Uploaded by heartedy

27. Bedah Elevasi Sinus (Atlas or cosmetic n reconstructive periodontal

advertisement
27
BEDAH ELEVASI SINUS
Kehilangan gigi pada maksila posterior sangat umum terjadi yakni lebih dari 20%
populasi orang dewasa (usia 18 tahun ke atas) setidaknya pada satu kuadran terdapat
edentulous sebagian atau seluruhnya (gambar 27-1). Gambar 27-1 dan 27-2 memperlihatkan
sinus normal dan perubahan yang terjadi pada kehilangan gigi rahang atas. Restorasi implan
pada area maksila sering dipersulit dengan :
1. Penurunan kepadatan tulang (tipe III dan IV ) (Jaffin dan Berman, 1991)
2. Peningkatan tekanan oklusal (Zimmer dan Small, 1999)
3. Tinggi tulang yang tidak memadai (Smiler dkk, 1992)
a. Pneumatisasi sinus
b. Resorpsi tulang ke arah palatum
4. Berkurangnya ruang antar lengkung gigi (Tatum, 1986, 1989)
5. Kehilangan gigi dini (Watzel dan rekan, 1998)
6. Kantilever protesa pada cups bukal (Rangert dkk, 1997, 1998)
Keberhasilan restorasi implan pada maksila posterior tergantung pada pencapaian
stabilitas implan (Fugazzatto dan Vlassis, 1998; Jensen dkk, 1998; Khoury, 1999; Fugazzatto,
2003). Hal ini sering membutuhkan graft sinus untuk augmentasi tulang vertikal. Tatum
(1977, 1986) memperkenalkan graft sinus, Boyne dan James (1980) merintis augmentasi
subantral dinding lateral yang lebih modern. Prosedurnya sedikit mengalami perubahan,
meskipun sifat dan kualitas bahan implan mengalami perubahan variabilitas yang lebih baik
(lihat Gambar 27-2).
Anatomi
Sinus maksilaris digambarkan sebagai rongga "Segi empat," berbentuk piramida
(Chanavaz, 1990), yang dasarnya terletak pada dinding nasal lateral dan puncaknya pada
arkus zygomatik. Sinus paranasal merupakan sinus yang terbesar dan di daerah molar
memiliki ukuran rata-rata panjang × lebar × tinggi adalah 38 × 33 × 38 mm (Schaffer, 1920).
Sinus dibatasi oleh epitel kolumnar pseudostratifikasi bersilia atau epitel berbentuk kubus
yang dikenal sebagai membran schneiderian. Terdapat sel Goblet dan kelenjar yang
memproduksi mucus. Terdapat membran basement endosteal tipis dengan beberapa
osteoblas, yang dapat menyebabkan ekspansi sinus pada kehilangan gigi (Chanavaz, 1990).
Ada beberapa serat elastis, yang membantu memudahkan peregangan membran (Misch,
1999).
Dinding Anterior
Dinding anterior terdiri dari tulang kompak yang dilalui saraf dan pembuluh darah
menuju gigi. Dinding tersebut tipis di bagian anterior (daerah cuspid) dan tebal di daerah
posterior, yang menyatu dengan prosesus zygomatik. Arteri dan saraf wajah dan infraorbital
berjalan di permukaan luar. Ketebalan tulang bervariasi tergantung pada panjang edentulism
(Ulm dkk, 1995) dan pneumatisasi antral (Tallgren, 1972).
Dinding Posterior
Merupakan area tuberositas, yang memisahkan sinus dari fisura ptergomaxillary.
Internal maxillary artery dan pleksus pterygoid berakhir pada distal periosteum. Area ini
harus dihindari selama operasi.
Dinding Superior
Dinding superior merupakan dasar orbital. Tulang yang tipis dan rapuh, terutama
groove suborbita yang berjalan melalui dinding superior (Chanavaz, 1990). Dehiscence
sering ditemukan, yang membuat membran schneiderian satu-satunya yang mencegah kontak
dengan mata. Area ini seharusnya dihindari saat operasi.
GAMBAR 27-1. Lokasi sinus. A, Anatomi fasial dari sinus maksilaris. B, Jendela sinus dari arah lateral. C,
posisi sinus normal.
GAMBAR 27-2. Ekspansi sinus atau pneumanosis. A, Letak sinus dari arah lateral. B, Ekspansi Sinus pada
kondisi kehilangan gigi. C, Ekspansi akhir sinus (fasial). D, Ekspansi akhir sinus (tengkorak). E, Lokasi jendela
sinus kaitannya dengan ekspansi sinus. F, Sinus dilihat dari arah internal melalui jendela yang terbuka.
Dinding Medial
Dinding tulang ini memisahkan sinus dari cavum nasal. Daerah nasal memiliki ruang
konklaf inferior dan tengah, yang membaginya menjadi tiga bagian. Bagian superior dari
dinding medial terdapat osteum rahang atas dan lamina perpedunculate/tegak lurus, yang
memungkinkan drainase sinus ke area concha tengah. Pembedahan terbatas pada area
conchae inferior. Bila terdapat membran yang tebal, kista, atau mucocel, maka perawatan
yang dilakukan tidak menutup osteum.
Dasar Antral
Dasar antral terdiri dari prosesus alveolar maksila dan palatum durum. Dasar antral
paling tipis di area molar, dimana paling banyak terpapar dengan ekstraksi. Dasar antral
semakin luas seiring bertambahnya usia dan bisa menjadi sangat tipis atau bahkan tidak ada,
terutama di area ridge alveolar (Schaeffer, 1910).
Septum
Chavanez (1990) menggambarkan struktur septum sinus mirip dengan dasar palatum,
jika ditarik membentang dari dinding bagian luar ke dinding bagian dalam, menciptakan
ruang dan penopang yang dipisahkan oleh septum dan spinal. Underwood (1910)
menjelaskan tiga jenis septum :
1. Septum terbentuk dari tiga periode perkembangan gigi yang berbeda dan membagi sinus
menjadi tiga area :
a. Premolar
b. Geraham pertama dan kedua
c. Molar ketiga
2. Septum gigi, berkembang diantara gigi yang berdekatan karena terbenam di antara akarakar gigi
3. Septum kecil, bentuk dan posisi yang tidak teratur, yang melewati pembuluh darah dan
saraf.
Kehilangan gigi menyebabkan bone loss akibat dari :
1. Resorpsi alveolus
2. Pneumatisasi sinus ke dalam soket karena aktivitas osteoklastik pada membran
Kombinasi keduanya menyebabkan penipisan alveolus, dengan lembah dan septum
yang tidak teratur, yang kadang menghambat peregangan membran karena kombinasi dari :
1. Penipisan membran sinus di atas septum dan spinal.
2. Membran melekat erat di area ini, membuat peregangan lebih sulit dan meningkatkan
risiko robek (Chanavez, 1990).
Underwood (1910) menemukan 66% (30 dari 45 tengkorak) ukuran septum antara 6,5
dan 13 mm, yang lebih banyak terjadi di sisi kiri dari pada di sisi kanan (3:1). Ulm dkk
(1995) menemukan tingkat kejadian menjadi 31,7% (13 dari 41 tengkorak), dengan tinggi
rata-rata 7,9 mm.
Kim dkk (2006) menggunakan gambar CT scan pada 100 pasien (200 sinus)
menemukan satu atau lebih septum pada 26% (53/200). Jumlahnya bervariasi tergantung
lokasi : 25,4% (anterior), 50,8% (tengah); dan 23,7% (posterior). Sebagian besar septum
terletak di antara premolar kedua dan molar pertama.
Catatan: Untungnya, sebagian besar septum berukuran kecil dan bisa dihindari dengan
membuat osteotomi inferior 3-4 mm di atas dasar sinus. Beberapa septum mungkin cukup
besar untuk menutup sebagian atau seluruh dinding area sinus, yang mempersulit operasi.
Review computed tomographic (CT) scan secara cermat memperlihatkan septum dan
memungkinkan modifikasi bedah sesuai kebutuhan (Gambar 27-3).
GAMBAR 27-3. Septum Sinus. A, Tampak septum kecil pada sisi kanan dan kiri sinus. B-D, Hasil CT scan
yang berbeda (panoramik, oklusal, dan reformatted image) pada septum yang sama yang menutup sinus
sebagian atau seluruhnya. Terlihat hasil yang berbeda dan detail.
Vaskularisasi pada Sinus
Arteri :
1. Arteri conchae medial dan arteri osteal
2. Arteri maksila internal
3. Arteri alveolar
4. Arteri suborbital, ethmoidal, fasial, dan palatal
Vena :
1. Vena sphenopalatine
2. Pleksus pterigomaksila
Persarafan
1. Trigeminal
2. Gigi
3. Suborbital
Indikasi Sinus Lift
Tinggi tulang vertikal yang tidak memadai (<5 mm) pada penempatan implan akibat dari :
1. Pneumatisasi sinus
2. Resorpsi alveolar ridge
3. Kombinasi keduanya
Kontraindikasi
1.
Patologi sinus
a. Kista
b. Mucocel
c. Tumor
2.
Sinusitis akut, kronis, atau alergi
3.
Pasien yang tidak patuh
4.
Merokok atau alkoholisme
5.
Pasien dengan gangguan sistemik
6.
Diabetes yang tidak terkontrol
7.
Kehamilan
8.
Radiasi maksila
9.
Steroid hidung
10. Ketergantungan kokain
11. Fistula oro antral
12. Infeksi odontogenik
13. Sepsis
14. Kerentanan medis yang parah
15. Jarak antar lengkung > 2 : 1
Evaluasi Pasien
I. Klinis
Karena adanya resorpsi tulang palatal, maka diperlukan kehati-hatian melakukan
evaluasi prostetik pra operasi. Klinisi harus memiliki satu set model studi, bite registration
dan, idealnya, artikulator untuk mounting yang akurat. Model diagnostik digunakan untuk
membantu menentukan :
1. Posisi gigi akhir
2. Rasio mahkota-akar (implan). Jika rasio > 2:1, maka kasus tidak harus dirawat dengan
augmentasi sinus saja.
3. Fungsi oklusal. Idealnya, oklusal yang melindungi cups adalah yang terbaik.
4. Desain oklusal untuk menentukan posisi cups bukal (posisi oklusal normal atau
crossbite).
5. Ruang antar lengkung. Pada restorasi prostetik minimal diperlukan ruang 5-7 mm.
Jika jaraknya tidak memadai, maka harus dilakukan berikut (Misch, 1987) :
a. Perubahan bidang oklusal mandibula
b. Osteotomi vertikal pada alveolus maksila.
c. Gingivektomi untuk mengangkat jaringan yang membesar
6.
Penyakit periodontal. Penyakit periodontal menyebabkan perubahan patologis, yang
menghasilkan penebalan mukosa pada sinus maksilaris (Engstrom dkk, 1988;
Moskow, 1992) karena menutup akar gigi sekitar sinus dan maksila (Eberhardt dkk,
1992) dan tingkat kegagalan implan secara signifikan lebih besar (p > .50), tidak
dipengaruhi oleh penempatan implan segera (immediate) atau tertunda (bertahap)
(Evian dkk, 2004).
Beaumont dkk (2005) dalam penelitian terbaru menemukan bahwa 41% pasien
menderita periodontitis kronis dan riwayat gejala penyakit sinus. Mereka menyimpulkan
bahwa penelitian ini memperkuat pentingnya menggali riwayat penyakit dan teliti melakukan
evaluasi klinis dan radiografi sebelum melakukan augmentasi sinus (Gambar 27-4).
GAMBAR 27-4. Pertimbangan prostetik. A, Resorpsi ridge yang parah. B, Antisipasi rasio mahkota-akar
yang tidak diharapkan (≥ 1: 1). C, Resorpsi palatal pada ridge alveolar. D, Antisipasi posisi palatal implan crossbite. E, Ridge augmentation untuk mengubah rasio mahkota-akar. F, Rasio mahkota-akar yang
diinginkan.
II. Analisis Radiografi
A. Radiografi Panoramik. Radiografi panoramik, meskipun memberikan gambaran sinus
secara umum, dapat menimbulkan distorsi error hingga 20-25% dan distorsi atau missing
sebagian atau keseluruhan berikut (Fredholm dkk, 1993) :
1. Tulang antara dasar sinus dan puncak ridge
2. Septum tulang
3. Ruang-ruang sinus
4. Ukuran sinus
5. Patologi
Radiografi panoramik tidak memiliki kejelasan dan keandalan diagnostik yang
diperlukan untuk analisis pra-bedah oleh ahli bedah yang kurang berpengalaman. Oleh
karena itu sangat disarankan agar tidak menggunakan radiografi panoramik dalam analisis
bedah.
B. Reformatted CT atau CT Scan. Untuk diagnosis dan evaluasi pra-bedah yang tepat,
prosedur ini direkomendasikan untuk semua kasus sinus lift (Rothman dkk, 1988; Solar
dkk. 1992; Ulm dkk, 1995). CT scan akan memberikan informasi berikut (Gambar 27-5
dan 27-6) :
1. Anatomi
a. Sinus
b. Struktur sekitarnya
2. Septum
a. Panjang
b. Tinggi
c. Lokasi
3. Patologi
a. Tumor
b. Mucocel
c. Kista retensi
d. Ketebalan membran
e. Kombinasi
4. Kualitas membran
a. Tipis (sehat)
b. Tebal (perokok, infeksi sinus sebelumnya)
5. Residual ridge
a. Tinggi
b. Lebar
6. Ketebalan dinding lateral
7. Klasifikasi subantral yang akurat (Misch, 1984)
8. Ukuran sinus (perkiraan volume)
9. Gambaran diagnostik
a. Sinus ethmoid anterior
b. Ethmoid anterior-middle meatal
Catatan: Radiographic surgical stent sering membantu menentukan relasi implan-ridge pada
kebanyakan kasus prostetik dan edentulous.
GAMBAR 27-5. Diagnosis radiografi. Radiografi panoramik rutin. Terlihat kurang detail. B,
CT scan pada pasien yang sama. Terlihat detail dan visualisasi septum dan membran sinus. C,
View individual cross-sectional sisi kanan atas. Terlihat lebih detail. D, Individual blown-up
section. E, Radiographic surgical stent di mulut pasien. F, Cross-sectional view
menunjukkan posisi gigi yang ideal, relasi gigi dan ridge.
GAMBAR 27-6. Patologi sinus. A, Sinus normal. B, Sinus dengan membran yang tebal. C,
Membran yang menebal di sisi kiri dan mucocel atau kista di sisi kanan. D, Cross-sectional
view menunjukkan mucocel menutupi seluruh sinus.
Penempatan Implan
I. Penempatan Implan Bertahap atau Tertunda
Klasifikasi Subantral. Klasifikasi Misch (1984, 1987) didasarkan pada tinggi residual
bone antara dasar antral dan crest edentulous ridge, yang digunakan untuk menentukan
perawatan (Gambar 27-7). Selanjutnya dibagi menjadi dua divisi.
1. Divisi A: Lebar tulang crestal ≥ 5 mm. Tidak memerlukan perawatan (Tabel 27-1).
2. Divisi B: Lebar tulang crestal 2,5-5 mm. Divisi B membutuhkan augmentasi ridge
tambahan baik horizontal atau vertikal atau kombinasi keduanya.
Catatan: Ulm dkk (1995) menyatakan bahwa “Faktor penghambat penempatan implan
endosseous pada maxilla posterior bukan pada lebar tetapi pada ukuran tinggi crest
alveolar."
Misch (1999) mencatat bahwa ia tidak menempatkan implan (SA-3 dan SA-4; lihat Tabel
27-1) bersamaan dengan augmentasi sinus lateral waktu itu tahun 1993 dan menyarankan
untuk menunda perawatan dengan alasan :
1. Stabilitas implan yang lebih besar terhadap dukungan apical bone graft
2. Stabilitas graft lebih besar
3. Mengizinkan analisis bone graft sebelumnya
4. Kemungkinan penempatan graft sekunder jika ditemukan avoid /ruang kosong
5. Penilaian yang akurat terhadap tinggi vertical bone augmentation, mencegah perforasi
sinus sekunder
6. Mencegah implan loss karena infeksi
7. Kesulitan yang lebih besar ketika mengobati infeksi dengan penempatan simultan
Catatan: Kebanyakan dokter menganjurkan penempatan implan bersamaan jika tinggi
residual bone ≥ 5 mm dan stabilitas implan awal dapat dicapai.
GAMBAR 27-7. Klasifikasi sinus Misch (subantral [SA]). Hubungan antara basis dasar sinus dan tulang
alveolar yang tersisa. A dan B, SA-I. C dan D, SA-2. E dan F, SA-3. G dan H, SA-4.
Tabel 27-1. Pilihan subantral Devisi A
SA-1
Tinggi tulang vertikal ≥12 mm
Penempatan implan konvensional
Tidak memerlukan augmentasi sinus
SA-2
Tinggi tulang vertikal 10–12 mm
Sinus lift (Teknik osteotome)
Sinus lift dengan osteotome
1. Sinus floor elevation 2–4 mm
2. Immediate implant placement
SA-3
Tinggi tulang vertikal 5–10 mm
Sinus lift/staged, implant placement
1. Lateral wall sinus lift
2. Increase bone height to > 12 mm
3. Implant placed 2–4 bulan kemudian
SA-4
Tinggi tulang vertikal ≤ 5 mm
Sinus lift/delayed implant placement
1. Lateral wall sinus lift
2. Increase bone height to > 12 mm
3. Delayed implant placement 8–12 bulan
SA = subantral.
II. Penempatan Implan secara Simultan
Tidak ada perbedaan signifikan dalam tingkat keberhasilan dan / atau tingkat infeksi
antara penempatan implan secara simultan (satu kali) atau bertahap (Konferensi
Konsensus Sinus, 1996; Del Fabbro dkk, 2004; Wallace dan Froum, 2004). Penempatan
implan secara simultan memiliki keuntungan sebagai berikut:
1. Prosedur bedah lebih sedikit
2. Waktu penyembuhan sedikit
3. Morbiditas kurang
4. Biaya lebih sedikit
5. Kecemasan pasien kurang
Klasifikasi Tinggi Vertikal Ridge. Rekomendasi pada Tabel 27-2 didasarkan pada
kompilasi informasi terbaru dan diklasifikasikan berdasarkan tulang yang tersisa atau tinggi
vertikal ridge pada dasar sinus.
Catatan: Studi terbaru oleh Peleg dkk (1998) dan Winter dkk (2002) menunjukkan bahwa
ada kemungkinan dapat melakukan penempatan implan satu tahap dengan tinggi tulang
crestal sedikitnya 1 mm.
Catatan: Implan permukaan kasar memberikan area permukaan lebih besar, retensi lebih
besar, kontak tulang ke implan lebih besar, integrasi lebih cepat daripada implan permukaan
halus, memungkinkan penggunaan implan lebih pendek, dan prediktabilitas yang lebih besar
(Del Fabbro dkk, 2004; Wallace dan Froum, 2004).
Antibiotik
Misch (1992), dalam pembahasan risiko sinus graft surgery, menyatakan bahwa bedah
sinus maksila harus mempertimbangkan prosedur yang bebas kontaminasi baik dari risiko
infeksi implan dan/atau bahan graft. Antibiotik profilaksis direkomendasikan untuk
mencegah timbulnya infeksi (Tabel 27-3).
Tabel 27-3. Antibiotik Profilaksis
Antibiotic* Systemic
Local
Amoxicillin 500 mg
1 jam sebelum pembedahan
Mixed with graft material
(Amoxil)
lanjut 3x1 selama 7-10 hari
Clindamycin 150 mg 300 mg
1 jam sebelum pembedahan
Mixed with graft material
(Cleocin)
lanjutkan dengan 150 mg 3x1 selama 7 hari
*Antibiotik seharusnya bersifat baterisidal dibanding bakteriostatik untuk mengurangi jumlah patogen dari
pada mengurangi jumlah bakteri (Montgomery, 1985; Peterson, 1990; Misch, 1992)
Obat Anti-Inflamasi (Misch and Moore, 1989)
Deksametason 3 mg :
1. 9 mg pada pagi hari operasi
2. 6 mg pada pagi hari setelah operasi (hari 1)
3. 3 mg pada pagi hari setelah (hari ke 2) atau Medrol : dosis diturunkan setelah lebih
dari 6 hari
Analgesik.
Ibuprofen : 400–800 mg tiga kali sehari / sesuai kebutuhan atau
Asetaminofen kombinasi kodein : # 3 setiap 6 jam / sesuai kebutuhan untuk rasa sakit
Kodein
Dekongestan
Sistemik
Oxymetazoline
(Afrin)
Pseudophedrine : 1 tablet tiga kali sehari dimulai 1 hari sebelum operasi
(Sudafed)
: dan selama 2 hari setelah operasi
Semprotan Topikal
Oxymetazoline 0,05% : 1 jam sebelum operasi atau
Fenilefrin 1%
Pasien yang menggunakan Terapi Antikoagulan
Semua pasien diminta untuk menghentikan penggunaan obat apa pun yang
meningkatkan bleeding time (aspirin, ibuprofen, atau warfarin) 5 hari sebelum operasi. Pasien
yang menjalani terapi antikoagulan oleh dokter harus kembali memeriksakan diri ke
dokternya sebelum menghentikan pengobatannya.
Prosedur Operasi
Prosedur bedah diuraikan pada gambar 27-8 dan 27-9.
I.
Desain dan Incisi Flap
1. Semua incisi dibuat pada aspek palatal ridge edentulous untuk memastikan hal
berikut.
a. Minimal 3-5 mm gingiva berkeratin dipertahankan untuk penutupan dan stabilitas
jahitan.
b. Penutupan garis insisi tidak berdekatan dengan jendela osteotomi.
Catatan: Jika dipertimbangkan akan melakukan penempatan implan satu tahap, maka
semua incisi sebaiknya dibuat di palatal untuk memastikan penutupan implan dan
primary healing sempurna.
2. Incisi palatal horizontal atau miring (Lihat modifikasi Langer pada Bab 7, "Palatal
Flaps") dimulai pada tuberositas atau hamular notch. Incisi diperluas 8-10 mm
melewati dinding anterior antrum dan proyeksikan incisi osteotomi tulang vertikal
seperti yang ditentukan sebelumnya oleh CT scan dan radiografi panoramik.
Catatan: Pada kasus di mana terdapat resorpsi alveolar yang signifikan atau flat
palatum yang luas, maka perawatan yang dilakukan tidak merusak arteri palatal.
GAMBAR 27-8. Prosedur dasar sinus lift. Catatan: Penempatan implan segera dan bertahap untuk memastikan
fikasasi sementara pada pasien yang sangat sensitif (muntah). A dan B, Gambaran klinis dan radiografi pra
operasi. C dan D, Skema outline incisi. Perhatikan ekstensi palatal untuk memastikan penutupan jendela dan
ekstensi anterior untuk memastikan akses bukal. E dan F, Oclusal view sebelum dan sesudah incisi awal. G dan
H, Outline jendela dengan round bur, tampilan dari arah fasial dan lateral. I, Outline awal dengan bur. J, Outline
hampir selesai. Perhatikan rona kebiruan dari sinus. Perawatan harus dilakukan sekarang. K dan L, Gunakan
instrumen dengan tekanan lembut untuk melepas dan membuat infraktur (patahan/retakan) jendela. Terlihat tepi
fraktur secara klinis.
GAMBAR 27-8. Lanjutan. M, Gunakan instrumen untuk melepaskan membran360°. N, Posisi instrumen pada
potongan melintang (cross section). O, Tampilan klinis posisi instrumen untuk melepaskan membran. P,
Expiration : jendela tertutup. Inspirasi: jendela terbuka dan tertatik ke dalam, menandakan tidak ada perforasi
saat itu. Q, Buccal dan lateral view nampak membran bergeser ke permukaan inferior. R, Cross section nampak
membran bergeser ke permukaan inferior. S dan T, Clinical view tampak membran terangkat ke permukaan
inferior dan anterior. U dan V, Facial dan lateral view tampak membran meluas ke dinding medial. W, Lateral
view nampak prosedur sinus lift selesai. X, Clinical view terlihat prosedur sinus lift selesai dengan CollaTape di
atap.
GAMBAR 27-8. Lanjutan. Y, Persiapan syringe dengan ujung dilepas. Z, RR, Radiografi akhir. AA, Skema dan
clinical view terlihat posisi jarum suntik dan penempatan bahan graft. Catatan: Bagian anterior rongga sinus
diisi terlebih dahulu. BB, Pengisian terakhir pada jendela tetapi tidak overfill. CC, Membran Resorbable
diposisikan di atas jendela. DD, Pengisian Sinus bertahap atau langsung (immediet). EE, Insersi implan. FF,
Skema dan klinis oklusal view terlihat penjahitan selesai. GG, Skema dan klinis oklusal view terlihat penjahitan
selesai. HH dan II Skema dan clinical view terlihat penjahitan selesai. JJ, Pemasangan bridge sementara.
GAMBAR 27-8. Lanjutan. KK, Implan pada saat operasi. LL, Final healing dengan prosedur immadiate atau
bertahap. MM, Final healing dengan prosedur immadiate atau bertahap. NN, Implan dibuka 10-12 bulan
kemudian. OO, Gigi 14 diekstraksi. Terlihat tinggi tulang di daerah ini. Bandingkan dengan B. PP, Insersi
implan sementara segera setelah ekstraksi kemudian penempatan implan bertahap. QQ dan RR, Insersi protesa.
SS, Final radiografi.
Di bagian anterior, jika ada gigi, incisi dilanjutkan ke depan pada aspek bukal.
Biasanya incisi dibuat meluas ke premolar pertama atau fossa canina.
3. Membuat incisi (lihat Gambar 27-9, A ke D)
a. Anterior. Buat incisi vertikal cukup tinggi sampai area fossa canina vestibulum
yang dapat meregangkan flap secara adekuat untuk akses ke jendela osteotomi.
Incisis dibuat divergen untuk memastikan suplai darah yang memadai pada flap.
b. Posterior. Buat incisi vertikal pada tuberositas untuk menghilangkan ketegangan
flap.
4. Penyingkapan Flap
Refleksi flap dimulai pada "puncak" dari incisi vestibular menggunakan lift periosteal
atau Molt curet (Smiler, 1992). Flap full-thickness mucoperiosteal direfleksi ke arah
posterior-superior, mengekspos dinding lateral rahang atas, fossa canina, dan sebagian
zygoma. Tempatkan kain kasa basah di bagian posterior dengan tekanan akan
membantu refleksi flap, pengangkatan tag jaringan, dan hemostasis.
GAMBAR 27-9. Prosedur sinus lift (kadafer). A, Tampilan pra operasi. B, Outline incisi bukal dan palatal. C,
Tampilan pra operasi menunjukkan posisi sinus terhadap incisi. Perhatikan bahwa semua incisi setidaknya 10
mm dari jendela sinus. D, Incisi palatal. Perhatikan penempatan palatal untuk memastikan penutupan primer. E
dan F Ketika membuat outline jendela. Perhatikan rona biru atau hitam dari sinus melalui tulang. G, Antisipasi
jendela berbentuk persegi panjang atau oval. H, Bony window pada rongga sinus. Perhatikan perforasi kecil. I,
warna biru atau hitam dari sinus terlihat melalui tulang tipis. Bony window digunakan sebagai atap sinus
sebagai penyangga. K, Bony window digerakkan untuk meningkatkan visualisasi. L, Elevasi sinus awal 360°.
GAMBAR 27-9. Lanjutan. N, Setelah inspirasi. Tampak jendela bergeser ke arah dalam. O, Penempatan bahan
bioabsorbable untuk mendukung akar dan menutupi perforasi. P, Syringe kecil berisi bahan graft ditempatkan di
bagian depan terlebih dahulu. Q, Sinus terisi tetapi tidak penuh. R, Membran resorbable diposisikan di atas
jendela. S dan T, Clinical view dan skema penjahitan. Suturing adalah kombinasi horizontal tension-releasing
mattress sutures dilanjtkan dengan individual atau contiguous incision-closing sutures.
Catatan: Perawatan harus dilakukan untuk menghindari paparan dan kerusakan nervus
infraorbital atau foramen oleh ekstensi flap ke arah superior yang sangat agresif.
5. Flap dijahit kembali dengan benang 3-0 atau 4-0, dengan perhatian diberikan untuk
menghindari kerusakan duktus parotis (Misch, 1992).
II. Osteotomi Tulang dan Pendarahan Intraoperatif
1. Computed tomography. Review CT scan dengan hati-hati untuk menentukan hal
berikut:
a. Dinding sinus anterior, posterior, dan medial
b. Estimasi volume sinus
c. Lebar ridge alveolar yang tersisa di atas sinus
d. Ketebalan dinding sinus lateral
e. Lokasi bony septum
2. Transiluminasi (Rosenlicht, 1992). Cahaya serat optik diposisikan secara palatal,
facial, dan secara intranasal dapat membantu penglihatan atau mengkonfirmasi batas
sinus, terutama dinding anterior.
3. Osteotomi jendela lateral dilakukan dengan round bur diamond no. 6 atau 8 dengan
stringht handpiece berkecepatan tinggi (50.000 rpm). Irigasi salin steril yang banyak
untuk mencegah panas berlebih pada tulang.
Harus ekstra hati-hati untuk menghindari kerusakan dasar membran schneiderian
selama prosedur berlangsung. Oleh karenanya, bur digerakkan dengan sangat pelan,
membuka korteks luar sampai membran terlihat (tampak abu-abu atau kebiru-biruan).
Hindari tekanan karena kontak dengan membran akan mengakibatkan robek.
Penggunaan carbide cutting bur direkomendasikan untuk outline awal saja bila
dinding lateral tebal.
Catatan: Diperlukan keterampilan taktil dari klinisi sama ketika mereka diminta untuk
membuka kulit telur tanpa merusak membran di bawahnya (Vesson dan Petrik, 1992).
4. Osteotomi dibuat 3-4 mm di atas alveolar ridge yang tersisa, kemudian dilanjutkan ke
arah depan sekitar area molar pertama atau kedua. Ini akan menghasilkan panjang
sekitar 20 mm. Dengan cara ini, batas osteotomi anterior dan posterior dibuat seperti
yang ditentukan sebelumnya dan jendela diletakkan cukup rendah untuk
memungkinkan refleksi membran horisontal. Sehingga dihasilkan "Bentuk cangkir"
untuk membantu memegang bahan graft (Smiler dan rekan, 1992).
Catatan: Mengingat bahwa sebagian besar septum adalah 1-3 mm (jika ada),
osteotomi awal akan dibuat di atas septum paling kecil.
5. Osteotomi anterior dibuat cukup jauh ke depan sekitar 5 mm dari dinding sinus
anterior atau bedah perluasan anterior. Karena sulitnya visualisasi langsung, refleksi
membran anterior adalah yang paling sulit, dan ini akan meminimalkan jumlah
kebutuhan refleksi membran ke arah depan.
6. Osteotomi Vertikal anterior dan posterior sekitar 20 mm satu sama lain. Osteotomi
lurus atau bulat tergantung bentuk jendela persegi panjang atau oval.
Catatan: Bentuk oval lebih mudah dilakukan dan tidak akan meninggalkan ujung
tajam yang dapat merobek membran ketika membuat infrakture.
7. Osteotomi superior dibuat kira-kira 10-15 mm di atas osteotomi inferior tergantung
pada lebar residual ridge alveolar (VRH-3 atau VRH-4; lihat Tabel 27-2). Osteotomi
dilakukan cukup superior untuk menghindari refleksi membran yang berlebihan.
Osteotomi sebaiknya tidak dilakukan 4-5 mm dari tepi superior flap, untuk
menghindari retractor flap terselip secara tidak disengaja ke dalam atau terhadap
jendela (lihat Gambar 27-9, E). Osteotomi dilakukan lebih ke inferior 3-5 mm di atas
ridge untuk menghindari septum kecil dan bertindak sebagai bibir untuk menopang
graft. Di bangian anterior, osteotomi dibuat sekitar 5 mm dari ekstensi anterior sinus
(lihat Gambar 27-9F).
8. Penting untuk dicatat bahwa membran akan muncul pertama kali di area dalam
dengan warna seperti abu-abu atau garis kebiru-biruan. Ini adalah indikasi pertama
bagi dokter bahwa :
• Mereka hampir melewati dinding lateral.
• Perawatan yang dilakukan tidak membuat perforasi membran schneiderian.
Osteotomi dilanjutkan sampai membran hampir sepenuhnya terlihat (lihat Gambar 279G dan H).
9. Selama osteotomi, gunakan tekanan lembut secara intermiten pada bony window
dengan ujung bone chisel yang rata. Ini akan memungkin klinisi untuk melihat apakah
jendela sudah terlepas atau di bagian mana yang masih memerlukan osteotomi.
Mengetuk lembut mallet pada bone chisel ujung flat sering diperlukan untuk
menyelesaikan osteotomy setelah membran hampir sepenuhnya terlihat. Jendela
berbentuk persegi panjang sering tertahan di sudut dan membutuhkan pengurangan
lebih lanjut.
10. Setelah jendela benar-benar dibebaskan, maka jendela tersebut dapat dipertahankan
atau dibuang (Fugazzotto, 1994; Garg dan Quiñones, 1997). Jika dipertahankan, akan
menjadi dinding superior dari sinus lift (lihat Gambar 27-9, I dan J).
Berikut dua alasan utama bony window dibuang :
• Tepi tulang yang tajam dapat merobek membran.
• Pembuangan akan meningkatkan visualisasi saat penopang malar mendekati crest
alveolar. Jika diperlukan pembuangan, gunakan Molton curet untuk melepaskan
bony window dari membran dengan sisi cekung instrumen menghadap ke tulang.
Catatan: Sebagian besar klinisi mempertahankan bony window dan tidak
menemukan tepi tulang atau peningkatan visualisasi tidak cukup signifikan untuk
memutuskan melakukan pembuangan. Ini akan berfungsi sebagai atap tulang untuk
menahan implan. Jika dibuang, biasanya ditambahkan bahan graft.
Pendarahan Intraoperatif. Kontrol Pendarahan. Karena tidak ada pembuluh darah
utama di di lokasi pembedahan, maka perdarahan umumnya terjadi baik ekstraoseus
maupun intraoseus.
Pendarahan Ekstraoseus (Garg, 1997, 1999).
1. Tekan langsung dengan kasa salin lembab atau tutup dengan kain kasa lembab
2. Injeksikan anestesi lokal secara topikal atau intraoseus sebesar 1: 50.000
3. Gunakan astingent topikal :
a. Gelfoam
b. Surgicel
c. Avatine
Pendarahan Intraoseus.
1. Bone wax steril dimasukkan ke dalam tulang
2. Tulang yang terbuka dihancurkan, dipolish, atau membuat infracture untuk
menutup tulang yang terbuka.
Catatan: Dinding posterior sebaiknya dihindari karena pleksus pterygoid sangat
vaskular.
III. Refleksi Membran
Lihat Gambar 27-8J.
1. Dengan terbebasnya jendela di semua sisi, minta pasien untuk menarik dan
menghembuskan napas.
Getaran pada membran menandakan tidak ada sobekan pada saat itu (lihat Gambar
27-8, L dan M).
2. Instrumen untuk refleksi dirancang secara khusus agar ujung yang tajam tetap
berkontak dengan tulang sementara permukaan cembung yang halus mengangkat dan
memindahkan membran schneiderian dari tulang. Beberapa klinisi menganjurkan agar
tepi tajam alat ditumpulkan sedikit untuk mengurangi membran koyak. Refleksi
membran dilakukan dengan tekanan kearah luar dengan lembut, pastikan bahwa ujung
cekung instrumen selalu kontak dengan tulang.
Selaput sinus yang sehat sangat tipis dan lentur namun cukup tebal untuk
memungkinkan operasi sinus lift dengan sukses. Ketebalan membran (perokok,
infeksi sinus sebelumnya) lebih tahan sobek. Sifat dan kualitas membran bisa sering
terlihat pada CT scan.
Catatan: Klinisi tidak boleh membabi buta menempatkan atau memanipulasi kuret
dan harus selalu memastikan posisi instrumen terhadap dasar tulang atau dinding
lateral.
3. Refleksi pertama yang dilakukan berbentuk lingkaran. Gunakan kuret jaringan kecil
sepanjang permukaan bagian dalam perimeter bone yaitu 360°. Ini akan
membebaskan membran dari tepi tajam bony window dan/atau sekitar dinding tulang.
Ini akan mencegah robekan membran secara tidak sengaja.
Catatan: Jika pasien diminta untuk menarik nafas / inspirasi, maka refleksi awal
dapat dilakukan dengan mudah. Ini akan membentuk gambar membran ke arah dalam
dan memudahkan pembuangan tepi tajam pada margin jendela.
4. Refleksi dimulai di tepi inferior dengan instrumen permukaan lebar dan diperluas ke
arah medial. Setelah membran diangkat ke arah inferior, refleksi lateral dimulai.
refleksi membran ke distal tidak sulit karena terlihat langsung oleh klinisi. Ini sangat
berbeda dengan bagian anterior antrum, di mana tidak ada visualisasi langsung.
5. Di anterior, refleksi adalah hal yang paling sulit karena kurangnya visibilitas
langsung. Karena itu harus berusaha keras untuk mempertahankan instrumen kontak
dengan tulang setiap saat. Jika jarak refleksi membran anterior lebih besar dari 5-10
mm atau instrumen tidak dapat tetap berhubungan dengan tulang, maka jendela harus
diperbesar untuk memungkinkan refleksi membran. Ini dilakukan dengan Friedman
end-cutting ronguer kecil setelah refleksi membran awal.
6. Di bagian superior, membran dinaikkan sehingga kombinasi tinggi posisi membran ke
arah superior dan lebar residual bone ridge adalah 16-20 mm (Misch, 1999).
Catatan: Lebih baik memiliki ukuran tinggi lebihdari pada kurang.
7. Di bagian medial, disarankan membran dipantulkan ke dinding medial untuk
membantu osteogenesis (Misch, 1996; Tarnow, 2004) (Gambar 27-9N).
Robekan Membran. Membran sinus yang sobek atau perforasi adalah komplikasi paling
umum terjadi selama operasi graft sinus (Jensen dkk, 1994; Wheeler dkk, 1996; Froum
dkk, 1998; Mazor dkk, 1999; Misch, 1999; Pikos, 1999). Chanavez (2000) menunjuk
bahwa “lapisan mukosa yang robek menjadi faktor negatif bahan graft dapat bertahan di
atas dasar sinus dan gagal mencegah penularan graft yang terkontaminasi, yang dapat
mengakibatkan penyumbatan osteum. "Proussaef dkk (2004) baru-baru ini menunjukkan
secara signifikan formasi tulang baru lebih sedikit di area perforasi (14,17%)
dibandingkan dengan sisi yang tidak perforasi (33,58%).
Penanganan Membran yang Sobek. Circumelevation Technique. Misch (1999)
menggambarkan suatu teknik Circumelevation yang melibatkan pengangkatan daerah
distal pertama saat mendekati "robekan dari semua sisi, sehingga daerah yang robek dapat
ditinggikan tanpa meningkatkan ukuran pembukaan. "Teknik ini mensyaratkan bahwa
robekan mendekati tulang dinding diidentifikasi, dilokalisasi, dan dilewati untuk
mencegah robekan yang lebih besar. Fugazzotto dan Vlassis (2003) dalam studi terakhir
menguraikan sistem klasifikasi berdasarkan lokasi perforasi. Mereka merekomendasikan
perpanjangan pembukaan osteotomi untuk memungkinkan akses untuk paparan membran
utuh di luar perforasi yang akan berfungsi sebagai dukungan bagi bahan membran untuk
"menutup" perforasi.
Catatan: Ini mirip dengan teknik sirkumevasi (lihat Gambar 27-10).
Kerusakan membran meningkat seiring berkurangmya angulasi sinus di bawah
60° (Tarnow, 2004). Karena itu, membran selama refleksi harus diperiksa secara berkala
apakah ada sobek atau perforasi. Ini dilakukan dengan memeriksa denyutan membran
ketika pasien respirasi. Kurangnya gerakan membran umumnya menunjukkan bahwa
terdapat perforasi atau robek.
A. Robekan Kecil. Robekan kecil paling sering terjadi
1. Saat osteotomi jendela
2. Saat infraktur dinding lateral
3. Karena instrumentasi saat elevasi sinus
Ada dua cara yang dapat dilakukan :
1. Beberapa membran mengalami self-sealing karena lipatan membran dan tidak
memerlukan perawatan lebih lanjut.
2. Sobekan yang terlihat kecil dirawat dengan penempatan Gelfoam, Surgicel, atau
Collatape (Garg, dkk, 1992; Rosenlicht, 1992; Fugazzotto, 2003)
Catatan: Membran bioabsorable yang diletakkan di atas atap tidak hanya menutupi
robekan kecil yang ada tetapi juga membantu mencegah kerusakan membran saat
penempatan graft (lihat Gambar 27-9).
B. Robekan Besar.
1. Robekan dapat ditutup di permukaan superior dengan penempatan dua lapisan
Collatape bersama dengan membran biodegradable yang cocok (Biomend, Resolute
adapt, BioGuide, Ossix). Tulang Lamella (Vassos dan Petrik, 1992) dapat
ditambahkan untuk membentuk atap yang stabil untuk menahan bahan graft.
Catatan: Bahan harus memiliki kekuatan mekanik untuk menahan tekanan luar
yang diberikan ketika sinus diisi dengan bahan graft.
2. Robekan membran yang besar juga dapat dirawat dengan refleksi membran dari
dinding medial dan dilipat kembali ke dinding medial kemudian ditutup dengan
membran resorbable yang cocok (Biomend, Resolute adapt, BioGuide, Ossix).
3. Jika robekan terlalu besar, kadang-kadang lebih baik pertimbangkan untuk
menghentikan prosedur dan ulangi kembali prosedur setelah waktu penyembuhan
sekitar 3-4 bulan;
Catatan: Cara terbaik mencegah robek atau perforasi adalah dengan menggunakan
teknik osteotom dan teknik refleksi membran secara hati-hati.
Loma Linda Pouch. Sebuah penelitian terbaru oleh Proussafs dan Lozada (2003)
menemukan bahwa pada sebagian besar kasus perforasi sinus, ketika menempatkan
membran resorbable, “bahan graft keluar melewati batas membran schneiderian”.
Mereka juga melaporkan bahwa tidak ada pembentukan tulang atau minimal di bagian
perforasi.
Loma Linda Pouch dikembangkan untuk mengatasi kekurangan ini,
memberikan perlindungan dan isolasi bahan graft yang sangat potensial dengan
pembentukan tulang yang lebih banyak (Proussafs dan Lozada, 2003). Ini
membutuhkan membran kolagen resorbable yang dapat menutupi seluruh permukaan
internal sinus maksilla, pastikan tepi-tepi membran memanjang keluar dan dilipat di
atas batas osteotomi jendela lateral. Bahan graft dimasukkan ke dalam kantong,
menggunakan kuret. “Kantung”, bersamaan dengan membran menutup dinding
lateral, benar-benar mengisolasi bahan graft, mencegah pergeseran graft, dan dapat
memicu pembentukan tulang yang lebih banyak di daerah perforasi (Gambar 27-10).
Fugazzotto dan Vlassis (2003) baru-baru ini melakukan prosedur yang sangat mirip
dengan Loma Linda Pouch, perbedaannya hanya pada penggunaan “pin” untuk
stabilisasi membran. Mereka juga menyatakan bahwa “ketika dihadapkan dengan
perforasi membran yang luas membutuhkan terapi rekonstruktif yang disebutkan di
atas, hanya augmentasi yang dilakukan pada sesi operasi ini.
Catatan: Asumsi bahwa teknik ini akan memperbaiki pembentukan tulang di lokasi
perforasi dan mencegah migrasi graft sebagian telah dibuktikan oleh Pikos (1999),
yang menunjukkan bahwa keberhasilan augmentasi sinus dapat dicapai setelah
pengangkatan sinus dan penempatan membran kolagen dilanjutkan dengan bahan
graft.
IV. Grafting Dasar Sinus
A. Bahan Graft. Semua bahan graft mengalami proses osteogenesis oleh :
1. Osteokonduksi dan/atau
2. Osteoinduksi
Graft tulang telah dikaji secara intensif oleh beberapa klinisi (Boyne dkk,
1980; Smiler dkk, 1994; Lundgren dkk, 1996; Chanavaz, 1996, 2000; Valentini dkk,
1997, 2000; Jensen dkk, 1998; Tong dkk, 1998; Wood dan Moore, 1988; Del Fabbro
dkk, 2004; Wallace dan Froum, 2004). Tinjauan pengkajian mereka mengungkapkan
bahwa dinding sinus bekerja mirip dengan ekstraksi soket atau defek infraboni. Yaitu,
dinding tulang tidak hanya menampung implan tetapi juga menyediakan sel endosteal
primordial, endotel, dan sel mesenchym yang diperlukan untuk regenerasi tulang
(Vlassis dkk, 1993). Hal ini memberikan ruang yang memadai telah dibuat antara
dasar sinus dan membran schneiderian: “bila bahan graft yang digunakan sedikit atau
tidak ada, ... tulang masih terbentuk selama ruang dipertahankan di bawah lapisan
sinus yang utuh untuk menciptakan kondisi luka yang tertutup” (Nevins dkk, 1996).
Misch (1996) dan Wallace dan Froum (2004) merekomendasikan membuka dinding
medial pada semua kasus jika memungkinkan meningkatkan sumber sel-sel
pembentuk tulang.
Ketersediaan dan keragaman bahan graft (autogenous, allografts, xenografts,
alloplasts, dan sintetis) tidak hanya berkembang lebih cepat selain dapat diuji secara
memadai tetapi juga memungkinkan klinisi mengembangkan sendiri kombinasi
material yang mereka sukai. Untung, semua bahan yang dilaporkan memberikan hasil
yang memuaskan, meskipun secara umum disepakati bahwa bone graft autogenous
adalah standar emas dibandingkan dari semua bahan graft yang lain, composite graft
(94,88%) dan bone subtitute (95,98%) dibandingkan dengan bone autogenous (94%)
menberikan waktu penyembuhan yang cukup (≤ 10-12 bulan) dan digunakan dengan
implan permukaan kasar (Wallace, 1996; Froum dkk, 1998; Jensen dkk, 1998; Misch,
1999; Valentini dkk, 2000; Del Fabbro dkk, 2004; Froum dan Wallace, 2004).
GAMBAR 27-10. Teknik sirkumelevasi. A, Lubang kecil atau perforasi pada membran. B, Membran
yang melewati perforasi dibuang. C, Perforasi terlokalisasi dan terbuka. D, Elevasi membran dimulai.
E, Membran terngkat dan tampak perforasi.
GAMBAR 27-11. Teknik Loma Linda Pouch. A, Penempatan membran kolagen dilakukan sepanjang
area perforasi untuk menutup perforasi membran. B, Melepaskan bahan graft ke daerah sinus.
Membran kolagen yang ditempatkan secara pasif pada area perforasi tidak dapat menahan kekuatan
mekanik yang diberikan saat bahan graft dimasukkan ke dalam sinus. C, Tampak perforasi besar dari
membran sinus maksilaris. D, Membran kolagen resorbable dimasukkan ke dalam sinus. Kuret
digunakan untuk memudahkan insersi. E, Membran kolagen memenuhi seluruh area internal sinus. F,
Bahan Graft dimasukkan ke dalam kantong yang dibuat pada membran. G, Kuret digunakan untuk
kondensasibahan graft ke area sinus maksilaris. H, Penempatan bahan graft telah selesai. I, Membran
kolagen menutupi seluruh permukaan internal sinus maksilaris. J, Membran dilipat sepanjang daerah
sinus eksternal, di mana osteotomi jendela akses lateral telah dilakukan. Membran membentuk kantong
untuk menutupi dan mengisolasi bahan graft. Tekanan mekanis selama penempatan graft tidak dapat
menggeser membran melewati area perforasi (seperti dalam B). K, Membran kolagen dilipat di
sepanjang jendela lateral, membentuk kantong yang mengisolasi bahan graft. Atas perkenan Dr.
Perklias Proussaefs, Loma Linda, CA, dan direproduksi dengan izin dari Quintessence Publishing Co.
Graft Autogenous.
1. Keuntungan
a. Regenerasi
• Penyembuhan lebih cepat
• Kepadatan tulang lebih besar
• Persentase tulang terhadap implan lebih besar
b. Tidak ada biaya tambahan pada pasien
2. Kekurangan
a. Second surgical site
b. Morbiditas lebih besar
c. Meningkatkan kecemasan pasien
d. Ketidakstabilan dimensi: “shrinkage/penyusutan graft lebih besar"
Bone Graft Nonautogenous.
1. Keuntungan
a. Hasil dapat diprediksi (mirip dengan bone autogenous)
b. Menurunnya morbiditas
c. Mengurangi kecemasan pasien
d. Stabilitas dimensi: “penyusutan graft lebih sedikit”
e. Pasokan tidak terbatas
2. Kekurangan
a. Biaya lebih tinggi
b. Waktu penyembuhan lebih lama
Kalsium sulfat (CaS04) ditambahkan ke graft sebagai expander biologis (rasio
graft : CaS04 adalah 4 : 1) akan (Sottosanti dan Horowitz, 2003; Guarnieri dkk,
2004) :
1. Mencegah kepadatan bahan graft yang berlebihan
2. Memicu angiogenesis dan osteogenesis
3. Meningkatkan tingkat pergantian graft
4. Mengurangi waktu penyembuhan
5. Menghasilkan kuantitas tulang vital dalam jumlah yang lebih besar
Tarnow (2004) menunjukkan bahwa pembentukan tulang vital tergantung pada
yang berikut :
1. Waktu (≥ 12-15 bulan)
2. Tergantung graft
a. Tertentu
b. Tulang sapi autogen atau anorganik
3. Penggunaan membran
Catatan: Sangat dianjurkan bagi klinisi melakukan tinjauan literatur yang cermat dan
kritis sebelum memutuskan bahan graft atau kombinasi dari bahan yang nyaman
digunakan.
Ada empat ulasan utama atau studi metaanalisis tentang survival rate implan
pada graft sinus maksila (Tabel 27-4).
Studi tersebut juga menemukan :
1. Tingkat keberhasilan implan graft sinus mirip dengan implan konvensional yang
ditempatkan di posterior (92% vs 95,1%) tetapi lebih tinggi secara signifikan
implan pada tulang tipe IV (Jaffin dan Berman, 1991) (92% vs 65%).
2. Implan permukaan kasar memiliki survival rate yang signifikan lebih tinggi dari
machined implan yang ditempatkan pada graft sinus (95,111% vs 82,4%).
3. Survival rate Partikulate graft pada graft sinus secara signifikan lebih tinggi
dibanding implan block grafted (92,3% vs 83,3%).
4. Penempatan membran pada dinding lateral memiliki survival rate lebih tinggi
secara signifikan (93,6% vs 88,7%).
5. Tidak
ada
perbedaan
penempatan
implan
simultan/satu
tahap
versus
tertunda/delayed (89,7% vs 89,6%).
6. Plasma-rich protein paling efektif pada bone graft autogenus.
Tabel 27-4. Survival Rate Implan pada Sinus Graft
Study
Patients
Jensen et al, 1998
Tong et al, 1998
Wallace and Froum, 2004
Del Fabbro et al, 2004
Implant
Sinus Lifts
Tingkat Kesuksesan (%)*
2,997
1,007 sinus lifts
1,097
295 patients
5,277 sinus lifts 2,178
6,990
2,046 sinus lifts
90
93
92.6
91.5
*Sifat bahan graft bukan faktor yang signifikan menentukan tingkat kesuksesan akhir sepanjang waktu
penyembuhan cukup (≥10–12 bulan) dan menggunakan implan permukaan kasar. Tarnow dkk (1998)
memperlihatkan bahwa antara 6 and 9 bulan, tulang vital adalah 24% (range 9–34%), sementara antara 12
and 15 bulan, tulang vital sebesar 33% (10–65%).
B. Penempatan Graft
1. Bahan graft disimpan di dappen dish dan dibasahi dengan garam steril.
2. Antibiotik (amoksisilin 500 mg, klindamisin 150 mg) dapat ditambahkan ke graft. Hal
ini membantu mengurangi infeksi, tetapi penggunaannya benar-benar tergantung pada
protokol masing-masing klinisi.
3. Syringe tuberkulin 1 cc digunakan sebagai implan carier
Catatan: Syringe steril 1cc disediakan oleh CeraMed dan Ace surgical supply.
Jika ada ujung syringe, buang dengan blade no.15 (Gargand Quiñones, 1997),
pastikan bahwa semua tepi tajam dihilangkan untuk menghindari membran robek
secara tidak sengaja. Syringe diisi dengan mendorong bahan implan sampai ke
ujungnya karena syringe ditekan ke dalam bahan graft. Ini dapat dilakukan oleh
asisten bedah dan telah disiapkan sebelumnya. Disarankan menggunakan dua atau
tiga syringe untuk mempercepat transfer bahan graft (lihat Gambar 27-9P).
4. Sinus bagian anterior dan medial diisi terlebih dengan memasukkan syrine ke dalam
sinus dan menyemprotkan bahan graft (Smiler dan Holms, 1987). Hal ini akan
memastikan bahwa daerah-daerah yang sulit dijangkau terisi lebih dahulu. Ini juga
akan memberikan stabilisasi awal pada membran bagian superior dan medial.
Catatan: Jika implan ditempatkan secara simultan,maka pengisian dilakukan setelah
penempatan implan.
5. Jika penempatan implan secara simultan tidak dipertimbangkan, maka sinus diisi di
bagian medial dan posterior. Graft dikemas dengan kuat dengan tekanan lembut untuk
memastikan kepadatan material yang memadai namun tidak terlalu ketat membatasi
suplai darah, oksigen, dan/atau komponen lain yang diperlukan untuk kesuksesan
graft.
Catatan: Perawatan yang dilakukan jangan sampai membungkus terlalu banyak
bahan graft atau memberi tekanan berlebihan, yang dapat mengakibatkan robeknya
membran sinus. Ini terutama ketika sudah ada robekan atau perforasi.
6. Sinus dianggap terisi ketika bahan graft sejajar dengan dinding lateral (lihat Gambar
27-9Q).
Catatan: Tidak ada manfaatnya mengisi sinus berlebihan.
C. Penempatan Implan Simultan.
1. Jika ada minimal 5 mm tinggi residual alveolar ridge (SA-3 [lihat Tabel 27-1]; VRH3 [lihat Tabel 27-2]) dan tercapai stabilitas implan primer, maka implan bisa
ditempatkan secara simultan. Jika penempatan dilakukan dengan benar, maka tidak
ada perbedaan tingkat keberhasilan implan antara penempatan bertahap dan simultan
(Jensen dkk, 1998 [83,9% vs 85,5%]; Tong dkk, 1998; Del Fabbro dkk, 2004 [92,93%
vs 92,17%]; Wallace dan Froum, 2004 [89,7% vs 89,6%]).
2. Selama penempatan implan, dinding superior tidak didukung oleh bahan graft, untuk
mencegah kerusakan selama implan penempatan. Setelah ditempatkan, implan akan
menstabilkan bagian superior sinus.
3. Sinus sekarang diisi di bagian medial dan posterior.
D. Penempatan Membran di Dinding Lateral. Sifat, jenis, dan penggunaan membran belum
dibuktikan secara kuat.
Meskipun sinus akan sembuh tanpa menggunakan membran, namun penggunaan
membran memberikan ketahanan pada dinding lateral, mencegah ingrowth jaringan ikat,
meningkatkan kepadatan graft, dan persentase tulang vital lebih besar (11% tanpa
membran vs 25% dengan membran) (Tarnow dan Froum, 2000). Penggunaan membran
juga menghasilkan survival rate secara signifikan lebih tinggi (93,6% vs 88,7%)
(Wallace dan Froum, 2004).
Satu-satunya pertanyaan terkaitan dengan sifat dan kualitas membran : resorbable
versus nonresorbable. Sampai saat ini ada bukti yang jelas bahwa membran yang satu
memiliki kelebihan dari yang lain, dari itu direkomendasikan bahwa membran resorbable
dapat digunakan. Ini akan mengurangi kemungkinan infeksi sekunder karena paparan
membran dan kemungkinan membutuhkan prosedur bedah tambahan untuk pelepasan
prematur (lihat Gambar 27-9R).
V. Penutupan Flap.
1. Benang jahitan yang cocok (Gore-Tex, Vicryl, Dexon) digunakan untuk
memungkinkan stabilisasi flap selama 2-3 minggu tanpa infeksi. Goro-tex adalah
benang pilihan, karena terserap secara biologis dan dapat dibiarkan dalam waktu lama
tanpa rusak atau reaksi peradangan sekunder.
2. Buat Satu, dua, atau tiga jahitan horizontal mattress terlebih dahulu. Ini akan
menghilangkan ketegangan garis incisi, membantu memastikan penutupan flap
primer, dan membalikkan tepi flap berhadapan satu sama lain.
3. Jahitan terputus dan/atau kontinue digunakan untuk penutupan akhir incisi vertikal
dan palatal (Gambar 27-9, S dan T).
VI. Instruksi Pasca Operasi dan Obat-obatan
1. Peridex (3-4 minggu atau sampai area telah stabil)
2. Sikat gigi Ultraswave (PHB)
3. Diet lunak (4 minggu atau sampai area sudah stabil)
4. Analgesik sesuai kebutuhan
5. Amoksisilin 500 mg tiga kali sehari untuk 10 hari
6. Instruksikan pasien agar tidak meniup hidung selama 1 minggu dan menjaga mulut
terbuka ketika bersin.
7. Tidak merokok.
VII. Komplikasi Pasca Operasi:
A. Sinusitis maksilaris akut. Graft sinus, meskipun dianggap prosedur yang aman
(Peleg dkk, 1999a, 1999b; Ziccardi dan Betts, 2000; Raghoebar, 2001; SchwartzArad dkk, 2004), tetap memiliki beberapa komplikasi.
Tatum (1986) menyatakan bahwa komplikasi utama implan sinus adalah
infeksi pasca operasi, yang telah dilaporkan 3%, sedangkan Marx dkk (1981), dalam
ulasan literatur, menemukan komplikasi berkisar antara 17,6 - 50%. Kedekatan dari
struktur vital menentukan bahwa sebelum melakukan prosedur ini, sangat disarankan
agar klinisi membangun hubungan kerja sama dengan spesialis telinga, hidung, dan
tenggorokan.
Jika pasien datang dengan sinusitis maxillary akut (nyeri wajah, nyeri tekan,
bengkak, bernanah, demam), harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh. Jika
terdapat purulensi, kultur dan tes sensitivitas harus dilakukan dan pasien diobati
secara agresif dengan antibiotik. Regimen antibiotik berikut direkomendasikan oleh
Misch (1992) dan harus digunakan selama 10-14 hari:
1. Kombinasi
a. Augmentasi 500 mg – 1 g setiap 6 jam harus diganti dengan amoksisilin.
Asam klavulanat akan mengontrol organisme penghasil beta-laktamase.
b. Metronidazole (Flagyl) 250 mg tiga kali sehari akan mengendalikan bakteri
anaerob. atau
2. Clindamycin (Cleocin) 300-450 mg untuk awal kemudian 150-300 mg tiga kali
sehari.
Klorheksidin glukonat adalah obat kumur yang juga disarankan.
Catatan: Jika tidak ada perubahan infeksi dan purulensi tetap ada, maka graft
mungkin harus dikeluarkan. “Jika gejalanya tidak membaik atau mulai
memburuk, pasien harus segera dirujuk ke spesialis untuk konsultasi dan
evaluasi”.
B. Dehiscence menghalagi insisi. Pencegahan adalah cara terbaik untuk mengatasi
masalah ini. Incisi harus dibuat jauh dari area bedah dan flap disingkap secara
memadai untuk memungkinkan penutupan bebas tegangan.
Membran yang terpapar perlu dibuang segera untuk mencegah infeksi. Graft
yang terpapar dapat dibuang sebagian atau seluruhnya. Fistula kecil umumnya akan
sembuh dalam periode waktu tertentu, dan bilasan klorheksidin dan salin digunakan
untuk mengurangi infiltrat bakteri.
Ringkasan dan Kesimpulan
1. Penggunaan Caldwell-Luc lateral approach pada sinus lift dapat diprediksi dan dapat
dilakukan dengan menggunakan berbagai bahan graft yang berbeda.
2. Tidak diperlukan jumlah minimal residual bone untuk augmentasi sinus yang dapat
diprediksi.
3. Penempatan implan simultan dan augmentasi sinus dapat diprediksi jika
a. Terdapat jumlah minimum residual bone
b. Stabilitas implan awal dapat dicapai
c. Implan benar-benar dikelilingi oleh tulang
4. Semakin lama sinus dibiarkan untuk sembuh, semakin tinggi tingkat keberhasilannya.
Oleh karena itu, disarankan baik pada penempatan implan immediat/segera atau bertahap,
biarkan penyembuhan 12-14 bulan agar proses osseointegration sempurna.
Catatan: Untuk mencegah masalah yang tidak diinginkan, klinisi yang kurang familiar
dengan prosedur ini sebaiknya menghindari penempatan implan secara simultan.
Kasus-kasus klinis disajikan dalam Gambar 27-12 hingga 27-15.
GAMBAR 27-12. Prostetik, progresif loading, dan desain oklusal. A dan B, Klinis dan radiografi praoperasi. C
dan D, Radiografi pasca operasi setelah pengangkatan sinus dan penempatan implan, pendekatan bertahap. E,
Penempatan healing abutment. F, Oklusal view, Custom abutment. Perhatikan posisi tengah. G, Fasial view,
Custom abutment. H, Radiografi Custom abutment. I, Temporisasi. Progresif loading selama 6 bulan;
Penutupan cusp, Pengurangan oklusi, garis inklinasi; mengurangi dataran oklusal; dan kontak hanya pada oklusi
sentris atau habitual occlusion. J, Radiografi prostetik akhir. K, Oklusi akhir menghasilkan mahkota sementara.
L, Oklusal view, Mahkota akhir. Perhatikan pengurangan permukaan oklusal dan garis inklinasi.
GAMBAR 27-13. Gambar implan sebelum dan sesudah operasi disajikan pada Gambar 27-12. Tampak
pembentukan tulang baru. Pra operasi: A, gigi 12; B, gigi 13; C, gigi 14. Pasca operasi: A ', gigi 12; B ', gigi 13;
C ', gigi 14.
GAMBAR 27-14. Sinus lift, perforasi membran sinus, dan immediat implant placement. A dan B, Klinis dan
radiografi pra operasi. C, Incisi palatal ditempatkan jauh dari jendela. D, Outline jendela. E, Bony window
dilepas dan sinus lift. Tampak perforasi sinus (dua). F, Preparasi area implan. Perhatikan kesejajaran arah probe.
G, Penempatan bioabsordable material untuk menutupi perforasi dan mendukung atap. H, Freeze-dried bone
allograft ditempatkan pada permukaan medial sebelum penempatan implan. I, Penempatan Implan.
GAMBAR 27-14. Lanjutan. J, Sinus terisi sepenuhnya dengan Freeze-dried bone allograft. K, Gore-Tex
ditriming sebelum penempatan di atas jendela. L, Penutupan flap dengan garis incisi jauh dari jendela sinus. M,
Radiografi implan 12 bulan pasca operasi. N, Gore-Tex dikeluarkan saat penempatan abutment. O, Penempatan
healing abutment. Tampak penyembuhan sinus sempurna. P, Penyembuhan akhir sebelum pemasangan prostesa.
Gambar. 27-15. Guided tissue regeneration. Immediate loading. A, Posisi temporary bridge praoperasi. B,
Edentulous ridge pra operasi. C, Surgical stent di tempat duplikat temporary bridge. D, Radiografi panoramik
menunjukkan septum tulang yang besar. E, Cross-sectional view menunjukkan edentulous ridge yang tipis. F,
Outline jendela Sinus. Terlihat rona biru pada sinus. G, Jendela terbuka. Sinus lift selesai. H, Graft material
(FDBA) ditempatkan di area anterior, medial, dan oklusal sebelum penempatan implan. I, Penempatan implan
ke dalam sinus. J, Sinus terisi sepenuhnya dengan FDBA.
GAMBAR. 27-15. Lanjutan. K, Penempatan implan segera ke soket ekstraksi (# 6). Implan yang sempit
ditempatkan segera pada ridge. L, FDBA ditempatkan di atas bukal dehiscence dan area pencabutan. M,
Membran resorbable ditempatkan di atas sinus yang terbuka. N, Penempatan membran resorbable dan
nonresorabable. O, Suturing dengan custom abutmen pada implan. P, Temporary bridge diletakkan di atas
implan. Tampak posisi ideal implan deangan temporary bridge. Q, Akrilik selfcuring ditempatkan di temporary
bridge. R, Dua bulan kemudian pada saat membran nonresorbable dilepas. Terlihat pembentukan tulang awal
dibandingkan dengan membrance resorbable. S, Radiograf pada saat penempatan implan. T dan U, Radiografi
dan clinical view kasus akhir 5 tahun kemudian.
Download