COMPOUNDING AND DISPENSING “OBESITAS” Kelompok 3: Rifqi Nuscha Al Muhimmah 2019000073 Siti Nurhalizah 2019000083 Veronica Agnes 2019000093 Yuki Hilmawi 2019000103 PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS PANCASILA JAKARTA 2019 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas merupakan masalah kesehatan dunia yang semakin sering ditemukan di berbagai negara. Prevalensi overweight dan obesitas pada anak di dunia meningkat dari 4,2% di tahun 1990 menjadi 6,7% di tahun 2010, dan diperkirakan akan mencapai 9,1% di tahun 2020 (1). Peningkatan prevalensi obesitas juga diikuti dengan peningkatan prevalensi komorbiditas, seperti peningkatan tekanan darah, aterosklerosis, hipertrofi ventrikel kiri, sumbatan jalan napas saat tidur (obstructive sleep apnea), asma, sindrom polikistik ovarium, diabetes melitus tipe-2, perlemakan hati, abnormalitas kadar lipid darah (dislipidemia), dan sindrom metabolik (2,3). Berbagai penelitian yang telah dilakukan di Indonesia juga mendapatkan hasil yang tidak jauh berbeda, yaitu anak dan remaja obes sudah mengalami komorbiditas seperti hipertensi, dislipidemia, peningkatan kadar SGOT dan SGPT, dan uji toleransi glukosa yang terganggu (4). Penyebab utama obesitas adalah ketidakseimbangan energi antara kalori yang dikonsumsi dan kalori yang dikeluarkan. Secara global, adanya peningkatan intake makanan tinggi energi seperti makanan yang tinggi lemak dan menurunnya aktivitas fisik karena bertambahnya jenis jenis pekerjaan yang sedenter, berubahnya model transportasi, dan meningkatnya urbanisasi. Obesitas dan hubungannya dengan penyakit tidak menular dapat dicegah. Lingkungan dan komunitas yang mendukung merupakan hal yang paling mendasar dalam membentuk pilihan seseorang, membuat pilihan yang lebih menyehatkan pada makanan dan aktivitas fisik reguler yang paling mudah (bisa diakses, tersedia dan terjangkau) sehingga dapat menurunkan resiko obesitas (5). Upaya pemenuhan kebutuhan gizi pasien secara optimal, baik berupa pemberian makanan pada pasien yang dirawat maupun konseling gizi pada pasien rawat jalan dapat dilakukan dengan proses asuhan gizi. Upaya peningkatan status gizi dan kesehatan masyarakat merupakan tugas dan tanggung jawab tenaga kesehatan, khususnya tenaga yang bergerak di bidang gizi. Diperlukan proses asuhan yang komprehensif yang terstandar. Proses asuhan gizi terstandar dan komprehensif memerlukan keterlibatan berbagai profesi terkait (dokter, perawat, gizi, farmasis) sejak mulai assessment, penegakan diagnosis, intervensi, dan monitoring evaluasi (monev). Asuhan gizi yang tersedia bagi seorang individu tergantung pada adanya penyakit atau risiko penyakit yang pada dirinya, lingkungan, tahap pertumbuhan dan perkembangan, serta isu-isu sosial ekonomi. Asuhan gizi akan mencakup penilaian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kecukupan asupan gizi dan status gizi saat ini, dan identifikasi diagnosa gizi. Penyusunan diet, pemberian enteral atau parenteral, atau intervensi dalam bentuk konseling atau pendidikan dan koordinasi perawatan adalah intervensi yang mungkin dapat dipilih sesuai dengan etiologi masalah. Dalam kebanyakan kasus, penyedia jasa kesehatan telah menetapkan standar pelayanan atau praktek pedoman yang menjelaskan tindakan yang direkomendasikan dalam proses asuhan gizi. Standar-standar ini sering berfungsi sebagai dasar untuk menilai kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien (6). B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana penyelesaian kasus pasien obesitas dengan terapi farmakologi dan terapi non farmakologinya? C. Tujuan 1. Memberikan pengobatan bagi pasien secara terapi farmakologi dan terapi non farmakologi untuk obesitasnya D. Manfaat 1. Mengetahui langkah-langkah penyelesaian kasus obesitas dengan proses asuhan gizi. 2. Mengetahui pembuatan preskripsi diet pada kasus obesitas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Obesitas Obesitas adalah keadaan akumulasi lemak yang abnormal atau berlebih pada jaringan adiposa yang dapat menganggu kesehatan. Obesitas juga merupaka akibat dari ketidakseimbangan pemasukan energi dan pengeluaran energi. WHO mendefiniskan obesitas adalah : a. BMI yang lebih besar atau sama dengan 25 adalah overweight b. BMI yang lebih besar atau sama dengan 30 adalah obesitas Klasifikasi Obesitas Menurut WHO Status Nutrisi Kriteria WHO Kriteria WHO untuk Asia Berat badan kurang < 18,5 < 18,5 Normal 18,5-24,9 18,5-22,9 Berat badan lebih (overweight) 25,0-29,9 23,0-24,9 Praobesitas - 25,0-29,9 Obesitas I 30,0-34,9 30,0-34,9 Obesitas II 35,0-39,9 35,0-39,9 Obesitas III ≥40,0 ≥40,0 (underweight) B. Etiologi Obesitas Obesitas terjadi karena ketidak-seimbangan antara asupan energi dengan keluaran energi (energy expenditures), sehingga terjadi kelebihan energi yang selanjutnya disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Kelebihan energi tersebut dapat disebabkan oleh 2 hal, yaitu : 1. Asupan energi tinggi disebabkan oleh konsumsi makanan yang berlebihan, 2. Keluaran energi rendah disebabkan oleh rendahnya metabolisme tubuh, aktivitas fisis, dan efek termogenesis makanan yang ditentukan oleh komposisi makanan. Lemak memberikan efek termogenesis lebih rendah (3% dari total energi yang dihasilkan lemak) dibandingkan karbohidrat (6-7% dari total energi yang dihasilkan karbohidrat) dan protein (25% dari total energi yang dihasilkan protein). Sebagian besar gangguan homeostasis energi ini disebabkan oleh faktor idiopatik (obesitas primer atau nutrisional), sedangkan faktor endogen (obesitas sekunder atau non-nutrisional, yang disebabkan oleh kelainan hormonal, sindrom, atau defek genetik) hanya mencakup kurang dari 10% kasus (7). Penyebab lain yang dapat menyebabkan obesitas diantara lain, yaitu 1. Riwayat keluarga a. NIDDM (Non insulin Dependent Diabetes Melitus) b. Penyakit kardiovaskular c. Hipertensi d. Dyslipidemia e. Penyakit kandung empedu 2. Riwayat sosial/ psikologis a. Merokok b. Stress/ depresi Karakteristik dan etiologi obesitas : Obesitas idiopatik Obesitas endogen >90% kasus <10% kasus Umumnya didapatkan riwayat Umumnya tidak didapatkan riwayat obesitas obesitas Fungsi mental normal Fungsi mental sering retardasi Usia tulang normal Usia tulang terlambat Pemeriksaan fisis umumnya normal Pemeriksaan fisis tidak normal Obesitas berkaitan erat dengan jumlah sel lemak dan pendistribusiannya ke seluruh bagian tubuh. Pada dewasa muda laki-laki lemak tubuh > 25% dan perempuan > 35%.(8) Menurut pendistribusian lemak, obesitas dibedakan menjadi 2, antara lain 1. Obesitas Sentral Obesitas ini disebut juga apple shape obesity atau android type obesity. Akumulasi lipid di daerah perut, baik intraperitoneal maupun retroperitoneal. Terjadi hiperplasia dari sel lemak dan Waist-Hip Ratio (WHR) > 0,90. Obesitas ini lebih sering terjadi pada pria.(12) 10 2. Obesitas Perifer Obesitas perifer merupakan akumulasi lipid terdapat di bagian bawah tubuh yaitu di daerah paha dan perut atau regio gluteofemoral, sehingga disebut gynecoid obesity atau pear shape obesity. Perbedaan dengan obesitas sentral yaitu pada obesitas ini terjadi hipertrofi sel-sel lemak dan Waist-Hip Ratio (WHR) < 0,85. Obesitas ini lebih sering terjadi pada wanita.(12,13) C. Patofisiologi Obesitas Obesitas terjadi akibat gangguan dari mekanisme homeostasis yang mengontrol keseimbangan energi dalam tubuh.(14). Jaringan lemak merupakan tempat penyimpanan energi yang paling besar menyimpan energi dalam bentuk trigliserida melalui proses lipogenesis yang terjadi sebagai respons terhadap kelebihan energi dan memobilisasi energi melalui proses lipolisis sebagai respon terhadap kekurangan energi. Regulasi keseimbangan energi memerlukan sensor dari penyimpanan energi di jaringan adiposa, mekanisme kontrol dari sistem pusat (hipotalamus) untuk integrasi berikutnya, yang mana akan menentukan kebutuhan asupan makanan dan pengeluaran energi. Hipotalamus berperan penting dalam proses inisiasi makan. Adanya gangguan pada jalur sinyal “makan” mempengaruhi : 1. Nukleus hipotalamikus medial sehingga meningkatkan rasa lapar, dengan cara meningkatkan respon terhadap sinyal oreksigenik seperti ghrelin dan menstimulasi neuropeptida Y; dan 2. Menghambat respon sinyal adiposit seperti leptin dan menghambat POMC (Proopiomelanocortin) di hipotalamus. Hal ini sering ditemukan pada pasien dengan Craniopharyngioma dengan lesi di hipotalamus, terutama yang berpengaruh terhadap ncl. Lipogenesis merupakan proses deposisi lemak dan meliputi proses sintesis asam lemak dan kemudian sintesis trigliserida yang terjadi di hati pada daerah sitoplasma dan mitokondria dan jaringan adiposa. Peristiwa ini terjadi akibat rangsangan dari diet tinggi karbohidrat, namun juga dapat dihambat oleh adanya asam lemak tak jenuh ganda dan dengan berpuasa. Efek tersebut sebagian diperantarai oleh hormon yang dapat menghambat (mis.Hormon pertumbuhan, Leptin) atau merangsang (seperti insulin) lipogenesis. Insulin menstimulasi liopogenesis dengan cara meningkatkan pengambilan glukosa di jaringan adiposa melalui transporter glukosa menuju membran plasma, mengaktivasi enzim lipogenik dan glikolitik, serta menyebabkan SREBP -1 (Sterol Regulatory Element Binding Protein-1) meningkatkan ekspresi dan kerja enzim glukokinase yang berakibat pada peningkatan konsentrasi metabolit glukosa. Leptin dengan kerja sebaliknya, membatasi penympanan lemak dengan mengurangi masukan makanan (meningkatkan ekspresi gen Corticotropin-Releasing Factor di hipotalamus yang berakibat penurunan kebutuhan makanan) dan mempengaruhi jalur metabolik spesifik di adiposa dan jaringan lainnya.Leptin mengirimkan sinyal ke otak tentang jumlah penyimpanan lemak. Hormon ini merangsang pengeluaran gliserol dari adiposit dengan menstimulasi oksidasi asam lemak dan emnghambat lipogenesis. Lipolisis merupakan proses dekomposisi kimiawi dan penglepasan lemak dari jaringan lemak. Enzim Hormone Sensitive Lipase (HSL) menyebabkan terjadinya hidrolisis trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak kemudian mengalami proses re-esterifikasi, kemudian di lepas ke dalam sirkulasi darah, dibentuk menjadi ATP (Adenosin Trifosfat) lalu dibawa kel sirkulasi darah yang kemudian akan menjadi sumber energi bagi jaringan yang membutuhkan. Mobilisasi asam lemak dari jaringan lemak dihambat oleh hormon insulin. Asupan makanan diregulasi oleh 4 proses : faktor olfaktorik dan gustatorik, distensi gastrointestinal, penglepasan hormon gastrointestinal seperti insulin, kolesistokinin, dan gastrin releasing petide, serta aktivasi komponen termogenik dari sistem saraf simpatis eferen. Serum insulin menstimulasi penglepasan leptin dari jaringan adiposit yang kemudian menurunkan kebutuhan asupan makanan dengan mempengaruhi kolesistokinin (CCK) dan Neuropeptide Y(NPY). Namun, insulin terutama bekerja untuk meningkatkan penyerapan makanan dengan menurunkan kadar glukosa darah. Pengeluaran energi ditentukan oleh aktivitas fisik, metabolik rate, dan termogenesis. Bagian metabolik dari pengeluaran energi termasuk di dalamnya kerja dari kardio-respiratorik individu. Aktivitas fisik meningkatkan pengluaran energi dengan mengaktifkan kerja otot skelet. Aktivitas fisik dapat dibagi menjadi aktivitas olahraga dan aktivitas non-olahraga (berhubungan dengan ativitas kerja dan aktivitas sehari-hari). D. Pengukuran Tingkat Obesitas 1) Body Mass Index (BMI) Body Mass Index (BMI) adalah sebuah ukuran “berat terhadap tinggi”. terdapat kategori underweight (kekurangan berat badan), overweight (kelebihan berat badan) dan obesitas (kegemukan). Rumus atau cara menghitung BMI, yaitu: (4) BMI = (Berat badan2) (kg) . Tinggi badan (m) 2) RLPP (Rasio Lingkar Pinggang dan Pinggul) Untuk menilai timbunan lemak perut dapat digunakan cara lain, yaitu dengan mengukur rasio lingkar pinggang dan pinggul (RLPP) atau mengukur lingkar pinggang (LP). (8) Rumus : Lingkar pinggang Lingkar pinggul 3) Rumus Broca Rumus berat badan ideal yang pertama dibuat oleh seorang ahli bedah perancis bernama Dr.P.P. Brocca pada tahun 1897 (Halls, 2005). Rumus Broca: BBI = 90% (Tinggi Badan cm -100) x 1kg Untuk pria dengan tinggi < 160cm dan wanita < 150cm, menggunakan rumus: BBI = (Tinggi Badan cm - 100) x 1kg Bila hasilnya: 90-110% = berat badan normal 110-120% = kelebihan berat badan (overweight) >120% = kegemukan (obesitas) 4) BOD POD BOD POD merupakan salah satu alat untuk mengukur lemak dalam tubuh, yaitu berupa ruang berbentuk telur yang telah dikomputerisasi. Setelah seseorang memasuki BOD POD, jumlah udara yang tersisa digunakan untuk mengukur lemak tubuh 5) DEXA (dual energy X-ray absorptiometry) Dual energy X-ray absoprtiometri adalah salah satu cara menentukan jumlah dan lokasi lemak dalam tubuh yaitu dengan cara menyerupai skening tulang. Sinar X digunakan untuk menentukan jumlah dan lokasi dari lemak tubuh. 6) Bioelectric Impedance Analysis (analisa tahanan bioelektrik) BIA ini juga merupakan salah satu cara pengukuran obesitas yaitu dengan cara penderita berdiri di atas skala khusus dan sejumlah arus listrik yang tidak berbahaya dialirkan ke seluruh tubuh lalu dianalisa. E. Cara Penanggulangan Obesitas Diet yang rendah kalori dan tinggi serat perlu diupayakan, disamping pembakaran yang teratur melalui olahraga setiap hari, sehingga tercapai balance yang negatif, pembakaran kalori lebih banyak daripada pemasukan. Diet ini hanya boleh diterapkan dengan pengawasan dokter. Ada beberapa tips yang bisa kita pegang dalam berdiet: a) Jangan makan lebih. Bila perlu makanan kecil, cari snack rendah kalori. b) Kurangi, hanya sejumlah kecil, asupan kalori per hari (kurang lebih 600 kkal) c) Makan lebih sedikit lemak – 30 % dari keseluruhan jumlah kalori yang dikonsumsi. d) Hindari alkohol, karena kalorinya tinggi tapi nutrisi lainnya sangat kurang. Minum kopi atau teh tanpa gula. e) Makan yang seimbang, artinya yang dimakan dan diminum sesuai dengan kalori yang dibutuhkan. f) Pilih makanan kaya serat karena lebih cepat mengenyangkan. Olahraga akan merangsang hipofisis untuk mensekresi hormone pertumbuhan dan hormon tersebut akan mendorong perubahan komposisi tubuh menjauhi penyimpanan lemak menuju peningkatan protein otot, sehingga lemak dalam tubuh bisa direduksi. Berjalan kaki, jogging, dan bersepeda merupakan salah satu olah raga ringan namun tetap bisa memberikan dampak yang positif terhadap penurunan berat badan karena selama berolah raga, tubuh menggunakan lemak sebagai bahan bakar energi. Berolahraga setiap hari, jalan 30 menit tiap hari akan membakar 150 kalori, dan dapat menurunkan berat badan. Diet juga dapat dilakukan dengan cara mengkonsumsi obat-obatan Tiga prinsip mekanisme kerja obat-obatan untuk menurunkan BB atau mencegah peningkatan BB: a) Mengurangi asupan energi (appetite supressant) Obat-obatan ini bekerja sebagai penekan nafsu makan, yang disebut juga preparat, yang mempunyai efek neurotransmitter, seperti serotonin, yaitu suatu zat di otak yang dapat mempengaruhi persepsi orang terhadap rasa lapar Golongan ini mempunyai 2 kelas utama berdasarkan aktifitasnya, yaitu: 1. Golongan katekolaminergik, seperti amfetamine, fenilpropanolamin 2. Golongan seretonergik, seperti fenfluramine, dexfenfluramine. b) Mengurangi penyerapan makanan Ditemukan obat-obatan yang menghambat kerja enzim di saluran cerna – salah satunya adalah menghambat penyerapan lemak, sehingga total kalori yang diserap tubuh dapat dikurangi. Orlistat (xenical), adalah obat pertama dari kelompok obat-obatan penghambat enzim lipase pankreas dan lambung, yang bekerja lokal di saluran cerna. Dengan cara demikian, lemak sebesar 30% tidak diserap oleh tubuh, melainkan dieksresikan melalui feses. Walaupun demikian, orlistat tidak mengganggu kerja intestinal lainnya dan tidak berinteraksi dengan kebanyakan obat-obat yang diresepkan untuk pasien yang mengalami masalah dengan berat badan karena ia bekerja secara selektif sehingga tidak mempengaruhi susunan saraf pusat seperti obat-obat anti obesitas lainnya. Obat ini juga hanya menyerap 3% dari dosis oral sehingga tidak terdeteksi adanya efek sistemik. c) Meningkatkan pembakaran energi Energi dapat dibakar dengan melakukan aktifitas fisik atau merubah Tingkat Metabolik Basal (BMR) dengan melakukan perubahan pada sistem syaraf simpatik. Obat yang berefek pada BMR dan termogenesis ini, seperti zat beta agonist, BRL 26830A, masih dalam tahap penelitian. Program nasional pemerintah untuk menekan angka obesitas: a. Lingkungan sehat,Perilaku sehat,dan pemberdayaan masyarakat b. Upaya Kesehatan c. Perbaikan Gizi Masyarakat d. Sumber Daya Kesehatan e. Obat,Makan dan Bahan Berbahaya f. Kebijakan dan Manajemen Pembangunan Kesehatan g. GENTAS (Gerakan Nusantara Tekan Angka Obesitas) (9) F. Terapi Farmakologis pada Penderita Obesitas 1. Pemilihan Terapi dan Indikasi Farmakoterapi Pilihan terapi pada populasi obesitas dibagi atas tiga tingkatan berdasarkan tingkatan IMT dan komorbiditas yang dijumpai pada penderita obesitas. Tingkatan tersebut adalah: a. Tingkatan (Grade) I Pada tingkatan ini pasien masih dalam kategori pre-obesitas atau lingkar pinggang yang mendekati batas obesitas sentral. Pada kondisi ini yang harus dicari lebih dulu adalah apakah terdapat komorbid yang dimiliki pasien tersebut. Manajemen yang dapat dilakukan berupa perubahan pola hidup, pengaturan makan serta aktifitas fisik. b. Tingkatan lI (Intervention Grade) Kelompok populasi Eropa yang masuk ke tingkatan ini adalah kelompok dengan IMT 30-35 kg/m² atau IMT di atas 27 kg/m2 dengan adanya komorbid atau lingkar pinggang yang masuk kategori Obesitas sentral. Pada populasi Asia yang masuk tingkatan ini adalah IMT > 27,5 kg/m2 atau IMT 25-30 kg/m2 dengan lingkar pinggang obesitas sentral atau terdapat komorbid. c. Tingkatan IlI (Agresive Intervention Grade) Kelompok populasi yang masuk pada tingkatan ini adalah IMT > 35 kg/m2 dengan lingkar pinggang obesitas sentral atau adanya komormid pada populasi Eropa. Sedangkan pada populasi Asia IMT > 30 kg/m2 dengan lingkar pinggang obesitas sentral atau adanya komorbid. Pada tingkatan ini manajemen harus dilakukan lebih agresif. Melihat tingkatan penatalaksanaan di atas dan Guideline American College of Physician dapat disimpulkan bahwa indikasi terapi farmakologi pada pasien obesitas dapat diberikan pada kondisi Indeks Massa Tubuh (IMT) = 30 kg/m2 dan manajemen perubahan pola hidup yang telah dilakukan selama 6 bulan tidak dapat menurunkan berat badan. Indeks MassaTubuh = 27 kg/m2 disertai dengan adanya komormid. 2. Pemilihan Terapi Farrnakologi pada Obesitas Saat ini dijumpai banyak pilihan obat dari golongan yang berbeda untuk menurunkan berat badan. Tidak semua obat tersebut terdapat disemua negara termasuk Indonesia. Secara umum farmakoterapi obesitas dibagi atas obat yang bekerja didaerah sentral dan yang bekerja diperifer, sedangkan berdasarkan durasi penggunaannya dibagi atas penggunaan jangka pendek dan penggunaan jangka panjang. Kesemua golongan obat tersebut efektif dalam menurunkan berat badan tetapi akan lebih efektif apabila dikombinasi dengan terapi perubahan pola hidup yang intensif (10). Tabel 1. Pilihan Farmakoterapi pada Obesitas Jenis Obat Durasi Penggunaan Dosis Phentermine Jangka Pendek 15-45 mg/hari Diethilpropion Jangka Pendek Obat yang Bekerja di Sentral Agonis Adrenergic Mazindol Jangka Pendek 25 mg tds Jangka Panjang 10-15 mg/hari Jangka Panjang 180-300 mg/hari Kombinasi Seretonergic/Agonis Sibutramine Penghambat Absorbsi Orlistat Beberapa Obat yang Tidak Rutin Digunakan Bekerja di Sentral Adrenergic Agonis Efedrin/Kafein Serotonin Agonis Flouxetine dan Sertaline Kerja Lain Topiramate Penghambat Absorbsi Acarbose Jangka Pendek 60-180 mg/hari Jangka Pendek 96-192 /hari Kerja Lain Metformin 3. Karakteristik ProfiI Farmakoterapi Obesitas Di bawah ini nantinya akan dibahas karakteristik profil umum beberapa rnodalitas farmakoterapi pada obesitas. a. Golongan Agonis Adrenergic Beberapa obat yang masuk dalam golongan ini adalah symphatomimetics drugs seperti benzethamine, diethylpropion dan phenthennin yang semuanya bersifat seperti norephinefrine. Beberapa obat pada golongan ini bekerja dengan mekanisme yang berbeda termasuk menghambat reuptake norephinefrine dari granul sinapnya sehingga mempunyai efek memperlama timbulnya rasa lapar atau pada saat makan menimbulkan rasa kenyang yang cepat. Semua obat ini diabsorbsi dengan cepat secara oral dan mempunyai waktu paruh yang pendek. Metabolisme obat terjadi dihepar dalam fraksi tidak aktif hingga fase eksresinya. Obat ini diindikasi penggunaannya dalam jangka pendek yang menurut Food Drugs Adminitrasion (FDA) didefinisikan sebagai penggunaan dibawah 12 minggu. Beberapa efek samping yang dapat ditimbulkan dalam penggunaan di bawah 12 minggu antara lain: mulut kering, asthenia, konstipasi dan hipertensi. Kesemua obat ini mempunyai sifat yang kecil untuk terjadinya adiktif walaupun hal tersebut masih dalam kontroversi apabila digunakan dalam jangka 12 minggu. Beberapa kondisi yang menjadi kontra-indikasi pemakaian golongan obat ini adalah Congestive Hearth Failure (CHF), aritmia dan stroke, serta harus sangat hati-hati digunakan pada pasien hipertensi. b. Sibutramine Obat ini merupakan golongan serotonin-norepinephrine reuptake inhibitor yang dapat bekerja secara sentral dan perifer serta diizinkan oleh FDA dan agensi internasional lain unfuk digunakan dalam jangka panjang. Obat yang semula dikembangkan sebagai antidepresan ini bekerja menekan pusat lapar dan meningkatkan rasa kenyang. Obat ini dimetabolisme di hepar oleh enzim Cytocrome P450 3A4 dan sebagian besar dieksresi melalui ginjal. Sibutramine efektif digunakan dalam dosis 5-15 mg/hari dengan dosis awal biasa diberikan sebesar 10 mg/hari. Dosis biasanya akan ditingkatkan menjadi 15 mg/hari apabila tidak didapatkan penurunan 1,5 kg dari berat badan awal dalam 4-6 minggu terapi. Beberapa penelitian sibutramine secara Randomized Control Trials (RCTs) hingga I tahun mendapatkan hasil yang bermakna dalam menurunkan berat badan dibandingkan dengan plasebo dengan besaran outcome penurunan berat badan yang berbanding lurus dengan besarnya dosis yang digunakan. Sibutramine dikatakan sangat ditoleransi baik dan efektif sebagai farmakoterapi obesitas tetapi dapat menaikkan tekanan darah (1-3 mmHg) dan menaikkan denyut jantung (4-5 kali/menit) pada beberapa pasien sehingga dapat menaikJ<an tekanan darah pada pasien normotensi. Terdapat beberapa penelitian yang menilai keamanan sibutramine pada pasien hipertensi mendapatkan bahwa tekanan darah pasien-pasien tersebut biasanya akan terkontrol apabila pemakaiannya dikombinasi dengan antihipertensi golongan Calcium Chanel Blockers (CCB) dengan atau tanpa Beta Blockers atau thiazide. Hal menarik lain adalah dijumpai juga kondisi pasien yang tetap dengan hipertensi sebanyak 20% walaupun penggunaan sibutramine pada pasien normotensi telah dihentikan. Beberapa efek samping lain yang sering dilaporkan adalah nyeri kepala, mulut kering, insomnia dan konstipasi. c. Orlistat Obat ini bekerja menghambat lipase gastrointestinal sehinga dapat menghidrolisis dan menghambat absorbsi trigliserida dari saluran cerna. Obat ini menunjukkan kemampuan dalam menghambat absorbsi lemak hingga 30% dan kondisi ini bergantung dengan besarnya dosis yang digunakan. Karena penyerapannya yafig kurang kedalam sirkulasi sistemik, mernbuat obat ini hanya mempunyai bioavabilitas dibawah 1% serta hampir keseluruhan diekresikan dalam bentuk yang tidak benrbah melalui feses. Orlistate secara umum digunakan dalam dosis 120 mg tiga kali sehari sebelum makan. Hal penting yang harus diingatkan kepada pasien adalah untuk mengurangi jurnlah asupan lemak dibawah 20 gram setiap makan untuk mencegah efek samping orlistate. Sejumlah uji klinik jangka panjang 1 hingga 4 tahun yang menilai efikasi orlistate dibandingkan plasebo mendapatkan hasil yang signifikan dengan penurunan berat badan mencapai 10,2% dalam 1 tahun pertama. Orlistate dikatakan juga dapat memperbaiki profil lipid, resistensi insulin dan angka kejadian diabetes pada populasi dengan gangguan ioleransi glukosa (Prediabetes). Beberapa efek samping yang sering dilaporkan adalah keluhan saluran cerna seperti kembung, sering flatus, steatorrohoea dan fecal urgensi yang semuanya dapat berkurang apabila dilakukan pengurangan intake lemak saat makan. Pada penggunaan jangka panjang ternyata efek samping tersebut dapat ditolerir dan rnakin lama makin berkurang. Beberapa kadar vitamin yang larut dalam lemak dilaporkan sedikit berkurang sehingga dibutuhkan penambahannya apabila orlistate digunakan lebih dari 1 tahun. Kondisi diare merupakan kontraindikasi diberikannya terapi orlistate pada pasien obesitas. d. Rimonatrant Telah diketahui bahwa sistem endocanabinoid (EC) mempunyai peranan dalam mengatur metabolisme dan komposisi tubuh. Apabila terjadi aktivasi pada EC1 reseptor maka pusat lapar akan meningkat dan akan mengubah metabolisme lipid dan glukosa. Reseptor ini terdapat pada beberapa daerah seperti; sistem saraf pusat (SSP), hepar, otot dan saluran cerna. Rimonabant adalah generasi pertama selective EC 1 reseptor blocker yang dapat mencegah overaktifitas sistem EC dan terjadinya obesitas. Obat ini telah diizinkan digunakan dinegara-negara Eropa pada tahun 2006 sebagai terapi tambahan dalam manajemen pengaturan makan dan aktifitas fisik pada populasi obesitas (IMT = 30 kg/m2) atau berat badan lebih (IMT = 27 kg/m2) dengan komorbid DM Tipe 2 atau dislipidemia tetapi pada Oktober tahun 2008 ditarik kembali karena banyak dijumpainya efek samping psikiatri seperti depresi dan ansietas. Beberapa kontraindikasi penggunaan obat jenis ini adalah; menyusui, hipersensitivitas dengan obat ini, depresi ataupun sedang dalam terapi antidepresi. Di bawah ini nantinya juga akan dijelaskan secara umum karakteristik beberapa obat yang dapat digunakan sebagai farmakoterapi obesitas'tetapi belum umum digunakan untuk tujuan tersebut. e. Flouxetine dan Sertaline Kedua obat ini merupakan golongan Selective Serotonine Reuptake Inhibitor (SSRI) yang bekerja menghambat serotonine transporter dan memperpanjang kerja serotonin sehingga mempunyai efek menekan pusat lapar. Kedua obat ini memang dilisensi oleh FDA untuk digunakan sebagai antidepresan, tetapi dari beberapa uji klinik didapatkan bahwa kedua obat ini dengan dosis 60-180 mg/hari yang juga merupakan dosis terapi pada kondisi depresi ternyata dapat menurunkan berat badan pasien obesitas secara signifikan dalam jangka pendek. Kedua obat ini memang tidak diindikasikan sebagai terapi obesitas jangka panjang tetapi dapat dianjurkan diberikan pada pasien depresi dengan obesitas atau sindroma metabolik dibanding golongan tetrasiklik antidepresan yang justru dapat menaikkan berat badan. f. Bupropion Bupropion merupakan obat golongan norephinephrine dan dopamine reuptake inhibitor yang biasa diberikan sebagai terapi antidepresan dan smoking cessation. Berdasarkan beberapa uji klinik bupropion dikatakan dapat menurunkan berat badan secara signifikan dengan dosis 200-400 mg/han dan ternyata apabila dibandingkan dengan populasi yang menggunakan obat tersebut sebagai antidepresan, penurunan berat badan akan lebih besar didapat pada penggunaan dalam populasi normal. g. Topiramate Obat ini merupakan obat carbonic anhidrase inhibitor lemah yang biasa digunakan sebagai terapi kejang pada pasien epilepsi. Obat ini dikatakan juga mempunyai efek memodulasi efek reseptor Gamma Aminobuthiric Acid (GABA) sehingga dapat menurunkan kerja pusat lapar. Beberapa studi yang pernah dilakukan temyata mendapatkan penurunan berat badan hingga 6,4% dalam waktu 12 minggu apabila diberikan dalam dosis 96 mg/hari, dan outcome tersebut dikatakan berbanding lurus dengan besarnya dosis yang dapat diberikan hingga 192 mg/hari. Hingga saat ini obat ini masih tersedia sebagai antidepresi sedangkan pengembangan sebagai terapi obesitas saat ini telah berkurang seiring efek samping yang didapat berupa: parastesia, somnolen, gangguan tonsentrasi, memori dan perhatian. h. Zonisamide Obat ini juga dikenal sebagai obat anti epilepsi yang bekerja sebagai serotonergic dan dopaminergic activity. Beberapa penelitian yang dilakukan hingga 16 minggu ternyata mendapatkan penurunan berat hingga 6,9 % dengan dosis awal 100 mg hingga 600 mg. i. Lamotrigine Lamotrigine merupakan terapi antidepresan ketiga yang banyak dikembangkan oleh peneliti sebagai terapi obesitas. Dalam suatu RCTs yang menilai pemberian lamotrigine dengan dosis 25 mg hingga 200 mg/hari berhasil mendapatkan penurunan berat badan hingga 6,4 kg dalam 26 minggu. j. Metformin Sejak lama telah diketahui bahwa metformin sebagai golongan biguanide mempunyai efek menghambat produksi glukosa dihati, menurunkan absorbsi disaluran cerna dan meningkatkan sensitivitas insulin. Penelitian terbaik metformin pada pasien obesitas adalah penelitian Diabetes Prevention Program (DPP) yang menilai efek metformin dengan dosis 2x850 mg pada pasien dengan sindroma metabolik yang mendapatkan hasil adanya penurunan berat badan hingga 2,5 ah dan hasil ini bermakna dibandingkan dengan plasebo. Walaupun hasil ini jauh dari batasan yang diwajibkan FDA sebesar 5 % penurunan berat badan minimal yang harus dihasilkan oleh terapi obesitas, tetapi pemberian metformin dikatakan sangat baik bagi pasien DM dengan obesitas karena disamping menurunkan berat badan juga dapat menurunkan resistensi insulin. Pada kelompok wanita obesitas dengan Polycystic Ovarium Syndrome (PCOS) metformin juga dikatakan sangat efektif karena disamping dapat menurunkan berat badan juga mempunyai efek meningkatkan fertilitas. k. Pramlintide Obat ini merupakan sistetik amylin analog yang dilisensi oleh FDA sebagai terapi diabetes. Amylin seperti kita ketatrui sebagai suatu peptida yang dihasilkan di sel beta panloeas bersama dengan insulin. Berbeda dengan insulin, Arnylin temyata mempunyai efek menurunkan berat badan apabila diberikan pada pasien DM Tipe I maupun DM Tipe 2 yang obesitas dengan dosis 60-l50 ug tiga hingga anpat kali pemberian dalam satu hari. Pemberian obat ini yang khusus diberikan pada pasien obesitas tampa diabetes hingga saat ini masih dalam tahap pengembangan. Beberapa efek samping yang dijumpai pada pemakaian obat ini adalah mual yang sifatnya ringan dan biasanya hilang setelah pemakaian lebih dari 4 minggu. l. Exenatide Exenatide (Exendine-4) merupakan asam amino peptide 39 yang mempunyai sifat homolog 53% terhadap GLP-I tetapi dengan waktu paruh lebih lama. Sebelumnya telah kita ketahui bersama bahwa GLP-I mempunyai efek menghambat sekresi glukagon, merangsang sekresi insulin, merangsang glukoneogenisis dan memperlambat waktu pengosongan lambung. Obat ini dilisensi oleh FDA untuk digunakan sebagai terapi DM Tipe 2 yang tidak respon dengan sulphonilurea atat metformin dengan efek samping yang sering dijumpai berupa nyeri kepala, mual dan muntah. Dosis yang biasa digunakan sebesar 10 ug/hari secara subkutan. Pengembangan terapi ini pada pasien obesitas tanpa diabetes hingga saat ini masih dalam penelitian. m. Cetilistat Walaupun orlistate sebagai suatu lipase inhibitor telah diizinkan oleh FDA sebagai salah satu terapi obesitas, cetilistat yang juga sebagai salah satu gastrointestinal lipase inhibitor masih dalam pengembangan. Satu RCTs yang menilai efikasi cetilistat dengan dosis 120 mg tid pada populasi obesitas mendapatkan hasil .yang lebih baik dibandingkan plasebo dalam menurunkan berat badan. Hasil penurunan berat badan ini dikatakan sama dengan orlistate tetapi dengan efek samping saluran cerna yang lebih ringan dibanding orlistate. n. Beberapa Anti Obesitas Baru yang Masih Dalam Pengembangan Dilatarbelakangi oleh masih rendahnya efikasi beberapa terapi obesitas dan adanya efek samping yang berat bagi pasien membuat hingga sekarang masih banyak penelitian yang mencoba mengembangkan terapi obesitas baru dengan mekanisme yang berbeda atau dikombinasikan dengan terapi obesitas yang telah ada sekarang untuk meningkatkan efikasinya. Tabel 2. Beberapa Terapi Obesitas yang Masih Dalam Pengembangan Beberapa jenis obat baru tersebut saat ini masih dalam investigasi baik dalam tahap pre-klinik mapun tahap ujiklinik, bahkan beberapa dari jenis tersebut telah dikeluarkan kedalam pasar dalam jumlah terbatas (10). 4. Target Pengobatan pada Obesitas Banyak individu menilai keberhasilan terapi obesitas dengan menilai adarrya penunrnan berat badan dalam safuan kilogram, tetapi lebih lanjut lagi ternyata lingkar pinggang termasuk penilaian yang juga sangat penting dalam menilai keberhasilan terapi dalam mencegah komplikasi obesitas. Beberapa guideline juga menyarankan apabila tidak didapatkan penunrnan sekitar 2 kg dalam 4 minggu terapi, sebaiknya terapi suatu obat antiobesitas dihentikan dan diganti dengan obat dengan mekanisme yang berbeda karena bisa saja seorang pasien obesitas yang tidak respon dengan satu jenis obat akan respon dengan jenis obat lain. Di bawah ini akan tertera dalam tabel 5 patokan realistis target terapi manajemen pasien obesitas (10). Tabel 3. Patokan Terapi Obesitas BAB III PEMBAHASAN A. Gambaran Kasus Ny. F adalah seorang wanita berusia 49 tahun dengan IMT 34 kg/m2. Ia sudah melakukan berbagai macam diet dan rencana olahraga untuk menurunkan berat badan, namun tidak ada yang memberikan hasil yang signifikan dan ia mulai frustasi. Ia juga bekerja sama dengan ahli nutrisi untuk program dietnya namun belum juga memberikan hasil penurunan berat badan. Ny. F mempunyai riwayat prediabetes, hipertensi, batu ginjal, dan nyeri punggung yang kronik. Ia dalam pengobatan dengan metformin, losartan, dan escitalopram. Ia kadang membutuhkan oxycodone/asetaminofen untuk nyeri punggungnya. Data hasil laboratorium menunjukkan bahwa hbA1C nya 6,4% dan tekanan darahnya adalah 140/92 mmHg. Terapi yang tepat untuk Ny. F adalah liraglutide 3 mg (Victoza) yang mungkin dapat mengontrol berat badan dan kadar glikemiknya. Liraglutide menurut penelitian menunjukkan adanya penurunan dari progresi diabetes hingga 80% jika dibandingkan dengan placebo. Dan karena Ny.F tertarik pada manajemen penurunan berat badan dalam jangka panjang dan tidak dalam program kehamilan, penggunaan pengobatan dalam jangka panjang dipilih dibandingkan dengan pengobatan jangka pendek. B. Konseling Obat Kepada Pasien Obat yang diberikan kepada pasien adalah Liraglutide Injection Pen, sehingga perlu diberikan konseling dan PIO kepada pasien agar penggunaan ibat dapat memberikan efek terapi yang maksimal untuk keadaan pasien. 1. Informasi yang Perlu Diketahui Pasien Liraglutide Injection Pen bukan pengganti insulin. Dalam satu Liraglutide Injection Pen terdapat 18 mg liraglutide. Dosis yang dapat dipilih adalah 0,6 mg, 1,2 mg, dan 1,8 mg. Pen ini didesain untuk digunakan dengan jarum injeksi dengan panjang hingga 8 mm dan ukuran 32G 0,25/0,23 mm) 2. Cara Pemakaian Obat (11) a. Periksa nama dan label di pen untuk memastikan bahwa isinya benar liraglutide. b. Tarik tutup pen. Tarik label kertas dari jarum disposable yang baru. Pasang jarum tegak lurus dan tidak longgar ke pen. Tarik penutup luar jarum dan simpan untuk digunakan nanti. Tari penutup dalam jarum untuk membuangnya. Selalu gunakan jarum yang baru tiap kali penyuntukan untuk menghindari resiko kontaminasi, infeksi, kebocoran sediaan obat, jarum mampet, ataupun kesalahan dosis. Hati-hati jangan sampai menekuk atau merusak jarum. Jangan pernah mencoba meletakkan tutup jarum bagian dalam kembali ke jarum. Anda mungkin menempel diri dengan jarum. c. Pegang pen dengan posisi jarum di atas. Putar setingan hingga ke garis kedua. Balik posisi pen dan ketuk perlahan. Hal ini untuk mencegah adanya udara. d. Pencet tombol hingga pointer menunjukkan dosis 0 mg. aka nada setetes liraglutide pada ujung jarum. Jika tidak ada, maka ulangi kembali. Jika tetap tidak ada, maka ganti jarum dan ulangi kembali. e. Putar dose selector hingga menunjukkan pada dosis sesuai petunjuk penggunaan (0,6 mg, 1,2 mg, atau 1,8 mg). f. Injeksikan pada area kulit yang diperbolehkan, tahan 6-10 detik. g. Cabut pen dari kulit. Akan ada setetes liraglutide, hal ini normal dan tidak akan mempengaruhi dosis. h. Tutup kembali jarum dengan hati-hati dan hingga rekat. i. Cabut penutup luar jarum, kemudian copot jarum. Pasangkan kemabli tutup pen. 3. Cara Penyimpanan Obat a. Umur insulin Liraglutide Injection Pen yang sedang dipakai adalah 4 minggu/1 bulan. b. Jauhkan dari jangkauan dan pandangan anak.. c. Simpan Liraglutide Injection Pen baru atau yang tidak sedang dipakai pada suhu 2-8°C (dalam lemari es). d. Jangan dibekukan. e. Liraglutide Injection Pen yang sedang digunakan atau dibawa sebagai cadangan jangan didinginkan (jangan disimpan dalam lemari es). f. Jangan disimpan di atas 30°C. g. Agar terlindung dari cahaya, tutup Liraglutide Injection Pen harus senantiasa terpasang bila sedang tidak digunakan. h. Liraglutide Injection Pen tidak boleh digunakan setelah tanggal kadaluarsa seperti yang tercetak pada label dan karton. i. Jangan coba memperbaiki pen Anda atau mencabutnya. j. Jauhkan pena Anda dari debu, kotoran, dan segala jenis cairan. k. Bersihkan pena dengan kain yang dibasahi dengan deterjen ringan. l. Jangan coba-coba mencuci, merendam, atau melumasinya - ini dapat merusak pena. m. Informasi penting: Jangan berbagi pena atau jarum Anda dengan orang lain. n. Jauhkan pena Anda dari jangkauan orang lain, terutama anak-anak. C. Terapi Non-Farmakologi 1. Menganjurkan pasien untuk mengurangi konsumsi makanan yang mengandung lemak-lemak, karbohidrat, makanan yang terlalu manis dan terlalu asin 2. Makan perlahan, gigit lebih kecil dan kunyah dengan baik. Jangan sampai sangat lapar sehingga makan dengan cepat dan lahap. Agar dengan waktu sekitar 20 menit makanan yang masuk dalam perut dapat dicerna dan memberi pesan bahwa sudah kenyang. 3. Hindari meminum alkohol, karena kalorinya yang tinggi namun nustrisinya kecil (12). 4. Menganjurkan untuk berkonsultasi dengan dokter untuk memeriksa kondisi obesitasnya lebih lanjut dan bila perlu melakukan tindakan operasi pengecilan lambung jika obesitas tidak dapat turun apabila telah dilakukan diet dan olahraga fisik sesuai anjuran dokter (13). DAFTAR PUSTAKA 1. de Onis M, Blössner M, Borghi E. Global prevalence and trends of overweight and obesity among preschool children. Am J Clin Nutr. 2010;92:1257-64. 2. Barlow SE and the Expert Committee. Expert committee recommendations regarding the prevention, assessment, and treatment of child and adolescent overweight and obesity: summary report. Pediatrics. 2007;120:S164-92. 3. Benson L, Baer HJ, Kaelber DC. Trends in the diagnosis of overweight and obesity in children and adolescents: 1999-2007. Pediatrics. 2009;123:e153-8. 4. Pribadi A, Subardja D, Rustama DS, Fadil RMR. Relationship between the degree of obesity and oral glucose tolerance in primary obese adolescents. Paediatr Indonesia. 2002;42:249-53. 5. WHO. Available from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs311/en/. 6. Krause’e KMS-S. Food and Nutrition Therapy. 12 ed. St. Louwis: Saunders Elsevier; 2008. 7. Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja. Ikatan Doket Anak Indonesia. 2014. 8. Fahmida, U., Dillon, D. H. 2007. Nutritional Assesment. Universitas Indonesia. Jakarta. 9. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Panduan Pelaksanaan GENTAS. 2017 10. Zufry H. Terapi Farmakologis pada Obesitas. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. Volume l0 Nomor 3. 2010. 11. MIMS. Available from: https://www.mims.com/indonesia/drug/info/victoza/victoza?type=full 12. Husnah.Obesitas.JKS 2012; 2:99-104 13. Widiyanto. Metode Pengaturan Berat Badan Vol 1 No.2. Universitas Negri Yogyakarta.2005 :105-118