DEPARTEMEN ORTHOPEDI DAN TRAUMATOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN REFERAT Februari 2020 UNIVERSITAS HASANUDDIN CLUBFOOT DISUSUN OLEH: St. Adinda Srikandi (C014181053) RESIDEN PEMBIMBING: dr. Adhika Nur Syamsul Arifin dr. Antony Evans SUPERVISOR PEMBIMBING: dr. Muhammad Ikhsan Kitta, Sp.OT(K) DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ORTHOPEDI DAN TRAUMATOLOGI UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2020 HALAMAN PENGESAHAN Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa: Nama : St. Adinda Srikandi NIM : C014181053 Judul : Clubfoot Telah menyelesaikan referat, telah disetujui dan telah dibacakan dihadapan pembimbing dan supervisor dalam rangka kepaniteraan klinik pada Departemen Orthopedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Makassar, 10 Februari 2020 Pembimbing I Pembimbing II dr. Adhika Nur Syamsul Arifin dr. Antony Evans Supervisor dr. Muhammad Ikhsan Kitta, Sp.OT(K) ii DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL ................................................................................. i HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii DAFTAR ISI ................................................................................................. iii BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 4 BAB II 2. 1 ANATOMI .............................................................................................. 5 2.2 DEFINISI ................................................................................................ 7 2.3 EPIDEMIOLOGI ................................................................................... 8 2.4 ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO .................................................... 8 2.5 KLASIFIKASI ........................................................................................ 10 2.6 MANIFESTASI KLINIS ........................................................................ 11 2.7 DIAGNOSIS ........................................................................................... 14 2.8 TATALAKSANA ................................................................................... 15 2.9 KOMPLIKASI ........................................................................................ 20 BAB II .......................................................................................................... 21 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 22 iii BAB I PENDAHULUAN Congenital talipes equivarus atau yang biasa dikenal dengan “clubfoot” terjadi pada 1 :1000 kelahiran dan juga merupakan salah satu kelainan kongenital yang paling banyak ditemukan yang melibatkan system muskuloskeletal. Clubfoot dapat diketahui sejak awal, tetapi tingkat keparahan dapat bervariasi dari ringan hingga berat. Klasifikasi clubfoot digunakan adalah system klasifikasi Dimeglio klasifikasi Pirani. Clubfoot yang idiopatik merupakan suatu kelainan deformitas dari kaki dan tungkai kaki yang dapat diidentifikasi saat masih di dalam kandungan dan terdiri dari empat komponen: equinus, hindfoot varus, forefoot adductus dan cavus1. Prevalensi clubfoot dilaporkan sebanyak 6.8:1000 kelahiran pada populasi Polinesia, 1.12:1000 kelahiran pada ras kulit putih, 0.76: 1000 kelahiran pada populasi Hispanik dan 0.39:1000 kelahiran pada populasi Cina. Sedangkan untuk perbandingan antara pria dan wanita sebanyak 2:1. Kurang lebih sebanyak 20% kasus dari clubfoot berhubungan dengan kelainan kongenital lainnya. Spina bifida didapatkan sebanyak 4.4% pada anak-anak yang menderita clubfoot, cerebral palsy sebanyak 1.9%, arthrogryphosis 0.9%, dan kelainan neuromuskular sebanyak 7.7%. Etiologi dari clubfoot belum diketahui secara pasti. Beberapa faktor resiko maternal dan lingkungan diketahui berpengaruh dalam terbentuknya clubfoot2,3. Tatalaksana dari clubfoot mengikuti rejimen Ponseti yang melibatkan serial casting pada anggota tubuh bagian bawah. Dan harus diganti tiap 5 hingga 7 hari. Setelah dikoreksi, dilakukan pemasangan orthosis pada posisi abduksi selama 12 minggu, hingga pada saat tidur siang dan tidur malam sampai berusia 4 tahun. Setelah itu dilakukan tenotomi perkutaneus pada tendon Achilles yang biasanya dilakukan ketika sendi talonavicular telah direduksi. Operasi dilakukan apabila terdapat deformitas yang rekuren atau resisten, terutama equinus pada sendi talotibial3. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ANATOMI Ada sebanyak 26 tulang pada kaki yang ditunjang oleh 3 ARCUS. Ligamen menyatukan tulang-tulang tersebut sebagai stabilisasi statis di kaki. Stabilitas dinamik dibantu oleh otototot intrinsik dan ekstrinsik. Terdapat 3 segmen fungsional yaitu forefoot, midfoot, dan pergelangan kaki(ankle). Segmen posterior (ankle), segmen tengah (midfoot), dan segmen anterior (5 metatarsal dan 14 tulang phalanx)4. Pergerakan normal dari sendi pergelangan kaki adalah plantarfleksi dan dorsofleksi. Sendi subtalar atau sendi talocalcaneal terdiri dari 2 bagian yang berbeda yang dipisahkan oleh kanal tarsal. Ligamen lateral di pergelangan kaki yaitu ligamen talofibular anterior (ATFL), ligament calcaneofibular(CFL) dan ligament talofibular posterior(PTFL). Sedangkan untuk stabiliasi sendi pergelangan kaki pada sisi medial yaitu malleolus medialis dan ligament deltoid4,5. 5 Pada kaki bagian belakang (hind foot) terdiri atas sendi subtalar, talus dan tendon calcaneal. Sendi subtalar memungkinkan terjadinya pronasi dan supinasi. Tiga ligament peripheral yang menjadi stabilisasi dari sendi subtalar adalah ligament calcaneofibular (CFL), ligament talocalcaneal lateral (LTCL), dan ligament fibulotalocalcaneal (FTCL). Talus merupakan satu-satunya tulang pada kaki yang tidak berhubungan dengan otot dan mempunyai resiko tinggi dalam terjadinya nekrosis avascular setelah trauma. Talus terdiri atas kepala, leher dan badan dan sebanyak 60% permukaannya dilapisi oleh kartilago artikular. Talus mendapatkan suplai vascular dari arteri tarsal kanal, arteri sinus tarsi dan a. dorsalis pedis. Tendon calcaneal merupakan kombinasi tendon dari otot gastrocnemius dan otot soleus. Berinsersi pada 1/3 distal dari posterior calcaneus. Tendon ini dipisahkan dari calcaneus oleh bursa retrocalcaneal dan dari kulit oleh bursa subkutaneus calcaneal5. Pada kaki bagian tengah (midfoot) terdiri atas 5 tulang tarsal (navikularis, kuboid dan 3 buah tulang kuneiformis), yang ditunjang oleh ligament interosseous. Sendi antara segmen posterior (talus dan calcaneus) dan segmen tengah (navikularis dan kuboid) adalah Chopart’s joint atau tarsal transversus dan diantara segmen tengah dan segmen anterior adalah Lisfranc’s joint atau sendi tarsometatarsal. Segmen anterior yaitu tulang-tulang metatarsal dan sendi tarsometatarsal5. 6 Abnormalitas dari clubfoot terdiri dari cavus, adduksi, varus dan equinus. Cavus disebabkan karena pronasi dari kaki depan yang berhubungan dengan kaki bagian belakang, dengan plantar fleksi dapat ditemukan pada pemeriksaan radiologi. Kuneiformis dan metatarsal dalam posisi adduksi. Kaki bagian tengah dalam posisi adduksi, terutama pada sendi talonavicular dan navikularis bergeser kearah mediah dan inversi sehingga hampir berada dalam posisi vertikal. Calcaneus dalam posisi plantarfleksi, kearah media dan inversi kebawah talus sehingga hampir sejajar dengan talus. Ligamen calcaneonavicular, deltoid dan talonavicular bersama dengan tendon tibialis posterior menyokong kaki dalam posisi adduksi. Ligamen posterior talofibular, posterior calcanofibular, posterior dan medial talocalcaneal dan posterior tibiotalar berkontribusi terhadap equinus dan varus11. 2.2 DEFINISI Kata talipes berasal dari kata “talus” yang dalam bahasa Latin berarti ankle dan “pes” yang berarti kaki. Congenital talipes equinovarus biasa juga disebut dengan clubfoot. Equinovarus merupakan deformitas pada kaki yang paling sering ditemui. Yang biasanya disertai dengan kelaingan kongenital lainnya seperti spina bifida. Pada deformitas equinovarus, telapak kaki dalam posisi equinus dan kaki bagian belakang dalam posisi varus, sedangkan kaki bagian depan dan tengah dalam posisi adduksi dan supinasi. Congenital talipes equinovarus dapat dikatakan sebuah sindrom apabila disertai dengan penyakit kongenital atau genetik lainnya, dan jika tanpa disertai penyakit kongenital atau genetick lainnya maka dikatakan idiopatik. Sindrom talipes equinovarus banyak muncul pada kasuskasus neurologis atau pada kelainan neuromuskular. Clubfoot pertama kali diketahui muncul 7 di Mesir pada tahun 400 sebelum masehi berdasarkan penemuan hieroglif yang diterjemahkan oleh Hipokrates6. 2.2 EPIDEMIOLOGI Prevalensi clubfoot dilaporkan sebanyak 6.8:1000 kelahiran pada populasi Polinesia, 1.12:1000 kelahiran pada ras kulit putih, 0.76: 1000 kelahiran pada populasi Hispanik dan 0.39:1000 kelahiran pada populasi Cina. Sedangkan untuk perbandingan antara pria dan wanita sebanyak 2:1. Kurang lebih sebanyak 20% kasus dari clubfoot berhubungan dengan kelainan kongenital lainnya. Spina bifida didapatkan sebanyak 4.4% pada anak-anak yang menderita clubfoot, cerebral palsy sebanyak 1.9%, arthrogryphosis 0.9%, dan kelainan neuromuskular sebanyak 7.7%. Etiologi dari clubfoot belum diketahui secara pasti. Beberapa faktor resiko maternal dan lingkungan diketahui berpengaruh dalam terbentuknya clubfoot2,3. Di Amerika Serikat, insidens clubfoot ditemukan sebanyak 2.29 per 1000 kelahiran, 1.6 per 1000 kelahiran pada Kaukasian, 0.57 per 1000 kelahiran di oriental, 1.3 per 1000 kelahiran di Malaysia. Kasus clubfoot juga mempunyai insidensi yang lebih tinggi pada keluarga yang mempunyai riwayat clubfoot. Posibilitas clubfoot pada saudara yang mempunyai riwayat yang sama sebesar 1 dalam 35 kelahiran dan lebih tinggi lagi pada saudara kembar yaitu sebesar 1 dalam 3 kelahiran7. Di Indonesia, insidensi clubfoot 20142018 sebanyak 21.9% dari 956 total bayi yang lahir dengan kelainan bawaan.15 2.3 ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO Etiologi dari clubfoot belum diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa hipotesis tentang bagaimana clubfoot dapat terbentuk. 1. Faktor mekanik di uterus Hipokrates mengemukakan bahwa kaki dalam posisi equinovarus dikarenakan oleh adanya kompresi eksternal dari uterus. Dan Hoffa(1902) mengatakakan bahwa hal tersebut diakibatkan oleh olgihidramnion sehingga menghambat pergerakan dari fetus dan membentuk kaki dalam posisi equinovarus6,7. 8 2. Defek neuromuskular Beberapa penelitian mengatakan bahwa clubfoot merupakan akibat dari suatu defek neuromuskular. Contohnya, kasus clubfoot paling banyak ditemukan pada kasus spina bifida7. 3. Herediter Umumnya kasus clubfoot cenderung ditemukan herediter dalam sebuah keluarga. Hal ini diturunkan secara poligenik dikarenakan lebih rentan terhadap factor lingkungan7. 4. Primary germ plasma defect Irani dan Sherman telah melakukan diseksi pada 11 kaki equinovarus dan 14 kaki normal, mereka menemukan nect talus selalu pendek dengan rotasi ke mdial dan plantar. Mereka berpendapat hal ini karena adanya defek pada primary germ plasma7. Beberapa studi telah melaporkan kelainan yang diamati pada struktur intraseluler otototot clubfoot. Sebagian besar clubfoot hadir sebagai cacat lahir (bawaan idiopatik), dan sekitar 20% dari cacat clubfoot dikaitkan dengan kondisi lain seperti arthrogryposis, myelodysplasia, sindrom Down, Sindrom Larsen, Sindrom freeman-Sheldon, dan beberapa kelainan kongenital. Terutama, clubfoot berhubungan dengan arthrogryposis distal, meningomyelocele, dan dianggap sebagai faktor etiologi utama di antara keterlibatan gangguan sistem saraf. Selain itu, penyebab clubfoot juga dikaitkan dengan beberapa faktor risiko seperti jenis kelamin laki-laki, merokok selama periode ibu, dan diabetes pada ibu, usia ibu, status perkawinan, dan paritas. Sejumlah laporan sebelumnya telah mendokumentasikan merokok dan riwayat keluarga sebagai faktor risiko untuk clubfoot, dilaporkan OR 1,35 hingga 3,9 untuk clubfoot dengan pajanan rokok dan OR 5,4 hingga 6,5 dengan riwayat keluarga. Meskipun paritas yang lebih rendah dan jenis kelamin laki-laki adalah faktor signifikan yang terkait dengan kaki pengkor dalam analisis univariat, ini tidak signifikan secara statistik dalam analisis regresi multivariat12,14. 9 2.4 KLASIFIKASI 2.4.1 Tipikal Clubfoot Merupakan jenis clubfoot klasik tanpa disertai kelainan lainnya. Umumnya dapat dikoreksi setelah 5 kali pengegipan dan dengan manajemen Ponseti mempunyai hasil jangka panjang yang baik9. A. Clubfoot Potitional Sangat jarang ditemukan, sangat fleksibel dan diduga akibat kompresi intrauterine. Pada umumnya, koreksi dapat dicapai dengan satu atau dua kali pengegipan9. B. Delayed Treated Clubfoot Ditemukan pada anak berusia 6 bulan atau lebih9. C. Recurrent Typical Clubfoot Dapat terjadi pada kasus yang awalnya ditangani dengan metode ponseti maupun dengan metode lain. Relaps lebih jarang terjadi dengan metode Ponseti dan umumnya diakibatkan pelepasan brace yang terlalu dini. Rekurensi upinasi dan equinus paling sering terjadi. Awalnya bersifat dinamik namun dengan berjalannya waktu menjadi fixed9. D. Alternatively Treated Typical Clubfoot Termasuk jenis clubfoot yang ditangani secara operatif atau pengegipan dengan metode non Ponseti9. 2.4.2 Atipikal Clubfoot Kategori ini biasanya berhubungan dengan penyakit lainnya. Koreksi pada umumnya lebih sulit9. A. Rigid atau Resistant Atypical Clubfoot Kasus pada kaki yang lebih gemuk sulit ditangani. Kaki tersebut umumnya kaku, pendek, gemuk dengan lekukan kulit yang dalam pada telapak kaki dan dibagian pergelangan kaki, terdapat pemendekan metatarsal pertama dengan 10 hiperekstensi sendi metatarsophalangeal. Deformitas ini terjadi pada bayi yang menderita clubfoot saja tanpa disertai kelainan yang lain9. B. Syndromic Clubfoot Biasanya ditemukan juga kelainan kongenital lainnya. Jadi dalam hal ini, clubfoot merupakan bagian dari suatu sindrom. Metode Ponseti tetap menjadi standar penanganan, tetapi mungkin lebih sulit dengan hasil yang sukar diprediksi. Hasil akhir penanganan lebih ditentukan oleh kondisi yang mendasarinya9. Beberapa penyakit yang dapat ditemukan menyertai clubfoot seperti myelomeningocele, arthrogiposis, dan spina bifida arthrogryposis, myelodysplasia, sindrom Down, Sindrom Larsen, Sindrom freeman-Sheldon, dan beberapa kelainan kongenital14. C. Tetalogic Clubfoot Seperti pada kongenital tarsal synchondrosis9 D. Neurogenic Clubfoot Berhubungan dengan kelainan neurologi seperti pada meningomyelocele9. E. Acquired Clubfoot Seperti pada Streeter dysplasia9. 2.5 MANIFESTASI KLINIS Deformitas biasanya dapat dilihat sesaat setelah lahir, dimana terdapat deformitaS cavus, equinus, varus dan adduksi. Deformitas klinis yaitu adduksi pada kaki bagian hindfoot, dan supinasi dari forefoot, dan terdapat equinus. Adanya lipatan pada bagian medial kaki mengindikasikan adanya deformitas yang signifikan8. Manifestasi klinis telah diklasifikasikan oleh Pirani untuk menilai tingkat keparahannya sehingga dapat dilakukan tatalaksana yang sesuai. Skor Pirani mudah digunakan untuk menilai tingkat keparahan dan kemajuan terapi dengan metode Ponseti. Pirani membuat suatu sistem penilaian berdasarkan enam tanda klinis. 0 bila tidak ada kelainan, 0,5 bila terdapat kelainan ringan, dan 1 apabila ada kelainan berat. Keenam tanda klinis tersebut dibagi lagi yaitu pada hindfoot (posterior crease, emptinees of the heel, dan rigiditas dari equinus). Sedangkan pada midfoot (lengkungan pada batas lateral dari kaki, medial crease, dan bagian 11 lateral talar head). Kaki yang normal mempunyai skor 0 dan skor 6 menandakan bahwa terdapat deformitas yang parah8. Dimeglio et al mengklasifikasikan clubfoot berdasarkan empat jenis parameter, dalam bidang sagital dan horizontal, telah digunakan untuk mengukur tingkat keparahan clubfoot: bidang sagital - 1) evaluasi equinus; 2) evaluasi varus; dan bidang horizontal - 3) evaluasi derotasi; 4) evaluasi adduksi relatif forefoot terhadap hindfoot. Setiap item dimulai dari poin 0–4, dan terdapat 4 item tambahan seperti posterior crease, medial crease, cavus dan 12 abnormalitas muscular dengan poin 1 untuk setiap item. Sehingga skor maksimum adalah 20 poin. Dari scoring tersebut kemudian diklasifikasikan menjadi empat tipe, yaitu ringan, sedang, berat dan sangat berat12. Sistem klasifikasi Congenital Talipes Equinovarus oleh Dimeglio et al. Klasifikasi Tipe Skor Reduksi12 KLASIFIKASI TIPE SKOR REDUKSI I Ringan <5 >90%, lunak-lunak, dapat direduksi tanpa tahanan II Sedang 5 - <10 >50% lunak-kaku, dapat direduksi dengan tahanan III Berat 10 - <15 <50% kaku-lunak, resisten, masih dapat direduksi IV Sangat berat 15 - <20 13 <10% kaku-kaku, resisten, tidak dapat direduksi Grade I. Soft foot atau kaki postural dapat diterapi dengan casting sederhana dan fisioterapi13. Grade II. Lunak>kaku memiliki kemungkinan dapat direduksi >50% dan dilakukan casting, perbaikan total dapat terjadi dalam waktu 7-8 bulan, namun jika tidak terjadi perbaikan maka perlu dilakukan operasi13. Grade III. Kaku>lunak dengan kemungkinan reduksi <50% setelah casting dan fisioterapi, setelah dilakukan tatalaksana maka dapat segera dioperasi13. Grade IV stiff foot dengan deformitas equinus bilateral dan membutuhkan operasi perbaikan yang luas13. 2.6 DIAGNOSIS 2.6.1 Diagnosis Antenatal Pemeriksaan saat prenatal dapat membantumendeteksi clubfoot menggunakan ultrasound sehingga dapat membantu konseling terhadap orang tua dan dapat dilakukan pencegahan tersier sesegera mungkin. Prediksi hasil positif pada pemeriksaan antenatal menggunakan ultrasound sekitar 80% dan bahkan tingkat keparahan dari clubfoot dapat diperkirakan meskipun kurang akurat. Clubfoot dapat dilihat pada 12 minggu gestasi dan 2/3 kasus berhubungan dengan polihidramnion10. 2.6.2 Pemeriksaan 14 Pemeriksaan dilakukan dari kepala hingga kaki untuk melihat ada atau tidaknya anomali. Juga perlu dilakukan pemeriksaan pada tulang belakang dan juga perlu atau tidak10. Pemeriksaan radiologi merupakan parameter yang penting untuk mengukur keparahan dari deformitas dan hasil dari tatalaksana. Pada foto AP, sudut antara aksis longitudinal dari talus dan aksis dari calcaneus menandakan sudut talocalcaneal, yang sudut normalnya berkisar antara 20-40o. Jika sudut yang dibentuk kurang dari 20 o, maka menandakan varus pada hindfoot. Pada foto dorsifleksi lateral, sudut talocalcaneal normalnya 25-50o, jika kurang dari 25o maka mengindikasikan adanya paralelisme sehingga reduski tidak dapat adekuat. Dapat juga dilakukan pemeriksaan MRI untuk mengukur volume kartilagoneus dan volume dari ossifikasi nukleus pada talus dan calcaneus. Ditemukan volume tersebut lebih sedikit 20% pada pasien yang terkena clubfoot3,8. 2.7 TATALAKSANA Ada beberapa metode penatalaksanaan tapi metode tatalaksana konservatif yang saat ini digunakan adalah serial casting. Relaps umumnya ditemukan setelah dilakukan tatalaksana8. 2.7.1 Tatalaksana Konservatif Penatalaksanaan harus dilakukan sesegera mungkin setelah lahir. Metode yang paling banyak dilakukan adalah metode Ponseti. A. Metode Ponseti9 15 Dilakukan tindakan manipulasi dengan adduksi dari kaki dibawah caput talus yang telah distabilkan. Seluruh deformitas, kecuali equinus ankle akan terkoreksi secara bersamaan. Agar dapat mengkoreksi kelainan ini, tentukan terlebih dahulu letak caput talus, yang menjadi titik tumpu koreksi. Pertama adalah koreksi cavus dengan memposisikan kaki depan dalam alignment yang tepat dengan kaki bagian belakang. Cavus, yang merupakan lengkungan tinggi di bagian tengah kaki, disebabkan oleh pronasi kaki depan terhadap kaki bagian belakang. Cavus ini hampir selalu supel pada bayi baru lahir dan dengan mengelevasikan jari pertama dan metatarsal pertama maka arcus longitudinal kaki dapat kembali normal. Kaki depan disupinasikan secara visual kita dapat melihat arcus plantar pedis yang normal. Alignment antara kaki depan dan belakang untuk mencapai arcus plantaris yang normal sangat penting agar abduksi (yang dilakukan untuk mengoreksi adduksi dan varus) dapat efektif. Selanjutnya dipasangkan padding yang tipis untuk memudahkan molding. Pertahankan jari kaki dalam posisi koreksi yang maksimal dengan cara memegang jari-jari dan counter pressure pada caput talus selama dilakukan pemasangan gips9. Pemasangan gips dilakukan dibawah lutut lebih dulu kemudian dilanjutkan hingga ke paha atas. Mulai dengan tiga atau empat putaran disekeliling jari-jari kaki kemudian ke proksimal sampai lutut. Saat memasang gips diatas tumit, gips dikencangkan sedikit. Kaki harus dipegang pada jari-jari, gips dilingkarkan di atas jari-jari pemegang agar tersedia ruang yang cukup untuk pergerakan jari-jari. Molding gips diatas caput talus sambil mempertahankan kaki pada posisi koreksi. Arcus plantaris dimolding dengan baik untuk mencegah terjadinya flatfoot atau rocker-bottom-deformity. 16 Setelah pemasangan gips selesai, kaki akan tampak over-koreksi dalam posisi abduksi dibandingkan kaki normal saat berjalan. Gips harus diganti tiap 5-7 hari. Selanjutnya dalam metode Ponseti adalah tenotomi. Tenotomi dilakukan untuk mengoreksi equinus setelah cavus, adduksi dan varus sudah terkoreksi baik akan tetapi dorsofleksi ankle masih kurang dari 10 derajat. Abduksi harus sudah adekuat sebelum dilakukan tenotomi9. Setelah tenotomi, gips terakhir dipakai selama 3 minggu. Protokol Ponseti selanjutnya adalah memakai brace untuk mempertahankan kaki dalam posisi abduksi dan dorsofleksi. Abduksi kaki dengan sudut 60-70 derajat diperlukan untuk mempertahankan abduksi calcaneus dan kaki depan serta mencegah relaps. 3 minggu setelah tenotomi, gips dilepas dan brace segera dipakai. Brace harus dipakai sepanjang hari selama 3 bulan pertama semenjak gips terakhir dipelas. Setelah itu anak harus memakai brace ini selama 12 minggu pada malam hari dan 2-4 jam pada siang. Sehingga total pemakaian 14-16 jam dalam sehari sampai anak berusia 3-4 tahun.Brace harus digunakan hingga kaki mencapai digunakan sampai kaki mencapai abduksi sekitar 60◦ -70◦ dan dorsoflexi 20◦. Tujuan pengobatan 17 metode Ponseti bertujuan untuk memperbaiki empat kelainan dasar: pergelangan kaki equinus, hindfoot varus, adductus dan cavus forefoot. 9. B. Metode French Salah satu metode alternative selain metode Ponseti adalah metode French atau metode fungsional. Metode ini memerlukan manipulasi setiap harinya dan diikuti dengan pemakaian adhesive tapping untuk menjaga posisi kaki yang telah dikoreksi dengan peregangan. Pemakaian taping akan tetap memberikan beberapa pergerakan, berbeda dengan Ponseti. Metode ini juga fokus pada penguatan otot peroneus sebagai cara untuk menjaga hasil koreksi. Terapi harian berlangsung selama 2 bulan, lalu menjadi 3 kali seminggu selama 6 bulan. Saat kaki telah berhasil dikoreksi, tetap dilakukan home exercise dan night splint hingga sang anak mecapai usia berjalan1. 2.7.2 Tatalaksana Operatif Penatalaksanaan operatif sangat jarang diperlukan pada penanganan awal kasus clubfoot. Penatalaksanaan operatif dilakukan apabila tatalaksana konservatif tidak berhasil10. A. Posteromedial Soft-Tissue Release Pelepasan ini digunakan untuk equinus dan varus hindfoot yang masih tersisa. Jika equinus masih didapatkan dalam waktu yang lama, maka dilakukan kapsulotomi di pergelangan kaki dan sendi subtalar bersamaan dengan pelepasan ligament posteroinferior tibiofibular, posterior talofib ular dan calcaneofibular10. 18 B. Plantar Release Untuk deformitas cavus, perlu dilakukan pelepasan plantar. Abduktor hallucis dilepas dari origonya di c alcaneus, dan dilakukan diseksi pada bagian superior otot tersebut10. 19 2.7 KOMPLIKASI 2.7.1 Rekurens Komplikasi yang paling sering adalah rekurensi dari clubfoot setelah ditangani. Sebanyak 1/3 pasien mengalami rekurensi. 80% kasus rekurensi terjadi pada 2 tahun pertama. Ketika terjadi rekurensi maka perlu dilakukan pemeriksaan kembali dan dilakukan kembali metode Ponseti sampai koreksi berhasil dicapai10,11. 2.7.2 Kekakuan Kekakuan dapat terjadi karena terdapat tekanan artikular yang berlebih selama penanganan, avascular nekrosis dari talus, ataupun bisa dikarenakan karena terdapat scar akibat dari operasi11. 2.7.3 Deformitas Varus Umumnya disebabkan oleh tekanan plantar berlebih dari dasar metatarsal V11. 20 BAB III KESIMPULAN Congenital talipes equinovarus atau clubfoot merupakan salah satu deformitas pada bayi yang paling sering ditemudi dengan insidensi 1:1000 per kelahiran. Sampai saat ini masih belum dapat dipastikan apa yang menjadi penyebab terjadinya CTEV. Diagnosis D apat ditegakkan secara klinis, dimana terdapat supinasi dan adduksi forefoot pada sendi midtarsal, heel varus pada sendi subtalar, equinus pada sendi ankle, dan deviasi medis ke medial terhadap lutut. Biasanya clubfoot muncul sebagai kelainan tersendiri, namun tidak jarang merupakan bagian dari suatu sindrom. Penatalaksanaan clubfoot dibagi menjadi tatalaksana konservatif dan operatif. Para ahli setuju bahwa terapi konservatif haruslah menjadi pilihan utama terapi. Metode Ponseti merupakan metode konservatif yang paling banyak digunakan dan memberikan hasil akhir yang memuaskan. Tindakan operatif diperlukan hanya apabila tindakan konservatif gagal. 21 DAFTAR PUSTAKA 1. Dobbs, Mathhew, Christina G. 2009. Update on Clubfoot: Etiology and Treatment. Clinical Orthopaedics and Related Research Vomue 467 Number 5 2. Parker, Samantha, et al. 2009. Multistate Study of The Epidemiology of Clubfoot. Birth Defects Research (Part A): Clinical and Molecular Teratology 85 3. Siapkara, A, R.Duncan. 2007. Congenital Talipes Equinovarus: A Review of Current Management. Journal of Bone & Joint Surgery Vol 89-B No.8 4. Elsevier. 2013. Applied Anatomy of The Lower Leg, Ankle and Foot. 5. Dawe, Edward, James, Davis.2011. Anatomy and Biomechanics of The Foot and Ankle. Orthopaedics and Trauma 25:4 6. Miedzybrodzka. 2003. Congenital Talipes Equinovarus (Clubfoot): A Disorder of The Foot But Not The Hand. Anatomical Society of Great Britain and Ireland 7. Nordin, S, Aidura, Razak, WI, Faizham. 2002. Contoverse in Congenital Clubfoot: Literature Review. Malaysian Journal of Medical Sciences Vol 9 No.1 8. Apley, Alan, Louis, Solomon. 2018. Apley and Solomon’s System of Orthopaedics and Trauma Tenth Edition. CRC Press: Briston 9. Staheli, Lynn. 2003. Clubfoot: Ponseti Management Third Edition. Global Help 10. Cooke, Stephen, Birender, Balain, Cronan Kerin, Nigel, Kiely. 2008. Clubfoot. Current Orthopaedics: Elsevier 11. Stahely, Lynn. 2008. Fundamental of Pediatric Orthopaedis Fourth Edition. Lippincott Williams & Wilkins: USA 12. Balasankar G, et al. 2016. Current Conservative Management And Classification Of Club Foot: A Review. Journal of Pediatric Rehabilitation Medicine: An Interdisciplinary Approach 13. Rani m, Kumari P. Congenital Clubfoot: A Comprehensive Review. Ortho Rheum Open Access J. India, 2017;8-1:1-5 14. Dodwell E, et al. Factors Associated With Increased Risk of Clubfoot: A Norwegian National Cohort Analysis. J Pediatr Orthop. December 2015. Volume 35, Number 8 15. Kementerian Kesehatan RI. InfoDATIN. 2018. 22