BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permukiman merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia (kebutuhan primer) yang harus terpenuhi agar manusia dapat sejahtera dan hidup layak sesuai dengan derajat kemanusiaannya. Permukiman sebenarnya merupakan kebutuhan perorangan (individu) namum dapat berkembang menjadi kebutuhan bersama jika manusia berkeluarga dan bermasyarakat. Selain sebagai makhluk individu manusia juga sebagai makhluk sosial maka manusia tidak hidup sendiri – sendiri akan tetapi hidup bersama dan membentuk kelompok – kelompok, demikian pula halnya dengan rumah tempat tinggalnya akan dibangun secara bersama – sama sehingga berkelompok atau tersebar dalam suatu wilayah, dilengkapi dengan prasarana dan sarana yang diperlukan penghuninya, selanjutnya disebut dengan permukiman (settlement). Dalam dimensi permukiman, secara harfiah pola permukiman dapat diartikan sebagai susunan (model) tempat tinggal suatu daerah. Model dari pengertian – pengertian permukiman mencakup didalamnya susunan dari pada persebaran permukiman. Pengertian pola permukiman dan persebaran permukiman memiliki hubungan yang sangat erat. Persebaran permukiman menekankan pada hal yang terdapat permukiman, dan atau dimana tidak terdapat permukiman dalam suatu wilayah (Sumaatmadja, 1981 dalam Banowati 2006). Perkembangan permukiman sangat dipengaruhi oleh penghuni permukiman itu sendiri. Dengan adanya pertumbuhan penduduk yang semakin pesat akan mengakibatkan kebutuhan permukiman semakin besar. Masalah ini hampir terjadi disetiap daerah perkampungan, karena kampung merupakan daerah yang sangat dinamis yaitu pertumbuhan penduduknya setiap hari semakin bertambah banyak, sehingga daerah perkampungan menghadapi ancaman semakin tingginya kepadatan penduduk dan kepadatan bangunan tempat tinggal yang merupakan indikator penurunan kualitas lingkungan permukiman. Bertambahnya jumlah penduduk maupun kegiatan penduduk telah menuntut bertambahnya ruang untuk mengakomodasi permukiman maupun bangunan – bangunan yang dapat mewadahi kegiatan tersebut. Kawasan Kampung Nelayan Luar Batang terletak di kawasan permukiman padat penduduk Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara, dikenal dengan situs bangunan bersejarah berupa Masjid Luar Batang merupakan salah satu bangunan sejarah tua yang ada di Jakarta. Sejarah berdirinya Masjid Luar Batang tak terlepas dari Habib Husein bin Abu Bakar bin Abdillah Al„Aydrus. Habib ini kemudian dikenal dengan nama Habib Keramat Luar Batang. Meski usianya sudah ratusan tahun, masjid ini tetap penuh oleh jemaahnya. Tak hanya dating untuk shalat Jum‟at, adapula warga yang sengaja datang untuk berziarah. Makam Habib Husein Luar Batang tidak pernah ditutup 1 dan selalu dibuka setiap hari, terlebih jika hari besar Islam seperti Maulid Nabi, Isra‟ Mi‟raj, Ramadhan, Hari Raya Idul Fitri & Idul Adha, serta Haul Habib Husain Luar Batang. Permukiman Luar Batang sudah ada sejak abad ke-4. Banyak suku – suku di Nusantara berbaur di daerah ini saat masa itu karena dekat dengan Pelabuhan Sunda Kelapa yang menjadi satu – satunya akses berdagang. Saat ini penduduk di sekitar lokasi berdasarkan data kependudukan mayoritas berprofesi sebagai nelayan. Kondisi permukiman di kampung Luar Batang tidak tertata, banyak bangunan – bangunan yang tidak bersertifikat dan terdapat beberapa bangunan yang tidak sesuai dengan peruntukan guna lahan yang didirikan di sekitar wilayah tersebut. Oleh karena itu, perlunya penataan kawasan yang sesuai dengan Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta serta penerapan green waterfront dalam penataan kampung nelayan luar batang sebagai objek wisata bahari. Pengertian waterfront adalah suatu area yang berbatasan dengan air yang memiliki kontak fisik dan visual dengan air laut, sungai, danau dan badan air lainnya. Sedangkan yang dimaksud dengan pengembangan waterfront adalah suatu usaha penataan dan pengembangan bagian atau kawasan kota yang skala kegiatan dan fungsi yang ada sangat beragam dengan intensitas tinggi sebagai kegiatan perkotaan baik untuk fungsi perumahan, pelabuhan dan perdagangan komersial dan industri hingga kawasan wisata. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka permasalahan yang akan dirumuskan dan dipecahkan dalam laporan ini antara lain: 1. Bagaimana penataan kawasan Kampung Nelayan Luar Batang sebagai objek wisata bahari? 2. Bagaimana rekomendasi Urban Design Guidelines (UDGL) kawasan Kampung Nelayan Luar Batang? 1.3. Tujuan dan Sasaran Tujuan dari penataan sebagai objek wisata pada kawasan Kampung Nelayan Luar Batang, Jakarta Utara adalah: 1. Memaparkan penataan kawasan Kampung Nelayan Luar Batang, Penjaringan Jakarta Utara sesuai dengan Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta serta memperhatikan potensi kawasan untuk dapat dikembangkan menjadi objek wisata bahari. 2. Memaparkan Urban Design Guidelines (UDGL) Kampung Nelayan Luar Batang, Penjaringan Jakarta Utara. 2 Sasaran strategis yang dicapai dari penataan kawasan Kampung Nelayan Luar Batang, Penjaringan Jakarta Utara antara lain: 1. Menumbuhkan, menghidupkan kawasan Kampung Nelayan Luar Batang, Penjaringan Jakarta Utara sebagai kawasan yang memiliki daya tarik sebagai objek wisata. 2. Meningkatkan kesejahteraan kawasan Kampung Nelayan Luar Batang, Penjaringan Jakarta Utara dan sekitarnya melalui peningkatan keterampilan dan menciptakan peluang usaha melalui objek wisata. 3. Meningkatkan perekonomian dan pendapatan warga kawasan Kampung Nelayan Luar Batang, Penjaringan Jakarta Utara melalui objek wisata. 4. Memberikan rekomendasi bagi suatu kebijakan dan program Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam hal penataan kawasan Kampung Nelayan Luar Batang. 1.4. Ruang Lingkup Ruang lingkup digolongkan menjadi 2 (dua) yaitu ruang lingkup spasial dan ruang lingkup substansial. 1.4.1 Ruang Lingkup Spasial Ruang lingkup spasial dari penelitian ini adalah kawasan Kampung Nelayan Luar Batang, Penjaringan Jakarta Utara dengan luas tapak sekitar 226.840 m². Gambar 1.1 Peta Kawasan Kampung Nelayan Luar Batang Sumber : maps.google.com 3 Adapun batasan-batasan pada kawasan adalah sebagai berikut : a. Utara : PT Satya Trinadi Komira Perkasa dan Apartemen Pluit b. Selatan : Kali Krukut c. Barat : PT Kemasindo Cepat Nusantara dan Permukiman d. Timur : Jalan Maritim Raya, Pelabuhan Sunda Kelapa 1.4.2 Ruang Lingkup Substansial Ruang lingkup substansial dari penelitian ini adalah Penerapan Green Waterfront dalam Penataan Kampung Nelayan Luar Batang Sebagai Objek Wisata Bahari ditinjau dari teori perancangan kawasan pesisir (Waterfront), antara lain: a. Pengertian dan fenomena Waterfront b. Prinsip dan struktur pengembangan Waterfront c. Komponen penataan kawasan Waterfront d. Tinjauan penataan kawasan, meliputi Tipologi dan Citra Kota e. Ruang Publik f. Tinjauan Aspek Pariwisata g. Kriteria Penataan Kawasan Waterfront City Sebagai Pengembangan Kawasan Pariwisata Konsep yang diterapkan dalam Penataan Kampung Nelayan Luar Batang adalah Green Waterfont. Konsep Green Waterfont terdiri dari 8 variabel konsep yang selanjutnya akan disesuaikan dengan hasil analisis data untuk menentukan indikator tiap variabel untuk menyelesaikan permasalaha n dan memksimalkan potensi yang terdapat pada tapak. Adapun 8 variabel konsep tersebut yaitu: a. Green Planning & Design b. Green Open Space c. Green Waste d. Green Transportation e. Green Building f. Green Water g. Green Energy h. Green Disaster Management 4 1.6. Kerangka Pikir PENERAPAN GREEN WATERFRONT DALAM PENATAAN KAMPUNG NELAYAN LUAR BATANG SEBAGAI OBJEK WISATA BAHARI 1. Perkembangan permukiman sangat dipengaruhi oleh penghuni permukiman itu sendiri. Dengan adanya pertumbuhan penduduk yang semakin pesat akan mengakibatkan kebutuhan permukiman semakin besar. 2. Perlunya penataan kawasan yang sesuai dengan Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta serta pengembangan potensi kawasan yang dapat menjadi objek wisata baru di Jakarta, khususnya di daerah Penjaringan Jakarta Utara 1. Bagaimana penataan kawasan Kampung Nelayan Luar Batang sebagai objek wisata bahari? 2. Bagaimana rekomendasi Urban Design Guidelines (UDGL) kawasan Kampung Nelayan Luar Batang? 1. Memaparkan penataan kawasan 1. sekitarnya melalui peningkatan Jakarta Utara sesuai dengan Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Daerah Khusus Ibukota 2. Memaparkan Guidelines Urban (UDGL) Design Jakarta Utara. Meningkatkan kesejahteraan sekitarnya melalui peningkatan keterampilan dan kawasan Kampung keterampilan dan menciptakan peluang usaha melalui objek wisata. 3. Meningkatkan perekonomian dan pendapatan warga kawasan Kampung Nelayan Luar Batang, Penjaringan Kampung Nelayan Luar Batang, Penjaringan Kampung Nelayan Luar Batang, Penjaringan Jakarta Utara dan kawasan untuk dapat dikembangkan 2. kawasan menciptakan peluang usaha melalui objek wisata. Jakarta serta memperhatikan potensi menjadi objek wisata bahari. kesejahteraan Nelayan Luar Batang, Penjaringan Jakarta Utara dan Kampung Nelayan Luar Batang, Penjaringan Meningkatkan Jakarta Utara. 4. Memberikan rekomendasi bagi suatu kebijakan dan program Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam penataan kawasan Kampung Nelayan Luar Batang. 5. Menambah wawasan, informasi, dan ilmu 5 Ruang lingkup spasial dari penelitian ini adalah kawasan Kampung Nelayan Luar Batang, Penjaringan Jakarta Utara dengan luas tapak sekitar 226.840 m². a. Pengertian dan fenomena Waterfront b. Prinsip dan struktur pengembangan Penataan Kampung Nelayan Sebagai Objek Wisata Luar Batang, Waterfront Penjaringan Jakarta Utara ditinjau dari c. Komponen penataan kawasan Waterfront kajian teori dan penerapan konsep d. Tinjauan Green Waterfront penataan kawasan, meliputi Tipologi dan Citra Kota e. Ruang Publik f. Tinjauan Aspek Pariwisata g. Kriteria Penataan Kawasan Waterfront City Sebagai Pengembangan Kawasan Pariwisata Kawasan Kelurahan Penjaringan Jakarta Utara Kampung Nelayan Luar Batang, Penjaringan Jakarta Utara KONSEP PERANCANGAN KAWASAN KAMPUNG NELAYAN LUAR BATANG ANALISIS PERANCANGAN KAWASAN KAMPUNG NELAYAN LUAR BATANG URBAN DESIGN GUIDELINES KAMPUNG NELAYAN LUAR BATANG Skema 1.1 Kerangka Berpikir 6 1.7. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dibagi menjadi 6 (enam) bab. Setiap bab berisi pembahasan yang berbeda-beda, namun memiliki ketekaitan antara bab yang satu dengan bab yang lainnya, disesuaikan dengan tahapan-tahapan yang telah ditentukan, uraian mengenai bab-bab tersebut antara lain : BAB 1 PENDAHULUAN Menguraikan penulisan laporan penelitian ini secara umum, yaitu membahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, ruang lingkup penelitian, hipotesis, dan kerangka pemikiran yang akan dibahas lebih lanjut dalam laporan penelitian. BAB 2 KAJIAN TEORI Membahas tentang kajian teori, kerangka teori dan bench mark mengenai penataan Penataan Kampung Nelayan Sebagai Objek Wisata Luar Batang, Penjaringan Jakarta Utara. BAB 3 TINJAUAN KAWASAN Membahas studi kasus yaitu penataan Penataan Kampung Nelayan Sebagai Objek Wisata Luar Batang, Penjaringan Jakarta Utara. BAB 4 KONSEP PERANCANGAN KAWASAN Membahas konsep perancangan kawasan terhadap Penataan Kampung Nelayan Sebagai Objek Wisata Luar Batang, Penjaringan Jakarta Utara. BAB 5 ANALISIS PERANCANGAN KAWASAN Membahas tentang analisis perancangan kawasan Penataan Kampung Nelayan Sebagai Objek Wisata Luar Batang, Penjaringan Jakarta Utara sesuai dengan konsep dan teori Perancangan Kampung dan Permukiman. BAB 6 URBAN DESIGN GUIDELINES Membahas tentang rekomendasi desain perancangan kawasan Kampung Nelayan Luar Batang, Penjaringan Jakarta Utara sesuai dengan konsep dan teori Perancangan Kota dan Permukiman. 7 BAB 2 KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Waterfront (Kawasan Tepi Air) Pengertian waterfront dalam Bahasa Indonesia secara harafiah adalah daerah tepi sungai, bagian kotayang berbatasan dengan air. Pengertian waterfront antara lain yaitu The dynamic area of the cities and towns where land and water meet (Breen, 1994) ; dan Interface between land and water (Wrenn, 1983). Istilah waterfront sebenarnya sudah lama dipakai untuk pengembangan beberapa kawasan perkotaan yang berada di dekat tepi air. Kawasan waterfront merupakan bagian elemen fisik kota yang sangat potensial untuk dikembangkan menjadi suatu kawasan yang hidup (livable) dan tempat berkumpul masyarakat. Konsep pengembangan ini sudah di pakai oleh beberapa negara maju dan berkembang antara lain : Amerika serikat, Dubai, dan beberapa negara Eropa dan Asia lainnya. Pengembangan kawasan tepi air ini sebenarnya sudah mulai di kembangkan sejak tahun 1980 dan bermula di wilayah negara Amerika. Secara singkat istilah waterfont memiliki pengertian bahwa suatu bagian dari elemen fisik perkotaan tempat bertemunya daratan dengan perairan (tepi air) yang sangat potensial untuk dikembangkan menjadi kawasan yang hidup dan tempat berkumpul masyarakat. Disamping itu secara lebih luas kawasan tepi air dapat dimaknai dengan beberapa hal seperti berikut : 1. Kawasan yang dinamis dan unik dari suatu kota dengan segala ukuran di mana daratan dan air (sungai, danau, laut, teluk) bertemu kawasan tepian air dan harus dipertahankan keunikannya. 2. Kawasan yang dapat meliputi bangunan atau aktivitas yang tidak harus secara langsung berada di atas air, akan tetapi terikat secara visual atau historis atau fisik atau terkait dengan air sebagai bagian dari scheme yang lebih luas. 2.1.2 Fenomena Waterfront Waterfront merupakan sebuah asset yang di miliki oleh suatu kota yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan publik dengan berbagai tujuan seperti diungkapkan dalam jurnal “prinsip perancangan kawasan tepi air” (sastrawati, isfa, vol 14, no.3, ITB, 2003). Pada proses pengembangan kawasan tepi air pada dasarnya merupakan permasalahan yang sangat kompleks di suatu kawasan perkotaan yaitu adanya perbedaan pengembangan antara kepentingan publik dan kepentingan swasta dari orientasi pengembangan fungsi ruang publik menjadi fungsi properti. Pengembangan ruang publik merupakan pengembangan yang di orientasikan kepada kesejahteraan masyarakat luas sedangkan pengembangan fungsi properti berorientasi kepada keuntungan sebahagian pihak. Oleh sebab itu usaha untuk melindungi kawasan tepi air sebagai ruang publik yang terbebas dalam proses konstruksi diperlukan adanya kerjasama dan kesatuan visi dari berbagai pihak yaitu masyarakat, pemerintah dan swasta untuk mewujudkan karakter kawasan tepi air sehingga dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh beberapa stakeholder yang ada. Dalam proses 8 pengembangan suatu kawasan waterfront pada dasarnya dapat di bagi atas tiga jenis pengelompokan yaitu : 1. Konservasi Merupakan pengembangan yang bertujuan untuk memanfaatkan kawasan tua yang berada di tepi air dimana pada kondisi sekarang masih terdapat potensi yang dapat di kembangkan secara maksimal. Contoh Venice waterfront. Gambar 2.1 Venice waterfront yang dikembangkan dengan adanya potensi konservasi Sumber : https://pixabay.com/id/ 2. Redevelopment Pengembangan jenis ini merupakan suatu usaha untuk menghidupkan atau membangkitkan kembali kawasan pelabuhan dengan tujuan yang berbeda sebagai suatu kawasan penting bagi kehidupan masyarakat kota dengan mengubah fasilitas yang ada pada kawasan yang di gunakan oleh kapasitas yang berbeda pula. Contoh: Riverfront Redevelopment, Memphis-Tennessee Gambar 2.2 Riverfront Redevelopment, Memphis-Tennessee Sumber: www.discoveramerica.com/ca/tennessee/memphis-riverfront-development-parks.html 9 Penambahan fungsi taman dimanfaatkan untuk dapat menampung kegiatan dengan skala yang lebih besar. Proses redevelopment ini terhubung antara pusat kota dan taman. 3. Development Pengembangan jenis ini merupakan contoh perencanaan yang sengaja dibentuk dengan menciptakan sebuah kawasan tepi air dengan melihat kebutuhan masyarakat terhadap ruang di kota dengan cara penataan kawasan tepi air. Contoh Portland waterfront development. Gambar 2.3 Portland waterfront Developent Sumber: www.portlandneighborhood.com/portland-south-waterfront.html 2.1.3 Prinsip Pengembangan Waterfront Pengembangan kawasan tepi air merupakan suatu potensi yang sangat tinggi bagi suatu kawasan untuk mengembangkan fungsit komersial seperti restoran dan kawasan perbelanjaan. Adapun prinsip yang di kembangkan dalam pengembangan kawasan tepi air yang diungkapkan oleh L. Azeo Torre dalam bukunya Waterfront Development pada dasarnya terdiri atas empat hal pokok yaitu konsep, aktivitas, tema dan fungsi yang di kembangkan. Berikut gambaran prinsip yang digunakan dalam pengembangan kawasan kawasan tepi air adalah : 1. Adanya kerjasama berbagai pihak dalam pengembangan kawasan tepi air sebagai suatu daya tarik bagi pengunjung. 2. Pengembangan konsep tepi air melalui potensi yang ada pada kawasan sebagai suatu daya tarik bagi pengunjung untuk datang ke kawasan tersebut. 3. Pengembangan aktivitas di kawasan tepi air dan menikmati aktivitas di sekitar pelabuhan sebagai sebuah potensi untuk memberikan pengalaman yang berharga bagi pengunjung seperti makan malam, berbelanja dll. 4. Pengembangan tema pada pintu masuk dari sungai, danau menjadi pengembangan aktivitas utama di kawasan tepi air. 10 Pengembangan kawasan tepi air sebagai orientasi rekreasi dapat berupa aktivitas berenang, olah raga dayung, ski air dan fasilitas pendukung lainnya seperti tempat beristirahat, taman, hunian dan perdagangan. 2.1.4 Struktur pengembangan Kawasan Waterfront City Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh pusat penelitian dan pengembangan permukiman pada tahun 1995-2000 melihat bahwa struktur peruntukkan kawasan kota pantai atau kota tepi air dapat diarahkan pada 7 (tujuh) pengembangan, yaitu : 1) Kawasan Komersial (Commercial Waterfront) Adapun kriteria pokok pengembangan kawasan komersial di kota pantai adalah : a. Harus mampu menarik pengunjung yang akan memanfaatkan potensi kawasan pantai sebagai tempat bekerja, belanja maupun rekreasi (wisata) b. Kegiatan diciptakan tetap menarik dan nyaman untuk dikunjungi (dinamis) c. Bangunan harus mencirikan keunikan budaya setempat dan merupakan sarana bersosialisasi dan berusaha (komersial) d. Mempertahankan keberadaan golongan ekonomi lemah melalui pemberian subsidi. e. Keindahan bentuk fisik (profil tepi pantai) kawasan pantai diangkat sebagai faktor penarik bagi kegiatan ekonomi, sosial-budaya, dll. 2) Kawasan Budaya, Pendidikan dan Lingkungan Hidup (Cultural, Education, dan Environmental Waterfront) Kriteria pokok pengembangannya adalah : a. Memanfaatkan potensi alam pantai untuk kegiatan penelitian, budaya dan konservasi. b. Menekankan pada kebersihan badan air dan suplai air bersih yang tidak hanya untuk kepentingan kesehatan saja tetapi juga untuk menarik investor. c. Diarahkan untuk menyadarkan dan mendidik masyarakat tentang kekayaan alam tepi pantai yang perlu dilestarikan dan diteliti. d. Keberadaan budaya masyarakat harus dilestarikan dan dipadukan dengan pengelolaan lingkungan didukung kesadaran melindungi atau mempertahankan keutuhan fisik badan air untuk dinikmati dan dijadikan sebagai wahana pendidikan (keberadaan keragaman biota laut, profil pantai, dasar laut, mangrove, dll. e. Perlu ditunjang oleh program-program pemanfaatan ruang kawasan, seperti penyediaan sarana untuk upacara ritual keagaman, sarana pusat-pusat penelitian yang berhubungan dengan spesifikasi kawasan tersebut, dll. f. Perlu upaya pengaturan/pengendalian fungsi dan kemanfaatan air atau badan air. 11 3) Kawasan Peninggalan Bersejarah (Historical/Herritage Waterfront) Kriteria pokok pengembangannya adalah : a. Pelestarian peninggalan-peninggalan bersejarah (landscape, situs, bangunan dll) dan/atau merehabilitasinya untuk penggunaan berbeda (modern); b. Pengendalian pengembangan baru yang kontradiktif dengan pembangunan yang sudah ada guna mempertahankan karakter (ciri) kota; c. Program-program pemanfaatan ruang kawasan ini dapat berupa pengamanan pantai dengan pemecah gelombang untuk mencegah terjadinya abrasi (melindungi bangunan bersejarah di tepi pantai), pembangunan tanggul, polder dan pompanisasi untuk menghindari terjadinya genangan pada bangunan bersejarah, dll. 4) Kawasan Wisata/Rekreasi (Recreational Waterfront) Kriteria pokok pengembangan kawasan rekreasi/wisata di kota pantai adalah : a. Memanfaatkan kondisi fisik pantai untuk kegiatan rekreasi (indoor atau outdoor). b. Pembangunan diarahkan di sepanjang badan air dengan tetap mempertahankan keberadaan ruang terbuka. c. Perbedaan budaya dan geografi diarahkan untuk menunjang kegiatan pariwisata, terutama pariwisata perairan. d. Kekhasan arsitektur lokal dapat dimanfaatkan secara komersial guna menarik pengunjung. e. Pemanfaatan kondisi fisik pantai untuk kegiatan rekreasi/wisata pantai. 5) Kawasan Permukiman (Residential Waterfront) Kriteria pokok pengembangan kawasan permukiman di kota pantai adalah : a. Perlu keselarasan pembangunan untuk kepentingan pribadi (private) dan umum. b. Perlu memperhatikan tata air, budaya lokal serta kepentingan umum. c. Pengembangan kawasan permukiman dapat dibedakan atas kawasan permukiman penduduk asli dan kawasan permukiman baru. Pada permukiman/perumahan nelayan harus dilakukan upaya penataan dan perbaikan untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan kawasan. Penempatan perumahan nelayan baru hendaknya disesuaikan dengan potensi sumber daya sekitar dan market hasil budidaya perikanan. d. Program pemanfaatan kawasan yang dapat diterapkan untuk kawasan permukiman penduduk asli (lama) antara lain: revitalisasi/penataan bangunan, penyediaan utilitas, penanganan sarana air bersih, air limbah dan persampahan, penyediaan dermaga perahu, serta pemeliharaan drainase. 12 e. Program pemanfaatan kawasan yang dapat diterapkan untuk kawasan permukiman baru antara lain penataan bangunan dengan memberi ruang untuk public access ke badan air, pengaturan pengambilan air tanah,reklamasi, pengaturan batas sempadan dari badan air, program penghijauan sempadan, dan lain-lain. 6) Kawasan Pelabuhan dan Transportasi (Working and Transportation Waterfront) Kriteria pokok pengembangannya adalah : a. Pemanfaatan potensi pantai untuk kegiatan transportasi, pergudangan dan industri. b. Pengembangan kawasan diutamakan untuk menunjang program ekonomi kota (negara) dengan memanfaatkan kemudahan transportasi air dan darat. c. Pembangunan kegiatan industri harus tetap mempertahankan kelestarian lingkungan hidup. d. Program pemanfaatan ruang yang dapat diterapkan : pembangunan dermaga, sarana penunjang pelabuhan (pergudangan), pengadaan fasilitas transportasi, dll. 7) Kawasan Pertahanan dan Keamanan (Defence Waterfront) Kriteria pengembangan kawasan pertahanan dan keamanan di kota pantai : a. Dipersiapkan khusus untuk kepentingan pertahanan dan keamanan bangsa negara; b. Perlu dikendalikan untuk alasan hankam dengan dasar peraturan khusus; c. Pengaturan tata guna lahan (land-use) untuk kebutuhan dan misi hankam negara. Melihat potensi yang di miliki oleh kawasan Kampung Nelayan Luar Batang sebagai kawasan perdagangan dan wisata maka penataan perancangan kawasan Kampung Nelayan Luar Batang dapat diarahkan sebagai upaya peningkatkan nilai ekonomi kawasan studi khususnya dan kota Palembang umumnya. Oleh sebab itu kawasan waterfront Palembang pada dasarnya dapat diarahkan sebagai Kawasan Wisata (Recreational Waterfront). 2.1.5 Komponen Penataan Kawasan Waterfront City Penyusunan ketentuan norma penataan kawasan waterfront city didasarkan pada kajian normatif terhadap norma teori, standar, dan peraturan perundangundangan yang berlalu dan terkait dengan unsur penataan pada koridor jalan komersial. Menurut Sirvani (1985; hal 7-8) bahwa eleman rancang kota terbagi menjadi 8 (delapan) elemen aau komponen, yaitu tata guna lahan, bentuk dan tata massa bangunan, sirkulasi parkir, ruang terbuka, jalur pendestrian, pendukungaktifitas, tata informasi dan Preservasi. Fokus terhadap penelitian ini, maka dari 8 (delapan) elemen atau komponen penataan ini di ambil beberapa komponen yang dianggap sebagai komponen yang perlu di atur dan diarahkan supaya dapat memberikan kondisi lingkungan komersial yang lebih nyaman dan aman. Komponen yang dimaksudkan adalah Tata Guna Lahan, Bentuk dan Tata Massa Banguan, Sirkulasi dan Parkir, Jalur Pedestrian, Pendukung Kegiatan, Tata Informasi dan Jalur Hijau. 13 A. Tata Guna Lahan Pada prinsipnya land use adalah pengaturan penggunaan lahan untuk menentukan pilihan yang terbaik dalam mengalokasikan fungsi tertentu, sehingga secara umum dapat memberikan gambaran keseluruhan bagaimana daerah pada suatu kawasan tersebut seharusnya berfungsi. Land use bermanfaat untuk pengembangan sekaligus pengendalian investasi pembangunan. Pada skala makro, land use lebih bersifat multifungsi / mixed use. B. Bentuk dan Tata Massa Bangunan Umumnya, peraturan bangunan mengatur ketinggian, sempadan dan coverage bangunan. Pengalaman beberapa proyek penataan kota menyarankan untuk meliputi pula "penampilan dan konfigurasi bangunan", misal berkaitan dengan warna, bahan bangunan, tekstur, bentuk muka (fasad). Secara tradisional, hal-hal ini menjadi hak arsitek bersama kliennya, tapi sebenarnya hal ini menyangkut kepentingan masyarakat dan berdampak pada lingkungan kota. Contohnya: penggunaan kaca pantul cahaya untuk bangunan tinggi, dan pengubahan tampilan muka bangunan bersejarah. Isu utama dalam hal ini menyangkut "keseimbangan" hak antara arsitek perancang bangunan individual dan Pemerintah mewakili perancang kota, dalam hal perancangan eksterior bangunan dan ruang-ruang antara bangunan. Spreiregen, 1965 (dalam Shirvani, 1985; hal 23) menyebutkan tiga isu utama yang berkaitan dengan bentuk dan massa bangunan perkotaan, yaitu: a. "Skala" yang berkaitan dengan ketinggian pandang manusia, sirkulasi, bangunan-bangunan berdekatan, dan ukuran lingkungan; b. "Ruang Kota" berkaitan dengan bentuk-bentuk bangunan, skala dan suasana penutupan ruang antar bangunan, dan macam ruang kota; c. "Massa Perkotaan" meliputi bangunan-bangunan, permukaan tanah, obyekobyek dalam ruang yang dapat membentuk ruang kota dan membentuk pola kegiatan, dalam skala besar atau kecil. Bentuk dan tata massa bangunan pada awalnya menyangkut aspek-aspek bentik fisik karena setting (rona) spesifik yang meliputi ketinggian, pemunduran (Set Back), sempadan dan coverage bangunan, selanjutnya lebih luas menyangkut juga penampilan dan konfigurasi bangunan, yaitu disamping ketinggian juga meliputi warna, bahan bangunan, tekstur, bentuk muka (fasad), skala, dan gaya (Shirvani 1985; hal 11-23). Dari kutipan pendapat dan pengertian diatas, maka dalam konteks pembahasan bentuk dan tata massa bangunan ialah : a. Pengertian bentuk dan tata massa bangunan sebagai elemen fisik kota yang menyangkut aspek konfigurasi (ketinggian bangunan, penutup tapak, Set Back, sempadan dan coverage bangunan, dan pengaruh lingkungan alam yang dapat membentuk dan menata massa bangunan) Aspek penampilan (menyangkut konteks dan kontras dalam hal; tekstur warna, bangunan, tekstur, bentuk muka (fasad), skala, dan gaya, yang dapat menampilkan bentuk dan massa bangunan). 14 C . Sirkulasi dan Perparkiran Jalur sirkulasi dapat diartikan sebagai tali yang terlihat menghubungkan ruang-ruang suatu bangunan atau deretan ruang-ruang dalam maupun luar ruangan. Oleh karena itu, kita bergerak dalam waktu melalui suatu tahapan dari ruang. Kita memahami suatu ruangan dalam hubungan dimana kita berada dan kemana kita akan pergi (Ching, 1984; hal 246). Selain itu, menuru Shirvani (1985; hal 23-27) menyatakan bahwa sirkulasi berhubungan dengan erat dengan tata guna lahan karena sirkulasi berfungsi sebagai penghubung bagian-bangian kota, maka guna lahan menjadi berfungsi. Sirkulasi juga berpengaruh terhadap guna lahan, makin tinggi pencapaian ke sebuah guna lahan, maka intensitas kegiatan di guna lahan tersebut makin tinggi. Adapun elemen sirkuasi terdiri dari kendaraan (bermotor dan tidak bermotor) dan orang. Dalam hal penanganan sirkulasi, Shirvani (1985 hal 26) menawarkan tiga azas perancangan, yaitu: 1. Ruang jalan perlu dijadikan sebagai "unsur ruang terbuka visual positif" dengan cara: Menutupi dan membuat pengatasan lansekap terhadap tampilan yang "kurang sedap dipandang"; 2. Memberi persyaratan tinggi dan sempadan bagi bangunan dekat jalan; Membangun median jalan bertaman; Meningkatkan kualitas lingkungan alam yang terlihat dari jalan. Jalan dapat memberi orientasi kepada para pengemudi kendaraan dan membuat lingkungan menjadi jelas, dengan cara: Menyediakan palet lansekap untuk menegaskan batas lingkungan atau kawasan yang terlihat dari jalan; Membuat perlengkapan jalan dan pencahayaan sehingga jalan terlihat jelas di siang maupun malam hari; Mengkaitkan unsur jalan dengan obyek pandang penting (vistas) dan referensi penting (vistas) dan referensi visual (memudahkan untuk mengingat-ingat suatu tempat atau jalan) ke guna lahan terdekat atau landmark; Membedakan tingkatan jalan dengan pembedaan sempadan, tampilan ruang jalan, dan sebagainya. 3. Pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama dalam mencapai tujuan ini. Solusi lain terhadap isu sirkulasi dapat dilakukan dengan strategi manajemen lalulintas, serta penyebaran kegiatan antar kawasan di kota (desentralisasi kegiatan yang menimbulkan lalu lintas banyak). Secara umum, kecenderungan penanganan lalu lintas perkotaan meliputi peningkatan mobilitas gerak di pusat perdagangan kota, tidak mendorong penggunaan kendaraan pribadi, mendorong pemakaian kendaraan umum, dan peningkatan akses ke pusat perdagangan kota. 15 Jika ditinjau lebih mendalam, maka sirkulasi erat kaitannya dengan kendaraan yang bergerak. Dari hal ini, maka parkir merupakan hal yang mutlak perlu di perhatikan. Perparkiran mempunyai dua dampak langsung terhadap kualitas lingkungan, yaitu keberlangsungan kegiatan perdagangan di pusat kota, dan dampak visual bentuk kota. Sirkulasi dapat membentuk, mengarahkan, dan mengendalikan pola kegiatan (dan juga pembangunan) kota. Menurut Warpani (2002; hal 128) pertimbangan untuk ruas jalan sebagai bebas parkir hendaknya semata-mata didasarkan atas kepentingan lalu lintas tetapi juga perlu mempertimbangkan kepentingan guna lahan ruas jalan tersebut. Sebagai contoh, apabila di sepanjang ruas jalan tersebut adalah toko-toko dan atau pusat jajanan, maka kebijakan bebas parkir tidak tepat. Lebih bijaksana membiarkan lalu lintas berjalan kurang lancar dari pada toko-toko dan atau pusat jajanan sepi pengunjung. Berdasarkan hal tersebut maka perlu adanya pengaturan sirkulasi parkir untuk kawasan koridor jalan komersial agar tidak terkesan semerawut dan terkendali. Selain itu, adanya suatu arahan penataan sistem perparkiran adalah: a. Penataan parkir harus berorientasi kepada kepentingan pejalan kaki, memudahkan aksesibilitas dan tidak terganggu dan mengganggu sirkulasi kendaraan. b. Besaran, distribusi dan peletakan fasilitas parkir tidak mengganggu kegiatan bangunan dan lingkungan di sekitarnya dan disesuaikan dengan daya tampung lahan. c. Penataan parkir membentuk satu kesatuan dengan penataan jalan, pedestrian dan penghijauan. Menurut Warpani (2002, hal; 123) menyatakan bahwa setiap pelaku lalu lintas mempunyai kepentingan yang berbeda dan menginginkan fasilitas parkir sesuai dengan kepentingan. Keinginan para pemarkir ini patut diperhatikan oleh penyedia tempat parkir dalam merencanakan dan merancang fasilitas parkir. D. Jalur Pedestrian Pada masa lalu, perancangan pedestrian di kota jarang dilakukan. Ketika suatu mall dirancang dengan memperhatikan kenyamanan pejalan kaki, maka mall tersebut berhasil menarik banyak pengunjung. Jalan pedestrian (jalan pejalan kaki) di samping mempunyai unsur kenyamanan bagi pejalan kaki juga mempunyai andil bagi keberhasilan pertokoan dan vitalitas kehidupan ruang kota. Sistem pedestrian yang baik akan mengurangi ketergantungan pada kendaraan bermotor di pusat kota, menambah pengunjung ke pusat kota, meningkatkan atau mempromosikan sistem skala manusia, menciptakan kegiatanan usaha yang lebih banyak, dan juga membantu meningkatkan kualitas udara (Shirvani, 1985; hal 31). Menurut Shirvani (1985, hal 31-36), bahwa jalur pedestrian merupakan jalur sirkulasi untuk orang/manusia. Keberadaan pedestrian dalam suatu kota berhubungan erat dengan lingkungan dan pola aktifitas kotanya, karena pedestrian berfungsi untuk mengurangi konflik antara orang dan kendaraan (lalu lintas). Kemudian pedestrian juga harus memiliki akses yang baik dengan tempattempat pemberhentian kendaraan umum, tempat parkir, maupun tempat tinggal. Kegiatan-kegiatan 16 yang dapat menghidupkan suasana di jalur pedestrian, seperti: pertunjukan, penjual makanan, dan tempat janji bertemu (Rendezvous Points). Macam bangunan atau fasilitas (termasuk pula: perabotan jalan) sepanjang jalan pedestrian juga mempengaruhi hidup-matinya jalan pedestrian, misal; bila hanya ada kantor dan bank maka jalan pedestrian sepi; maka perlu ada toko-toko kecil atau department store di sepanjang jalan pedestrian serta dilengkapi dengan bangku-bangku tempat duduk dan lampu-lampu taman. Pada dasarnya jalur pedestrian berada di zona trotoar. Dimana jalur pedestrian ini seutuhnya digunakan hanya khusus pejalan kaki saja tidak ada yang lainnya. Hal ini guna memberikan rasa nyaman dan aman. E. Jalur Hijau Salah satu komponen yang penting dalam konsep tata ruang adalah menetapkan dan mengaktifkan jalur hijau baik yang akan direncanakan maupun yang sudah ada namun kurang berfungsi. Selain itu jenis pohon yang ditanam perlu menjadi pertimbangan, karena setiap jenis tanaman mempunyai kemampuanmenjerap yang berbeda-beda. Vegetasi ini sangat berguna dalam produksi oksigen yang diperlukan manusia untuk proses respirasi (pernafasan), serta untuk mengurangi keberadaan gas karbon dioksida yang semakin banyak di udara akibat kendaraan bermotor dan industri. Kehadiran tanaman dapat mengendalikan polusi udara melalui penghalangan, pengarahan, pembiasan dan penyerapan. Kemampuan untuk menyerap polutan pada tanaman sangat bervariasi, dimana pepohonan memiliki tingkat penyerapan yang paling tinggi. Tanaman juga dapat meredam suara dari kendaraan dengan menggunakan kombinasi dari perdu rendah dan permukaan tertutup akan memberikan pelemahan kebisingan (De Chiara dan Koppelmen, 1978; hal 125-140). F. Tata Informasi Suatu kota yang baik akan memiliki tanda-tanda/rambu-rambu yang baik, misalnya penunjuk arah untuk bersirkulasi. Dari sudut pandang rancang kota, media reklame dalam studi ini merupakan aspek fisik penting yang perlu diatur dan perancangan kawasan komersial. Aspek fisik ini memiliki pengaruh yang cukup besar dan keindahan kota, apabila dirancang atau ditata dan ditempatkan dengan baik (Shirvani, 1985; hal 40). Tata informasi ini menurut jenisnya dibagi menjadi dua yaitu papan informasi, Papan built in, yaitu pertandaaan yang di desain khusus menyatu dengan bangunan, bentuknya merupakan ciri khas bangunan. Selain itu, dari segi perancangan kota, papan/nama/reklame/informasi perlu diatur agar terjalin kecocokan lingkungan, pengurangan dampak visual negatif, mengurangi kebingungan dan kompetisi antara papan informasi publik dan papan reklame. Papan nama/reklame yang dirancang baik akan menambah kualitas tampilan bangunan dan memberi kejelasan informasi usaha. 17 2.1.6 Tinjauan Penataan Kawasan Dalam melihat kota sebagai suatu produk atau hasil, maka dalam proses analisis kota pada dasarnya akan menemui bahwa kota memiliki sifat yang sangat kompleks. Oleh sebab itu sebagai tokoh perancangan kota Roger Trancik melihat bahwa analisis suatu kota dapat di lakukan dengan 3 pendekatan sebagai landasan perancangan kota , dimana landasan ini pada dasarnya dapat mendefenisikan pola massa perkotaan dan tata ruang perkotaan dengan melihat kota sebagai struktur yang jelas seperti Void (ruang tertutup/terbuka) dan Solid (massa), tiga pendekatan tersebut diantaranya yaitu : A. Tipologi Pada dasarnya tipologi sebuah tempat tidak selalu sudah jelas, karena bisa jadi ada campuran antara sifat yang statis dan dinamis. Hal ini juga di kemukakan oleh Rob Krier yang menggolongkan semua tempat sesuai bentuknya dengan pemakaian elemen geometri dasar yaitu lingkaran, segitiga, bujur sangkar serta kombinasinya. Gambar 2.4 Beberapa karakter tempat (place) statis di dalam kota sebagai pembentukan ruang terbuka di dalam kota secara kontekstual Sumber : Zahnd, 1999 B. Citra Kota Citra kota merupakan pandangan perancangan kota ke arah yang memperhatikan pikiran terhadap kota dari orang yang hidup di dalamnya. Kevin Lynch sebagai salah satu peneliti kota menyatakan arti pentingnya citra pada sebuah kota dengan menyatakan : a. Citra dapat memberikan banyak hal bagi masyarakat kota yaitu sebagai orientasi bagi orang yang ada di dalam kota sehingga tercipta rasa nyaman. b. Citra dapat membentuk sebuah identitas yang kuat terhadap suatu tempat. c. Menciptakan keselarasan hubungan dengan tempat-tempat yang ada di sekitarnya. d. Lima elemen pembentuk Citra kota yang di kemukakan oleh Kevin Lynch adalah: 18 1. Path (jalur) merupakan rute-rute sirkulasi yang digunakan untuk melakukan pergerakan secara umum seperti gang-gang utama, jalan transit, lintasan kereta api, dll 2. Edge (Tepian) Edge berada pada batas antara dua kawasan tertentu dan berfungsi sebagai pemutus linear misalnya pantai, tembok, dll 3. District memiliki ciri khas yang mirip (bentuk, pola, dan wujudnya), mempunyai batas yang khas dimana orang merasa harus mengakhiri atau memulainya. 4. Node (simpul) merupakan simpul atau lingkaran daerah strategis di mana arah atau aktivitasnya saling bertemu dan dapat diubah ke arah atau aktivitas lain misalnya persimpangan jalan, square, dll 5. Landmark (tengeran) merupakan titik referensi seperti elemen node tetapi orang tidak masuk ke dalamnya karena bisa di lihat dari luar letaknya. 19 2.1.7 Ruang Publik (Public Space) Ruang publik merupakan ruang yang dapat berfungsi sebagai tempat penting bagi masyarakat untuk mengekspresikan diri secara fungsional, aktivitas dan bersosialisasi dalam kehidupan seharihari. Ruang publik juga digunakan sebagai tujuan yang bersifat private yaitu tempat membeli dan menjual sesuatu, sebagai taman , tempat berkreasi dan lain-lain. Dalam memahami ruang publik juga dapat dilihat melalui pengkategorian ruang publik itu sendiri yaitu ruang publik yang ditinjau dari pemanfaatannya, struktur fisik dan waktu penggunaannya. Ruang publik dapat dimanfaatkan secara terbuka dan dapat dicapai oleh umum untuk melakukan kegiatannya (Carr, 1992:50) atau ruang yang memberikan kesempatan untuk digunakan atau dicapai secara visual maupun secara fisik (Garnham,1970:55). Struktur fisik ruang publik terdiri dari bidang vertikal berupa dinding atau facade bangunan dan bidang horizontal dapat berupa lantai maupun atap, oleh sebab itu ruang publik dapat merupakan bagian ruang kota yang tertutup (In door), terbuka (Out door), ataupun (Under ground) di alam tanah yang masing-masing mempunyai hierarki sesuai dengan karakteristiknya (Barnet,1982:184) dimana didalam waktu pemanfaatannya tidak terbatas oleh waktu. 2.1.8 Tinjauan Aspek Pariwisata Pariwisata adalah suatu konsep umum yang berkembang sejak tahun 1811. Pariwisata sendiri pada perkembangnya memiliki defenisi yang mengalami perubahan. wisata merupakan kegiatan atau sebagian dari kegiatan yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata (UU. No. 9 tahun 1990 pasal 1). Kepariwisataan mempunyai beberapa dimensi lain selain ekonomi, diantaranya kompleks interaksi dan akibat-akibat yang terjadi sebelum, selama dan setelah suatu perjalanan pariwisata dan juga berdampak terhadap psikologis, sosiologis, ekologis dan politis. Melalui beberapa motif tujuan perjalanan yang dilakukan oleh seorang individu maupun kelompok ke suatu daerah maupun negara lain maka pariwisata (Sumber: Pariwisata Indonesia, Sejarah dan Propeknya. Yogyakarta: Kanisius, 1987) pada dasarnya dapat dapat di bedakan menjadi : 1. Pariwisata untuk menikmati perjalanan (Pleasure Tourism) Bentuk pariwisata ini dilakukan oleh orang-orang yang meninggalkan tempat tinggalnya untuk berlibur, untuk mencari udara segar yang baru, untuk melihat sesuatu yang baru, untuk menikmati keindahan alam, untuk mengetahui hikayat rakyat setempat. 2. Pariwisata untuk Urusan Usaha Dagang (Business Tourism) Pariwisata ini pada dasarnya dimanfaatkan oleh kaum pengusaha pada waktu-waktu tertentu di luar aktvitas sebagai pengusaha untuk berekreasi. 20 3. Pariwisata untuk Berkonvensi (Convention Tourism) Pariwisata ini di tandai oleh adanya kegiatan konferensi nasional maupun international. Dengan adanya kegiatan ini mengakibatkan timbulnya potensi ekonomi untuk mengembangkan fasilitas yang memadai baik skala nasional dan internasional untuk kepentingan konferensi. 4. Selain beberapa jenis pariwisata diatas terdapat beberapa jenis pariwisata lain yang pada dasarnya juga di ditujukkan untuk pembangunan perekonomian ekonomi modern saat ini yaitu : a. Wisata Komersial (Belanja) Jenis wisata ini bertujuan untuk mengunjungi pameran-pameran dan pekan raya yang bersifat komersial yang menjadi daya tarik bagi pengunjung sehingga hal ini berdampak terhadap kebutuhan akan sarana dan prasarana lain seperti meningkatnya arus transportasi dan fasilitas penginapan. b. Wisata Bahari Jenis wisata ini banyak dikaitkan dengan kegiatan olah raga di air, danau, bengawan, pantai, teluk dan laut untuk berbagai kegiatan seperti memancing, berlayar, berselancar, mendayung dll Dari kegiatan wisata yang ada pada dasarnya akan memicu tumbuhnya tempat-tempat belanja sebagai salah satu daya tarik pengunjung dalam suatu pengembangan. Untuk menciptakan kenyamanan bagi pengunjung maka tempat belanja ditinjau dari bentuk spasialnya dapat dibedakan menjadi : Shopping center, merupakan kawasan perbelanjaan dan perniagaan yang terpusat, seringkali disebut pusat perbelanjaan Shopping strips , merupakan kawasan perbelanjaan yang berdiri di sepanjang jalan utama Shopping street, yaitu kawasan perbelanjaan yang meliputi bangunan di sepanjang jalan dimana jalan masih dilewati kendaraan bermotor, pusat perbelanjaan berbentuk linier. Pedestrian Shopping Mall, merupakan tempat perbelanjaan dimana seluruh bagian jalan dan pedestrian menjadi satu kesatuan dengan pertokoan yang berderet di sepanjang jalur dan biasanya hanya dilewati oleh pejalan kaki. Melihat adanya berbagai potensi yang di miliki oleh kota Jakarta seperti, perdagangan, dan lokasi yang menarik untuk di kunjungi oleh wisatawan domestik dan mancanegara maka orientasi pengembangan wisata pada kawasan waterfront kota Palembang adalah : 1. Pleasure Tourism/ Pariwisata untuk menikmati perjalanan, yang dapat diartikan sebagai wisata untuk menikmati view sungai. 2. Business Tourism, pengembangan wisata yang dapat dinikmati oleh pelaku bisnis di kota Palembang dalam mengembangkan potensi bisnis yang ada Wisata Komersial (Belanja), pengembangan wisata yang dapat dimanfaatkan oleh wisatawan domestik dan mancanegara terutama bagi penduduk. 21 2.1.9 Kriteria Penataan Kawasan Waterfront City Sebagai Pengembangan Kawasan Pariwisata Kriteria keberhasilan perancangan suatu kawasan sangat tergantung pada desain kawasannya, persyaratan yang mendasar yang harus dimiliki oleh kawasan ini agar pengunjung dapat merasa nyaman dan aman. Perasaaan nyaman dan aman merupakan faktor yang penting bagi manusia untuk dapat menjalani segala aktivitas. Oleh karena itu, untuk mewujudkan rasa aman dan nyaman ini maka perlu di tinjau dari aspek keselamatan dan keamanan, kenyamanan, dan keindahan. A. Kriteria Keselamatan Kriteria keselamatan dapat mencangkup bebebapa pertimbangan, yaitu (Uterman, 1984; Jacobs, 1993; Pignataro, 1976; dan Highway Capacity Manual, 1985 dalam penelitian Akbar, 2004 hal 5051) : • Terlindung dari kecelakaan baik yang disebabkan oleh kendaraan bermotor maupun kondisi trotoar yang buruk (berlubang, jebakan-jebakan) • Pemisahan jalur kendaraan dengan perbedaan ketinggian • Terbebas dari lingkungan yang dapat menimbulkan tindak kriminal yang menimpa pejalan • Pemisahan pejalan kaki dengan lalu lintas kendaraan Sedangkan menurut penelitian Natalivan (2002, hal 46) Hal yang harus diperhatikan untuk mewujudkan aspek keselamatan adalah terlindung dari kecelakaan terutama disebabkan oleh kendaraan bermotor maupun kondisi trotoar yang buruk yang bisa menyebabkan terpelosok, menabrak tiang atau pohon dan sebagainya. Keselamatan ini berkaitan besar kecilnya konflik antara pejalan dengan kendaraan yang menggunakan jalan yang sama. Keselamatan dapat diwujudkan melalui penempatan pedestrian (segregasi, integrasi, pemisah), struktur tekstur, pola perkerasan dan dimensi trotoar (ruang bebas, lebar, efektif, kemiringan). B. Kriteria Keamanan Selain itu adapun kriteria keamanan yang harus diperhatikan untuk mewujudkan lingkungan yang tidak menimbulkan tindak kriminal yang menimpa pejalan ketika sedang berjalan, dengan merancang penerangan lansekap yang tidak menghalangi pemandangan. Selain itu, adanya penerangan yang cukup dan penampakan (visibility) yang baik atau pandangan yang tidak menghalangi. C. Kriteria Kenyamanan Pada tingkatan dasar, kenyamanan merupakan kebebasan dari rasa sakit pada semua dimensi lingkungan, baik secara fisik maupun secara psikologis. Tingkat kenyamanan bersifat subjektif dan berbeda-beda tergantung pada tingkah laku tiap individu dan dipengaruhi oleh kultur budaya, dimana kecepatan tumbuh dan berkembangannya wilayah tidak menjamin tingkat kenyamanan penduduk. 22 Kenyamanan apabila terbebas dari gangguan-gangguan yang dapat mengurangi kesenangan atau kenikmatan dan kelancaran pejalanan bergerak. Adapun kriteria keselamatan menurut pandangan para ahli ialah: a. Pignataro (1976) • Bebas dari gangguan-gangguan yang dapat mengurangi kesenangan dan kenikmatan pejalan. • Perlindungan dari cuaca b. Rubenstein (1992; hal 57-87) Terdapatnya penyediaan fasilitas bangku istirahat, telepon umum, dan tempat sampah dimana penempatannya tidak mengganggu pejalan c. Jacob (1993) Jaminan terhadap kenyamanan fisik pejalan yang memerlukan perlindungan terhadap curah hujan dan sengatan matahari. d. Lynch (1960) • Usaha untuk mentasi keadaan iklim • Kecocokan antara bentuk, kapasitas ruang dan kebutuhan • Kemudahan pencapaian terkait dengan waktu jarak capai dan moda e. Untermen (1984; hal 26-27) • Berhubungan dengan kepadatan pejalan yang disebabkan banyaknya penggunan jalan • Kemudahan bergerak, bentuk fisik trotoar, tidak terputusnya trotoar, landai. • Penyediaan penggunan penyandang cacat. • Ruang tidak menghalangi oleh benda-benda yang mengambil ruang trotoar. Selain dari pernyataan di atas maka adapun penyataan yang di kutip dari penelitian Susiyanti (2003; hal 51) yang dianggap erat kaitannya dengan perancangan koridor komersial yang dilihat dari aspek kenyamanan yaitu : a. Tata Bangunan Adanya pengaturan bangunan dan kepadatan bangunan yang memadai b. Ruang terbuka dan penghijauan Adanya ruang terbuka umum, ketersediaan taman-taman, plaza dan ruang terbuka yang tertata dengan baik untuk tempat berkumpul dan berinteraksi serta dapat menyerap panas matahari dan meredam kebisingan. c. Parkir dan ketersediaan kendaraan bermotor • Dekat dengan tempat kegiatan perdagangan, • Ketersediaan fasilitas kendaraan umum termasuk juga penyediaan fasilitas transportasi lainnya seperti jaringan jalan yang baik, halte dan lain sebagainya. d. Jalur Pejalan Kaki . • Terlindung dari cuaca dan adanya tempat bernaung bagi pejalan dalam melakukan perjalanannya. • Bentuk fisik trotoar tidak terputus-putus dan landai. • Kebebasan bergerak bagi pejalan, tidak terhalang oleh pengguna jalur pejalan yang tidak semestinya. 23 D. Kriteria Keindahan Kebutuhan keindahan (estetika) adalah kebutuhan akan keindahan. Keindahan akan berpengaruh terhadap kondisi psikologis seseorang, maka hal ini juga berpengaruh terhadap kebutuhan ruang tersebut. Dengan keindahan orang dapat merasa nyaman dan senang. Prinsip umum penataan dari kebutuhan keindahan (estetika) ini adalah : 1. Memperlihatkan keindahan lingkungan. 2. Menciptakan kesan lingkungan yang baik. Menurut Jacobs (1993) menyatakan bahwa kualitas kawasan komersial memiliki visual ruang pejalan dengan menggunakan bahan yang bervariasi dan variasi kualitas penataan bangunan, pepohonan, penanda dan lampu. Sedangkan menurut Gunawan, (1997) lokasi yang menjadi daya tarik tidak tertutup oleh bangunan dan memberikan perlindungan terhadap daya tarik utama kawasan. Sedangkan kebutuhan kriteria penataan kawasan komersial berdasarkan kebutuhan estetika (Lang. 1994; Sucher. 1995; Carr. 1992; dan Krier. 1979), ialah: a. Bentuk dan tata masa bangunan • Penanaman pohon atau vegetasi lain untuk menghindari kesan kaku dan keras. • Terdapat landmark atau simbol tertentu. b. Sirkulasi dan parkir • Penataan lansekep di sepanjang jalur sirkulasi. • Penanaman pohon atau vegetasi lain di area parkir. c. Jalur pejalan • Terlihat menarik baik dari segala kegiatan di sekitar jalur pejalan maupun penataan jalur pejalan itu sendiri • Penanaman pohon atau vegeasi lain untuk menghindari kesan gersang dan panas d. Pendukung kegiatan Pencahayaan untuk kepentingan estetika dan untuk menjamin berlangsungnya aktivitas. 2.1.10 Konsep Green Waterfront i. Green Planning & Design Green Planning merupakan perwujudan rencana tata ruang dan rancang kota yang berbasis lingkungan hidup. Dalam penyusunan rencana tata ruang dan rancang kota harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dilaksanakan secara terus menerus dan sinergis antara perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang. Upaya untuk membangkitkan kepedulian masyarakat dan mewujudkan keberlangsungan tata kehidupan kota, antara lain dapat dilakukan dalam bentuk perwujudan Kota Hijau (Greencity). Adapaun krtiteria Green Planning & Design adalah terciptanya strukstur dan pola ruang kawasan yang mengakomodasi ketersediaan RTH, pejalan kaki, dan pesepeda ii. Green Open Space. Ruang terbuka (Open Space) adalah salah satu atribut terpenting dalam konsep Green City . Ruang terbuka dapat didefinisikan sebagai ruang atau lahan yang belum dibangun atau 24 sebagian besar belum dibangun di wilayah perkotaan yang mempunyai nilai untuk keperluan taman dan rekreasi; konservasi lahan dan sumber daya alam lainnya; atau keperluan sejarah dan keindahan (Green, 1959). Ruang terbuka hijau memberikan manfaat mengisi vegetasi berupa tumbuhan dan tanaman di kawasan perkotaan dan pemanfaatannya bagi masyarakat baik dari segi ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Menurut Ditjen Penataan Ruang, RTH mengandung tiga unsur dengan fungsi pokok yaitu fisik-ekologis, ekonomi dan sosial. Fungsi pertama fisik-ekologis, termasuk perkayaan jenis dan plasma nutfah atau tanamannya. Vegetasi yang ada di ruang terbuka hijau dapat menghasilkan udara segar dan menyaring debu serta mengatur sirkulasi udara sehingga dapat melindungi warga kota dari gangguan polusi udara. Fungsi yang ke dua, ekonomis, yaitu nilai produktif/finansial dan penyeimbang untuk kesehatan lingkungan.Fungsi ketiga adalah sosialbudaya, termasuk pendidikan, dan nilai budaya dan psikologisnya. Fungsi sosial RTH menjadi tempat masyarakat untuk menjalin komunikasi berupa fasilitas untuk umum dengan fungsi rekreasi, pendidikan, dan olah raga. Menurut Dinas Tata Kota, macam-macam RTH kota meliputi: 1. RTH Makro, seperti kawasan pertanian, perikanan, hutan lindung, hutan kota dan landasan pengamanan bandar udara. 2. RTH Medium, seperti kawasan area pertamanan ( c it y p a r k ), sarana olahraga, pemakaman umum. 3. RTH Mikro, yaitu lahan terbuka yaitu ruang terbuka di kawasan permukiman. Contoh RTH mikro adalah taman bermain. Jika dilihat dari jenis aktivitas atau kegiatannya, ruang terbuka terbagi menjadi dua yaitu ruang terbuka aktif dan ruang terbuka pasif: 1. Ruang terbuka aktif, mempunyai unsur kegiatan didalamnya seperti bermain, berolahraga, jalan-jalan. Ruang ini dapat berupa Plaza, lapangan olahraga, tempat bermain anak dan remaja, penghijauan tepi sungai sebagai tempat rekreasi. 2. Ruang terbuka pasif, ruang terbuka yang tidak digunakan untuk kegiatan, lebih berfungsi sebagai ekologis dan pengindah visual, seperti penghijauan tepi jalan, penghijauan bantaran kereta api, sungai dan daerah alami. Proporsi Ruang Terbuka Hijau menurut UU Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang menyatakan bahwa setiap provinsi, kabupaten dan kota yang dalam proses penyusunan RTRW diwajibkan untuk memiliki proporsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) pada setiap wilayahnya sebesar 30%, atau untuk wilayah kota paling sedikit 20%. iii. Green Waste Green waste merupakan perwujudan konsep zero waste. Rencana pengembangan zero waste dituangkan dalam pengelolaan air limbah dan persampahan. Rencana pengelolaan air limbah meliputi sistem pengelolaan air limbah rumah tangga dan sistem pengeloaan air limbah bukan rumah tangga. Zero waste adalah meminimalisir sisa pembuangan mulai dari tahap awal 25 sampai berakhirnya suatu proses produksi. Contoh penerapan konsep zero waste ini yaitu sebagai berikut: 1. Penanganan Sampah Pemikiran zero waste adalah pendekatan serta penerapan sistem dan teknologi pengelolahan sampah perkotaan skala kawasan secara terpadu dengan sasaran untuk melakukan penanganan sampah perkotaan sehinnga dapat mengurangi volume sampah sedikit mungkin, serta terciptanya industri kecil daur ulang yang dikelola oleh masyarakat atau pemerintah daerah setempat. Konsep zero waste yaitu penerapan prinsip 3R ( Reduce, Reuse, dan recyle), serta prinsip pengelolaan sedekat mungkin dengan sumber sampah dengan maksud untuk mengurangi beban pengangkutan (transport cost). Orientasi penanganan sampah dengan konsep zero waste diantarangan meliputi. a. Sistem pengelolahan sampah secara terpadu, b. Teknologi pengomposan, c. Daur ulang sampah plastik dan kertas, d. Teknologi pembakaran sampah, dan insenator e. Teknologi pengelolahan sampah organik menjadi pakan ternak, f. Teknologi tempat pembuangan akhir (TPA) g. Peran serta masyarakat dalam penanganan sampah, h. Pengelolahan sampah kota metropolitan, i. 2. Peluang dan tantangan usaha daur ulang, Pemilihan Sampah. Kunci keberhasilan program daur ulang adalah pada pemilahan awal.Manajemen pemilahan sampah dapat diartikan sebagai suatu proses kegiatan penanganan sampah sejak dari sumbernya dengan memanfaatkan penggunaan sumber daya secara efektif yang diawali dari pewadahan, pengumpulanan, pengangkutan, pengolahan, hingga pembuangan, melalui pengendalian pengelolaan organisasi yang berwawasan lingkungan, sehingga dapat mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan yaitu lingkungan bebas sampah. 3. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) TPA tipe open dumping tidak tepat untuk dalam perwujudan green city . Oleh sebab itu, secara bertahap semua kota dan kabupaten harus segera mengubah TPA tipe open dumping menjadi sanitary landfill . Dianjurkan untuk membuat TPA yang memenuhi kriteria minimum, seperti adanya zona, blok dan sel, alat berat yang cukup, garasi alat berat, tempat pencucian alat berat, penjaga, truk, pengolahan sampah, dan persyaratan lainnya. iv. Green Transportation Transportasi hijau merupakan konsep turunan dari green city yang merupakan konsep utama pembangunan. Konsep ini berfokus pada pembangunan sistem transportasi primoda dan intermoda yang efektif, efisien, dan ramah lingkungan. Implementasi dari konsep ini berpusat pada perumusan sistem transportasi berkelanjutan (misal: jalur sepeda, angkutan umum, mobil 26 ramah lingkungan). Terdapat beberapa indikator pembangunan green transportation berdasarkan P2KH, yaitu Transportasi umum Mengembangkan transportasi umum yang menghubungkan pusat-pusat pelayanan dan permukiman. Penggunaan Kendaraan Bebas Polusi Mengembangkan sistem transportasi ramah lingkungan yang bersifat antar moda (jalur sepeda, perahu, mobil, bebas polusi). v. Green Building. Green Building adalah ruang untuk hidup dan kerja yang sehat dan nyaman sekaligus merupakan bangunan yang hemat energi dari sudut perancangan, pembangunan, dan penggunaan yang dampak terhadap lingkungan sangat minim (www.indonesia.cri.cn, Januari 2009). Masyarakat memahami green building yang dijelaskan dalam Bulan Mutu Nasional dan Hari Standar Dunia (2008), sebagai bangunan yang: 1. Terintegrasi dengan alam. 2. Memperhatikan ekosistem lokal dengan perencanaan jangka panjang. 3. Produk dari tindakan manusia dengan mempertimbangkan kualitas lingkungan baik fisik maupun sosial. Dijelaskan bahwa green building dirancang secara keseluruhan untuk menguragi dampak lingkungan pada kesehatan manusia yaitu dengan : 1. Efisien menggunakan energi, air, dan sumber daya lainnya 2. Mengurangi limbah, polusi dan degradasi lingkungan. vi. Green Water Green Energy adalah sumber energi dan tenaga yang ramah terhadap lingkungan. Khusus istilah ini merujuk ke sumber – sumber energi yang dapat diperbaharui dan tidak mencemari lingkungan. Selain air, sinar matahari dan angin terdapat pula energi yang berasal dari makhluk hidup. vii. Green Energy Green Energy adalah sumber energi dan tenaga yang ramah terhadap lingkungan. Khusus istilah ini merujuk ke sumber – sumber energi yang dapat diperbaharui dan tidak mencemari lingkungan. Selain air, sinar matahari dan angin terdapat pula energi yang berasal dari makhluk hidup. viii. Green Disaster Management Disaster Management adalah suatu proses atau strategi yang diterapkan sebelum, selama atau setelah jenis peristiwa bencana terjadi. Proses ini dapat dimulai setiap kali sesuatu hal 27 mengancam untuk mengganggu operasi normal atau menempatkan kehidupan masyarakat beresiko. Pemerintah di semua tingkatan serta banyak perusahaan membuat rencana bencana mereka sendiri yang memungkinkan untuk mengatasi berbagai bencana dan kembali berfungsi normal secepat mungkin. 28 2.8 Brench Mark Berikut merupakan contoh penataan Waterfront: 1. Kampung Pelangi Kenjeran Surabaya Gambar 2.8.1 Kampung Pelangi Kenjeran, Surabaya Sumber : Kompas Jika melintasi jembatan baru di kawasan Kenjeran, Kota Surabaya, tepatnya di Jembatan Suroboyo, Anda akan menemukan pemandangan luar biasa indah. Pemandangan yang sungguh kontras dengan kondisi kawasan Kenjeran 2-3 tahun sebelumnya. Wilayah Kenjeran dulu dikenal sebagai kampung-kamung nelayan yang kumuh, jorok, dan semrawut. Kini berubah menjadi kawasan yang tertata rapi, indah, dipenuhi warna-warni, laksana pelangi. Sekarang kawasan Kenjeran lebih dikenal dengan nama “Kampung Pelangi”. Konsep yang diterapkan pada kawasan ini berupa penataan dan memperindah kawasan menjadi lebih menarik. Gambar 2.8.2 Tampak sisi sungai dan aerial Kampung Pelangi Kenjeran, Surabaya Sumber : Kotaku 29 Di sepanjang jalan tepi pantai, khususnya di RW 1-3 Kelurahan Sukolilo Baru, akan dijumpai kawasan tepi pantai yang sudah dilengkapi dengan bronjong penahan pantai, tembok pembatas, jalan inspeksi tepi pantai dengan paving warna-warni, taman tepi jalan dan pagar serta rumah warga yang dihias dengan cat beraneka warna. Di kawasan lingkungan permukiman, khususnya di gang-gang kampung, dibangun infrastruktur permukiman yang sesuai dengan standar utilitas umum. Infrastruktur permukiman yang dibangun dan ditata rapi adalah jalan paving blok, saluran drainase, pengadaan tanaman pot depan rumah, PJU, jamban dan IPAL Komunal. Dilakukan pula pengecatan rumah-rumah kampung nelayan, sehingga terlihat lebih menarik. Bukan hanya rumah-rumah di pinggiran saja, juga rumah di dalam kampung, penuh dengan warnawarni. Rumah di kawasan pesisir yang dulunya kumuh, kini terhiasi warna cerah yang menarik perhatian. Atap dan dinding rumah dicat mulai dari warna biru, merah, kuning, hijau, merah muda, jingga, dan warna-warna cerah lainnya. Selain dicat, dinding rumah juga diberi tambahan corak agar lebih unik. Pemandangan Kampung Pelangi Kawasan Kenjeran Surabaya ini dapat disaksikan dari atas Jembatan Suroboyo. Banyak pengunjung yang berfoto dari atas jembatan dengan latar belakang Kampung Pelangi Kenjeran Surabaya. Jembatan Suroboyo sendiri dibangun oleh Pemkot Surabaya dengan tujuan menjadi jalur transportasi yang memecah kemacetan kota. Jembatan Suroboyo menjadi bagian dari obyek wisata baru di kawasan Kenjeran. Dalam hal ini, pembangunan Jembatan Suroboyo sangat tepat, karena menjadi bagian penting dan melengkapi eksistensi kampung pelangi kawasan Kenjeran. Gambar 2.8.3 View Jembatan Suruboyo di malam hari Sumber : Kompas Pada malam hari Jembatan Suroboyo tampak indah dengan air mancur yang menari-nari mirip seperti Wonder Full yang ada di Marina Bay Singapura. Di siang hari jembatan ini dihiasi tampilan warna-warni dari rumah kampung nelayan. Pada akhir pekan, jumlah kunjungan ke lokasi jembatan ini meningkat. Tidak heran jika pengunjung jembatan memakai Kampung Pelangi Kenjeran Surabaya ini sebagai latar belakang foto selfie/wefie mereka. 30 2. Pantai Losari Makassar Pantai Losari Makassar, adalah sebuah pantai yang sangat terkenal yang terletak di makassar. pantai yang sangat indah yang berada Jalan Penghibur sebelah barat kota Makassar. Pantai ini adalah sarana berkumpul dan hiburan bagi warga Makassar dan para wisatawan untuk sekedar melepas penat dan sarana hiburan. Pantai ini ramai hampir di setiap waktu pagi, sore dan malam hari. Gambar 2.8.4 View Pantai Losari di malam hari Sumber : Kompas Pantai Losari merupakan pantai yang unik, karena wujud dari obyek wisata ini tidak seperti pantai lain yang mempunyai hamparan pasir dan biota lain. Pemisah antara lautan dan daratan adalah bebatuan di tepi pantai yang menjadi pemecah ombak. Pembangunan anjungan-anjungan di tepi laut inilah yang menjadi fasilitas khas sebagai ruang publik untuk dimanfaatkan oleh para pengunjung. Anjungan di pantai diberi nama berdasarkan suku-suku yang ada di Makassar, seperti Anjungan Bugis, Anjungan Makassar, Anjungan Toraja dan Anjungan Mandar. Gambar 2.8.5 View Pantai Losari di waktu senja Sumber : Kompas 31 Sunset pantai Losari yang begitu fenomenal adalah salah satu target bagi para wisatawan dan para fotografer. Dengan posisi pantai yang agak menjorok, maka posisi matahari tenggelam pas berada di laut, fenomena inilah yang menjadikan sunset di pantai losari begitu indah. 3. San Antonio River Walk Gambar 2.8.6 dan 2.8.7 San Antonio River Walk Sumber : Freepik.com Mereka mengatakan semuanya lebih besar di Texas dan ketika datang ke San Antonio River Walk kami tentu tidak akan protes. Salah satu trotoar sungai yang paling indah di negara ini, juga merupakan objek wisata nomor satu di negara bagian Texas. Tumbuh dan berkembang sejak konsepsi pada tahun 1929 dan konstruksinya dimulai pada tahun 1939, rencana arsitek Robert Hugman untuk membawa kehidupan ke Sungai San Antonio telah membuat lompatan dan batasan, membuka jalan bagi perkembangan tepi sungai yang serupa. Saat ini, San Antonio River Walk dikelilingi oleh sekitar lima mil dari bisnis komersial dan terletak satu lantai di bawah permukaan jalan. Yang istimewa dari ini adalah memungkinkan pejalan kaki yang berkunjung untuk memiliki River Walk dan semua jalurnya, jembatan dan tangga untuk mereka sendiri, sedangkan mobil memiliki pintu masuk jalan sendiri ke bisnis. Kota San Antonio menarik sekitar 26 juta pengunjung per tahun, dengan River Walk menjadi salah satu dari dua atraksi utama. Daya tarik utama lainnya adalah Alamo, yang terletak tak jauh dari River Walk, yang semuanya bersama-sama menciptakan satu tujuan utama bagi penduduk lokal dan turis. Selain itu, hiburan di sungai jauh dari langka. Ada banyak klub malam, bar, teater, dan tempat-tempat musik di sepanjang River Walk, tetapi ini adalah organisasi nirlaba, Asosiasi Paseo del Rio terus menyelenggarakan program di situs dan di sungai. Mereka tidak hanya menawarkan wisata sungai, mereka juga menyelenggarakan parade perahu, memamerkan musisi lokal, merayakan liburan, dan mengadakan berbagai festival sepanjang tahun, memastikan bahwa budaya lokal tidak hilang pada penduduk San Antonio atau mereka yang berkunjung. San Antonio Spurs bahkan merayakan gelar NBA mereka dengan berparade menyusuri sungai. 32 BAB 3 TINJAUAN KAWASAN 3.1. Wilayah Makro Kecamatan Penjaringan terletak di Jakarta Utara. Penjaringan berbatasan dengan Laut Jawa dan Kepulauan Seribu di sebelah utara, Kosambi di sebelah barat, Pademangan di sebelah timur, dan Kalideres di sebelah selatan. Pelabuhan Muara Angke dan Pelabuhan Sunda Kelapa terletak di Penjaringan. Penjaringan berisi sisa-sisa hutan bakau asli Jakarta, dilindungi oleh pemerintah yaitu Suaka Margasatwa Muara Angke. Kecamatan Penjaringan yang saling silang dengan saluran air pengeringan, kanal, dan waduk air untuk melindungi tanah dari banjir laut. Cengkareng, bagian dari sistem pengendalian banjir Jakarta, mengalir ke laut melalui kecamatan ini. Wilayah Kecamatan Penjaringan, terutama dalam Kelurahan Penjaringan Administrasi, berisi beberapa bangunan bersejarah kolonial Belanda seperti sisa-sisa tembok kampung Batavia dan gudang abad ke-17 (sekarang Museum Maritim). Luas wilayah Kecamatan Penjaringan adalah 3,9543 km2, memiliki jumlah penduduk 105,203 jiwa dengan kepadatan penduduk 26,604 2 jiwa/km . Gambar 3.1.1 Peta Kecamatan Penjaringan Sumber: wikipedia.com 33 Gambar 3.1.2 Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Kecamatan Penjaringan Sumber: DCKTRP DKI Jakarta 3.2. Wilayah Mikro Kampung luar batang terletak di Jalan Gedong Panjang Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara. Kependudukan Luar Batang terdapat 3 RW dan 37 RT. RW 01 terdiri dari 11 RT dengan 750 KK, RW 02 terdiri dari 12 RT dengan 550 KK, dan RW 03 terdiri dari 14 RT dengan 1220 KK, berikut adalah memperlihatkan pembagian wilayah rw pada kampung luar batang. Gambar 3.2.1 Pembagian Wilayah Tingkat RW Kampung Luar Batang Sumber: wikipedia.com Kelekatan sejarah adalah sebuah kelekatan seseorang terhadap suatu objek baik benda mati maupun benda hidup yang berkaitan dengan sejarah yang bersifat sebagaisebuah peristiwa yang 34 benar benar terjadi dengan bukti peninggalan peninggalan yang menguatkan sebuah kejadian dimasa lalu atau sejarah kisah (cerita) yang berkembang di masyarakat tanpa adanya bukti peninggalaan peninggalan yang dapat menguatkan bahwa sejarah itu benar benar ada dan terjadi. Kelekatan sejarah dapat mempengaruhi aspek kehidupan yang terjadi dari kelekatan sejarah yang meliputi: aspek sosisl,ekonomi dan budaya. 1. Aspek Sosial Kegiatan sosial yg terjadi di kampung luar batang sebagian besar adalahkegiatan sosial yang berkaitan dengan kegiatan keagamaan yang dilakukan di masjid kampung luar batang , walaupun dalam kawasan ini ada masjid lain. hal ini di karenakan kegiatan kegiatan yang dilakukan memiliki keterikatan dengan masjid luar batang sebagai tempat yang memiliki sejarah. Contohnya: Haul alm. Habib Sayid Husein bin Abubakar Alaydrus, Peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW , Isro Mi‟roj, dan kegiatan kegiatan keagamaan yang lainnya. 2. Aspek Ekonomi Keberadaan masjid dan makam kramat luar batang yang menjadi objek destinasi wisata rohani yang mendatangkan banyak peziarah ataupun wisatawan ada beberapa pengaruhnya antara lain: a. Munculnya kios kios di area sekitar Masjid Luar Batang. b. Banyaknya rumah rumah masyarakat yang dijadikan warung. c. Munculnya para pedagang kaki lima di luar kampung luar batang untuk berdagang di area Masjid Luar Batang. 3. Aspek Budaya Keberadaan berbagai etnis yang ada pada kampung luar batang yang sebagian besar adalah etnis betawi dan bugis makasar yang ada sejak terbentuknya kampung luar batang,mempengaruhi kondisi budaya masyarakat kampung luar batang.keberadaan makam kramat habib sayid husein bin abubakar alaydrus juga mempengaruhi kebudayaan masyarakat luar batang,apalagi ada keluarga habib yang tinggal di area sekitar masjid,sehingga ada sedikit pengaruh budaya yang di bawa baik dari habib sendiri ataupun keberadaan keluarga habib,beliau yang membawa budaya hadramaut,yaman selatan kedalam area masjid luar batang. Contohnya: Setiap malam jumat para keluarga melakukan kegiatan ziarah, doa, silaturahmi dengan masyarakat sekitar dan dilanjutkan dengan menyantap hidangan khas hadramaut yaman selatan berupa nasi kebuli. 35 4. Sirkulasi dan Parkir Sirkulasi parkir pada sebuah kawasan adalah untuk menentukan struktur pola lingkungan kawasan yang dapat membentuk, mengarahkan, dan mengontrol pola aktvitas kawasan sehingga segala aktifitas yang terjadi dapat terakomodir dengan baik dan efektif. Sirkulasi yang harus diperhatikan dalam sebuah kawasan terdiri dari 2 sirkulasi utama yaitu, sirkulasi kendaraan dan sirkulasi pejalan kaki.sirkulasi yang baik,tepat efektif dengan beberapa kriteria: a. Memberikan kejelasan masing masing jalur sirkulasi dalam tapak baik bagi pengunjung maupun penghuni dalam kawasan. b. Memberikan keamanan dan kenyamanan bagi masing masing pengguna sirkulasi yang melakukn kegiatan dalam kawasan. c. Memberikan kemudahan akses dan efektifitas jarak tempuh bagi masing masing pengguna sirkulasi. Untuk mencapai segala kriteria di atas ,maka perlu untuk mempertimbangkan kondisi kelayakan jalur sirkulasi eksisting yang ada saat ini . Banyaknya kendaraan para peziarah tidak sebanding dengan lahan parkir yang ada di area Masjid Luar Batang, sehingga banyak kendaraan yng parkir di jalan jalan pemukiman warga bahkan harus parkir di luar kawasan masjid luar batang,sehingga mengakibatkan ketidak nyamanan para peziarah yang datang dan juga mengganggu aktifitas warga sekitar. 36 3.2.1 Kawasan Perancangan Kawasan perancangan merupakan Kampung Nelayan Luar Batang, Penjaringan Jakarta Utara dengan luas tapak sekitar 226.840 m². Gambar 3.2.2 Kondisi Tapak dilihat dari Peta Citra Satelit Sumber: maps.google.com Adapun batasan-batasan pada kawasan adalah sebagai berikut : e. Utara : PT Satya Trinadi Komira Perkasa dan Apartemen Pluit f. : Kali Krukut Selatan g. Barat : PT Kemasindo Cepat Nusantara dan Permukiman h. Timur : Jalan Maritim Raya, Pelabuhan Sunda Kelapa 37 3.2.2 Kondisi Eksisting Kawasan Perancangan Keterangan Zona : Batas Kawasan Zona Pemukiman Zona Pemerintah Daerah Zona Perdagangan Zona Terbuka Hijau Zona Terbuka Biru /Air Zona Industri Gambar 3.2.3 Peta Zonasi Eksisting Kawasan Perancangan Sumber : Dokumentasi Penyusun A. Kondisi Permukiman Gambar 3.2.5 Hunian warga dalam kawasan pada umumnya tidak mengindahkan GSB dan dibangun dua lantai Gambar 3.2.6 Warga menempati hunian relokasi oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di Kampung Akuarium Sumber : 38 Dokumentasi Penyusun Gambar 3.2.7 Hunian disepanjang pesisir tidak mengindahkan garis sempadan pantai Gambar 3.2.8 Penempatan pemukiman padat dan tidak beraturan sehingga terkesan kumuh Gambar 3.2.9 Ruang terbuka hijau berada di area tertutup yang tidak bisa dinikmati warga sekitar B. Kondisi Ruang Terbuka Hijau Gambar 3.3.0 Berada di pinggir pesisir , namun akses agak jauh dari pemukiman warga C. Kondisi Sarana Gambar 3.3.1 Masjid Jami Luar Batang sekaligus Makam Habib Husein yang menjadi destinasi utama wisata bagi sebagian umat muslim di hari besar tertentu. 39 Gambar 3.3.2 Pelaku perdagangan skala kecil banyak ditemui berbaur dengan area pemukiman, baik penjual buah, mini market pribadi, warung Sumber : Dokumentasi Penyusun Pelaku industri dan komersil juga ditemui berada di Selatan yakni di Jl. Pakin Salah satu utilitas yang ditemui adalah Gedung pompa milik Suku Dinas Sumber Daya Air, Jakut. Gambar 3.3.3 Sarana kesehatan yang ditemui hanyalah praktek dokter umum Gambar 3.3.4 Sebagai destinasi wisata pendukung, Museum Wisata Bahari Jakarta menyimpan nilai historis pelabuhan Sunda Kelapa pada zaman VOC. 40 Gambar 3.3.5 Sarana parkir untuk pengunjung Masjid & peziarah makam Habib Husein tidak tertata rapi serta kapasitasnya kurang memadai. Gambar 3.3.6 Sampah warga tidak dikelola dengan baik, ditumpuk sangat dekat dengan area pemukiman. D. Ko ndisi Prasaran a Gambar 3.3.7 Di area pemukiman ditemui beberapa gang sempit yang hanya bisa dilewati dua sepeda motor Gambar 3.3.8 Lebar jalan di area pemukiman umumnya 4 m, dengan selokan dikedua sisi, maka ROW jalan adalah 6 m. Gambar 3.3.9 Namun juga banyak ditemui jalan yang hanya cukup dilewati satu mobil dan satu motor. Gambar 3.4.0 Jalan di depan Museum Bahari cukup lebar untuk dilalui dua mobil, serta terdapat lampu jalan. Gambar 3.4.1 Sisi selatan kawasan berbatas langsung dengan jalan utama yakni Jl Pakin yang terdiri atas 4 lajur jalan. Terdapat lampu jalan dan pedestrian dikedua sisi jalan 41 3.2.3 Permasalahan Dan Potensi Kawasan Berdasarkan hasil survei pada kawasan perancangan ditemukan beberapa masalah yang bisa menjadi tantangan dan hambatan, maupun berbagai potensi yang bisa menjadi faktor utama untuk merancang wilayah tersebut. Kedua hal tersebut saling berkaitan yang kemudian menjadi acuan dalam merumuskan isu dan konsep perancangan. Permasalahan dan potensi dikawasan perancangan secara umum bisa diklasifikasikan menjadi 4 kategori, yakni; a. Fisik Alami dan Guna Lahan b. Perekonomian c. Pemukiman d. Sarana & Prasarana Kategori Aspek Keterangan Umumnya disepanjang bibir pesisir/laut dibangun rumah Masalah permanen warga tanpa mengindahkan aturan GSP Padatnya bangunan sangat mengurangi area resapan air Fisik Alam dan Guna Lahan Sisi pesisir di timur sebagai kawasan Waterfront sangat Potensi berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai wisata bahari serta sarana komersial pendukung Disekitar kawasan wisata religi Masjid Luar Batang didapati sekelompok orang yang meminta-minta pada pengunjung Masalah wisata dengan dalih sebagai penjual bunga untuk ziarah Pasar ikan yang sudah tidak beroperasi lagi cukup Perekonomian mempengaruhi pendapatan warga terutama pedagang pasar Potensi wisata Masjid Luar Batang, Museum Bahari, Potensi Museum Pasar Ikan menciptakan peluang usaha bagi warga sekitar Kepadatan penduduk cukup tinggi berimbas pada kepadatan area pemukiman Rumah-rumah yang terbangun umumnya menggunakan 90% area tanahnya dengan tidak mengindahkan atura GSB Pemukiman Masalah dan KDB Bentuk dan ketinggian bangunan pada kawasan sangat beragam namun berdempetan, sehingga terkesan tidak rapi bahkan kumuh terutama pada sisi pesisir Dampak lainnya adalah umumnya rumah tidak memiliki carport mobil pribadi karena keterbatasan lahan, sehingga 42 mobil menginap disisi jalan Tidak terdapat Ruang Terbuka Hijau atau taman untuk berkumpul dan berkegiatan diluar ruangan Sarana kesehatan seperti Puskesmas tidak ditemui Distribusi dan pengelolaan sampah tidak terencana dengan baik Area komersil untuk jualan makanan dan minuman kurang tertata rapi Jalan-jalan dalam kawasan tidak optimal untuk dilalui mobil dua arah, karena dengan lebar hanya ±4m, jalan sulit dilalui Masalah akibat motor yang diparkir sembarangan disisi jalan Dampaknya adalah kecil kemungkinan akses dilalui Bus dan Truk, baik untuk keperluan servis maupun keadaan darurat Minim area parkir untuk umum baik untuk roda dua maupun Sarana & roda empat, terutama pada kawasan wisata Masjid Luar Prasarana Batang Tidak tertatanya area penjual makanan dan minuman disekitar kawasan wisata religi Masjid Luar Batang, hanya diisi beberapa Pedagang kaki lima di depan area parkir Tidak tersedia tempat yang layak untuk para pedagang souvenir khas wisata religi Dapat disediakan tempat yang layak untuk berjualan baik untuk para penjual makanan & minuman, penjual bunga ziarah, pedagang kecil seperti penjual souvenir menambah Potensi kenyamanan dan minat pengunjung Menghidupkan area Museum Bahari dengan sarana/fasilitas pendukung yang terintegrasi dengan wisata bahari disisi pesisir 43 BAB 4 KONSEP PERANCANGAN KAWASAN Konsep Green Waterfront ,menurut Kementerian Pekerjaan Umum melalui rumusan Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) terdiri dari 8 variabel konsep, yang selanjutnya disesuaikan dengan hasil analisis data untuk menentukan indikator tiap variabel untuk menyelesaikan permasalahan dan memaksimalkan potensi yang terdapat di lokasi penelitian. Tabel 1. Indikator Variabel Konsep Green Waterfront 1. N Variabel o V a r iGreen Planning & Design a b e l Indikator Terciptanya struktur dan pola ruang kawasan yang mengakomodasi ketersediaan RTH, pejalan kaki, dan pesepeda Terciptanya intensitas ruang (KDB, KLB, KDH) kawasan yang efisien terhadap penggunaan lahan Terwujudnya bangunan-bangunan kawasan yang ramah lingkungan Tersedianya tata informasi, rambu-rambu lingkungan, street furniture yang mencukupi dan berkarakter khas Tersedianya RTH publik kawasan berupa taman yang berfungsi sebagai rekreasi dan sarana resapan air 2. Green Open Space Tersedianya vegetasi kawasan yang mencukupi Tersedianya jalur hijau sebagai area preservasi kawasan Green Waste Tersedianya kawasan khusus yang mewadahi kegiatan industri rumah Tersedianya sistem pengolah limbah dan sanitasi yang baik tangga perikanan berskala kawasan Tersedianya fasilitas pengelolaan sampah di tiap RW 3. Terciptanya sirkulasi kawasan yang baik Tersedia tempat parkir sesuai kebutuhan 4. Tersedia jalur pedestrian dan jalur sepeda yang terkoneksi ke seluruh kawasan Tersedianya jalur servis/pelayanan lingkungan berupa truk Green Transportation sampah dan pemadam kebakaran Tersedianya infrastruktur jalan yang memadai dan meningkatkan aksesibilitas kawasan 44 Ruang jalan yang proporsional memenuhi kepentingan seluruh pengguna jalan 5. Green Building Pola hunian menjadi hunian vertikal Adanya aturan ketinggian bangunan dan garis sempadan bangunan (GSB) Adanya fasilitas strategis yang menjadi pusat kegiatan perikanan kawasan Tersedianya sistem air bersih dan MCK umum sesuai kebutuhan penduduk 6. Tersedianya sistem drainase yang terintegrasi dengan jaringan Green Water jalan Terciptanya bangunan yang dilengkapi dengan teknologi konservasi air 7. Green Energy hujan dan sarana tumbuh vegetasi Tersedianya fasilitas sumber energi alternatif ramah lingkungan dan fasilitas pendukungnya 8. Green Disaster Tersedianya sistem mitigasi bencana banjir rob yang efisien dan ramah lingkungan Management 45 BAB 5 ANALISIS PERANCANGAN KAWASAN 5.1 Analisis Aktivitas dan Kebutuhan Ruang, Penjabaran Aktivitas Utama, Penunjang Serta Pelayanan 5.1.1 Analisis Karakteristik Aktivitas Dan Pengguna Kawasan Tabel 5.1.1. Analisis Jenis Aktivitas Kampung Luar Batang 46 5.1.2 Analisis Hubungan Antar Aktivitas Kawasan Wisata Pesisir Wisata Sejarah 47 5.1.3 Analisis Kebutuhan Ruang KEBUT UHAN RUAN G STUDY ROOM / WORK SHOP PERSYARATAN RUANG KARAKTERIS TIK RUANG RUANG YANG DIGUNAKAN SEBAGAI TEMPAT EDUKASI PARA PENGUNJUN G FASILITAS TOILET BAGI PENGUNJUN G LAVAT ORY PENGU NJUNG FISIK -SKALA WAJAR NON FISIK MENCIP TAKAN SUASAN A EDUKAT IF, ATRAKTI F, DAN MEMBE RIKAN KENYA MANAN KAPASITAS MANUSIA PERLENGKAPAN & PERALATAN -UNTUK 25 ORANG + PERABOTAN (@0.93m² + 0.325m² + 1.22m² = 2.47m²) PERHITUN GAN SIRKULASI BESARAN RUANG 25 X 2.475m² = 61.875m² 40% JUMLAH RUANG LUAS TOTAL 2 173.25 m² DIBUL ATKAN 173m² -MUDAH DIAKSES -MUDAH DIAKSES -BERSIH DAN NYAMA N -LAVATORY PRIA 30% →KAPS = 10 10 X 0.6m X 0.6m = 3.6m² →CLOSED = 3 3 X 1.25m X 1.6m = 6m² →URINAL = 3 →WASTAFEL = 2 34.476 m² 1 DIBULA TKAN 35m² 3 X 0.8m X 0.8m = 1.92m² 2 X 1.5m X 0.9m = 2.7m² -LAVATORY WANITA 48 RUAN G INFOR MASI RUANG YANG BERFUNGSI UNTUK MEMBERIKA N INFORMASI KEPADA PARA PENGUNJUN G -MEMILIKI AKSES YANG BAIK KARENA MENGHUB UNGKAN KE SEGALA RUANG →KAPS = 10 10 X 0.6m X 0.6m = 3.6m² →CLOSED = 3 3 X 1.25m X 1.6m = 6m² →WASTAFEL = 2 2 X 1.5m X 0.9m = 2.7m² BERSIFA T INFORM 4 ORANG ATIF (@0.36m²) DAN INTERAK TIF 4 X 0.36m² = 1.44m² MENJAD I POIN 1 SET MEJA OF RESEPTIONIS INTERES T 2 X 0.6m X 0.8m = 0.96m² 40% 1 6.16m ² DIBUL ATKAN 7m² 1 238.70 35m² DIBUL ATKAN 239m² 1 X 0.8m X 2.5m = 2m² CAFÉ & RESTA URANT MERUPAKAN RETAIL STORE YANG MENGKHUS USKAN PADA AREA MAKAN - -AREA BERADA MENJADI SATU DENGAN RETAIL STORE BERSIFA T TERBUK 60 ORANG A AGAR SELAIN BERGUN 60 X 0.8m X 0.8m = 38.4m² 40% 49 MINUM, TEMPAT BERSANTAI, NONGKRON G, DSB. LAINNYA A SEBAGAI AREA MAKAN MINUM TETAPI JUGA SEBAGAI TEMPAT YANG SANTAI UNTUK MELIHA T PAMER AN 15 X 4 X X 15 SET MEJA 0.8m X KURSI MAKAN 0.8m = 38.4m² 15 X (@4KURSI+1MEJA 0.7225m² = (PXL=85cm)) 10.8375m² 2 X 0.8m X 2 WASTAFEL 0.6m = 0.96m² 1 X 0.7m X COUNTER 2.5m = MAKANAN 1.75m² 2 X 1.5m X 1 KASIR 1.8m = 2.7m² 1 X 3.5m X 1 DAPUR 12.5m = 43.75m² 1 TOILET PEGAWAI 1 X 1.25m X 1.6m = 2m² 1 GUDANG PENYIMPANAN 1 X 3m X 3m = 9m² →RUANG PEGAWAI KAPS 15 ORANG PEGAWAI RESTAURAN: 15 (LOCKER DIASUMSIKAN 15:3)=5 BUAH (ASUMSI 1 GUDANG 3m X 3m) 15 X 0.6m X 0.6m = 5.4m² 5 X 05m X 0.6m = 1.6m² 50 2 RUANG GANTI 2 X 1.2m X 1.5m =3.6m² 1 KURSI PANJANG (@2m) 1 X 0.5m X 2m = 1m² →PENGELOLA 2 SET MEJA KURSI KERJA 2 KURSI TAMBAHAN 1 FILE CABINET RETAIL STORE (BOOK STORE, MERC HANDI SE, ETC.) RUANG YANG DIGUNAKAN SEBAGAI AREA KOMERSIAL YANG MELAYANI JUAL - BELI SEGALA BARANG DARI MUSEUM - MENJADI SATU DENGAN RETAIL STORE LAINNYA YAITU CAFÉ & RESTAURA N -MEMILIKI GUDANG PENYIMPA NAN DAN MEMILIKI LETAK YANG SANGAT STRATEGIS DI MUSEUM OLAHRAGA MEMBE RIKAN SEBUAH AREA YANG INTERAK TIF DAN AKTRAK 30 ORANG TIF AGAR MENARI K PERHATI AN PENGU NJUNG (1SET MEJA KURSI KERJA 7'X7') 2 X 2.15m X 2.15m = 9.24m² 2 X 0.6m X 0.8m = 0.96m² 1 X 0.6m X 1.5m = 0.9m² 30 X 0.8m X 0.8m = 19.2m² 1 KASIR 1 X 1.5m X 1.8m = 2.7m² 1 GUDANG PENYIMPANAN 1 X 4m X 4m = 16m² 40% 137.9 m² DIBUL ATKAN 138m² 1 51 (ASUMSI) AREA DISPLAY ATM CENTE R MERUPAKAN FASILITAS PENDUKUNG BAGI MUSEUM OLAHRAGA BERSIFA T PRIVAT DAN HARUS DAPAT MENJA MINN KEAMA NAN PENGG UNA 30% 1 14.88 m² DIBUL ATKAN 15m² -MUDAH DIAKSES DARI ENTRANCE TERJAMI N ASUMSI RASIO LEAMA KENDARAAN NANNY A 50% 1 2000m ² -MUDAH DIAKSES MENGGUN AKAN SISTEM PORTAL MEMBE RIKAN RASA AMAN DAN NYAMA N KEPADA 40% 2 14m² -BERADA PADA 1 RUANGAN TERTENTU -MEMILIKI SEKAT ANTARA 1 ATM DG ATM YG LAIN SEBAGAI SIRKULASI AREA KELUAR KANTO MASUK NG KENDARAAN PARKIR DARI LUAR DAN DALAM SITE SARANA PENDUKUNG POS DALAM PARKIR PENGAMAN AN PARKIR AREA DISPLAY DIASUMSIK AN 10m X 10m = 100m² 4 MESIN ATM 4 X 2m X 2m =12m² ASUMSI 8 ORANG 8 X 0.6m X 0.6m = 2.88m² 1 POS PARKIR BERISI 2 ORANG + 1 KURSI 52 PEGUNJ UNG RUAN G UTILIT AS RUANG KONTROL ALAT - ALAT UTILITAS -BISA DICAPAI HIDRANT/ MOBIL DAMKAR MEMBE RIKAN RASA NYAMA N DAN AMAN BAGI PENGG UNA 3 ORANG 60% 1 17m² 1 SET TRAFO 2 LEMARI INVENTER & AKI 2 LEMARI PANEL LISTRIK 1 PANEL FIRE ALARM 1 PANEL JARINGAN TELEPON 1 SET BOX HYDRANT Tabel 5.1.3. Analisis Kebutuhan Ruang Kampung Luar Batang 53 5.2 Analisis Tapak Analisis Tapak merupakan satu dari delapan tahap dalam perancangan sebuah tapak menurut Kevin A. Lynch. Tahap ini merupakan tahap yang dini sebelum mendesain sebuah karya lanskap, tahap ini sangat penting karena pada tahap ini kita menganalisa apa kelebihan dan kekurangan tapak, apa yang perlu dipertahankan dan dihilangkan, apa yang harus ditambahkan dan dikurangi, apa yang harus diperbaiki, dan lain lain. Analisis tapak meliputi, penelitian (riset), analisis, dan sintesis terhadap tapak yang akan kita olah. Penelitian dilakukan terhadap segala sesuatu yang berpengaruh bagi tapak seperti keadaan alami tapak, aktivitas, social budaya, hingga mengenai ekonomi. Tujuan akhir dari kegiatan analisis tapak ini adalah menghasilkan sebuah karya lanskap yang tepat guna, fungsional dan estetis, dan juga agar karya lanskap kita bisa memberikan kenyamanan, keindahan, dan rasional baik dari segi social maupun ekonomi. 5.2.1 Analisis Tautan Wilayah Data dan analisis Pada sebelah utara dan timur tapak berbatasan dengan bibir pantai, akan tetapi kawasan tersebut telah di bangun kawasan-kawasan hunian kumuh yang mana tidak sesuai dengan aturan berlaku. Sebelah barat dan selatan yang berbatan langsung dengan jalan raya untuk area ini mempunyai tingkat kebisingan sangat tinggi. Respon Pada kawasan sebelah utaran dan timur tapak mengoptimalkan area penghijuan dan menyediakan ruang terbuka hijau. Sebalah barat dan selatan menerapkan buffer karena merupakan area kebisingan sangat tinggi. 54 5.2.2 Analisis Topografi Data dan Analisis Daerah sekitar yang dekat pantai rawan sekali terjadinya banjir rob atau sering terjadinya abrasi oleh tenaga gelombang laut yang bersifat merusak Respon Daerah sekitar garis bibir pantai dijadika area penghhijauan terutama ditanami pohon mangruf untuk pemecah gelombang air laut dan dibuatkan bendungan agar air laut tidak masuk ke daratan. 55 5.2.3 Analisis Aksesibilitas Data dan Analisis 1. Akses masuk utama yang tersedia hanya di jalan luar batang 2. Tidak tersedia akses untuk menuju ke pesisir lautan 3. Tidak tersedianya jembatan penghubung untuk mempermudah akses ke dalam museum. 4. Akses jalan masih terlalu kecil dan masih banyak parker sembarangan sehingga mempersulit kendaraan untuk keluar masuk Respon 1. Di buat 2 akses masuk baik dari barat dan juga selatan sehingga mempermudah masuknya kendaraan dan berbagai arah. 2. di buatnya akses untuk menuju pesisir pantai agar dapat dinikmati pengunjung wisata, dan di buatnya jalur sepeda sepanjang pesisir pantai dan juga area wisata. 3. memperluas jalan atau membuat jalan menjadi satu arah untuk mempermudah masuk atau keluar nya kendaraan dan juga pemadam kebakaran. 56 5.2.4 Analisis Drainase Data dan Analisis Respon Pembangunan dan penataan drainase sesuai dengan peraturan berlaku. Pembuatan drainase saluran drainase di dalam pekarangan untuk menghindari terjadinya genangan di dalam pekarangan, yang sudah ditata dan mengalirkan air hujan. Kondisi drainase tapak tersebut sangat memperhatikan. Airnya yang berwarna coklat dan sampah-sampah yang berserakan di mana-mana. 5.2.5 Analisis Lingkungan Data dan Analisis Respon Pembangunan dan penataan drainase sesuai dengan peraturan berlaku. Pembuatan drainase saluran drainase di dalam pekarangan untuk menghindari terjadinya genangan di dalam pekarangan, yang sudah ditata dan mengalirkan air hujan. Kondisi drainase tapak tersebut sangat memperhatikan. Airnya yang berwarna coklat dan sampah-sampah yang berserakan di mana-mana. 57 5.2.6 Analisis Kebisingan Data dan Analisis Salah satu permasalahn untuk area dengan kebisingan tinggi yaitu sering terjadinya kemacetan . Respon Salah satu solusi untuk mengurangi kebisingan yaitu dengan ditempatkan sejumlah pohon disisi tapak yang berbatasan langsung dengan sumber kebisingan. 5.2.7 Analisis View Data dan Analisis a. Analisa view ke luar site Respon Menata ulang kawasan pemukiman sesuai dengan konsep pemukiman yang humanis. 58 b. Analisa view ke dalam site View tapak luar maupun dalam tidak bagus, untuk salah satu contohnya adalah view area pemukiman termasuk katagori kumuh. 5.2.8 Analisis Iklim dan Lintasan matahari Data dan Analisis Respon Agar semua hunian memperoleh matahari yang sama, maka hunian yang ada harus ditata ulang menghadap ke sisi utara dan selatan. Selain itu wilayah tersebut harus tersedia ruang terbuka hijau yang dilengkapi dengan vegetasi seperti pepohonan, agar wilayah tersebut sejuk. 1. Hunian yang berada di wilayah studi arah bangunannya tidak beraturan sehingga cahaya matahari yang datang tidak dapat dirasakan oleh semua bangunan yang ada di wilyah studi. 59 5.2.9 Analisis Vegetasi Data dan Analisis Belum adanya vegetasi untuk pengendalian abrasi gelombang air laut. Kondis eksisting tapak di pinggir pantai terdapat pemukiman padat Respon Kawasan di pinggir pantai harus ditata ulang, agar kawasan tersebut diperuntukan sebagai zona koridor lahan penghijaun agar dapat dikembalikan sesuai dengan fungsinya 60 5.3 Zoning Kawasan 1. Akses masuk utama yang tersedia hanya di jalan luar batang 2. Tidak tersedia akses untuk menuju ke pesisir lautan 3. Tidak tersedianya jembatan penghubung untuk mempermudah akses ke dalam museum. 4. Akses jalan masih terlalu kecil dan masih banyak parker sembarangan sehingga mempersulit kendaraan untuk keluar masuk 2. Di buat 2 akses masuk baik dari barat dan juga selatan sehingga mempermudah masuknya kendaraan dan berbagai arah. 2. di buatnya akses untuk menuju pesisir pantai agar dapat dinikmati pengunjung wisata, dan di buatnya jalur sepeda sepanjang pesisir pantai dan juga area wisata. 3. memperluas jalan atau membuat jalan menjadi satu arah untuk mempermudah masuk atau keluar nya kendaraan dan juga pemadam kebakaran. 61 5.4 Analisis Kriteria Tak Terukur Kriteria tak terukur adalah kriteria yang tidak dapat diukur secara kuantitatif, tetapi dapat memberi persepsi yang sama bagi pengamat yang melihatnya. Oleh karena itu, kriteria tak terukur lebih menekankan pada aspek kualitatif di lapangan. Menurut Hamid Shirvani: 1985, kriteria tak terukur terdiri dari: 5.4.1 Access Pencapaian dapat ditunjukkan dari kemudahan, kenyamanan, dan keamanan dalam mencapai tujuan. Area makam Habieb husein di area luar batang memiiki acces untuk mencapai tujuan yang terbilang masih kurang masih banyak permasalahan dalam hal akses seperti, kurang lebarnya jalan, banyaknya orang yang parkir di pinggiran jalan sehingga membuat kurang nyaman. Data dan Analisis Respon 1. banyaknya masyarakat yang parkir di pinggiran jalan 1.dibuatnya area parkir yang lebih luas untuk masyarakat serta pendatang 2. Jalan akses yang masih terlalu sempit 2. Jalan akses diperlebar atau dibuat aturan untuk menjadi satu jalur 3. Kurangnya rambu atau tanda yang tersedia di area tersebut 4. Tidak tersedianya jembatan penghubung untuk ke area museum 4. Tidak adanya akses untuk ke area perairan laut 3. Diberikan banyak rambu agar area wisata jadi lebih terlihat serta aman untuk para pengunjung 4. Diberinya pepohonan disetiap sisi jalan untuk memberikan keindahan serta kenyamanan pengunjung 5. Diberinya akses untuk ke area pesisir pantaipengunjung 62 5.4.2 Compatibility Compatibility merupakan kecocokan tata letak dengan topografi, bentuk dan massa bangunan, dan skala. Compatibility terfokus pada estetika dan arsitektural. Dengan konsep Green waterfront maka compatibility yang cocok untuk area tersebut harus di pertimbangkan untuk memberikan ciri khas. Data dan Analisis • tidak sesuainya area wisata dengan lingkungan sekitar • Komponen yang tersedia masih kurang • masih banyaknya bangunan yang berantakan sehingga tidak terlihat seperti area wisata Respon • • • Menyesuaikan area dengan konsep green waterfront Memperbanyak komponen yang tersedia sesuai dengan konsep green waterfront Membuat pemukiman menjadi lebih rapih dengan konsep green waterfront 63 5.4.3 View Views merupakan kejelasan yang dapat di lihat baik dari dalam kawasan maupun dari luar kawasan yang dapat dilihat oleh kasat mata. Data dan Analisis b. Analisa view ke luar site Respon Menata ulang kawasan pemukiman sesuai dengan konsep pemukiman yang humanis. b. Analisa view ke dalam site View tapak luar maupun dalam tidak bagus, untuk salah satu contohnya adalah view area pemukiman termasuk katagori kumuh. 64 5.4.4 Identity Identity merupakan suatu ciri yang dapat dikenali oleh pengamat (citra). Elemen ini dapat dikenali melalui landmark dari suatu kawasan yang dapat mencirikan identitas dari kawasan tersebut. Data dan Analisis • area kawasan wisata tidak terlihat dari jalan utama • Tidak jelasnya zoning di area tersebut Respon • dibuatnya plang atau tanda yang dapat memberikan informasi area wisata (seperti bangunan ,tower dll) • Melakukan penzoningan pada area wisata sehingga memberikan identitas pada area tersebut • Memberikan suatu hal yang unik dalam kawasan area untuk memberikan hal yang unik contoh (landmark, maskot dll) 65 5.4.5 Sense Sense adalah suasana yang ditimbulkan masih berhubungan dengan aspek budaya. Kriteria ini dapat dicapai dengan disain bentuk yang khusus atau suatu kegiatan yanag dapat menyentuh hati masyarakat, merupakan rangkaian ruang yang memiliki fungsi erat, dan berkaitan dnegan kegiatan sosial maupun proses alami. Data dan Analisis • Panas dari sinar matahari sangat menyengat • Ada beberapa aktifitas masyarakat yang membuat kurang nyaman • Area pasar yang banyak dengan sampah Respon • Memperbanyak area hijau untuk mengurangi panas serta polusi yang ada • Diadakannya peraturan untuk membatasi kegiatan masyarakat di area wisata. • Membersihkan dan disediakannya bank sampah. 66 5.4.6 Livability Merupakan kenyamanan untuk tinggal di dalamnya bagi banyak orang yang masuk di dalamnya. Untuk mengetahui tingkat kenyamanan tinngal di dalamnya, dibutuhkan indikator kenyamanan agar memiliki persepsi yang sama. Data dan Analisis • • kenyamanan pada malam hari masih terlalu kurang dikarenakan penerangan lampu masih menggunakan penerangan rumah warga. Respon • Perbanyak lampu penerangan dimalam hari • Dibuatnya RTH agar kawasan tidak terlalu panas Area di sekitar masih terlalu panas dikarenakan tidak adanya area terbuka hijau untuk peredam panas 67 5.5 Analisis Kriteria Terukur Kawasan Pariwisata 5.5.1 KDB , KLB dan KLH Gambar 5.5.1 Peta Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Kampung Luar Batang Sumber: dcktrp DKI Jakarta Keterangan: Kode ID Subblok 008.C.1 Zona KDB KLB KDH CAMPURAN 50 2 30 - - - 013.S.3.g PERUMAHAN KAMPUNG PELAYANAN UMUM DAN SOSIAL 40 0,8 30 015.H.4.g JALUR HIJAU 0 0 0 018.P.3.g PEMERINTAHAN DAERAH 50 2 30 019.K.1.g PERKANTORAN/PERDAGANGAN/JASA 55 3 30 042.K.1.g PERKANTORAN/PERDAGANGAN/JASA 50 2 30 020.H.4.g JALUR HIJAU 0 0 012.R.1.g 0 68 5.5.2 Amplop Bangunan 5.5.2.1 Amplop Bangunan Parsial A 5.5.2.2 Amplop Bangunan Parsial B 69 5.5.2.3 Amplop Bangunan Parsial C 5.5.2.4 Amplop Bangunan Parsial D 70 5.6 Analisis Elemen Perancangan Kota 5.6.1 Penggunaan Lahan (Land Use) Data dan Analisis Respon 5 . 6 . 2 B e n t u k 1.Terdapat ketidaksesuaian penggunaaan lahan d area pesisir terutama 3. Mengembalikan lahan sesuai dengan RDTR. Area pesisir akan dibuat ruang terbuka hijau a n permukiman penduduk yang kurang tertata 2. Area M a s s a 2. Menata dan mendesain permukiman penduduk agar lebih tertata dengan baik. 71 5.6.2 Bentuk dan Masa Bangunan 5 . 6 . 2 B e n t u k 1. Bentuk bangunan rumah-rumah penduduk yang kurang estetis dan tidak tertata dengan baik d a 2. Orientasi bangunan rumah-rumah penduduk yang n beraturan tidak 1. Mendesain rumah penduduk dengan mengedepankan nilai-nilai budaya lokal 2. Mengatur arah hadap bangunan sesuai dengan orientasi lintasan matahari agar mendapatkan pencahayaan alami dengan cukup. M a s s a 72 5.6.3 Sirkulasi dan Parkir 5 . 6 . 2 B e n t u k 1. Tidak adanya lahan parkir. Sehingga banyak warga dan pengunjung yang memarkirkan kendaraannya di d jalan pinggir a n 2. Tidak tersedianya jembatan penghubung untuk mempermudah akses dari museum menuju Masjid LuarM Batang dan sebaliknya. a jalan masih terlalu sempit sehingga 3. Akses menimbulkan penumpukan arus kendaraan s s a 1. Membuat kantong-kantong parkir, system drop off , dan kawasan park and ride di dalam tapak. 2. Perlunya jembatan yang menghubungkan dua area tersebut agar akses menjadi mudah. 3. Memperluas jalan atau membuat jalan menjadi satu arah untuk mempermudah masuk atau keluar nya kendaraan dan juga pemadam kebakaran. 73 5.6.4 Ruang Terbuka 5 . 6 . 2 B e n t u k 1. Kurangnya ruang terbuka hijau di dalam tapak. d a tersedianya ruang bermain anak 2. Tidak n 1. Merancang ruang terbuka hijau sebagai penerapan green waterfront 2. Merancang ruang bermain anak yang mudah dijangkau oleh warga sekitar 3. Tidak tersedianya ruang terbuka untuk berkumpul M warga dan sebagai mitigasi bencana a s s a 3. Merancang ruang terbuka untuk berkumpul warga dan sebagai mitigasi bencana 74 5.6.5 Jalur Pedestrian 5 . 6 . 2 B e n t u k 1. Akses pejalan kaki yang kurang aman dari kendaraan bermotor d a tersedia jalur sepeda 2. Tidak n 3. Tidak tersedianya jalur jogging track M a s s a 1. Merancang pedestrian walkway yang aman nyaman dan ramah disabilitas 2. Merancang jalur sepeda untuk memfasilitasi penggunaan sepeda dan meminimalisisr penggunaaan kendraan bermotor 3. Merancang Jogging Track sebagai wadah aktivitas berolahraga warga dan pengunjung 75 5.6.6 Aktivitas Pendukung 5 . 6 . 2 B e n t u k 1. Aktivitas pendukung seperti food court, toko cinderamata masih kurang layak d a n 1. Menata dan merancang food court dan pusat cinderamata yang layak, menarik dan mudah diakses. M a s s a 76 5.6.7 Penandaan 5 . 6 . 2 B e n t u k 1. Tidak terdapat penandaan dan papan petunjuk pada tapak d a tersedia papan informasi mengenai objek 2. Tidak wisata n Luar Batang 1. Memasang papan petunjuk yang informatif pada lokasi-lokasi yang strategis 2. Membuat papan informasi yang informative di setiap objek wisata. 3. Tidak tersedianya papan nama dan peta wilayah M objek wisata a s s a 3. Membuat papan nama dan peta wilayah objek wisata 77 5.6.8 Preservasi 5 . 6 . 2 B e n t u k 1. Bangunan Cagar Budaya seperti Masjid Luar Batang belum dikelola dengan maksimal 4. Perlunya pengelolaan yang baik pada Bangunan Cagar Budaya Masjid Luar Batang. d a n M a s s a 78 5.7 Analisis Elemen Estetika 5.7.1 Sumbu Sumbu merupakan garis maya yang terbentuk oleh dua titik dalam sebuah ruang terhadap bentuk-bentuk dan ruang-ruang yang tersusun. Garis maya tersebut tidak selalu berbentuk jalan, tetapi dapat berupa ruang terbuka hijau juga. Sumbu juga dapat terbentuk karena tata massa bangunan di sekitarnya. Sumbu dalam perancangan Green waterfront ini adalah pinggiran laut itu sendiri, sebagai sumbu utama yang direncanakan sebagai media transportasi air. Data dan Analisis Respon • Membersihkan area yang akan di jadikan wisata air • Mempercantik area air dengan memberikan RTH di pinggiran (Sesuai dengan konsep • • Masih banyakanya perahu yang bersandar di area dermaga • Area di pinggiran laut belum adanya RTH 79 5.7.2 Hirarki Hirarki adalah penyusunan tata massa bangunan yang menunjukkan derajat kepentingan dari bentuk dan ruang serta peran-peran fungsional, formal, dan simbolis. Hirarki dapat ditunjukkan melalui perbedaan ukuran, betuk bangunan, maupun lokasi yang strategis. Perancangan hirarki bertujuan agar pengunjung di suatu kawasan dapat mengenali posisi mereka dengan jelas karena adanya bentuk atau massa bangunan yang mencolok dibandingkan bangunan lain. 5.7.3 Irama Data dan Analisis • Tidak tertatanya area perumahan sehingga tidak memberikan irama pada kawasan. • RTH dan pepohonan di pinggiran jalan masih terlalu kurang. Respon • Ditatanya area perumahan yang tersedia • Perbanyak dan di perluas area RTH dan juga pepohonan . 80 5.7.4 Skala dan Proporsi Aspek proporsi dalam elemen estetika merupakan perbandingan antara bentuk bangunan dengan ruang. Proporsi mencakup perbandingan panjang, lebar, dan tinggi, serta massa bangunan. Proporsi perbandingan massa bangunan adalah perbandingan antara building coverage (luas bangunan yang menutupi lahan) dan ruang terbuka pada suatu kavling. Data dan Analisis Respon 1.menyelaraskan kawasan dengan objek wisata sehingga objek wisata sesuai dengan proporsi yang ada. 2. memperbanyak elemen yang dapat meningkatkan keindahan dalam kawassan tersebut 1.Proporsi antara kawasan dan area wisata masih belum lengkap dan juga cocok 81 5.8 Analisis Elemen Citra Kota 5.8.1 Landmark Gambar 5.8.2 Masjid Luar Batang Sumber: maps.google.com Gambar 5.8.1 Peta Citra Satelit Gambar 5.8.3 Museum Bahari Sumber: maps.google.com Sumber: dokumentasi penyusun Masjid Luar Batang : Keberadaan Masjid Luar Batang adalah salah satu tempat ibadah umat muslim yang terkenal keramat di kawasan sunda kelapa dari zaman abad ke 18 M. masjid ini sering di kunjungi para peziarah dari seluruh penjeluruh daerah, di karenakan terdapat makam Habib Husein, sebagai pemuka agama dari salah satu pahlawan nusantara. Lokasi masjid berada di Jl. Luar batang 5 no. 1 penjaringan, Jakarta Utara. Kawasan tersebut berada di sebelah barat pelabuhan sunda kelapa dan sebelah utara tempat wisata kota Tua. Selain itu terdapat tempat wisata yang berdekatan dengan masjid Luar Batang Yaitu Museum Bahari. Museum Bahari : Dari beberapa museum di daerah jakarta, terdapat satu tempat unik yang tedekat dan berada di kawasan kampung nelayan yaitu Museum Bahari Jakarta dengan memiliki 126 koleksi sejarah kelautan, khususnya kapalkapal dagang tradisional yang telah mengarungi samudera dunia. Terdapat 19 koleksi perahu yang masih asli dan 7 buah miniatur, photo serta biota laut yang biasa di tangkap para nelayan. 82 Lokasi Museum Bahari ini berada di sebelah kiri pelabuhan sunda kelapa dan termasuk dalam kawasan tempat wisata kota Tua. 5.8.2 District Merupakan suatu bagian kota mempunyai karakter atau aktivitas khusus yang dapat dikenali oleh pengamatnya. District memiliki bentuk pola dan wujud yang khas begitu juga pada batas district sehingga orang tahu akhir atau awal kawasan tersebut. District memiliki ciri dan karakteristik kawasan yang berbeda dengan kawasan disekitarnya. District juga mempunyai identitas yang lebih baik jika batasnya dibentuk dengan jelas tampilannya dan dapat dilihat homogen, serta fungsi dan komposisinya jelas. Gambar 5.8.4 Gerbang Masuk Masjid Luar Batang Sumber: dokumentasi penyusun Masjid Luar Batang : Untuk kawasan ini memiliki ciri khas warga lokal yang berdagang berjejer sepanjang akses menuju lokasi dan pintu gerbang yang ber ciri khas islami sehingga nuansa islam yang kental di kawasan ini. Gambar 5.8.5 Museum Bahari Sumber: dokumentasi penyusun 83 Museum Bahari : kawasan museum bahari akan sangat terasa berbeda ketika memasuki kawasan ini, nuansa penjajahan kolonial Belanda akan sangat terasa ketika melewati akses jalan yang berada tepat di sebelah museum ini. Nuansa ini yang menandakan bahwa kita sudah memasuki Kawasan Sejarah Museum Bahari. 5.8.3 Path Merupakan suatu jalur yang digunakan oleh pengamat untuk bergerak atau berpindah tempat. Menjadi elemen utama karena pengamat bergerak melaluinya pada saat mengamati kota dan disepanjang jalur tersebut elemen-elemen lingkungan lainnya tersusun dan dihubungkan. Path merupakan elemen yang paling penting dalam image kota yang menunjukkan rute-rute sirkulasi yang biasanya digunakan orang untuk melakukan pergerakan secara umum, yakni jalan, gang-gang utama, jalan transit, lintasan kereta api, saluran dan sebagainya. Path mempunyai identitas yang lebih baik kalau memiliki identitas yang besar (misalnya ke stasiun, tugu, alun-alun,dan lain-lain), serta ada/ penampakan yang kuat (misalnya fasade, pohon, dan lain-lain), atau belokan yang jelas. Gambar 5.8.6 Persimpangan Jalan Pakin Sumber: maps.google.com Persimpangan ini menjadi tanda sudah meninggalkan kawasan museum bahari dan akan memasuki kawasan masjid luar batang. Persimpangan yang ramai akan menjadi tanda bagi orang yang melewati kawasan ini untuk masuk dan keluar kawasan. 84 5.8.4 Nodes Merupakan simpul atau lingkaran daerah strategis di mana arah atau aktivitasnya saling bertemu dan dapat diubah ke arah atau aktivitas lain, misalnya persimpangan lalu lintas, stasiun, lapangan terbang, jembatan, kota secara keseluruhan dalam skala makro besar, pasar, taman, square, tempat suatu bentuk perputaran pergerakan, dan sebagainya. Node juga merupakan suatu tempat di mana orang mempunyai perasaan „masuk‟ dan „keluar‟ dalam tempat yang sama. Node mempunyai identitas yang lebih baik jika tempatnya memiliki bentuk yang jelas (karena lebih mudah diingat), serta tampilan berbeda dari lingkungannya (fungsi, bentuk). Gambar 5.8.7 Apartemen di Jalan Gedong Panjang Sumber: maps.google.com Di dekat apartemen dan sekitarnya di kawasan ini banyak aktivitas ekonomi masyarakat sekitar dan gedung apartemen yang tinggi menjadi tanda kawasan ini . 85 5.8.5 Edges Merupakan batas, dapat berupa suatu desain, jalan, sungai, gunung. Edgememiliki identitas yang kuat karena tampak visualnya yang jelas. Edge merupakan penghalang walaupun kadang-kadang ada tempat untuk masuk yang merupakan pengakhiran dari sebuah district atau batasan sebuah district dengan yang lainnya. Edge memiliki identitas yang lebih baik jika kontinuitas tampak jelas batasnya. Demikian pula fungsi batasnya harus jelas : membagi atau menyatukan. Gambar 5.8.8 Aliran Sungai di sekitar kampong Luar Batang Sumber: maps.google.com Sungai dan persimpangan jalan antara masjid luar batang dan museum bahari yang menjadi edge atau batas kawasan. Dan kawasan pemukiman yang menuju ke kawasan masjid luar batang. 86