Makalah Penyulit Kala II Persalinan Kala II Memanjang Tugas ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Asuhan Persalinan Patofisiologi Yang Dibimbing Oleh Rismaina, M. Keb Disusun Oleh: Kelas B Meilita Listiani (175070601111008) Yulia Dwi Azizah (175070601111012) Fara Nadya P.D (175070601111017) PROGRAM STUDI KEBIDANAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2019 Kata Pengantar Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah tentang Kala II Memanjang ini dengan baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya. Dan juga penyusun berterima kasih pada Ibu Rismaina, M.Keb selaku Dosen mata kuliah Asuhan Persalinan Patofisiologi Universitas Brawijaya yang telah memberikan bimbingan kepada penyusun. Penyusun sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan mengenai Kala II Memanjang. Penyusun juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penyusun berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan makalah yang telah penyusun buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi penyusun maupun orang yang membacanya. Sebelumnya penyusun mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan penyusun memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan. Malang, 21 Agustus 2019 Penyusun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Derajat kesehatan suatu negara ditentukan oleh beberapa indikator, salah satu indikator tersebut adalah Angka Kematian Ibu (AKI). Menurut data WHO, sebanyak 99% kematian ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran terjadi di negara-negara berkembang. Partus lama rata-rata di dunia menyebabkan kematian ibu sebesar 8% dan di Indonesia sebesar 9% (Joseph, 2010). Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menunjukkan angka kematian ibu mengalami peningkatan dari 228 kematian per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 menjadi 359 kematian per 100.000 kelahiran hidup (BKKBN, 2013). Penyebab utama AKI berupa perdarahan postpartum 20%, eklamsia 32%, perdarahan antepartum 3%, abortus 4%, partus lama 1%, komplikasi puerpurium 31%, kelainan amnion 2%, dan lain-lain 7% (Depkes RI, 20013). Partus lama pada umumnya disebabkan oleh kelainan dari tiga aspek seperti kelainan tenaga (kelainan his), kelainan janin, serta kelainan jalan lahir (Kusumawati, 2006). Pada prinsipnya proses persalinan merupakan hal yang fisiologis namun masih banyak persalinan yang disertai dengan komplikasi atau penyulit. Menurut Strategi nasional Making Pregnancy Safer (MPS) Indonesia 2001-2010 disebutkan dimana target penanganan kasus obstetri minimal 12% dari jumlah ibu hamil atau sekitar 60% dari total kasus komplikasi obstetri (Senewee, 2004). Komplikasi obstetri sangat berpengaruh terhadap Angka Kematian Ibu (AKI) diantaranya partus lama (kala II lama). Persalinan kala II memanjang (prolonged expulsive phase) atau di sebut juga partus tidak maju adalah suatu persalinan dengan his yang adekuat namun tidak menunjukan kemajuan pada pembukaan serviks, turunnya kepala dan putaran paksi selama 2 jam terakhir. Persalinan kala II memanjang merupakan fase terakhir dari suatu partus yang macet dan berlangsung terlalu lama sehingga timbul gejalagejala seperti dehidrasi, infeksi, kelelahan ibu serta asfiksia dan kematian janin dalam kandungan (IUFD) (Harjono, 2011). Mengingat dampak yang ditimbulkan oleh partus lama, maka yang terpenting disini adalah penatalaksanaan yang baik sehingga angka morbiditas dan mortalitas baik pada ibu maupun bayi dapat diturunkan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.28 Tahun 2017 mengenai Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan dijelaskan dalam pasal 19 ayat 2 bahwa bidan memiliki wewenang dalam pelayanan persalinan normal dan dalam ayat 3 dijelaskan bahwa bidan berwenang menangani kegawatdaruratan dilanjutkan dengan perujukan. Seperti halnya dalam kasus kala II memanjang, bidan hanya berwenang mengidentifikasi penyimpangan yang terjadi selama persalinan dan melakukan penanganan yang tepat termasuk merujuk ke fasilitaas pelayanan kesehatan yang tepat. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan pada tenaga kesehatan merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh untuk menurunkan kejadian partus lama. Sebagai seorang bidan, kita harus mengetahui sejauh mana peran kita dalam menangani partus lama khususnya kala II memanjang. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apa definisi dari Kala II memanjang? 2. Apa etiologi, diagnosa, gejala klinik, dan komplikasi pada Kala II memanjang? 3. Bagaimana mekanisme yang terjadi pada Kala II memanjang? 4. Bagaimana penatalaksanaan yang dilakukan pada Kala II memanjang, baik di BPM, Puskesmas maupun Rumah sakit? 5. Bagaiman sistem rujukan yang dilakukan pada Kala II memanjang? 1.3 Tujuan 1. Memahami definisi dari Kala II memanjang 2. Memahami etiologi, diagnosa, gejala klinik, dan komplikasi pada Kala II memanjang 3. Memahami mekanisme yang terjadi pada Kala II memanjang 4. Memahami penatalaksanaan yang dilakukan pada Kala II memanjang, baik di BPM, Puskesmas maupun Rumah sakit 5. Memahami sistem rujukan yang dilakukan pada Kala II memanjang 1.4 Manfaat Makalah ini diharapkan mampu memberikan penjelasan serta tambahan pengetahuan dan wawasan mengenai Penyulit Persalinan Pada Kala II yaitu Kala II Memanjang. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Partus lama adalah waktu persalinan yang memanjang karena kemajuan persalinan yang terhambat. Partus lama juga merupakan perlambatan kecepatan dilatasi serviks atau penurunan janin. Kala II lama disebut juga dengan kala II memanjang, yaitu tidak ada kemajuan penurunan bagian terendah janin pada persalinan kala II dengan batasan waktu maksimal 1 jam untuk nulipara dan ½ jam untuk multipara (Leveno, 2009). Menurut American Congress of Obstetricians and Gynecologists, kala II lama didefinisikan sebagai tidak adanya kemajuan pada kala II dengan batasan waktu dilakukan pimpinan persalinan sebagai berikut: persalinan dengan anestesi epidural pada nullipara yang berlangsung lebih 3 jam dan multipara berlangsung lebih 2 jam, sedangkan untuk persalinan tanpa anestesi epidural, nullipara berlangsung lebih 2 jam dan multipara berlangsung 1 jam (Ness, 2005). Persalinan kala II memanjang (prolonged expulsive phase) atau disebut juga partus tak maju adalah suatu persalinan dengan his yang adekuat namun tidak menunjukkan kemajuan pada pembukaan serviks, turunnya kepala dan putaran paksi selama 2 jam terakhir. Biasanya persalinan pada primitua dapat terjadi lebih lama (widyastuti,2010). Menurut Harjono, persalinan kala II memanjang merupakan fase terakhir dari suatu partus yang macet dan berlangsung terlalu lama sehingga timbul gejala – gejala seperti dehidrasi, infeksi, kelelahan ibu serta asfiksia dan kematian janin dalam kandungan (IUFD). ( Harjono, 2011) 2.2 Etiologi Pada prinsipnya, sebab-sebab kala II lama dapat dibagi menjadi: a. Kelainan tenaga (kelainan his) His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan kerintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan, tidak dapat diatasi sehingga persalinan mengalami hambatan atau kemacetan. 1) Inersia Uteri Disini his bersifat biasa dalam arti bahwa fundus berkontraksi lebih kuat dan lebih dahulu pada bagian lainnya. Selama ketuban masih utuh umumnya tidak berbahaya bagi ibu maupun janin kecuali jika persalinan berlangsung terlalu lama. 2) Incoordinate Uterine Action Disini sifat his berubah, tonus otot uterus meningkat, juga di luar his dan kontraksinya berlansung seperti biasa karena tidak ada sinkronisasi antara kontraksi. Tidak adanya koordinasi antara bagian atas, tengah dan bagian bawah menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan pembukaan. Tonus otot yang menaik menyebabkan nyeri yang lebih keras dan lama bagi ibu dan dapat pula menyebabkan hipoksia janin. (Prawirohardjo, 2010). Kelainan his adalah his yang tidak normal, baik kekuatan maupun sifatnya, sehingga menghambat kelancaran persalinan. (Nugraheny, 2009) b. Kelainan janin Persalinan dapat mengalami gangguan atau kemacetan karena kelainan dalam letak atau dalam bentuk janin. (Prawirohardjo, 2010) Menurut Mochtar (2013) kelainan janin yang mengakibatkan kemacetan pada persalinan, yaitu: 1) Kelainan letak yaitu kelainan pada letak kepala (letak defleksi, letak belakang kepala UUK melingtang, dan letak tulang ubun- ubun), letak sungsang, letak lintang (transverse lie), dan presentasi rangkap atau ganda. 2) Kelainan bentuk yaitu kelainan pada pertumbuhan janin yang berlebihan (lebih dari 4000 gram), hidrosefalus, monster (kembar siam, akardiakus, dan anensefalus), dan janin dengan perut besar. 3) Tali pusat yang menumbung. c. Kelainan jalan lahir. Kelainan dalam ukuran atau bentuk jalan lahir bisa menghalangi kemajuan persalinan atau menyebabkan kemacetan. (Prawirohardjo, 2010). Disproporsi Fetopelvik adalah ketidakmampuan janin untuk melewati panggul secara absolut dimana janin sama sekali tidak akan selamat dengan melewati jalan lahir dan secara relatif apabila dipengaruhi oleh factor-faktor lain. (Oxorn, 2010). Kesempitan panggul dibagi menjadi 4 macam, yaitu: 1) Kesempitan pintu atas panggul 2) Kesempitan bidang tengah panggul 3) Kesempitan pintu bawah panggul 4) Kombinasi kesempitan pintu atas panggul, bidang tengah panggul, dan pintu bawah panggul. (Fauziyah, 2012) Selain itu, terdapat juga kelainan jalan lahir lunak, yaitu: 1) Kelainan distosia seviks uteri yang terdiri dari serviks kaku, serviks gantung, serviks konglumer dan edema serviks. 2) Kelainan di vagina dan selaput dara. 3) Kelainan jaringan lunak lainnya tumor jalan lahir dan kandung kemih) juga dapat menghalangi lancarnya persalinan. (Mochtar, 2013) d. Faktor Lain 1) Faktor Penolong Menurut Rukiyah (2009) factor penolong diakibatkan pertolongan yang salah dalam manajemen persalinan yaitu : a) Salah pimpin b) Manipulasi (Kristeler) c) Pemberian uterotonika yang kurang pada tempatnya 2) Faktor psikologis Suatu proses persalinan merupakan pengalaman fisik sekaligus emosional yang luar biasa bagi seorang wanita. Aspek psikologis tidak dapat dipisahkan dari aspek fisik satu sama lain. Bagi wanita kebanyakan proses persalinan membuat mereka takut dan cemas. Ketakutan dan kecemasan inilah yang dapat menghambat suatu proses persalinan. Dengan persiapan antenatal yang baik, diharapkan wanita dapat melahirkan dengan mudah, tanpa rasa nyeri dan dapat menikmati proses kelahiran bayinya. (Diponegoro, 2009) 2.3 Diagnosis Menurut American College of Obtetricians and Gynecologist, untuk menegakkan diagnosis kala II lama, wanita harus berada dalam fase kala II persalinan, dimana fase kala aktif telah selesai yang ditandai dengan pembukaan lengkap. Kala II lama (Prolonged Second Stage) diartikan sebagai memanjangnya waktu kala II dimana pada primigravida berlangsung lebih dari 2 jam dan pada multipara berlangsung lebih dari 1 jam (Leveno, 2009). Selain itu beberapa hal berikut dapat mendukung diagnosa kala II memanjang yakni: a. Janin tidak lahir setelah 1 jam pada multigravida dan 2 jam pada primigravida dipimpin mengedan sejak pembukaan lengkap. b. Ibu tampak kelelahan dan lemah. c. Kontraksi tidak teratur tetapi kuat. d. Dilatasi serviks lambat atau tidak terjadi. e. Tidak terjadi penurunan bagian terbawah janin, walaupun kontraksiadekuat. f. Molding-sutura tumpang tindih dan tidak dapat diperbaiki (partograf++) g. Lingkaran retraksi patologis (lingkaran Bandl) timbul nyeri di bawahlingkaran Bandl merupakan tanda akan terjadi ruptura uteri.Tidakadanya his dan syok yang tiba-tiba merupakan tanda ruptura uteri.(Wiknjosastro, 2010) h. Kandung kencing ibu penuh. Kandung kencing yang penuh dapatmenahan turunnya janin dan menyebabkan persalinan lama. Pasiendalam persalinan seharusnya sering kencing(Wiknjosastro, 2010) Pemeriksaan secara umum untuk penegakan diagnosa kala 2 memanjang adalah : 1.Anamnesis Menanyakan usia,riwayat kesehatan lalu, kehamilan yang lalu dan mennanyakan persaan ibu menghadapi persalinan. Riwayat hamil,persalinan, serta nifas penting dikaji apakah ada faktor penyebab terjadinya persalinan kala 2 memanjang. 2.Pemeriksaan fisik: a. dilihat keadaan umum pasien secara keseluruhan). Pada kasus ibu bersalin dengan kala II lama keadaan ibu lemah (Purwaningsih dan Fatmawati, 2010. Kesadaran Untuk mendapatkan gambaran tentang kesadaran pasien, kita dapat melakukan pengkajian derajat kesadaran pasien dari keadaan composmentis (kesadaran maksimal) sampai dengan koma (Sulistyawati dan Nugraheny, 2010). Pada kasus ibu bersalin dengan kala II lama kesadaran ibu cukup (Purwaningsih dan Fatmawati, 2010). b. Pada pemeriksaan abdomen, Inpeksi meliputi pemeriksaanlukabekasoperasi,pembesaran perut,lineanigra,strie gravidarum. Palpasi meliputi pemeriksaan kontraksi, tinggi fundus uteri, letak, presentasi, penurunan kepala. Auskultasi meliputi pemeriksaandenyut jantung janin (DJJ) untukmemastikan bahwa janin hidup atau mati (Astuti,2012). Pada kasus kala II lama pemeriksaan denyut jantung janin (DJJ) berubah menjadi cepat/tidak teratur (Purwaningsih dan Fatmawati, 2010). c. Pada pemeriksaan Genetalia (a) Vulva, vagina, perineum Untuk mengetahui adakah varices,luka,kemerahan, pengeluaran pervaginam, kelenjarbartholini (bengkak, massa) atau tidak (Astuti, 2012). Pada kasus ibu bersalin dengan kala II lama pada saat pemeriksaan dalam dijumpai infeksi intrauterine (cairan ketuban berbau, tampak bercampur mekonium, dan edema vulva), ada caput sucsedaneum (Purwaningsih dan Fatmawati, 2010). 2.4 Gejala Klinik Menurut Purwaningsih dan Fatmawati (2010), gejala klinik pada partus lama yaitu: 1. Pada Ibu a. Gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat, pernapasan cepat, dan meteorismus. b. Di daerah lokal sering dijumpai edema vulva, edema serviks, cairan ketuban berbau, terdapat mekonium. 2. Pada Janin a. Denyut jantung janin cepat/tidak teratur, air ketuban terdapat mekonium, kental kehijau-hijauan, berbau. b. Kaput suksedaneum yang membesar. c. Moulage kepala yang hebat. d. Kematian janin dalam kandungan. e. Kematian janin intrapartum. Menurut Manuaba (2010) gejala utama partus lama adalah: 1). Dehidrasi 2). Tanda infeksi (suhu tinggi, nadi dan pernafasan cepat, abdomen meteorismus). 3). Pada pemeriksaan abdomen terdapat meteorismus, lingkaran Bundle tinggi, nyeri segmen bawah rahim. 4). Pada pemeriksaan lokal vulva vagina terdapat edema vulva, cairan ketuban berbau, cairan ketuban bercampur mekonium. 5). Pada pemeriksaan dalam terdapat edema serviks, bagian terendah sulit didorong ke atas, terdapat kaput pada bagian terendah. 6). Keadaan janin dalam rahim mengalami asfiksia sampai terjadi kematian. 7). Akhir dari partus lama adalah rupture uteri imminens sampai rupture uteri atau kematian karena perdarahan atau infeksi. 2.5 Komplikasi Komplikasi pada persalinan dengan kala II lama dapat terjadi pada ibu maupun pada bayi. Pada kala II lama dapat terjadi infeksi sampai sepsis. Infeksi adalah bahaya serius yang mengancam ibu dan janinnya, terutama bila disertai pecahnya ketuban. Bakteri didalam cairan amnion menembus amnion dan menginvasi desidua serta pembuluhkorion sehingga terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu dan janin.Selain itu dapat terjadi dehidrasi, syok, kegagalan fungsi organ-organ, robekan jalan lahir, ruptur uteri (Depkes RI, 2008). Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya serius selama partus lama, terutama pada wanita dengan paritas tinggi dan pada mereka dengan riwayat bedah sesar. Robekan serta pembentukan fistula pada buli-buli, vagina, uterus dan rektum. Apabila bagian terbawah janin menekan kuat ke pintu atas panggul tetapi tidak maju untuk jangka waktu yang cukup lama, bagian jalan lahir yang terletak di antaranya dan dinding panggul dapat mengalami tekanan berlebihan. Karena gangguan sirkulasi, maka dapat terjadi nekrosis yang akan jelas dalam beberapa hari setelah melahirkan dengan munculnya fistula vesikovaginal, vesikoservikal, atau rektovaginal. Umumnya nekrosis akibat penekanan ini terjadi setelah persalinan kala dua yang sangat berkepanjangan (Prawihardjo, 2009). Menurut Myles & Santolaya(2003), kala II lama menimbulkan terjadinya morbiditas maternal yang meliputi laserasi jalan lahir, dan pendarahan postpartum sebanding dengan lama kala II berlangsung. Selain itu, prosedur tindakan bedah obstetri meningkat sesuai dengan lama dari kala II. Brown et al(2011) menemukan bahwa ibu dengan kala II lama memiliki resiko 1,4 kali terjadinya inkontinesia urine dibandingkan ibu yang tidak mengalami kala II lama dalam 3 bulan postpartum. Komplikasi yang terjadi pada janin akibat kala II lama adalah gawat janin dalam rahim sampai meninggal. Selain itu,dapat terjadi kelahiran janin dalam asfiksia berat sehingga menimbulkan cacat otak menetap. Trauma persalinan merupakan akibat lain dari persalinan kala II lama yang dibantu dengantindakan operatif per vaginam. Trauma tersebut meliputi eksoriasi kulit, sefalhematom, perdarahan subgaleal, ikterus neonatorum berat, dan nekrosis kepala yang akan diikuti alopesia di kemudian hari. Selain itu dapat terjadi patah tulang dada, lengan, kaki, kepala karena pertolongan persalinan dengan tindakan (Prawirohardjo, 2009) 2.6 Mekanisme Pada awal persalinan, uterus akan menghasilkan energi untuk berkontraksi dan berelaksasi. Kondisi metabolik ini dapat berlangsung jika energi ibu cukup, dan aktivitas ini dipertahankan selama berjam-jam. Namun jika kondisi ini berlangsung terlalu lama, akan menyebabkan patologi pada uterus. Pertama-tama, akan timbul gangguan emosi dan kelelahan pada ibu yang mengakibatkan cadangan glikogen pada uterus akan berkurang, sehingga ATP yang dihasilkan juga akan berkurang. Selain itu juga dapat terjadi acidifikasi karena timbunan asam laktat untuk memenuhi kebutuhan ATP. Timbunan asam laktat ini bisa mengurangi kemampuan uterus untuk berkontraksi. Kontraksi yang terus menerus pada miometrium yang mengalami deplesi energi dan hipoksia akan mengakibatkan ruptur uteri (Syakurah, 2011). 2.6 Patofisiologi 2.7 Penatalaksanaan Menurut Sarwono (2012) penatalaksanaan pada kala II memanjang meliputi: a. Memberikan rehidrasi pada ibu. b. Berikan antibiotika. c. Rujukan segera. d. Bayi harus dilahirkan. e. Selalu bertindak aseptik. f. Perhatikan perawatan kandung kencing. Prasyarat a. Bidan dipanggil jika ibu sudah mulai mulas/ketuhan pecah b. Bidan sudah dilatih dengan tepat dan terampil untuk: 1) Menggunakan partograf dan catatan persalinan. 2) Melakukan periksa dalam secara baik. 3) Mengenali hal-hal yang menyebabkan partus lama/macel. 4) Mengidentifikasi presentasi abnormal (selain verteks/presentasi belakang Kepala) dan kehamilan. 5) Penatalaksanaan penting yang tepat untuk partus lama dan partus macet c. Tersedianya alat untuk pertolongan persalinan DTT termasuk beberapa pasang sarung tangan dan kateter DTT/steril. d. Tersedianya perlengkapan untuk pertolongan persalinan yang bersih dan aman, seperti air bersih yang mengalir, sabun dan handuk bersih, dua handuk/kain hangat yang bersih (satu untuk mengeringkan bayi, yang lain untuk dipakai kemudian), pembaut wanita dan tempat untuk plasenta. Bidan menggunakan sarung tangan. e. Tersedianya partograf dan Kartu Ibu, Buku KIA. Partograf digunakan dengan tepat untuk setiap ibu dalam proses persalinan, semua perawatan dan pengamatan dicatat tepat waktu. Tindakan tepat diambil sesuai dengan temuan yang dicatat pada partograf. (Manuaba, 2010). Proses Bidan harus: a. Memantau dan mencatat secara berkala keadaan ibu dan janin, his dan kemajuan persalinan pada partograf dan catatan persalinan. Lengkapi semua komponen pada partograf dengan cermat pada saat pengamatan dilakukan. b. Jika terdapat penyimpangan dalam kemajuan persalinan (misalnya garis waspada pada partograf tercapai, his terlalu kuat/cepat/lemah sekali, nadi melemah dan cepat, atau DJJ menjadi cepat/tidak teratur/lambat), maka lakukan palpasi uterus dengan teliti untuk mendeteksi gejala-gejala dan tanda lingkaran retraksi patologis/lingkaran Bandl c. Jaga agar ibu mendapat hidrasi yang baik selama proses persalinan, anjurkan ibu agar sering minum. d. Menganjurkan ibu untuk berjalan-jalan, dan merubah posisi selama proses persalinan dan kelahiran. Jangan biarkan ibu berbaring terlentang selama proses persalinan dan kelahiran. e. Minta ibu sering buang air kecil selama proses persalinan (sedikitnya setiap 2 jam). Kandung kemih yang penuh akan memperlambat penurunan bayi dan membuat ibu tidak nyaman. Pakailah kateter hanya bila ibu tidak bisa kencing sendiri dan kandung kemih dapat dipalpasi. Hanya gunakan kateter dan karet. (Hati-hati bila memasang kateter, sebab uretra mudah terluka pada partus lama/macet). f. Amati tanda-tanda partus macet dan lama dengan melakukan palpasi abdomen, manual penurunan janin, dan periksa dalam, menilai penyusupan janin, dan prabukaan serviks paling sedikit setiap 4 jam selama fase laten dan aktif persalinan. Catat semua temuan pada partograf. Lihat standar 9 untuk melihat semua pengamatan yang diperlukan untuk partograf. g. Selalu amati tanda-tanda gawat ibu atau gawat janin, rujuk dengan cepat dan tepat jika hal ini terjadi. h. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir kemudian keringkan hingga betul-betul kering dengan handuk bersih setiap kali sebelum dan sesudah melakukan kontak dengan pasien. (Kuku harus dipotong pendek dan bersih. Gunakan sarung tangan DTT/steril untuk semua periksa dalam. Selalu menggunakan tehnik aseptik pada saat melakukan periksa dalam. Periksa dengan teliti vagina dan kondisinya (jika vagina panas/gejala infeksi dan kering/gejala ketuban minimal, maka menunjukkan ibu dalam keadaan bahaya). Periksa juga letak janin, pembukaan serviks serta apakah serviks tipis, tegang atau mengalami edema. Coba untuk menentukan posisi dan derajat penurunan kepala. Jika ada kelainan atau bila garis waspada pada partograf melewati persiapkan rujukan yang tepat. 1) Rujuk dengan tepat untuk fase laten persalinan yang memanjang (0-4 cm): berlangsung lebih dari 8 jam. 2) Rujuk dengan tepat untuk fase aktif persalinan yang memanjang, pembukaan kurang dari 1 cm/jam dan garis waspada pada partograf telah dilewati 3) Rujuk dengan tepat untuk kala II persalinan yang memanjang: — 2 jam meneran untuk primipara — i. 1 jam meneran untuk multipara Jika ada tanda dan gejala persalinan macet, gawat janin, atau tanda bahaya pada ibu, maka ibu dibaringkan miring ke sisi kiri dan berikan cairan IV (Ringer Laktat). Rujuk segera ke rumah sakit. Dampingi iu untuk menjaga agar keadaan ibu tetap baik. Jelaskan kepada ibu, suami/keluarganya apa yang terjadi dan mengapa ibu perlu dibawa ke rumah sakit. j. Jika dicurigai adanya ruptura uteri (his tiba-tiba berhenti atau syok berat), maka rujuk segera. Berikan antibiotika dan cairan IV (Ringer Laktat), biasanya diberikan ampisilin 1 gr IM, diikuti pemberian 500 mg setiap 6 jam secara IM, lalu 500 mg per oral setiap 6 jam setelah bayi lahir. k. Bila kondisi ibu/bayi buruk dan pembukaan serviks sudah lengkap, maka bantu kelahiran bayi dengan ekstraksi vakum (lihat Standar 19). l. Bila keterlambatan terjadi sesudah kepala lahir (distosia bahu): 1) Lakukan episiotomi 2) Dengan ibu dalam posisi berbaring terlentang, minta ibu melipat kedua paha, dan menekuk lutut ke arah dada sedekat mungkin. (Minta dua orang untuk membantu (mungkin suami atau anggota keluarga lainnya) untuk menekan lutut ibu dengan mantap ke arah dada. (Manuver Mc Robert) 3) Gunakan sarung tangan DTT/steril 4) Lakukan tarikan kepada curam ke bawah untuk melahirkan bahu depan. Hindarkan tarikan berlebihan pada kepala karena mungkin akan melukai bayi. 5) Pada saat melakukan tarikan pada kepala, minta seseorang untuk melakukan tekanan suprapubis ke bawah untuk membantu kelahiran bahu. Jangan pernah melakukan dorongan pada fundus! Pemberian dorongan pada fundus nantinya akan dapat mempengaruhi bahu lebih jauh dan menyebabkan ruptura uteri. 6) Jika bahu tetap tidak lahir — Dengan menggunakan sarung tangan DTT/steril, masukkan satu tangan ke dalam vagina. — Berikan tekanan pada bahu anterior ke arah sternum bayi untuk mengurangi diameter bahu. 7) Kemudian jika bahu masih tetap tidak lahir — Masukkan satu tangan ke dalam vagina. — Pegang tulang lengan atas yang berada pada posisi posterior, lengan fleksi di bagian siku, tempatkan lengan melintang di dada. Cara ini akan memberikan ruang untuk bahu anterior bergerak di bawah simfisis pubis. — Mematahkanclavicula bayi hanya dilakukan jika semua pilihan lain telah gagal. m. Isi partograf, kartu ibu, dan catatan kemajuan persalinan dengan lengkap dan menyeuruh. Jika ibu dirujuk ke rumah sakit atau puskesmas kirimkan satu copy partograf ibu dan dokumen lain bersama ibu. (Wiknjosastro, 2010) 2.8 Sistem Rujukan Berdasarkan Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 369/MENKES/SK/2007 tentang Standar Profesi Bidan dijelaskan bahwa salah satu kompetensi bidan dalam asuhan persalinan dan kelahiran adalah bidan harus memiliki pengetahuan dasar mengenai indikator komplikasi persalinan seperti perdarahan, partus macet, kelainan presentasi, eklamsia kelelahan ibu, gawat janin, infeksi, ketuban pecah dini tanpa infeksi, distosia karena inersia uteri primer, post term dan pre term serta tali pusat menumbung. Selain itu bidan juga harus memiliki keterampilan dasar dalam melakukan pemeriksaan abdomen secara lengkap untuk posisi dan penurunan janin, mencatat waktu dan mengkaji kontraksi uterus (lama, kekuatan dan frekuensi), melakukan pemeriksaan panggul (pemeriksaan dalam) secara lengkap dan akurat meliputi pembukaan, penurunan, bagian terendah, presentasi, posisi keadaan ketuban, dan proporsi panggul dengan bayi, melakukan pemantauan kemajuan persalinan dengan menggunakan partograph, mengidentifikasi secara dini kemungkinan pola persalinan abnormal dan kegawat daruratan dengan intervensi yang sesuai dan atau melakukan rujukan dengan tepat waktu. Kewenangan bidan yang tertulis pada pasal 25 ayat (2) huruf b Keputusan Menteri Republik Indonesia Nomor 900 /MENKES/SK /VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan, yaitu bidan dapat merujuk kasus yang tidak dapat ditangani. Rujukan terhadap kasus yang tidak dapat ditangani atau diluar kewenangan bidan ditujukan kepada dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan. Menurut lingkup pelayanannya, sistem rujukan dibagi menjadi dua yaitu: 1. Rujukan medik Pelimpahan tanggung jawab secara timbal balik atas kasus yang timbul baik secara vertikal maupun horizontal kepada yang lebih berwenang dan mampu menangani secara rasional. Jenis rujukan medik antara lain: - Transfer of patient: Konsultasi penderita untuk keperluan diagnosis, pengobatan, tindakan operatif dan lainlain. -Transfer of specimen: Pengiriman bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboraturium yang lebih lengkap. - Transfer of knowledge/personal. 2. Rujukan kesehatan Adalah rujukan yang menyangkut masalah kesehatan masayarakat yang bersifat preventif dan promotif. Dalam kasus kala II memanjang sistem rujukan yang dilakukan adalah rujukan medik dimana terdapat pelimpahan tanggung jawab secara vertikal maupun horizontal yaitu dari bidan kepada pihak puskesmas maupun rumah sakit yang lebih berwenang dan mampu menangani masalah kala II memanjang, mengingat bidan tidak memiliki wewenang dalam penanganan kasus kegawatdaruratan. Rujukan dalam kondisi optimal dan tepat waktu ke fasilitas rujukan atau fasilitas yang memiliki sarana lebih lengkap, diharapkan mampu menyelamatkan jiwa para ibu dan bayi. Sangat sulit untuk menduga kapan penyulit akan terjadi sehingga kesiapan untuk merujuk ibu ke fasilitas kesehatan rujukan secara optimal dan tepat waktu menjadi syarat bagi keberhasilan upaya penyelamatan. Rujukan tepat waktu merupakan asuhan sayang ibu dalam mendukung keselamatan ibu dan bayi. Pada kala II persalinan, kita tidak dapat menduga penyulit apa yang terjadi. Oleh karena itu kita harus selalu waspada dalam memantau kondisi ibu dan janinnya. Keadaan pada kala II persalinan yang memerlukan rujukan ke fasilitas yang lebih lengkap adalah jika pada ibu ditemukan diantaranya tanda dan gejala syok, infeksi, inersia uteri. Selain itu rujukan dilakukan jika ditemukan gawat janin, kepala bayi tidak turun, cairan ketuban bercampur mekonium pada presentasi kepala, tanda-tanda distosia bahu, tali pusat menumbung, dan kehamilan kembar tak terdeksi. Jika terjadi kondisi-kondisi tersebut maka hendaknya seorang bidan harus segera melakukan rujukan dengan tepat ke Rumah Sakit dengan fasilitas yang lebih memadai. Menurut Kemenkes (2013), ada beberapa penilaian yang sebelumnya harus dilakukan sebelum seseorang melakukan perujukan, beberapa kriteria diantaranya yaitu: a. Partus macet pada fase deselerasi memanjang pada nulipara berlangsung >3 jam dan multipara berlangsung >1 jam b. Terhentinya pembukaan (dilatasi) pada nulipara >2 jam dan multipara >2 jam c. Terhentinya penurunan bagian terendah pada nulipara sekitar >1 jam dan pada multipara >1 jam d. Kegagalan penurunan bagian terendah pada nulipara tidak ada penurunan pada fase deselerasi atau kala 2, pada multipara juga tidak ada penurunan pada fase deselerasi atau kala 2 Tahapan Merujuk Pasien 1. Menentukan kegawatdaruratan penderita 2. Menentukan tempat rujukan 3. Memberikan informasi kepada penderita dan keluarga 4. Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju Memberitahu bahwa ada penderita yang dirujuk Meminta petunjuk apa yang perlu dilakukan dalam rangka persiapan dan selama dalam perjalanan ke tempat rujukan. Meminta petunjuk dan cara penanganan untuk menolong penderita bila penderita tidak mungkin dikirim Tata Cara Merujuk Kala II Memanjang 1. Pasien berbaring sedikit miring dan meneran sesuai instruksi penolong 2. Pasang infus dan bila tidak ada kontraindikasi berikan tokolitik (bricasma ampul) atau 3 tablet nifedipine 10 mg peroral. 3. Bila terdapat gawat janin, berikan oksigen dalam sungkup dengan kecepatan 5L O2 /menit. BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primipara, dan lebih dari 18 jam pada multipara. Bila persalinan berlangsung lama maka dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi baik pada terhadap ibu maupun terhadap bayi misalnya infeksi intrapartum dan ruptur uteri hingga kematian. Salah satu penyebabnya adalah kelainan letak dan pimpinan partus yang salah. Adapun gejala dari partus lama ini yang berdampak pada ibu adalah ibu mengalami gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat, pernafasan cepat, dan meteorismus, sering dijumpai lingkaran Bandle tinggi, edema vulva, edema serviks, cairan ketuban berbau. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan oleh bidan adalah tetap melakukan asuhan sayang ibu, melakukan mekanisme kala II persalinan dan jika tidak dapat diatasi, harus segera dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih memadai, misalnya di puskesmas dan rumah sakit untuk dilakukan tindakan lebih lanjut seperti vacum dan sectio secaria. 3.2 Saran Bidan, sebagai seorang tenaga kesehatan/ sahabat perempuan sebaiknya mampu mendeteksi secara dini status kehamilan seseorang apakah seorang wanita mengalami proses persalinan yang fisiologis atau patologis, yang nantinya diharapkan bidan mampu memberikan penatalaksaan yang tepat pada saat persalinan agar mengurangi kesakitan pada ibu bersalin maupun bayinya. Dan bagi ibu hamil sebaiknya memeriksakan kehamilannya dengan rutin atau dengan memenuhi standar minimal ANC agar deteksi secara dini dapat dilakukan dan diatasi. DAFTAR PUSTAKA Astuti, H, P. 2010. AsuhanKebidananIbu I (Kehamilan). Yogyakarta :Rohima. Purwaningsih, W. Fatmawati, S. 2010. AsuhanKeperawatanMaternitas. Yogyakarta :Nuha Medika. Mochtar, Rustam. (2013). Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Patologi edisi 2. EGC : Jakarta. Prawirohardjo, S. 2010. IlmuKebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjdo. Wiknjosastro. 2010. Buku panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Edisi 1. Cet. 12. Jakarta : Bina Pustaka.. Widyastuti. 2010. Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin. Yogyakarta: fitramaya. Rukiyah, AI.Y, et al. 2010. Asuhan Kebidanan IV (Patologi). Jakarta: TIM Oxorn H. 2003. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan Human of Labor and Birth. Jakarta: Yayasan Essentia Medica Prawirohardjo S. 2009. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo. Leveno KJ, Cunnigham FG, Gant NF, et al. 2009. Obstetri Williams: Panduan Ringkas. Jakarta: EGC. Ness A, Golberg J, Berghella, Vicenzo. 2005. Abnormalities of the first and second stages of labor. J Obstet Gynecol Clin. 32: 201-20. Nugraheny, Esti. 2009. Asuhan Kebidanan Pathologi : Buku Ilmu Kebidanan. Pustaka Rihana : Yogyakarta. Manuaba, et al. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta: EGC. Depkes RI. 2008. Pedoman PenyelenggaraanPelayanan Obstetri Neonatal EmergensiKomprehensif (PONEK)24 jam di Rumah Sakit. Jakarta:Bakti Husada. Prawirohardjo S. 2009. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo. Myles, Thomas D, Santolaya, Joaquin. 2003. Maternal and neonatal outcomes in patients with a prolonged second stage of labor. JObstet Gynecol Amer.102(1):52-8. Brown SJ, Gartland D, Donath S, MacArthurc C. 2011. Effects of prolonged second stage, method of birth, timing of cesarean section and other obstetric risk factors on postnatal urinary incontinence: an australian nulliparous cohort study. Intern J Obstet Gynaec. 118(8):991-1000. Prawirohardjo S. 2009. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo.