Postur Kerja 2016 Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 1 Postur Kerja 2016 Postur Kerja A. PENDAHULUAN Dalam dunia industri, peranan manusia sebagai sumber tenaga kerja masih dominan dalam menjalankan proses produksi terutama kegiatan yang bersifat manual (mayoritas berupa manual material handling). Aktivitas manusia seperti ini dapat menyebabkan problem ergonomi yang sering dijumpai di tempat kerja khususnya yang berhubungan dengan kekuatan dan ketahanan manusia dalam melakukan pekerjaannya atau biomekanika yang disebut gangguan muskuloskeletal yang sering disebut Muskuloskeletal Disorder (MSD) atau penegangan otot bagi pekerja yang melakukan gerakan yang sama dan berulang secara terus-menerus. Keluhan MSD yang sering timbul pada pekerja industri adalah nyeri punggung, nyeri leher, nyeri pada pergelangan tangan, siku dan kaki. Ada 4 faktor yang dapat meningkatkan timbulnya MSD yaitu postur yang tidak alamiah, tenaga yang berlebihan, pengulangan berkali-kali, dan lamanya waktu kerja. Untuk itu diperlukan suatu upaya pencegahan dan minimalisasi timbulnya MSD di lingkungan kerja. Upaya ini dapat diwujudkan melalui analisis postur kerja. Dari hasil analisis postur kerja ini selanjutnya akan diperoleh rekomendasi perbaikan yang perlu dilakukan. Tujuan Praktikum 1. Mampu melakukan pengukuran dan memahami konsep postur kerja. 2. Mengetahui besar beban postur tubuh pada saat melakukan kerja. 3. Mampu mengaplikasikan metode menggunakan NBM kuesioner, REBA, RULA, dan QEC untuk mengurangi resiko kerja. 4. Mampu memberikan rekomendasi berdasar hasil analisa postur kerja. Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 2 Postur Kerja 2016 B. INPUT DAN OUTPUT Input : 1. Data operator 2. Kuisioner Nordic Body Map 3. Video proses pengangkatan 4. Foto hasil screen capture Output : 1. Hasil kuesioner Nordic Body Map 2. Score REBA/RULA/QEC 3. Analisa beban dan postur kerja 4. Perbaikan rancangan sistem kerja 5. Rekomendasi postur kerja C. REFERENSI Chaffin, D.B. et al., 1991. Occupational Biomechanics, Wiley New York. Corlett, E.N., 1992, Static Muscle Loading and the Evaluation of Posture. Edited by Wilson. J.R. & Corlett, E.N. 1992. Evaluation of Human Work a Practical Ergonomics Methodology. London :Tailor & Francis. Hignett, S., & McAtamney, L. 2000. Rapid Entire Body Assessment (REBA). Applied Ergonomics, 31(2), 201–206. Kroemer, K.H.E, H.B. Kroemer, dan K.E. Kroemer-Elbert. 2001. Ergonomics How To Design For Ease And Efficiency. New Jersey: Prentice Hall. McAtamney, L., Corlett, EN., 1993, RULA : Survey Method for The Investigation of Work Related Upper Limb Disorder, Applied Ergonomi. Journal of Human Ergonomics. 24(2), 91-99. Nurmianto, E., 1996. Ergonomi: Konsep Dasar dan Aplikasinya Tinjauan Anatomi, Fisiologi, Antropometri, Psikologi, dan Komputasi untuk Perancangan, Kerja dan Produk, Jakarta: PT Guna Widya. Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 3 Postur Kerja 2016 Sukania, I. W., Widodo, L., & Natalia, D. 2003. Identifikasi Keluhan Biomekanik dan Kebutuhan Operator Proses Packing. Jurnal Energi dan Manufaktur Vol.6, No.1,, 19-24. Sutalaksana, I.Z., Anggawisastra, R. & Tjakraatmadja, J.H., 1979. Teknik Tata Cara Kerja. ITB, Bandung. Tayyari, F. & Smith, J.L., 1997. Occupational ergonomics: Principles and applications, Chapman & Hall. Waters, T., 1994. Applications manual for the revised NIOSH lifting equation, DHHS (NIOSH) Publication No. 94-110, 32. Winter, D.A., 1979. Biomechanics of human movement, Wiley New York. D. LANDASAN TEORI 1. Nordic Body Map Adanya keluhan otot skeletal yang terkait dengan ukuran tubuh manusia lebih disebabkan oleh tidak adanya kondisi keseimbangan struktur rangka di dalam menerima beban, baik beban berat tubuh maupun beban tambahan lainnya. Misalnya tubuh yang tinggi rentan terhadap beban tekan dan tekukan, oleh sebab itu mempunyai resiko yang lebih tinggi terhadap terjadinya keluhan otot skeletal. Melalui pendekatan secara subjektif, adanya keluhan otot skeletal dapat diukur dan dianalisa dengan baik. Penggunaan nilai subjektif ini telah mencakup beberapa fenomena yang terjadi dalam psikologis, biomekanis dan pengukuran teknik, serta menjadi cara paling mudah untuk dinilai dan diintrepetasikan (Kroemer, 2001). Nordic Body Map merupakan salah satu alat ukur subjektif berupa kuisioner yang digunakan untuk mengetahui bagian-bagian otot yang mengalami keluhan mulai dari rasa tidak nyaman (agak sakit) sampai sangat sakit (Corlett, 1992). Kuisioner ini (Tabel 1.1 dan 1.2) menggunakan gambar tubuh manusia yang dibagi menjadi 9 bagian tubuh utama yaitu leher, bahu, punggung bagian atas, siku, punggung bagian bawah, pinggang, lutut dan tumit. Dari 9 bagian tubuh tersebut kemudian diperinci menjadi 28 bagian tubuh seperti pada Gambar 1.1. Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 4 Postur Kerja 2016 Gambar 1.1 Perincian Bagian Tubuh Nordic Body Map (Sumber : Kroemer, 2011) A B C D Tabel 1.1 Tingkat Kesakitan Pekerja Keterangan No Pain Tidak terasa sakit Moderately Pain Cukup Sakit Painful Menyakitkan Very Painful Sangat Menyakitkan Tabel 1.2 Kuisioner Nordic Body Map Level of Complaints No Location A 0 Upper neck/Atas leher 1 Lower neck/Bawah leher 2 Left shoulder/Kiri bahu 3 Right shoulder/Kanan bahu 4 Left upper arm/Kiri atas lengan 5 Back /Punggung 6 Right upper arm/Kanan atas lengan 7 Waist/Pinggang 8 Buttock/Pantat B C D Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 5 Postur Kerja 2016 9 Bottom/Bagian bawah pantat 10 Left elbow/Kiri siku 11 Right elbow/Kanan siku 12 Left lower arm/Kiri lengan bawah 13 Right lower arm /Kanan lengan bawah No Location Level of Complaints A 14 Left wrist/ Pergelangan tangan Kiri 15 Right wrist/ Pergelangan tangan Kanan 16 Left hand/ Tangan Kiri 17 Right hand/ Tangan Kanan 18 Left thigh/ Paha Kiri 19 Right thigh/ Paha Kanan 20 Left knee/ Lutut Kiri 21 Right knee/ Lutut Kanan 22 Left calf/ Betis Kiri 23 Right calf/ Betis Kanan 24 Left ankle/ Pergelangan kaki Kiri 25 Right ankle/ Pergelangan kaki Kanan 26 Left foot/kaki kiri 27 Right foot/kaki kanan B C D Pengolahan data dalam menggunakan nordic body map questionnaire ini sangat beragam. Namun dalam tutorial ini dibatasi dengan berbagai ketentuan dan langkah-langkah sebagai berikut (Sukania, Widodo, & Natalia, 2003): a. Mengisi NBM kuesioner dengan beberapa responden yang jenis pekerjaannya sama b. Membuat prosentasi setiap indikator dari jawaban yang diberikan c. Menganalisis prosentasi yang memiliki tingkat sangat dikeluhkan oleh pekerja 2. Postur Kerja Postur kerja yang baik sangat ditentukan oleh pergerakan organ tubuh saat bekerja. Pergerakan yang dilakukan saat bekerja meliputi: flexion, extension, abduction, adduction, Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 6 Postur Kerja 2016 pronation, dan supination seperti yang terdapat pada gambar berikut. Gambar 1.2 Macam Gerak Tubuh Pertimbangan ergonomi yang berkaitan dengan postur kerja dapat membantu mendapatkan postur kerja yang nyaman bagi pekerja, baik itu postur kerja berdiri, duduk maupun postur kerja lainnya. Pada beberapa jenis pekerjaan terdapat postur kerja yang tidak alami dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Hal ini akan mengakibatkan keluhan sakit pada bagian tubuh atau sering disebut dengan CTDs (Cumulative Trauma Disorders). Cumulative Trauma Disorders (dapat disebut sebagai Repetitive Motion Injuries atau Musculoskeletal Disorders) adalah cidera pada sistem kerangka otot yang semakin bertambah secara bertahap sebagai akibat dari trauma kecil yang terus menerus yang disebabkan oleh desain buruk yaitu desain alat/sistem kerja yang membutuhkan gerakan tubuh dalam posisi yang tidak normal serta penggunaan perkakas/handtools atau alat lain yang terlalu sering (Tayyari & Smith, 1997). Terdapat empat faktor yang paling sering menjadi penyebab timbulnya CTDs adalah: a. Penggunaan gaya yang berlebihan selama gerakan normal. b. Gerakan sendi yang kaku yaitu tidak berada pada posisi normal. Misalnya, bahu yang terlalu terangkat, punggung terlalu membungkuk, dan lain – lain. c. Perulangan gerakan yang sama secara terus – menerus. d. Kurangnya istirahat yang cukup untuk memulihkan trauma sendi. Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 7 Postur Kerja 2016 A. Metode Postur Kerja Sikap kerja (postur) memegang peranan penting dalam dunia kerja khususnya dalam manual material handling (MMH). Dengan memiliki postur kerja yang benar, pekerja/operator akan memerlukan sedikit istirahat, lebih cepat, dan lebih efisien dalam bekerja, sebaliknya postur kerja yang keliru dan dalam jangka waktu panjang akan mengakibatkan berbagai macam gangguan kesehatan yang dapat berakibat fatal. Dalam analisis Postur kerja, ada beberapa metode yang digunakan dalam menganalisa skor dari posisi postur tubuh. Metode yang ada untuk menganalisa postur dapat dilihat dalam gambar berikut. REBA (Rapid Entire Body Assessment) RULA (Rapid Upper Limb Assessment) OWAS (Owako Work Posture Analysis) Metode Analisa Postur Kerja PEI (Posture Evaluation Index) QEC (Quick Exposure Check) PLIBEL Gambar 1.3 Metode-metode Analisa Postur Dari metode-metode yang ada dalam pengukuran postur kerja, hanya 3 metode yang akan digunakan pada tutorial kali ini, yaitu metode REBA, RULA dan QEC. 1. Rapid Entire Body Assessment (REBA) Pada tahun 1995, McAtamney dan Hignett memperkenalkan metode Rapid Entire Body Assesment (REBA). Metode tersebut dapat digunakan secara cepat untuk menilai Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 8 Postur Kerja 2016 postur seorang pekerja, selain itu metode ini juga dipengaruhi oleh faktor coupling, beban eksternal yang ditopang oleh tubuh serta aktivitas pekerja (Hignett & McAtamney, 2000). Adapun input metode REBA yaitu: 1. Pengambilan data postur pekerja menggunakan handicam 2. Penentuan sudut pada batang tubuh, leher, kaki, lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan. Proses pengerjaan metode REBA tertera seperti Gambar 1.4 sebagai berikut: Gambar 1.4 REBA Scoring Output REBA yang terdapat dalam Tabel 1.3 merupakan pengelompokan action level yang harus dilakukan berdasarkan dari hasil akhir total nilai dalam penilaian REBA, seperti tertera dalam tabel berikut: Tabel 1.3 Action Level Metode REBA Action Level 0 1 2 3 4 Skor REBA 1 2–3 4–7 8 – 10 11 – 15 Level Resiko Bisa diabaikan Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Tindakan Perbaikan Tidak perlu Mungkin perlu Perlu Perlu segera Perlu saat ini juga Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 9 Postur Kerja 2016 d. Langkah-langkah Rapid Entire Body Assessment (REBA) 1. Pengambilan data postur pekerja menggunakan bantuan video atau foto. Untuk mendapatkan gambaran sikap (postur) pekerja dan leher, punggung, lengan, pergelangan tangan hingga kaki secara terperinci dilakukan dengan merekam atau memotret postur tubuh pekerja. Hal ini dilakukan supaya peneliti mendapatkan data postur tubuh secara detail (valid), sehingga dari hasil rekaman dan hasil foto bisa didapatkan data akurat untuk tahap perhitungan serta analisis selanjutnya. 2. Penentuan sudut – sudut dari bagian tubuh pekerja Setelah didapatkan hasil rekaman dan foto postur tubuh dari pekerja dilakukan perhitungan besar sudut dari masing – masing segmen tubuh yang meliputi punggung (batang tubuh), leher, lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan, dan kaki. Pada metode REBA segmen – segmen tubuh tersebut dibagi menjadi dua kelompok, yaitu grup A dan B. Grup A meliputi punggung (batang tubuh), leher, dan kaki. Sementara grup B meliputi lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan. Dari data sudut segmen tubuh pada masing – masing grup dapat diketahui skornya, kemudian dengan skor tersebut digunakan untuk melihat tabel A (Tabel 1.10) untuk grup A dan tabel B (Tabel 1.11) untuk grup B agar diperoleh skor untuk masing – masing tabel. Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 10 Postur Kerja 2016 Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 11 Postur Kerja 2016 a. Punggung Skor pergerakan punggung (batang tubuh) dan range pergerakannya dapat dilihat dalam Tabel 1.4 dan Gambar 1.5. Tabel 1.4 Skor pergerakan punggung (batang tubuh) Pergerakan Score Perubahan Score Tegak/alamiah 1 00 - 200flexion 2 +1 jika memutar atau miring ke samping 0 0 - 200extension 200 - 600 flexion 3 > 200 extension > 600 flexion 4 Gambar 1.5 Range pergerakan punggung (a) postur alamiah, (b) postur 0 – 20oflexion, (c) postur 20 – 60oflexion, (d) postur 60oflexion atau lebih. b. Leher Skor pergerakan leher dan range pergerakannya dapat dilihat dalam Tabel 1.5 dan Gambar 1.6. Tabel 1.5 Skor pergerakan leher Pergerakan Score Perubahan Score 00 - 200flexion 1 >200 flexion atau extension 2 +1 jika memutar atau miring ke samping Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 12 Postur Kerja 2016 Gambar 1.6 Range pergerakan leher (a) postur 20o atau lebih flexion, (b) postur extension c. Kaki Skor pergerakan kaki dan range pergerakannya dapat dilihat dalam Tabel 1.6 dan Gambar 1.7. Tabel 1.6 Skor posisi kaki Pergerakan Score Perubahan Score Kaki tertopang, bobot tersebar merata, jalan atau duduk 1 +1 jika lutut antara 30 0 dan 600flexion Kaki tidak tertopang, bobot tidak tersebar merata/postur tidak stabil 2 +2 jika lutut >600 flexion (tidak ketika duduk) Gambar 1.7 Range pergerakan kaki (a) kaki tertopang, bobot tersebar merata, (b) kaki tidak tertopang, bobot tidak tersebar merata, (c) lutut antara 300 dan 600flexion, dan (d) lutut >600 flexion (tidak ketika duduk) d. Lengan atas Skor pergerakan lengan atas dan range pergerakannya dapat dilihat dalam Tabel 1.7 dan Gambar 1.8. Tabel 1.7 Skor pergerakan lengan atas Pergerakan 200extensionsampai 200flexion Laboratorium Desain Sistem Kerja & Score 1 Perubahan Score +1 jika posisi lengan: Ergonomi | 13 Postur Kerja 2016 >200extension 200 - 450flexion 2 >450 - 900flexion 3 > 900flexion 4 - abducted - rotated +1 jika bahu ditinggikan -1 jika bersandar, bobot lengan ditopang atau sesuai gravitasi Gambar 1.8 Range pergerakan lengan atas (a) postur 20oflexion dan extension, (b) postur 20o atau lebih extension dan postur 20 – 45oflexion, (c) postur 45 – 90oflexion, (d) postur 90o atau lebih flexion e. Lengan bawah Skor pergerakan lengan bawah dan range pergerakannya dapat dilihat dalam Tabel 1.8 dan Gambar 1.9. Tabel 1.8 Skor pergerakan lengan bawah Pergerakan Score 600- 1000flexion 1 <600 flexion atau >1000flexion 2 Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 14 Postur Kerja 2016 Gambar 1.9 Range pergerakan lengan bawah (a) postur 60 – 100oflexion, (b) postur 60o atau kurang flexion dan 100o atau lebih flexion f. Pergelangan tangan Skor pergerakan pergelangan tangan dan range pergerakannya dapat dilihat dalam Tabel 1.9 dan Gambar 1.10. Tabel 1.9 Skor pergerakan pergelangan tangan Pergerakan Score Perubahan Score 00- 150flexion / extension 0 >15 flexion / extension 1 2 +1 jika pergelangan tangan menyimpang atau berputar Gambar 1.10 Range pergerakan pergelangan tangan (a) postur alamiah, (b) postur 0 – 15oflexion maupun extension, (c) postur 15o atau lebih flexion, (d) postur 15o atau lebih extension Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 15 Postur Kerja 2016 sehingga didapatkan skor dari tabel C seperti pada Tabel 1.12. Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 16 Postur Kerja 2016 3. Penentuan berat benda yang diangkat, coupling, dan aktivitas pekerja Selain scoring pada masing – masing segmen tubuh, faktor lain yang perlu disertakan adalah berat badan yang diangkat (Tabel 1.13), coupling (Tabel 1.14 dan Gambar 1.15), dan aktivitas pekerjanya (Tabel 1.15). Masing – masing faktor tersebut juga mempunyai kategori skor. Tabel 1.13 Skor berat beban yang diangkat 0 < 5Kg 1 5 - 10 Kg 2 > 10 Kg +1 Penambahan beban yang tiba tiba atau secara cepat Tabel 1.14 Tabel Coupling 0 Good 1 Fair Laboratorium Desain Sistem Kerja & 2 Poor 3 Unacceptable Ergonomi | 17 Postur Kerja 2016 Pegangan pas dan tepat ditengah, genggaman kuat. Pegangan tangan bisa diterima tapi tidak ideal atau coupling lebih sesuai digunakan oleh bagian lain dari tubuh. Laboratorium Desain Sistem Kerja & Pegangan tangan tidak bisa diterima walaupun memungkinkan. Dipaksakan, genggaman yang tidak aman, tanpa pegangan Coupling tidak sesuai digunakan oleh bagian lain dari tubuh. Ergonomi | 18 Postur Kerja 2016 Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 19 Postur Kerja 2016 Tabel 1.15 Activity Score - 1 atau lebih baguan tubuh status, ditahan lebih dari 1 +1 menit - pengulangan gerakan dalam rentang waktu singkat, diulang lebih dari 4 kali per menit (tidak termasuk +1 berjalan) - Gerakan menyebabkan perubahan atau pergeseran +1 postur yang cepat dari postur awal 4. Perhitungan nilai REBA untuk postur yang bersangkutan Setelah didapatkan skor dari tabel A kemudian dijumlahkan dengan skor untuk berat beban yang diangkat sehingga didapatkan nilai bagian A. Sementara skor dari tabel B dijumlahkan dengan skor dari tabel coupling sehingga didapatkan nilai bagian B. dari nilai bagian A dan bagian B dapat digunakan untuk mencari nilai bagian C dari tabel C yang ada. Nilai REBA didapatkan dari hasil penjumlahan nilai bagian C dengan nilai aktivitas pekerja. Dari nilai REBA tersebut dapat diketahui level resiko pada musculoskeletal dan tindakan yang perlu dilakukan untuk mengurangi resiko serta perbaikan kerja. Untuk lebih jelasnya, alur cara kerja dengan menggunakan metode REBA serta level resiko yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 1.12 dan Tabel 1.16. REBA : SCORING L R Trunk Upper Arms L GROUP A R Neck GROUP B + + Lower Arms L Legs Load/ Force Coupling R Wrists SCORE A Use Table C SCORE C + Activity Score Date: Task: REBA Score Analysts: Gambar 1.12 Langkah – langkah perhitungan metode REBA (Sumber: Hignett dan McAtamney) Tabel 1.16 Tabel Level Resiko dan Tindakan Action Level Skor REBA Laboratorium Desain Sistem Kerja & Level Resiko Tindakan Perbaikan Ergonomi | 20 Postur Kerja 2016 0 1 Bisa diabaikan Tidak perlu 1 2–3 Rendah Mungkin perlu 2 4–7 Sedang Perlu 3 8 – 10 Tinggi Perlu segera 4 11 – 15 Sangat Tinggi Perlu saat ini juga Dari tabel resiko di atas dapat diketahui dengan nilai REBA yang didapatkan dari hasil perhitungan sebelumnya dapat diketahui level resiko yang terjadi dan perlu atau tidaknya tindakan yang dilakukan untuk perbaikan. Perbaikan kerja yang mungkin dilakukan antara lain berupa perancangan ulang peralatan kerja berdasarkan prinsip – prinsip ergonomi. Penilaian REBA menggunakan lembar pengamatan dapat menggunakan beberapa model lembar pengamatan seperti salah satu berikut yang di sediakan oleh web ErgoPlus, sebagai berikut. Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 21 Postur Kerja 2016 2. Rapid Upper Limb Assessment (RULA) RULA atau Rapid Upper Limb Assesment dikembangkan oleh Dr. Lynn McAtamney dan Dr. Nigel Corlett yang merupakan ergonom dari universitas di Nottingham (University of Nottingham’s Institute of Occupational Ergonomics). Pertama kali dijelaskan dalam bentuk jurnal aplikasi ergonomic pada tahun 1993 (Lueder,1996). Rapid Upper Limb Assesment adalah metode yang dikembangkan dalam bidang ergonomic yang menginvestigasi dan menilai posisi kerja yang dilakukan oleh tubuh bagian atas. Metode ini digunakan untuk mengambil nilai postur kerja dengan cara mangambil sampel postur dari satu siklus kerja yang dianggap mempunyai resiko berbahaya bagi kesehatan si pekerja, lalu diadakan penilaian/scoring. Setelah didapat hasil dari penilaian tersebut, kita dapat mengetahui postur pekerja tersebut telah sesuai dengan prinsip ergonomi atau belum, jika belum maka perlu dilakukan langkah-langkah perbaikan. Metode ini menggunakan diagram body postures dan tiga tabel penilaian (tabel A, B, dan C) yang disediakan untuk mengevaluasi postur kerja yang berbahaya dalam siklus pekerjaan tersebut. Melalui metode ini akan didapatkan nilai batasan maksimum dan berbagai postur pekerja, nilai batasan tersebut berkisar antara nilai 1 – 7. a. Tujuan dari metode RULA adalah: 1. Menyediakan perlindungan yang cepat dalam pekerjaan. 2. Mengidentifikasi usaha yang dibutuhkan otot yang berhubungan dengan postur tubuh saat kerja. 3. Memberikan hasil yang dapat dimasukkan dalam penilaian ergonomi yang luas. 4. Mendokumentasikan postur tubuh saat kerja, dengan ketentuan : Tubuh dibagi menjadi dua grup yaitu A (lengan atas dan bawah dan pergelangan tangan) dan B (leher, tulang belakang, dan kaki). 5. Jarak pergerakan dari setiap bagian tubuh diberi nomor. 6. Scoring dilakukan terhadap kedua sisi tubuh, kanan dan kiri. Metode RULA dirancang untuk kemudahan tanpa memerlukan alat yang sulit digunakan. Menggunakan lembar kerja RULA, evaluator akan menetapkan skor untuk masing-masing daerah tubuh berikut: lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan, leher, batang, dan kaki. Setelah data untuk masing-masing daerah dikumpulkan dan mencetak, tabel pada form Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 22 Postur Kerja 2016 kemudian digunakan untuk menyusun variabel faktor risiko, menghasilkan skor tunggal yang mewakili tingkat risiko MSD seperti diuraikan di bawah: Tabel 1.17 tingkat resiko pada penilaian RULA Score Tingkat Resiko 1-2 Resiko diabaikan, tidak perlu penanganan 3-4 Resiko rendah, perubahan dibutuhkan 5-6 Resiko sedang, penanganan lebih lanjut, butuh perubahan segera 6+ Sangat beresiko, Lakukan perubahan sekarang b. Langkah-langkah penggunaan RULA Lembar kerja RULA dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian A(Lengan dan pergelangan tangan) dan B(leher, punggung, kaki). Pembagian ini dibutuhkan untuk memastikan bahwa setiap postur dibatasi dari leher, punggung dan kaki yang mungkin mempengaruhi postur lengan dan pergelangan tangan yang termasuk dalam penilaian RULA. Peneliti harus memberi nilai pada grup A(Lengan dan pergelangan tangan) terlebih dulu, kemudian nilai untuk grup B (leher, punggung & kaki) untuk kiri dan kanan. Untuk masingmasing bagian tubuh, ada skala pemberian nilai postur dan ada penyesu ketentuannya seperti yang diuraikan pada lembar kerja yang perlu dipertimbangkan dan diperhitungkan dalam pemberian nilai. Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 23 Postur Kerja 2016 1. Langkah 1-4: Analisa tangan kanan dan pergelangan. Setiap skor harus dilingkari pada Tabel A. 2. Langkah 5-8: Menghitung nilai grup A Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 24 Postur Kerja 2016 Gambar 1.14 Nilai grup A pada RULA 1. Langkah 5. Menggunakan nilai dari langkah 1-4, tentukan nilai melalui tabel A. 2. Langkah 6. Tambahkan skor penggunaan otot. 3. Langkah 7. Tambahkan nilai gaya atau beban yang diterima. 4. Langkah 8. Tambahkan nilai dari langkah 5-7 pada tabel C. 3. Langkah 9-11: Analisa leher, punggung dan kaki. Setiap nilai kemudian harus dilingkari pada Tabel B. Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 25 Postur Kerja 2016 Gambar 1.15 Analisa leher, punggung dan kaki pada RULA 4. Langkah 12-15: Menghitung total nilai grup B Gambar 1.16 Nilai grup B pada RULA 1. Langkah 12. Menggunakan nilai dari langkah 9-11, tentukan nilai melalui tabel B. Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 26 Postur Kerja 2016 2. Langkah 13. Tambahkan skor penggunaan otot. 3. Langkah 14. Tambahkan nilai berat benda. 4. Langkah 8. Tambahkan nilai dari langkah 12-14. 5. Menentukan nilai akhir 3. QEC (Quick Exposure Check) Sistem Quick Exposure Check (Li, and Buckle, 1999b) berfokus kepada penilaian faktor resiko pada tempat kerja yang ditemukan dan mempunyai kontribusi pada bertambahnya WMSDs (Work-Related Musculoskeletal Disorders), seperti perulangan gerakan, Tekanan usaha, postur yang tidak nyaman,dan durasi pekerjaan. Metode ini akan mengkombinasikan penilaian beban kerja pada peneliti dan juga operator dari hasil penilaiannya dan penjelasan dari level resiko (score) untuk bagian punggung, bahu/lengan, pergelangan tangan/tangan, dan leher yang berhubungan dengan pekerjaan tertentu, dan memperlihatkan apakah intervemsi ergonomi terbukti efektif (dengan naik-turunnya score). a. Tujuan Penggunaan QEC 1) Mengukur perubahan postur terhadap faktor risiko muschuloskeletal sebelum dan sesudah intervensi ergonomi. 2) Melibatkan kedua pihak yakni praktisi (observer) dan pekerja dalam melaksanakan penilaian risiko dan mengidentifikasi kemungkinan perubahan. 3) Mendorong peningkatan kualitas tempat kerja. 4) Meningkatkan kepedulian dan kesadaran pada manajer, teknisi, designers, praktisi K3, dan pekerja mengenai faktor risko MSDs di tempat kerja. 5) Membandingkan resiko antar karyawan di dalam satu pekerjaan, ataupun antar karyawan dengan pekerjaan berbeda. b. Tahapan Quick Exposure Check QEC menggunakan empat tahapan kerja yakni : 1. Pengukuran Oleh Peneliti (Observer’s Assessment) Peneliti memiliki form pengukuran sendiri yang dapat diisi melalui pengamatan kerja di lapangan. Sebagai alat bantu, adapat menggunakan syopwatch guna menghitung durasi dan frekuensi kerja. Berikut ini adalah contoh dari kuesioner untuk peneliti : Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 27 Postur Kerja 2016 Gambar 1.18 Kuesioner QEC Pada Peneliti Setelah peneliti melakukan pengamatan pada operator dan mengisi kuesioner akan dilakukan rekpitulasi data kuesioner dari pengamat yang melihat bagaimana postur tubuh operator ketika bekeja setiap departemen yang diamati oleh peneliti (pada kasus ini adalah sebuah pabrik sepatu). Sehingga hasil rekapitulasi dari kuesioner QEC untuk peneliti adalah sebagai berikut : Tabel 1.18 Rekapitulasi Kuesioner Pengamat Jahit 1 A3 2 B2 1 C1 2 D3 Pergelangan Tangan 1 2 E2 F1 Sol A1 B2 C1 D3 E1 F1 G3 Finishing A2 B2 C1 D3 2. Pengukuran Oleh pekerja (Worker’s Assessment) E1 F1 G3 Stasiun Kerja Punggung Bahu/Lengan Leher G3 Seperti halnya peneliti (observer), pekerja pun memiliki form isian sendiri, yang berisi pertanyaan seputar pekerjaan yang dilakukan. Berikut ini adalah contoh dari kuesioner untuk operator : Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 28 Postur Kerja 2016 Gambar 1.19 Kuesioner Operator Kuesioner operator lebih menitik beratkan kepada yang dirasakan oleh operator ketika melakukan pekerjaannya seperti beban yang harus diangkat dan juga durasi kerja. Setelah operator mengisi kuesioner akan dilakuakn rekpaitulasi data dari beberapa operator yang mengisi kuesioner, yaitu sebagai berikut : Tabel 1.20 Tabel Rekapitulasi Kuesioner Operator Stasiun Kerja Jahit H H1 I I3 J J1 Laboratorium Desain Sistem Kerja & P ertanyaan K L K2 L1 M M1 N N2 O O2 Ergonomi | 29 Postur Kerja 2016 Sol Finishing H1 H1 I3 I3 J2 J1 K2 K2 L1 L1 M1 M1 N2 N2 O2 O2 3. Mengkalkulasi skor pajanan Proses kalkulasi dapat dilakukan melalui dua cara, yakni manual (dengan menjumlahkan skor pada lembar isian), ataupun dengan program komputer. Jawaban-jawaban yang didapat dari kuesioner pada masing-masing stasiun kerja kemudian akan dihitung nilai exposure score pada 4 bagian anggota tubuh dari operator setiap stasiun kerja yang diteliti. Sebagai contoh perhitungan manual pada divisi jahit adalah sebagai berikut : Gambar 1.20 Perhitungan Manual Pada QEC 4. Consideration of action Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 30 Postur Kerja 2016 QEC secara cepat mengidentifikasi tingkat pajanan dari punggung, bahu/lengan tangan, pergelangan tangan/tangan, dan leher. Hasil dari metode ini juga merekomendasikan intervensi ergonomi yang efektif untuk mengurangi tingkat pajanan, seperti tabel di bawah : Tabel 1.18 Tabel Skor QEC *QEC Score (E) Action ≤40/% Acceptable 41-50% Invistigate Further 51-70% Investigate Further and Change Soon >70% Investigate and Chage Immediately * Tingkat pajanan (E) diperoleh dari pembagian skor total dengan skor maksimum (sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, dimana Xmax untuk aktivitas manual handling, XmaxMH = 176, untuk aktivitas selain itu, Xmax = 162). Seperti rumus di bawah : X = Total skor yang didapat untuk paparan risiko cedera untuk punggung, bahu/lengan, pergelangan tangan, dan leher yang diperoleh dari perhitungan kuesioner. Xmax = Total maksimum skor untuk paparan yang mungkin terjadi untuk punggung, bahu/lengan, pergelangan tangan, dan leher Tabel 1.19 Exposure Score QEC Score Low Punggung (Statis) Punggung (Bergerak) Bahu/Lengan Pergelangan Tangan Laboratorium Desain Sistem Kerja & Exposure Score Moderate High 8-15 10-20 16-22 21-30 23-29 31-40 Very High 29-42 41-56 10-20 10-20 21-30 21-30 31-40 31-40 41-56 41-56 Ergonomi | 31 Postur Kerja 2016 Leher 4-6 8-10 12-14 16-18 Diketahui nilai exposure pada divisi jahit adalah sebesar 30 pada bagian punggung, 30 pada bagian bahu/lengan, 26 pada bagian pergelangan tangan, dan 18 pada leher. Sehingga total exposure score untuk divisi jahit adalah sebesar 104. Exposure Level yang akan dihasilkan adalah sebagai berikut : E (%) = E (%) = x 100 % x 100 % E (%) = 64, 197 % Nilai Akhir : 64,197% Sehingga pekerjaan yang dilakukan oleh operator masuk kedalam level perlu penilitian lebih lanjut dan perlu dilakukan perubahan. Dari hasil perhitungan exposure score juga terlihat bahwa nilai untuk leher dan juga punggung berada pada level very high yang berarti resiko terjadinya cedera sangat tinggi dan berpotensi menyebabkan CTDs sehingga diperlukan rekomendasi pada posisi kerja dan juga pada alat kerja yang digunakan oleh operator. Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 32 Postur Kerja 2016 5. Pencegahan CTDs Dengan melakukan perhitungan di atas maka diharapkan pekerja dapat meminimalisir resiko dari dampak CTDs itu sendiri. Pencegahan CTDs dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu engineering control, administrative control dan Alat Pelindung Diri (APD) seperti yang terdapat dalam Gambar 1.21 sebagai berikut : Langkah-langkah Pencegahan CTDs Engineering Controls Administrativ e Controls Job Redesign Penjadwalan Waktu Istirahat Workplace Redesign Rotasi kerja Tool Redesign Training Automation Exercise Workplace Accessories Job/career changes APD Gambar 1.21 Langkah-langkah pencegahan CTDs (Sumber : Tayyari, 1997) E. CONTOH SOAL a) Nordic Body Map Seorang meneliti dalam perusahaan yang pekerjanya bekerja dalam sector pembungkusan (packaging). Dalam satu sector tersebut terdapat 30 pekerja yang ingin di analisa bagian mana yang merupakan keluhan pekerja saat bekerja yang nantinya akan dihitung dan di analisa lebih lanjut. Dari hasil penelitian tersebut, peneliti dapat mendapatkan hasil seperti table berikut: Level of Complaints B C A No Location % 0 D Upper neck/Atas leher Laboratorium Desain Sistem Kerja & 9 30.0 % 5 16.7 % 16 53.3 % 0 0 Ergonomi | 33 Postur Kerja 2016 1 Lower neck/Bawah leher 7 23.3 5 16.7 18 60.0 0 0 2 Left shoulder/Kiri bahu 15 50.0 6 20.0 9 30.0 0 0 Level of Complaints B C A No D Location % % % % 3 Right shoulder/Kanan bahu 13 43.3 13 43.3 4 13.3 0 0 4 Left upper arm/Kiri atas lengan 15 50.0 12 40.0 3 10.0 0 0 5 Back /Punggung 7 23.3 11 36.7 9 30.0 3 10 6 Right upper arm/Kanan atas lengan 6 20.0 4 13.3 20 66.7 0 0 7 Waist/Pinggang 10 33.3 9 30.0 9 30.0 2 6.67 8 Buttock/Pantat 14 46.7 11 36.7 5 16.7 0 0 9 Bottom/Bagian bawah pantat 17 56.7 9 30.0 4 13.3 0 0 10 Left elbow/Kiri siku 19 63.3 7 23.3 3 10.0 1 3.3 11 Right elbow/Kanan siku 16 53.3 12 40.0 1 3.3 1 3.3 12 Left lower arm/Kiri lengan bawah 17 56.7 12 40.0 1 3.3 0 0 13 Right lower arm /Kanan lengan bawah 20 66.7 10 33.3 0 0.0 0 0 14 Left wrist/ Pergelangan tangan Kiri 16 53.3 14 46.7 0 0.0 0 0 15 Right wrist/ Pergelangan tangan Kanan 18 60.0 11 36.7 1 3.3 0 0 Dalam hasil tersebut, dapat dilihat bahwa keluhan sakit (C) yang melebihi 50% (beberapa prosentase terbesar) adalah bagian kanan atas lengan, bawah leher dan atas leher. Sehingga perlu adanya rekomendasi dan analisa lebih lanjut. b) Postur Batang tubuh pada proses kerja membungkuk sebesar 35o (ke depan), untuk posisi leher operator membentuk sudut 34o, dengan posisi kaki normal/ seimbang. Untuk berat beban yang dibawa adalah kurang dari 10 kg dan perlu kekuatan cepat untuk membawa beban. Pergerakan lengan atas saat mengangkat kotak adalah 20o dan lengan berada dalam posisi yang bengkok. Lengan bawah pada proses ini memungkinkan pergerakan 50o, serta besar sudut untuk pergelangan tangan > 15o. Dalam hal ini benda yang diangkat berupa kotak sehingga tidak terdapat pegangan tangan yang terdapat pada sisi kotak, sehingga dapat dikatakan poor. Aktifitas ini memerlukan perubahan gerak postur yang relatif cepat. Sebagai seorang ahli ergonomi, analisislah postur kerja yang terjadi pada operator ini. Tentukan level tindakan beserta solusinya. Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 34 Postur Kerja 2016 Gambar 1.22 Tampilan Ergofellow Pada Bagian Neck,Trunk, and Legs (Grup A) Buka software Ergofellow, kemudian pilih metode REBA (sesuai dengan metode yang akan digunakan. Setelah itu pada tab Neck, Trunk, and Legs isi pilihan sesuai denagn yang tertera pada contoh soal. Gambar 1.23 Tampilan ergofellow Pada Bagian Load Setelah mengisi bagian Grup A, langkah selanjtnya yitu mengisi tab Load, sesuai denagn contoh soal, besarnya beban yang diangkut operator adalah sebesar < 10 kg. Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 35 Postur Kerja 2016 Gambar 1.24 Tampilan Ergofellow Pada Bagian Uper Arm, Lower Arm, and Wrist (Grup B) Pada tab Uper Arm, Lower Arm, and Wrist (Grup B) isikan pilihan sesuai dengan data sudut tubuh yang dibentuk operator pada contoh soal. Pada bagian Upper Arm isi pilihan additional Upper Arm is Abducted karena lengan atas terangkat dan menjauhi sumbu tubuh operator. Gambar 1.25 Tampilan Ergofellow Pada Bagian Coupling Pada tab Coupling, isikan jenis coupling sesuai dengan karakteristik benda yang diangkat oleh operator dengan menggunakan Decission tree Coupling. Pada contoh soal Coupling mempunyai level Poor. Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 36 Postur Kerja 2016 Gambar 1.26 Tab Activity Score Pada Ergofellow Pada Tab Activity Score disesuaikan dengan tabel Activity Score (Tabel 1.15), yang pada contoh soal ini pekerjaan pengangkatan dilakukan secara cepat. Gambar 1.27 Score Akhir Setelah mengisi seluruh Tab pada perhitungan postur dengan menggunakan metode REBA, pilih Result yang nantinya akan menunjukkan score REBA untuk operator beserta level resiko dari posttur operator. Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 37 Postur Kerja 2016 Kesimpulan: Skor REBA 8, Action Level 3, level resiko sangat tinggi dan perlu tindakan perbaikan saat ini juga. F. PRAKTIKUM Alur praktikum seperti dijelaskan pada flowchart berikut: Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 38 Postur Kerja 2016 Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 39 Postur Kerja 2016 Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 40