REVOLUSI PENDIDIKAN TINGGI DALAM MENGHADAPI ERA INOVASI DISRUPTIF Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kurikulum Pembelajaran Dosen pengampu Dr. Dadang R. M., M. Pd. disusun oleh: AFIFAH NEVI SYAHPUTRI NPM 1810631050167 KELAS 3D PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG 2019 A. Konsep Disruptive Inovasi pada Pendidikan Tinggi Bagi perguruan tinggi tradisional, mengembangkan layanan dalam bentuk digital bukanlah hal yang teramat sulit. Sebagai incumbent, perguruan tinggi yang ada saat ini harus dapat merespon dengan baik agar dapat bertahan dan bersaing dengan pemainpemain baru (King & Baatartogtokh, 2015). Hal tersebut sama seperti bisnis taksi konvensional yang sebetulnya bisa menambahkan fitur aplikasi ke dalam layanan bisnisnya. Selain itu, perguruan tinggi juga dapat merangkul berbagai ahli di bidang-bidang ilmu tertentu untuk dapat berkontribusi dalam konten pendidikannya. Sama seperti bisnis taksi konvensional yang sebetulnya bisa menciptakan kanal bisnis yang baru dengan mengajak partisipasi dan keterlibatan dari anggotanya dalam penyediaan armada transportasi sehingga dapat membuat struktur tarif menjadi lebih murah. Namun jika melihat layanan dari bisnis taksi yang tidak berubah, yaitu mengantar penumpang sampai tujuan, tentunya ada bagian bisnis inti yang tetap dipertahankan. Bagi konsumen taksi online, pemanfaatan teknologi dimaksudkan untuk mempermudah konsumen dalam mencari kendaraan di dekatnya dan memastikan biaya perjalanan sebelum berangkat melalui fitur GPS, serta menjembatani pembayaran melalui dompet elektronik. Dari sisi perusahaan, teknologi informasi dapat digunakan untuk mengatur distribusi kendaraan dan menerapkan konsep reward and punishment agar penumpang dapat terlayani dengan baik serta meningkatkan loyalitasnya. Berkaca dari AirAsia yang tetap melayani bidang transportasi udara, atau AirBNB yang melayani penginapan bagi penggunanya, atau toko-toko online yang melayani kebutuhan barang bagi pembelinya, atau bahkan disk drive yang tetap melayani fungsi penyimpanan, maka pendidikan tinggi bisa saja tetap mempertahankan layanannya dalam menjadi fasilitator bagi siswa untuk mendapatkan kompetensinya. Hal ini karena karakteristik pendidikan tinggi yang cukup kompleks. Inovasi dalam pendidikan tinggi bisa dilakukan dari sisi layanan untuk mendapatkan rekap aktivitas mahasiswa secarareal time, legalisir atau validasi transkrip maupun ijazah dengan mudah, koneksi dengan perusahaan pencari kerja menjadi lebih terbuka, ujian masuk perguruan tinggi maupun ujian dalam perkuliahan yang dapat dilakukan secara mandiri dan tidak terbatas pada ruang dan waktu, kartu mahasiswa berbasis digital yang dapat terkoneksi ke berbagai layanan di perguruan tinggi, pengiriman berkas fisik kepada mahasiswa atau alumni yang membutuhkan, penyediaan coworking space berbasis internet untuk penyaluran ide-ide, monetasi konten yang dihasilkan oleh sivitas akademika, atau bahkan crowdfunding untuk projek-projek mahasiswa. Dengan begitu, konektivitas dari sejak menjadi calon mahasiswa, menjadi mahasiswa, sampai dengan menjadi alumni tetap terjalin. Berbagai kesempatan juga dapat dimanfaatkan secara mudah oleh setiap orang yang bergabung di dalam perguruan tinggi. Selain itu, konsep disruptive innovation tidak selalu harus menciptakan produk baru melainkan membuat konsumen mendapatkan layanan yang lebih murah, lebih sederhana, lebih kecil ukurannya, dan seringkali lebih nyaman untuk digunakan. Berbagai inovasi di atas menjadikan mahasiswa tidak harus mengeluarkan dana lebih untuk layanan-layanan konvensional yang dibutuhkan terutama pada saat jauh dari perguruan tinggi, kemudahan dalam menjalani proses belajar, memungkinkan untuk menghasilkan ide-ide yang bisa diwujudkan selama perkuliahan, mendekatkan pada kesempatan untuk ditemukan oleh lapangan kerja atau kesempatan kerja yang ada, serta memungkinkan bagi perguruan tinggi untuk memberikan analisa berdasarkan rekam jejak siswa yang tersimpan dalam Big Data. Bagaimana dengan MOOC? Tentu saja, tidak dapat dihindari. Fasilitas e-learning yang umumnya merupakan bagian dari evolusi perguruan tinggi sebaiknya dapat tersedia dengan baik sebagai pengganti kelas, tambahan dalam kelas, maupun digabungkan dalam bentuk hybrid/blended learning. Bukan hanya diperuntukkan bagi mahasiswa saja, tetapi juga terbuka bagi masyarakat umum terutama bagi para alumni yang ingin meningkatkan kemampuannya untuk peningkatan karirnya. Namun tentu saja penyajiannya tidak bisa sama dengan yang telah diterapkan dalam fasilitas elearning saat ini. Penyajian tidak hanya dilakukan dengan video atau presentasi yang disusun dalam 14 kali perkuliahan saja, tetapi juga dari perubahan konsep penyajian. Konsep gamifikasi dapat membuat pembelajaran semenarik saat siswa bermain. Pemanfaatan teknologi Virtual Reality dan Augmented Reality dalam penyajian materi perkuliahan juga dalam rangka meningkatkan minat siswa dalam mengikuti pembelajaran secara lebih aktif. B. Kebijakan Kemristekdikti Mengantisipasi Disruptive Innovation di Pendidikan Tinggi 1. Penerbitan Permenristekdikti No 257 tahun 2017, perguruan tinggi bebas mengusulkan prodi baru secara on-line mulai 1 Januari 2017. 2. Merger dan Akuisisi perguruan tinggi swasta, sehingga jumlah PTS menjadi lebih sedikit tetapi lebih efisien dan lebih bermutu. 3. Mendorong perguruan tinggi untuk mulai menyiapkan diri menghadapi Disruptive Innovation In Higher Education (distance/online learning). 4. Mengirim tim UT, ITS, ITB, PENS, POLMAN, Dirjen Kelembagaan untuk benchmark distance learning untuk politeknik ke New Zealand (OPEN POLI). 5. Memperbaiki Permen Ristekdikti tentang PJJ (Pendidikan Jarak Jauh). 6. Meminta UT yang sudah berpengalaman lama melaksanakan PJJ untuk mendukung program distance learning. 7. Tahun 2018 ITS, ITB, PENS, POLMAN diberi tugas untuk menyiapkan program distance learning untuk daerah 3T 8. Mendorong kementerian lain (Kemenkeu, Kemenhub) melakukan distance learning untuk karyawannya dengan bekerjasama dengan UT. 9. Mendorong perguruan tinggi untuk menggunakan layanan UT untuk matakulihmatakuliah non-core sehingga lebih murah. C. Dampak Disruptive Innovation In Higher Education pada Perguruan Tinggi Indonesia. 1. Distance learning atau online learning luar negeri akan banyak masuk ke Indonesia dengan biaya yang relative murah. 2. Perguruan tinggi Indonesia akan bersaing head to head dengan distance learning luar negeri. 3. Perguruan tinggi Indonesia harus siap menghadapi era disruptive innovation. Jika tidak, berpotensi untuk gulung tikar. 4. Persaingan tidak hanya terjadi dengan distance learning luar negeri, tapi juga dengan distance learning dalam negeri . 5. Perguruan tinggi Indonesia harus mulai menyiapkan diri untuk menyediakan dan menggunakan teknologi distance learning yang masif. 6. Kebijakan/peraturan terkait distance learning perlu disiapkan