MATERI UTS KOMMAS SMT 3 BAB 1 KOMUNIKASI MASSA Komunikasi massa adalah proses komunikasi yang dilakukan melalui media massa dengan berbagai tujuan komunikasi dan untuk menyampaikan informasi kepada khalayak luas. I. PENGERTIAN KOMUNIKASI MASSA MENURUT AHLI John R. Bittner : komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang (mass communication is messages communicated through a mass medium to a large number of people). Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu harus menggunakan media massa. Jadi sekalipun komunikasi itu disampaikan kepada khalayak yang banyak, seperti rapat akbar di lapangan luas yang dihadiri oleh ribuan, bahkan puluhan ribu orang, jika tidak menggunakan media massa, maka itu bukan komunikasi massa. Media komunikasi yang termasuk media massa adalah radio siaran, dan televisi- keduanya dikenal sebagai media elektronik; surat kabar dan majalah- keduanya disebut dengan media cetak; serta media film. Film sebagai media komunikasi massa adalah film bioskop. II. UNSUR KOMUNIKASI MASSA 1. Komunikator : penyampai pesan. Diperngaruhi oleh budaya, persaingan, kompleksitas, biaya. 2. Media : Tujuh media lembaga, yaitu buku, surat kabar, majala, radio, televisi, rekaman dan komputer. 3. Informasi (pesan) massa : Terdiri dari: Kode (Kata-kata tertulis, kata-kata terucap, foto, suara musik), Konten (Isi program acara, berita/ informasi media). 4. Gatekeeper (penyeleksi informasi) : demi pers yang bertanggung jawab. Fungsinya berwenang menghilangkan pesan, meningkatkan jumlah dan pentingnya sebuah pesan, mengurangi jumlah dan pentingnya pesan. 5. Khalayak (publik) secara fisik. : Karakteristiknya: Berjumlah besar dan banyak, heterogen, anonim, terpisah 6. Umpan balik / Feedback III. KARAKTERISTIK KOMUNIKASI MASSA • Komunikator terlembagakan, komunikatornya bergerak dalam organisasi yang kompleks. • Pesan bersifat umum, artinya komunikasi massa ditujukan untuk semua orang. • Komunikannya anonim dan heterogen, komunikator tidak mengenal komunikan dan terdiri dari berbagai lapisan masyarakat. • Media massa menimbulkan keserempakan, jumlah sasaran khalayaknya relatif banyak dan tidak terbatas. • Komunikasi mengutamakan isi ketimbang hubungan, pesan disesuaikan dengan karakteristik media massa yang digunakan. • Komunikasi massa bersifat satu arah, komunikator dan komunikannya tidak dapat melakukan kontak langsung. • Stimulasi alat indra terbatas, stimulasi alat indra bergantung pada jenis media massa. • Umpan balik tertunda (delayed feedback), komunikator tidak bisa merasakan langsung atas feedback komunikan. IV. Media dalam Kom. Massa a. Media elektronik : radio dan televise b. Media cetak : surat kabar, majalah, tabloid,dsb c. Media film: film bioskop V. Fungsi Komunikasi Massa Menurut Joseph R. Dominick: • Surveillance (pengawasan): fungsi menginformasikan tentang ancaman force majeure, termasuk memiliki kegunaan membantu khalayak dalam menyampaikan informasi. • Interpretation (interpretasi): fungsi menyajikan informasi beserta interpretasi mengenai suatu tertentu. • Linkage (pertalian): fungsi menyatukan masyarakat melalui pemberitaan atau informasi tertentu yang umumnya bersifat menggugah atau menggerakkan. • Transmission of value (penyebaran nilai-nilai): fungsi ini disebut juga dengan sosialisasi, mengacu pada cara atau bagaimana individu mengadopsi perilaku dan nilai kelompok pada informasi atau tayangan yang diberitakan. • Entertainment (hiburan): fungsi ini menekankan peran komunikasi massa sebagai hiburan, seperti yang ditampilkan melalui televisi, film dan rekaman suara. Dalam surat kabar pun terdapat rubrikrubrik hiburan. Menurut Onong Uchana Effendy: • Fungsi informasi: media massa sebagai penyebar informasi bagi pembaca, pendengar dan pemirsa. Informasi yang dibutuhkan khalayak media massa bersangkutan dengan kepentingannya. • Fungsi pendidikan: informasi yang disebarkan beragam dari mulai pemberitahuan, hiburan hingga informasi yang mendidik dan berisi nilai, etika serta aturan-aturan. Lomunikasi disebut sebagai pembelajaran bagi masyarakat luas. • Fungsi mempengaruhi: media massa mencoba untuk mempengaruhi pemikiran, perilaku dan keinginan masyarakat luas. BAB 2 KOMUNIKASI MASSA 1. Efek Kehadiran Media Massa a. Efek terhadap individu, meliputi: • Efek ekonomi: kehadiran media massa di tengah kehidupan manusia dapat berbagai usaha produksi, distribusi dan konsumsi jasa media. menumbuhkan • Efek sosial: berkaitan dengan perubahan pada struktur atau interaksi sosial kehadiran media massa. • Penjadwalan Kegiatan Sehari-hari: kehadiran media massa mengubah jadwal aktivitas yang dilakukan sebelum munculnya media. • Efek hilangnya perasaan tidak nyaman: umumnya seseorang menggunakan media untuk memuaskan kebutuhan psikologisnya dengan tujuan untuk menghilangkan perasaan tidak nyaman. • Efek menumbuhkan perasaan tertentu: Tidak hanya dapat menghilangkan perasaan tidak nyaman pada diri seseorang, namun dapat juga menumbuhkan perasaan tertentu. sebagai akibat dari b. Efek terhadap masyarakat: berkaitan dengan penilaian masyarakat terhadap ditunjukkan oleh media massa mengenai seseorang. atau ritme karakter yang c. Efek terhadap kebudayaan: ditimbulkan oleh komunikasi massa ketika media menampilkan kebudayaan lain yang berbeda dengan kebudayaan lokal, hal ini umumnya bisa mempengaruhi budaya tertentu, tergantu pemilihan sisi yang ingin diadaptasi. 2. Efek Pesan, mencakup: • Efek kognitif: Komunikasi massa memberikan efek kognitif, sebab pesan yang disampikan melalui komunikasi memberikan informasi baru bagi penerimanya. • Efek afektif: berkaitan dengan perasaan atau emosi, ketika pesan yang disampaikan komunikator menimbulkan perasaan tertentu, atau merubah perasaan komunikan. • Efek konatif: berkaitan dengan perilaku atau tindakan, terutama melihat bagaimana media massa menyajikan pesan yang menggerakkan atau “menggugah”. • Efek behavioral: layaknya efek konatif, behavioral pun terkait tindakan, hanya saja perbedaan efek yang ditimbulkan pada khalayak ditentukan berdasarkan pengalaman langsung, juga hasil meniru perilaku yang diamatinya. Dampak Sosial Media Massa • Media massa secara pasti memengaruhi pemikiran dan tindakan khalayak. • Media membentuk opini publik untuk membawanya ke perubahan yang signifikan. • Media massa dapat membentuk kristalisasi opini publik untuk melakukan tindakan tertentu. • Media massa memainkan peran penting dalam transmisi sikap, persepsi dan kepercayaan. Hambatan dalam Komunikasi Massa a. Hambatan Psikologis, meliputi: • Perbedaan kepentingan (interest): kepentingan akan membuat seseorang selektif dalam menanggapi atau menghayati pesan. Orang hanya akan memperhatikan perangsang (stimulus) yang memiliki hubungan dengan kepentingannya. • Prasangka (prejudice): prasangka berkaitan dengan persepsi orang tentang seseorang atau kelompok lain, dan sikap serta perilakunya terhadap mereka. • Stereotip (stereotype): stereotip merupakan gambaran atau tanggapan tertentu mengenai sifat-sifat dan watak pribadi orang atau golongan lain yang bercorak negatif. • Motivasi (motivation): motif merupakan suatu pengertian yang melingkupi semua penggerak, alasan-alasan atau dorongan-dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan manusia berbuat sesuatu, karena semua tingkah laku manusia pada hakikatnya mempunyai motif. b. Hambatan Sosiokultural, mencakup: • Aneka Etnik: berhubungan dengan perbedaan budaya. • Perbedaan Norma Sosial: perbedaan budaya sekaligus menimbulkan perbedaan sosial yang berlaku pada masing-masing etnik. Norma sosial didefinisikan sebagai suatu cara, kebiasaan, tata krama dan adat istiadat yang disampaikan secara turun temurun, yang dapat memberi petunjuk bagi seseorang untuk bersikap dan bertingkah laku dalam masyarakat. • Kurang Mampu Berbahasa Indonesia: keragaman etnik menyebabkan keragaman bahasa yang digunakan dalam pergaulan sehari-hari. Jumlah bahasa yang ada adalah sebanyak etnik yang ada. • Faktor Semantik: semantik adalah pengetahuan tentang pengertian atau makna kata yang sebenarnya. • Pendidikan Belum Merata: adanya kesenjangan pendidikan antara penduduk di kota dan di desa membuat hambatan, terutama keterbatasan nalar masyarakat dengan latar pendidikan rendah. • Hambatan Mekanis: segala jenis hambatan teknis yang terjadi pada media massa sebagai konsekuensi dari penggunaan media massa itu sendiri. c. Hambatan Interaksi Verbal, terdiri dari: • Polarisasi (polarization), kecenderungan untuk melihat dunia dalam bentuk lawan kata dan menguraikannya dalam bentuk ekstrem, baik- buruk, postif dan negatif, dan sebagainya. • Orientasi Intensional (intensional orientation), mengacu pada kecenderungan kita untuk melihat manusia, objek dan kejadian sesuai dengan ciri yang melekat pada mereka, seolah label lebih penting dari orang itu sendiri. • Evaluasi Statis, terkait penilaian cepat kita terhadap sesuatu atau objek yang bisa jadi berubah di lain waktu. Dengan kata lain, cara kita mengeneralisir dan menyimpulkan sebelum memberi kesempatan seseuatu atau objek mengubah apa yang memunculkan simpulan kita. • Indiskriminasi (indiscrimination) terjadi ketika kita memusatkan perhatian pada kelompok orang, benda atau kejadian, mengabaikan fakta bahwa masing-masing bersifat unik atau khas dan perlu diamati secara individual. Indiskriminasi merupakan inti dari stereotip. BAB 3 TEORI JARUM HIPODERMIK Menurut Elihu Katz 1. Media massa sangat ampuh dan mampu memasukkan ide-ide pada benak komunikan yang tak berdaya. 2. Khalayak yang tersebar diikat oleh media massa, tetapi di antara khalayak tidak saling berhubungan. Schramm, 1963 Mass audiance dianggap seperti atom-atom yang terpisah satu sama lain, tidak saling berhubungan dan hanya berhubungan dengan media massa. Kalau individu-individu mass audience berpendapat sama tentang suatu persoalan, hal ini bukan karena mereka berhubungan atau berkomunikasi satu dengan yang lain, melainkan karena mereka memperoleh pesan-pesan yang sama dari suatu media. Werner J. Severin (2005:314) Memprediksikan dampak pesan komunikasi massa yang kuat dan Kurang lebih universal pada semua audience. Nurdin 2007:165 Sebuah teori yang memiliki dampak yang kuat terhadap audience nya sehingga tak jarang menimbulkan sebuah budaya baru dan penyampaian nya secara langsung dari komunikator yakni media ke komunikan (audience) Unsur-unsur teori jarum suntik : Komnikan,pesan,efek ASUMSI DASAR TEORI JARUM HIPODERMIK Manusia memberikan reaksi yang seragam terhadap stimuli atau rangsangan. Pesan media secara langsung menyuntik atau menembak ke dalam kepala dari setiap anggota populasi. Pesan diciptakan sedemikian rupa agar dapat mencapai respon atau tanggapan yang diinginkan. Efek dari pesan media bersifat langsung, segera, dan sangat kuat dalam menyebabkan perubahan perilaku manusia. Masyarakat atau publik tidak memiliki kekuatan untuk menghindar dari pengaruh media. Konsep dalam Teori Jarum Hipodermik Sebagai salah satu teori efek media massa, teori jarum hipodermik memiliki beberapa konsep, diantaranya adalah sebagai berikut : Popularitas media massa dan perkembangan industri periklanan atau propaganda memiliki pengaruh terhadap khalayak massa, baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif. Pengaruh media massa bisa jadi berbahaya apabila ditujukan kepada massa pada saat yang bersamaan. Hal ini sesuai dengan salah satu karakteristik komunikasi massa dimana pesan-pesan media massa disampaikan secara serempak. Pesan-pesan media massa yang disuntikkan kepada khalayak massa dapat menimbulkan tanggapan atau respon yang dapat menyebabkan berbagai permasalahan yang dapat merusak aturan dan keseragaman. Khalayak tidak dapat menolak pesan-pesan yang diterima dari media massa dan hal ini menciptakan sebuah pemikiran yang seragam diantara anggota khalayak massa. Publik dipandang rapuh ketika pesanpesan terus disampaikan secara berkesinambungan dan sebaliknya media massa dipandang sangat kuat. Teori jarum hipodermik percaya bahwa tidak ada sumber media lain atau media alternatif untuk membandingkan pesan-pesan media. Media massa dipandang sangat kuat pada masa krisis dan perang karena pada kedua masa itulah khalayak bergantung pada media untuk memperoleh semua informasi yang dibutuhkan. Teori jarum hipodermik disebutkan digunakan pada masa Perang Dunia II oleh Jerman dan Amerika Serikat. Teori jarum hipodermik disebut berdasarkan asumsi-asumsi bukan berdasarkan temuan empiris. Hal ini didasarkan sifat manusia atau sifat biologis manusia. Rangsangan atau stimuli eksternal disadari untuk mendorong reaksi dan naluri dari khalayak massa. “People’s Choice” merupakan studi yang dilakukan oleh Paul F. Lazarfeld pada tahun 1940 tentang kampanye pemilihan F.D Roosevelt. Studi ini menemukan bahwa hanya beberapa pesan yang khusus yang disuntikkan kepada khalayak media. Khalayak media lebih banyak dipengaruhi oleh komunikasi interpersonal. (Baca juga : Teori Interaksi Simbolik). Contoh Penerapan Teori Jarum Hipodermik Contoh yang paling sering digunakan dalam berbagai literatur untuk menggambarkan penerapan teori jarum hipodermik adalah kejadian pada tanggal 30 Oktober 1938. Saat itu, ribuan warga Amerika panik karena adanya siaran sandiwara radio Orson Welles yang berjudul War of the Worlds yang menceritakan adanya serangan makhluk Mars yang akan mengancam kehidupan manusia di bumi. Kejadian tersebut dikenal sebagai “Panic Broadcast” dan mengubah sejarah penyiaran, psikologi sosial, pertahanan sipil, dan menyusun sebuah standar bagi hiburan provokatif. Diperkirakan, 12 juta orang di seluruh Amerika mendengarkan siaran tersebut dan terdapat sekitar 1 juta orang yang benar-benar percaya bahwa sebuah invasi serius yang dilakukan oleh makhluk Mars tengah berlangsung. Mereka berdoa, menangis, melarikan diri secara panik untuk menghindari kematian karena serangan makhluk Mars. Negara benar-benar seperti dalam keadaan chaos dan siaran radio adalah penyebabnya. Dari kejadian tersebut, para ahli teori media mengkategorikan siaran sandiwara radio War of the Worlds sebagai sebuah contoh pola dasar teori jarum hipodermik. Dari peristiwa inilah bagaimana teori ini bekerja. Melalui penyuntikan pesan secara langsung ke dalam pembuluh darah publik dan mencoba untuk menciptakan pemikiran yang seragam. Karakteristik media penyiaran radio yang lebih menekankan pada kekuatan audio dan membuat khalayak massa berpikir melalui suara pada akhirnya menimbulkan efek yang dapat memanipulasi publik yang pasif sehingga membuat para ahli teori percaya bahwa melalui cara inilah para pemilik media membentuk persepsi khalayak massa. BAB 4 TEORI KOMUNIKASI BANYAK TAHAP Dalam model ini, pesan – pesan dari media massa tidak seluruhnya langsung mengenai audience, tetapi pesan tersebut disampaikan oleh pihak Model komunikasi massa banyak tahap ini sebenarnya merupakan gabungan dari model satu tahap dan dua tahap. Model komunikasi massa ini telah dipopulerkan oleh Paul Lazarsfeld yang merupakan seorang sosiologis pada tahun 1944 dan dilanjutkan oleh Elihu Katz dan Lazarsfled pada tahun 1955. Model komunikasi massa banyak tahap telah menyampaikan bahwa pesan kepada masyarakat melalui interaksi yang kompleks. Model komunikasi ini bisa secara langsung, bisa juga melalui beranting seperti melalui pemuka pendapat terlebih dahulu, lalu dilanjutkan ke masyarakat umum. Nah untuk Model Komunikasi Banyak Tahap ini contohnya adalah Informasi yang disampaikan ke masyarakat luas tidak hanya oleh satu kelompok saja. Melainkan oleh banyak kelompok dengan tujuan untuk membatu agar informasi tersebut lebih tersorot dan cepat naik ke permukaan dan dapat dengan mudah dijangkau oleh khalayak ramai. Sehingga bisa dikatakan, kalau model komunikasi banyak tahap ini masuk ke dalam lingkup informasi yang telah mencapai tingkat nasional. Di mana ketika informasi tersebut telah naik ke permukaan, maka akan banyak kalangan yang pro atau mendukung serta turut mengadakan aksi nyata semisal “Minggu bersih dari jentik nyamuk.” Selain itu, kita pun memiliki Ruang dan Sumberdaya yang amat mendukung dalam hal ini, seperti media sosial dan kalangan anak muda. Mengapa? Karena di era global saat ini media sosial sangat amat memiliki kekuatan yang cukup besar untuk membantu menaikkan level suatu informasi ke tahap yang lebih tinggi agar mencakup lebih banyak kalangan lagi. Contoh kecil adalah, Semisal hanya dengan penggunaan satu Akun Twitter yang menulis aksi kegiatan minggu bersih dengan menggunakan hastag atau tanda pagar seperti #MingguBersihDariJentikNyamuk saja, informasi melalui hastag tersebut dalam hitungan satu hari saja bisa langsung naik ke level mancanegara. Atau dalam istilah dunia Twitter biasanya terkenal dengan istilah “Trending Topic World Wide” Namun hal tersebut baru akan terjadi, bila tweet yang di post oleh salah satu akun Twitter tersebut diretweet (dipost ulang) oleh para warga penghuni Twitter lainnya. Maka dari itu, beberapa kalangan biasanya selalu memulai suatu trend baru dengan penggunaan hastag di dunia Twitter tersebut. Dan sering kali hal itu dimulai dari atau oleh account pribadi maupun account official ternama yang telah memiliki banyak followers atau pengikut di akun media sosialnya. Mengapa trend tersebut harus dimulai dari personal maupun official account yang memiliki banyak followers? Hal tersebut dikarenakan dapat mempermudah penyebaran awal dari suatu trend yang akan dibuat. Contohnya, misal Akun Twitter salah satu wali kota di Indonesia membuat kicauan seperti, “Kepada seluruh warga, diinfokan mari hari ini kita kerja bakti bersama-sama antar desa, kecamatan, hingga kota dalam rangka #MingguBersihDariJentikNyamuk. Dalam rangka mensosialisasikan pentingnya kesehatan bagi kita semua. Dimulai dari hal kecil.” Maka tak lama, kicauan tersebut pastilah akan langsung di retweet oleh para followers dari wali kota tersebut. Dan dari situ pasti retweet-an lainnya akan terus bermunculan, menyebar hingga ke kota lainnya. Bahkan mungkin akan berlanjut setiap kota lainnya akan turut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.Dengan menggunakan hastag yang sama namun berbeda kota. Mengapa begitu? Karena followers orang yang meretweet pasti tidak hanya berasal dari satu kota itu saja. Melainkan pasti ada yang berasal dari kota lainnya. Sehingga hal tersebut dapat membuat orang yang tinggal di kota lainnya merasa tertarik untuk berpartisipasi dalam kegiatan dengan tema yang sama. Sampai pada akhirnya, bisa jadi kegiatan yang ditweet oleh salah satu wali kota di Indonesia tersebut bisa menjadi kegiatan nasional yang kemudian turut dilaksanakan di seluruh kota di Indonesia. Nah itulah The Power of Media Sosial. Karena percaya atau tidak, di zaman moderenisasi seperti saat ini kekuatan sosial media sangatlah berperan aktif dalam kehidupan sehari-hari. Positifnya dari media sosial dalam hal membentuk komunikasi massa adalah, dengan membuat Kalangan anak muda di era ini sudah bisa melek dan sadar akan keadaan sekitar. Namun negatifnya adalah, akhir-akhir ini media sosial seringkali dimanfaatkan untuk menyebarkan berita kebohongan atau terkenal dengan sebutan “hoax”. Maka dari itu, kita perlu berhati-hati juga dalam hal melakukan komunikasi massa dengan penggunaan media sosial sebagai alatnya. Jangan asal membagikan atau men-share berita yang viar di media sosial yang belum tentu dan belum dapat dipastikan kebenarannya. Nah itulah sedikit informasi mengenai Model Komunikasi Massa yang dapat kita bahas dikesempatan kali ini. FUNGSI KOMUNIKASI BANYAK TAHAP 1. Menyebarkan kepada khalayak melalui suatu interaksi yang amat kompleks 2. Berfungsi mencapai khalayak secara langsung dan dapat melalui macam-macam penerusan secara beranting 3. Model alir banyak tahap berfungsi untuk melakukan suatu analisis yang lebih tepat atas proses atau jalannya pesan-pesan media. Kelebihan 1. Adanya beberapa jaringan yang bekerja diantara media dan khalayak yang berfungsi untuk meneruskan pesan dari satu kepada yang lain dalam penyebaran pesan-pesan media kepada khalayak. 2. Lebih efektif untuk informasi yang ditujukan kepada banyak orang. Karena opinion leader hanya satu kali saja membuat kemudian yang mengolah banyak orang. Metode ini juga bisa dilakukan ketika saluran-saluran komunikasi sedang mengalami masalah. Kekurangan 1. sering terjadi miss komunikasi dalam penyampaian pesan dari khalayak pertama kepada khalayak lainnya. Sehingga pesan yang diterima khalayak lainnya berbeda dengan pesan yang disampaikan oleh khalayak pertama 2. Salah paham terhadap informasi yang diterima 3. Pesan yang disampaikan menjadi lamban, karena harus mengalami banyak tahap untuk sampai ke audience BAB 5 TEORI PROSES SELEKTIF A. Pengertian Teori Proses Selektif Menurut Encyclopedia of Political Communication (2008), yang dimaksud dengan proses selektif adalah proses dimana kepercayaan dalam diri individu yang telah ada sebelumnya membentuk penggunaan informasi oleh mereka dalam lingkungan yang kompleks. Teori ini menilai bahwa orang-orang cenderung melakukan selective exposure (terpaan selektif). Mereka menolak pesan yang berbeda dengan kepercayaan mereka. Teori ini menjelaskan bahwa masyarakat melakukan suatu proses seleksi sehingga masyarakatlah yang secara selektif menentukan, efek apa yang mereka ingin dapatkan dari informasi yang diberikan oleh media. Masyarakat, pada umumnya akan menghindari informasi yang datang dari media, yang secara fundamental kontradiktif dengan nilai-nilai atau ideologi yang selama ini mereka miliki, dan yakin akan kebenarannnya. Proses selektif berfungsi sebagai mekanisme penyaring yang memindai data-data yang tidak penting dan di waktu yang bersamaan mengidentifikasi dan menyoroti pola yang paling bermanfaat dari data-data tersebut. Sedangkan pengertian Teori Proses Selektif menurut beberapa ahli meliputi: a. Menurut Atkin (1985) Teori proses selektif mencerminkan pendekatan fungsional penggunaan media. Adapun yang menjadi pusat artikulasi teori proses selektif adalah gagasan atau ide bahwa setiap individu memusatkan perhatian mereka pada rangsangan tertentu yang berasal dari lingkungan di sekitarnya, memilih dan mengolah informasi yang konsisten dengan kepercayaan dan sikap mereka, dan menghindari informasi yang tidak sesuai dengan kepercayaan dan sikap mereka b. Baran dkk (2012) Teori proses selektif dalam komunikasi massa adalah proses psikologis yang meliputi terpaan selektif, pengingatan selektif, dan persepsi selektif yang dirancang untuk mengurangi disonansi. c. Menurut para ahli psikologi Proses selektif merupakan mekanisme pertahanan yang biasa digunakan oleh individu untuk melindungi diri dan egonya dari informasi yang dapat mengancam dirinya. Proses selektif memiliki akar yang kuat dalam komunikasi politik namun penelitian tentang proses selektif juga dapat diterapkan dalam konteks nonpolitik seperti komunikasi massa atau komunikasi persuasif Teori proses selektif berakar dari ide konsistensi kognitif yang oleh para peneliti atau ahli teori komunikasi massa seperti Paul F. Lazarsfeld, Joseph T. Klapper, dan Melvin De Fleur diadopsi sebagai salah satu prinsip dasar dalam teori perubahan sikap atau teori perbedaan individu dalam komunikasi massa. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dalam teori konsistensi kognitif dalam komunikasi persuasif, yang dimaksud dengan konsistensi kognitif adalah ide atau gagasan yang menyatakan bahwa setiap orang akan mempertahankan pandangan mereka yang telah ada sebelumnya secara sadar maupun tidak. Salah satu teori konsistensi yang sangat berpengaruh adalah teori disonansi kognitif dari Leon Festinger. Festinger menjelaskan bahwa individu berusaha menghindari perasaan tidak senang dan ketidakpastian dengan memilih informasi yang cenderung memperkokoh keyakinannya, sembari menolak informasi yang bertentangan dengan kepercayaan yang diyakininya. Usaha inilah yang dinamakan proses selektif. Minat dan pendapat yang ada mempengaruhi perolehan, evaluasi, dan pengingatan tentang informasi politik. Proses selektif menyangkut mekanisme yang membentuk kesadaran individu dari informasi politik yang mereka gunakan untuk membentuk pembenaran tersebut. Kedua konsep yaitu proses selektif dan alasan motivasi kerapkali saling tumpang tindih dalam hal evaluasi pendapat informasi yang relevan. Karakteristik ini membatasi kemampuan individu untuk merevisi kepercayaan atau keyakinan politiknya dalam menanggapi bukti baru dan mengenalkan polarisasi politik karena pendapat yang telah ada sebelumnya menerima penguatan secara sistematis. B. Sejarah Teori proses selektif (selective processes theory) ini merupakan hasil penelitian lanjutan tentang efek media massa,yaitu teori efek terbatas pada Perang Dunia II yang mengatakan bahwa media memiliki efek terbatas pada khalayak dan/atau masyarakat atau bahkan tidak menimbulkan efek sama sekali pada khalayaknya yang aktif dan sangat selektif. Dengan kata lain, khalayak sangat selektif dalam menggunakan media massa sehingga hampir tidak menimbulkan efek pada khalayak. Berdasarkan sejarah perkembangan teori efek komunikasi dalam komunikasi massa, teori efek terbatas lahir berdasarkan hasil penelitian selama tahun 1940an dan 1950an dan menjadi teori yang paling mendominasi ranah penelitian efek komunikasi massa dalam sistem komunikasi massa hingga awal tahun 1960. Di tahun yang sama, seorang peneliti media bernama Joseph T. Klapper menerbitkan sebuah buku yang berjudul The Effects of Mass Communication. Menurut Joseph Klapper, pengaruh media itu lemah, persentase pengaruhnya kecil bagi pemilih dalam pemilihan umum, pasar saham, dan para pengiklan. Buku ini berisi rangkuman berbagai macam tulisan dan hasil penelitian efek media massa mengenai proses selektif yang mendukung perspektif efek terbatas. Dalam buku ini Klapper juga menyatakan bahwa pesan-pesan persuasif yang terdapat dalam media massa cenderung berfungsi sebagai agen penguatan atau agen peneguhan daripada agen perubahan. Selain mengamati efek media massa, Klapper juga mendiskusikan ukuran proteksi diri yang diambil oleh orang-orang ketika diterpa media massa. Teori ini menilai orang-orang cenderung melakukan selective exposure (terpaan selektif). Artinya mereka menolak pesan yang berbeda dengan kepercayaan mereka. Ia juga mencatat bahwa orang-orang akan melakukan terpaan selektif terhadap komunikasi massa yang mendukung pendapat dan minat mereka, persepsi selektif dalam hal bagaimana mereka mengolah pesan-pesan dari media massa, dan pengingatan selektif saat memilih untuk mengingat pesan-pesan media massa yang mendukung pendapat mereka. (yang selanjutnya akan dijelaskan oleh teman sy mengenai konsep ini) Jadi, Klapper menyimpulkan bahwa pengaruh media itu lemah, presentase pengaruhnya kecil. Usia pendekatan teori efek terbatas dalam komunikasi massa sangatlah singkat. Pada rentang waktu akhir tahun 1960an hingga selama tahun 1970an para peneliti kembali ke pendekatan teori keperkasaan efek media massa. C. Konsep Keadaan tidak nyaman disebut dengan istilah disonansi, yang berasal dari kata dissonance, yang berarti ketidakcocokan atau ketidaksesuaian. Orang akan berupaya secara sadar atau tidak sadar untuk membatasi atau mengurangi ketidaknyamanan ini melalui tiga proses selektif yang saling berhubungan. Proses seleksi ini akan membantu seseorang memilih informasi apa yang dikonsumsinya, diingat dan diinterpretasikan menurut tabiat dan apa yang dianggapnya penting. Ketiga proses selektif itu adalah penerimaan informasi selektif, ingatan selektif dan persepsi selektif. 1. Selective exposure (terpaan selektif) Terpaan selektif adalah kecenderungan orang-orang untuk menerpa dirinya dengan pesan-pesan media yang dirasa sesuai dengan sikap dan minat yang telah ada sebelumnya ,sesuai dengan sudut pandang mereka, serta kecenderungan untuk menghindari pesan-pesan media massa yang dapat menciptakan disonansi atau yang bertentangan dengan perspektif mereka. orang hanya akan menerima informasi yang sesuai dengan sikap atau kepercayaan yang sudah dimiliki sebelumnya. Karena itu, alasan mereka menggunakan media massa adalah untuk memperkuat sikap dan pendapat mereka yang telah ada sebelumnya. Namun adakalanya mereka juga mencari sudut pandang berbeda yang bertentangan dengan sudut pandang mereka guna mendengarkan berbagai macam argumen sehingga dapat mereka gunakan untuk menolak sudut pandang yang bertentangan tersebut. Menurut teori ini, orang cenderung atau lebih suka membaca artikel media massa yang mendukung apa yang telah dipercayainya. Seseorang yang gemar berbelanja barang-barang mahal, seperti mobil baru, barang elektronik, perhiasan atau barang-barang mahal lainnya masih akan tetap memperhatikan iklan barang-barang tersebut yang muncul di media massa, walaupun orang itu mungkin telah membelinya minggu lalu. Bila ada pameran mobil keluaran baru, maka ia masih akan tetap datang ke pameran itu. Menghabiskan uang untuk berbelanja merupakan salah satu bentuk ketidaknyamanan, namun iklan media massa berhasil membujuk orang itu dan memberikan keyakinan kepadanya bahwa membelanjakan uang untuk membeli barang merupakan keputusan bijaksana, ini mengurangi ketidaknyamanan yang terjadi. 2. Selective retention (pengingatan selektif) Pengingatan selektif adalah proses dimana orang-orang tidak akan mudah lupa atau cenderung mengingat dengan lama informasi yang sesuai dengan sikap atau kepercayaan dan minat yang telah ada sebelumnya dibandingkan dengan informasi yang bertentangan dengan sikap dan minat mereka. Penonton televisi akan lebih mengingat, bahkan hingga ke detailnya, liputan mengenai pertemuan partai politik yang didukungnya daripada partai politik lain yang tidak disukainya. Melvin De Fleur dan Sandra Ball-Rokeach menyimpulkan bahwa dari beragamnya isi media massa yang tersedia, anggota individu khalayak secara selektif memilih, menafsirkan, dan mengingat pesan-pesan khususnya jika pesan-pesan tersebut berkaitan dengan minat mereka, konsisten dengan sikap mereka, sesuai dengan kepercayaan mereka, dan mendukung nilai-nilai mereka. 3. Selective perception (persepsi selektif) Persepsi selektif memandang bahwa individu cenderung menafsirkan informasi baru yang konsisten dengan kepercayaan yang telah ada sebelumnya. Persepsi selektif terjadi dalam dua cara, yaitu : • Individu gagal untuk memperhatikan atau mereka salah menerima informasi yang tidak sesuai dengan kepercayaannya. • Individu sering menerima bukti-bukti yang mendukung pendapat mereka tanpa ragu namun akan menolak informasi yang mengancam secara hati-hati. Contohnya, Jika politisi yang didukungnya mengubah pendapatnya mengenai sesuatu isu maka ia akan menilai politisi tsb bersikap fleksibel serta mengutamakan kepentingan masyarakat, namun jika hal serupa terjadi pada politisi yang tidak disukainya, maka politisi itu akan dituduh tidak memiliki pendirian atau diyakininya tidak memiliki keyakinan. D. CONTOH Teori proses selektif ini menunjukkan bahwa pada dasarnya orang berupaya membatasi efek komunikasi massa yang diterimanya dengan cara menyaring isi media yang diterimanya, sehingga isi media tidak mengakitbatkan perubahan sikap yang signifikan pada diri individu. Kita akan melihat proses selektif ini dalam contoh yang diajukan Stanley Baran (2001) berikut ini; misalnya dalam suatu diskusi di televisi, salah seorang pembicara membenarkan suatu teori yang menyatakan bahwa ras atau suku tertentu lebih mudah melakukan perbuatan kriminal dibandingkan suku lainnya. Seseorang yang tengah menonton acara itu di televisi akan melakukan proses selektif berdasarkan keyakinan atau kepercayaan yang sudah dimilikinya. Jika ia tidak setuju dengan pandangan pembicara tersebut, maka ia akan memindahkan saluran televisinya (terpaan selektif). Bisa jadi, orang itu tidak memindahkan saluran televisinya dan tetap menonton diskusi itu, namun ia akan menilai orang yang berbicara di televisi itu kurang waras (persepsi selektif); dan setelah menonton acara itu, ia akan cepat-cepat melupakan acara itu (pengingatan selektif). Selain itu, kelompok masyarakat yang mendukung invasi Amerika Serikat ke Irak, tidak akan membaca artikel mengenai pembentukan kedamaian di Irak, dan penghapusan perang. Secara umum khalayak mempunyai sifat seleksi, pandai memilah dan memilih tentang adanya suatu informasi yang di suguhkan oleh media. Masyarakat tidak menerima informasi tersebut secara langsung, melainkan mereka harus menyaring mana yang penting dan mana yang tidak penting. Disini menjelaskan bahwa masyarakat mempunyai intelektual yang tinggi dan tidak mudah untuk dipengaruhi oleh media. E. TAHAP2 Memilih informasi dan efek yang diinginkan Menyeleksi informasi tsb sesuai dengan kepercayaan masing2 Menolak informasi yang kontradiksi dengan kepercayaannya F. Faktor penting Hovland dan peneliti lainnya juga berusaha memelajari tiga faktor yang berperan penting dalam proses persuasi yang dapat menimbulkan perubahan pendapat pada diri audien, yaitu: Siapa - yaitu sumber pesan Faktor 'siapa' mencakup dua sifat penting pada diri sumber pesan, yaitu keahlian dan kepercayaan. Hovland dan rekan-rekannya menemukan bahwa pesan yang berasal dari sumber pesan yang memiliki kredibilitas tinggi menghasilkan perubahan pendapat yang lebih besar dibandingkan dengan pesan yang berasal dari sumber pesan dengan kredibilitas rendah. Misalnya, pandangan seorang sarjana biasanya menghasilkan perubahan pendapat yang lebih besar dibandingkan dengan pandangan yang disampaikan orang yang tidak memiliki gelar akademik. Apa - isi pesan Faktor 'apa' mengacu pada argumentasi yang dikemukakan dan kekhawatiran yang timbul dari pesan Kepada siapa - karakteristik atau sifat audien 'kepada siapa' mencakup hal-hal, seperti kepribadian audien dan mudah atau tidaknya audien untuk dipengaruhi. Media tetap penting tapi tidak begitu berpengaruh Terdapat dua faktor yang memotivasi proses selektif: Kompleksitas lingkungan informasi mengacu pada ketiadaan waktu yang dimiliki oleh individu atau ketidakmampuan kognitif untuk menyadari setiap argumen yang ada sehingga mereka harus selektif dalam memilih informasi turunan yang cukup serta mengarah pada informasi yang dibutuhkan meskipun informasi tersebut tidak lengkap. Tanggapan emosional negatif yang dialami individu mengacu pada disonansi kognitif tehadap informasi yang bertentangan dengan pendapat mereka yang telah ada sebelumnya. Setiap individu akan berusaha untuk meminimalisir disonansi dengan mencari penguatan pendapat dan menemukan kesalahan informasi yang bertentangan dengan pendapat mereka. BAB 6 TEORI PEMBELAJARAN SOSIAL PENGERTIAN Teori pembelajaran sosial adalah salah satu teori belajar yang menyatakan bahwa perilaku yang baru dapat dibentuk dengan cara mengamati dan meniru orang lain. Selain itu, teori ini juga menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses kognitif dalam konteks sosial dan dapat terjadi melalui pengamatan atau instruksi secara langsung meskipun tidak didukung oleh peneguhan langsung. Di samping melalui pengamatan perilaku, pembelajaran juga terjadi melalui pengamatan ganjaran dan hukuman yakni sebuah proses yang dikenal sebagai peneguhan atau penguatan. Ketika perilaku tertentu diberi ganjaran secara regular, maka perilaku akan semakin meningkat. Sebaliknya, jika perilaku tertentu secara konstan diberi hukuman, maka perilaku tersebut akan menghilang. Teori pembelajaran sosial mengembangkan teori belajar behaviorisme tradisional yang menyebutkan perilaku diarahkan oleh peneguhan dengan menempatkan penekanan pada pentingnya peran proses internal dalam pembelajaran individu. Dalam sistem komunikasi massa, efek behavioral dalam komunikasi merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati dan meliputi pola-pola tindakan, kegiatan atau kebiasaan berperilaku. SEJARAH Pertama kali digagas oleh Neal Miller dan John Dollard (1941). Mereka berpendapat bahwa pembelajaran dengan cara meniru terjadi ketika pengamat termotivasi untuk belajar, adanya berbagai petunjuk atau elemen perilaku yang dipelajari, pengamat menampilkan perilaku yang diberikan, dan pengamat secara positif diteguhkan untuk meniru perilaku. Peniruan memudahkan individu untuk memilih perilaku yang akan diperteguh. Dikembangkan lebih lanjut oleh Albert Bandura dan ahli lainnya hingga menjadi instrumen yang sangat bernilai untuk memahami efek media massa. Dijelaskan dalam Juhi (1981), melalui eksperimen boneka Bobo di laboratorium, Bandura (1961) mencoba untuk mengetahui bagaimana anak-anak meniru perilaku perilaku agresif, terutama bila tidak ada ancaman hukuman atau aturan-aturan lain. Ia mengamati tiga kelompok anak-anak yang memperhatikan seorang model yang melakukan tindakan agresif pada sebuah boneka Bobo, sebuah mainan yang diisi dengan air agar dapat berdiri. Hasil eksperiman menunjukkan hasil yang berbeda dari setiap kelompok. Pada kelompok pertama menyaksikan model yang melakukan kekerasan itu dihukum. Kemudian pada kelompok kedua, model yang melakukan tindak kekerasan diberi penghargaan. Dan kelompok ketiga menyaksikan bahwa tidak ada konsekuensi yang timbul akibat tindak kekerasan yang dilakukan oleh model itu. PRINSIP Sebagaimana dinyatakan oleh Bandura, teori pembelajaran sosial memiliki beberapa prinsip umum sebagai berikut : Pembelajaran merupakan proses kognitif dalam konteks sosial. Pembelajaran dapat terjadi melalui pengamatan perilaku dan pengamatan konsekuensi perilaku. Pembelajaran meliputi observasi, ekstraksi informasi dari observasi yang dilakukan, dan membuat keputusan tentang penampilan perilaku. Karena itu, pembelajaran dapat terjadi tanpa perlu adanya perubahan dalam perilaku. Penguatan atau peneguhan memainkan sebuah peran dalam pembelajaran tetapi peneguhan ini tidak bertanggung jawab terhadap pembelajaran secara keseluruhan. Pelajar bukanlah penerima informasi yang bersifat pasif. Kognisi, lingkungan, dan perilaku saling mempengaruhi satu sama lain. KONSEP Dalam teori pembelajaran sosial, Albert Bandura sepakat dengan teori pembelajaran kaum behaviorisme seperti teori classical conditioning dan teori operant conditioning atau teori operant conditioning B.F Skinner. Kesepakatan ini kemudian ditambahkan oleh Bandura dengan gagasan lainnya yaitu perilaku dipelajari dari lingkungan melalui proses pembelajaran observasi dan proses mediasi terjadi antara stimulus dan tanggapan. 1. Pembelajaran melalui observasi atau pengamatan Terdiri dari beberapa bagian yaitu menemukan perilaku baru, menerima perilaku baru itu, dan peniruan oleh pengamat. 2. Proses Pemodelan Attention atau perhatian, Tahap pertama yang harus dilakukan dalam proses pemodelan adalah memberikan perhatian pada model. Dari berbagai hasil studi menunjukkan bahwa kesadaraan tentang apa yang dipelajari dan mekanisme penguatan atau peneguhan dapat meningkatkan hasil pembelajaran. Retention atau pengingatan Tahap kedua adalah pengingatan yang mengacu pada kesanggupan pengamat untuk mengingat perilaku yang telah diamati. Reproduction atau reproduksi Tahap ketiga yaitu reproduksi mengacu pada kemampuan dan kesiapan untuk menampilkan perilaku yang ditampilkan oleh model. Dalam artian, pengamat harus dapat mereplikasi perilaku karena jika tidak dapat menjadi sebuah masalah bagi seorang pengamat yang tidak siap untuk mereplikasi perilaku yang telah dipelajari. Motivation atau motivasi Tahap kempat dalam proses pemodelan adalah motivasi. Keputusan pengamat untuk menampilkan perilaku yang telah dipelajari bergantung pada motivasi dan harapan pengamat serta berbagai konsekuensi yang telah diantisipasi sebelumnya dan standar-standar internal. KELEMAHAN Teori pembelajaran sosial dipandang tidak dapat digunakan untuk menjelaskan seluruh perilaku. Khususnya ketika tidak adanya model peran dalam hidup individu untuk meniru perilaku yang diberikan. Teori pembelajaran sosial dipandang memiliki keterbatasan untuk menggambarkan perilaku mengingat perilaku sangat dipengaruhi oleh lingkungan.