BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai organ terbesar pada tubuh manusia, kulit adalah organ yang kompleks dan dinamis yang memiliki banyak fungsi. Slah satu fungsinya adalah fungsi pertahanan fsik dan imunologis terhadap lingkungan. Oleh karena itu kulit adalah garis pertahanan pertema setelah terpapar berbagai macam kimia.1 Dematitis kontak adalah reaksi inflamasi umum pada kulit yang terjadi setelah kontak suatu substansi dengan kulit. Dermatitis kontak diperkirakan terjadi pada 20% populasi orang dewasa dan bertanggung jawab atas lebih dari delapan juta kunjungan rawat jalan ke dokter spesialis kulit di Amerika Serikat. Dermatitis kontak dibagi menjadi dua jenis yaitu dermatitis kontak iritan (DKI) dan dermatitis kontak alergi (DKI). Dermatitis kontak iritan (DKI) ditandai dengan paparan satuan atau kumulatif dari bahan iritasi (fisik dan kimia) yang menginduksi keratinosit secara langsung dan inflamasi local. Sebaliknya dermatitis kontak alergi (DKA) adalah contoh hipersensitivitas tipe IV yang terbagi ke dalam fase yang berbeda: sensitasi, elisitasi dan regulasi inflamasi.2 Gambaran klinis yang ditemukan dalam dermatitis kontak alergi (DKA) adalah eritema, edema dan vesikopapulo, dan pasien biasanya mengeluh adanya rasa gatal. Untuk dapat terjadi reaksi alergi, individu harus memiliki kontak yang cukup dengan bahan alergen. Perbedaan penting antara dermatitis kontak iritan (DKI) dan dermatitis kontak alergi adalah pada DKI tidak terdapat reaksi sensitasi yang terjadi, dan intensitas reaksi inflamasi iritan sebanding dengan dosis dan jumlah iritan, Dalam DKA, hanya sejumlah kecil bahan alergen saja dapat menimbulkan suatu reaksi alergi. 1 1 Berdasarkan pemaparan diatas, laporan kasus ini dibuat sebagai tugas maupun bahan pembelajaran pada stase kulit kelamin di Rumah Sakit Umum daerah (RSUD) Palembang Bari. 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis Kontak Alergi 2.1.1 Definisi Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis akibat adanya kontak kulit dengan bahan dari luar karena hipersensitivitas tipe lambat. Penyebabnya seperti molekul dengan berat rendah (<1000 dalton) logam, kosmetik dan produk perawatan kulit dan tumbuh-tumbuhan.3 2.1.2 Epidemiologi Prevalensi DKA yang datang berobat di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK) divisi AlergoImunologi Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin (RSUPMH) Palembang pada tahun 2005 sebesar 12,87%, tahun 2006 sebesar 13,28%, tahun 2007 sebesar 12,34% dan 2008 sebesar 13,42%. Selama 1 Januari 2009 sampai 30 Juni 2012. Sehingga didapatkan angka kejadian dermatitis kontak alergi di Poliklinik Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin periode 1 Januari 2009 30 Juni 2012 sebesar 3,1%.4 Prevalensi tertinggi kejadian DKA adalah pada usia 41-60 tahun.1 2.1.3 Etiologi Sekitar 25 bahan kimia dapat dijadikan etilogi dari dermatitis kontak alergi. Berikut merupakan beberapa contoh dari bahan yang dapat menimbulkan reaksi alergi : 1. Nikel Dermatitis kontak alergi terhadapat nikel biasanya berada di lokasi dimana perhiasan ditempatkan, seperti anting-anting, kalung yang mengandung nikel atau logam. Pada individu dengan alergi nikel biasanya akan ditemukan adanya vesikel. 3 2. Pewarna rambut dan tato temporer P-phenylenediamine (PPD) adalah suatu komponen yang sering terdapat dalam pewarna rambut permanen dan tato henna sementara. Paparan dlam produk pewarna rambut permanen dan tato temporer dapat menyebabkan dermatitis akut dengan edema wajah yang parah. 3. Pengawet Bahan kimia pengawet banyak ditambahkan kedalam kosmetik, pelembab dan obat topical. Alergi terhadap quaternium-15 ditemukan paling banyak menimbulkan reaksi alergi, diikuti oleh isothiazolinones. Meskipun paraben adalah salah satu pengawet yang paling banyak digunakan, paraben tidak sering menyebabkan dermatitis kontak alergi (DKA).5 4. Tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan Salah satu buah buahan yang dapat menimbulkan dermatitis kontak alergi adalah buah tomat. Kasus pertama ditemukan oleh Lain di tahun 1918; kulit yang kontak langsung dengan ‘rambut’ atau bagian yang tajam dari tomat maka akan mulailah timbul reaksi seperti gatal dan akan diikuti dengan perkembangan seperti eritema, papul dan vesikel. Komponen penting lain yang juga dapat menimbulkan dermatitis kontak alergi terhadap tomat adalah kandungan cinnamyl alcohol dan coniferyl alcohol.6 2.1.4 Patogenesis Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada DKA mengikuti respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immune respons). Atau reaksi imunologik tipe IV atau reaksi hipersensitivitas tipe lambat.reaksi ini melalui dua fase yaitu: 1. Fase sensitisasi Fase ini kontak pertama kulit dengan hapten dan memungkinkan terbentuknya hapten-spesific T-cells dalam limfonodus. Pada fase ini, hapten (allergen yang belum lengkap) dengan berat molekulnya kurang dari 4 500-1000 dalton pertama kali mengadakan penetrasi ke kulit dan membentuk kompleks hapten-protein dengan protein carrier epidermal. Komplek hapten-protein ini dikenal dengan allergen lengkap disebut proses haptenisasi. Kompleks tersebut ditangkap oleh sel epidermla termasuk sel berdendrit yang kemudian mengadakan migrasi ke kelenjar limfe regional. Dikelenjar limfe regional ia mempresentasikan kompleks hapten protein ke CD8+ effector T cells dan ke CD4 + down regulator Tcells. Precussor cell T specific memperbanyak diri dalam kelenjar limfe kemudian mengadakan resirkulasi melalui aliran darah dan migrasi ke jaringan termasuk kulit.3 2. Fase elisitasi Jika ada hapten yang sama menempel di kulit ia ditangkap oleh sel epidermal termasuk sel berdendrit dan keratinosit mempresentasikan haptened peptide complex atau hapten protein ke sel T spesifik. Aktivasi sel T cytotoxic CD8+ menyebabkan mulainya proses peradangan melalui apoptosis keratinosit dan produksi sitokin dan kemokin oleh sel residen kulit. Hal ini menyebabkan terjadinya rekruitmen lekosit dari darah ke kulit (termasuk sel T CD4+ regulatory), menyebabkan lesi kulit.2 Gejala klinis untuk stadium akut ditandai dengan eritematosa berbatas tegas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah akan menjadi erosi dan eksudasi (basah). Untuk DKA kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, berbatas tidak tegas. 2.1.5 Diagnosis Ketepatan waktu untuk diagnosis DKA sangatlah penting untuk hasil pengelolaan yang lebih baik. Membuat diagnosis DKA mencakup dari anamnesis, pemeriksaan fisik berupa temuan dan pemeriksaan tambahan yang harus dilakukan. Berbagai pertanyaan yang harus ditanyakan dalam anamnesis adalah riwayat medis sebelumnya, riwayat keluarga, riwayat pekerjaan, lingkungan sekitar rumah, hobi, perhiasan yang dipakai, penggunaan tato, 5 penggunaan kosmetik dan perawatan wajah, respon terhadap pengobatan sebelumnya, riwayat penggunaan obat-obatan sebelumnya juga perlu ditanyakan. Pemeriksaan fisik yang harus dilihat adalah efloresensi dari lesi, lesi biasanta muncul akut sebagai eritematosa, papul, plak, vesikel dan bula. Adanya pruritus yang intens yang kemungkinan dapat menyebabkan efloresensi sekunder seperti eskoriasi.2 Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan adalah uji tempel dengan syarat jangan dilakukan saat dermatitis masih aktif karena dapat menyebabkan terjadinya reaksi non-spesifik yang dikenal sebagai angry back.3 2.1.6 Diagnosis Banding 1. Dermatitis Kontak Iritan Dermatitis kontak iritan atau DKI merupakan dermatitis yang penyebabnya adalah bahan-bahan yang terkena/terpapar kulit dapat menyebabkan peradangan kulit. Dermatitis kontak iritan dapat terkena pada semua orang, tidak mengenal umur, ras dan jenis kelamin. Orang yang mengalami dermatitis kontak iritan cukup banyak yaitu berkisar 80% dari dermatitis kontak.3 Etiologi Dermatitis Kontak Iritan (DKI) adalah terpapar lansung dengan bahan-bahan yang dapat menyebabkan iritan, seperti deterjen, sabun, minyak, asam, alkali dan serbuk kayu. Selain dari bahan-bahan tersebut DKI juga dapat terjadi karena lama kontak , terus-menerus atau berselang, trauma fisis, suhu, kelembapan. DKI juga bisa disebabkan karena faktor individu yaitu perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas, usia (pada anak-anak dibawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi), ras (kulit hitam lebih tahan dibandingkan dengan kulit putih, dan jenis kelamin (DKI lebih sering terkena pada perempuan dibandingkan laki-laki).3 Pengobatan pada dermatitis kontak iritan (DKI) ditunjukan untuk tidak terjadinya keluhan berulang yaitu dengan menghindari terpaparnya bahan 6 iritan yang menjadi penyebab, dan juga menghindari faktor yang memperberat keluhan. Pengobatan farmakologi untuk mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid topikal seperti hydrokortison. 2. Dermatitis Atopik Dermatitis atopik (DA) adalah peradangan kulit berupa dermatitis yang kronis residif, disertai rasa gatal dan mengenai bagian tubuh tertentu, terutama di wajah pada bayi (fase infantile), bagian fleksural ekstremitas (pada fase anak).3 Etiologi dermatitis atopic (DA) dianggap multifactor, timbulnya inflamasi dan rasa gatal merupakan hasil interaksi faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor predesposisi genetic (melibatkan banyak gen) yang menghasilkan disfungsi sawar kulit serta perubahan pada sistem imun, khususnya hipersensitivitas terhadap berbagai allergen dan antigen mikroba. Faktor psikologis dapat merupakan penyebab atau sebagai dampak dari DA. Perjalanan penyakit bervariasi, dipengaruhi berbagai faktor serta berkaitan erat dengan penyakit atopi lainnya, yakni asma bronkial, rhinitis alergi, urtikaria dan hay fever. Gejala klinis pada penderita DA adalah umumnya kulit kering & gatal. Manifestasi & predileksi DA pada masing-masing fase berbeda: 1. Dermatitis Atopi Infantil Pada usia 2 bulan sampai 2 tahun. Predileksi tersebar simetris. Lesi dapat meluas ked ahi, kulit kepala, telinga, leher dan tungkai. Lesi berupa eritema, papulovesikel yang halus dan gatal. Bila digaruk akan pecah dan menjadi krusta. Fase infantile dapar mereda dan menyembuh. Pada sebagian pasien dapat berkembang menjadi tipe anak dan dewasa. 2. Dermatitis Atopi Anak Pada usia 2 tahun sampai 10 tahun. Predileksi lebih sering di fossa cubiti dan popliteal. Kulit pasien dan kulit pada lesi cenderung kering. Lesi 7 cenderung menjadi kronis, disertai hyperkeratosis, hiperpigmentasi, erosi, eksoriasi, krusta dan skuama. 3. Dermatitis Atopi Remaja & Dewasa Kelanjutan dari fase infantile atau fase anak. Predileksi mirip fase anak, dapat meluas mengenai kedua telapak tangan, jari, bibir dan kulit kepala. Lesi bersifat kronis berupa skuama, plak hiperpigmentasi, likenifikasi, dan erosi. Rasa gatal lebih hebat saat istirahat, udara panas dan berkeringat. Terapi pada DA dapat berupa terapi topical: kortikosteroid: untuk bayi dan anak dianjurkan pemilihan kortikosteroid golongan VI-VII. Dan terapi sistemik berupa antihistamin dan obat imunosupresi yaitu kortikosteroid, siklosporin. Obat imunosupresi merupakan obat pilihan terakhir. 8 BAB III LAPORAN KASUS 3.1. Identifikasi Nama : Ny Vivi Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 42 tahun Alamat : Jakarta Tanggal berobat : Selasa, 5 November 2019 3.2.Anamnesis Diperoleh secara Autoanamesis pada 5 November 2019, pukul 12.30 WIB 3.2.1 Keluhan Utama Kemerahan dan bintil merah pada pipi kiri selama 3 hari. 3.2.2 Keluhan Tambahan Kemerahan disertai rasa gatal dan rasa seperti terbakar. 3.2.3 Riwayat Perjalanan Penyakit Sejak 3 hari yang lalu, pasien mengeluh terdapat kemerahan dan bintil pada pipi bagian kiri. Pasien juga merasakan rasa gatal dan rasa seperti terbakar pada daerah tersebut. Rasa gatal hanya berkurang pada saat istirahat. Pasien mengaku kemerahan dan bintil hanya terdapat pada pipi kiri saja. Sejak 3 hari yang lalu hingga sekarang keluhan belum berkurang. Karena gatal dan kemerahan tersebut pasien mencoba untuk mengobati menggunakan mentimun dan tomat. Setelah diobati dengan mentimun dan tomat pasien merasa keluhan tidak berkurang, melainkan keluhan semakin bertambah. 9 Keluhan ini baru pertama kali dirasakan. Pasien menyangkal menggunakan kosmetik atau krim yang baru pernah dipakai. Pasien mengaku selama ini menggunakan krim dan kosmetik yang biasa ia gunakan dan tidak pernah mengalami kemerahan atau bintil pada kulitnya. Karena keluhan semakin berat pasien memutuskan berobat ke Poliklinik Kulit Kelamin RSUD Palembang Bari. 3.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal. Riwayat alergi obat-obatan disangkal Riwayat sesak napas disertai mengi disangkal Riwayat bersin-bersin terutama pagi hari disangkal 3.2.5 Riwayat Penyakit Dalam Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai keluhan yang sama Riwayat sesak napas disertai mengi disangkal Riwayat bersin-bersin terutama pagi hari disangkal Riwayat alergi obat-obatan disangkal 3.3.Pemeriksaan fisik 3.3.1. Keadaan umum 1. Keadaan umum : Baik 2. Kesadaran : Compos mentis 3. Tekanan darah : Tidak diukur 4. Nadi : Tidak diukur 5. Pernafasan : Tidak diukur 6. Temperatur : Tidak diukur 7. Tinggi Badan : Tidak diukur 8. Berat Badan : Tidak diukur 10 3.3.2. Keadaan Spesifik 3.4 Kepala : Tidak dilakukan pemeriksaan Wajah : Status dermatologikus Mata : Tidak dilakukan pemeriksaan Hidung : Tidak dilakukan pemeriksaan Telinga : Tidak dilakukan pemeriksaan Mulut : Tidak dilakukan pemeriksaan Leher : Tidak dilakukan pemeriksaan Thoraks : Tidak dilakukan pemeriksaan Abdomen : Tidak dilakukan pemeriksaan Ekstremitas : Tidak dilakukan pemeriksaan Status Dermatologikus Pada regio buccalis sinistra tampak makula eritem yang di atasnya terdapat papul, multipel, reguler, dengan ukuran miliar sampai lentikuler, yang tersebar diskret. 11 3.5 Pemeriksaan Penunjang Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang 3.6 Pemeriksaan Anjuran 1. Pemeriksaan immunoglobulin E - 3.7 Uji tempel (patch test) Diagnosa Banding 1. Dermatitis kontak alergen 2. Dermatitis kontak iritasi 3. Dermatitis atopik 3.8 Diagnosa Kerja Dermatitis kontak alergen 3.9 Penatalaksanaan Non Farmakologi 1) Memberikan penjelasan mengenai penyakit yang diderita oleh pasien 2) Menjelaskan kepada pasien untuk menghindari bahan penyebab alergen. 3) Menjaga kebersihan diri dan lingkungan 4) Memberikan informasi kepada pasien tentang pengobatan yang akan dilakukan. 5) Memberikan edukasi kepada pasien untuk minum obat secara teratur. Farmakologi 1. Sistemik : Kortikosteroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk untuk mengatasi peradangan. Prednisone 30mg/hari. 2. Topikal : Dikompres dengan larutan garam faal atau larutan asam salisilat 1:1000 atau pemberian kortikosteroid secara topical 12 3.8. Prognosis Quo ad vitam : Bonam Quo ad functionam : Bonam Qoo ad sanationam : Dubia ad Bonam 13 BAB IV ANALISIS KASUS Berdasarkan epidemiologi penyakit dermatitis kontak alergi (DKA), jika dilihat dari segi usia, maka dermatitis kontak alergi paling banyak terkena pada usia 41-60 tahun dan jenis kelamin perempuan lebih sering terkena DKA sedangkan pada DKI biasanya pada anak-anak dibawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi, ras (kulit hitam lebih tahan dibandingkan dengan kulit putih, dan jenis kelamin (DKI lebih sering terkena pada perempuan dibandingkan laki-laki).1 Pada kasus ini, seorang pasien perempuan berusia 42 tahun dengan pekerjaan ibu rumah tangga, jika dilihat berdasarkan usia, pasien termasuk berisiko untuk mengalami penyakit dermatitis kontak alergi dan dermatitis kontak iritan karena usia yang cukup tergolong usia yang mudah teriritasi, dan jenis kelamin perempuan menunjukkan kelompok tertinggi dibandingkan dengan jenis kelamin laki-laki pada DKA dan DKI. Tabel 4.1 Perbandingan Epidemiologi DKA, DKI dan Kasus DKA Usia : 41-60 tahun Jenis kelamin : perempuan > laki-laki Ras : kulit hitam lebih tahan dibandingkan dengan kulit putih DKI Usia : <8 tahun dan usia lanjut Jenis kelamin : perempuan > laki-laki Ras : kulit hitam lebih tahan dibandingkan dengan kulit putih Kasus Usia 42 tahun Perempuan Bangsa Indoneisa Pekerjaan ibu rumah tangga Diagnosis DKA ditegakkan dengan anamnesis antara lain adanya riwayat terpapar langsung dengan bahan kimia sederhana dengan berat molekul rendah, bersifat lipofilik dan sangat reaktif seperti logam, kosmetik dan produk perawatan kulit, baju dan sepatu, obat, dan tumbuh-tumbuhan.3 Sedangkan DKI ditegakkan dengan anamnesis antara lain adanya riwayat terpapar lansung dengan bahan-bahan yang dapat menyebabkan iritan, seperti 14 deterjen, sabun, minyak, asam, alkali dan serbuk kayu. Selain dari bahan-bahan tersebut DKI juga dapat terjadi karena lama kontak, terus-menerus atau berselang, trauma fisis, suhu, kelembapan. pasien mengeluh terasa pedih atau panas seperti terbakar setelah berkontak dengan bahan iritan, edema dan nyeri.1 Pada kasus pasien mengkompres wajahnya dengan menggunakan mentimun dan tomat kemungkinan ini bahan alergen penyebab terjadinya keluhan pada pasien.6 Gejala klinis yang ditemukan pada pasien, adanya kemerahan diseratai bintil-bintil pada pipi sisi kiri. Bintil muncul dengan ukuran dari kepala jarum pentul sampai seukuran biji jagung. Selain kemerahan dan bintil-bintil, pasien juga mengeluh kulit gatal dan terasa seperti terbakar. Tabel 4.2 Perbandingan Anamnesis DKA, DKI dan Kasus No DKA DKI 1 Riwayat terpajan bahan alergen 2 Muncul bintik kemerahan Muncul bintik kemerahan Rasa gatal dan panas pada Rasa gatal dan panas daerah yang mengalami pada daerah yang iritasi mengalami iritasi Kadang terdapat edema Kadang terdapat edema 3 4 5 Perasaan nyeri dan terbakar Kasus Riwayat terpajan bahan Kontak dengan tomat iritan sebagai bahan alergen. Muncul bintil kemerahan Gatal dan rasa terbakar Edema (-) Perasaan nyeri dan terbakar Rasa seperti terbakar terus-menerus. Pasien mengaku tidak gatal hanya pada saat istirahat. Pemeriksaan klinis pada pasien DKA berupa bercak eritematosa berbatas tegas, kadang diikuti edema, papul, vesikel atau bulla sedangkan pada DKI berupa skuama, eritema, vesikel, pustul, dan erosi. Kelainan kulit juga bersifat monomorf.3 Pada status dermatologikus pasien, pada regio buccalis sinistra tampak makula eritem yang di atasnya terdapat papul, multipel, reguler, dengan ukuran miliar sampai lentikuler, yang tersebar diskret. 15 Tabel 4.3 Perbandingan status dermatologikus DKA, DKI dan Kasus No DKA 1 Papul, vesikel 2 Eritema 3 Erosi DKI Vesikel, pustul Skuama eritema Erosi Kasus Papul (+) Eritema (+) Erosi (-) Tabel 4.4 Diagnosis Banding Kasus Epidemiologi Pasien Dermatitis Dermatitis Kontak alergi Kontak iritan Terjadi pada semua Tidak mengenal berusia 42 usia, lebih sering usia, tetapi anak tahun usia 41-60 di bawah umur 8 Berjenis Frekuensi yang Dermatitis Atopik Terjadi pada semua usia tahun dan usia kelamin sama pada laki-laki lanjut perempuan dan wanita mudah teriritasi Wanita sering lebih lebih terjadi dibandingkan laki-laki Etiologi Pasien Bahan kimia Bahan iritan dengan seperti deterjen, molekul sabun, bahan pelarut, asam, mengeluh sederhana timbul berat kemerahan <1000 dalton disertai Faktor genetic alkali. bintil yang terasa gatal. Sebelumny a pasien sempat mengkompr es pipi kirinya 16 dengan tomat Gejala Klinis Keluhan Kulit kering, Timbul beberapa pasien penderita mengeluh saat awalnya gatal, kemerahan kontak pertama timbul pada daerah kontak, dengan bahan likenifikasi, kemerahan papul, likenifikasi, iritan terasa erosi. Rasa gatal disertai berbatas tegas pedih, panas dan lebih hebat saat bintil bintil teras,skuama, istirahat, yang terasa seperti panas gatal likenifikasi dan setelah Terlihat skuama, terbakar, plak hiperpigmentasi, dan udara dan berkeringat. panas sejak 3 hari yang lalu. Efloresensi Pada regio Lesi berupa bercak Lesi berupa eritema Lesi bersifat kronis buccalis eritematosa dengan edema, bula, skuama, berupa skuama, plak sinistra papul vesikel atau hyperkeratosis hiperpigmentasi, tampak bula. Vesikel atau dengan likenifikasi likenifikasi, makula bula dapat pecah erosi. eritem yang menyebabkan erosi di dan eksudasi atasnya terdapat papul, multipel, reguler, dengan ukuran miliar sampai lentikuler, 17 dan yang tersebar diskret. Predileksi Kemerahan dan Tempat bintil paling predileksi Lokasi yang paling sering di sering daerah yang terlihat pada tangan dan wajah. kontak langsung bagian wajah dengan iritan Tempat predileksinya di fossa cubiti, popliteal dan pergelangan tangan. Pada kasus ini pemeriksaan penunjang yang dianjurkan adalah uji tempel (patch test). Penatalaksanaan pada kasus ini dibagi menjadi dua yaitu secara non farmakologi dan farmakologi. Memberikan Penatalaksaan non-farmakologi salah satunya adalah dengan cara melakukan edukasi kepada pasien. Adapun hal-hal yang dapat disampaikan saat edukasi adalah sebagai berikut: 1. Memberikan penjelasan mengenai penyakit yang diderita oleh pasien 2. Menjelaskan kepada pasien untuk menghindari bahan penyebab iritan. 3. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan 4. Memberikan informasi kepada pasien tentang pengobatan yang akan dilakukan. 5. Memberikan edukasi kepada pasien untuk minum obat secara teratur. Penatalaksanaan secara farmakologi dibagi menjadi dua yaitu diberikan secara sistemik dan topikal. 1. Sistemik Kortikosteroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk untuk mengatasi peradangan. Prednisone 30mg/hari. 2. Topikal Dikompres dengan larutan garam faal atau larutan asam salisilat 1:1000 atau pemberian kortikosteroid secara topical 18 Prognosis Dermatitis Kontak Iritan (DKI) apabila faktor penyebabnya diketahui dan dapat disingkirkan maka prognosisnya baik.3 Berdasarkan paparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa dermatitis kontak alergi dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang diagnostik. 19 BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan 1. Pada kasus memiliki tiga diagnosis banding yaitu dermatitis kontak alergi (DKA), dermatitis kontak iritan (DKI) dan dermatitis atopik 2. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, gambaran klinis yang ditemukan pada pasien, adanya kemerahan diseratai bintil-bintil pada pipi sisi kiri. Bintil muncul dengan ukuran dari kepala jarum pentul sampai seukuran biji jagung. Selain kemerahan dan bintil-bintil, pasien juga mengeluh kulit gatal dan terasa seperti terbakar. 3. Tatalaksana dermatitis kontak alergi adalah dengan sistemik: Prednisone 30mg/hari. Topikal Dikompres dengan larutan garam faal atau larutan asam salisilat 1:1000 atau pemberian kortikosteroid secara topikal 20 DAFTAR PUSTAKA 1. Wolff, K., Goldsmith, L., Katz, S., Gilchrest, B., Paller, AS., & Leffell, D. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine, 8th Edition. New York: McGraw-Hill. Hal 152-154. 2011 2. Weintraub, GS., Lai IN., Kim CN. Review of allergic contact dermatitis: scratching the surface. World Journal of Dermatology. Hal 95-98. 2015 3. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Ke 7. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal: 161-180. 2015 4. Chairunisa, T., Thaha, A ., Nopriyanti. Angka Kejadian Dermatitis Kontak Alergi di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2009-2012. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Unsri. Hal 283. 2015 5. Helm, NT., James, WD. Allergic contact dermatitis treatment & management. Diakses di https://emedicine.medscape.com/article/1049216-treatment#d7 pada 5 November 2019 6. Paulsen, E., Christensen, LP., Andersen, KE. Tomato contact dermatitis. Department of Dermatology and Allergy Centre, Odense University Hospital, University of Southern Denmark. Hal 323-326. 2012 21