Analisis Kasus Bom Polrestabes TIPE : Bom Bunuh Diri Tragedi Bom Bali I yang terjadi pada 12 Oktober 2002 (Sasaran Tempat Hiburan) 5 Agustus 2003, Bom JW Mariot (Sasaran Tempat Hiburan) 9 September 2004, Depan kedutaan AS 1 Oktober 2005, Bom Bali II 17 Juli 2009, Mariot dan Ritz carlton 25 September 2011. Gereja GBIS, Solo 28 Agustus 2016, Gereja Katolik Stasi Santo Yosep, Sumatera Utara 24 Mei 2017, Terminal Kampung Melayu 27 Februari 2017, Bom Panci, Cicendo 13 Mei 2018, Gereja. Sidoarjo. Surabaya 1 Januari 2018, Bom Molotov, Sulsel SASARAN: Kepolisian 5 April 2011, Masjid Az Zikra, Mapolestra Cirebon 19 Agustus 2012, Pospam Solo 9 Juni 2013, Polres Poso 14 Januari 2016, Bom Sarinah, Pos Polisi 5 Juli 2016, Mapolres Surakarta 24 Mei 2017, 3 Polisi meninggal di Terminal Kampung melayu 14 Mei 2018, Mapolresta Surabaya Mei 2018, Mapolres Riau 3 Mei 2019, Pos Polisi Kartasura, Sukoharjo 13 November 2019, Polrestabes Sumut PELAKU: 24 Tahun Resume Kasus : 1. Peristiwa Bom Polrestabes Sumut adalah serangan bom yang menyasar instalasi kepolisian yang ke-9 kalinya dalam 8 tahun terakhir. 2. Peristiwa Bom Polrestabes Sumut, adalah serangan bom “akhir tahun” (NovemberJanuari) yang sudah berulang dalam 4 tahun terakhir. Bentuk serangannya ada bom dan Molotov. 3. Pelaku Bom Polrestabes Sumut adalah pelaku tunggal pertama berusia muda (24 tahun). 4. Sasaran pengeboman kantor kepolisian selalu tidak hanya menyasar polisi namun juga mengenai masyarakat sipil. ANALISIS Peristiwa bom bunuh diri yang dilakukan oleh pemuda usia 24 tahun dengan menyasar instalasi (kantor) Kepolisian adalah upaya untuk meneror masyarakat. Dengan mempertunjukan kelemahan aparat kepolisian dalam memitigasi potensi serangan teror, peneror ingin menunjukan kemampuannya yang jauh melebihi aparat negara. Dari sisi peneror, tindakan yang demikian ini berpotensi untuk memperkuat keyakinan dan keberanian untuk melakukan tindakan yang serupa. Peristiwa bom bunuh diri Mapolrestabes Sumut terjadi menjelang akhir tahun dimana ada beberapa momen besar keagamaan. Kelompok tertentu menganggap momen perayaan Natal dan Tahun Baru dapat mengganggu keyakinan dan karenanya menjadi beralasan untuk melawannya. Membuat teror adalah salah satu upaya perlawanan. Tindakan kepolisian yang segera mempublikasikan nama pelaku “Rabbial Muslim Nasution” seolah ingin memperkuat anggapan yang selama ini berkembang di masyarakat tentang kelompok-kelompok jihadis/teror. Hal ini dapat berpotensi makin mengentalnya eksklusifitas kalangan tertentu, khususnya kelompok radikal berbasis keagamaan. Dari peristiwa hari ini di Mapolrestabes Sumut ini beberapa hal yang tampak: 1. Lemahnya mitigasi potensi serangan terhadap instalasi penegak hukum (kepolisian) 2. Perlunya evaluasi sistem pengamanan internal gedung-gedung pemerintahan, termasuk gedung aparat hukum (kepolisian) 3. Reaksi cepat aparat patut di apresiasi, namun demikian harus diimbangi dengan kemampuan komunikasi publik yang dapat juga menjaga upaya penyelidikan lebih jauh terhadap kasus-kasus serupa. 4. Perlunya penguatan koordinasi BINDA (Badan Intelejen Daerah) untuk memitigasi dan mencegah. Langkah preemptif BIN berkoordinasi dengan penegak hukum harus dikuatkan.