukemia/limfoma sel T yang umum pada
propinsi tertentu di Jepang dan sporadis di tempat lain, khususnya di
antara Negro Karibia dan Amerika Serikat.

Sinar Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat
menyebabkan leukemia.Angka kejadian LMA dan LGK jelas sekali
meningkat setelah sinar radioaktif digunakan.Sebelum proteksi terhadap
sinar radioaktif rutin dilakukan, ahli radiologi mempunyai risiko
menderita leukemia 10 kali lebih besar dibandingkan yang tidak bekerja di
bagian tersebut. Penduduk Hirosima dan Nagasaki yang hidup setelah
ledakan bom atom tahun 1945 mempunyai insidensi LMA dan LGK
sampai 20 kali lebih banyak. Leukemia timbul terbanyak 5 sampai 7 tahun
setelah ledakan tersebut terjadi. Begitu juga dengan penderita ankylosing
spondylitis yang diobati dengan sinar lebih dari 2000 rads mempunyai
insidens 14 kali lebih banyak.

Zat Kimia
Zat-zat kimia (misal benzene, arsen, pestisida, kloramfenikol,
fenilbutazon) diduga dapat meningkatkan risiko terkena leukemia.18
Sebagian besar obat-obatan dapat menjadi penyebab leukemia (misalnya
Benzene), pada orang dewasa menjadi leukemia nonlimfoblastik akut.
Penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control
menunjukkan bahwa orang yang terpapar benzene dapat meningkatkan
risiko terkena leukemia terutama LMA (OR=2,26 dan CI=1,17-4,37)
artinya orang yang menderita leukemia kemungkinan 2,26 kali terpapar
benzene dibandingkan dengan yang tidak menderita leukemia.

Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor risiko untuk berkembangnya
leukemia.Rokok mengandung leukemogen yang potensial untuk menderita
leukemia terutama LMA.
Banyak
penelitian
yang
menunjukkan
bahwa
merokok
meningkatkan risiko LMA. Penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan
desain case control memperlihatkan bahwa merokok lebih dari 10 tahun
meningkatkan risiko kejadian LMA (OR=3,81; CI=1,37-10,48) artinya
orang yang menderita LMA kemungkinan 3,81 kali merokok lebih dari 10
tahun dibanding dengan orang yang tidak menderita LMA. Penelitian di
Los Angles (2002), menunjukkan adanya hubungan antara LMA dengan
kebiasaan merokok. Penelitian lain di Canada oleh Kasim menyebutkan
bahwa perokok berat dapat meningkatkan risiko LMA. Faktor risiko
terjadinya leukemia pada orang yang merokok tergantung pada frekuensi,
banyaknya, dan lamanya merokok.
c. Lingkungan (Pekerjaan)
Banyak penelitian menyatakan adanya hubungan antara pajanan
pekerjaan dengan kejadian leukemia.Dalam sebuah penelitian yang dilakukan
di Jepang, sebagian besar kasus berasal dari rumah tangga dan kelompok
petani. Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control meneliti
hubungan ini, pasien termasuk mahasiswa, pegawai, ibu rumah tangga, petani
dan pekerja di bidang lain. Di antara pasien tersebut, 26% adalah mahasiswa,
19% adalah ibu rumah tangga, dan 17% adalah petani. Berdasarkan hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa orang yang bekerja di pertanian atau
peternakan mempunyai risiko tinggi leukemia (OR = 2,35, CI = 1,0-5,19),
artinya orang yang menderita leukemia kemungkinan 2,35 kali bekerja di
pertanian atau peternakan dibanding orang yang tidak menderita leukemia.
3. Patofisiologi
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh
terhadap infeksi.Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah, dapat dikontrol sesuai
dengan kebutuhan tubuh.Leukemia meningkatkan produksi sel darah putih pada sumsum
tulang yang lebih dari normal.Mereka terlihat berbeda dengan sel darah normal dan tidak
berfungsi seperti biasanya.Sel leukemi memblok produksi sel darah normal, merusak
kemampuan tubuh terhadap infeksi. Sel leukemi juga merusak produksi sel darah lain
pada sumsum tulang termasuk sel darah merah dimana sel tersebut berfungsi untuk
menyuplai oksigen pada jaringan.
Analisis sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai aberasi
kromosomal yang terdapat pada pasien dengan leukemia.Perubahan kromosom dapat
meliputi perubahan angka, yang menambahkan atau menghilangkan seluruh kromosom,
atau perubahan struktur termasuk translokasi (penyusunan kembali), delesi, inversi dan
insersi.Pada kondisi ini, dua kromosom atau lebih mengubah bahan genetik, dengan
perkembangan gen yang berubah dianggap menyebabkan mulainya proliferasi sel
abnormal.
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah putih
mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Perubahan
tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali bagian dari kromosom (bahan genetik
sel yang kompleks).Translokasi kromosom mengganggu pengendalian normal dari
pembelahan sel, sehingga sel membelah tidak terkendali dan menjadi ganas.Pada
akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel yang
menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker ini juga bias menyusup ke dalam organ
lainnya termasuk hati, limfa, kelenjar getah bening, ginjal, dan otak.
4. Manifestasi Klinis
Gejala klinis dari leukemia pada umumnya adalah anemia, trombositopenia,
neutropenia, infeksi, kelainan organ yang terkena infiltrasi, hipermetabolisme.
a. Leukemia Limfositik Akut
Gejala klinis LLA sangat bervariasi.Umumnya menggambarkan kegagalan
sumsum tulang.Gejala klinis berhubungan dengan anemia (mudah lelah,
letargi, pusing, sesak, nyeri dada), infeksi dan perdarahan.Selain itu juga
ditemukan anoreksi, nyeri tulang dan sendi, hipermetabolisme.21 Nyeri tulang
bisa dijumpai terutama pada sternum, tibia dan femur.
b. Leukemia Mielositik Akut
Gejala utama LMA adalah rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang disebabkan
oleh sindrom kegagalan sumsum tulang.perdarahan biasanya terjadi dalam
bentuk purpura atau petekia. Penderita LMA dengan leukosit yang sangat
tinggi (lebih dari 100 ribu/mm3) biasanya mengalami gangguan kesadaran,
napas sesak, nyeri dada dan priapismus.Selain itu juga menimbulkan
gangguan metabolisme yaitu hiperurisemia dan hipoglikemia.
c. Leukemia Limfositik Kronik
Sekitar 25% penderita LLK tidak menunjukkan gejala.Penderita LLK yang
mengalami gejala biasanya ditemukan limfadenopati generalisata, penurunan
berat badan dan kelelahan. Gejala lain yaitu hilangnya nafsu makan dan
penurunan kemampuan latihan atau olahraga. Demam, keringat malam dan
infeksi semakin parah sejalan dengan perjalanan penyakitnya.
d. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik
LGK memiliki 3 fase yaitu fase kronik, fase akselerasi dan fase krisis
blas.Pada fase kronik ditemukan hipermetabolisme, merasa cepat kenyang
akibat desakan limfa dan lambung.Penurunan berat badan terjadi setelah
penyakit berlangsung lama.Pada fase akselerasi ditemukan keluhan anemia
yang bertambah berat, petekie, ekimosis dan demam yang disertai infeksi.
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah tepi dan
pemeriksaan sumsum tulang.
a. Pemeriksaan Darah Tepi
Pada penderita leukemia jenis LLA ditemukan leukositosis (60%) dan
kadang-kadang leukopenia (25%).Pada penderita LMA ditemukan penurunan
eritrosit dan trombosit.Pada penderita LLK ditemukan limfositosis lebih dari
50.000/mm3, sedangkan pada penderita LGK/LMK ditemukan leukositosis
lebih dari 50.000/mm3.
b. Pemeriksaan Sumsum Tulang
Hasil pemeriksaan sumsum tulang pada penderita leukemia akut ditemukan
keadaan hiperselular.Hampir semua sel sumsum tulang diganti sel leukemia
(blast), terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel yang matang
tanpa sel antara (leukemic gap).Jumlah blast minimal 30% dari sel berinti
dalam sumsum tulang. Pada penderita LLK ditemukan adanya infiltrasi
merata oleh limfosit kecil yaitu lebih dari 40% dari total sel yang berinti.
Kurang lebih 95% pasien LLK disebabkan oleh peningkatan limfosit B.
Sedangkan pada penderita LGK/LMK ditemukan keadaan hiperselular dengan
peningkatan jumlah megakariosit dan aktivitas granulopoeisis.Jumlah
granulosit lebih dari 30.000/mm3.
6. Penatalaksanaan
a. Kemoterapi
1) Kemoterapi pada penderita LLA
a) Tahap 1 (terapi induksi)
Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh sebagian
besar sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi
kemoterapi biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit yang panjang
karena obat menghancurkan banyak sel darah normal dalam proses
membunuh sel leukemia. Pada tahap ini dengan memberikan kemoterapi
kombinasi yaitu daunorubisin, vincristin, prednison dan asparaginase.
b) Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi)
Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi
yang bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia residual untuk
mencegah relaps dan juga timbulnya sel yang resisten terhadap obat.
Terapi ini dilakukan setelah 6 bulan kemudian.
c) Tahap 3 ( profilaksis SSP)
Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP.
Perawatan yang digunakan dalam tahap ini sering diberikan pada dosis
yang lebih rendah.Pada tahap ini menggunakan obat kemoterapi yang
berbeda, kadang-kadang dikombinasikan dengan terapi radiasi, untuk
mencegah leukemia memasuki otak dan sistem saraf pusat.
d) Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)
Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi.Tahap
ini biasanya memerlukan waktu 2-3 tahun.
Angka
harapan
hidup
yang
membaik
dengan
pengobatan
sangat
dramatis.Tidak hanya 95% anak dapat mencapai remisi penuh, tetapi 60%
menjadi sembuh.Sekitar 80% orang dewasa mencapai remisi lengkap dan
sepertiganya mengalami harapan hidup jangka panjang, yang dicapai dengan
kemoterapi agresif yang diarahkan pada sumsum tulang dan SSP.
2) Kemoterapi pada penderita LMA
a) Fase induksi
Fase induksi adalah regimen kemoterapi yang intensif, bertujuan untuk
mengeradikasi sel-sel leukemia secara maksimal sehingga tercapai remisi
komplit.Walaupun remisi komplit telah tercapai, masih tersisa sel-sel
leukemia di dalam tubuh penderita tetapi tidak dapat dideteksi. Bila dibiarkan,
sel-sel ini berpotensi menyebabkan kekambuhan di masa yang akan datang.
b) Fase konsolidasi
Fase konsolidasi dilakukan sebagai tindak lanjut dari fase induksi. Kemoterapi
konsolidasi
biasanya
terdiri
dari
beberapa
siklus
kemoterapi
dan
menggunakan obat dengan jenis dan dosis yang sama atau lebih besar dari
dosis yang digunakan pada fase induksi.
Dengan pengobatan modern, angka remisi 50-75%, tetapi angka rata-rata hidup
masih 2 tahun dan yang dapat hidup lebih dari 5 tahun hanya 10%.
3) Kemoterapi pada penderita LLK
Derajat penyakit LLK harus ditetapkan karena menetukan strategi terapi
dan
prognosis. Salah satu sistem penderajatan yang dipakai ialah klasifikasi Rai:
-
Stadium 0 : limfositosis darah tepi dan sumsum tulang
-
Stadium I : limfositosis dan limfadenopati.
-
Stadium II : limfositosis dan splenomegali/ hepatomegali.
-
Stadium III : limfositosis dan anemia (Hb < 11 gr/dl).
-
Stadium IV : limfositosis dan trombositopenia <100.000/mm3 dengan/tanpa
gejala pembesaran hati, limfa, kelenjar.
Terapi untuk LLK jarang mencapai kesembuhan karena tujuan terapi bersifat
konvensional, terutama untuk mengendalikan gejala. Pengobatan tidak diberikan
kepada penderita tanpa gejala karena tidak memperpanjang hidup. Pada stadium I
atau II, pengamatan atau kemoterapi adalah pengobatan biasa.Pada stadium III
atau IV diberikan kemoterapi intensif.
Angka ketahanan hidup rata-rata adalah sekitar 6 tahun dan 25% pasien dapat
hidup lebih dari 10 tahun.Pasien dengan sradium 0 atau 1 dapat bertahan hidup
rata-rata 10 tahun.Sedangkan pada pasien dengan stadium III atau IV rata-rata
dapat bertahan hidup kurang dari 2 tahun.
4) Kemoterapi pada penderita LGK/LMK
-
Fase Kronik
Busulfan dan hidroksiurea merupakan obat pilihan yag mampu menahan
pasien bebas dari gejala untuk jangka waktu yang lama. Regimen dengan
bermacam obat yang intensif merupakan terapi pilihan fase kronis LMK yang
tidak diarahkan pada tindakan transplantasi sumsum tulang.
-
Fase Akselerasi,
Sama dengan terapi leukemia akut, tetapi respons sangat rendah.
b. Radioterapi
Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel
leukemia.Sinar berenergi tinggi ini ditujukan terhadap limfa atau bagian lain dalam
tubuh tempat menumpuknya sel leukemia. Energi ini bisa menjadi gelombang atau
partikel seperti proton, elektron, x-ray dan sinar gamma. Pengobatan dengan cara ini
dapat diberikan jika terdapat keluhan pendesakan karena pembengkakan kelenjar
getah bening setempat.
c. Transplantasi Sumsum Tulang
Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk mengganti sumsum tulang yang rusak
dengan sumsum tulang yang sehat.Sumsum tulang yang rusak dapat disebabkan oleh
dosis tinggi kemoterapi atau terapi radiasi.Selain itu, transplantasi sumsum tulang
juga berguna untuk mengganti sel-sel darah yang rusak karena kanker.Pada penderita
LMK, hasil terbaik (70-80% angka keberhasilan) dicapai jika menjalani transplantasi
dalam waktu 1 tahun setelah terdiagnosis dengan donor Human Lymphocytic Antigen
(HLA) yang sesuai. Pada penderita LMA transplantasi bisa dilakukan pada penderita
yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan dan pada penderita usia muda
yang pada awalnya memberikan respon terhadap pengobatan.
d. Terapi Suportif
Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yag ditimbulkan penyakit
leukemia dan mengatasi efek samping obat. Misalnya transfusi darah untuk penderita
leukemia dengan keluhan anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan
dan antibiotik untuk mengatasi infeksi.
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anemia
Disebabkan karena produksi sel darah merah kurang akibat dari kegagalan sumsum
tulang memproduksi sel darah merah.Ditandai dengan berkurangnya konsentrasi
hemoglobin, turunnya hematokrit, jumlah sel darah merah kurang.Anak yang
menderita leukemia mengalami pucat, mudah lelah, kadang-kadang sesak nafas.
b. Pembengkakan kelenjar limfa
Sel-sel darah putih pada anak yang menderita leukemia juga sering mengumpul di
kelenjar getah bening. Hal ini akan menyebabkan pembengkakan pada kelenjar
tersebut. Gejalanya berupa benjolan di leher, dada, ketiak, atau pangkal paha.
c. Sesak napas
Kanker darah pada anak bisa memengaruhi kelenjar timus.Karena letaknya di leher,
pembengkakan pada kelenjar ini dapat menekan trakea dan membuat anak sulit
bernapas.Kesulitan bernapas juga dapat terjadi akibat adanya penumpukan sel-sel
abnormal di pembuluh darah paru-paru.
d. Suhu tubuh tinggi dan mudah infeksi
Disebabkan karena adanya penurunan leukosit, secara otomatis akan menurunkan
daya tahan tubuh karena leukosit yang berfungsi untuk mempertahankan daya tahan
tubuh tidak dapat bekerja secara optimal.
e. Perdarahan
Tanda-tanda perdarahan dapat dilihat dan dikaji dari adanya perdarahan mukosa
seperti gusi, hidung (epistaxis) atau perdarahan bawah kulit yang sering disebut
petekia.Perdarahan ini dapat terjadi secara spontan atau karena trauma. Apabila kadar
trombosit sangat rendah, perdarahan dapat terjadi secara spontan
f. Nyeri tulang dan sendi
Nyeri pada tulang dan sendi sering dirasakan oleh anak yang mengalami leukemia.
Kondisi ini disebabkan oleh penumpukan sel-sel darah putih yang abnormal di bagian
tersebut
g. Penurunan kesadaran
Disebabkan karena adanya infiltrasi sel-sel abnormal ke otak dapat menyebabkan
berbagai gangguan seperti kejang sampai koma.
h. Kehilangan nafsu makan dan nyeri perut
Bila sel abnormal menumpuk di hati, ginjal, dan limfa, maka organ-organ tersebut
akan membengkak dan menekan organ lainnya. Kondisi ini dapat menyebabkan nyeri
pada perut dan rasa tidak nyaman. Pada anak yang mengalami leukemia, nafsu
makannya juga sering menurun.Kelemahan dan kelelahan fisik
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya.Anak lebih banyak
tidur/istirahat karena anak mudah lelah.
i. Wajah pucat
Kanker darah dapat menyebabkan penurunan sel darah merah (eritrosit). Rendahnya
jumlah eritrosit akan menyebabkan penurunan kadar hemoglobin dalam darah,
sehingga anak bisa mengalami anemia dan menimbulkan gejala berupa pucat, lemas,
mudah lelah, dan sesak napas.
j. Riwayat pennyakit keluarga
Berdasarkan penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control
menunjukkan bahwa orang yang memiliki riwayat keluarga positif leukemia berisiko
untuk menderita LLA (OR=3,75; CI=1,32-10,99) artinya orang yang menderita
leukemia kemungkinan 3,75 kali memiliki riwayat keluarga positif leukemia
dibandingkan dengan orang yang tidak menderita leukemia.
Analisa Data
a. Data Subjektif
Data Subjektif yang mungkin timbul pada penderita leukemia adalah sebagai berikut :

Lelah

Letargi

Pusing

Sesak

Nyeri dada

Napas sesak

Priapismus

Hilangnya nafsu makan

Demam

Merasa cepat kenyang

Waktu ycng cukup lama

Nyeri Tulang dan Persendian.
b. Data Objektif
Data Subjektif yang mungkin timbul pada penderita leukemia adalah sebagai berikut :
 Pembengkakan Kelenjar Limfa
 Anemia
 Perdarahan
 Gusi berdarah
 Adanya benjolan tiap lipatan
 Ditemukan sel-sel muda
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut The North American Nursing Diagnosis Association
(NANDA) adalah “ suatu penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, atau
komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan yang aktual dan potensial.
Diagnosa keperawatan memberikan dasar untuk pemilihan intervensi keperawatan untuk
mencapai tujuan diamana perawat bertanggung gugat “ (Wong,D.L, 2004: 331).
Menurut Wong, D.L (2004 :596 – 610) , diagnosa pada anak dengan leukemia adalah:
a. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
c. Resiko terhadap cedera : perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah
trombosit
d. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
e. Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan efek
samping agen kemoterapi
f. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia,
malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
g. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
h. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi,
radioterapi, imobilitas.
i. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat pada
penampilan.
j. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita
leukemia.
k. Antisipasi berduka berhubungan dengan perasaan potensial kehilangan anak.
3. Intervensi Keperawatan
Rencana keperawatan merupakan serangkaian tindakan atau intervensi untuk mencapai
tujuan pelaksanaan asuhan keperawatan.Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk
perilaku spesifik yang diharapkan dari pasien dan atau tindakan yang harus dilakukan
oleh perawat. Berdasarkan diagnosa yang ada maka dapat disusun rencana keperawatan
sebagai berikut (Wong,D.L: 2004)
a. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
Tujuan:Anak tidak mengalami gejala-gejala infeksi
Intervensi:

Pantau suhu dengan teliti
Rasional: untuk mendeteksi kemungkinan infeksi

Tempatkan anak dalam ruangan khusus
Rasional: untuk meminimalkan terpaparnya anak dari sumber infeksi

Anjurkan semua pengunjung dan staff rumah sakit untuk menggunakan teknik
mencuci tangan dengan baik
Rasional : untuk meminimalkan pajanan pada organisme infektif

Gunakan teknik aseptik yang cermat untuk semua prosedur invasive
Rasional: untuk mencegah kontaminasi silang/menurunkan resiko infeksi

Evaluasi keadaan anak terhadap tempat-tempat munculnya infeksi seperti tempat
penusukan jarum, ulserasi mukosa, dan masalah gigi
Rasional: untuk intervensi dini penanganan infeksi

Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut dengan baik
Rasional: rongga mulut adalah medium yang baik untuk pertumbuhan organism

Berikan periode istirahat tanpa gangguan
Rasional: menambah energi untuk penyembuhan dan regenerasi seluler

Berikan diet lengkap nutrisi sesuai usia
Rasional: untuk mendukung pertahanan alami tubuh

Berikan antibiotik sesuai ketentuan
Rasional: diberikan sebagai profilaktik atau mengobati infeksi khusus
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
Tujuan: Terjadi peningkatan toleransi aktifitas
Intervensi:

Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi
dalam aktifitas sehari-hari
Rasional: menentukan derajat dan efek ketidakmampuan

Berikan lingkungan tenang dan perlu istirahat tanpa gangguan
Rasional: menghemat energi untuk aktifitas dan regenerasi seluler atau
penyambungan jaringan

Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktifitas yang diinginkan atau
dibutuhkan
Rasional: mengidentifikasi kebutuhan individual dan membantu pemilihan
intervensi

Berikan bantuan dalam aktifitas sehari-hari dan ambulasi
Rasional : memaksimalkan sediaan energi untuk tugas perawatan diri
c. Resiko terhadap cedera/perdarahan yang berhubungan dengan penurunanjumlah
trombosit
Tujuan: Klien tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan
Intervensi:

Gunakan semua tindakan untuk mencegah perdarahan khususnya pada daerah
ekimosis
Rasional: karena perdarahan memperberat kondisi anak dengan adanya anemia

Cegah ulserasi oral dan rectal
Rasional: karena kulit yang luka cenderung untuk berdarah

Gunakan jarum yang kecil pada saat melakukan injeksi
Rasional: untuk mencegah perdarahan

Menggunakan sikat gigi yang lunak dan lembut
Rasional: untuk mencegah perdarahan

Laporkan setiap tanda-tanda perdarahan (tekanan darah menurun, denyut nadi
cepat, dan pucat)
Rasional: untuk memberikan intervensi dini dalam mengatasi perdarahan

Hindari obat-obat yang mengandung aspirin
Rasional: karena aspirin mempengaruhi fungsi trombosit

Ajarkan orang tua dan anak yang lebih besar ntuk mengontrol perdarahan hidung
Rasional: untuk mencegah perdarahan
d. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
Tujuan:Tidak terjadi kekurangan volume cairan
Pasien tidak mengalami mual dan muntah
Intervensi:

Berikan antiemetik awal sebelum dimulainya kemoterapi
Rasional: untuk mencegah mual dan muntah

Berikan antiemetik secara teratur pada waktu dan program kemoterapi
Rasional: untuk mencegah episode berulang

Kaji respon anak terhadap anti emetic
Rasional: karena tidak ada obat antiemetik yang secara umum berhasil

Hindari memberikan makanan yang beraroma menyengat
Rasional: bau yang menyengat dapat menimbulkan mual dan muntah

Anjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional: karena jumlah kecil biasanya ditoleransi dengan baik
 Berikan cairan intravena sesuai ketentuan
Rasional: untuk mempertahankan hidrasi
e. Perubahan membran mukosa mulut: stomatitis yang berhubungan dengan efek
samping agen kemoterapi
Tujuan: Pasien tidak mengalami mukositis oral
Intervensi:

Inspeksi mulut setiap hari untuk adanya ulkus oral
Rasional: untuk mendapatkan tindakan yang segera

Hindari mengukur suhu oral
Rasional: untuk mencegah trauma

Gunakan sikat gigi berbulu lembut, aplikator berujung kapas, atau jari yang
dibalut kasa
Rasional: untuk menghindari trauma

Berikan pencucian mulut yang sering dengan cairan salin normal atau tanpa
larutan bikarbonat
Rasional: untuk menuingkatkan penyembuhan

Gunakan pelembab bibir
Rasional: untuk menjaga agar bibir tetap lembab dan mencegah pecah-pecah
(fisura)

Hindari penggunaan larutan lidokain pada anak kecil
Rasional: karena bila digunakan pada faring, dapat menekan refleks muntah yang
mengakibatkan resiko aspirasi dan dapat menyebabkan kejang

Berikan diet cair, lembut dan lunak
Rasional: agar makanan yang masuk dapat ditoleransi anak

Inspeksi mulut setiap hari
Rasional: untuk mendeteksi kemungkinan infeksi

Dorong masukan cairan dengan menggunakan sedotan
Rasional: untuk membantu melewati area nyeri

Hindari penggunaa swab gliserin, hidrogen peroksida dan susu magnesia
Rasional: dapat mengiritasi jaringan yang luka dan dapat membusukkan gigi,
memperlambat penyembuhan dengan memecah protein dan dapat mengeringkan
mukosa

Berikan obat-obat anti infeksi sesuai ketentuan
Rasional: untuk mencegah atau mengatasi mukositis

Berikan analgetik
Rasional: untuk mengendalikan nyeri
f. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia,
malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
Tujuan: Pasien mendapat nutrisi yang adekuat
Intervensi:

Dorong orang tua untuk tetap rileks pada saat anak makan
Rasional: jelaskan bahwa hilangnya nafsu makan adalah akibat langsung dari
mual dan muntah serta kemoterapi

Izinkan anak memakan semua makanan yang dapat ditoleransi, rencanakan untuk
memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat
Rasional: untuk mempertahankan nutrisi yang optimal

Berikan makanan yang disertai suplemen nutrisi gizi, seperti susu bubuk atau
suplemen yang dijual bebas
Rasional: untuk memaksimalkan kualitas intake nutrisi

Izinkan anak untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan makanan
Rasional: untuk mendorong agar anak mau makan

Dorong masukan nutrisi dengan jumlah sedikit tapi sering
Rasional: karena jumlah yang kecil biasanya ditoleransi dengan baik

Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori kaya nutrient
Rasional: kebutuhan jaringan metabolik ditingkatkan begitu juga cairan untuk
menghilangkan produk sisa suplemen dapat memainkan peranan penting dalam
mempertahankan masukan kalori dan protein yang adekuat

Timbang BB, ukur TB dan ketebalan lipatan kulit trisep
Rasional: membantu dalam mengidentifikasi malnutrisi protein kalori, khususnya
bila BB dan pengukuran antropometri kurang dari normal
g. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
Tujuan: Pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang dapat
diterima anak
Intervensi:

Mengkaji tingkat nyeri dengan skala 0 sampai 5
Rasional: informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan atau
keefektifan intervensi

Jika mungkin, gunakan prosedur-prosedur (misal pemantauan suhu non invasif,
alat akses vena
Rasional: untuk meminimalkan rasa tidak aman

Evaluasi efektifitas penghilang nyeri dengan derajat kesadaran dan sedasi
Rasional: untuk menentukan kebutuhan perubahan dosis. Waktu pemberian atau
obat

Lakukan teknik pengurangan nyeri non farmakologis yang tepat
Rasional: sebagai analgetik tambahan

Berikan obat-obat anti nyeri secara teratur
Rasional: untuk mencegah kambuhnya nyeri
h. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi,
radioterapi,
Tujuan: Pasien mempertahankan integritas kulit
Intervensi:

Berikan perawatan kulit yang cemat, terutama di dalam mulut dan daerah perianal
Rasional: karena area ini cenderung mengalami ulserasi

Ubah posisi dengan sering
Rasional: untuk merangsang sirkulasi dan mencegah tekanan pada kulit

Mandikan dengan air hangat dan sabun ringan
Rasional: mempertahankan kebersihan tanpa mengiritasi kulit

Kaji kulit yang kering terhadap efek samping terapi kanker
Rasional: efek kemerahan atau kulit kering dan pruritus, ulserasi dapat terjadi
dalam area radiasi pada beberapa agen kemoterapi

Anjurkan pasien untuk tidak menggaruk dan menepuk kulit yang kering
Rasional: membantu mencegah friksi atau trauma kulit

Dorong masukan kalori protein yang adekuat
Rasional: untuk mencegah keseimbangan nitrogen yang negative

Pilih pakaian yang longgar dan lembut diatas area yang teradiasi
Rasional: untuk meminimalkan iritasi tambahan
i. Imobilitas Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat
pada penampilan
Tujuan: Pasien atau keluarga menunjukkan perilaku koping positif
Intervensi:

Dorong anak untuk memilih wig (anak perempuan) yang serupa gaya dan warna
rambut anak sebelum rambut mulai rontok
Rasional: untuk membantu mengembangkan penyesuaian rambut terhadap
kerontokan rambut

Berikan penutup kepala yang adekuat selama pemajanan pada sinar matahari,
angin atau dingin
Rasional: karena hilangnya perlindungan rambut

Anjurkan untuk menjaga agar rambut yang tipis itu tetap bersih, pendek dan halus
Rasional: untuk menyamarkan kebotakan parsial

Jelaskan bahwa rambut mulai tumbuh dalam 3 hingga 6 bulan dan mungkin warna
atau teksturnya agak berbeda
Rasional: untuk menyiapkan anak dan keluarga terhadap perubahan penampilan
rambut baru

Dorong hygiene, berdan, dan alat alat yang sesuai dengan jenis kelamin ,
misalnya wig, skarf, topi, tata rias, dan pakaian yang menarik
Rasional: untuk meningkatkan penampilan
j. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita
leukemia
Tujuan: Pasien atau keluarga menunjukkan pengetahuan tentang prosedur diagnostic
atau terapi
Intervensi:

Jelaskan alasan setiap prosedur yang akan dilakukan pda anak
Rasional: untuk meminimalkan kekhawatiran yang tidak perlu

Jadwalkan waktu agar keluarga dapat berkumpul tanpa gangguan dari staff
Rasional: untuk mendorong komunikasi dan ekspresi perasaan

Bantu keluarga merencanakan masa depan, khususnya dalam membantu anak
menjalani kehidupan yang normal
Rasional: untuk meningkatkan perkembangan anak yang optimal

Dorong keluarga untuk mengespresikan perasaannya mengenai kehidupan anak
sebelum diagnosa dan prospek anak untuk bertahan hidup
Rasional: memberikan kesempatan pada keluarga untuk menghadapi rasa takut
secara realistis

Diskusikan bersama keluarga bagaimana mereka memberitahu anak tentang hasil
tindakan dan kebutuhan terhadap pengobatan dan kemungkinan terapi tambahan
Rasional: untuk mempertahankan komunikasi yang terbuka dan jujur

Hindari untuk menjelaskan hal-hal yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada
Rasional: untuk mencegah bertambahnya rasa khawatiran keluarga
k. Antisipasi berduka berhubungan dengan perasaan potensial kehilangan anak
Tujuan: Pasien atau keluarga menerima dan mengatasi kemungkinan kematian anak
Intervensi:

Kaji tahapan berduka terhadap anak dan keluarga
Rasional: pengetahuan tentang proses berduka memperkuat normalitas perasaan
atau reaksi terhadap apa yang dialami dan dapat membantu pasien dan keluarga
lebih efektif menghadapi kondisinya

Berikan kontak yang konsisten pada keluarga
Rasional: untuk menetapkan hubungan saling percaya yang mendorong
komunikasi

Bantu keluarga merencanakan perawatan anak, terutama pada tahap terminal
Rasional: untuk meyakinkan bahwa harapan mereka diimplementasikan

Fasilitasi anak untuk mengespresikan perasaannya melalui bermain
Rasional: memperkuat normalitas perasaan atau reaksi terhadap apa yang dialami
B. Thalasemia
1. Pengertian
Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan
secara resesif. (Mansjoer, 2000 ). Talasemia adalah suatu golongan darah yang
diturunkan ditandai oleh defisiensi produksi rantai globin pada hemoglobin. (Suriadi,
2001)
Talasemia
merupakan
kelompok
gangguan
darah
yang
diwariskan,
dikarakteristikan dengan defisiensi sintetis rantai globulin spesifik molekul hemoglobin
(Muscari, 2005). Thalasemia merupakan kelompok kelainan genetik heterogen yang
timbul akibat berkurangnya kecepatan sintesis rantai alpha atau beta (Hoffbrand dkk,
2006).
Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan di tandai oleh defisiensi
produk rantai globin pada hemoglobin (Suriadi danYuliani, 2010). Thalasemia (anemia
Cooley atau Mediterania) merupakan anemia yang relatif umum terjadi, dimana jumlah
globin
yang diproduksi tidak cukup untuk mengatasi sel-sel
darah merah.
(Kliegman,2012). Talasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited)
dan masuk kedalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkanoleh
gangguan system hemoglobin akibat mutasi didalam atau dekat gen globin (Nurarif,
2013`).
2. Etiologi
Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat ditularkan,
tetapi banyak diturunkan oleh pasangan suami istri yang mengidap thalassemia dalam sel
– selnya atau faktor genetik (Suriadi, 2001).Thalassemia bukan penyakit menular
melainkan penyakit yang diturunkan secara genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan
melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta yang terletak pada kromosom 11. Pada
manusia kromosom selalu ditemukan berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur
pembentukan salah satu komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen
globin beta yang mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-beta.
Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih
mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik).Seorang
pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen globin
terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita thalassemia (Homozigot/Mayor).
Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal dari kedua orang tua yang masing-masing
membawa sifat thalassemia. Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen
globin beta dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya.
Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka pada
setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama si anak
mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia) dari bapak dan ibunya
maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah
gen thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit ini.
Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang
tuanya.
Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah penyakit
keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami istri yang
mengidap thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik.Jika kedua orang tua tidak
menderita Thalassaemia trait/pembawasifat Thalassaemia, maka tidak mungkin mereka
menurunkan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau Thalassaemia mayor
kepada anak-anak mereka. Semua anak-anak mereka akan mempunyai darah yang
normal.
Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu dibanding dua (50%)
kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang diantara anak-anak mereka akan
menderita Thalassaemia mayor. Orang dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia adalah sehat, mereka dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada
anak-anaknya tanpa ada yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di kalangan
keluarga mereka.
Apabila
kedua
orang
tua
menderita
Thalassaemia
trait/pembawa
sifat
Thalassaemia, maka anak-anak mereka mungkin akan menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia atau mungkin juga memiliki darah yang normal, atau
mereka mungkin juga menderita Thalassaemia mayor.(hoffbrand dkk,2006)
Menurut Williams (2005) penyebab thalasemia adalah :
a. Gangguan resesif autosomal yang diturunkan
b. Gangguan herediter yang disebabkan kelainan sistem rantai beta dan rantai alfa
globin
3. Patofisiologi
Penyakit thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/mutasi pada
gen globin alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin tersebut berkurang
atau tidak ada. Didalam sumsum tulang mutasi thalasemia menghambat pematangan sel
darah merah sehingga eritropoiesis dan mengakibatkan anemia berat.Akibatnya produksi
Hb berkurang dan sel darah merah mudah sekali rusak atau umurnya lebih pendek dari
sel darah normal (120 hari). (Kliegman,2012)
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan polipeptida rantai alpa dan
dua rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai beta
thalasemia yaitu tidak adanya atau kekurangan rantai beta dalam molekul hemoglobin
yang mana ada gangguan kemampuan ertrosit membawa oksigen. Ada suatu
kompensator yang meningkat dalam rantai alpa, tetapi rantai beta memproduksi secara
terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defictive. Ketidak seimbangan
polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi.Hal ini menyebabkan sel
darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia beta dan kelebihan rantai
beta dan gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini
mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri
dari hemoglobin tak stabil badan heint, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan
hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi yang konstan pada bone marrow,
produksi RBC diluar menjadi eritropik aktif. Kompensator produksi RBC secara terus
menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC,menimbulkan
tidak edukatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan edstruksi RBC
menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh. (Suriadi, 2001 )
Pada talasemia letak salah satu asam amino rantai polipre tidak berbeda
urutannya/ditukar dengan jenis asam amino lain. Perubahan susunan asam amino
tersebut.Bisa terjadi pada ke-4 rantai poliper Hb-A, sedangkan kelainan pada rantai alpha
dapat menyebabkan kelainan ketiga Hb yaitu Hb-A, Hb-A2 dan Hb-F. (Suriadi,2001)
4. Manifestasi Klinis
Semua jenis talasemia memiliki gejala yang mirip tetapi beratnya bervariasi. Sebagaian
besar mengalami gangguan anemia ringan.
a. Thalasemia minor (thalasemia heterogen) umumnya hanya memiliki gejala berupa
anemia ringan sampai sedang dan mungkin bersifat asimtomatik dan sering tidak
terdeteksi.
b.
Thalasemia mayor, umumnya menampakkan manifestasi klinis pada usia 6 bulan,
setelah efek Hb 7 menghilang.
1) Tanda awal adalah awitan mendadak, anemia, demam yang tidak dapat
dijelaskan, cara makan yang buruk, penurunan BB dan pembesaran limfa.
2) Tanda lanjut adalah hipoksia kronis; kerusakan hati, limfa, jantung, pankreas,
kelenjar limphe akibat hemokromotosis, ikterus ringan atau warna kulit
mengkilap, kranial tebal dengan pipi menonjol dan hidung datar; retardasi
pertumbuhan; dan keterlambatan perkembangan seksual.
c.
Komplikasi jangka panjang sebagai akibat dari hemokromatosis dengan kerusakan
sel resultan yang mengakibatkan :
1) Splenomegali
2) Komplikasi skeletal, seperti menebalan tulang kranial, pembesaran kepala, tulang
wajah menonjol, maloklusi gigi, dan rentan terhadap fraktur spontan.
3) Komplikasi jantung, seperti aritmia, perikarditis, CHF dan fibrosis serat otot
jantung.
4) Penyakit kandung empedu, termasuk batu empedu.
5) Pembesaran hepar dan berlanjut menjadi sirosis hepatis.
6) Perubahan kulit, seperti ikrerus dan pragmentasi coklat akibat defisit zat besi.
7) Retardasi pertumbuhan dan komplikasi endokrin.
d. Gejala lain pada penderita Thalasemia adalah jantung mudah berdebar-debar. Hal ini
karena oksigen yang dibawah tersebut kurang, maka jantung juga akan beusaha
bekerja lebih keras sehingga jantung penderita akan mudah berdebar-debar, lamakelamaan jantung akan bekerja lebih keras sehingga lebih cepat lelah. Sehingga
terjadi lemah jantung, limfa penderita bisa menjadi besar karena penghancuran darah
terjadi di sana, selain itu sumsum tulang juga bekerja lebih keras karena berusaha
mengkompensasi kekurangan Hb, sehingga tulang menjadi tipis dan rapuh sehingga
mudah rapuh. Jika ini terjadi pada muka (tulang hidung maka wajah akan berubah
bentuk, batang hidung akan hilang/ melesak ke dalam (fasise cookey) ini merupakan
salah satu tanda khas penderita thalasemia.(hoffbrand dkk,2006)
Secara klinis Thalasemia dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai beratnya
gejala klinis(Doenges,2000) :
1) Mayor, intermedia dan minor atau troit (pembawa sifat). Batas diantara tingkatan
tersebut sering tidak jelas. Anemia berat menjadi nyata pada umur 3 – 6 bulan
setelah lahir dan tidak dapat hidup tanpa ditransfusi.
2) Pembesaran hati dan limfa terjadi karena penghancuran sel darah merah
berlebihan, haemopoesis ekstra modular dan kelebihan beban besi. Limfa yang
membesar meningkatkan kebutuhan darah dengan menambah penghancuran sel
darah merah dan pemusatan (pooling) dan dengan menyebabkan pertambahan
volume plasma.
3) Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa deformitas
dan fraktur spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang mendapat transfusi
darah. Deformitas tulang, disamping mengakibatkan muka mongoloid, dapat
menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang prontal dan zigomatin serta
maksila. Pertumbuhan gigi biasanya buruk.
4) Gejala lain yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak sesuai
umur, berat badan kurang, perut membuncit. Jika pasien tidak sering mendapat
transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi
dalam jaringan kulit.
5) Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada Thalasemia mayor,
anemia sedang (hemoglobin 7 – 10,0 g/dl) Gejala deformitas tulang, hepatomegali
dan splenomegali, eritropoesis ekstra medular dan gambaran kelebihan beban besi
nampak pada masa dewasa.
6) Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia
mikrositin, bentuk heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.

Thalasemia mayor (Thalasemia homozigot)

Thalasemia intermedia

Thalasemia minor atau troit (pembawa sifat)
7) Pada hapusan darah tepi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik, anisositosis,
polklilositosis dan adanya sel target (fragmentasi dan banyak sel normoblas).
8) Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi (IBC)
menjadi
rendah
dan
dapat
mencapai
nol.
Elektroforesis
hemoglobin
memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%, kadang ditemukan juga
hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45% pasien Thalasemia juga
mempunyai HbE maupun HbS.
9) Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat meningkat
karena kerusakan parankim hati oleh hemosiderosis.
10) Penyelidikan sintesis alfa/beta terhadap refikulosit sirkulasi memperlihatkan
peningkatan nyata ratio alfa/beta yakni berkurangnya atau tidak adanya sintetis
rantai beta.
5. Klasifikasi Thalasemia
a. Thalassemia α (gangguan pembentukan rantai α)
Sindrom thalassemia α disebabkan oleh delesi pada gen α globin pada kromosom 16
(terdapat 2 gen α globin pada tiap kromosom 16) dan nondelesi seperti gangguan
mRNA pada penyambungan gen yang menyebabkan rantai menjadi lebih panjang
dari kondisi normal.
Faktor delesi terhadap empat gen α globin dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
1) Delesi pada satu rantai α (Silent Carrier/ α -Thalasemia Trait 2)
Gangguan pada satu rantai globin _ sedangkan tiga lokus globin yang ada masih
bisa menjalankan fungsi normal sehingga tidak terlihat gejala-gejala bila ia
terkena thalasemia.
2) Delesi pada dua rantai α (α -Thalassemia Trait 1)
Pada tingkatan ini terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari HbH dan
terjadi manifestasi klinis ringan seperti anemia kronis yang ringan dengan eritrosit
hipokromik mikrositer dan MCV(mean corpuscular volume) 60-75 fl.
3) Delesi pada tiga rantai α (HbH disease)
Delesi ini disebut juga sebagai HbH disease (β4) yang disertai anemia hipokromik
mikrositer, basophylic stippling, heinz bodies, dan retikulositosis. HbH terbentuk
dalam jumlah banyak karena tidak terbentuknya rantai α sehingga rantai β tidak
memiliki pasangan dan kemudian membentuk tetramer dari rantai β sendiri (β
4).Dengan banyak terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam
eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit dapat dihancurkan. Penderita dapat
tumbuh sampai dewasa dengan anemia sedang (Hb 8-10 g/dl) dan MCV(mean
corpuscular volume) 60-70 fl.
4) Delesi pada empat rantai α (Hidrops fetalis/Thalassemia major)
Delesi ini dikenal juga sebagai hydrops fetalis.Biasanya terdapat banyak Hb Barts
(γ4) yang disebabkan juga karena tidak terbentuknya rantai γ sehingga rantai γ
membentuk tetramer sendiri menjadi γ4.Manifestasi klinis dapat berupa ikterus,
hepatosplenomegali, dan janin yang sangat anemis. Kadar Hb hanya 6 g/dl dan
pada elektroforesis Hb menunjukkan 80-90% Hb Barts, sedikit HbH, dan tidak
dijumpai HbA atau HbF. Biasanya bayi yang mengalami kelainan ini akan
beberapa jam setelah kelahirannya.
b. Thalassemia β (gangguan pembentukan rantai β)
Thalassemia - β disebabkan oleh mutasi pada gen β globin pada sisi pendek
kromosom 11.
1) Thalassemia β o
Pada thalassemia βo, tidak ada mRNA yang mengkode rantai β sehingga tidak
dihasilkan rantai β yang berfungsi dalam pembentukan HbA
2) Thalassemia β +
Pada thalassemia β+, masih terdapat mRNA yang normal dan fungsional namun
hanya sedikit sehingga rantai β dapat dihasilkan dan HbA dapat dibentuk
walaupun hanya sedikit.
Sedangkan secara klinis thalassemia dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
a. Thalasemia Mayor
Terjadi bila kedua orang tuanya membawa gen pembawa sifat thalasemia.Gejala
penyakit muncul sejak awal masa kanak-kanak dan biasanya penderita hanya
bertahan hingga umur sekitar 2 tahun. Penderita bercirikan :

Lemah

Pucat

Perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur

Berat badan kurang

Tidak dapat hidup tanpa transfusi transfusi darah seumur hidupnya.
b. Thalasemia minor/trait
Gejala yang muncul pada penderita Thalasemia minor bersifat ringan, biasanya hanya
sebagai pembawa sifat. Istilah Thalasemia trait digunakan untuk orang normal namun
dapat mewariskan gen thalassemia pada anak-anaknya:ditandai oleh splenomegali,
anemia berat, bentuk homozigot.Pada anak yang besar sering dijumpai adanya:

Gizi buruk

Perut buncit karena pembesaran limfa dan hati yang mudah diraba

Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limfa dan hati(Hepatomegali), Limfa
yang besar ini mudah ruptur karena trauma ringan saja
Gejala khas adalah:

Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung, jarak antara
kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar.

Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya menjadi kelabu
karena penimbunan besi.
6. Komplikasi
Berikut ini adalah beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita thalassemia.
a. Komplikasi Jantung
Kerusakan jantung akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan penurunan
kekuatan pompa jantung, gagal jantung, aritmia atau detak jantung yang tidak
beraturan, dan terkumpulnya cairan di jaringan jantung.
Ada beberapa pemeriksaan rutin yang harus dilakukan penderita thalasemia beta
mayor, yaitu pemeriksaan tiap enam bulan sekali untuk memeriksa fungsi jantung,
dan setahun sekali pemeriksaan menyeluruh untuk memeriksa konduksi aliran listrik
jantung menggunakan electrocardiogram oleh dokter spesialis jantung.
Perawatan untuk meningkatkan fungsi jantung dapat dilakukan dengan terapi khelasi
yang lebih menyeluruh dan mengonsumsi obat penghambat enzim konversi
angiotensin.
b. Komplikasi pada Tulang
Sumsum tulang akan berkembang dan memengaruhi tulang akibat tubuh kekuerangan
sel darah merah yang sehat. Komplikasi tulang yang dapat terjadi adalah sebagai
berikut:

Nyeri persendian dan tulang

Osteoporosis

Kelainan bentuk tulang

Risiko patah tulang meningkat jika kepadatan tulang menjadi rendah.
c. Pembesaran Limfa (Splenomegali)
Pembesaran limfa terjadi karena limfa sulit untuk mendaur ulang sel darah yang
memiliki bentuk tidak normal dan berakibat kepada meningkatnya jumlah darah yang
ada di dalam limfa, membuat limfa tumbuh lebih besar.
Transfusi darah yang bertujuan meningkatkan sel darah yang sehat akan menjadi
tidak efektif jika limfa telah membesar dan menjadi terlalu aktif, serta mulai
menghancurkan sel darah yang sehat. Splenectomy atau operasi pengangkatan limfa
merupakan satu-satunya cara untuk mengatasi masalah ini.
Vaksinasi untuk mengatasi potensi infeksi yang serius, seperti flu dan meningitis,
disarankan untuk dilakukan jika anak Anda telah melakukan operasi pengangkatan
limfa, hal ini dikarenakan limfa berperan dalam melawan infeksi.Segera temui dokter
jika anak Anda memiliki gejala infeksi, seperti nyeri otot dan demam, karena bisa
berakibat fatal.
d. Komplikasi pada Hati
Kerusakan hati akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan terjadinya beberapa
hal, seperti fibrosis atau pembesaran hati, sirosis hati atau penyakit degeneratif kronis
di mana sel-sel hati normal menjadi rusak, lalu digantikan oleh jaringan parut, serta
hepatitis.Oleh karena itu, penderita thalassemia dianjurkan untuk memeriksa fungsi
hati tiap tiga bulan sekali.
Pencegahan infeksi hati dapat dilakukan dengan mengonsumsi obat antivirus,
sedangkan mencegah kerusakan hati yang lebih parah dapat dilakukan terapi khelasi.
e. Komplikasi pada Kelenjar Hormon
Sistem hormon diatur oleh kelenjar pituitari yang sangat sensitif terhadap zat
besi.Para penderita thalassemia beta mayor, walaupun telah melakukan terapi khelasi,
dapat mengalami gangguan sistem hormon.Perawatan dengan terapi pergantian
hormon mungkin diperlukan untuk mengatasi pertumbuhan dan masa pubertas yang
terhambat akibat kelenjar pituitari yang rusak. Ada beberapa komplikasi pada
kelenjar hormon yang dapat terjadi usai pubertas seperti berikut ini:

Kelenjar tiroid – hipertiroidisme atau hipotiroidisme

Pankreas – diabetes
Pemeriksaan dengan mengukur berat dan tinggi badan harus dilakukan anak-anak
penderita
thalassemia
tiap
enam
bulan
sekali
untuk
mengukur
pertumbuhannya.Sementara itu, pemeriksaan pertumbuhan pada para remaja yang
sudah memasuki masa pubertas dilakukan tiap satu tahun sekali.
7. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening test dan definitive test.
a. Screening test
Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai gangguan
Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).
1) Interpretasi apusan darah
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada kebanyakkan
Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier.Pemeriksaan apusan darah rutin
dapat membawa kepada diagnosis Thalassemia tetapi kurang berguna untuk
skrining.
2) Pemeriksaan osmotic fragility (OF)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit.Secara dasarnya
resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida dikurangkan dikira.
Studi yang dilakukan menemui probabilitas formasi pori-pori pada membran yang
regang bervariasi mengikut order ini: Thalassemia < kontrol < spherositosis
(Maureen,1999). Studi OF berkaitan kegunaan sebagai alat diagnostik telah
dilakukan dan berdasarkan satu penelitian di Thailand, sensitivitinya adalah
91.47%, spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan false negative
rate 8.53% (Maureen,1999).
3) Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya dapat
mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai diagnostik.Maka
metode matematika dibangunkan (Maureen, 1999).
4) Model matematika
Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan parameter
jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose seperti 0.01 x MCH x
(MCV)², RDW x MCH x (MCV) ²/Hb x 100, MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi
kebanyakkannya digunakan untuk membedakan anemia defisiensi besi dengan
Thalassemia β (Maureen, 1999).
Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang diperoleh
sekiranya >13 cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan <13 mengarah ke
Thalassemia trait. Pada penderita Thalassemia trait kadar MCV rendah, eritrosit
meningkat dan anemia tidak ada ataupun ringan. Pada anemia defisiensi besi pula
MCV rendah, eritrosit normal ke rendah dan anemia adalah gejala lanjut
(Ngastiyah, 1997).
b. Definitive test
1) Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di dalam darah.
Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb A2 2-3%,
Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6 bulan kadar ini tinggi sedangkan neonatus bisa
mencapai 80%). Nilai abnormal bisa digunakan untuk diagnosis Thalassemia
seperti pada Thalassemia minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb
H: Hb A2 <2% dan Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada negara tropikal
membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S dan Hb J
(Wiwanitkit, 2007).
2) Kromatografi hemoglobin
Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb C.
Pemeriksaan menggunakan high performance liquid chromatography (HPLC)
pula membolehkan penghitungan aktual Hb A2 meskipun terdapat kehadiran Hb
C atau Hb E. Metode ini berguna untuk diagnosa Thalassemia β karena ia bisa
mengidentifikasi hemoglobin dan variannya serta menghitung konsentrasi dengan
tepat terutama Hb F dan Hb A2
3) Molecular diagnosis
Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis Thalassemia.Molecular
diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe Thalassemia malah dapat
juga menentukan mutasi yang berlaku
8. Penatalaksanaan
a. Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :
1) Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari pemberian
transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat
besi yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan
pemberian deferoxamine (Desferal), yang berfungsi untuk mengeluarkan besi dari
dalam tubuh (iron chelating agent). Deferoxamine diberikan secar intravena,
namun untuk mencegah hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan secara
subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam.
2) Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan
meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen
(transfusi).
3) Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian
tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari
tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid),
karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan keracunan.
Pada bentuk
yang sangat berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi
genetik masih dalam tahap penelitian.
4) Menurunkan atau mencegah hemosiderosis dengan pemberian parenteral obat
penghelasi besi (iro chelating drugs), de feroksamin diberikan subkutan dalam
jangka 8-12 jam dengan menggunakan pompa portabel kecil (selamat tidur), 5-6
malam/minggu.
b. Penatalaksanaan Perawatan
1) Perawatan umum : makanan dengan gizi seimbang
2) Perawatan khusus :
-
Transfusi darah diberikan bila kadar Hb rendah sekali (kurang dari 6 gr%)
atau anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
-
Splenektomi. Dilakukan pada anak yang berumur lebih dari 2 tahun dan bila
limfa terlalu besar sehingga risiko terjadinya trauma yang berakibat
perdarahan cukup besar.
-
Pemberian Roborantia, hindari preparat yang mengandung zat besi.
-
Pemberian Desferioxamin untuk menghambat proses hemosiderosis yaitu
membantu ekskresi Fe. Untuk mengurangi absorbsi Fe melalui usus
dianjurkan minum teh.
-
Transplantasi sumsum tulang (bone marrow) untuk anak yang sudah berumur
diatas 16 tahun. Di Indonesia, hal ini masih sulit dilaksanakan karena
biayanya sangat mahal dan sarananya belum memadai.
c. Penatalaksanaan Pengobatan
1) Penderita thalassemia akan mengalami anemia sehingga selalu membutuhkan
transfusi darah seumur hidupnya. Jika tidak, maka akan terjadi kompensasi tubuh
untuk membentuk sel darah merah. Organ tubuh bekerja lebih keras sehingga
terjadilah pembesaran jantung, pembesaran limfa, pembesaran hati, penipisian
tulang-tulang panjang, yang akirnya dapat mengakibakan gagal jantung, perut
membuncit, dan bentuk tulang wajah berubah dan sering disertai patah tulang
disertai trauma ringan.
2) Akibat transfusi yang berulang mengakibatkan penumpukan besi pada organorgan tubuh. Yang terlihat dari luar kulit menjadi kehitaman , sementara
penumpukan besi di dalam tubuh umumnya terjadi pada jantung, kelenjar
endokrin, sehingga dapat megakibatkan gagal jantung, pubertas terlambat, tidak
menstruasi, pertumbuhan pendek, bahkan tidak dapat mempunyai keturunan.
3) Akibat transfusi yang berulang, kemungkinan tertular penyakit hepatitis B,
hepatitis C, dan HIV cenderung besar. Ini yang terkadang membuat anak
thalassemia menjadi rendah diri.
4) Karena thalassemia merupakan penyakit genetik, maka jika dua orang pembawa
sifat thalassemia menikah, mereka mempunyai kemungkinan 25% anak normal/
sehat, 50% anak pembawa sifat/ thalassemia minor, dan 25% anak sakit
thalassemia mayor.
d. Penatalaksanaan Pencegahan.
1) Pencegahan primer
Penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk mencegah
perkawinan diantara pasien Thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan yang
homozigot. Perkawinan antara 2 hetarozigot (carrier) menghasilkan keturunan :
25 % Thalasemia (homozigot), 50 % carrier (heterozigot) dan 25 normal.
2) Pencegahan sekunder
Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan
Thalasemia heterozigot salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan dengan
sperma berasal dari donor yang bebas dan Thalasemia troit. Kelahiran kasus
homozigot terhindari, tetapi 50 % dari anak yang lahir adalah carrier, sedangkan
50% lainnya normal.
Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan suatu
kemajuan dan digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot intra-uterin
sehingga dapat dipertimbangkan tindakan abortus provokotus (Soeparman dkk,
1996).
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Asal Keturunan / Kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah (Mediteranial)
seperti Turki, Yunani, dll.Di Indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak dijumpai
pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
b. Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah terlihat
sejak anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia minor biasanya
anak akan dibawa ke RS setelah usia 4 tahun.
c. Riwayat Kesehatan Anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi
lainnya.Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
d. Pertumbuhan dan Perkembangan
Seiring didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbang sejak
masih bayi.Terutama untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik anak, adalah kecil
untuk umurnya dan adanya keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak
ada pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga mengalami
penurunan.Namun pada jenis thalasemia minor, sering terlihat pertumbuhan dan
perkembangan anak normal.
e. Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan tidak
sesuai usia.
f. Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya.Anak lebih banyak
tidur/istirahat karena anak mudah lelah.
g. Riwayat Kesehatan Keluarga
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah orang tua
juga mempunyai gen thalasemia.Jika iya, maka anak beresiko terkena talasemia
mayor.
h. Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core – ANC)
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor
resiko talasemia.Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan
resiko yang mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir.
i. Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia
1) KU = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang seusia.
2) Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan pengobatan mempunyai
bentuk khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid (hidung pesek tanpa
pangkal hidung), jarak mata lebar, tulang dahi terlihat lebar.
3) Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan
4) Mulut dan bibir terlihat kehitaman
5) Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran
jantung dan disebabkan oleh anemia kronik.
6) Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limfa dan hati (hepatospek
nomegali).
7) Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di bawah
normal
8) Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak tercapai
dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun kumis bahkan
mungkin anak tidak dapat mencapai tapa odolense karena adanya anemia kronik.
9) Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat transfusi
warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena adanya
penumpukan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).(Nurarif,2013)
Analisa Data
a. Data Subjektif
Data Subjektif yang mungkin timbul pada penderita thalasemia adalah sebagai
berikut:

Lemah

Mudah lelah jika beraktivitas

Dingin pada ekstremitas

Tidak nafsu makan

Badannya lemas

Tidak bisa beraktivitas karena nyeri
b. Data Objektif
Data Subjektif yang mungkin timbul pada penderita thalasemia adalah sebagai
berikut:

Anemia

Sianosis

CRT > 3 detik

Pucat

Hb 7

Ekstremitas dingin

Penurunan berat badan

Perut membuncit

Membrane mukosa pucat

Tonus otot mmenurun

Anemia

Anak melakukan transfuse darah berulang

Perkembangan tidak sesuai umur

Penumpukan zat besi

Lemah

Tampak pucat

Tidak bersemangat
2. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel.
Tujuan: Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam , pasien mampu
mempertahankan perfusi jaringan adekuat
Intervensi :
1) Awasi tanda vital, palpasi nadi perifer
2) Lakukan pengkajian neurofaskuler periodik misalnya sensasi, gerakan nadi, warna
kulit atau suhu
3) Berikan oksigen sesuai indikasi
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan
kebutuhan.
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan klien
mampu melakukan aktifitas sehari-hari.
Intervensi :
1) Kaji toleransi fisik anak dan bantu dalam aktivitas yang melebihi toleransi anak
2) Berikan anak aktifitas pengalihan misalnya bermain
3) Berikan anak periode tidur sesuai kondisi dan usia
Rasional :
1) Menentukan kemampuan atau kebutuhan klien
2) Aktifitas pgalihan dpat membantu anak mlakukan aktivitas sesuai kemampuan
3) Istirahat yg cukup berguna untuk mempercepat pemulihan kemanpuan anak
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk
mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/absorbsi nutrien yang diperlukan
untuk pembentukan sel darah merah normal.
Tujuan : menunjukkan pemahaman pentingnya nutrisi..
Intervensi:
1) Pantau jumlah dan jenis intake dan output pasien
2) Timbang berat badan klien
3) Beri Health Education tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh
4) Kolaborasi dengan ahli gizi
Rasional:
1) Untuk mengetahui jenis dan jumlah asupan nutrisi yang penting bagi pasien
2) Membantu menentukan keseimbangan nutrisi yang tepat
3) Untuk membantu pasien dan keluarga memahami pentingnya nutrisi bagi tubuh
4) Untuk memberikan diet yang adekuat sesuai dengan kebutuhan pasien yang
mendukung proses penyembuhan.
3. Intervensi Keperawatan
a. Dx 1 Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler
yang diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel.
Kriteria hasil :
1) Tidak terjadi palpitasi
2) Kulit tidak pucat
3) Membran mukosa lembab
4) Keluaran urine adekuat
5) Tidak terjadi mual/muntah dan distensil abdomen
6) Tidak terjadi perubahan tekanan darah
7) Orientasi klien baik
Rencana keperawatan / intervensi :
1) Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/ membran mukosa,
dasar kuku.
2) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi (kontra indikasi pada pasien
dengan hipotensi).
3) Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi.
4) Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan memori,
bingung.
5) Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan, dan tubuh hangat sesuai
indikasi.
6) Kolaborasi pemeriksaan laboratorium, Hb, Hmt, AGD, dll.
7) Kolaborasi dalam pemberian transfusi.
8) Awasi ketat untuk terjadinya komplikasi transfuse.
Rasional:
1) Indikator umum status sirkulasi dan keadekuatan sirkulasi
2) Untuk mengetahui ststus kesadaran pasien
3) Untuk mensuplai kebutuhan organ tubuh
b. Dx. 2 intoleransi aktivitas berhubungan degnan ketidakseimbangan antara suplai O2
dankebutuhan.
Kriteria hasil :
1) Menunjukkan penurunan tanda fisiologis intoleransi, misalnya nadi, pernapasan
dan Tb masih dalam rentang normal pasien
Intervensi :
1) Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas, catat kelelahan dan kesulitan
dalam beraktivitas.
2) Awasi tanda-tanda vital selama dan sesudah aktivitas.
3) Catat respin terhadap tingkat aktivitas.
4) Berikan lingkungan yang tenang.
5) Pertahankan tirah baring jika diindikasikan.
6) Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.
7) Prioritaskan jadwal asuhan keperawatan untuk meningkatkan istirahat.
8) Pilih periode istirahat dengan periode aktivitas.
9) Beri bantuan dalam beraktivitas bila diperlukan.
10) Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien, tingkatkan aktivitas sesuai
toleransi.
11) Gerakan teknik penghematan energi, misalnya mandi dengan duduk.
Rasional:
1) Menentukan kemampuan atau kebutuhan klien
2) Aktifitas pgalihan dpat membantu anak mlakukan aktivitas sesuai kemampuan
3) Istirahat yg cukup berguna untuk mempercepat pemulihan kemanpuan anak
c. Dx. 3 perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan
untuk
mencerna/ketidakmampuan
mencerna
makanan/absorbsi
diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal.
Kriteria hasil :
1) Menunjukkan peningkatan berat badan/ BB stabil.
2) Tidak ada malnutrisi.
Intervensi :
nutrien
yang
1) Berikan makanan yang bergizi
2) Berikan minuman yang bergizi misalnya susu
3) Beri makanan sedikit tapi sering.
4) Berikan suplemen atau vitamin pada anak
5) Berikan lingkungan yang menyenangkan
Rasional :
1) Untuk memenuhi kebutuhan tubuh dan mempercepat pemuluhan
2) Untuk memenuhi kebutuhan kalori
3) Merangsang nafsu makan
4) Memudahkan absorsi makanan
5) Meningkatkan nafsu makan
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Leukemia adalah suatu keganasan yang berasal dari perubahan genetik pada satu
atau banyak sel di sumsum tulang. Pertumbuhan dari sel yang normal akan tertekan pada
waktu sel leukemia bertambah banyak sehingga akan menimbulkan gejala klinis.
Keganasan hematologik ini adalah akibat dari proses neoplastik yang disertai gangguan
diferensiasi pada berbagai tingkatan sel induk hematopoetik sehingga terjadi ekspansi
progresif kelompok sel ganas tersebut dalam sumsum tulang, kemudian sel leukemia
beredar secara sistemik.
Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan di tandai oleh defisiensi
produk rantai globin pada hemoglobin (Suriadi danYuliani, 2010).Thalasemia (anemia
Cooley atau Mediterania) merupakan anemia yang relatif umum terjadi, dimana jumlah
globin
yang diproduksi tidak cukup untuk mengatasi sel-sel
darah merah.
(Kliegman,2012). Talasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited)
dan masuk kedalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkanoleh
gangguan system hemoglobin akibat mutasi didalam atau dekat gen globin (Nurarif,
2013`).
B. Saran
Diharapkan baik pembaca maupun penulis dapat mengetahui dan memahami
secara benar mengenai Leukimia dan Thalasemia serta dapat mengimplementasikannya
dalam sebaik-baiknya. Kami juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi terciptanya karya yang lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3.Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Kliegman Behrman. (20012). Ilmu Keperawatan Anak edisi 15, Alih Bahasa Indonesia, A.Samik
Wahab. Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC
Nurarif,Amin Huda Dan Hardhi Kusuma. (2013) .Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & Nanda Nic Noc Jilid 2.Yogyakarta : MediaCtion Publishing
Pietrangelo, A. Healthline (2016). Common Symptoms of Leukemia in Children.
Saripudin. Yuliani, R. (2010). Asuhan keperawatan pada anak (Ed. 2nd).Jakarta : CV. Sagung
Seto.
Download