BAB II TINJAUAN PUSTAKA

advertisement
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Penyakit Kulit Akibat Kerja
2.1.1 Pengertian penyakit kulit akibat kerja
Penyakit kulit akibat kerja merupakan penyakit kulit yang didapatkan dari
pekerjaan akibat interaksi yang terjadi antara kulit dengan substansi yang digunakan
di lingkungan kerja, dimana interaksi di tempat kerja merupakan faktor penyebab
utama serta faktor kontributor. Salah satu penyebab dari penyakit kulit akibat kerja
yaitu bahan kimia dan bahan biologis yang kontak langsung dengan kulit saat
melakukan pekerjaan di tempat kerja.
2.1.2 Jenis-jenis penyakit kulit akibat kerja
Menurut Febria (2011) dan Buchari (2007) penyakit kulit akibat kerja dapat
dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu.
1. Dermatitis kontak iritan (DKI)
Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi inflamasi lokal pada kulit yang
bersifat nonimunologik, ditandai dengan adanya eritema (kemerahan), edema
(bengkak) ringan dan pecah-pecah setelah terjadi pajanan bahan kontakan
dari luar. Bahan kontakan ini dapat berupa bahan fisika, kimia bahkan
biologis yang dapat menimbulkan reaksi secara langsung pada kulit pekerja.
2. Dermatitis kontak alergi (DKA)
Dermatitis kontak alergi (DKA) akibat kerja adalah hipersensitivitas tipe
lambat, hasil dari kontak kulit dengan allergen yang spesifik pada orangorang yang mempunyai sensitivitas yang spesifik terhadap allergen tersebut.
7
8
Reaksi alergi tersebut menyebabkan inflamasi pada kulit yang bermanifestasi
eritema, edema, dan vesikel.
3. Ekzim (ekzema)
Ekzim ditandai dengan kulit kemerah-merahan, bersisik, pecah-pecah, merasa
gatal terlebih pada malam hari, timbul gelembung kecil yang diisi air
atau nanah, bengkak, melepuh, berwarna merah, amat gatal dan merasa
panas. Penyebabnya adalah alergi terhadap rangsangan zat kimia spesifik,
atau kepekaan terhadap makanan spesifik layaknya udang, ikan laut, alkohol,
vetsin. Pencegahan eksim dapat dilakukan dengan menghindari hal-hal atau
bahan-bahan yang bisa manimbulkan alergi.
4. Kudis (skabies)
Kudis ditandai dengan munculnya rasa gatal hebat di malam hari, terlebih di
sela-sela jari tangan, dibawah ketiak, aerole (sekeliling puting payudara),
dan permukaan depan pergelangan. Kudis gampang menular ke orang lain
baik dengan langsung ataupun tidak langsung
(handuk dan baju).
Pencegahan kudis dapat dilakukan dengan memelihara kebersihan tubuh
adalah sesuatu yang harus bila ingin terhindar dari penyakit kulit berupa
kudis.
5. Kurap
Penyakit kurap disebabkan oleh jamur. Dimana gejala penyakit kurap
ditandai dengan kulit menjadi jadi tebal dan timbul lingkaran-lingkaran,
bersisik, lembab, berair, dan merasa gatal. Setelah itu timbul bercak
keputihan. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan menjaga
kebersihan kulit terlebih di area tengkuk, leher, dan kulit kepala.
9
6. Bisul (furunkel)
Bisul disebabkan karena adanya infeksi bakteri stafilokokus aureus pada
kulit lewat folikel rambut, kelenjar minyak, kelenjar keringat menyebabkan
infeksi lokal. Faktor yang menambah risiko terkena bisul diantaranya
kebersihan yang buruk, luka yang terinfeksi, pelemahan diabetes, kosmetika
yang menyumbat pori dan pemakaian bahan kimia.
7. Ketombe (seboroid)
Penyebab penyakit ini diduga erat kaitannya dengan kegiatan kelenjar
sebasea dikulit. Seboroid yang terjadi pada kulit kepala kerap di sebut
juga dengan nama ketombe. Gejala berupa merah, bersisik, berminyak dan
bau.
8. Lepra
Lepra merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya ialah
mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Saraf perifer sebagai
afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas,
kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. Gejala umumnya
gejala awalnya kulit tampak mengkerut apalagi bila penyakit telah akut
kumannya perlahan-lahan akan mengonsumsi kulit dan daging, bila sudah
terkena penyakit kulit tipe ini segera berobat ke dokter.
9. Panu
Panu adalah salah satu penyakit kulit yang dikarenakan oleh jamur, penyakit
panu ditandai dengan bercak yang ada pada kulit dibarengi rasa gatal pada
waktu berkeringat. Bercak-bercak ini dapat berwarna putih, coklat atau merah
bergantung warna kulit penderita. Panu sangat banyak ditemukan pada
remaja usia belasan dan panau juga dapat ditemukan pada penderita berusia
10
tua. Cara pencegahan penyakit kulit panu bisa dilakukan dengan melindungi
kebersihan kulit, dan bisa diobati dengan obat-obatan tradisional layaknya
daun sirih yang digabung dengan kapur sirih dan dioles pada kulit yang
terserang panu.
10. Infeksi jamur kulit
Jamur dapat tumbuh dipermukaan kulit kita, dan mengakibatkan kerusakan
tekstur kulit hingga tampak buruk. Belum lagi, rasa gatal yang kerap
menyerang menyertai infeksi jamur tersebut. Bila tidak selekasnya diatasi,
jamur kulit dengan cepat menyebar kejaringan kulit yang lebih luas.
Mekanisme terjadinya penyakit kulit akibat kerja berdasarkan jenisnya
menurut Djuanda (2007) sebagai berikut :
1. Dermatitis kontak iritan
Pada dermatitis kontak iritan, kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel
melalui kerja kimiawi dan fisik. Bahan iritan merusak lapisan tanduk,
denaturasi keratin menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya
ikat air di kulit. Kebanyakan bahan iritan merusak membran lemak (lipid
membrane) keratinosit, tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan
merusak lisosom, mitokondria atau komponen inti pada kulit.
Ketika
terjadi kerusakan sel maka akan timbul gejala peradangan klasik di
tempat terjadinya kontak berupa eritema, endema, panas dan nyeri bila
iritan kuat.
2. Dermatitis kontak alergi
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi
mengikuti respon imun yang diperantarai oleh sel atau reaksi imunologik
tipe IV. Reaksi ini timbul melalui dua fase yaitu fase sensitisasi dan fase
11
elisitasi. Fase sensitisasi terhadap sistem kekebalan tubuh berlangsung
selama 2-3 minggu pada fase ini terjadi hapten yaitu zat kimia atau antigen
yang belum diproses. Sedangkan pada fase elisitasi kontak dengan zat yang
sama dapat menyebabkan reaksi alergi walaupun kontak dengan bahan
kimia dengan dosis sangat rendah, biasanya fase elisitasi berlangsung antara
24-48 jam hingga muncul peradangan pada kulit.
2.1.3 Gambaran klinis penyakit kulit akibat kerja
Gambaran klinis penyakit kulit akibat kerja berlangsung melalui 2 (dua) fase
yaitu (Djuanda, 2007).
1. Fase akut
Pada dermatitis kontak iritan akut, satu kali kontak yang pendek
dengan suatu bahan kimiawi kadang-kadang sudah cukup untuk
mencetuskan reaksi iritan pada kulit. Keadaan ini biasanya disebabkan
oleh zat alkali atau asam yang kuat. Jika iritan lemah maka reaksinya
akan menghilang secara spontan dalam waktu yang singkat. Luka bakar
kimia merupakan reaksi iritan yang terutama terjadi ketika bekerja dengan
zat-zat kimia yang bersifat iritan dalam konsentrasi yang cukup tinggi.
Sedangkan pada dermatitis kontak alergi akut, kelainan kulit
umumnya muncul 24-48 jam setelah melalui proses sensitisasi. Derajat
kelainan kulit yang timbul bervariasi ada yang ringan ada pula yang
berat. Pada yang ringan mungkin hanya berupa eritema (kemerahan) dan
edema (bengkak), sedangkan pada yang berat selain eritema (kemerahan)
dan edema (bengkak) yang lebih hebat disertai pula vesikel atau bula
(tonjolan berisi cairan) yang bila pecah akan terjadi erosi dan eksudasi
(cairan). Lesi cederung menyebar dan batasnya kurang jelas pada kulit.
12
2. Fase kronis
Pada dermatitis kontak iritan kronis, disebabkan oleh kontak dengan
iritan lemah yang berulang-ulang dan mungkin bisa terjadi oleh karena
kerjasama berbagai macam faktor. Kelainan baru nyata setelah berharihari, berminggu-minggu bahkan bisa bertahun-tahun kemudian. Sehingga
waktu dan rentetan kontak merupakan faktor paling penting.
Pada dermatitis kontak alergi kronik, merupakan kelanjutan dari
fase akut yang akan hilang timbul karena kontak yang berulang-ulang.
Lesi cenderung simetris, batasnya kabur, kelainan kulit berupa
likenifikasi, papula, skuama, terlihat pula bekas garukan berupa erosi
atau ekskoriasi, krusta serta eritema ringan. Walaupun bahan yang
dicurigai telah dapat dihindari, bentuk kronis ini sulit sembuh spontan
oleh karena umumnya terjadi kontak dengan bahan lain yang tidak
dikenal di sekitar pekerja.
Gambaran klinis penyakit kulit akibat kerja dapat juga dilihat menurut
prediksi regionalnya, hal ini akan memudahkan untuk mencari bahan
penyebab dari gangguan kulit yang muncul pada seorang pekerja (Febria,
2011).
1. Pada area tangan
Kejadian penyakit kulit akibat kerja paling sering ditemukan pada area
tangan pekerja baik dermatitis kontak alergi dan dermatitis kontak iritan.
Banyaknya dermatitis kontak akibat kerja di area tangan dikarenakan
tangan merupakan bagian tubuh yang paling sering digunakan untuk
melakukan kegiatan, sehingga sering berkontak langsung dengan bahan
kimia.
13
2. Pada area kaki
penyakit kulit akibat kerja pada kaki biasanya terjadi pada paha dan
tungkai bawah, pada bagian ini disebabkan oleh pakaian, dompet, kunci
yang mengandung nikel, kaos kaki yang terbuat dari nilon, obat topikal
(anestesi lokal, neomisin, etilendiamin), semen, sandal dan sepatu
pekerja.
3. Pada area wajah
Pada dermatitis kontak pada wajah disebabkan oleh bahan kosmetik, obat
topikal, allergen yang ada di udara dan nikel. Bila di bibir atau sekitarnya
bisa disebabkan oleh lipstick yang tercemar. Sedangkan dermatitis di
kelopak mata disebabkan oleh cat kuku, cat rambut dan obat mata.
4. Pada area badan
Terjadi karena tekstil, zat warna, kancing logam, detergen ,bahan
pelembut dan pewangi yang digunakan oleh pekerja.
5. Pada area telinga
Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel merupakan penyebab penyakit
kulit pada telinga. Penyebab lain, misalnya obat topikal, tangkai kaca
mata, cat rambut, hearing-aids.
6. Pada area paha dan tungkai bawah
Penyakit kulit pada paha dan tungaki bawah dapat disebabkan oleh
pakaian, dompet, kunci (nikel) di saku, kaos kaki nilon, obat topikal
(misalnya anestesi lokal, neomisin, etilendiamin), semen, dan sepatu.
14
2.1.4 Faktor risiko gangguan kulit akibat kerja
Faktor risiko terjadinya gangguan kulit akibat kerja pada pekerja sebagai
berikut.
1. Umur
Umur merupakan salah satu faktor risiko yang dapat mempengaruhi
kejadian gangguan kulit pada pekerja dimana sesorang dengan umur yang
semakin tua akan berdampak pada sistem kekebalan tubuh manusia yang
berkurang dan rentan terkena penyakit. Dapat dikatakan bahwa dermatitis
atau gangguan kulit akan lebih mudah menyerang pada usia yang lebih
tua (Iwan, 2003).
2. Lama kontak
Lama kontak merupakan jangka waktu pekerja berkontak dengan
bahan kimia dan iritan dalam hitungan jam/hari. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Yeni (2013) didapatkan hasil kejadian gangguan
kulit akibat kerja pada variabel lama kontak dengan rata-rata lama kontak
9 jam sehari, sebanyak 40 dari 66 pekerja mengalami gangguan kulit.
3. Pendidikan
Pekerja dengan pindidikan yang rendah mengakibatkan rendahnya
kepedulian terhadap pencegahan penyakit. Pendidikan dapat membawa
wawasan atau pengetahuan seseorang. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Aisyah (2010) angka kejadian gangguan kulit pada
pemulung yang tidak bersekolah lebih bermakna bila dibandingkan
dengan pemulung yang bersekolah.
15
4. Masa kerja
Masa kerja penting diketahui untuk melihat lamanya pekerja terpajan
dengan berbagai sumber penyakit. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Reni (2013) didapatkan hasil gangguan kulit pada pekerja di
Bulukumba sebanyak 46,2% mengalami gangguan kulit, dimana variabel
masa kerja pekerja lebih dari >5 tahun mengalami gangguan kulit sebesar
44,4%.
5. Suhu dan kelembaban
Menurut Kurniawati (2006) jamur penyebab gangguan kulit pada pekerja
di TPA dapat tumbuh dengan baik pada suhu kamar, dengan kelembaban
rata-rata 60%. Sedangkan penelitian yang dilakukan Maruff (2005)
terdapat hubungan yang bermakna antara kelembaban dengan penyakit
kulit berupa scabies pada pekerja industri tekstil.
6. Penggunaan APD
Penggunaan alat pelindung diri berupa masker, sarung tangan, sepatu boot
dan pakaian lengan panjang merupakan salah satu cara untuk mencegah
terjadinya dermatitis kontak, karena dengan mengunakan APD dapat
mencegah terpapar bahan iritan maupun allergen yang ada di tempat kerja
(Febria, 2011).
7. Personal hygiene
Personal hygiene dari bahasa Yunani yaitu personal yang artinya
perorangan dan higiene berarti sehat. Kebersihan perorangan adalah
cara perawatan diri manusia untuk memelihara kesehatan. Kebersihan
perorangan sangat penting untuk diperhatikan. Pemeliharaan kebersihan
perorangan diperlukan untuk kenyamanan individu,
keamanan
dan
16
kesehatan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yeni (2013)
menyatakan terdapat hubungan yang bermakna antara gangguan kulit
dengan personal hygiene yang buruk pada pekerja, dimana pengukuran
personal hygiene dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang berisi 9
pertanyaan mengenai kerbersihan kulit responden sebelum dan sesudah
bekerja dimana 9 pertanyaan tersebut berisi poin-poin penilain personal
hygiene. Penilain personal hygiene dibedakan menjadi 2 yaitu personal
hygiene dinilai baik jika poin >25 poin dan personal hygiene dinilai buruk
jika poin<24 poin.
8. Sinar matahari langsung
Menurut Moeljosoedarmo (2008) sinar matahari langsung di atas pukul
10.00, bisa berbahaya bagi kulit dikarenakan sinar matahari mengandung
sinar ultraviolet A (UVA) dan ultraviolet B (UVB) dapat merusak
membran sel sehingga mengakibatkan kulit merah dan terbakar, serta
merusak sel-sel kulit, akibatnya mekanisme regenerasi sel-sel akan
rusak. Apabila kulit terpapar sinar matahari cukup lama dan dalam
intensitas yang cukup tinggi akan mempercepat proses premature skin
aging (penuaan kulit dini) yang berdampak pada munculnya gangguan
kulit.
9. Jenis kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, penyakit kulit akibat kerja memiliki
frekuensi yang sama pada pria dan wanita, akan tetapi, gangguan kulit
secara signifikan lebih banyak pada wanita dibandingkan pria yang
disebabkan tingginya frekuensi ekzim tangan pada wanita dibanding pria
karena faktor lingkungan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
17
Nurtanti (2010) kejadian gannguan kulit pada pekerja perempuan lebih
bermakna bila dibandingkan dengan pekerja laki-laki.
10. Riwayat penyakit kulit
Penyakit kulit akibat kerja paling sering di temukan pada pekerja yang
sebelumnya menderita penyakit kulit hal ini disebabkan karena kulit
pekerja rentan untuk terkena penyakit kulit. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Nurtanti (2010) sebagian besar responden yang menderita
penyakit kulit memiliki riwayat penyakit kulit sebelumnya. Dari data
diperoleh gambaran bahwa sebanyak 18 responden (90%) yang
menderita penyakit kulit akibat kerja memiliki riwayat penyakit kulit
sebelumnya.
2.1.5 Upaya pencegahan penyakit kulit akibat kerja
Untuk mencegah terjangkitnya penyakit kulit akibat kerja dapat dilakukan
dengan memperhatikan aspek personal hygiene. Aspek personal hygiene yang baik
akan meminimalkan pintu masuk (port de entry) mikroorganisme yang ada dimanamana ke dalam tubuh dan pada akhirnya mencegah seseorang terkena penyakit
kulit akibat kerja. Personal hygiene merupakan perawatan diri dimana seseorang
merawat fungsi-fungsi tertentu seperti mandi, toileting dan kebersihan tubuh secara
umum. Kebersihan diri diperlukan untuk kenyamanan, keamanan dan kesehatan
seseorang dimana kebersihan diri merupakan langkah awal mewujudkan kesehatan
diri, dengan tubuh yang bersih meminimalkan risiko seseorang terhadap
kemungkinan terjangkitnya suatu penyakit terutama penyakit yang berhubungan
dengan kebersihan diri yang tidak baik seperti penyakit kulit akibat kerja. Pada
pekerja yang rentang terkena penyakit kulit akibat kerja wajib menggunakan alat
18
pelindung diri (APD) yang dapat mencegah paparan sinar matahari langsung yaitu
pakaian lengan panjang (baju pelindung), sarung tangan dan sepatu boot.
2.1.6 Diagnosa klinis penyakit kulit akibat kerja
Menurut Raymond (2001) untuk menetapkan kejadian dan penyebab penyakit
kulit akibat kerja diperlukan 3 tahap dan proses sebagai berikut.
1. Tahap anamnesis
Pada tahap anamnesis yang paling penting untuk ditanyakan adalah tempat
kerja, jenis pekerjaan, riwayat atopi, perjalanan penyakit, pekerjaan, hobi,
riwayat kontakan dan pengobatan yang
pernah
diberikan oleh dokter
maupun dilakukan sendiri.
2. Tahap pemeriksaan fisik
Pemeriksaan tahap fisik yang pertama dilakukan adalah tentukan lokasi
kelainan apakah sesuai dengan kontak bahan yang dicurigai, yang tersering
adalah daerah tangan, lengan, muka dan anggota gerak. Pemeriksaan fisik
sangat penting karena dengan melihat lokasi dan pola kelainan kulit
seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Kemudian tentukan
ruam kulit yang ada, biasanya didapatkan adanya eritema, edema dan papula
disusul dengan pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk
dermatitis yang membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak,
tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke daerah sekitarnya.
3. Tahap pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan uji tempel. Uji tempel adalah
uji iritasi dan kepekaan kulit yang dilaksanakan dengan mengoleskan sediaan
uji tempel pada kulit normal panel/subjek manusia dengan maksud untuk
mengetahui apakah sediaan itu dapat menimbulkan iritasi atau kepekaan kulit
19
atau tidak. Pada tahap penunjang berupa uji tempel tidak dapat dijalankan dan
dilaksanakan karena beberapa syarat-syarat yang sulit untuk dipenuhi oleh
responden sebagai berikut.

Uji tempel harus dilepaskan dan pada hari ke 2 setelah pemasangan
dan waktu pembacaan selanjutnya pada hari ke 3 sampai hari ke 7
setelah aplikasi uji tempel dilepas.

Responden disarankan tidak mandi 48 jam setelah aplikasi dipasang.
Pada bagian tubuh yang dipasang aplikasi harus kering sampai jangka
waktu pembacaan terakhir setelah uji tempel dilepaskan.
Pada penelitian ini pemeriksaan kejadian gangguan kulit pada pemulung di
TPA Suwung Denpasar Selatan akan dibantu oleh dokter, penulis memilih 2
(dua) tahap dari 3 (tiga) tahap diagnosis gangguan kulit. Peneliti menggunakan
tahap anamnesis dan tahap pemeriksaan fisik karena waktu yang dibutuhkan
tidak lama.
2.2
Pemulung Sampah
2.2.1 Pengertian pemulung sampah
Pemulung merupakan orang yang memulung dan mencari nafkah dengan
jalan memungut serta memanfaatkan barang-barang bekas (logam, plastik, kardus
bekas dan sebagainya) kemudian menjualnya kepada pengusaha yang akan
mengolahnya kembali menjadi barang daur ulang. Ada dua jenis pemulung yaitu
pemulung lepas yang bekerja sebagai wirausaha dan pemulung yang tergantung pada
seoarang bandar yang meminjamkan uang kepada mereka dan memotong uang
tersebut saat membeli barang bekas yang dijual oleh pemulung tersebut.
20
2.2.2 Proses kerja pemulung sampah
Menurut Ahmad (2011) kegiatan dan proses kerja pemulung sampah secara
umum sebagai beikut.
1. Tahap persiapan
Tahap persiapan yang dilakukan oleh pemulung sampah adalah kegiatan
menyiapkan alat perlengkapan seperti motor dan gerobak sampah yang
akan dibawa ke TPA atau berkeliling kompleks perumahan warga untuk
mencari sampah, menyiapkan kantong palstik atau kardus untuk
memasukan sampah saat memulung dan menyiapkan APD seperti sarung
tangan dan masker yang digunakan saat memulung sampah di lingkungan
TPA.
2. Memilih sampah
Pemulung memilih sampah yang mempunyai nilai ekonomis dan lebih
berfokus pada arah konsep 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Sampah yang
bernilai ekonomis tinggi yang menjadi perhatian utama pemulung sampah
yaitu sampah plastik, logam, besi dan gelas karena sampah tersebut bila
dijual ke penadah barang bekas memiliki nilai jual yang tinggi. Pada
kegiatan memilih sampah pemulung kontak langsung dengan paparan
kimia, biologis dan sinar matahari di sekitar TPA.
3. Memilah sampah
Setelah sampah dipilih, selanjunya dilakukan kegiatan memilah sampah
berdasarkan jenis dan ukuran sampah, sampah yang memiliki ukuran yang
lebih besar biasanya memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi. Pada
kegiatan memilah sampah pemulung terpapar bahan iritan, biologis dan
kimia yang berasal dari sampah.
21
4. Mengumpulkan sampah
Setelah sampah dipilah berdasarkan jenisnya, sampah dikumpulkan di
suatu tempat yaitu di rumah pemulung tersebut. Sampah yang dikumpulkan
akan dijual bila sudah dirasa cukup ke penadah barang bekas. Pada
kegiatan mengumpulkan sampah pemulung terpapar bahan iritan, biologis
dan kimia yang berasal dari sampah yang pemulung kumpulkan.
5. Menjual sampah
Setelah sampah dikumpulkan dan dipilah sesuai jenis dan ukuranya,
sampah tersebut kemudian dijual ke penadah barang bekas yang ada di
sekitar TPA dan pemukiman sekitar TPA tersebut.
Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan kepada pemulung
sampah di TPA Suwung Denpasar Selatan, pemulung mulai bekerja pada
pukul 07.00-18.00 WITA. Menurut Asloy (2015) dengan lama kerja yang
panjang di tempat sampah, yang banyak mengandung bahan iritan, kimia
dan biologis dapat mengakibatkan timbulnya penyakit akibat kerja, karena
terjadi interaksi antara tubuh pekerja dengan bahan berbahaya yang ada di
tempat kerja tersebut dalam waktu yang lama.
2.3
Sampah
2.3.1 Pengertian sampah
Menurut WHO, sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai
dan tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia
dan tidak terjadi dengan sendirinya (Chandra, 2007). Pada tahun 2015 produksi
sampah di Indonesia menduduki peringkat kedua penghasil sampah terbesar yaitu
sebesar 64 juta ton per tahun sampah. Sedangkan berdasarkan jenisnya sampah dapat
dibedakan menjadi 2 (dua) jenis sampah, yaitu sampah organik dan sampah
22
anorganik. Sampah organik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan hayati
yang mudah terurai sedangkan sampah anorganik adalah sampah yang berasal dari
bahan baku bukan hayati dan sulit terurai secara alami.
2.3.2 Pengolahan sampah
Menurut Sulastoro (1999) pengolahan sampah harus melalui beberapa tahap
dan proses pengolahan sampah sebagai berikut.
a. Tahap sumber sampah
Sumber sampah merupakan awal mula dari tahapan dan proses pengolahan
sampah. Sumber sampah banyak dihasilkan dari pemukiman rumah tangga
sekitar 80% dan pasar tradisional sekitar 50%. Sampah pasar pada umumnya
90% mengandung sampah organik yang terdiri dari sampah sayuran, buah,
dan sejenisnya yang seragam sehingga memudahkan dalam pengelompokan.
Sedangkan sampah pemukiman rumah tangga cukup beragam dimana berapa
komposisi sampah yang dapat dijumpai 70% mengandung sampah organik
dan 30% mengandung anorganik.
b. Tahap pengumpulan sampah
Tahap pengumpulan sampah dapat diartikan sebagai pengelolaan sampah dari
tempat atau asal sampah tersebut sampai ke tempat pembuangan sementara.
Tahap pengumpulan sampah terdiri dari dua macam metode sesuai dengan
pola pengumpulan yang digunakan, yaitu:

Individual langsung merupakan penanganan sampah dengan cara
mengumpulkan sampah dari masing-masing sumber sampah dan
diangkut langsung ke tempat pembuangan akhir (TPA) tanpa melalui
proses pemindahan.
23

Individual tidak langsung merupakan proses penanganan sampah
dengan cara mengumpulkan sampah dari masing-masing sumber
sampah dan diangkut ke TPA melalui proses pemindahan dengan
menggunakan sarana pengangkut.
c. Tahap pengangkutan sampah
Tahap pengangkutan sampah adalah proses memindahkan sampah ke tempat
pembuangan sementara (TPS). Menunjang kelancaran proses pengangkutan,
tempat untuk proses pengangkutan harus disesuaikan dengan proses
pengumpulan. Pada tahapan pengangkutan sampah perlu dilakukan dengan
menggunakan sarana bantuan berupa alat transportasi tertentu untuk
membantu menuju ke TPS, dan pada tahapan ini sangat perlu melibatkan
tenaga kerja yang pada periode waktu tertentu membantu mengangkut
sampah ke TPS.
d. Tempat pembuangan sementara (TPS)
Tempat pembuangan sementara adalah tempat yang menampung sampah
untuk jangka waktu tertentu yang berada di lokasi-lokasi yang telah
ditetapkan yang biasanya berada jauh dari pumukiman penduduk. Sampah
untuk sementara ditampung sebelum dibawa ke tempat pembuangan akhir
untuk diolah.
e. Tahap pemindahan sampah
Tahap pemindahan merupakan proses memindahkan sampah dari TPS ke
TPA, sehingga TPS pada daerah pelayanan menjadi bersih dari sampah. Pada
tahapan ini pemindahan sampah dilakukan dengan menggunakan sarana
bantuan berupa alat transportasi tertentu dan melibatkan tenaga kerja yang
24
pada periode waktu tertentu membantu proses pemindahan sampah tersebut
ke TPA.
f. Tempat pembuangan akhir (TPA)
Tempat pembuangan akhir adalah proses atau tahapan terakhir dimana semua
sampah dari seluruh titik pengumpulan, dibuang dan dikumpulkan. Tujuan
tempat pembuangan akhir adalah untuk memusnahkan sampah di suatu TPA
dengan proses tertentu sehingga seminimal mungkin tidak menimbulkan
dampak dan gangguan terhadap lingkungan sekitar baik setelah dilakukan
pengolahan maupun belum dilakukan pengolahan.
Menurut Rizal (2015) ada beberapa metode sistem pengolahan sampah yang
diterapkan pada tempat pembuangan akhir (TPA) sebagai berikut.
a. Pemadatan sampah
Pemadatan sampah adalah tehnik pemadatan sampah dengan menggunakan
alat atau teknologi yang cukup cangih. Pemadatan sampah sebenarnya bukan
merupakan sistem pengolahan langsung terhadap sampah di TPA, melainkan
lebih kepada tindakan persiapan yang dilakukan terhadap sampah untuk
memudahkan proses selanjutnya. Teknologi utama pemadatan sampah
dengan cara ini berupa mesin yang berfungsi memadatkan dan membentuk
sampah menjadi bola–bola sampah. Ada dua jenis mesin yang dapat
digunakan untuk pengolahan sampah dengan sistem ini yaitu mesin mobile
baler dan mesin mobile baler tornado.
b. Open dumping
Open dumping adalah salah satu sistem penanganan sampah yang paling
sederhana yaitu sampah ditimbun di area tertentu secara terus menerus tanpa
ditimbun dengan tanah penutup (penimbunan secara terbuka). Pembuangan
25
sistem open dumping sangat tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan
dampak negatif terhadap lingkungan yaitu akan menimbulkan leacheate
(tercemarnya air tanah).
c. Pembakaran sampah (incinerator)
Incinerator bertujuan untuk mereduksi atau mengurangi volume sampah
buangan padat. Teknologi ini dapat mengurangi volume sampah hingga 97%
dan bobot hingga 70%. Panas hasil pembakaran dipakai untuk menghasilkan
energi. Proses ini memerlukan biaya yang sangat besar untuk membeli dan
membangun unit pembakaran sampah tersebut di TPA.
d. Pengkomposan (composting)
Pengkomposan adalah proses perombakan (dekomposisi) dan stabilisasi
organik oleh mikroorganisme dalam keadaan lingkungan yang terkendali dan
terkontrol dengan hasil akhir berupa humus dan kompos. Kompos adalah
pupuk alami (organik) yang terbuat dari bahan hijauan dan bahan organik
lain yang sengaja ditambahkan untuk mempercepat proses pembusukan,
misalnya kotoran ternak atau bisa ditambahkan pupuk buatan pabrik, seperti
urea.
e. Sanitary landfill
Sanitary landfill merupakan metode pemusnahan sampah yang dilakukan
dengan cara menimbun sampah dengan tanah yang dilakukan selapis demi
selapis. Dengan demikian sampah tidak berada di ruang terbuka dan tentunya
tidak menimbulkan bau atau menjadi sarang binatang pengerat. Metode ini
paling banyak digunakan di TPA di seluruh wilayah Indonesia.
Download