Uploaded by taherahmad503

21484 Makalah Obesitas CnD

advertisement
COMPOUNDING AND DISPENSING
“OBESITAS”
Kelompok 3:
Rifqi Nuscha Al Muhimmah 2019000073
Siti Nurhalizah
2019000083
Veronica Agnes
2019000093
Yuki Hilmawi
2019000103
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Obesitas merupakan masalah kesehatan dunia yang semakin sering ditemukan di
berbagai negara. Prevalensi overweight dan obesitas pada anak di dunia meningkat
dari 4,2% di tahun 1990 menjadi 6,7% di tahun 2010, dan diperkirakan akan
mencapai 9,1% di tahun 2020 (1). Peningkatan prevalensi obesitas juga diikuti
dengan peningkatan prevalensi komorbiditas, seperti peningkatan tekanan darah,
aterosklerosis, hipertrofi ventrikel kiri, sumbatan jalan napas saat tidur (obstructive
sleep apnea), asma, sindrom polikistik ovarium, diabetes melitus tipe-2,
perlemakan hati, abnormalitas kadar lipid darah (dislipidemia), dan sindrom
metabolik (2,3). Berbagai penelitian yang telah dilakukan di Indonesia juga
mendapatkan hasil yang tidak jauh berbeda, yaitu anak dan remaja obes sudah
mengalami komorbiditas seperti hipertensi, dislipidemia, peningkatan kadar
SGOT dan SGPT, dan uji toleransi glukosa yang terganggu (4).
Penyebab utama obesitas adalah ketidakseimbangan energi antara kalori yang
dikonsumsi dan kalori yang dikeluarkan. Secara global, adanya peningkatan intake
makanan tinggi energi seperti makanan yang tinggi lemak dan menurunnya
aktivitas fisik karena bertambahnya jenis jenis pekerjaan yang sedenter,
berubahnya model transportasi, dan meningkatnya urbanisasi.
Obesitas dan hubungannya dengan penyakit tidak menular dapat dicegah.
Lingkungan dan komunitas yang mendukung merupakan hal yang paling mendasar
dalam membentuk pilihan seseorang, membuat pilihan yang lebih menyehatkan
pada makanan dan aktivitas fisik reguler yang paling mudah (bisa diakses, tersedia
dan terjangkau) sehingga dapat menurunkan resiko obesitas (5).
Upaya pemenuhan kebutuhan gizi pasien secara optimal, baik berupa
pemberian makanan pada pasien yang dirawat maupun konseling gizi pada pasien
rawat jalan dapat dilakukan dengan proses asuhan gizi. Upaya peningkatan status
gizi dan kesehatan masyarakat merupakan tugas dan tanggung jawab tenaga
kesehatan, khususnya tenaga yang bergerak di bidang gizi. Diperlukan proses
asuhan yang komprehensif yang terstandar. Proses asuhan gizi terstandar dan
komprehensif memerlukan keterlibatan berbagai profesi terkait (dokter, perawat,
gizi, farmasis) sejak mulai assessment, penegakan diagnosis, intervensi, dan
monitoring evaluasi (monev).
Asuhan gizi yang tersedia bagi seorang individu tergantung pada adanya
penyakit atau risiko penyakit yang pada dirinya, lingkungan, tahap pertumbuhan
dan perkembangan, serta isu-isu sosial ekonomi. Asuhan gizi akan mencakup
penilaian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kecukupan asupan gizi dan
status gizi saat ini, dan identifikasi diagnosa gizi. Penyusunan diet, pemberian
enteral atau parenteral, atau intervensi dalam bentuk konseling atau pendidikan dan
koordinasi perawatan adalah intervensi yang mungkin dapat dipilih sesuai dengan
etiologi masalah. Dalam kebanyakan kasus, penyedia jasa kesehatan telah
menetapkan standar pelayanan atau praktek pedoman yang menjelaskan tindakan
yang direkomendasikan dalam proses asuhan gizi. Standar-standar ini sering
berfungsi sebagai dasar untuk menilai kualitas pelayanan yang diberikan kepada
pasien (6).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penyelesaian kasus pasien obesitas dengan terapi farmakologi dan
terapi non farmakologinya?
C. Tujuan
1. Memberikan pengobatan bagi pasien secara terapi farmakologi dan terapi non
farmakologi untuk obesitasnya
D. Manfaat
1. Mengetahui langkah-langkah penyelesaian kasus obesitas dengan proses
asuhan gizi.
2. Mengetahui pembuatan preskripsi diet pada kasus obesitas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Obesitas
Obesitas adalah keadaan akumulasi lemak yang abnormal atau berlebih pada
jaringan adiposa yang dapat menganggu kesehatan. Obesitas juga merupaka akibat
dari ketidakseimbangan pemasukan energi dan pengeluaran energi. WHO
mendefiniskan obesitas adalah :
a. BMI yang lebih besar atau sama dengan 25 adalah overweight
b. BMI yang lebih besar atau sama dengan 30 adalah obesitas
Klasifikasi Obesitas Menurut WHO
Status Nutrisi
Kriteria WHO
Kriteria WHO untuk
Asia
Berat badan kurang
< 18,5
< 18,5
Normal
18,5-24,9
18,5-22,9
Berat badan lebih (overweight)
25,0-29,9
23,0-24,9
Praobesitas
-
25,0-29,9
Obesitas I
30,0-34,9
30,0-34,9
Obesitas II
35,0-39,9
35,0-39,9
Obesitas III
≥40,0
≥40,0
(underweight)
B. Etiologi Obesitas
Obesitas terjadi karena ketidak-seimbangan antara asupan energi dengan keluaran
energi (energy expenditures), sehingga terjadi kelebihan energi yang selanjutnya
disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Kelebihan energi tersebut dapat
disebabkan oleh 2 hal, yaitu :
1. Asupan energi tinggi disebabkan oleh konsumsi makanan yang berlebihan,
2. Keluaran energi rendah disebabkan oleh rendahnya metabolisme tubuh,
aktivitas fisis, dan efek termogenesis makanan yang ditentukan oleh komposisi
makanan.
Lemak memberikan efek termogenesis lebih rendah (3% dari total energi yang
dihasilkan lemak) dibandingkan karbohidrat (6-7% dari total energi yang
dihasilkan karbohidrat) dan protein (25% dari total energi yang dihasilkan protein).
Sebagian besar gangguan homeostasis energi ini disebabkan oleh faktor
idiopatik (obesitas primer atau nutrisional), sedangkan faktor endogen (obesitas
sekunder atau non-nutrisional, yang disebabkan oleh kelainan hormonal, sindrom,
atau defek genetik) hanya mencakup kurang dari 10% kasus (7).
Penyebab lain yang dapat menyebabkan obesitas diantara lain, yaitu
1. Riwayat keluarga
a. NIDDM (Non insulin Dependent Diabetes Melitus)
b. Penyakit kardiovaskular
c. Hipertensi
d. Dyslipidemia
e. Penyakit kandung empedu
2. Riwayat sosial/ psikologis
a. Merokok
b. Stress/ depresi
Karakteristik dan etiologi obesitas :
Obesitas idiopatik
Obesitas endogen
>90% kasus
<10% kasus
Umumnya didapatkan riwayat
Umumnya tidak didapatkan riwayat
obesitas
obesitas
Fungsi mental normal
Fungsi mental sering retardasi
Usia tulang normal
Usia tulang terlambat
Pemeriksaan fisis umumnya normal
Pemeriksaan fisis tidak normal
Obesitas berkaitan erat dengan jumlah sel lemak dan pendistribusiannya ke seluruh
bagian tubuh. Pada dewasa muda laki-laki lemak tubuh > 25% dan perempuan >
35%.(8) Menurut pendistribusian lemak, obesitas dibedakan menjadi 2, antara lain
1. Obesitas Sentral
Obesitas ini disebut juga apple shape obesity atau android type obesity.
Akumulasi lipid di daerah perut, baik intraperitoneal maupun retroperitoneal.
Terjadi hiperplasia dari sel lemak dan Waist-Hip Ratio (WHR) > 0,90. Obesitas
ini lebih sering terjadi pada pria.(12) 10
2. Obesitas Perifer
Obesitas perifer merupakan akumulasi lipid terdapat di bagian bawah tubuh
yaitu di daerah paha dan perut atau regio gluteofemoral, sehingga disebut
gynecoid obesity atau pear shape obesity. Perbedaan dengan obesitas sentral
yaitu pada obesitas ini terjadi hipertrofi sel-sel lemak dan Waist-Hip Ratio
(WHR) < 0,85. Obesitas ini lebih sering terjadi pada wanita.(12,13)
C. Patofisiologi Obesitas
Obesitas terjadi akibat gangguan dari mekanisme homeostasis yang mengontrol
keseimbangan energi dalam tubuh.(14). Jaringan lemak merupakan tempat
penyimpanan energi yang paling besar menyimpan energi dalam bentuk
trigliserida melalui proses lipogenesis yang terjadi sebagai respons terhadap
kelebihan energi dan memobilisasi energi melalui proses lipolisis sebagai respon
terhadap kekurangan energi. Regulasi keseimbangan energi memerlukan sensor
dari penyimpanan energi di jaringan adiposa, mekanisme kontrol dari sistem pusat
(hipotalamus) untuk integrasi berikutnya, yang mana akan menentukan kebutuhan
asupan makanan dan pengeluaran energi.
Hipotalamus berperan penting dalam proses inisiasi makan. Adanya gangguan
pada jalur sinyal “makan” mempengaruhi :
1. Nukleus hipotalamikus medial sehingga meningkatkan rasa lapar, dengan cara
meningkatkan respon terhadap sinyal oreksigenik seperti ghrelin dan
menstimulasi neuropeptida Y; dan
2. Menghambat respon sinyal adiposit seperti leptin dan menghambat POMC
(Proopiomelanocortin) di hipotalamus. Hal ini sering ditemukan pada pasien
dengan Craniopharyngioma dengan lesi di hipotalamus, terutama yang
berpengaruh terhadap ncl.
Lipogenesis merupakan proses deposisi lemak dan meliputi proses sintesis asam
lemak dan kemudian sintesis trigliserida yang terjadi di hati pada daerah
sitoplasma dan mitokondria dan jaringan adiposa. Peristiwa ini terjadi akibat
rangsangan dari diet tinggi karbohidrat, namun juga dapat dihambat oleh adanya
asam lemak tak jenuh ganda dan dengan berpuasa. Efek tersebut sebagian
diperantarai oleh hormon yang dapat menghambat (mis.Hormon pertumbuhan,
Leptin) atau merangsang (seperti insulin) lipogenesis. Insulin menstimulasi
liopogenesis dengan cara meningkatkan pengambilan glukosa di jaringan adiposa
melalui transporter glukosa menuju membran plasma, mengaktivasi enzim
lipogenik dan glikolitik, serta menyebabkan SREBP -1 (Sterol Regulatory Element
Binding Protein-1) meningkatkan ekspresi dan kerja enzim glukokinase yang
berakibat pada peningkatan konsentrasi metabolit glukosa. Leptin dengan kerja
sebaliknya, membatasi penympanan lemak dengan mengurangi masukan makanan
(meningkatkan ekspresi gen Corticotropin-Releasing Factor di hipotalamus yang
berakibat penurunan kebutuhan makanan) dan mempengaruhi jalur metabolik
spesifik di adiposa dan jaringan lainnya.Leptin mengirimkan sinyal ke otak tentang
jumlah penyimpanan lemak. Hormon ini merangsang pengeluaran gliserol dari
adiposit dengan menstimulasi oksidasi asam lemak dan emnghambat lipogenesis.
Lipolisis merupakan proses dekomposisi kimiawi dan penglepasan lemak
dari jaringan lemak. Enzim Hormone Sensitive Lipase (HSL) menyebabkan
terjadinya hidrolisis trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Asam
lemak kemudian mengalami proses re-esterifikasi, kemudian di lepas ke dalam
sirkulasi darah, dibentuk menjadi ATP (Adenosin Trifosfat) lalu dibawa kel
sirkulasi darah yang kemudian akan menjadi sumber energi bagi jaringan yang
membutuhkan. Mobilisasi asam lemak dari jaringan lemak dihambat oleh hormon
insulin. Asupan makanan diregulasi oleh 4 proses : faktor olfaktorik dan gustatorik,
distensi gastrointestinal, penglepasan hormon gastrointestinal seperti insulin,
kolesistokinin, dan gastrin releasing petide, serta aktivasi komponen termogenik
dari sistem saraf simpatis eferen. Serum insulin menstimulasi penglepasan leptin
dari jaringan adiposit yang kemudian menurunkan kebutuhan asupan makanan
dengan mempengaruhi kolesistokinin (CCK) dan Neuropeptide Y(NPY). Namun,
insulin terutama bekerja untuk meningkatkan penyerapan makanan dengan
menurunkan kadar glukosa darah. Pengeluaran energi ditentukan oleh aktivitas
fisik, metabolik rate, dan termogenesis. Bagian metabolik dari pengeluaran energi
termasuk di dalamnya kerja dari kardio-respiratorik individu. Aktivitas fisik
meningkatkan pengluaran energi dengan mengaktifkan kerja otot skelet. Aktivitas
fisik dapat dibagi menjadi aktivitas olahraga dan aktivitas non-olahraga
(berhubungan dengan ativitas kerja dan aktivitas sehari-hari).
D. Pengukuran Tingkat Obesitas
1) Body Mass Index (BMI)
Body Mass Index (BMI) adalah sebuah ukuran “berat terhadap tinggi”. terdapat
kategori underweight (kekurangan berat badan), overweight (kelebihan berat
badan) dan obesitas (kegemukan). Rumus atau cara menghitung BMI, yaitu: (4)
BMI =
(Berat badan2) (kg) .
Tinggi badan (m)
2) RLPP (Rasio Lingkar Pinggang dan Pinggul)
Untuk menilai timbunan lemak perut dapat digunakan cara lain, yaitu dengan
mengukur rasio lingkar pinggang dan pinggul (RLPP) atau mengukur lingkar
pinggang (LP). (8)
Rumus : Lingkar pinggang
Lingkar pinggul
3) Rumus Broca
Rumus berat badan ideal yang pertama dibuat oleh seorang ahli bedah perancis
bernama Dr.P.P. Brocca pada tahun 1897 (Halls, 2005).
Rumus Broca:
BBI = 90% (Tinggi Badan cm -100) x 1kg
Untuk pria dengan tinggi < 160cm dan wanita < 150cm, menggunakan rumus:
BBI = (Tinggi Badan cm - 100) x 1kg
Bila hasilnya:
90-110%
= berat badan normal
110-120%
= kelebihan berat badan (overweight)
>120%
= kegemukan (obesitas)
4) BOD POD
BOD POD merupakan salah satu alat untuk mengukur lemak dalam tubuh,
yaitu berupa ruang berbentuk telur yang telah dikomputerisasi. Setelah
seseorang memasuki BOD POD, jumlah udara yang tersisa digunakan untuk
mengukur lemak tubuh
5) DEXA (dual energy X-ray absorptiometry)
Dual energy X-ray absoprtiometri adalah salah satu cara menentukan jumlah
dan lokasi lemak dalam tubuh yaitu dengan cara menyerupai skening tulang.
Sinar X digunakan untuk menentukan jumlah dan lokasi dari lemak tubuh.
6) Bioelectric Impedance Analysis (analisa tahanan bioelektrik)
BIA ini juga merupakan salah satu cara pengukuran obesitas yaitu dengan cara
penderita berdiri di atas skala khusus dan sejumlah arus listrik yang tidak
berbahaya dialirkan ke seluruh tubuh lalu dianalisa.
E. Cara Penanggulangan Obesitas
Diet yang rendah kalori dan tinggi serat perlu diupayakan, disamping
pembakaran yang teratur melalui olahraga setiap hari, sehingga tercapai balance
yang negatif, pembakaran kalori lebih banyak daripada pemasukan. Diet ini hanya
boleh diterapkan dengan pengawasan dokter. Ada beberapa tips yang bisa kita
pegang dalam berdiet:
a) Jangan makan lebih. Bila perlu makanan kecil, cari snack rendah kalori.
b) Kurangi, hanya sejumlah kecil, asupan kalori per hari (kurang lebih 600 kkal)
c) Makan lebih sedikit lemak – 30 % dari keseluruhan jumlah kalori yang
dikonsumsi.
d) Hindari alkohol, karena kalorinya tinggi tapi nutrisi lainnya sangat kurang.
Minum kopi atau teh tanpa gula.
e) Makan yang seimbang, artinya yang dimakan dan diminum sesuai dengan
kalori yang dibutuhkan.
f) Pilih makanan kaya serat karena lebih cepat mengenyangkan.
Olahraga akan merangsang hipofisis untuk mensekresi hormone pertumbuhan
dan hormon tersebut akan mendorong perubahan komposisi tubuh menjauhi
penyimpanan lemak menuju peningkatan protein otot, sehingga lemak dalam
tubuh bisa direduksi. Berjalan kaki, jogging, dan bersepeda merupakan salah satu
olah raga ringan namun tetap bisa memberikan dampak yang positif terhadap
penurunan berat badan karena selama berolah raga, tubuh menggunakan lemak
sebagai bahan bakar energi. Berolahraga setiap hari, jalan 30 menit tiap hari akan
membakar
150
kalori,
dan
dapat
menurunkan
berat
badan.
Diet juga dapat dilakukan dengan cara mengkonsumsi obat-obatan
Tiga prinsip mekanisme kerja obat-obatan untuk menurunkan BB atau mencegah
peningkatan BB:
a) Mengurangi asupan energi (appetite supressant)
Obat-obatan ini bekerja sebagai penekan nafsu makan, yang disebut juga
preparat, yang mempunyai efek neurotransmitter, seperti serotonin, yaitu
suatu zat di otak yang dapat mempengaruhi persepsi orang terhadap rasa lapar
Golongan ini mempunyai 2 kelas utama berdasarkan aktifitasnya, yaitu:
1. Golongan katekolaminergik, seperti amfetamine, fenilpropanolamin
2. Golongan seretonergik, seperti fenfluramine, dexfenfluramine.
b) Mengurangi penyerapan makanan
Ditemukan obat-obatan yang menghambat kerja enzim di saluran cerna –
salah satunya adalah menghambat penyerapan lemak, sehingga total kalori
yang diserap tubuh dapat dikurangi. Orlistat (xenical), adalah obat pertama
dari kelompok obat-obatan penghambat enzim lipase pankreas dan lambung,
yang bekerja lokal di saluran cerna. Dengan cara demikian, lemak sebesar
30% tidak diserap oleh tubuh, melainkan dieksresikan melalui feses.
Walaupun demikian, orlistat tidak mengganggu kerja intestinal lainnya dan
tidak berinteraksi dengan kebanyakan obat-obat yang diresepkan untuk
pasien yang mengalami masalah dengan berat badan karena ia bekerja secara
selektif sehingga tidak mempengaruhi susunan saraf pusat seperti obat-obat
anti obesitas lainnya. Obat ini juga hanya menyerap 3% dari dosis oral
sehingga tidak terdeteksi adanya efek sistemik.
c) Meningkatkan pembakaran energi
Energi dapat dibakar dengan melakukan aktifitas fisik atau merubah Tingkat
Metabolik Basal (BMR) dengan melakukan perubahan pada sistem syaraf
simpatik. Obat yang berefek pada BMR dan termogenesis ini, seperti zat beta
agonist,
BRL
26830A,
masih
dalam
tahap
penelitian.
Program nasional pemerintah untuk menekan angka obesitas:
a. Lingkungan sehat,Perilaku sehat,dan pemberdayaan masyarakat
b. Upaya Kesehatan
c. Perbaikan Gizi Masyarakat
d. Sumber Daya Kesehatan
e. Obat,Makan dan Bahan Berbahaya
f. Kebijakan dan Manajemen Pembangunan Kesehatan
g. GENTAS (Gerakan Nusantara Tekan Angka Obesitas) (9)
F. Terapi Farmakologis pada Penderita Obesitas
1. Pemilihan Terapi dan Indikasi Farmakoterapi
Pilihan terapi pada populasi obesitas dibagi atas tiga tingkatan berdasarkan
tingkatan IMT dan komorbiditas yang dijumpai pada penderita obesitas. Tingkatan
tersebut adalah:
a. Tingkatan (Grade) I
Pada tingkatan ini pasien masih dalam kategori pre-obesitas atau lingkar
pinggang yang mendekati batas obesitas sentral. Pada kondisi ini yang harus
dicari lebih dulu adalah apakah terdapat komorbid yang dimiliki pasien tersebut.
Manajemen yang dapat dilakukan berupa perubahan pola hidup, pengaturan
makan serta aktifitas fisik.
b. Tingkatan lI (Intervention Grade)
Kelompok populasi Eropa yang masuk ke tingkatan ini adalah kelompok dengan
IMT 30-35 kg/m² atau IMT di atas 27 kg/m2 dengan adanya komorbid atau
lingkar pinggang yang masuk kategori Obesitas sentral. Pada populasi Asia yang
masuk tingkatan ini adalah IMT > 27,5 kg/m2 atau IMT 25-30 kg/m2 dengan
lingkar pinggang obesitas sentral atau terdapat komorbid.
c. Tingkatan IlI (Agresive Intervention Grade)
Kelompok populasi yang masuk pada tingkatan ini adalah IMT > 35 kg/m2
dengan lingkar pinggang obesitas sentral atau adanya komormid pada populasi
Eropa. Sedangkan pada populasi Asia IMT > 30 kg/m2 dengan lingkar pinggang
obesitas sentral atau adanya komorbid. Pada tingkatan ini manajemen harus
dilakukan lebih agresif.
Melihat tingkatan penatalaksanaan di atas dan Guideline American College of
Physician dapat disimpulkan bahwa indikasi terapi farmakologi pada pasien
obesitas dapat diberikan pada kondisi

Indeks Massa Tubuh (IMT) = 30 kg/m2 dan manajemen perubahan pola
hidup yang telah dilakukan selama 6 bulan tidak dapat menurunkan berat
badan.

Indeks MassaTubuh = 27 kg/m2 disertai dengan adanya komormid.
2. Pemilihan Terapi Farrnakologi pada Obesitas
Saat ini dijumpai banyak pilihan obat dari golongan yang berbeda untuk
menurunkan berat badan. Tidak semua obat tersebut terdapat disemua negara
termasuk Indonesia. Secara umum farmakoterapi obesitas dibagi atas obat yang
bekerja didaerah sentral dan yang bekerja diperifer, sedangkan berdasarkan durasi
penggunaannya dibagi atas penggunaan jangka pendek dan penggunaan jangka
panjang.
Kesemua golongan obat tersebut efektif dalam menurunkan berat badan tetapi
akan lebih efektif apabila dikombinasi dengan terapi perubahan pola hidup yang
intensif (10).
Tabel 1. Pilihan Farmakoterapi pada Obesitas
Jenis Obat
Durasi Penggunaan
Dosis
Phentermine
Jangka Pendek
15-45 mg/hari
Diethilpropion
Jangka Pendek
Obat yang Bekerja di Sentral
Agonis Adrenergic
Mazindol
Jangka Pendek
25 mg tds
Jangka Panjang
10-15 mg/hari
Jangka Panjang
180-300 mg/hari
Kombinasi Seretonergic/Agonis
Sibutramine
Penghambat Absorbsi
Orlistat
Beberapa Obat yang Tidak Rutin Digunakan
Bekerja di Sentral
Adrenergic Agonis
Efedrin/Kafein
Serotonin Agonis
Flouxetine dan Sertaline
Kerja Lain
Topiramate
Penghambat Absorbsi
Acarbose
Jangka Pendek
60-180 mg/hari
Jangka Pendek
96-192 /hari
Kerja Lain
Metformin
3. Karakteristik ProfiI Farmakoterapi Obesitas
Di bawah ini nantinya akan dibahas karakteristik profil umum beberapa rnodalitas
farmakoterapi pada obesitas.
a. Golongan Agonis Adrenergic
Beberapa obat yang masuk dalam golongan ini adalah symphatomimetics drugs
seperti benzethamine, diethylpropion dan phenthennin yang semuanya bersifat
seperti norephinefrine. Beberapa obat pada golongan ini bekerja dengan
mekanisme yang berbeda termasuk menghambat reuptake norephinefrine dari
granul sinapnya sehingga mempunyai efek memperlama timbulnya rasa lapar
atau pada saat makan menimbulkan rasa kenyang yang cepat.
Semua obat ini diabsorbsi dengan cepat secara oral dan mempunyai waktu
paruh yang pendek. Metabolisme obat terjadi dihepar dalam fraksi tidak aktif
hingga fase eksresinya. Obat ini diindikasi penggunaannya dalam jangka pendek
yang menurut Food Drugs Adminitrasion (FDA) didefinisikan sebagai
penggunaan dibawah 12 minggu.
Beberapa efek samping yang dapat ditimbulkan dalam penggunaan di bawah
12 minggu antara lain: mulut kering, asthenia, konstipasi dan hipertensi.
Kesemua obat ini mempunyai sifat yang kecil untuk terjadinya adiktif walaupun
hal tersebut masih dalam kontroversi apabila digunakan dalam jangka 12
minggu. Beberapa kondisi yang menjadi kontra-indikasi pemakaian golongan
obat ini adalah Congestive Hearth Failure (CHF), aritmia dan stroke, serta harus
sangat hati-hati digunakan pada pasien hipertensi.
b. Sibutramine
Obat ini merupakan golongan serotonin-norepinephrine reuptake inhibitor yang
dapat bekerja secara sentral dan perifer serta diizinkan oleh FDA dan agensi
internasional lain unfuk digunakan dalam jangka panjang. Obat yang semula
dikembangkan sebagai antidepresan ini bekerja menekan pusat lapar dan
meningkatkan rasa kenyang. Obat ini dimetabolisme di hepar oleh enzim
Cytocrome P450 3A4 dan sebagian besar dieksresi melalui ginjal.
Sibutramine efektif digunakan dalam dosis 5-15 mg/hari dengan dosis awal biasa
diberikan sebesar 10 mg/hari. Dosis biasanya akan ditingkatkan menjadi 15
mg/hari apabila tidak didapatkan penurunan 1,5 kg dari berat badan awal dalam
4-6 minggu terapi. Beberapa penelitian sibutramine secara Randomized Control
Trials (RCTs) hingga I tahun mendapatkan hasil yang bermakna dalam
menurunkan berat badan dibandingkan dengan plasebo dengan besaran outcome
penurunan berat badan yang berbanding lurus dengan besarnya dosis yang
digunakan.
Sibutramine dikatakan sangat ditoleransi baik dan efektif sebagai
farmakoterapi obesitas tetapi dapat menaikkan tekanan darah (1-3 mmHg) dan
menaikkan denyut jantung (4-5 kali/menit) pada beberapa pasien sehingga dapat
menaikJ<an tekanan darah pada pasien normotensi. Terdapat beberapa
penelitian yang menilai keamanan sibutramine pada pasien hipertensi
mendapatkan bahwa tekanan darah pasien-pasien tersebut biasanya akan
terkontrol apabila pemakaiannya dikombinasi dengan antihipertensi golongan
Calcium Chanel Blockers (CCB) dengan atau tanpa Beta Blockers atau thiazide.
Hal menarik lain adalah dijumpai juga kondisi pasien yang tetap dengan
hipertensi sebanyak 20% walaupun penggunaan sibutramine pada pasien
normotensi telah dihentikan. Beberapa efek samping lain yang sering dilaporkan
adalah nyeri kepala, mulut kering, insomnia dan konstipasi.
c. Orlistat
Obat
ini
bekerja
menghambat
lipase
gastrointestinal
sehinga
dapat
menghidrolisis dan menghambat absorbsi trigliserida dari saluran cerna. Obat ini
menunjukkan kemampuan dalam menghambat absorbsi lemak hingga 30% dan
kondisi ini bergantung dengan besarnya dosis yang digunakan. Karena
penyerapannya yafig kurang kedalam sirkulasi sistemik, mernbuat obat ini hanya
mempunyai bioavabilitas dibawah 1% serta hampir keseluruhan diekresikan
dalam bentuk yang tidak benrbah melalui feses.
Orlistate secara umum digunakan dalam dosis 120 mg tiga kali sehari
sebelum makan. Hal penting yang harus diingatkan kepada pasien adalah untuk
mengurangi jurnlah asupan lemak dibawah 20 gram setiap makan untuk
mencegah efek samping orlistate.
Sejumlah uji klinik jangka panjang 1 hingga 4 tahun yang menilai efikasi
orlistate dibandingkan plasebo mendapatkan hasil yang signifikan dengan
penurunan berat badan mencapai 10,2% dalam 1 tahun pertama. Orlistate
dikatakan juga dapat memperbaiki profil lipid, resistensi insulin dan angka
kejadian diabetes pada populasi dengan gangguan ioleransi glukosa (Prediabetes).
Beberapa efek samping yang sering dilaporkan adalah keluhan saluran cerna
seperti kembung, sering flatus, steatorrohoea dan fecal urgensi yang semuanya
dapat berkurang apabila dilakukan pengurangan intake lemak saat makan. Pada
penggunaan jangka panjang ternyata efek samping tersebut dapat ditolerir dan
rnakin lama makin berkurang. Beberapa kadar vitamin yang larut dalam lemak
dilaporkan sedikit berkurang sehingga dibutuhkan penambahannya apabila
orlistate digunakan lebih dari 1 tahun. Kondisi diare merupakan kontraindikasi
diberikannya terapi orlistate pada pasien obesitas.
d. Rimonatrant
Telah diketahui bahwa sistem endocanabinoid (EC) mempunyai peranan dalam
mengatur metabolisme dan komposisi tubuh. Apabila terjadi aktivasi pada EC1
reseptor maka pusat lapar akan meningkat dan akan mengubah metabolisme
lipid dan glukosa. Reseptor ini terdapat pada beberapa daerah seperti; sistem
saraf pusat (SSP), hepar, otot dan saluran cerna. Rimonabant adalah generasi
pertama selective EC 1 reseptor blocker yang dapat mencegah overaktifitas
sistem EC dan terjadinya obesitas.
Obat ini telah diizinkan digunakan dinegara-negara Eropa pada tahun 2006
sebagai terapi tambahan dalam manajemen pengaturan makan dan aktifitas fisik
pada populasi obesitas (IMT = 30 kg/m2) atau berat badan lebih (IMT = 27
kg/m2) dengan komorbid DM Tipe 2 atau dislipidemia tetapi pada Oktober tahun
2008 ditarik kembali karena banyak dijumpainya efek samping psikiatri seperti
depresi dan ansietas. Beberapa kontraindikasi penggunaan obat jenis ini adalah;
menyusui, hipersensitivitas dengan obat ini, depresi ataupun sedang dalam terapi
antidepresi.
Di bawah ini nantinya juga akan dijelaskan secara umum karakteristik
beberapa obat yang dapat digunakan sebagai farmakoterapi obesitas'tetapi belum
umum digunakan untuk tujuan tersebut.
e. Flouxetine dan Sertaline
Kedua obat ini merupakan golongan Selective Serotonine Reuptake Inhibitor
(SSRI) yang bekerja menghambat serotonine transporter dan memperpanjang
kerja serotonin sehingga mempunyai efek menekan pusat lapar. Kedua obat ini
memang dilisensi oleh FDA untuk digunakan sebagai antidepresan, tetapi dari
beberapa uji klinik didapatkan bahwa kedua obat ini dengan dosis 60-180
mg/hari yang juga merupakan dosis terapi pada kondisi depresi ternyata dapat
menurunkan berat badan pasien obesitas secara signifikan dalam jangka pendek.
Kedua obat ini memang tidak diindikasikan sebagai terapi obesitas jangka
panjang tetapi dapat dianjurkan diberikan pada pasien depresi dengan obesitas
atau sindroma metabolik dibanding golongan tetrasiklik antidepresan yang justru
dapat menaikkan berat badan.
f. Bupropion
Bupropion merupakan obat golongan norephinephrine dan dopamine reuptake
inhibitor yang biasa diberikan sebagai terapi antidepresan dan smoking
cessation. Berdasarkan beberapa uji klinik bupropion dikatakan dapat
menurunkan berat badan secara signifikan dengan dosis 200-400 mg/han dan
ternyata apabila dibandingkan dengan populasi yang menggunakan obat tersebut
sebagai antidepresan, penurunan berat badan akan lebih besar didapat pada
penggunaan dalam populasi normal.
g. Topiramate
Obat ini merupakan obat carbonic anhidrase inhibitor lemah yang biasa
digunakan sebagai terapi kejang pada pasien epilepsi. Obat ini dikatakan juga
mempunyai efek memodulasi efek reseptor Gamma Aminobuthiric Acid
(GABA) sehingga dapat menurunkan kerja pusat lapar. Beberapa studi yang
pernah dilakukan temyata mendapatkan penurunan berat badan hingga 6,4%
dalam waktu 12 minggu apabila diberikan dalam dosis 96 mg/hari, dan outcome
tersebut dikatakan berbanding lurus dengan besarnya dosis yang dapat diberikan
hingga 192 mg/hari. Hingga saat ini obat ini masih tersedia sebagai antidepresi
sedangkan pengembangan sebagai terapi obesitas saat ini telah berkurang seiring
efek samping yang didapat berupa: parastesia, somnolen, gangguan tonsentrasi,
memori dan perhatian.
h. Zonisamide
Obat ini juga dikenal sebagai obat anti epilepsi yang bekerja sebagai
serotonergic dan dopaminergic activity. Beberapa penelitian yang dilakukan
hingga 16 minggu ternyata mendapatkan penurunan berat hingga 6,9 % dengan
dosis awal 100 mg hingga 600 mg.
i. Lamotrigine
Lamotrigine merupakan terapi antidepresan ketiga yang banyak dikembangkan
oleh peneliti sebagai terapi obesitas. Dalam suatu RCTs yang menilai pemberian
lamotrigine dengan dosis 25 mg hingga 200 mg/hari berhasil mendapatkan
penurunan berat badan hingga 6,4 kg dalam 26 minggu.
j. Metformin
Sejak lama telah diketahui bahwa metformin sebagai golongan biguanide
mempunyai efek menghambat produksi glukosa dihati, menurunkan absorbsi
disaluran cerna dan meningkatkan sensitivitas insulin. Penelitian terbaik
metformin pada pasien obesitas adalah penelitian Diabetes Prevention Program
(DPP) yang menilai efek metformin dengan dosis 2x850 mg pada pasien dengan
sindroma metabolik yang mendapatkan hasil adanya penurunan berat badan
hingga 2,5 ah dan hasil ini bermakna dibandingkan dengan plasebo. Walaupun
hasil ini jauh dari batasan yang diwajibkan FDA sebesar 5 % penurunan berat
badan minimal yang harus dihasilkan oleh terapi obesitas, tetapi pemberian
metformin dikatakan sangat baik bagi pasien DM dengan obesitas karena
disamping menurunkan berat badan juga dapat menurunkan resistensi insulin.
Pada kelompok wanita obesitas dengan Polycystic Ovarium Syndrome (PCOS)
metformin juga dikatakan sangat efektif karena disamping dapat menurunkan
berat badan juga mempunyai efek meningkatkan fertilitas.
k. Pramlintide
Obat ini merupakan sistetik amylin analog yang dilisensi oleh FDA sebagai
terapi diabetes. Amylin seperti kita ketatrui sebagai suatu peptida yang
dihasilkan di sel beta panloeas bersama dengan insulin. Berbeda dengan insulin,
Arnylin temyata mempunyai efek menurunkan berat badan apabila diberikan
pada pasien DM Tipe I maupun DM Tipe 2 yang obesitas dengan dosis 60-l50
ug tiga hingga anpat kali pemberian dalam satu hari. Pemberian obat ini yang
khusus diberikan pada pasien obesitas tampa diabetes hingga saat ini masih
dalam tahap pengembangan. Beberapa efek samping yang dijumpai pada
pemakaian obat ini adalah mual yang sifatnya ringan dan biasanya hilang setelah
pemakaian lebih dari 4 minggu.
l. Exenatide
Exenatide (Exendine-4) merupakan asam amino peptide 39 yang mempunyai
sifat homolog 53% terhadap GLP-I tetapi dengan waktu paruh lebih lama.
Sebelumnya telah kita ketahui bersama bahwa GLP-I mempunyai efek
menghambat sekresi glukagon, merangsang sekresi insulin, merangsang
glukoneogenisis dan memperlambat waktu pengosongan lambung.
Obat ini dilisensi oleh FDA untuk digunakan sebagai terapi DM Tipe 2 yang
tidak respon dengan sulphonilurea atat metformin dengan efek samping yang
sering dijumpai berupa nyeri kepala, mual dan muntah. Dosis yang biasa
digunakan sebesar 10 ug/hari secara subkutan.
Pengembangan terapi ini pada pasien obesitas tanpa diabetes hingga saat ini
masih dalam penelitian.
m. Cetilistat
Walaupun orlistate sebagai suatu lipase inhibitor telah diizinkan oleh FDA
sebagai salah satu terapi obesitas, cetilistat yang juga sebagai salah satu
gastrointestinal lipase inhibitor masih dalam pengembangan.
Satu RCTs yang menilai efikasi cetilistat dengan dosis 120 mg tid pada
populasi obesitas mendapatkan hasil .yang lebih baik dibandingkan plasebo
dalam menurunkan berat badan. Hasil penurunan berat badan ini dikatakan sama
dengan orlistate tetapi dengan efek samping saluran cerna yang lebih ringan
dibanding orlistate.
n. Beberapa Anti Obesitas Baru yang Masih Dalam Pengembangan
Dilatarbelakangi oleh masih rendahnya efikasi beberapa terapi obesitas dan
adanya efek samping yang berat bagi pasien membuat hingga sekarang masih
banyak penelitian yang mencoba mengembangkan terapi obesitas baru dengan
mekanisme yang berbeda atau dikombinasikan dengan terapi obesitas yang telah
ada sekarang untuk meningkatkan efikasinya.
Tabel 2. Beberapa Terapi Obesitas yang Masih Dalam Pengembangan
Beberapa jenis obat baru tersebut saat ini masih dalam investigasi baik dalam
tahap pre-klinik mapun tahap ujiklinik, bahkan beberapa dari jenis tersebut telah
dikeluarkan kedalam pasar dalam jumlah terbatas (10).
4. Target Pengobatan pada Obesitas
Banyak individu menilai keberhasilan terapi obesitas dengan menilai adarrya
penunrnan berat badan dalam safuan kilogram, tetapi lebih lanjut lagi ternyata
lingkar pinggang termasuk penilaian yang juga sangat penting dalam menilai
keberhasilan terapi dalam mencegah komplikasi obesitas. Beberapa guideline juga
menyarankan apabila tidak didapatkan penunrnan sekitar 2 kg dalam 4 minggu
terapi, sebaiknya terapi suatu obat antiobesitas dihentikan dan diganti dengan obat
dengan mekanisme yang berbeda karena bisa saja seorang pasien obesitas yang
tidak respon dengan satu jenis obat akan respon dengan jenis obat lain. Di bawah
ini akan tertera dalam tabel 5 patokan realistis target terapi manajemen pasien
obesitas (10).
Tabel 3. Patokan Terapi Obesitas
BAB III
PEMBAHASAN
A. Gambaran Kasus
Ny. F adalah seorang wanita berusia 49 tahun dengan IMT 34 kg/m2. Ia sudah
melakukan berbagai macam diet dan rencana olahraga untuk menurunkan berat
badan, namun tidak ada yang memberikan hasil yang signifikan dan ia mulai
frustasi. Ia juga bekerja sama dengan ahli nutrisi untuk program dietnya namun
belum juga memberikan hasil penurunan berat badan.
Ny. F mempunyai riwayat prediabetes, hipertensi, batu ginjal, dan nyeri
punggung yang kronik. Ia dalam pengobatan dengan metformin, losartan, dan
escitalopram. Ia kadang membutuhkan oxycodone/asetaminofen untuk nyeri
punggungnya. Data hasil laboratorium menunjukkan bahwa hbA1C nya 6,4% dan
tekanan darahnya adalah 140/92 mmHg.
Terapi yang tepat untuk Ny. F adalah liraglutide 3 mg (Victoza) yang mungkin
dapat mengontrol berat badan dan kadar glikemiknya. Liraglutide menurut
penelitian menunjukkan adanya penurunan dari progresi diabetes hingga 80% jika
dibandingkan dengan placebo. Dan karena Ny.F tertarik pada manajemen
penurunan berat badan dalam jangka panjang dan tidak dalam program kehamilan,
penggunaan pengobatan dalam jangka panjang dipilih dibandingkan dengan
pengobatan jangka pendek.
B. Konseling Obat Kepada Pasien
Obat yang diberikan kepada pasien adalah Liraglutide Injection Pen, sehingga perlu
diberikan konseling dan PIO kepada pasien agar penggunaan ibat dapat
memberikan efek terapi yang maksimal untuk keadaan pasien.
1. Informasi yang Perlu Diketahui Pasien
Liraglutide Injection Pen bukan pengganti insulin. Dalam satu Liraglutide
Injection Pen terdapat 18 mg liraglutide. Dosis yang dapat dipilih adalah 0,6 mg,
1,2 mg, dan 1,8 mg. Pen ini didesain untuk digunakan dengan jarum injeksi
dengan panjang hingga 8 mm dan ukuran 32G 0,25/0,23 mm)
2. Cara Pemakaian Obat (11)
a. Periksa nama dan label di pen untuk memastikan bahwa isinya benar
liraglutide.
b. Tarik tutup pen.
Tarik label kertas dari jarum disposable yang baru. Pasang jarum tegak lurus
dan tidak longgar ke pen. Tarik penutup luar jarum dan simpan untuk
digunakan nanti. Tari penutup dalam jarum untuk membuangnya. Selalu
gunakan jarum yang baru tiap kali penyuntukan untuk menghindari resiko
kontaminasi, infeksi, kebocoran sediaan obat, jarum mampet, ataupun
kesalahan dosis. Hati-hati jangan sampai menekuk atau merusak jarum.
Jangan pernah mencoba meletakkan tutup jarum bagian dalam kembali ke
jarum. Anda mungkin menempel diri dengan jarum.
c. Pegang pen dengan posisi jarum di atas. Putar setingan hingga ke garis kedua.
Balik posisi pen dan ketuk perlahan. Hal ini untuk mencegah adanya udara.
d. Pencet tombol hingga pointer menunjukkan dosis 0 mg. aka nada setetes
liraglutide pada ujung jarum. Jika tidak ada, maka ulangi kembali. Jika tetap
tidak ada, maka ganti jarum dan ulangi kembali.
e. Putar dose selector hingga menunjukkan pada dosis sesuai petunjuk
penggunaan (0,6 mg, 1,2 mg, atau 1,8 mg).
f. Injeksikan pada area kulit yang diperbolehkan, tahan 6-10 detik.
g. Cabut pen dari kulit. Akan ada setetes liraglutide, hal ini normal dan tidak
akan mempengaruhi dosis.
h. Tutup kembali jarum dengan hati-hati dan hingga rekat.
i. Cabut penutup luar jarum, kemudian copot jarum. Pasangkan kemabli tutup
pen.
3. Cara Penyimpanan Obat
a. Umur insulin Liraglutide Injection Pen yang sedang dipakai adalah 4
minggu/1 bulan.
b. Jauhkan dari jangkauan dan pandangan anak..
c. Simpan Liraglutide Injection Pen baru atau yang tidak sedang dipakai pada
suhu 2-8°C (dalam lemari es).
d. Jangan dibekukan.
e. Liraglutide Injection Pen yang sedang digunakan atau dibawa sebagai
cadangan jangan didinginkan (jangan disimpan dalam lemari es).
f. Jangan disimpan di atas 30°C.
g. Agar terlindung dari cahaya, tutup Liraglutide Injection Pen harus senantiasa
terpasang bila sedang tidak digunakan.
h. Liraglutide Injection Pen tidak boleh digunakan setelah tanggal kadaluarsa
seperti yang tercetak pada label dan karton.
i. Jangan coba memperbaiki pen Anda atau mencabutnya.
j. Jauhkan pena Anda dari debu, kotoran, dan segala jenis cairan.
k. Bersihkan pena dengan kain yang dibasahi dengan deterjen ringan.
l. Jangan coba-coba mencuci, merendam, atau melumasinya - ini dapat merusak
pena.
m. Informasi penting: Jangan berbagi pena atau jarum Anda dengan orang lain.
n. Jauhkan pena Anda dari jangkauan orang lain, terutama anak-anak.
C. Terapi Non-Farmakologi
1. Menganjurkan
pasien
untuk
mengurangi
konsumsi
makanan
yang
mengandung lemak-lemak, karbohidrat, makanan yang terlalu manis dan
terlalu asin
2. Makan perlahan, gigit lebih kecil dan kunyah dengan baik. Jangan sampai
sangat lapar sehingga makan dengan cepat dan lahap. Agar dengan waktu
sekitar 20 menit makanan yang masuk dalam perut dapat dicerna dan memberi
pesan bahwa sudah kenyang.
3. Hindari meminum alkohol, karena kalorinya yang tinggi namun nustrisinya
kecil (12).
4. Menganjurkan untuk berkonsultasi dengan dokter untuk memeriksa kondisi
obesitasnya lebih lanjut dan bila perlu melakukan tindakan operasi pengecilan
lambung jika obesitas tidak dapat turun apabila telah dilakukan diet dan
olahraga fisik sesuai anjuran dokter (13).
DAFTAR PUSTAKA
1. de Onis M, Blössner M, Borghi E. Global prevalence and trends of overweight
and obesity among preschool children. Am J Clin Nutr. 2010;92:1257-64.
2. Barlow SE and the Expert Committee. Expert committee recommendations
regarding the prevention, assessment, and treatment of child and adolescent
overweight and obesity: summary report. Pediatrics. 2007;120:S164-92.
3. Benson L, Baer HJ, Kaelber DC. Trends in the diagnosis of overweight and
obesity in children and adolescents: 1999-2007. Pediatrics. 2009;123:e153-8.
4. Pribadi A, Subardja D, Rustama DS, Fadil RMR. Relationship between the
degree of obesity and oral glucose tolerance in primary obese adolescents.
Paediatr Indonesia. 2002;42:249-53.
5. WHO. Available from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs311/en/.
6. Krause’e KMS-S. Food and Nutrition Therapy. 12 ed. St. Louwis: Saunders
Elsevier; 2008.
7. Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Diagnosis, Tata Laksana dan
Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja. Ikatan Doket Anak Indonesia.
2014.
8. Fahmida, U., Dillon, D. H. 2007. Nutritional Assesment. Universitas
Indonesia. Jakarta.
9. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Panduan Pelaksanaan GENTAS.
2017
10. Zufry H. Terapi Farmakologis pada Obesitas. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala.
Volume l0 Nomor 3. 2010.
11. MIMS. Available from:
https://www.mims.com/indonesia/drug/info/victoza/victoza?type=full
12. Husnah.Obesitas.JKS 2012; 2:99-104
13. Widiyanto. Metode Pengaturan Berat Badan Vol 1 No.2. Universitas Negri
Yogyakarta.2005 :105-118
Download