Jurnal Penelitian Tindakan Sekolah dan Kepengawasan Vol. 2, No. 1, Juni 2015 ISSN 2355-9683 MODEL SUPERVISI AKADEMIK TERPADU BERBASIS PEMBERDAYAAN MGMP UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU MATEMATIKA Jurotun1), Samsudi2), Titi Prihatin3) 1 2,3 SMA N 1 Dempet Demak Universitas Negeri Semarang Abstrak Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui diskripsi dan analisis model supervisi akademik yang ada di Kabupaten Demak serta mengembangkan sebuah model supervisi akademik terpadu berbasis pemberdayaan MGMP yang efektif dapat meningkatkan kompetensi pedagogik guru matematika. Digunakan pendekatan Riset and development, analisis data menggunakan metode campuran yaitu kualitatif dan kuantitatif. Hasil dari studi pendahuluan diperoleh bahwa Supervisi akademik yang dilaksanakan oleh pengawas sekolah dan kepala sekolah kurang efektif. Hal ini dapat dilihat dari frekuensi pelaksanaan supervisi akademik pengawas sekolah dan kepala sekolah yang masih minim terhadap guru matematika, komposisi pengawas sekolah yang tidak ideal, supervisor (pengawas sekolah/kepala sekolah) tidak berasal dari guru mata pelajaran yang sama dengan guru yang disupervisi, kurangnya pelatihan/pembimbingan terhadap guru sebagai bentuk tindak lanjut dari supervisi akademik serta tidak dilibatkannya MGMP di dalam proses supervisi akademik. Dari hasil pengembangan model diperoleh bahwa model supervisi akademik terpadu valid dan efektif untuk meningkatkan kompetensi pedagogik guru matematika. © 2014 Jurnal Penelitian Tindakan Sekolah dan Kepengawasan Kata Kunci: pengembangan model, supervisi akademik terpadu, pemberdayaan MGMP, kompetensi pedagogik. PENDAHULUAN Keterlaksanaan delapan standar nasional pendidikan di setiap sekolah harus dipantau secara berkelanjutan oleh pengawas sekolah melalui kegiatan pengawasan (supervisi) akademik terhadap guru dan supervisi manajerial terhadap kepala sekolah. Supervisi akademik berkaitan dengan keterlaksanaan standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses dan standar penilaian pendidikan. Supervisi manajerial berkenaan dengan keterlaksanaan standar pengelolaan pendidikan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana pendidikan serta standar pembiayaan pendidikan. Oleh sebab itu pengawas sekolah harus memahami konsep–konsep supervisi pendidikan serta menerapkannya dalam melaksanakan supervisi akademik dan supervisi manajerial. Seorang pendidik minimal harus memilki empat kompetensi yaitu: kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi sosial dan kompentensi kepribadian. Berdasarkan hasil UKA tahun 2012 diperoleh informasi bahwa dari 281.016 yang mengikuti ujian ternyata peserta yang MODEL SUPERVISI AKADEMIK TERPADU BERBASIS PEMBERDAYAAN MGMP UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU MATEMATIKA Jurotun 27 lulus sebanyak 249.001 orang dengan rata-rata nasional sebesar 42,25 (PTK Dikmen, 2012:7). Hal ini menunjukkan bahwa kompetensi guru masih rendah dan perlu mendapatkan pembinaan melalui supervisi akademik. Berdasarkan data yang diperoleh di Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Demak jumlah pengawas sekolah untuk SMA adalah tiga orang yang bertugas melakukan supervisi terhadap dua belas sekolah negeri dan dua puluh satu Swasta. Komposisi jumlah pengawas dengan jumlah sekolah yang tidak ideal tentunya akan berakibat terhadap pola supervisi yang kurang maksimal. Pengawas sekolah belum melakukan tugasnya secara optimal dalam upaya meningkatkan kinerja guru, guru belum merasakan adanya pembinaan yang signifikan yang dilakukan oleh pengawas dalam menjalankan tugasnya, sehingga peningkatan yang didapat melalui pelaksanaan supervisi belum mampu mengangkat citra guru (Sudin,2008; Sulaiman, 2013). Pengawas sekolah dalam melaksanakan supervisi akademik tentunya harus menguasai karakteristik dari setiap mata pelajaran yang akan di supervisi. Karaktersitik pembelajaran matematika tentunya berbeda dengan pembelajaran yang lain, sehingga diperlukan seorang supervisor yang mininal serumpun di dalam mensupervisi guru untuk dapat mengetahui karakteristik dari pembelajaran yang dilaksanakan. Terjadinya mismatch atau ketidaksesuaian antara supervisor dengan guru yang disupervisi jelas akan menghambat bentuk perlakuan yang diberikan. Panigrahi (2012) menyatakan bahwa pengawas dengan latar belakang sebagai guru bahasa tidak dapat memahami kemampuan matematika siswa dan tidak dapat memberikan jenis bantuan profesional yang dibutuhkan oleh guru matematika. Pelaksanaan supervisi akademik memerlukan suatu wadah atau tempat yang dapat menampung karakteristik dari suatu mata pelajaran tertentu sehingga proses bantuan yang diberikan dapat berjalan dengan optimal. Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) menjadi tempat yang ideal untuk wahana pemberian bantuan kepada guru dalam mengembangkan kompetensinya khususnya di dalam pembelajaran. Parwati (2013) menjelaskan bahwa kemampuan guru mata pelajaran matematika dalam menyusun RPP dapat ditingkatkan melalui supervisi akademik dalam kegiatan KKG. Permasalahan yang dapat diidentifikasikan dalam penelitian meliputi: 1) mutu pendidikan perlu ada pengawasan; 2) kompetensi guru cenderung rendah sehingga perlu adanya sebuah supervisi akademik; 3) komposisi pengawas sekolah kurang ideal; 4) tidak adanya pengawas sekolah yang berlatar belakang sebagai guru matematika; 5) MGMP belum diberdayakan secara optimal dalam pelaksanaan supervisi akademik; dan 8) perlu adanya model supervisi akademik terpadu yang disesuaikan dengan karakteristik dan kompetensi guru matematika. Tujuan dalam penelitian ini adalah memperoleh deskripsi dan analisis supervisi akademik, mengembangkan model supervisi akademik bagi guru matematika, mengetahui keefektifan model supervisi akademik terpadu melalui pemberdayaan MGMP yang dikembangkan. Supervisi akademik terpadu adalah suatu bentuk supervisi akademik yang dilaksanakan oleh supervisor (pengawas sekolah atau kepala sekolah) yang prosesnya bekerjasama dengan guru untuk mensupervisi sesama guru. Model supervisi akademik terpadu mengacu pada model Cooperative Professional Development (CPD). Model ini merupakan model supervisi kerjasama pengembangan profesi dalam mensupervisi guru. Model ini diperankan oleh guru secara kolegial setuju bekerja sama dalam meningkatkan kemampuan profesionalnya. Kerjasama Pengembangan Profesional didefinisikan sebagai proses yang dilakukan secara moderat oleh dua atau lebih guru yang bersepakat kerjasama untuk mengembangkan profesionalisme mereka, dengan saling mengunjungi kelas, saling memberi umpan balik dan menggali masalah–masalah kesupervisian. Bentuk kerjasama pengembangan profesional yang dipilih tergantung pada pengawas atau kepala sekolah yang disepakati bersama guru-guru berupa supervisi klinis secara bergantian, diskusi tentang inovasi–inovasi pembelajaran, saling mengunjungi 28 Jurnal Penelitian Tindakan Sekolah dan Kepengawasan Vol. 2. No. 1. (2015) dan sharing mengatasi masalah pembelajaran. Model ini memberi peluang bagi guru-guru saling memberi umpan balik secara informal dan mendiskusikan isu-isu pembelajaran. Supervisi akademik terpadu berbasis pemberdayaan MGMP adalah supervisi akademik yang memadukan antara supervisor (pangawas sekolah dan kepala sekolah) dan guru dalam proses supervisi akademik. Cara pelaksanaan supervisi akademik terpadu adalah dengan menggabungkan teknik kunjungan kelas, observasi kelas dan pertemuan guru mata pelajaran . Uno (2012:35) mengemukakan kompetensi adalah pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Suyanto (2013:1) mengatakan kompetensi adalah sebuah perilaku rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Sudjana (2012:38) melihat kompetensi sebagai gabungan dari kemampuan, pengetahuan, kecakapan, sikap, sifat, pemahaman, apresiasi dan harapan yang mendasari karakteristik seseorang untuk berunjuk kerja dalam menjalankan tugas atau pekerjaan guna mencapai standar kualitas dalam pekerjaan nyata. Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan seseorang dalam mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan potensi yang dimiliki peserta didik. Sudjana (2012:61) menjabarkan Kompentesi pedagogik guru SMA terbagi menjadi 10 kompetensi inti yaitu: (1) Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual; (2) Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik; (3) Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran; (4) Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik; (5) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk pembelajaran; (6) Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki; (7) Berkomunikasi secara efektif, empatik dan santun dengan peserta didik; (8) Menyelengggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar; (9) Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran; dan (10) Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan pembelajaran. METODE PENELITIAN Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Riset And Development (R&D). Menurut Borg dan Gall (1989:789), yang dimaksud dengan model penelitian dan pengembangan adalah “ a process used to develop and validate aducational product”. Penelitian ini disebut juga “ research based development” yang muncul sebagai strategi dan bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Selain untuk mengembangkan dan memvalidasi hasil-hasil pendidikan, Research and development juga bertujuan untuk menemukan pengetahuan-pengetahuan baru melalui “basic research”, atau untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan khusus tentang masalah-masalah yang bersifat praktis melalui “applied research” yang digunakan untuk meningkatkan praktik-praktik pendidikan. Prosedur penelitian yang digunakan dalam penelitian ini mengadaptasi dan memodifikasi tahapan-tahapan yang dikembangkan oleh Samsudi (2009:90) menjadi empat tahapan yaitu: 1) Tahap studi pendahuluan, 2) tahap perumusan model konseptual, 3) tahap validasi model konseptual oleh ahli dan praktisi dan 4) tahap implementasi model dengan melakukan ujicoba terbatas. Tahap studi pendahuluan dimulai dari studi literatur yang digunakan sebagai bahan-bahan pendukung yang berkaitan dengan model supervisi akademik terpadu berbasis musyawarah guru mata pelajaran (MGMP), kemudian dilanjutkan dengan studi lapangan untuk mendiskripsikan model supervisi akademik yang sekarang dilakukan di SMA kabupaten Demak. Data studi lapangan MODEL SUPERVISI AKADEMIK TERPADU BERBASIS PEMBERDAYAAN MGMP UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU MATEMATIKA Jurotun 29 diperoleh dari wawancara langsung dengan pengawas, kepala sekolah dan guru matematika tentang supervisi akademik yang sekarang dilaksanakan. Data supervisi akademik meliputi: perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan tindak lanjut superevisi akademik. Tahap penyusunan desain model konseptual dilakukan berdasarkan hasil studi pendahuluan. Desain model konseptual yang dikembangkan adalah model supervisi akademik terpadu untuk meningkatkan kompetensi pedagogik guru matematika beserta perangkatnya. Perangkat di dalam model supervisi akademik terpaduberupa panduan dan instrumen supervisi akademik terpadu . Instrumen yang digunakan berupa lembar observasi unjuk kerja yang dapat mengukur kompetensi pedagogik guru matematika. Uji kelayakan model konseptual atau validasi merupakan proses kegiatan untuk menilai apakah rancangan produk yang dikembangkan akan lebih efektif daripada produk yang sudah ada. Uji kelayakan model atau validasi model konseptual dilakukan melalui validasi ahli dan validasi praktisi. Validasi ahli dilakukan oleh dua pakar manajemen yaitu validitas butir. Sedangkan untuk menentukan tingkat keandalan atau konsistensi instrumen yang menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran dengan suatu instrumen dapat dipercaya dilakukan perhitungan reliabilitas instrumen dengan melihat indeks reliabilitas instrumen yang dihitung dengan koefisien alpha cronbach. Implementasi model supervisi akademik terpadu berbasis pemberdayaan MGMP dilaksanakan dengan ujicoba terbatas menggunakan desain eksperimen bentuk one-group pretestposttest design, yaitu diterapkan kepada guru matematika yang menjadi peserta pemberdayaan Musyarawah Guru Mata Pelajaran (MGMP) SMA di kabupaten Demak, baik dari sekolah negeri maupun sekolah swasta. Tujuan penggunaan desain ini untuk menguji keefektifan model dan validasi model konseptual yang telah dihasilkan secara empirik. Pengujian keefektifan model dilakukan terhadap model konseptual yang dikembangkan sehingga menjadi model empirik atau layak terap. HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap Studi Pendahuluan Hasil studi pendahuluan berisi tentang diskipsi supervisi akademik yang terjadi di Kabupaten Demak. Dari hasil studi pendahuluan diatas diketahui bahwa model supervisi akademik yang dilakukan oleh supervisor (pengawas sekolah/ kepala sekolah) terhadap guru SMA di Kabupaten Demak adalah sebagai berikut: SUPERVISI AKADEMIK Pengawas KS 1 KS 2 Guru Inti Guru KS .... KS ke-n Guru Inti Guru inti Guru Inti Guru Guru Guru Gambar 1 Model Faktual Supervisi Akademik 30 Jurnal Penelitian Tindakan Sekolah dan Kepengawasan Vol. 2. No. 1. (2015) Dalam supervisi akademik peran supervisor yaitu pengawas sekolah atau kepala sekolah sangat penting. Karena dengan adanya supervisor diharapkan mutu para guru dapat terjamin kualitasnya. Jenis bantuan yang dapat diberikan oleh seorang supervisor seperti penyusunan kurikulum, penyusunan silabus, penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran, strategi pembelajaran, penggunaan media, penilaian hasil belajar siswa, penguasaan kelas serta penelitian tindakan kelas. Sehingga melalui supervisi akademik ini diharapkan guru dapat lebih terampil dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran serta menilai kemampuan peserta didik dalam pelajaran yang diampu. Sudjana (2012:28) menjelaskan bahwa rasio pengawas SMA adalah 1 berbanding dengan 40 guru mapel atau 1 berbanding dengan 7 sekolah binaan. artinya seorang pengawas sekolah harus membina 40 guru mapel atau membina 7 sekolah binaan. Mengingat pengawas sekolah SMA adalah pengawas sekolah dalam rumpun mapel maka komposisi pengawas sekolah harus terdiri dari sekurang-kurangnya satu tim yang terdiri dari 5 pengawas sekolah untuk membina 7 sekolah binaan. Demikian juga dengan kepala sekolah yang mempunyai tupoksi melaksanakan supervisi akademik, pelaksanaan supervisi akademik yang dilaksanakan oleh kepala sekolah kepada guru matematika SMA di Kabupaten Demak juga cenderung rendah. 24,4% guru matematika belum pernah disupervisi oleh kepala sekolah dan 33,3% baru satu kali disupervisi oleh kepala sekolah serta 17,8% disupervisi kepala sekolah dua kali selama menjadi guru matematika. Padahal supervisi akademik dilaksanakan oleh kepala sekolah minimal 2 kali dalam satu tahun. Artinya pelaksanaan supervisi akademik yang dilakukan oleh kepala sekolahpun belum berjalan dengan baik. Di dalam pelaksanaan supervisi akademik seorang supervisor seharusnya mengetahui karakteristik mata pelajaran dari guru yang akan disupervisi. Idealnya guru matematika disupervisi oleh supervisor yang mempunyai latar belakang sebagai guru matematika sehingga supervisor dapat memberikan bantuan keprofesionalan secara jelas dan utuh. Panigrahi (2012) menyatakan bahwa supervisor berlatar belakang guru bahasa tidak dapat memberikan bantuan keprofesionalan terhadap guru matematika. Hal ini bisa sangat dimengerti karena konten (isi) materi dan penyampaian di dalam pembelajaran antara guru matematika dengan guru yang lain berbeda. Jika supervisornya berasal dari guru bahasa maka kecenderungan yang diperhatikan adalah dari tata kebahasaannya saja. Sedangkan kedalaman isi materi dan pola penyampaian materi cenderung kurang diperhatikan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Herwanti (2013) bahwa supervisor tidak dipersiapkan secara khusus untuk mensupervisi guru-guru mata pelajaran. Pelaksanaan supervisi akademik yang dilaksanakan oleh supervisor biasanya minimal 2 kali dalam satu tahun yaitu pada semester ganjil dan semester genap. Sedangkan dari hasil kuesioner ada 8,9% guru matematika yang belum pernah disupervisi selama setahun terakhir dan sekitar 57,8% guru matematika hanya disupervisi 1 kali saja selama setahun terakhir. Artinya frekuensi pelaksanaan supervisi akademik tidak berjalan secara baik. Supervisor baik pengawas sekolah maupun kepala sekolah cenderung mengeluh bahwa guruguru tidak siap untuk disupervisi, guru-guru merasa kurang nyaman pada saat disupervisi. Hal ini bertolak belakang dengan apa yang dirasakan oleh guru matematika SMA, 42,2% guru matematika merasa biasa saja, 33,3% guru matematika merasa nyaman dan 6,7% guru matematika sangat nyaman pada saat proses supervisi berlangsung. Sehingga harus ada sebuah pola pikir baru dari supervisor bahwa tidak semua guru merasa tidak atau kurang nyaman selama proses supervisi akademik berlangsung. Tindak lanjut yang diberikan oleh supervisor hanya berupa pertemuan balikan tentang hasil supervisi yang telah dilaksanakan tanpa ditindaklanjuti dengan program pembimbingan ataupun pelatihan bahkan kadang-kadang supervisor tidak memberikan tindak lanjut dari proses supervisi yang sudah dilaksanakan. Sekitar 26,75% guru matematika tidak pernah mendapatkan MODEL SUPERVISI AKADEMIK TERPADU BERBASIS PEMBERDAYAAN MGMP UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU MATEMATIKA Jurotun 31 pembimbingan ataupun pelatihan dari supervisor setelah proses supervisi akademik, 22,2% guru matematika mengatakan jarang mendapatkan pembimbingan dan pelatihan dan sekitar 33,3% guru matematika mengatakan kadang-kadang memperoleh pelatihan dan pembimbingan dari supervisor sebagai tindak lanjut supervisi yang dilaksanakan. Supervisi akademik yang dilaksanakan oleh pengawas sekolah maupun kepala sekolah berjalan sendiri-sendiri dan tidak ada keterpaduan diantara keduanya. Pengawas sekolah melaksanakan supervisi akademik dengan mengambil beberapa sampel dari sekolah binaan sedangkan kepala sekolah melaksanakan supervisi akademik dengan mendelagasikan kepada guru senior dan tidak melibatkan MGMP matematika meskipun tidak ada supervisor dengan latar belakang guru matematika. Sehingga perlu dikembangkan sebuah model supervisi akademik terpadu berbasis pemberdayaan MGMP. Tahap Pengembangan Model supervisi akademik terpadu berbasis pemberdayaan MGMP dikembangkan berdasarkan analisis paduan antara temuan empiris di lapangan (yakni kondisi objektif pelaksanaan supervisi akademik terhadap guru matematika SMA dalam peningkatan kompetensi pedagogik di Kabupaten Demak) dengan kaidah-kaidah supervisi akademik yang bersifat konseptual. Secara operasional pengembangan model supervisi akademik terpadu berbasis pemberdayaan MGMP terdiri perumusan desain model, penyusunan perangkat model, validasi serta ujicoba terbatas. Adapun model dari supervisi akademik terpadu berbasis pemberdayaan MGMP adalah sebagai berikut: SUPERVISI AKADEMIK TERPADU Pengawas KS 1 KS 2 Guru Inti Guru Inti Guru Guru KS .... KS ke-n Guru inti Guru Inti Guru Guru PEMBERDAYAAN MGMP (Kurikulum, Penilaian, Media pembelajaran, Best Practise) Peningkatan kompetensi pedagogik Gambar 2. Model Supervisi Akademik terpadu berbasis pemberdayaan MGMP 32 Jurnal Penelitian Tindakan Sekolah dan Kepengawasan Vol. 2. No. 1. (2015) Supervisi akademik terpadu berbasis pemberdayaan MGMP adalah supervisi akademik yang memadukan antara supervisor (pangawas sekolah dan kepala sekolah) dan guru dalam proses supervisi akademik melalui suatu kegiatan. Cara pelaksanaan supervisi akademik terpadu adalah dengan menggabungkan teknik kunjungan kelas, observasi kelas dan pertemuan guru mata pelajaran. Tahapan pelaksanaan model supervisi akademik terpadu meliputi: Persiapan, analisis kebutuhan, pelaksanaan supervisi awal, pelatihan/pembimbingan, pelaksanaan supervisi akhir dan tahap penilaian keberhasilan supervisi akademik terpadu.. Perangkat model supervisi akademik terpadu berupa Panduan Pelaksanaan dan instrumen supervisi akademik terpadu berbasis Pemberdayaan MGMP. Instrumen yang digunakan berupa lembar observasi unjuk kerja yang dapat mengukur kompetensi pedagogik guru matematika. Uji kelayakan model atau validasi merupakan proses kegiatan untuk menilai apakah rancangan produk yang dikembangkan akan lebih efektif daripada produk yang sudah ada. Uji kelayakan model atau validasi dilakukan melalui validasi ahli dan validasi praktisi. Setelah panduan model supervisi akademik divalidasi oleh ahli dan praktisi maka langkah selanjutnya adalah melaksanakan ujicoba instrumen supervisi akademik terpadu. Ujicoba instrumen supervisi akademik terpadu ini berupa lembar observasi unjuk kerja yang terdiri dari 36 pernyataan yang di isi oleh supervisor (guru inti) dan digunakan untuk menilai 20 orang guru matematika SMA yang bukan subjek ujicoba utama. Dengan perhitung menggunakan bantuan spps statistic 20. Koefisien reliabilitas untuk instrumen ini adalah sebesar 0,937. Artinya korelasinya sangat tinggi. Di dalam supervisi akademik terpadu guru akan merasa nyaman selama disupervisi karena yang melaksanakan supervisi adalah guru seniornya masing-masing di tiap sekolah dan mengajar mata pelajaran yang sama. Demikain juga guru yang berpengalaman di dalam kurikulum akan memberikan pengetahuan tentang kekurikuluman yang pernah didapatkan, begitupun guru yang mahir di dalam media pembelajaran dapat menularkan kemampuannya kepada rekan-rekan guru yang lain, sharing tentang materi mata pelajaran yang diampu, serta diskusi dalam melaksanakan evaluasi atau penilaian yang sesuai dengan kurikulum Kegiatan pemberdayaan MGMP dapat meningkatkan pemahaman kurikulum mulai dari filosofi kurikulum, perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran sampai dengan evaluasi dan tindak lanjut. Meningkatkan ketrampilan dan kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran yang efektif dan efisien, meningkatkan kemampuan guru dalam melaksanakan evaluasi yang bervariasi mulai dari pelatihan sistem penilaian portopolio, pelatihan pengajaran remidial dan pengayaan sampai dengan menganalisis hasil ulangan dan laporan hasil belajar. Pemberdayaan juga dapat digunakan untuk pengembangan diri guru melalui best practise penelitian tindakan kelas yang dibuat. Guru dapat menyeminarkan hasil best practise di dalam pemberdayaan dan digunakan untuk penilaian angka kredit bagi guru PNS. Apalagi didalam penilaian pengembangan keprofesian berkelanjutan guru diharuskan untuk mempublikasikan karya ilmiah. Maka tempat yang paling tepat untuk mempublikasikan karya ilmiah yang dilakukan oleh guru adalah melalui pemberdayaan MGMP. Sekaligus dapat menginspirasi rekan-rekan guru yang lain untuk dapat membuat karya ilmiah. Dari kegiatan pemberdayaan beberapa produk dapat dihasilkan seperti perangkat pembelajaran, bahan ajar, media pengajaran dan alat evaluasi. Selain itu, guru menjadi lebih kreatif dalam mengajar. Dampak pemberdayaan dapat dirasakan dengan adanya kerjasama sesama guru bidang studi, proses pembelajaran yang lebih bervariasi, sehingga diharapkan capaian akademik siswa meningkat dan persentase lulusan menjadi tinggi. Didalam proses supervisi akademik seharusnya pegawas sekolah dapat memanfaatkan kegiatan pemberdayaan dengan baik, jika guru mempunyai jam mengajar lewat kelas, maka pengawas sekolah dapat mendapatkan jam mengajarnya lewat kelas pemberdayaan. Pengawas sekolah dapat memberdayakan guru senior ataupun guru yang MODEL SUPERVISI AKADEMIK TERPADU BERBASIS PEMBERDAYAAN MGMP UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU MATEMATIKA Jurotun 33 sudah berpengalaman untuk melaksanakan sharing terhadap ilmu yang di dapat kepada teman sejawat melalui proses pemberdayaan . Berdasarkan hasil supervisi awal diperoleh skor minimal 77 dan skor maksimal 126 dengan rata-rata skor sebesar 95,75 dengan kriteria penilaian cukup. Hasil supervisi akhir diperoleh skor minimal 86 dan skor maksimal 127 dengan rata-rata skor sebesar 109,60 dengan kriteria penilaiannya adalah baik. Berdasarkan hasil perhitungan wilcoxon match pairs test berbantuan spss statistic 20 diperoleh bahwa nilai T hitung terkecil adalah 3,50 dengan taraf signifikansinya 5% disimpulkan Ho di tolak. artinya terdapat perbedaan nilai supervisi awal terhadap supervisi akhir setelah diberikan perlakuan pemberdayaan MGMP SIMPULAN Simpulan penelitian bahwa model supervisi akademik terpadu berbasis pemberdayaan MGMP efektif sebagai strategi peningkatan kompetensi pedagogik guru matematika SMA di Kabupaten Demak, yang didasarkan pada hasil pengujan hipotesis dan kenaikan rata-rata skor hasil supervisi. yan Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih setinggi-tingginya disampaikan kepada Direktur Program Pascasarjan Unnes; Direktur P2LPTK yang berkenan memberi bea siswa . DAFTAR PUSTAKA Anggreni.,T.A. Nataya. Sunu. 2013. Kontribusi Supervisi Akademik Kepala Sekolah, Budaya Sekolah, dan Etos Kerja terhadap kualitas Pengelolaan Pembelajaran Guru-guru di SMP PGRI 4 Denpasar. Diperoleh dari http://pasca.undiksha.ac.id/e-journal/index.php/jurnal_ap/article/viewFile /652/437 (diunduh 26 November 2013) Borg R W dan Gall, M. 1989. Educational Research, an introduction. New York: Longman Dahl, C. 2011. Supervising academic library internship for non-LIS undergraduates, Journal of Library Management Vol. 32 No. 6/7, 2011 pp. 408-418. Diperoleh dari http://emeraldinsight.com/journals.htm? issn=01435124 (diunduh 17 Desember 2013). De Grauwe,A. 2007. Transforming School Supervision Into a Tool For Quality Improvement. Diperoleh dari http://download.springer.com/static/pdf /357/art%253A10.1007%252Fs11159-007-90579.pdf?auth66=138673 16304433e538d4b07f2230c2e272027 d83a0&ext=.pdf (diunduh 9 Desember 2013) Firman. 2012. Pengaruh kegiatan musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) terhadap kompetensi profesional guru ekonomi SMA/MA di kota Pekanbaru. Diperoleh dari http://repository.unri.ac.id/bitstream/123456789/1605/1/FIRMAN.pdf (diunduh 20 november 2013) Herwanti,. K. 2013. Supervisi Pengajaran Kimia SMA Berbasis Kompetensi Profesional (SPK-SMA_PBK). Materi Seminar Nasional dalam rangka Peblikasi Hasil Penelitian Tesis dan Disertasi pada Jurnal Ilmiah Terakreditasi. Program Pascasarjana UNNES. Ingle, K. 2011. Principals’ Sensemaking of Teacher Hiring and On – the – Job Performance, Bowling Green State University Bowling Green, Ohio, diperoleh dari http://www.emeraldinsight.com/journals.htm? iss=09578234. Diunduh (18 Desember 2013) 34 Jurnal Penelitian Tindakan Sekolah dan Kepengawasan Vol. 2. No. 1. (2015)