Uploaded by dvftrynt

H09lfs

advertisement
ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENYULINGAN
MINYAK NILAM (Patchouli Oil)
PT PERKASA PRIMATAMA MANDIRI
KABUPATEN MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA
SKRIPSI
LYSTI FATIMAH SIREGAR
H34050230
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
RINGKASAN
LYSTI FATIMAH SIREGAR. Analisis Kelayakan Usaha Penyulingan Minyak
Nilam (Patchouli Oil) PT Perkasa Primatama Mandiri Kabupaten
Mandailing Natal Sumatera Utara. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan RITA
NURMALINA).
Indonesia merupakan negara penghasil minyak atsiri terbesar kedua di
Asia dan terbesar ke tujuh di dunia. Salah satu minyak atsiri yang cukup terkenal
dan memiliki pangsa pasar besar di pasar internasional adalah minyak nilam.
Melihat potensi yang ada dalam minyak nilam, maka PT. Perkasa Primatama
Mandiri membuka usaha yang bergerak di bidang perkebunan dan penyulingan
minyak nilam. PT. Perkasa Primatama Mandiri merupakan perusahaan baru dan
satu-satunya yang melakukan penyulingan minyak nilam dengan menggunakan
teknologi modern (heater) di Sumatera Utara. Mengingat dalam membuka usaha
penyulingan minyak nilam yang menggunakan teknologi modern membutuhkan
investasi yang besar, maka perlu dilakukan analisis kelayakan usaha untuk
mengetahui apakah usaha yang dijalankan perusahaan memberikan keuntungan
atau tidak.
Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis kelayakan usaha
penyulingan minyak nilam PT. Perkasa Primatama Mandiri dilihat dari aspek
pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek sosial ekonomi
lingkungan, (2) menganalisis kelayakan finansial usaha penyulingan minyak
nilam PT. Perkasa Primatama Mandiri, apabila usaha ini dilakukan dalam dua
skenario, dan (3) menganalisis sensitivitas usaha penyulingan minyak nilam PT.
Perkasa Primatama Mandiri apabila terjadi perubahan pada faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi usaha dengan menggunakan metode switching value.
Penelitian ini dilaksanakan di PT. Perkasa Primatama Mandiri yang
berlokasi di Desa Hutarimbaru, Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing
Natal, Provinsi Sumatera Utara. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret
sampai April 2009. Data yang digunakan terdiri dari data primer dan data
sekunder. Metode pengolahan data yang digunakan adalah analisis kualitatif dan
kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk menilai kelayakan aspek non
finansial disajikan dalam bentuk uraian secara deskriptif, sedangkan analisis
kuantitatif dilakukan untuk menganalisis kelayakan finansial usaha penyulingan
minyak nilam berdasarkan empat kriteria kelayakan investasi, yaitu NPV, IRR,
Net B/C, dan Payback Period.
Bedasarkan aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum,
dan aspek sosial ekonomi lingkungan usaha penyulingan minyak nilam yang
dilakukan oleh PT. Perkasa Primatama Mandiri layak untuk dijalankan. Dilihat
dari permintaan dan penawarannya, minyak nilam memiliki potensi pasar yang
tinggi. Minyak nilam yang dihasilkan oleh perusahaan memiliki keunggulan
karena telah memiliki standar kualitas produk ekspor yaitu memiliki PA
(patchouli alcohol) 35 persen sampai 36 persen, memiliki rendemen 2,5 persen
sampai 5 persen, memiliki aroma khas dan berwarna merah kecoklatan, serta
minyak yang dihasilkan lebih jernih karena dihasilkan dari mesin suling yang
terbuat dari stainless steel dengan sistem penyulingan uap tidak langsung yang
menggunakan teknologi modern (heater). Minyak nilam yang dihasilkan oleh
perusahaan akan dipasarkan ke beberapa kota dalam negeri seperti Medan dan
Jakarta. Selain itu perusahaan juga berencana akan melakukan ekspor ke
Singapura, Cina, Jepang, dan Korea. Perusahaan sudah memiliki struktur
organisasi formal dimana dalam pelaksanaannya sudah terdapat pembagian tugas
yang jelas antara pengelola dan karyawan. Dalam pendirian usahanya perusahaan
telah memperoleh ijin usaha berupa ijin perkebunan dari Dinas Perkebunan.
Usaha yang dijalankan perusahaan sangat didukung oleh masyarakat karena tidak
memberikan dampak buruk baik terhadap masyarakat maupun lingkungan sekitar.
Hasil analisis kelayakan finansial menunjukkan bahwa usaha penyulingan
minyak nilam yang dilakukan oleh PT. Perkasa Primatama Mandiri layak untuk
dijalankan pada tingkat diskonto 33,3 persen, yang diambil berdasarkan tingkat
dividen yang diterima oleh masing-masing investor dari keuntungan yang
diperoleh perusahaan. Hasil NPV sebesar Rp 563.632.417 menunjukkan bahwa
keuntungan yang diperoleh perusahaan selama umur proyek adalah sebesar Rp
563.632.417. Net B/C sebesar 2,93 menunjukkan bahwa setiap pengeluaran Rp 1
akan menghasilkan manfaat bersih sebesar 2,93 dan IRR sebesar 119,64 persen
menunjukkan bahwa keuntungan yang diperoleh perusahaan akan bernilai nol
pada tingkat suku bunga atau diskonto 119,64 persen. Periode pengembalian
investasi akan diperoleh setelah 1 tahun 11 bulan 26 hari. Karena periode
pengembalian investasi yang diperoleh kurang dari umur proyek yang ditentukan
yaitu 10 tahun, maka investasi pada usaha penyulingan minyak nilam ini layak
untuk dijalankan.
Hasil analisis sensitivitas dengan menggunakan metode switching value
menunjukkan bahwa usaha penyulingan minyak nilam yang dilakukan oleh
perusahaan lebih sensitif terhadap perubahan baik penurunan harga jual maupun
penurunan jumlah produksi minyak nilam dan daun kering. Batas maksimal
perubahan terhadap penurunan harga jual dan jumlah produksi minyak nilam dan
daun kering masing-masing sebesar 18,94 persen. Apabila perubahan yang terjadi
melebihi batas tersebut, maka usaha penyulingan minyak nilam yang dilakukan
perusahaan menjadi tidak layak atau tidak menguntungkan.
Berdasarkan hasil analisis yang telah diperoleh, ada beberapa saran yang
dapat diberikan antara lain : (1) perusahaan sebaiknya melakukan skenario III
yaitu melakukan peningkatan kapasitas produksi dengan penambahan jumlah
ketel suling kapasitas 100 kg terhadap usaha yang dilakukan saat ini, (2)
perusahaan sebaiknya meningkatkan kegiatan promosi melalui website sehingga
semua orang baik yang ada di dalam negeri maupun luar negeri dapat mengetahui
informasi tentang minyak nilam yang dihasilkan oleh perusahaan, (3) perusahaan
sebaiknya melakukan kontrak dengan perusahaan lain yang menjadi pasar tujuan
minyak nilam yang dihasilkan perusahaan agar perusahaan terhindar dari kerugian
akibat harga minyak nilam yang berfluktuatif karena harga yang diterima
perusahaan akan relatif lebih stabil.
iii
ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENYULINGAN
MINYAK NILAM (Patchouli Oil)
PT PERKASA PRIMATAMA MANDIRI
KABUPATEN MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA
LYSTI FATIMAH SIREGAR
H34050230
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribinis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
Judul Skripsi
: Analisis Kelayakan Usaha Penyulingan Minyak Nilam
(Patchouli Oil) PT Perkasa Primatama Mandiri Kabupaten
Mandailing Natal Sumatera Utara
Nama
: Lysti Fatimah Siregar
NRP
: H34050230
Disetujui,
Pembimbing
Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS
NIP. 19550713 198703 2 001
Diketahui,
Ketua Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
NIP.19580908 198403 1 002
Tangga Lulus:
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis
Kelayakan Usaha Penyulingan Minyak Nilam (Patchouli Oil) PT Perkasa
Primatama Mandiri Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara” adalah karya
sendiri dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2009
Lysti Fatimah Siregar
H34050230
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padangsidempuan pada tanggal 26 Maret 1987.
Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari pasangan Bapak
Fahdriansyah Siregar dan Ibunda Besti Hutagalung.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 1 Padangsidempuan pada
tahun 1999 dan pendidikan menengah pertama pada tahun 2002 di SLTPN 1
Padangsidempuan.
Pendidikan
lanjutan
menengah
atas
di
SMUN
2
Padangsidempuan diselesaikan pada tahun 2005.
Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) pada tahun 2005. Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai
anggota pada divisi usaha mandiri dalam Syariah Economic Student Club (SES-C)
dan Himpunan Mahasiswa Agribisnis (HIPMA).
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan
karuniaNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Analisis Kelayakan Usaha Penyulingan Minyak Nilam (Patchouli Oil) PT
Perkasa Primatama Mandiri Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing
Natal”.
Penelitian ini bertujuan menganalisis kelayakan usaha penyulingan nilam
PT. Perkasa Primatama Mandiri dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek
manajemen, aspek hukum, dan aspek sosial lingkungan, menganalisis kelayakan
finansial usaha penyulingan nilam PT. Perkasa Primatama Mandiri apabila usaha
ini dilakukan dalam dua skenario, dan menganalisis sensitivitas usaha
penyulingan nilam PT. Perkasa Primatama Mandiri apabila terjadi perubahan pada
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi usaha dengan menggunakan metode
switching value.
Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena
keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu penulis mengharapkan saran
dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga
dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Agustus 2009
Lysti Fatimah Siregar
UCAPAN TERIMAKASIH
Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak.
Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan, penulis ingin menyampaikan terima
kasih dan penghargaan kepada:
1.
Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan,
waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan
skripsi ini.
2.
Etriya, SP, MM selaku dosen penguji utama dan Ir. Joko Purwono, MS selaku
dosen penguji departemen pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan
waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.
3.
Amzul Rifin, SP, MA dan Tintin Sarianti, SP yang telah menjadi pembimbing
akademik dan seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis.
4.
Orangtua dan keluarga tercinta untuk setiap dukungan cinta kasih dan doa
yang diberikan. Semoga ini menjadi persembahan yang terbaik.
5.
Bapak Samsi Lubis, SH selaku komisaris utama perusahaan dan Jhon S Daeli
selaku manajer produksi atas waktu, kesempatan, informasi, dan dukungan
yang diberikan.
6.
Tulang Edi dan keluarga atas waktu, informasi, dan kebaikannya selama
penulis melaksanakan penelitian.
7.
Parlindungan Siregar yang telah meluangkan waktunya untuk sharing dengan
penulis dan mengantarkan penulis ke tempat penelitian.
8.
Afrizal Fahmi Lubis atas informasi, kesabaran serta kasih sayang yang telah
diberikan selama ini.
9.
Feni Indah Kusumawati yang telah bersedia menjadi pembahas dalam
seminar penulis.
10. Ferdiansyah yang telah membantu penulis dalam pembuatan power point.
11. Teman-teman seperjuangan, Gusri (Abel), Septi (Ncep), Riana (Nemo), Siti
(Sweety), Dian (DL), Sarah (Sarjul), Uti (Upet), Nilam (Bebe), Tika (Tice),
Shinta (Mamce), Lizna (Doyong), Echa (Moo), Reza (James), dan Dauz
(Abah) atas semangat dan masukan yang telah diberikan kepada penulis.
12. Teman-teman satu bimbingan, Asmita, Feni, dan Ririn.
13. Teman-teman Galdikarya, Nti, Anis, Cicin, dan Mada atas kebersamaan
selama Gladikarya.
14. Teman-teman Agribisnis 42 atas kebersamaan yang tidak dapat disebutkan
satu persatu atas kebersamaannya selama empat tahun.
15. Teman-teman “Pondok Putri Rahmah”, Nina, Mara, Mba Otis, Mba Diah,
Mba Tyas, Mba Acid, Ina, Dewi, Dina, Vitria, Ika, Yoan, Tika atas masukan,
semangat, serta kebersamaannya selama ini.
16. Teman-teman SES-C khususnya divisi usaha mandiri, kak Anas, Gusri, Rina,
Tedi, Buja dan Uti.
17. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas
bantuannya.
Bogor, Agustus 2009
Lysti Fatimah Siregar
2
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ..........................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................
xvi
I
PENDAHULUAN ...............................................................
1.1. Latar Belakang ..............................................................
1.2. Perumusan Masalah .......................................................
1.3. Tujuan ............................................................................
1.4. Manfaat ..........................................................................
1
1
5
8
9
II
TINJAUAN PUSTAKA .....................................................
2.1. Tinjauan Teoritis ...........................................................
2.1.1. Deskripsi dan Pemanfaatan
Minyak Nilam ....................................................
2.1.2. Kriteria Kandungan Minyak Nilam ....................
2.1.3. Proses Penyulingan Minyak Nilam ....................
2.2. Penelitian Terdahulu .....................................................
10
10
III
KERANGKA PEMIKIRAN ..............................................
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ........................................
3.1.1. Studi Kelayakan Proyek .....................................
3.1.2. Aspek-Aspek Studi Kelayakan Proyek ..............
3.1.3. Analisis Nilai Pengganti .....................................
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ..................................
20
20
20
21
26
27
IV
METODE PENELITIAN ..................................................
4.1. Lokasi dan Waktu ..........................................................
4.2. Jenis dan Sumber Data ..................................................
4.3. Metode dan Pengolahan ................................................
4.3.1. Analisis Kelayakan Finansial .............................
4.3.2. Metode Penyusutan Garis Lurus ........................
4.3.3. Analisis Nilai Pengganti .....................................
4.4. Asumsi Dasar ................................................................
30
30
30
30
31
34
35
36
V
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ...........................
5.1. Sejarah Singkat Perusahaan ..........................................
5.2. Struktur Organisasi ........................................................
38
38
40
VI
ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL .............
6.1. Aspek Pasar ...................................................................
6.2. Aspek Teknis .................................................................
6.3. Aspek Manajemen .........................................................
6.4. Aspek Hukum ................................................................
6.5. Aspek Sosial Ekonomi dan Lingkungan .......................
43
43
47
59
62
63
VII
ANALISIS ASPEK FINANSIAL ......................................
65
10
11
12
14
7.1. Analisis Inflow ..............................................................
7.2. Analisis Outflow ...........................................................
7.3. Analisis Kelayakan Finansial ........................................
7.4. Analisis Switching Value ...............................................
7.5. Perbandingan Hasil Analisi Kelayakan Finansial
Skenario I dan II ............................................................
7.6. Perbandingan Hasil Analisis Switching Value
Skenario I dan II ............................................................
65
71
80
81
KESIMPULAN DAN SARAN ..........................................
8.1. Kesimpulan ....................................................................
8.2. Saran ..............................................................................
85
85
85
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................
87
LAMPIRAN ....................................................................................
89
VIII
83
83
xii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Daerah Produksi Nilam di Indonesia Tahun 2003-2008 .......
3
2. Luas Areal, Produksi, dan Produktivitas Perkebunan
Nilam Tahun 2003-2006 ......................................................
3
3. Ekspor Minyak Nilam Indonesia Tahun 2003-2006 ............
4
4. Kriteria Kandungan Minyak Nilam Menurut ISO 3757
(2002) ...................................................................................
12
5. Proyeksi Penjualan Minyak Nilam Skenario I .....................
66
6. Proyeksi Penjualan Daun Kering Skenario I ........................
67
7. Nilai Sisa Biaya Investasi Proyek Skenario I .......................
68
8. Proyeksi Penjualan Minyak Nilam Skenario II ....................
69
9. Proyeksi Penjualan Daun Kering Skenario II ......................
70
10. Nilai Sisa Biaya Investasi Proyek Skenario II .....................
71
11. Biaya Investasi Skenario I ....................................................
73
12. Biaya Reinvestasi Skenario I ................................................
74
13. Biaya Variabel Skenario I ....................................................
75
14. Biaya Tetap Skenario I .........................................................
76
15. Biaya Investasi Skenario II ..................................................
77
16. Biaya Reinvestasi Skenario II ..............................................
78
17. Biaya Variabel Skenario II ...................................................
79
18. Biaya Tetap Skenario II .......................................................
79
19. Hasil Analisis Finansial Skenario I ......................................
80
20. Hasil Analisis Finansial Skenario II .....................................
81
21. Hasil Analisis Switching Value Skenario I ..........................
82
22. Hasil Analisis Switching Value Skenario II .........................
82
23. Perbandingan Hasil Kelayakan Finansial Skenario I dan
II ...........................................................................................
83
24. Perbandingan Hasil Switching Value Skenario I dan II .......
84
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Diagram Alir Proses Penyulingan Minyak Nilam .................
12
2. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional ...............................
29
3. Bibit Setek Batang .................................................................
51
4. Pembibitan .............................................................................
51
5. Tanaman Nilam Madina dengan Jarak Tanam
50 cm x100 cm .......................................................................
52
6. Penjemuran di Luar Ruangan .................................................
56
7. Penjemuran di Dalam Ruangan ..............................................
56
8. Proses Penyulingan ................................................................
59
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Jenis Minyak Atsiri yang Disuplai dari Indonesia ...............
90
2. Daftar Tanaman Atsiri Penghasil Minyak Atsiri yang
Berkembang di Indonesia .....................................................
91
3. Ekspor Minyak Nilam Indonesia ke Negara Tujuan ............
93
4. Grafik Tren Pertumbuhan Produksi Nilam Indonesia ..........
94
5. Grafik Tren Pertumbuhan Ekspor Minyak Nilam
Indonesia ..............................................................................
95
6. Kuisioner Kelayakan Usaha Penyulingan Minyak Nilam ...
96
7. Struktur Organisasi PT. Perkasa Primatama Mandiri ..........
103
8. Jadwal Tanam dan Panen .....................................................
104
9. Laporan Rugi Laba Usaha Penyulingan Minyak Nilam
Skenario I ..............................................................................
106
10. Cashflow Skenario I, Tanpa Penambahan Jumlah Ketel .....
108
11. Laporan Rugi Laba Usaha Penyulingan Minyak Nilam
Skenario II ............................................................................
110
12. Cashflow Skenario II, Adanya Penambahan Ketel Suling
100 kg ...................................................................................
112
13. Switching Value Skenario I, Penurunan Harga Jual atau
Jumlah Produksi Minyak Nilam dan Daun Kering Sebesar
18,93986593 persen .............................................................
114
14. Switching Value Skenario II, Penurunan Harga Jual atau
Jumlah Produksi Minyak Nilam dan Daun Kering Sebesar
26,37865886 persen .............................................................
116
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut Ketua Dewan Atsiri Indonesia Wien P Gunawan, Indonesia
adalah penghasil minyak atsiri terbesar kedua di Asia. Data UN Comtrade tahun
2006 bahkan menunjukkan, Indonesia merupakan produsen minyak atsiri terbesar
ketujuh di Dunia.1 Dari 70 jenis minyak atsiri yang diperdagangkan di pasaran
internasional, sekitar 9-12 jenis minyak atsiri diekspor dari Indonesia (Lampiran
1). Pangsa pasar ekspor Indonesia dari pasar dunia untuk beberapa minyak atsiri
antara lain minyak nilam 85 persen, minyak pala 70 persen, minyak cengkeh 63
persen, dan minyak sereh 15 persen.2
Minyak atsiri yang disebut essential oil, ethereal oils, atau volatile oils
adalah salah satu komoditi yang memiliki potensi besar di Indonesia. Minyak
atsiri adalah ekstrak alami dari jenis tumbuhan tertentu, baik berasal dari daun,
akar, batang, ranting, bunga atau buah yang diperoleh melalui proses penyulingan
(Raziah, 2007). Minyak atsiri dipergunakan sebagai bahan baku dalam berbagai
industri, misalnya pada industri parfum, kosmetik, essence, industri farmasi dan
flavoring agent. Dalam pembuatan parfum dan wangi-wangian, minyak atsiri
berfungsi sebagai zat pewangi, terutama minyak atsiri yang berasal dari bunga.
Beberapa jenis minyak atsiri dapat digunakan sebagai zat pengikat bau (fixative)
dalam parfum, misalnya minyak nilam, minyak akar wangi dan minyak cendana.
Minyak atsiri yang berasal dari rempah-rempah misalnya minyak lada, minyak
kayu manis, minyak pala, minyak cengkeh, minyak ketumbar dan minyak jahe,
umumnya digunakan sebagai bahan penyedap (flavoring agent) dalam bahan
pangan dan minuman.3
Jenis tanaman yang dapat menghasilkan minyak atsiri sekitar 150 - 200
jenis. Di Indonesia terdapat sekitar 40 jenis tanaman yang dapat menghasilkan
1
2
3
Kompas. 9 November 2007. Minyak Atsiri Berpeluang Besar di Pasar Global. Kompas: 19
Bisnis Indonesia. 2009. Ekspor minyak nilam prospektif. http://202.158.49.150/edisi-cetak/edisiharian/perdagangan/1id99645.html. [22 Februari 2009]
Atsiri Indonesia. Produk Tanaman Atsiri. http://www.atsiri-indonesia.com/produk.php. [11
januari 2001]
minyak atsiri, namun yang telah dikembangkan sekitar 37 jenis.4 Dari berbagai
jenis tanaman penghasil minyak atsiri tersebut, yang cukup terkenal di pasar dunia
adalah nilam. Nilam (Pogestemon cablin Benth) merupakan salah satu tanaman
penghasil minyak atsiri yang penting, baik sebagai sumber devisa negara maupun
sebagai sumber pendapatan petani. Mangun (2005), di Indonesia hingga kini
terdapat tiga jenis nilam yaitu Pogostemon cablin Benth (nilam aceh),
Pogostemon heyneanus Benth (nilam jawa), dan Pogostemon hortensis Benth
(nilam sabun). Diantara ketiga jenis nilam tersebut, nilam aceh memiliki
kandungan minyak yang lebih tinggi yaitu 2,5 persen sampai 5 persen. Sedangkan
nilam jawa dan nilam sabun memiliki kandungan minyak yang sama yaitu sekitar
0,5 persen sampai 1,5 persen.
Nilam berasal dari daerah tropis Asia Tenggara terutama Indonesia dan
Philipina,
India,
Amerika
selatan
dan
China
(Grieve
dalam
www.balittro.litbang.deptan.go.id, 2003). Sentra produksi nilam di Indonesia
adalah Daerah Istimewa Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Daerah lain
yang sedang mengembangkan komoditi ini di antaranya adalah Bengkulu,
Lampung dan beberapa daerah di Jawa. Lebih dari 80 persen minyak nilam
Indonesia dihasilkan dari Daerah Istimewa Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera
Barat, yang sebagian besar produksinya di ekspor ke negara-negara industri.5
Daerah produksi nilam dapat dilihat pada Tabel 1.
Pada tahun 2003-2006 luas areal perkebunan nilam mengalami
peningkatan, sedangkan produksi mengalami penurunan. Hal ini mengakibatkan
produktivitasnya akan mengalami penurunan. Peningkatan luas areal perkebunan
nilam yang tidak diikuti dengan peningkatan produksi dan produktivitas nilam
disebabkan karena pengusahaan nilam pada umumnya masih dalam bentuk
perkebunan rakyat dengan luas areal tanam yang relatif kecil dan teknik budidaya
belum diterapkan petani dengan baik dan benar sehingga produksi nilam menjadi
tidak optimal. Luas areal, produksi, dan produktivitas perkebunan nilam dapat
dilihat pada Tabel 2.
4
5
Atsiri Indonesia. Tanaman Atsiri. http://www.atsiri-indonesia.com/tanaman.php. [22 Februari
2009]
Petani Indonesia. 2009. Minyak Nilam. http://www.petaniindonesia.com/2009/01/06/minyaknilam. [18 Januari 2009]
2
Tabel 1. Daerah Produksi Nilam di Indonesia Tahun 2003-2008
Rata-rata
Pertumbuan
Produksi
2003-2006
(%)
-33
-95
6
-34
300
24
357
153
96.510
-0,5
Produksi (ton) / Tahun
Lokasi
2003
2004
NAD
239.00
121
Sumatera Utara
383.00
233
Sumatera Barat
613.00
404
Riau
362.00
22
Jambi
Sumatera Selatan
438
42
Bengkulu
146
584
Lampung
45
15
Jawa Barat
25
55
Jawa Tengah
129
234
D.I.Yogyakarta
Jawa Timur
2
2
Indonesia
2.382
1.712
Sumber : Departemen Pertanian, 2003-2008
Keterangan : *) = angka sementara
2005
2006
2007
2008*)
87
178
396
23
42
286
15
180
330
1
1.537
88
118
152
20
29
108
297
19
223
424
51
967
2.496
110
98
300
19
23
19
25
155
292
110
1.152
130
116
318
33
48
79
33
181
388
164
1.490
Tabel 2. Luas Areal, Produksi, dan Produktivitas Perkebunan Nilam Tahun 20032006
Tahun
Luas Areal (Ha)
Produksi (Ton)
Produktivitas (Kg/Ha)
2003
16.354,00
2.382,00
199,38
2004
20.179,00
1.712,00
103,42
2005
20.455,00
1.537,00
103,11
2006
[4]
22.498,00
[4]
1.758,00
[4]
107,23
6
Sumber: Departemen Pertanian , 2003-2006
Keterangan : [4] = angka sementara
Minyak nilam merupakan salah satu jenis minyak atsiri yang digunakan
dalam industri parfum, sabun dan kosmetik disamping itu juga dapat digunakan
sebagai bahan pembuatan pestisida nabati. Sedangkan limbah sisa dari hasil
penyulingan yang jumlahnya berkisar 40 - 50 persen dari bahan baku dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan dupa, obat nyamuk bakar, dan pupuk
tanaman atau mulsa. Selanjutnya air sisa hasil penyulingan minyak nilam setelah
dipekatkan masih dapat dimanfaatkan sebagai aroma terapi. Minyak nilam
diperoleh dari hasil penyulingan daun, batang dan cabang tanaman nilam. Kadar
minyak tertinggi terdapat pada daun dengan kandungan utamanya adalah
6
Departemen Pertanian. Pencarian Data Beradasarkan Indikator. http://database.deptan.go.id/
Bdsp/hasil_ind.asp. [11 Januari 2009]
3
patchauoli alkohol yang berkisar antara 30 – 50 persen. Aromanya segar dan khas
dan mempunyai daya fiksasi yang kuat, sulit digantikan oleh bahan sintetis (Feri
dalam www.balittro.litbang.deptan.go.id, 1991). Penyulingan minyak nilam dapat
dilakukan dengan menggunakan daun nilam basah maupun kering. Namun
penyulingan yang menggunakan daun nilam kering akan menghasilkan rendemen
yang lebih tinggi dibanding dengan yang menggunakan daun nilam basah.
Rendemen dari basah ke kering adalah sebesar 25 persen.
Berdasarkan data BPS tahun 2003-2006, ekspor minyak nilam mengalami
peningkatan dari 1.127 ton dengan nilai sebesar US$ 19.165.000 hingga 2.832 ton
dengan nilai sebesar US$ 43.984.000. Peningkatan ekspor minyak nilam dapat
disebabkan karena adanya peningkatan permintaan minyak nilam oleh industriindustri parfum, kosmetika, dan farmasi, peningkatan tren mode, serta belum
berkembangnya materi subsitusi minyak nilam di dalam industri parfum maupun
kosmetik. Seiring dengan peningkatan tersebut, maka prospek agribisnis dan
agroindustri nilam di Indonesia sangat terbuka lebar. Beberapa negara tujuan
ekspor minyak nilam Indonesia yang terbesar, antara lain AS, Inggris, Perancis,
Swiss, Jerman, Belanda, Singapura, dan India.
Tabel 3. Ekspor Minyak Nilam Indonesia Tahun 2003-2006
Tahun
Volume (Ton)
Nilai (US$ 000)
2003
1.127
19.165
2004
2.074
27.137
2005
2.679
43.894
2006
2.832
43.984
40
35
Rata-rata Pertumbuhan
2003-2006 (%)
Sumber: Biro Pusat Statistik, 2003-2006
Menurut Ketua The Indonesian Essential Oil Trade Association
(Indessota) T.R. Manurung, pangsa pasar nilam ke AS sebesar 20 persen, Eropa
40 persen, India 10 persen, China 8 persen dan sisanya sebesar 22 persen ke
negara lain.7 Sebagai komoditas ekspor, kualitas minyak nilam merupakan salah
7
Bisnis Indonesia. 2009. Ekspor minyak nilam prospektif. http://202.158.49.150/edisi-cetak/edisiharian/perdagangan/1id99645.html. [22 Februari 2009]
4
satu faktor penting yang harus diperhatikan. Kualitas minyak nilam dapat
digolongkan menjadi beberapa jenis berdasarkan aromanya. Ordinary dan medium
merupakan minyak nilam hasil sulingan dari Indonesia dan Singapura. Special dan
extra special merupakan minyak nilam hasil sulingan Prancis dan Inggris yang
dilakukan secara tidak langsung. Maksudnya, sebelum penyulingan, diadakan
pemilihan daun terlebih dulu.8
Terkait dengan kualitas minyak nilam, Dewan Standardisasi Nasional telah
menetapkan standar produk dengan nama Standar Nasional Indonesia (SNI) 062385-1991, meliputi syarat mutu, pengujian mutu dan pengemasan, definisi, jenis
mutu, pengambilan contoh, serta rekomendasi. Dalam SNI tersebut, minyak nilam
didefinisikan sebagai minyak yang dihasilkan dengan cara penyulingan dari
tanaman pogostemon cablin Benth. Minyak nilam digolongkan hanya dalam satu
jenis mutu, yaitu patchouli oil. Minyak nilam yang hendak diekspor harus
memenuhi sejumlah persyaratan, antara lain (1) minyak dikemas dalam drum
aluminium atau drum dari pelat timah putih atau drum besi galvanis atau drum
dilapisi timah putih atau drum besi dilapisi cat enamel, (2) setiap drum berisi 50
kilogram netto atau 170 kilogram netto. Drum tersebut tidak boleh diisi penuh,
tetapi harus diberi rongga 5 persen- 10 persen dari volume drum. Selanjutnya pada
bagian luar drum harus dicantumkan merek (dalam bahasa Inggris) dengan cat,
misal product of Indonesia, nama barang, negara tujuan, serta berat netto dan
bruto, (3) sebelum dikapalkan, isi setiap drum wajib diambil sedikit sebagai
contoh untuk diperiksa petugas pengujian mutu. 9
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan data BPS tahun 2003-2006, ekspor minyak nilam mengalami
peningkatan dari 1.127 ton dengan nilai sebesar US$ 19.165.000 hingga 2.832 ton
dengan nilai sebesar US$ 43.984.000. Rata-rata pertumbuhan volume dan nilai
ekspor mengalami peningkatan dari tahun ke tahun masing-masing sebesar 40
persen dan 35 persen per tahun. Peningkatan ekspor minyak nilam dapat
disebabkan karena adanya peningkatan permintaan minyak nilam oleh industri8
9
Bexi. Pasar Ekspor Minyak Nilam Seharum Aromanya.
http://www.bexi.co.id/images/_res/BN33_KomoditasPasarEkspor.pdf. [11Januari 2009]
Loc.cit
5
industri parfum, kosmetik, dan farmasi. Seiring dengan peningkatan tersebut,
maka prospek agribisnis dan agroindustri nilam di Indonesia sangat terbuka lebar.
Pasar dunia membutuhkan 1.200-1.400 ton minyak nilam setiap tahun dan
volume tersebut cenderung terus meningkat, sedangkan produksi yang tersedia
baru mencapai 1.000 ton per tahun.10 Pada tahun 2003-2008 produksi nilam di
Indonesia mengalami penurunan dari 2.382 ton menjadi 1.490 ton. Sedangkan jika
dilihat dari rata-rata pertumbuhannya, produksi nilam mengalami penurunan
sebesar 0,5 persen per tahun. Hal ini merupakan tantangan sekaligus peluang bagi
petani dan produsen minyak nilam Indonesia, mengingat Indonesia merupakan
salah satu eksportir minyak nilam terbanyak dengan pangsa pasar 85 persen dari
pasar dunia. Adanya peningkatan produksi nilam dengan luas areal yang tetap
maka akan meningkatkan produktivitas nilam. Namun pada kenyataannya yang
terjadi adalah luas areal nilam mengalami peningkatan sedangkan produksi nilam
menurun sehingga produktivitas dari nilam menurun.
Produksi nilam yang mengalami penurunan menyebabkan bahan baku
untuk penyulingan minyak nilam berkurang sehingga produksi minyak nilam juga
berkurang. Selain itu, teknologi yang digunakan dalam penyulingan nilam masih
sederhana sehingga mutu minyak nilam yang dihasilkan sering tidak stabil dan
tidak sesuai dengan permintaan pasar.
Harga minyak nilam yang berfluktuatif juga merupakan permasalan yang
dihadapi produsen minyak nilam Indonesia. Berdasarkan data BPS tahun 20032006, harga minyak nilam berada pada kisaran US$13,08-US$17,01/kg atau
Rp130.000-Rp170.000/kg. Akibatnya para produsen minyak menekan harga beli
bahan baku dari para petani. Kondisi tersebut membuat petani tidak bergairah lagi
dalam membudidayakan nilam sehingga terjadi kelangkaan terhadap nilam.
Kelangkaan bahan baku (nilam) tersebut mengakibatkan pada akhir 2007 harga
minyak nilam meningkat hingga mencapai Rp 1 juta per kg. 11 Hal tersebut
menyebabkan banyak para petani yang membudidayakan nilam sehingga harga
kembali ke titik normal dan apabila petani yang membudidayakan nilam terus
10
11
Kapan lagi.com. 2007. Harga Minyak Nilam Bertahan Rp 1 juta. http://www.kapanlagi.com/h
/0000199284.html- 19k. [11 Januari 2009]
Trubusid. 2008. Bedah Dulu Supaya Aman. http://www.trubus-online.co.id/mod.php?mod=
Publisher&op=viewarticle&cid=1&artid=1481. [22 Februari 2009]
6
bertambah sementara teknologi pengolahan yang digunakan masih sederhana
maka akan terjadi kelebihan bahan baku sehingga harga minyak nilam menjadi
rendah. Produksi dan mutu minyak nilam yang tidak stabil karena teknologi
pengolahan yang digunakan masih belum berkembang dengan baik (masih
sederhana) juga merupakan salah satu faktor harga minyak nilam berfluktuatif.
Menurut Ketua The Indonesian Essential Oil Trade Association (Indessota) T.R.
Manurung, harga normal minyak nilam adalah sebesar Rp 250.000 per kg. Selama
tahun 2008 harga minyak nilam terus berfluktuasi hingga mencapai level tertinggi
sebesar Rp1,2 juta per kg dan level terendah sebesar Rp250.000 per kg. Selain
ketersediaan bahan baku serta mutu dan minyak nilam yang tidak stabil, harga
minyak nilam yang berfluktuatif juga dapat disebabkan oleh pengaruh kurs rupiah
terhadap dollar karena pasar minyak nilam terbesar adalah untuk ekspor.
Kabupaten Mandailing Natal merupakan salah satu sentra produksi nilam
yang terdapat di Sumatera Utara. Keadaan iklim dan tanahnya sangat mendukung
untuk ditanami nilam. Oleh sebab itu, banyak masyarakat yang menanami
lahannya dengan tanaman nilam. Selama ini pengusahaan nilam di Kabupaten
Mandailing Natal masih dalam bentuk perkebunan rakyat dengan luas areal tanam
yang relatif kecil. Selain itu, penyulingan nilam yang dilakukan juga masih
tradisional yaitu dengan menggunakan mesin yang sederhana. Akibatnya mutu
minyak yang dihasilkan rendah sehingga harga yang diterima petani juga rendah.
Melihat prospek pasar minyak nilam yang cerah dan potensi yang ada di
Kabupaten Mandailing Natal, maka ada keinginan dari PT. Perkasa Primatama
Mandiri untuk membuka usaha yang bergerak dalam bidang perkebunan dan
penyulingan minyak nilam di kabupaten tersebut. PT. Perkasa Primatama Mandiri
merupakan perusahaan baru dan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam
usaha penyulingan minyak nilam yang menggunakan teknologi modern di
Sumatera Utara. Mengingat dalam pembukaan usaha penyulingan minyak nilam
yang menggunakan teknologi modern membutuhkan investasi yang besar, maka
perlu dilakukan analisis kelayakan untuk mengetahui apakah usaha yang
dijalankan perusahaan menguntungkan atau tidak. Analisis kelayakan yang
dilakukan dilihat dari dua aspek yaitu aspek non finansial dan aspek finansial.
Analisis aspek non finansial dilihat dari beberapa aspek, diantaranya aspek pasar,
7
aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek sosial ekonomi
lingkungan. Sedangkan dalam menganalisis aspek finansial dilakukan dua
skenario. Pemilihan skenario ditentukan berdasarkan kapsitas produksi (kapasitas
mesin). Skenario pertama merupakan usaha yang dijalankan perusahaan saat ini,
dimana kapasitas mesin yang digunakan adalah 30 kg. Sedangkan skenario kedua
merupakan rencana perusahaan ke depan, dimana perusahaan ingin meningkatkan
kapasitas produksi melalui penambahan jumlah ketel suling 100 kg untuk
memaksimalkan kapasitas mesin dan penggunaan nilam kering (bahan baku) yang
dihasilkan dari budidaya.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
1) Bagaimana kelayakan usaha penyulingan minyak nilam PT. Perkasa
Primatama Mandiri dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen,
aspek hukum, dan aspek sosial ekonomi lingkungan?
2) Bagaimana kelayakan finansial usaha penyulingan nilam PT. Perkasa
Primatama Mandiri, apabila usaha ini dilakukan dalam dua skenario yaitu
skenario pertama penyulingan dengan kapasitas mesin 30 kg (tanpa
penambahan ketel suling) dan skenario kedua penyulingan dengan kapasitas
mesin 130 kg (adanya penambahan ketel suling 100 kg)?
3) Bagaimana sensitivitas usaha penyulingan minyak nilam PT. Perkasa
Primatama Mandiri apabila terjadi perubahan pada faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi usaha dengan menggunakan metode switching value?
1.3. Tujuan Penelitian
Bedasarkan rumusan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka
tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
1) Menganalisis kelayakan usaha penyulingan minyak nilam PT. Perkasa
Primatama Mandiri dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen,
aspek hukum, dan aspek social ekonomi lingkungan.
2) Menganalisis kelayakan finansial usaha penyulingan minyak nilam PT.
Perkasa Primatama Mandiri, apabila usaha ini dilakukan dalam dua skenario.
8
3) Menganalisis sensitivitas usaha penyulingan minyak nilam PT. Perkasa
Primatama Mandiri apabila terjadi perubahan pada faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi usaha dengan menggunakan metode switching value.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta masukan bagi
berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu:
1) Bagi perusahaan, penelitian ini diharapakan dapat memberikan tambahan
informasi dalam menentukan langkah-langkah yang tepat dalam keputusan
investasi pada usaha penyulingan minyak nilam.
2) Bagi kalangan akademis lainnya, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi serta dapat digunakan sebagai bahan pembanding
untuk penelitian selanjutnya.
3) Bagi penulis, penelitian ini berguna untuk mengembangkan daya analisis
kelayakan usaha berdasarkan konsep studi kelayakan usaha.
9
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teoritis
2.1.1. Deskripsi dan Pemanfaatan Minyak Nilam
Minyak atsiri merupakan minyak yang diperoleh dari daun, batang dan
cabang nilam dengan cara penyulingan. Minyak yang dihasilkan terdiri dari
komponen bertitik didih tinggi seperti patchouli alcohol, patchoulen, kariofilen
dan non patchoulenol yang berfungsi sebagai zat pengikat.12 Menurut Romansyah
(2002), minyak nilam yang terdapat pada daun adalah yang terbaik, oleh karena
itu daun nilam merupakan bagian terpenting dan berharga dari tanaman nilam.
Bila daunnya diremas/dihaluskan, maka akan keluar bau harum dan khas. Ini yang
menyebabkan banyak masyarakat desa secara tradisonal memanfaatkannya
sebagai bahan pewangi ketika mandi atau mencuci pakaian sebagai pengganti
sabun.
Minyak nilam dapat digunakan secara langsung sebagai parfum, pada
selendang, tenunan, pakaian, karpet, industri sabun, kosmetik, dupa, dan lainnya
sebagai pewangi. Selain itu, fraksi minyak nilam nilam juga banyak digunakan
sebagai zat pengikat (fiksatif) zat pewangi lainnya karena minyak nilam memiliki
titik didih yang tinggi sehingga tidak mudah menguap. Industri yang
menggunakan fraksi minyak nilam diantaranya industri parfum (pewangi ruangan,
rosephix, cologne, spray fixative, dan lain-lain); industri kosmetik (kosmetik
untuk mandi, kosmetik wangi-wangian, kosmetik tradisional, dan lain-lain);
industri obat-obatan (obat kulit, obat anti bau badan, dan lainnya); industri
makanan dan minuman (permen, minuman, dan lainnya); serta industri sabun
(sabun cuci, sabun mandi, sabun cuci piring, dan lainnya).13
Minyak nilam yang baik umumnya memiliki kadar PA di atas 30 persen,
berwarna kuning jernih, dan memiliki wangi yang khas dan sulit dihilangkan.
Minyak nilam jenis ini diperoleh dengan menggunakan teknik penyulingan uap
12
Manoi F. Perkembangan Teknologi Pengolahan dan penggunaan Minyak Nilam serta
Pemanfaatan Limbahnya. http://balittro.litbang.deptan.go.id/ index.php ?option=com_
content&task=view&id=94&Itemid=44. [18 Januari 2009]
13
Loc.cit
kering yang dihasilkan mesin penghasil uap (boiler) yang diteruskan ke dalam
tangki reaksi (autoklaf) selanjutnya uap akan menembus bahan baku nilam kering
dan uap yang ditimbulkan diteruskan ke bagian pemisahan untuk dilakukan
pemisahan uap air dengan uap minyak nilam dengan sistem penyulingan. Minyak
nilam yang baik dihasilkan dari tabung reaksi dan peralatan penyulingan yang
terbuat dari baja tahan karat (stainless steel) dan peralatan tersebut hanya
digunakan untuk menyuling nilam.14
Produksi minyak nilam banyak terdapat di Aceh, Sumatera Utara, dan
Sumatera Barat. Daerah lain yang sedang mengembangkan komoditi ini di
antaranya adalah Bengkulu, Lampung dan beberapa daerah di Jawa seperti
Purwokerto, Madiun, Malang, Garut, Ciamis, Tasikmalaya. Lebih dari 80 persen
minyak nilam Indonesia dihasilkan dari Daerah Istimewa Aceh, Sumatera Utara
dan Sumatera Barat, yang sebagian besar produksinya di ekspor ke negara-negara
industri.15
2.1.2. Kriteria Kandungan Minyak Nilam
Pada prinsipnya, kualitas minyak nilam produksi Indonesia secara umum
sudah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh Essential Oils Association of
USA (EOA). Essential Oils Association of USA (EOA) menetapkan standar
kualitas internasional untuk menggolongkan minyak nilam berdasarkan kategori
wujud, warna, dan aroma. Berdasarkan bentuk, minyak nilam berwujud cairan
kental, sedangkan warnanya kuning muda dan bernuansa hijau hingga merah yang
menjurus ke coklat tua. Aroma spesifik nilam mirip jeruk nipis atau kamfer.
Minyak ini mengandung coerulein, persenyawaan biru terang yang terdapat dalam
matricaria, worm wood, dan minyak lainnya. Minyak nilam mengandung
beberapa senyawa antara lain benzaldehid 2,34 persen, kariofilen 17,29 persen,
patchoulien 28,28 persen, buenesen 11,76 persen, dan PA content 40,04 persen
(Mangun, 2005).
14
15
Wikipedia. Nilam dan Minyak Nilam. http://id.wikipedia.org/wiki/Nilam. [11 Januari 2009]
Petani Indonesia. 2009. Minyak Nilam. http://www.petaniindonesia.com/2009/01/06/minyaknilam. [18 Januari 2009]
11
Sementara kriteria kandungan minyak nilam menurut ISO 3757 (2002),
dan yang selama ini dapat diterima oleh eksportir dan pihak pabrikan di luar
negeri (pihak importir) dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Kriteria Kandungan Minyak Nilam Menurut ISO 3757 (2002)
Parameter Mutu
Persyaratan
Warna
Kuning – coklat kemerahan
Bobot Jenis 25oC/25oC
0,9485 – 0,9715
Indeks Bias 25oC
1,5030 – 1,5130
Putaran Optik
(-40o) – (-60o)
Kelarutan dalam etanol 90persen
Larutan jernih perbandingan 1:10
Bilangan Asam
Maksimum 5,0
Bilangan Ester
Maksimum 10,0
Analisis kromatografi gas
27 persen – 35 persen
Sumber: Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, 2007
2.1.3. Proses Penyulingan Minyak Nilam
Menurut
Manoi
(2007),
dalam
www.balittro.litbang.deptan.go.id
pengolahan minyak nilam dilakukan dengan proses penyulingan. Proses
penyulingan adalah suatu proses perubahan minyak yang terikat di dalam
perenchym cortex daun, batang dan cabang tanaman nilam menjadi uap kemudian
didinginkan sehingga berubah kembali menjadi zat cair yaitu minyak nilam.
Daun + batang + cabang nilam
Tanpa dijemur
Dengan dijemur (4 jam)
Pengeringan di dalam ruangan (6 hari)
Penyulingan (8 jam)
Pemisahan minyak
Pengemasan
Minyak nilam siap dipasarkan
Gambar 1. Diagram Alir Proses Penyulingan Minyak Nilam
Sumber : www.balittro.litbang.deptan.go.id, 2007
12
Menurut Mangun (2005), mutu minyak nilam serta rendemen yang sesuai
kriteria sangat dipengaruhi oleh jenis mesin dan sistem penyulingan yang
digunakan. Selain itu, sanitasi lingkungan tempat penyulingan, gudang tempat
penyimpanan daun, dan kedekatan lokasi penyulingan dengan lahan perkebunan
juga berpengaruh. Oleh sebab itu, peralatan mesin yang digunakan harus memiliki
kelebihan secara teknis agar diperoleh rendemen minyak yang tinggi. Adapun tata
cara penyulingan berdasarkan jenis mesin penyuling yang sering digunakan
adalah sebagai berikut.
1) Penyulingan Dengan air
Penyulingan
dengan
air
termasuk
cara
yang
paling
sederhana
dibandingkan dengan cara penyulingan lain. Bahkan, bahan ketel yang digunakan
oleh penyuling berasal dari bekas drum aspal atau oli. Pengolahan dilakukan
dengan memasak daun kering dalam air hingga menidih dalam satu tangki atau
ketel penyuling. Komposisi air dan daun nilam dibuat hampir berimbang,
tergantung kapasitas muat ketel tersebut. Uap perebusan mengalami proses
kondensasi hingga menjadi air dan minyak. Air dan minyak kemudian ditampung
pada bak pemisah melalui sebuah pipa yang berhubungan dengan tabung
pendingin untuk memilah antara minyak dan air. Proses penyulingan dengan cara
ini sangat membutuhkan waktu lama karena bahan yang disuling tercampur
menjadi satu dengan air sehingga proses pergerakan bahan menjadi uap air juga
bergerak lambat. Cara ini kurang disukai karena minyak yang dihasilkan kurang
banyak dan mutunya kurang baik.
2)
Penyulingan Dengan Uap Langsung (Uap dan Air)
Penyulingan dengan uap langsung banyak digunakan oleh para petani
penyuling dan tersebar hampir di seluruh wilayah yang memiliki lahan nilam, baik
Sumatera, Jawa, maupun Kalimantan. Proses pengolahan dengan cara ini mudah
dan sangat sederhana. Prinsip dasar dari cara penyulingan sistem ini yaitu
menggunakan tekanan uap rendah. Adapun mekanisme pengolahannya yaitu
bahan yang akan disuling dikukus/di-steam dengan tekanan rendah dalam satu
ketel atau tabung. Namun penempatan air dan daun yang disuling dilakukan
secara terpisah atau tidak berhubungan langsung dengan air. Selanjutnya,
13
kandungan minyak dalam daun akan terbawa bersama uap air melalui pipa dan
selanjutnya masuk ke ketel pendingin.
Penggunaan cara penyulingan dengan sistem ini mempunyai kelebihan
tersendiri yaitu uap air yang dihasilkan selalu dalam kondisi jernih. Selain itu,
suhu yang dihasilkan tidak terlalu panas sehingga tingkat kegosongan minyak
lebih terkendali. Namun, dibalik kelebihannya terdapat suatu kelemahan, yaitu
tekanan uap yang dihasilkan relatif rendah sehingga belum bisa menghasilkan
minyak dengan waktu yang cepat. Untuk menghasilkan rendemen minyak yang
banyak serta tingkat persentase patchouli alkohol tinggi diperlukan waktu cukup
panjang, yaitu lebih dari 8 jam dalam setiap sekali suling.
3)
Penyulingan Dengan Uap Tidak Langsung
Prinsip dasar sistem penyulingan dengan uap tidak langsung adalah
penggunaan uap bertekanan tinggi. Tabung pendidih dipisahkan dari tabung
penyulingan. Artinya, tabung air tersendiri dan tabung tempat bahan yang disuling
juga tersendiri. Jumlah tabung bahan dapat ditempatkan beberapa buah secara
terpisah, sesuai kapasitas dari ketel/tabung air dengan kapasitas ketel tempat
bahan atau daun kering. Metode ini menghasilkan minyak berkualitas dengan
rendemen tinggi. Selain itu, proses penyulingan berjalan relatif lebih cepat. Untuk
menghasilkan jumlah minyak lebih banyak, pembuatan mesin suling dapat
dilakukan dengan melakukan pemisahan beberapa tabung bahan (dua atau tiga
buah) dengan kapasitas yang sesuai dengan kemampuan tabung atau ketel uap.
2.2. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menganalisis kelayakan usaha
nilam. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan Romansyah (2002), tentang
Studi Pengembangan Agroindustri Minyak Nilam Skala Kecil di Kabupaten
Asahan Sumatera Utara. Tujuan dari penelitian yaitu identifikasi profil
agroindustri minyak nilam pada tingkat pedesaan di Kabupaten Asahan;
menentukan tipe dan operasionalisasi pengembangan agroindustri minyak nilam
tingkat pedesaan Kabupaten Asahan; dan menganalisis kelayakan finansial
pengembangan agroindustri minyak nilam tingkat pedesaan di Kabupaten Asahan.
Metode yang digunakan adalah metode AHP (Analisis Hierarki Proses), metode
komparasi, dan analisis finansial.
14
Proses pengembangan agroindustri skala kecil di Kabupaten Asahan harus
diikuti dengan perubahan teknik dari teknologi suling uap langsung (uap dan air)
menjadi teknologi suling uap tidak langsung . Pengembangan agroindustri skala
kecil tersebut layak untuk dilakukan. Sedangkan dari analisis finansialnya
diperoleh besaran-besaran yang sesuai untuk kriteria usaha yang layak antara lain:
IRR sebesar 64,97 persen, NPV sebesar Rp 189.146.239,39, PBP selama 2,91
tahun, dan Net B/C sebesar 1,342. Modal keseluruhan yang dibutuhkan dalam
pengembangan usaha tersebut sebesar Rp 21.154.520 dan biaya variabel sebesar
Rp 147.360.000. Peningkatan biaya sampai 50 persen secara agregat masih
memberikan hasil yang layak bagi pengembangan usaha kecil ini. Hasil
perhitungan marjin keuntungan petani menunjukkan usaha pengembangan
agroindustri minyak nilam skala kecil di Kabupaten Asahan lebih menjanjikan
dibandingkan kondisi sekarang. Hal ini dapat dilihat dari perolehan yang didapat
petani dari kegiatan usaha sebesar Rp 735.861,67 per bulan, disamping komponen
biayan tenaga kerja sebesar Rp 250.000 sehingga total yang diterima petani per
bulannya sebesar 985.861 atau jika dilihat dari hasil kumulatif tahun ke-6 masingmasing akan memperoleh dana sebesar Rp 63.554.652,44 atau rata-rata Rp
10.592.442,02 per tahunnya.
Wijaya (2002), melakukan penelitian tentang rekayasa model sistem
penunjang keputusan investasi perkebunan inti rakyat komoditi minyak atsiri.
Hasil penelitian memberikan keputusan bahwa komoditi yang diunggulkan adalah
minyak nilam. Hasil estimasi menunjukkan bahwa rata-rata permintaan ekspor
1.237.036 kg setiap tahun dengan persentase target produksi 0,6 persen dan
diperoleh produksi minyak nilam adalah 453 kg/tahun. Usaha kebun tanaman
nilam menggunakan SKIM KKPA dengan investasi Rp 12.453.248, IDC 16
persen selama satu tahun masa tenggang, bunga 18 persen selama lima tahun masa
perlunasan, dan harga jual produk Rp 5.000/kg menghasilkan NPV Rp 5.229,199,
IRR 27,88 persen, PBP 7,15 tahun dan Net B/C Ratio 1,38. Kelayakan minimum
biaya panen Rp 93,78/kg, biaya angkut Rp 108,30/kg, harga jual daun kering Rp
5.000/kg dan biaya pengeringan daun Rp 83,3/kg.
Usaha penyulingan nilam menggunakan SKIM kredit umum dengan
tingkat suku bunga 24 persen per tahun selama satu tahun masa tenggang dan
15
empat tahu masa pelunasan, harga bahan baku Rp 5.000/kg , harga jual minyak
nilam rata-rata Rp 190.000/kg dan 25 persen modal sendiri (investasi Rp
461.424.409) diperoleh NPV Rp 924.828.165, IRR 65,97 persen, Net B/C 1,42
dan PBP 2,42 tahun. Kelayakan minimum berada pada posisi bahan baku Rp
8.660/kg dan harga jual Rp 189.865/kg. Atas dasar nilai B/C ratio harga daun
kering tanaman nilam masih dapat ditingkatkan hingga Rp 5.000/kg dan pada
kondisi ini nilai B/C rasio kedua pola usaha sebesar 1,40.
Encep (2002), penelitian mengenai sistem agribisnis nilam di Kabupaten
Sukabumi, Jawa Barat. Tujuan penelitian yaitu mengkaji sistem agribisnis nilam
dan prospeknya mencakup subsistem pengadaan sarana produksi, subsistem
usahatani, dan subsistem pemasaran nilam; menganalisis tingkat pendapatan dan
tingkat efisiensi usahatani nilam; menganalisis marjin pemasaran dan share harga
yang diterima petani pada tiap pola pemasaran terna nilam; dan mengetahui
struktur pasar terna nilam yang terbentuk. Metode analisis data yang digunakan
adalah analisis pendapatan keuntungan usahatani; analisis marjin pemasaran dan
share harga petani; dan analisis struktur dan perilaku pasar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem agribisnis nilam di Kabupaten
Sukabumi tatanannya masih baru dan pemasarannya pun masih dilakukan secara
sederhana. Dalam hal pengadaan sarana produksi, petani nilam di Kabupaten
Sukabumi terbagi menjadi dua kelompok yaitu petani nilam yang memperoleh
sarana produksi dengan melakukan kemitraan dengan eksportir.
Dalam upaya pengembangan nilam sebaiknya disertai dengan upaya
pemasyarakatan tanaman nilam melalui bantuan penyediaan sarana produksi
maupun permodalan dan faktor lainnya kepada petani sehingga upaya peningkatan
produksi nilam untuk peningkatan pendapatan daerah disertai peningkatan
pendapatan dan kesjahteraan petani dapat dicapai.
Triwagia (2003), melakukan penelitian mengenai Analisis Kelayakan dan
Peranan pemerintah dalam usaha agroindustri penyulingan nilam di Pabrik Mitra
Usaha Jaya, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya-Jawa Barat.
Tujuan penelitian yaitu: menganalisis kelayakan pabrik nilam Mitra Usaha Jaya
berdasarkan aspek-aspek kelayakan usaha mencakup aspek pasar, aspek teknis,
aspek manajemen, dan aspek keuangan (finansial); mengukur kepekaan atau
16
sensitivitas usaha terhadap perubahan tingkat harga hasil produksi, biaya
produksi, dan produktivitas nilam; dan mengetahui peranan pemerintah
Kabupaten Tasik terhadap pengembangan agroindustri penyulingan nilam.
Metode dan analisis data yang digunakan adalah analisis pasar, teknis, manajemen
dan keuangan; harga pokok produk (HPP); ROI; NPV, IRR, Net B/C, Payback
Period, analisis sensitivitas dan switching value.
Return on investment yang dihasilkan perusahaan terus meningkat yang
berarti investasi yang ditanamkan pada usaha ini dapat memberikan tingkat
pengembalian yang menguntungkan. ROI rata-rata yang dihasilkan adalah 0,4701
yang berarti setiap Rp 100 dari total aktiva yang diinvestasikan menghasilkan laba
bersih sebesar Rp 47,01. Adanya peningkatan ROI disebabkan oleh peningkatan
laba bersih berkaitan dengan nilai penjualan pabrik.
Berdasarkan perhitungan NPV bahwa selama 10 tahun berturut-turut usaha
penyulingan minyak nilam memberikan keuntungan sebesar Rp 763.880.851
menurut nilai waktu sekarang. Sedangkan hasil NBCR menunjukkan bahwa setiap
pengeluaran Rp 1 akan menghasilkan penerimaan bersih sebesar Rp 1,7086.
Kemudian nilai IRR 28 persen sehingga proyek usaha penyulingan nilam
dinyatakan layak dilaksanakan. Maka lebih menguntungkan bagi perusahaan
untuk melaksanakan usaha penyulingan nilam tersebut dibandingkan bila modal
yang diinvestasikan tersebut di depositokan di bank.
Periode pengembalian investasi akan diperoleh setelah 3 tahun 11 bulan,
kurang dari umur proyek yang ditentukan yaitu 10 tahun, maka investasi pada
penyulingan minyak nilam ini layak untuk dilaksanakan.
Penelitian yang dilakukan oleh Wulansari (2005) dengan judul Analisis
Kelayakan Ekonomi Usahatani Nilam (Kasus Desa Jatiwangi, Kecamatan
Pakenjeng, Kabupaten Garut). Penelitian ini betujuan untuk mempelajari kergaan
usahatani nilam di Desa Jatiwangi; menganalisa tingkat kelayakan ekonomi
usahatani nilam; dan menganalisa tingkat kepekaan (sensitivitas) dalam kelayakan
ekonomi usahatani nilam terhadap perubahan tingkat harga output dan perubahan
biaya produksi secara bersamaan serta perubahan tingkat suku bunga. Metode
analisis data yang digunakan adalah metode kualitatif untuk menggambarkan
secara deskriptif mengenai teknik budidaya usahatani nilam. Kriteria yang
17
digunakan dalam penelitian ini adalah NPV, IRR, dan Net B/C. Dilakukan analisis
sensitivitas terhadap penuruan harga output sebesar 10-20 persen, peningkatan
harga input pupuk dan tenaga kerja sebesar 10-40 persen akibat dinaikkannya
harga pupuk dan BBM oleh pemerintah dan kombinasi kedua perubahan tersebut.
Berdasarkan karakteristik wilayah, maka nilam relevan untuk tumbuh dan
berkembang di Desa Jatiwangi karena ketinggian tempat berada pada ketinggian
ideal yaitu 600 m dpl. Hal ini didukung oleh jumlah bulan hujan 6-7 bulan dan
suhu rata-rata 350C yang baik untuk menghasilkan pH minyak menurut standar
perdagangan yaitu 2,5-4 persen. Akan tetapi ditinjau dari penerapan teknik
budidayanya maka petani nilam di Desa Jatiwangi belum mampu menerapkan
teknik budidaya yang baik dan benar. Jarang dilakukan penyulaman karena petani
tidak mau mengeluarkan biaya dua kali, penyiangan yang dilakukan tidak bersih,
pemupukan yang dilakukan tidak pada saat yang tepat, kadang-kadang pupuk
hanya disebar tidak sistematik, waktu panen yang dilakukan belum teratur dan
tidak pada umur tanaman yang layak, petani kurang melakukan pemeliharaan
pada kegiatan pemangkasan karena akan mempengaruhi produksi minyak, jarang
dilakukan pembasmian hama dan penyakit tanaman karena dianggap petani tidak
perlu. Bagi petani yang menjual nilam kering, jarang melakukan pengeringan
yang sempurna sehingga daun/ranting nilam akan mengurangi produksi minyak
nilam.
Hasil analisis kelayakan menunjukkan bahwa usahatani nilam di Desa
Jatiwangi layak untuk dijalankan pada tingkat diskonto 12,51 persen, yang
diambil berdasarkan tingkat suku bunga deposito karena petani nilam Desa
Jatiwangi tidak menggunakan modal pinjaman. Hasil NPV sebesar Rp
4.180.266,575 menunjukkan bahwa keuntungan yang diperoleh petani selam
umur proyek adalah sebesar Rp 4.180.266,575. IRR sebesar 229,04 persen artinya
bahwa keuntungan bersih yang diperoleh akan bernilai nol pada tingkat suku
bunga atau diskonto 229,04 persen dan Net B/C sebesar 4,137 bahwa setiap
pengeluaran Rp 1 akan menghasilkan penerimaan bersih sebesar Rp 4,137.
Namun secara riil bahwa dengan keuntungan tersebut belum mampu untuk
memenuhi kebutuhan hidup petani sehari-hari dengan tanggungan keluarga
umumnya sebanyak 3-5 orang.
18
Hasil sensitivitas menunjukkan bahwa usahatani nilam lebih sensitif
terhadap penurunan harga jual output disertai peningkatan harga pupuk dan upah
tenaga kerja secara bersamaan, dibandingkan hanya dengan peningkatan harga
pupuk dan upah tenaga kerja. Berdasarkan hasil wawancara bahwa perubahan
pada kedua variabel yaitu pupuk dan tenaga kerja merupakan hal yang paling
penting dalam usahatani nilam, karena diperlukan penambahan hara pada tanah
mengingat nilam merupakan tanaman yang banyak menghabiskan unsur hara
tanah, sedangkan tenaga kerja dibutuhkan untuk pemeliharaan yang intensif dalam
penerapan teknik budidaya yang baik dan benar.
Walaupun komoditi yang diteliti penulis sama dengan kelima peneliti
terdahulu di atas yaitu nilam, tetapi terdapat perbedaan perusahaan tempat
penelitian ini dilakukan. Selain itu, peneliti hanya melakukan penelitian yang
fokus untuk menganalisis kelayakan satu perusahaan baru yang bergerak pada
penyulingan minyak nilam dengan menggunakan dua skenario yaitu skenario
pertama penyulingan dengan kapasitas mesin 30 kg (tanpa penambahan ketel
suling) dan skenario kedua penyulingan dengan kapasitas mesin 130 kg (adanya
penambahan ketel suling 100 kg).
19
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Studi Kelayakan Proyek
Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumbersumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit), atau suatu aktivitas yang
mengeluarkan uang dengan harapan untuk mendapatkan hasil (return) di waktu
yang akan datang, dapat direncanakan, dibiayai, dilaksanakan sebagai satu unit.
Aktivitas suatu proyek selalu ditujukan untuk mencapai suatu tujuan (objective)
dan mempunyai suatu titik tolak (starting point) dan suatu titik akhir (ending
point) (Kadariah et al, 1999).
Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu
proyek (biasanya merupakan proyek investasi) dilaksanakan dengan berhasil.
Dalam arti sempit, keberhasilan ini ditafsirkan sebagai manfaat ekonomis. Jika
penelitian dari investasi yang dilakukan memberikan manfaat bagi pelaku
investasi maka pelaku akan menjalankan kegiatan investasi tersebut. Sebaliknya
jika kerugian yang akan dihasilkan dari investasi, maka kegiatan tersebut akan
ditinggalkan (Husnan dan Suwarsono, 2000).
Dalam arti luas, studi kelayakan investasi diartikan sebagai suatu
penelitian tentang dapat tidaknya proyek investasi dilaksanakan secara
menguntungkan dengan indikasi adanya manfaat bagi masyarakat luas yang bisa
terwujud dari penyerapan tenaga kerja, pemanfaatan sumber daya yang melimpah
ataupun manfaat untuk pemerintah berupa penghematan atau penambahan devisa
(Husnan dan Muhammad, 2000). Pengertian ini mengandung makna bahwa
sebuah proyek investasi tidak hanya menguntungkan secara ekonomis, melainkan
menguntungkan secara makro bagi daerah dimana lokasi investasi tersebut
dilaksanakan.
Tujuan analisis proyek adalah untuk memperbaiki pemilihan investasi. Hal
ini dikarenakan sumber-sumber bagi pembangunan sifatnya terbatas, oleh karena
itu diperlukan pemilihan dari berbagai macam proyek . Kesalahan dalam memilih
proyek dapat mengakibatkan pengorbanan terhadap sumber-sumber langka
(Kadariah et al. 1999).
3.1.2. Aspek-Aspek Studi Kelayakan Proyek
Gittinger (1986) menyatakan bahwa dalam melakukan studi kelayakan
perlu memperhatikan aspek-aspek yang berkaitan secara seksama untuk
menentukan bagaimana manfaat yang akan diperoleh dari suatu investasi tertentu
dan harus dipertimbangkan pada setiap tahap dalam perencanaan proyek dan
siklus pelaksanaan. Secara umum aspek-aspek yang diteliti dalam studi kelayakan
proyek meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek finansial.
3.1.2.1. Aspek Pasar
Pengkajian aspek pasar penting untuk dilakukan karena tidak ada proyek
yang berhasil tanpa adanya permintaan atas barang atau jasa yang dihasilkan oleh
proyek tersebut. Menurut Husnan dan Muhammad (2000) aspek pasar
mempelajari:
1) Permintaan
Lipsey (1995) menyatakan bahwa jumlah komoditi total yang ingin dibeli
oleh semua rumah tangga disebut jumlah yang diminta untuk komoditi
tersebut. Variabel penting yang mempengaruhi permintaan, yaitu harga
komoditi itu sendiri, harga komoditi yang berkaitan, pendapatan, selera, dan
besarnya populasi.
2) Penawaran
Menurut Lipsey (1995) jumlah komoditi yang akan dijual oleh perusahaan
merupakan kuantitas yang ditawarkan untuk komoditi itu. Jumlah komoditi
yang bersedia diproduksi dan ditawarkan oleh perusahaan untuk dijual
dipengaruhi variabel : harga komoditi itu sendiri, harga input, tujuan
perusahaan, dan perkembangan teknologi.
3) Program Pemasaran
Menurut Kotler (2005) program pemasaran yang sering disebut bauran
pemasaran (marketing-mix) terdiri dari empat komponen, yaitu produk
(product), harga (price), distribusi (distribution), dan promosi (promotion).
4) Pangsa Pasar yang Dikuasai Perusahaan
Pangsa pasar (market share) merupakan proporsi (sebagian) dari keseluruhan
pasar potensial yang diharapkan dapat diraih oleh proyek yang bersangkutan.
Pasar potensial adalah keseluruhan jumlah produk atau sekelompok produk
21
yang mungkin dapat dijual dalam pasar tertentu pada satu periode tertentu di
bawah pengaruh set kondisi tertentu. Satu set kondisi tertentu ini meliputi
variabel : marketing mix dan kemampuan manajemen lainnya, serta variabel
yang tidak dapat dikontrol oleh calon investor (Husnan dan Muhammad,
2000).
3.1.2.2. Aspek Teknis
Menurut Husnan dan Muhammad (2000), aspek teknis merupakan suatu
aspek yang berkenaan dengan proses pembangunan secara teknis dan
pengoperasiaannya setelah proyek tersebut selesai dibangun. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam aspek teknis antara lain:
1) Lokasi Proyek
Lokasi proyek untuk perusahaan industri mencakup dua pengertian, yaitu
lokasi dan lahan pabrik serta lokasi bukan pabrik. Pengertian lokasi bukan
pabrik mengacu pada lokasi untuk kegiatan yang secara langsung tidak
berkaitan dengan proses produksi, yaitu lokasi bangunan administrasi
perkantoran dan pemasaran. Terdapat beberapa variabel yang perlu
diperhatikan dalam pemilihan lokasi proyek. Variabel ini dibedakan ke
dalam ke dalam dua golongan besar, yaitu variabel utama (primer) dan
variabel bukan utama (sekunder). Penggolongan ke dalam dua kelompok ini
tidak mengandung kekakuan, artinya dimungkinkan untuk berubah golongan
sesuai dengan ciri utama output dan proyek yang bersangkutan. Variabelvariabel utama (primer) tersebut yaitu ketersediaan bahan mentah, letak
pasar yang dituju, tenaga listrik dan air, supply tenaga kerja, serta fasilitas
transportasi. Sedangkan variabel-variabel bukan utama (sekunder) terdiri dari
hukum dan peraturan yang berlaku, iklim dan keadaan tanah, sikap dari
masyarakat setempat (adat istiadat) dan rencana masa depan perusahaan.
2) Skala Operasi atau Luas Produksi
Skala operasi dan luas produksi adalah jumlah produk yang seharusnya
diproduksi untuk mencapai keuntungan yang optimal. Pengertian kata
“seharusnya” dan “keuntungan yang optimal”, mengandung maksud untuk
mengkombinasikan faktor eksternal dan faktor internal perusahaan. Beberapa
faktor yang perlu diperhatikan dalam penentuan luas produksi yaitu batasan
22
permintaan, persediaan kapasitas mesin-mesin, jumlah dan kemampuan
tenaga kerja pengelola proses produksi, kemampuan finansial, dan
manajemen serta kemungkinan adanya perubahan teknologi produksi di
masa yang akan datang.
3) Layout
Layout merupakan keseluruhan proses penentuan bentuk dan penempatan
fasilitas-fasilitas yang dimiliki suatu perusahaan. Dengan demikian,
pengertian layout mencakup layout site ( layout lahan lokasi proyek), layout
pabrik, layout bangunan bukan pabrik, dan fasilitas-fasilitasnya. Dalam
layout pabrik terdapat dua tipe utama, yaitu layout fungsional (layout
process) dan layout produk (layout garis).
4) Pemilihan Jenis Teknologi dan Peralatan
Patokan umum yang dapat digunakan dalam pemilihan jenis teknologi adalah
seberapa jauh derajat mekanisasi yang diinginkan dan manfaat ekonomi yang
diharapkan, disamping kriteria lain yaitu ketepatan jenis teknologi yang
dipilih dengan bahan mentah yang digunakan, keberhasilan penggunaan jenis
teknologi tersebut di tempat lain yang memiliki ciri-ciri mendekati lokasi
proyek, kemampuan pengetahuan penduduk (tenaga kerja) setempat dan
kemungkinan pengembangannya serta petimbangkan kemungkinan adanya
teknologi lanjutan sebagai salinan teknologi yang akan dipilih sebagai akibat
keusangan.
3.1.2.3. Aspek Manajemen
Pengkajian aspek manajemen pada dasarnya menilai para pengelola
proyek dan struktur organisasi yang ada. Proyek yang dijalankan akan berhasil
apabila dijalankan oleh orang-orang yang profesional mulai dari merencanakan,
melaksanakan, sampai dengan mengendalikan agar tidak terjadi penyimpangan.
Demikian pula dengan struktur organisasi yang dipilih harus sesuai dengan bentuk
dan tujuan proyeknya. Hal-hal yang dipelajari dalam aspek ini, antara lain:
1) Manajemen dalam Masa Pembangunan Proyek
Manajemen proyek adalah sistem untuk merencanakan, melaksanakan, dan
mengawasi pembangunan proyek dengan efisien. Manajemen proyek harus
dapat menyusun rencana pelaksanaan proyek dengan mengkoordinasikan
23
berbagai aktivitas atau kegiatan proyek dan penggunaan sumber daya agar
secara fisik proyek dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam manajemen masa pembangunan proyek, yaitu
pelaksanaan proyek tersebut, jadwal penyelesaian proyek, dan pihak yang
melakukan studi masing-masing aspek.
2) Manajemen dan Operasi
Manajemen ini meliputi bentuk organisasi atau badan usaha yang dipilih,
struktur organisasi, deskripsi dan spesifikasi jabatan, anggota direksi, serta
tenaga kunci serta jumlah tenaga kerja yang akan digunakan.
3.1.2.4. Aspek Hukum
Aspek hukum terdiri dari bentuk badan usaha yang akan digunakan,
jaminan-jaminan yang dapat diberikan apabila hendak meminjam dana, serta akta,
sertifikat, dan izin yang diperlukan dalam menjalankan usaha.
3.1.2.5. Aspek Sosial dan Lingkungan
Analisis terhadap aspek sosial dan lingkungan merupakan suatu analisis
yang berkenaan dengan implikasi sosial yang lebih luas dari investasi yang
diusulkan, dimana pertimbangan-pertimbangan sosial tersebut harus dipikirkan
secara cermat agar dapat menentukan ketanggapan suatu proyek terhadap keadaan
sosial yang terjadi (Gittinger, 1986). Contoh pengaruh proyek terhadap kondisi
sosial dan lingkungan diantaranya adalah perluasan kesempatan kerja,
peningkatan pendapatan petani, serta dampak limbah proyek terhadap lingkungan
sekitar.
3.1.2.6. Aspek Finansial
Aspek keuangan mempelajari kebutuhan dan sumber dana meliputi
bagaimana menghitung kebutuhan dana, baik dana untuk aktiva tetap maupun
dana untuk modal kerja (Husnan dan Muhammad, 2000). Kemudian juga diteliti
seberapa besar pendapatan yang akan diterima jika proyek dijalankan, lama
pengembalian investasi yang ditanamkan, sumber pembiayaan proyek, dan tingkat
suku bunga yang berlaku. Hal-hal yang mendapat perhatian dalam penelitian
aspek ini antara lain:
24
1) Biaya Kebutuhan Investasi
Investasi dilakukan dalam berbagai bentuk yang digunakan untuk membeli
aset-aset proyek. Aset-aset ini biasanya berupa aset tetap yang dibutuhkan
oleh perusahaan mulai dari pendirian hingga dapat dioperasikan. Secara
umum kompnen biaya investasi terdiri atas biaya pra investasi dan biaya
pembelian aktiva tetap (Husnan dan Muhammad, 2000). Aktiva tetap atau
aktiva jangka panjang terdiri dari tanah dan pengembangan lokasi, bangunan
dan perlengkapannya, pabrik dan mesin, dan aktiva tetap lainnya.
2) Sumber-Sumber Dana
Husnan dan Muhammad (2000) menyatakan bahwa dana yang dibutuhkan
dalam investasi dapat diperoleh dari berbagai sumber dana yang ada, yaitu
modal milik sendiri maupun modal pinjaman. Pada dasarnya pemilihan
sumber dana bertujuan untuk memilih sumber dana yang pada akhirnya
dapat memberikan kontribusi dengan biaya yang terendah dan tidak
menimbulkan kesulitan likuiditas bagi proyek atau perusahaan yang
mensponsori proyek tersebut (artinya jangka waktu pengembalian sesuai
dengan jangka waktu penggunaan dana). Sumber-sumber dana yang utama
terdiri dari modal sendiri yang disetor oleh pemilik perusahaan, penerbit
saham biasa atau saham preferen di pasar modal, obligasi yang diterbitkan
oleh perusahaan dan dijual di pasar modal, kredit bank, leasing (sewa guna)
dari lembaga non bank dan project finance.
3) Aliran Kas (Cash flow)
Cash flow merupakan arus kas yang ada di perusahaan, baik arus kas masuk
(in flow) maupun arus kas keluar (out flow). Aliran kas penting digunakan
dalam akuntansi karena laba dalam pengertian akuntasi tidak sama dengan
kas masuk bersih, dan yang relevan bagi para investor adalah kas bukan laba.
Aliran kas yang berhubungan dengan suatu proyek dapat dikelompokkan
dalam tiga bagian, yaitu aliran kas permulaan (initial cash flow), aliran kas
operasinal (operational cash flow), dan aliran kas terminal (terminal cash
flow). Pengeluaran-pengeluaran untuk
investasi
pada awal
periode
merupakan initial cash flow. Aliran kas yang timbul selama proyek disebut
operational cash flow. Sedangkan aliran kas yang diperoleh pada waktu
25
proyek berakhir disebut terminal cash flow. Pada umumnya initial cash flow
bernilai negative, sedangkan operational dan terminal cash flow benilai
positif. Aliran-aliran kas ini harus dinyatakan dengan dasar setelah pajak
(Husnan dan Muhammad, 2000).
Menurut Kadariah et al. (1999), dalam mencari ukuran menyeluruh
tentang baik tidaknya suatu proyek diperlukan pengukuran menggunakan
beberapa kriteria. Kriteria ini tergantung dari kebutuhan akan keadaan masingmasing proyek. Setiap kriteria memiliki kebaikan serta kelemahan masingmasing, sehingga dalam penilaian kelayakan suatu proyek hendaknya digunakan
beberapa metode sekaligus. Hal ini bertujuan untuk memberikan hasil yang lebih
sempurna. Kriteria yang biasa digunakan antara lain:
a) Nilai Bersih Sekarang (Net Present Value)
Net Present Value (NPV) merupakan nilai sekarang dari selisih antara
manfaat (benefit) dengan biaya (cost) pada tingkat suka bunga tertentu.
b) Tingkat Pengembalian Investasi (Internal Rate of Return)
Internal Rate of Return (IRR) merupakan discount rate yang dapat
membuat arus penerimaan bersih sekarang dari suatu proyek (NPV)
sama dengan nol.
c) Rasio Manfaat-Biaya Bersih (Net Benefit-Cost Ratio)
Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) merupakan angka perbandingan
antara jumlah net present value (NPV) yang positif dengan jumlah net
present value (NPV) yang negatif.
d) Pengembalian Investasi (Payback Period)
Payback Period (PP) merupakan suatu periode yang diperlukan untuk
menutup kembali pengeluaran investasi yang didanai dengan aliran kas.
3.1.3. Analisis Nilai Pengganti (Switching Value)
Menurut Kadariah et al. (1999), analisis sensitivitas bertujuan untuk
melihat apa yang akan terjadi terhadap hasil analisis proyek jika ada suatu
kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya atau benefit.
Dalam analisis sensitivitas, setiap kemungkinan harus dicoba, yang berarti setiap
kali harus dilakukan analisis kembali. Hal ini perlu karena analisis proyek
26
biasanya didasarkan pada proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian dan
perubahan yang akan terjadi di masa depan.
Proyek pada sektor pertanian dapat berubah-ubah akibat dari empat
permasalahan utama, yaitu perubahan harga jual produk, keterlambatan
pelaksanaan proyek, kenaikan biaya, dan perubahan volume produksi.
Permasalahan ini timbul karena banyak faktor yang tidak terkendali. Setiap
kemungkinan perubahan atau kesalahan dalam dasar perhitungan sebaiknya
dipertimbangkan dalam analisis sensitivitas (Gittinger, 1986).
Suatu variasi dari analisis sensitivitas adalah analisis nilai pengganti
(switching value). Menurut Gittinger (1986), pengujian ini dilakukan sampai
dicapai tingkat minimum dimana proyek dapat dilaksanakan dengan menentukan
berapa besarnya proporsi manfaat yang akan turun akibat manfaat bersih sekarang
menjadi nol (NPV = 0). NPV sama dengan nol akan membuat IRR sama dengan
tingkat suku bunga dan Net B/C sama dengan 1.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Berdasarkan data BPS, ekspor minyak nilam dari tahun 2003 sampai tahun
2006 mengalami peningkatan dari 1.127 ton dengan nilai sebesar US$ 19.165.000
hingga 2.832 ton dengan nilai sebesar US$ 43.984. Peningkatan ekspor minyak
nilam dapat disebabkan karena adanya peningkatan permintaan bahan baku
(minyak nilam) oleh industri-industri parfum, kosmetika, dan farmasi. Seiring
dengan peningkatan tersebut, maka prospek agribisnis dan agroindustri nilam di
Indonesia sangat terbuka lebar.
Meskipun prospek agribisnis dan agroindustri nilam di Indonesia sangat
terbuka lebar, namun terdapat beberapa masalah yang sering terjadi dalam
pengusahaan nilam seperti produktivitas nilam rendah, harga minyak nilam yang
berfluktuasi, dan mutu minyak nilam yang dihasilkan sering tidak stabil dan tidak
sesuai dengan permintaan pasar. Hal ini disebabkan karena pengusahaan nilam
pada umumnya masih dalam bentuk perkebunan rakyat dengan luas areal tanam
yang relatif kecil serta teknologi yang digunakan dalam penyulingan nilam masih
sederhana akibat faktor sosial ekonomi petani dan faktor teknologi yang diakses
masih terbatas.
27
Kabupaten Mandailing Natal merupakan salah satu sentra produksi nilam
yang terdapat di Sumatera Utara. Keadaan iklim dan tanahnya sangat mendukung
untuk ditanami nilam. Oleh sebab itu, banyak masyarakat yang menanami
lahannya dengan tanaman nilam. Selama ini pengusahaan nilam di Kabupaten
Mandailing Natal masih dalam bentuk perkebunan rakyat dengan luas areal tanam
yang relatif kecil. Selain itu, penyulingan nilam yang dilakukan juga masih
tradisional yaitu dengan menggunakan mesin yang sederhana. Akibatnya mutu
minyak yang dihasilkan rendah sehingga harga yang diterima petani juga rendah.
Melihat prospek pasar minyak nilam yang cerah dan potensi yang ada di
Kabupaten Mandailing Natal, maka ada keinginan dari PT. Perkasa Primatama
Mandiri untuk membuka usaha yang bergerak dalam usaha penyulingan minyak
nilam di kabupaten tersebut. Permasalahan-permasalahan yang sering terjadi
selama ini dijadikan sebagai suatu tantangan sekaligus peluang oleh PT. Perkasa
Primatama Mandiri. PT. Perkasa Primatama Mandiri merupakan perusahaan baru
dan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam usaha penyulingan minyak
nilam yang menggunakan teknologi modern di Sumatera Utara. Mengingat dalam
pembukaan usaha penyulingan minyak nilam yang menggunakan teknologi
modern membutuhkan investasi yang besar, maka perlu dilakukan analisis
kelayakan untuk mengetahui apakah usaha yang dijalankan perusahaan
menguntungkan atau tidak.
Analisis kelayakan yang dilakukan dilihat dari dua aspek yaitu aspek
finansial dan non finansial. Analisis aspek non finansial mengakaji aspek-aspek
kelayakan investasi seperti aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek
hukum, aspek sosial lingkungan, dan aspek financial, sedangkan analisis finansial
mengkaji NPV, IRR, Net B/C, Payback Period, dan sensitivitas usaha
penyulingan nilam. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
rekomendasi mengenai pelaksanaan usaha kepada PT. Perkasa Primatama
Mandiri. Berikut adalah kerangka operasional penelitian pada usaha penyulingan
nilam.
28
Peningkatan ekspor minyak nilam
yang disebabkan oleh peningkatan
permintaan minyak nilam dari
industri-indutri parfum, kosmetika,
dan farmasi
Potensi
Kabupaten
Mandailing
Natal
Prospek pasar
minyak nilam cerah
- Produktivitas
nilam rendah
- Mutu minyak
nilam tidak stabil
- Harga minyak
nilam
berfluktuatif
PT. Perkasa Primatama Mandiri
Kelayakan Usaha Penyulingan
Nilam
Analisis Finansial
- NPV
- IRR
- Net B/C
- PP
Analisis Non Finansial :
- Aspek pasar
- Aspek teknis
- Aspek manajemen
- Aspek sosial dan lingkungan
- Aspek hukum
Analisis Switching value
Layak atau Tidak layak untuk
dilaksanakan
Gambar 2. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional
29
IV METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di PT. Perkasa Primatama Mandiri yang
berlokasi di Desa Hutarimbaru, Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing
Natal, Provinsi Sumatera Utara. Lokasi penelitian ini dipilih secara sengaja
(purposive) dengan pertimbangan Sumatera Utara sebagai sentra produksi nilam
kelima terbesar dan PT. Perkasa Primatama Mandiri merupakan perusahaan baru
dan satu-satunya yang melakukan
penyulingan minyak nilam dengan
menggunakan teknologi modern (heater) di Sumatera Utara. Penelitian di
lapangan dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2009.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung, pemberian
kuisioner, dan wawancara dengan manajer perusahaan dan pengumpul minyak
nilam yang ada di daerah tersebut. Sedangkan data sekunder diperoleh dari
beberapa instansi terkait seperti Dinas Pertanian Kabupaten Mandailing Natal,
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Mandailing Natal, Departemen
Pertanian, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Badan Pusat Statistik,
Perpustakaan IPB, serta studi literatur dari buku, bahan bacaan dari internet, dan
penelitian sebelumnya yang mendukung penelitian ini.
4.3. Metode Pengolahan Data
Analisis data secara kuantitatif dilakukan untuk menganalisis kelayakan
finansial usaha penyulingan minyak nilam berdasarkan kriteria kelayakan
investasi, yaitu NPV, IRR, Net B/C, dan PP. Data kuantiatif ini diolah dengan
menggunakan komputer program Microsoft Excel dan disajikan dalam bentuk
tabulasi yang digunakan untuk mengklasifikasi data yang ada serta mempermudah
dalam melakukan analisis data. Selain itu pengolahan data juga menggunakan
minitab14 untuk memperoleh trend pertumbuhan produksi dan ekpor nilam.
Sedangkan analisis kualitatif yang digunakan untuk menilai kelayakan aspek non
finansial disajikan dalam bentuk uraian secara deskriptif. Untuk menghitung pajak
yang akan dibayarkan oleh unit penyulingan diperlukan perhitungan mengenai
penyusutan dari mesin yang digunakan. Metode penyusutan yang digunakan
adalah metode penyusutan garis lurus.
4.3.1. Analisis Kelayakan Finansial
Untuk mengetahui tingkat kelayakan usaha penyulingan nilam digunakan
alat ukur kelayakan finansial melalui pendekatan Net Present Value (NPV),
Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), dan Payback
Period (PP).
4.3.1.1. Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) adalah manfaat bersih sekarang yang diperoleh
selama umur proyek. Dengan demikian, NPV merupakan selisih antara nilai
sekarang (present value) dari manfaat (benefit) dari biaya (cost) pada tingkat suku
bunga tertentu.
Secara sistematis, NPV dirumuskan sebagai berikut (Kadariah,1999):
Keterangan :
Bt = penerimaan usaha penyulingan nilam yang merupakan perkalian antara
harga minyak nilam dengan jumlah minyak nilam yang dihasilkan pada
tahun ke-t
Ct = biaya usaha penyulingan nilam pada tahun ke-t. Biaya ini terdiri dari biaya
investasi dan biaya operasional.
i
= tingkat suku bunga yang ditetapkan.
n
= umur ekonomis usaha penyulingan nilam.
Kriteria kelayakan finansial berdasarkan NPV, yaitu:
1) NPV > nol, berarti usaha penyulingan nilam layak untuk dilaksanakan
karena manfaat yang diperoleh lebih besar daripada biaya.
31
2) NPV = nol, berarti secara finansial usaha penyulingan nilam mengembalikan
nilai yang sama sebesar modal sosial Opportunities Cost faktor produksi
normal.
3) NPV < nol, berarti usaha penyulingan nilam tidak layak untuk dilaksanakan
karena hanya akan mendatangkan kerugian.
4.3.1.2. Internal Rate of Return (IRR)
IRR merupakan presentase tingkat pengembalian investasi yang diperoleh
selama umur proyek. IRR berupa tingkat suku bunga yang menjadikan nilai NPV
suatu investasi sama dengan nol. IRR juga merupakan tingkat rata-rata
keuntungan intern tahunan bagi perusahaan dan biasanya dinyatakan dalam satuan
persen.
Biasanya dalam menentukan nilai IRR (dicari nilai i-nya) tidak dapat
dipecahkan secara langsung, namun dilakukan dengan cara interpolasi (mencobacoba). Prosedurnya adalah sebagai berikut (Kadariah,1999):
1) Dipilih nilai discount rate i yang dianggap dekat dengan nilai IRR yang
benar, lalu hitung NPV dari arus benefit dan biaya.
2) Jika hasil NPV tersebut negatif, hal ini berarti nilai percobaan i terlalu tinggi
(benefit di waktu yang akan dating di-discount rate dengan terlalu berat yang
membuat present value biaya melebihi present value benefit). Jadi dipilih
nilai percobaan i baru yang lebih rendah.
3) Jika yang terjadi adalah sebaliknya, hasil present value tersebut positif, hal
ini berarti percobaan i terlalu rendah (benefit di waktu yang akan dating
belum di-discount dengan berat untuk disamakan dengan present value
biaya). Jadi dipilih nilai percobaan i baru yang lebih tinggi.
4) Nilai discount rate pada percobaan pertama dilambangkan dengan i1 dan i2
untuk percobaan kedua. Nilai percobaan pertama untuk NPV dilambangkan
dengan NPV1 dan NPV2 untuk percobaan kedua., asalkan salah satu dari
kedua perkiraan NPV tidak terlalu jauh dari nol (yang merupakan nilai NPV
yang benar apabila i=IRR), maka perkiraan IRR yang dekat akan diperoleh
dengan menggunakan persamaan berikut ini:
32
Keterangan:
i’
i
=
“
=
discount rate yang menghasilkan NPV positif
discount rate yang menghasilkan NPV negatif
NPV’ =
nilai bersih sekarang yang bernilai positif
NPV” =
nilai bersih sekarang yang bernilai negatif
Kriteria kelayakan berdasarkan IRR, yaitu:
a) IRR > tingkat suku bunga yang ditetapkan, berarti investasi penyulingan
nilam layak untuk dilaksanakan.
b) IRR = tingkat suku bunga yang ditetapkan, berarti investasi penyulingan
nilam tidak menguntungkan dan tidak merugikan juga.
c) RR < tingkat suku bunga yang ditetapkan, berarti investasi penyulingan nilam
tidak layak untuk dilaksanakan.
4.3.1.3. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C)
Net B/C merupakan besarnya tingkat tambahan manfaat dari setiap
tambahan biaya sebesar satu rupiah. Net B/C dapat dirumuskan sebagai
perbandingan antara nilai NPV yang bernilai positif (sebagai pembilang), dengan
NPV yang bernilai negatif (sebagai penyebut). Untuk menghitung nilai Net B/C
terlebih dahulu dihitung benefit bersih yang telah di-discount factor untuk setiap
tahun t.
Secara umum rumus yang digunakan adalah sebagai berikut (Kadariah,
1999):
33
Keterangan:
Bt
=
penerimaan usaha penyulingan nilam yang diterima pada tahun ket.
Ct
=
biaya usaha penyulingan nilam yang dikeluarkan pada tahun ke-t.
i
=
tingkat suku bunga yang ditetapkan.
n
=
umur ekonomis usaha penyulingan nilam.
Kriteria kelayakan berdasarkan Net B/C, yaitu:
1) Net B/C
>
1, maka investasi penyulingan nilam menguntungkan dan
layak untuk dilaksanakan.
2) Net B/C
=
1, maka investasi penyulingan tidak menguntungkan dan
tidak merugikan.
3) Net B/C
<
1, maka investasi penyulingan nilam tidak layak untuk
dilaksanakan karena hanya mendatangkan kerugian.
4.3.1.4. Payback Period (PP)
Payback Period (PP) adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup
kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas. Metode Payback
Period ini merupakan teknik penilaian terhadap jangka waktu (periode)
pengembalian investasi suatu usaha. Secara sistematis adalah sebagai berikut:
Kriteria penilaiannya, yaitu jika payback period lebih pendek dari
maksimum payback period-nya, maka usaha penyulingan nilam dapat diterima.
Namun jika payback period lebih lama dari maksimum payback period-nya, maka
usaha penyulingan nilam ditolak.
4.3.2. Metode Penyusutan Garis Lurus
Untuk menjaga kontinuitas usaha dari proyek yang direncanakan perlu
dihitung besarnya biaya penyusutan pada setiap tahun. Sebuah perusahaan yang
sehat pada umumnya mempunyai cadangan penyusutan/depresiasi untuk menjaga
34
kontinuitas dari kegiatan usaha, disamping menjaga kualitas produk dan
memudahkan dalam mengikuti perubahan aset dengan adanya perubahan
teknologi. Besar kecilnya biaya penyusutan tergantung pada harga aset, umur
ekonomis, serta metode yang digunakan dalam penyusustan. Metode penyusutan
yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penyusutan garis lurus. Secara
matematis, rumus penyusutan garis lurus dirumuskan sebagai berikut (Ibrahim,
2003):
Keterangan:
P
=
jumlah penyusutan per tahun
B
=
harga beli aset
S
=
nilai sisa
N
=
umur Ekonomis
4.3.3. Analisis Nilai Pengganti (Switching Value
Analisis nilai pengganti (switching value) digunakan untuk mengetahui
seberapa besar perubahan pada nilai penjualan dan nilai variabel yang akan
menghasilkan keuntungan normal, yaitu NPV sama dengan nol atau mendekati,
IRR sama dengan tingkat suku bunga yang berlaku , dan Net B/C sama dengan 1.
Variabel yang akan dianalisis merupakan variabel yang dianggap
signifikan dalam usaha penyulingan minyak nilam yang dilakukan oleh
perusahaan, yaitu (1) jumlah minyak nilam yang dihasilkan, (2) tingkat harga
minyak nilam, (3) tingkat harga nilam. Dengan analisis ini akan dicari jumlah
minimum minyak nilam yang dihasilkan, tingkat harga penjualan minimum, dan
biaya bahan baku (nilam) maksimum yang masih membuat usaha pengolahan ini
layak untuk dijalankan.
Faktor yang dapat mempengaruhi penurunan jumlah minyak nilam yang
diproduksi adalah penurunan pasokan bahan baku nilam akibat penurunan hasil
panen. Hasil panen ini akan menurun jika terjadi perubahan pada kondisi
agroklimat. Sedangkan faktor yang dapat menyebabkan harga nilam meningkat
35
yaitu adanya penurunan tingkat produksi hasil panen akibat adanya perubahan
kondisi agroklimat.
4.4. Asumsi Dasar
Analisis kelayakan penyulingan minyak nilam ini menggunakan beberapa
asumsi dasar, yaitu:
1) Dilakukan dua skenario yaitu skenario pertama penyulingan dengan
kapasitas mesin 30 kg (tanpa penambahan ketel suling) dan skenario kedua
penyulingan dengan kapasitas mesin 130 kg (adanya penambahan ketel
suling 100 kg).
2) Umur proyek adalah 10 tahun, didasarkan pada umur ekonomis mesin suling
(ketel suling).
3) Modal yang digunakan adalah modal yang berasal dari investor. Dimana
terdapat tiga investor dan modal terdiri dari saham-saham.
4) Tingkat diskonto yang digunakan merupakan tingkat dividen yang diterima
masing-masing investor dari keuntungan perusahaan yaitu sebesar 33,3
persen.
5) Inflow dan outflow merupakan proyeksi berdasarkan pada penelitian dan
informasi yang didapatkan pada bulan April tahun 2009.
6) Nilam yang diusahakan adalah jenis nilam madina (nilam yang dihasilkan
dari daerah sekitar). Umur nilam diasumsilan maksimum 3 tahun.
7) Lahan nilam yang dimilki perusahaan adalah 10 ha dengan kebutuhan bibit
sebanyak 240.000 batang. Pembibitan dilakukan satu kali dalam tiga tahun
dengan jumlah bibit yang sama selama umur proyek.
8) Harga input dan output yang digunakan diasumsikan sama dari awal proyek
hingga akhir proyek.
9) Biaya yang dikeluarkan untuk usaha penyulingan minyak nilam ini terdiri
dari biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi dikeluarkan pada
tahun ke-1 dan biaya reinvestasi dikeluarkan untuk peralatan yang telah
habis umur ekonomisnya. Biaya operasional adalah semua biaya yang
dikeluarkan pada saat melakukan usaha. Biaya operasional terdiri dari biaya
tetap dan variabel.
36
10) Panen pertama dilakukan pada saat nilam berumur 7 bulan, sedangkan panen
berikutnya dapat dilakukan setiap 3 bulan. Hasil panen diperkirakan 25 ton
daun basah atau 6,25 ton daun kering per ha.
11) Penyulingan dilakukan 4 kali dalam satu hari sesuai dengan kapasitas ketel
suling 30 kg. Jumlah hari kerja dalam seminggu adalah 6 hari. Hasil
penyulingan dalam satu kali proses produksi adalah 0,9 kg minyak nilam.
12) Nilai sisa dihitung berdasarkan perhitungan nilai sisa dengan menggunakan
metode garis lurus dimana harga beli dibagi dengan umur ekonomis.
Sedangkan harga tanah diasumsikan harga beli sama dengan harga jual pada
akhir proyek.
13) Perhitungan pajak melalui analisis rugi laba berdasarkan Undang- Undang
No. 17 Tahun 2000 tentang pajak penghasilan badan usaha, yaitu:
a) Penghasilan ≤ Rp 50 juta, dikenakan pajak sebesar 10 persen.
b) Penghasilan antara Rp 50 juta-Rp 100 juta dikenakan pajak sebesar 10
persen serta ditambah selisih pendapatan setelah dikurang Rp 50 juta
dikenakan pajak sebesar 15 persen.
c) Penghasilan ≥ Rp 100 juta dikenakan pajak sebesar 10 persen, ditambah
Rp 50 juta dikenakan pajak sebesar 15 persen serta ditambah selisih
pendapatan setelah dikurang Rp 100 juta dikenakan pajak sebesar 30
persen.
37
V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
5.1. Sejarah Singkat Perusahaan
PT. Perkasa Primatama Mandiri merupakan perusahaan yang bergerak
pada bidang jasa dan perdagangan umum yang terletak di Jl. T. Amir Hamzah No.
48 Medan, Sumatera Utara. Namun pada tanggal 13 Mei 2008 perusahaan
membuka cabang usaha yang bergerak pada bidang perkebunan dan penyulingan
nilam di Desa Hutarimbaru, Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal.
Pembukaan cabang usaha ini dilatarbelakangi karena adanya keinginan dari adik
salah satu investor yang ingin membuka usaha di bidang perkebunan nilam, yaitu
Bapak Jhon S. Daeli, S.Kom yang sekarang menjabat sebagai manajer
perusahaan. Dilihat dari latar belakang pendidikannya keinginan tersebut sangat
bertolak belakang dengan pendidikan yang diperolehnya selama perkuliahan.
Namun dengan tekad yang bulat dan banyak belajar, Bapak Jhon berhasil
membuka suatu perkebunan nilam dengan luas lahan sekitar 50 ha. Tetapi dari
luas lahan tersebut baru 10 ha yang ditanami nilam, sedangakan sisanya ditanami
dengan berbagai macam tanaman lainnya.
Pemilihan lokasi didasarkan atas kondisi alam di Kabupaten Mandailing
Natal khususnya Kotanopan yang sangat mendukung untuk ditanami nilam. Selain
itu penanaman dan penyulingan nilam yang ada di Kecamatan tersebut masih
dalam skala kecil atau masyarakat. Jenis bibit nilam yang ditanami perusahaan
bukan merupakan bibit unggul seperti nilam aceh atau nilam sidikalang,
melainkan nilam yang berasal dari daerah tersebut, yang sering dijuluki dengan
nilam Madina. Berdasarkan hasil wawancara nilam madina memiliki rendemen
minyak yang mirip dengan nilam aceh yaitu 2,5 persen – 5 persen. Bibit diperoleh
dari masyarakat sekitar dengan tujuan agar dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sekitar.
Walaupun dalam bidang perkebunan dan penyulingan perusahaan masih
tergolong baru, namun proses penyulingan yang dilakukan perusahaan sudah
menggunakan mesin suling dengan teknologi canggih yaitu mesin suling yang
menggunakan heater. Jika dibandingkan dengan mesin suling yang masih
menggunakan kayu bakar atau batu bara, penggunaan heater memilki keunggulan
yaitu proses penyulingan yang lebih cepat serta risiko kecelakaan yang
ditimbulkan kecil. Sistem penyulingan yang dilakukan oleh perusahaan adalah
sistem penyulingan uap tidak langsung. Daun nilam yang akan disuling diperoleh
dari hasil perkebunan perusahaan serta dari masyarakat (pengumpul). Dengan
penggunaan
teknologi
dalam
sistem
penyulingannya
perusahaan
dapat
menghasilkan minyak nilam yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan konsumen
dan standar yang berlaku di pasar dalam maupun luar negeri.
Sejak awal berdiri PT. Perkasa Primatama Mandiri selalu mengutamakan
kepuasan pelanggan yaitu dengan menyediakan produk-produk yang berkualitas,
memberikan pelayanan terbaik serta melakukan perbaikan secara terus menerus
terhadap mutu dari minyak nilam yang dihasilkan mengikuti standar yang berlaku
di pasar dalam maupun luar negeri. Beberapa upaya yang dilakukan manajemen
PT. Perkasa Primatama Mandiri dalam mengimplementasikan sistem manajemen
mutu dan lingkungan ialah :
1) Menyediakan sarana dan sumber daya untuk menunjang penerapan suatu
sistem manajemen mutu maupun lingkungan.
2) Penerapan target dan pelaksanaannya dengan mengadakan monitoring secara
ketat.
3) Sosialisasi kepada seluruh karyawan tentang manfaat sistem manajemen
mutu dan lingkungan bagi perusahaan yang merupakan tanggungjawab
seluruh karyawan.
4) Mendisplinkan dan membiasakan karyawan bekerja sesuai dengan standar
sistem yang berlaku.
Sebagai perusahaan yang telah lama bergelut di bidang perdagangan,
perusahaan tidak memiliki kesulitan dalam mencari pasar dari produk-produknya.
Minyak nilam yang dihasilkan perusahaan akan dipasarkan ke beberapa kota
seperti Medan dan Jakarta. Selain itu perusahaan juga akan berencana untuk
memasarkan minyak nilamnya ke luar negeri seperti Singapura, China, Jepang,
dan Korea.
39
5.2. Struktur Organisasi
PT. Perkasa Primatama Mandiri mempunyai struktur organisasi formal
yang terdiri dari komisaris, direktur, manajer, bagian produksi, bagian accounting,
bagian personalia, bagian purchasing, bagian marketing, mandor, dan operator.
Dalam pelaksanaannya telah terdapat pembagian tugas yang
jelas antara
pengelola dan karyawan. Struktur organisasi PT. Perkasa Primatama Mandiri
dapat dilihat pada lampiran 7. Berdasarkan struktur organisasi tersebut, setiap
bagian mempunyai tugas masing-masing diantaranya:
1) Komisaris
a) Bertanggung jawab terhadap semua kegiatan dan mengkoordinir semua
bagian.
b) Mengkoordinasi manajemen untuk pengembangan dan kebijakan bisnis.
c) Menandatangani sertifikat mutu.
2) Direktur
a) Mendukung dan mempersiapkan pengembangan program bisnis.
b) Mengelola sumber daya manusia perusahaan.
3) Manager
a) Mengawasi kinerja perusahaan .
b) Merencanakan, mengorganisir, serta mengawasi kegiatan serta hasil
kerja dari masing-masing bagian yang ada dibawahnya.
c) Membawahi semua bagian yang ada di perusahaan.
4) Kepala Bagian Personalia
a) Merekrut karyawan yang akan diterima di perusahaan.
b) Bertanggung jawab atas penilaian karyawan dari masing-masing
bagian.
c) Menandatangani surat-surat penting.
5) Kepala Bagian Produksi
a) Memberikan atau membuat rencana kerja kepada kepala Mandor.
b) Mengontrol hasil produksi.
c) Bertanggung jawab atas pembuatan laporan hasil produksi kepada
Manager.
40
6) Kepala Bagian Purchasing
a) Bertanggung jawab atas penyediaan barang untuk keperluan perusahaan
b) Mengadakan transaksi pembelian dengan perusahaan lain atau barangbarang yang akan diperlukan oleh perusahaan.
c) Membuat laporan hasil pembelian.
7) Kepala Bagian Accounting
a) Mengawasi pencatatan akuntansi perusahaan.
b) Menyiapkan laporan keuangan perusahaan.
c) Menyiapkan dan menerbitkan standar-standar yang mengkoordinasikan
pelaksanaan sistem dalam perusahaan termasuk metode pencatatan,
pelaporan & prosedur-prosedur.
8) Kepala Bagian Marketing
a) Mengelola kegiatan tim marketing untuk mencapai target pemasaran.
b) Menerapkan dan memonitor pelaksanaan kebijakan marketing.
c) Melaporkan dan mengkoordinasi informasi dan marketing ke
manajemen
9) Kepala Mandor
a) Membuat rencana kerja untuk anggota dan karyawan.
b) Memperbaiki mutu produksi.
c) Membuat laporan hasil mutu produksi yang disahkan oleh kepala
bagian produksi.
10) Mandor Pembibitan
a) Mengatur anggota sesuai dengan rencana kepala mandor.
b) Menjaga mutu bibit dalam melakukan pembibitan yang disahkan oleh
Kepala bagian produksi dan kepala mandor.
11) Mandor Pembukaan Lahan
a) Mengatur anggota sesuai dengan rencana kepala mandor.
b) Menjaga mutu lahan dalam melakukan pembabatan dan pembersihan
lahan.
12) Mandor Penanaman
a) Mengatur anggota sesuai dengan rencana kepala mandor.
41
b) Menjaga mutu tanaman dalam melakukan penanaman dilahan supaya
tanaman bisa tumbuh dengan baik.
13) Mandor Pemanenan dan Pemeliharaan
a) Mengatur anggota sesuai dengan rencana kepala mandor.
b) Menjaga mutu panen tetap baik agar pada saat pemanenan berikutnya
tetap bagus.
14) Mandor Penyulingan
a) Mengatur anggota sesuai dengan rencana kepala mandor.
b) Menjaga mutu minyak dalam melakukan penyulingan sampai menjadi
minyak nilam yang siap di pasarkan.
42
VI ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL
6.1. Aspek Pasar
Aspek pasar digunakan untuk mengkaji potensi pasar minyak nilam baik
dari sisi permintaan, penawaran, harga yang berlaku, serta strategi pemasaran
yang dilakukan perusahaan menyangkut bauran pemasaran (marketing mix) yaitu
produk, harga, tempat, dan promosi.
6.1.1. Potensi Pasar
Potensi pasar minyak nilam sangat tinggi. Tingginya potensi pasar minyak
nilam ini terbukti dari peningkatan jumlah permintaan minyak nilam sebagai
bahan baku industri parfum, kosmetik, makanan dan minuman, sabun, serta obatobatan. Peningkatan permintaaan minyak nilam dilihat dari rata-rata pertumbuhan
volume dan nilai ekspor yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun
masing-masing sebesar 40 persen dan 35 persen.
Penawaran terhadap minyak nilam masih sangat rendah karena perusahaan
yang mengusahakan penyulingan minyak nilam masih sangat sedikit. Kecilnya
jumlah perusahaan yang melakukan penyulingan minyak nilam disebabkan karena
orang (petani) yang membudidayakan nilam masih sedikit dengan luas areal yang
kecil. Selain itu, jika dilihat dari rata-rata pertumbuhan produksi, produksi nilam
dari tahun ke tahun juga mengalami penurunan yaitu sebesar 0,5 persen.
Hal di atas membuktikan bahwa adanya ketidakseimbangan antara
permintaan dengan penawaran minyak nilam. Ketidakseimbangan antara
permintaan dan penawaran minyak nilam tersebut memberikan keuntungan
tersendiri bagi perusahaan. Dengan demikian, pasar akan dapat menyerap seluruh
jumlah minyak nilam yang diproduksi oleh perusahaan.
6.1.2. Strategi Bauran Pemasaran
Menurut Umar (2005) terdapat hal yang harus diperhatikan dalam
penyaluran barang dan jasa sebelum sampai ke konsumen. Ruang lingkup hal
tersebut disederhanakan menjadi empat kebijakan pemasaran yang disebut sebagai
bauran pemasaran (marketing mix). Defenisi dari bauran pemasaran menurut
Kotler (2002) adalah campuran dari variabel-variabel pemasaran yang dapat
dikendalikan dan dipergunakan oleh suatu perusahaan untuk mengejar tingkat
penjualan yang diinginkan dalam pasar sasaran. Bauran pemasaran terdiri dari
empat komponen diantaranya produk (product), harga (price), tempat (place), dan
promosi (promotion).
6.1.2.1. Produk (Product)
Produk merupakan sesuatu yang ditawarkan dan dapat memuaskan
keinginan dan kebutuhan konsumen. Strategi produk didefenisikan sebagai suatu
strategi yang dilaksanakan oleh suatu perusahaan yang berkaitan dengan produk
yang dipasarkannya. Strategi produk yang tepat akan menempatkan perusahaan
dalam suatu posisi persaingan yang lebih unggul daripada pesaingnya.
Menurut Kotler (2002), terdapat dua klasifikasi jenis produk menurut
tujuan pemakainnya. Jenis produk tersebut adalah barang konsumsi dan barang
industri. Alasan dalam pengklasifikasian tersebut karena setiap produk memiliki
bauran pemasaran masing-masing. Minyak nilam merupakan barang industri
karena digunakan sebagai bahan baku untuk industri parfum, kosmetik, makanan
dan minuman, sabun, dan obat-obatan.
Konsep pemasaran yang diterapkan adalah menggunakan konsep produk
dimana dalam pelaksanaannya sangat mengutamakan keunggulan produk
sehingga produk diharapkan mampu bersaing dipasaran. Keunggulan minyak
nilam madina antara lain:
ï‚·
Memiliki PA yang tinggi yaitu antara 35 persen - 36 persen.
ï‚·
Memiliki rendemen 2,5 persen - 5 persen.
ï‚·
Warna coklat kemerahan dan memiliki aroma yang khas.
ï‚·
Hasil minyak lebih jernih karena dihasilkan dari mesin suling yang terbuat
dari stainless steel dan disuling dengan pemanasan menggunakan heater
(teknologi modern).
44
6.1.2.2. Harga (Price)
Strategi penetapan harga berkaitan dengan biaya yang dikeluarkan. Harga
merupakan variabel strategi yang berkaitan langsung dengan pendapatan
perusahaan. Oleh karena itu, penentuan harga merupakan keputusan yang sangat
penting. Penentuan harga harus berkaitan dengan biaya yang dikeluarkan,
pengaruh terhadap persaingan, dan pembentukan persepsi pelanggan tentang nilai
produk yang dihasilkan.
Harga minyak nilam sangat berfluktuatif yaitu pernah mencapai harga
terendah hingga tertinggi. Harga terendah minyak nilam adalah Rp 130.000 per kg
sedangkan harga tertingginya mencapai Rp 1.200.000 per kg. Harga minyak nilam
yang berfluktuatif dipengaruhi oleh supply dan demand. Dimana pada saat bahan
baku (nilam) langka dengan permintaan yang semakin meningkat maka harga
minyak nilam tinggi. Sedangkan pada saat harga minyak nilam tinggi banyak
masyarakat yang mengusahakan nilam sehingga terjadi kelebihan bahan baku
(excess supply) pada saat panen yang mengakibatkan harga minyak nilam rendah.
Selain itu harga minyak nilam yang berfluktuatif juga disebabkan oleh produksi
dan mutu minyak nilam yang tidak stabil karena teknologi pengolahannya belum
berkembang dengan baik (masih sederhana). Namun Menurut Ketua The
Indonesian Essential Oil Trade Association (Indessota) T.R. Manurung dalam
Bisnis Indonesia, harga normal minyak nilam adalah sebesar Rp 250.000 per kg.
Bedasarkan hasil wawancara dengan manajer perusahaan dan pengumpul tunggal
minyak nilam di lokasi proyek diperoleh bahwa penetapan harga minyak nilam
dan daun kering nilam ditentukan berdasarkan harga yang berlaku di pasar. Harga
minyak nilam pada april 2009 adalah Rp 260.000 per kg.
Tinggi rendahnya harga minyak nilam sangat berpengaruh terhadap harga
nilam (daun nilam kering). Saat harga minyak nilam rendah maka para produsen
minyak nilam akan menekan harga beli nilam (daun kering nilam) dari petani.
Sebaliknya, saat harga minyak nilam tinggi, maka harga beli nilam dari petani
juga akan tinggi. Berdasarkan hasil wawncara yang dilakukan dengan pihak
perusahaan, harga daun kering nilam pada April 2009 adalah Rp 5.000 per kg.
45
6.1.2.3. Distribusi (Place)
Pemasaran minyak nilam perusahaan dilakukan oleh unit bisnis lain
perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan umum dan jasa yang berada di
Medan. Minyak nilam yang dihasilkan akan dipasarkan ke beberapa kota di dalam
negeri seperti Medan dan Jakarta. Selain itu perusahaan juga akan berencana
untuk memasarkan minyak nilamnya ke beberapa negara di luar negeri seperti
Singapura, China, Jepang, dan Korea.
6.1.2.4. Promosi (Promotion)
Promosi yang dilakukan perusahaan saat ini adalah melalui relasi bisnis.
Dimana perusahaan akan memberikan sample minyak nilam kepada relasi
bisnisnya
dan
kemudian
dari
relasi
bisnis
perusahaan
tersebut
akan
mempromosikan ke relasi-relasi bisnis baik yang ada di dalam maupun luar
negeri. Namun promosi ini belum efektif karena melibatkan banyak pihak dan
informasi yang disampaikan dan yang diterima oleh konsumen (industri tujuan
pasar) juga tidak lengakap. Oleh sebab itu, perusahaan berencana akan membuat
website sebagai alat promosi sehingga semua orang baik yang ada di dalam dan
luar negeri dapat mengetahui informasi tentang minyak nilam perusahaan serta
dapat melakukan pemesanan dengan cepat.
6.1.3. Hasil Analisis Aspek Pemasaran
Berdasarkan analisis potensi pasar di atas, dapat disimpulkan bahwa usaha
penyulingan minyak nilam yang dilakukan oleh perusahaan layak untuk
dijalankan. Hal ini dikarenakan besarnya potensi pasar untuk minyak nilam yang
dilihat dari sisi permintaan, penawaran, dan harga. Jumlah permintaan yang tidak
diimbangi oleh jumlah penawaran menciptakan peluang besar pada usaha
penyulingan minyak nilam. Selain itu, harga jual yang tinggi juga cukup
menjanjikan bahwa usaha penyulingan minyak nilam dapat mendatangkan
keuntungan.
46
6.2. Aspek Teknis
Hal yang perlu diperhatikan pada aspek teknis adalah lokasi proyek atau
usaha, skala operasi atau luas produksi, proses produksi, dan pemilihan jenis
teknologi dan peralatan.
6.2.1. Lokasi Usaha
Lokasi usaha perkebunan dan penyulingan PT. Perkasa Primatama
Mandiri
terletak di Desa Hutarimbaru, Kecamatan Kotanopan, Kabupaten
Mandailing Natal, Sumatera Utara. Beberapa pertimbangan dalam pemilihan
lokasi produksi adalah:
1) Ketersediaan bahan mentah (bahan baku)
Ketersediaan nilam di Kabupaten Mandailing Natal sangat berlimpah karena
sebagian besar masyarakat disana banyak yang menanami lahannya dengan
nilam walaupun hanya dalam skala kecil. Oleh sebab itu jika perusahaan
kekurangan bahan baku, perusahaan dapat membeli bahan baku kepada
masyarakat sekitar.
2) Tenaga listrik dan air
Untuk kebutuhan listrik perusahaan masih menggunakan mesin diesel
(genset) Ps 130 yang dapat menghasilkan listrik karena daerah lokasi jauh
dari pemukiman sehingga tenaga listrik belum terjangkau. Namun hal ini
tidak menjadi kendala bagi perusahaan untuk melakukan produksi.
Sementara itu, di daerah lokasi penelitian air sangat berlimpah yaitu berasal
dari mata air pegunungan. Oleh sebab itu, kebutuhan air dalam produksi
selalu tercukupi.
3) Supply tenaga kerja
Perusahaan tidak mengalami kesulitan dalam memenuhi tenaga kerja. Supply
tenaga kerja dapat diperoleh dari masyarakat sekitar lokasi usaha. Tenaga
kerja sangat dibutuhkan terutama saat persiapan lahan, penanaman,
pemeliharaan, dan panen. Sementara itu, tenaga kerja dalam proses
penyulingan dan manajemen harus mempunyai keahlian dan melalui proses
seleksi.
47
4) Fasilitas jalan dengan kondisi cukup baik
Kondisi jalan di lokasi usaha sudah cukup baik, sehingga tidak ada kendala
dalam pengangkutan bibit ataupun hasil panen dari lahan ke perusahaan.
Untuk menuju lokasi usaha kita dapat menggunakan kendaraan roda dua dan
empat.
5) Hukum dan peraturan yang berlaku
Sejauh ini, perusahaan masih berada dalam koridor hukum dan peraturan
yang berlaku sehingga tidak ada hambatan hukum dan peraturan lokal yang
melarang kegiatan usaha ini. Kondisi sosial budaya masyarakat sekitar juga
tidak ada yang menentang kegiatan usaha ini.
6) Iklim dan keadaan tanah
Kondisi iklim di Kecamatan Kotanopan, Mandailing Natal cukup
mendukung untuk dilakukan usaha perkebunan dan penyulingan nilam.
Kabupaten Mandailing Natal terletak pada ketinggian 0 - 2.145 m dpl,
memiliki iklim tropis dengan curah hujan 1000 - 4000 mm per tahun, suhu
udara 27 - 300C, serta kelembapan 75 persen. Lokasi usaha yang terletak di
dataran tinggi dengan keadaan tanah yang subur karena pengaruh suhu udara
dan kondisi alam yang relatif lebih sejuk menghasilkan daun nilam yang
lebih hijau dengan tingkat persentase kadar alkohol yang lebih tinggi.
7)
Sikap dari masyarakat
Sikap masyarakat sangat terbuka dan mendukung adanya usaha perkebunan
dan penyulingan nilam ini. Hal ini terlihat dari lahan masyarakat yang dijual
kepada perusahaan untuk dijadikan lahan perkebunan nilam.
8)
Rencana untuk perluasan usaha
PT. Perkasa Primatama Mandiri berencana untuk meningkatkan produksi
yaitu dengan menambah jumlah ketel suling dan lahan perkebunan nilam
sehingga kebutuhan minyak nilam dapat dipenuhi. Selain itu perusahaan juga
akan membuat kincir air dengan memanfaatkan aliran air sungai yang ada di
dekat lokasi proyek sehingga dapat meminimalisasi biaya untuk produksi
yang pada awalnya menggunakan mesin diesel dan dapat menghasilkan daya
listrik yang lebih besar.
48
6.2.2. Skala Operasi
Saat ini PT. Perkasa Primatama Mandiri masih beroperasi dalam luas
lahan 10 ha. Hal ini disebabkan karena perusahaan masih baru dan belum
mempunyai pasar yang jelas. Selain itu mesin suling yang digunakan hanya
terdiri dari satu ketel suling dengan kapasitas 30 kg. Namun tidak menutup
kemungkinan bahwa perusahaan akan memperluas lahan nilamnya, karena saat ini
perusahaan terus menerus melakukan pembebasan lahan di daerah sekitar lokasi
proyek hingga mencapai 50 ha. Dengan peningkatan luas lahan tersebut, maka
dibutuhkan ketel suling yang lebih banyak dengan kapasitas yang besar. Dengan
demikian PT. Perkasa Primatama Mandiri sangat berpotensi untuk meningkatkan
skala usahanya untuk mencapai skala ekonomis.
6.2.3. Pemilihan Jenis Teknologi dan Peralatan
Dalam usaha penyulingan minyak nilam pemilihan jenis teknologi dan
peralatan sangat mempengaruhi rendemen minyak yang akan dihasilkan. Oleh
sebab itu dalam proses penyulingannya perusahaan telah menggunakan teknologi
modern yakni dengan sistem pemanasan yang menggunakan heater. Mesin terdiri
dari peralatan-peralatan utama yang terbuat dari stainless steel yang dilengkapi
dengan pipa-pipa yang juga terbuat dari stainless steel, termometer, indikator
tekanan uap, indikator volume air, keran tutup buka, dan lain-lain . Adapun alasan
pemilihan teknologi antara lain proses penyulingan relatif lebih cepat yaitu 3 jam,
menghasilkan minyak yang berkualitas dengan rendemen tinggi, serta risiko
kecelakaan dalam produksi sangat kecil (tingkat keamanan tinggi) karena telah
dilengkapi oleh indikator-indikator yang dapat mengontrol panas dan tekanan uap
yang dihasilkan. Kapasitas ketel suling yang digunakan oleh perusahaan adalah 30
kg. Kapasitas tersebut belum optimal karena mesin suling (boiler) masih dapat
menampung penambahan ketel suling sehingga diperoleh minyak yang lebih
banyak dan kapasitas produksi optimum dapat dicapai.
49
6.2.4. Proses Produksi
Proses produksi yang dilakukan perusahaan terdiri dari budidaya nilam
dan penyulingan nilam. Dimana budidaya nilam terdiri dari persiapan bibit,
pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan tanaman, pengendalian hama dan
penyakit tanaman, serta panen dan pascapanen.
6.2.4.1. Budidaya Nilam
Pemilihan lahan untuk mengembangkan salah satu tanaman tidak terlepas
dari kondisi agroklimat yang dikehendaki tiap tanaman, demikian halnya dengan
tanaman nilam. Nilam merupakan tanaman daerah tropis sehingga mudah tumbuh
dengan baik di dataran rendah hingga dataran tinggi yaitu 2.000 m dpl, tetapi
dapat tumbuh ideal pada ketinggian 400-700 m dpl. Kebutuhan curah hujan
tanaman nilam per tahunnya sebesar 2.500-3.000 mm dengan penyebaran yang
merata sepanjang tahun. Suhu ideal pertumbuhannya adalah 22-280C dengan
kelembapan di atas 75 persen. Nilam membutuhkan banyak air, tetapi tidak tahan
jika tergenang.
Menurut Wulansari (2005), budidaya merupakan upaya dalam rangka
melestarikan tanaman dari bahaya/ancaman kelangkaan dan kepunahan tanaman.
Dengan budidaya diharapkan kebutuhan bahan tanaman untuk masa depan yang
akan datang dapat dijamin pengadaannya dan sebagai bahan baku dapat terjaga
ketersediaannya dengan baik.
1) Persiapan Bibit
Bibit setek yang digunakan perusahaan merupakan bibit setek batang
unggul yang diperoleh dari masyarakat sekitar. Sebelum melakukan penyemaian
atau pembibitan, bibit tersebut terlebih dahulu direndam ke dalam air yang telah
dicampur dengan bubuk perangsang akar (growtone). Kemudian bibit tersebut
ditanam di dalam polibag. Proses pembibitan yang dilakukan perusahaan tidak
menggunakan rumah naungan karena bibit yang telah ditanam di dalam polibag
secara langsung. Pembibitan dalam polibag dilakukan maksimal 2 bulan.
Selanjutnya, bibit dapat dipindahkan ke lahan perkebunan
50
Gambar 3. Bibit Setek
Batang
Gambar 4. Pembibitan
2) Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah merupakan faktor yang menentukan dalam keberhasilan
budidaya. Oleh sebab itu, diperlukan perhatian serius dalam mempersiapkan
penanaman sebelum realisasi penanaman setek dilakukan pada lahan yang
dikelola.
Proses pengolahan tanah diawali dengan proses penggemburan tanah
dengan menggunakan cangkul. Setelah itu, lahan didiamkan selama 3-4 hari agar
terjadi proses penguapan dari tanah yang telah diolah. Selanjutnya tanah tersebut
diberi lubang yang disesuaikan dengan diameter polibag. Kemudian lubang
didiamkan selama 2-3 hari. Setelah itu, proses penanaman bibit ke lahan dapat
dilakukan.
3) Penanaman
Dalam proses penanaman perusahaan menggunakan teknik penanaman
secara tidak langsung, dimana bibit yang digunakan melalui proses penyemaian
atau pembibitan terlebih dahulu. Tanaman dipersiapkan selama 6-8 minggu
sebelum ditanam pada lahan budidaya. Pembibitan dilakukan pada lahan
tersendiri dibawah pohon coklat. Sedangkan penanaman dilakukan pada lahan
terbuka agar mendapatkan sinar matahari yang cukup. Selain itu penanaman nilam
di lahan terbuka memungkinkan kandungan minyak nilam mencapai 5 persen.
51
Ada dua hal yang harus diperhatikan dalam penanaman nilam yaitu waktu dan
jarak tanam. Hal ini terkait dengan ketersediaan air dan pencahayaan matahari.
a)
Waktu Tanaman
Proses pemindahan dan penanaman bibit pada lahan perkebunan dilakukan
pada sore hari setelah pukul 16.00 agar tanaman tidak layu. Selain itu, proses
adaptasi tanaman pada lingkungan lahan perkebunan juga tidak mengalami
hambatan. Sedangkan untuk waktu penanaman tidak ada waktu khusus.
Penanaman dapat dilakukan baik pada musim hujan maupun kemarau karena
sumber air sangat berlimpah.
b) Jarak Tanam
Jarak tanam disesuaikan dengan kontur dan kondisi lahan serta tingkat
kesuburan tanah. Jarak tanam berada pada alur terbit dan tenggelamnya
matahari. Hal ini bertujuan agar pada saat petumbuhan tanaman, sinar
matahari dapat menembus celah pohon dan ranting antar satu dengan yang
lainnya. Jarak tanam antar tanaman yang digunakan adalah 50 cm x 100 cm
karena termasuk dalam jenis tanah yang berbukit.
Gambar 5. Tanaman Nilam Madina dengan Jarak Tanaman
50 cm x 100 cm
4) Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan atau perawatan tanaman nilam diantaranya berupa
pemupukan, penyulaman, penyiangan, pemangkasan, dan pembubuman. Hasil
produksi yang optimal sangat tergantung pada tata cara serta mekanisme
52
pemeliharaan
dan
perawatan
tanaman.
Pemeliharaan
yang
baik
akan
memperpanjang umur tanaman hingga di atas tiga tahun dengan interval panen
antara 2-3 bulan. Selain itu, kandungan minyak atsiri serta rendemen yang
dimiliki tanaman ini akan akan menjadi lebih tinggi. Oleh sebab itu, dapat
dikatakan bahwa kunci sukses pencapaian mutu yang diinginkan serta hasil akhir
panen berupa daun basah sangat tergantung pada kesungguhan melakukan
monitoring terhadap pemeliharaan dan perawatan tanaman.
Adapun kegiatan pemeliharaan tanaman dapat diuraikan sebagai berikut.
a) Pemupukan
Karena merupakan lahan yang baru dibuka dan memiliki tanah yang subur
maka perusahaan tidak melakukan proses pemupukan. Namun limbah
yang dihasilkan dari proses penyulingan dapat dimanfaatkan menjadi
pupuk /mulsa.
b) Penyulaman
Penyulaman dilakukan untuk mengganti tanaman yang sudah mati atau
layu agar jumlah tanaman sesuai target yang diinginkan. Penentuan target
jumlah tanaman disesuaikan dengan luas area dan jarak tanam.
Penyulaman dilakukan jika umur tanaman telah mencapai satu bulan. Hal
ini dilakukan untuk menyesuaikan pertumbuhan tanaman baru dan lama
agar panen dalam satu lahan dapat dilakukan secara bersamaan. Selain itu,
agar pertumbuhan tanaman seragam dan jadwal panen dilakukan sesuai
target waktu maka penyulaman dilakukan secara rutin setiap minggu.
c) Penyiangan
Penyiangan dilakukan setelah tanaman berumur sekitar dua bulan. Pada
umur tersebut, ketinggian tanaman mencapai 20-30 cm dan mempunyai
cabang bertingkat dengan radius 20 cm. Penyiangan berfungsi untuk
membersihkan gulma pengganggu, sehingga tidak terjadi persaingan
pengambilan hara tanaman dan sinar matahari. Selain itu, penyiangan juga
berfungsi untuk menghilangkan gulma sebagai sarang hama. Penyiangan
selanjutnya dilakukan secara rutin, dengan selang waktu 2 - 3 bulan
tergantung pertumbuhan gulma. Penyiangan dilakukan dengan cara
53
mekanis yaitu dilakukan dengan menggunakan alat-alat pertanian umum
seperti cangkul, sabit, parang dan sebagainya.
d) Pemangkasan
Pemangkasan dilakukan setelah tanaman berumur tiga bulan, yaitu setelah
terbentuk perdu yang saling menutupi satu sama lain diantara pohon atau
tanaman. Pemangkasan dilakukan pada cabang tingkat tiga ke atas.
Pemangkasan dan penjarangan dilakukan agar tanaman terhindar dari
serangan hama dan penyakit tanaman. Selain itu, pemangkasan memberi
ruang gerak lebih luas terhadap tanaman. Salah satu tujuan dilakukannya
pemangkasan atau penjarangan adalah agar proses fotosintesis berjalan
dengan baik sehingga kadar minyak nilam yang terkandung dalam daun,
ranting, serta dahan dan batang menjadi lebih tinggi. Hal ini disebabkan
karena sinar matahari dapat lebih leluasa masuk menyinari bagian-bagian
tanaman.
e) Pembubuman
Pembubuman dilakukan setelah proses panen selesai. Cabang-cabang dan
dahan serta ranting yang ditinggalkan sesudah panen yang letaknya dekat
dengan tanah ditimbun setinggi 10-15 cm. Cabang yang letaknya jauh dari
tanah dipatahkan bagian ujungnya (tidak terputus dari batang) dan bagian
yang patah ditimbun dengan tanah. Dengan pembubuman ini diharapkan
terbentuk rumpun tanaman yang padat dengan beberapa anakannya.
Hasilnya diperoleh tunas dan dahan yang lebih banyak untuk pertumbuhan
berikutnya.
5) Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman
Dalam budidaya, permasalahan hama dan penyakit tanaman merupakan
faktor penting yang harus ditangani. Namun, karena tata cara pengelolaan yang
dilakukan perusahaan telah mengikuti pola budidaya terkait masalah bibit unggul
dan pemeliharaan yang rutin, maka dipastikan bahwa tanaman akan sangat jarang
mendapat masalah terkait dengan hama dan penyakit tanaman. Oleh sebab itu,
sampai saat ini belum ada tindakan pengendalian hama dan penyakit tanaman
yang dilakukan oleh perusahaan.
54
6) Panen dan Pascapanen
Kualitas minyak nilam yang dihasilkan tergantung dari kegiatan budidaya
sampai pengolahan, termasuk kegiatan panen dan pasca panen.
a) Panen
Panen merupakan saat yang ditunggu oleh perusahaan. Panen merupakan
masa perhitungan hasil yang akan diperoleh setelah menunggu berbulan-bulan
waktu yang dihabiskan selama budidaya. Nilam dapat dipanen setelah tanaman
berumur sekitar 6-7 bulan dan panen selanjutnya dilakukan setiap 2-3 bulan
sekali, tergantung jadwal dan program penanaman. Pemanenan dilakukan dengan
cara memotong daun dan ranting dengan menyisakan cabang dan daun setinggi
minimal 15 cm. Pemotongan ranting dapat menumbuhkan tunas baru.
Panen dilakukan pada pagi hari karena jika pemetikan daun dilakukan
siang hari maka dikhawatirkan sel-sel daun menjadi kurang elastis dan mudah
sobek. Sebagian besar bagian dari nilam mengandung minyak, seperti akar,
batang, cabang, dan daun. Namun, kandungan minyak dalam daun nilam lebih
tinggi daripada cabang, batang, dan akarnya.
Alat yang biasanya digunakan pada saat panen adalah sabit, gunting, atau
pisau yang tajam. Alat harus selalu bersih pada saat proses panen berlangsung.
Pemotongan cabang/ranting dilakukan dari daun tingkat dua ke atas. Sementara
cabang/ranting tingkat pertama ditinggalkan untuk pertumbuhan ranting dan daun
baru.
b) Pascapanen
Pascapanen merupakan kegiatan yang dilakukan setelah pemanenan. Pada
nilam, kegiatan pasca panen terdiri dari penjemuran hasil panen dan perawatan
tanaman. Hasil panen berupa daun basah yang terdiri dari daun, ranting, dahan
dan batang sebaiknya dipotong/dicincang/dirajang sepanjang 10-15 cm.
Pemotongan dilakukan secara manual yaitu dengan menggunakan gunting.
Setelah itu, daun dijemur di bawah sinar matahari sekitar 4 jam sehari selama 2-3
hari, yaitu mulai dari pukul 10.00-14.00.
Penjemuran daun nilam dilakukan dengan meletakkan daun di atas gelaran
tikar atau lantai semen yang bersih. Penjemuran dilakukan pada lahan terbuka
55
agar memperoleh sinar matahari secara langsung. Daun nilam dijemur sambil
diangin-anginkan dengan ketebalam lapisan maksimal 50 cm. Lapisan daun
dibolak-balik sebanyak 2-3 kali sehari selama 2-3 hari hingga diperoleh kadar air
sebesar rata-rata 15 persen. Kadar air yang terkandung dalam daun ini harus
dipertahankan sampai proses penyulingan berlangsung.
Selain penjemuran secara langsung dibawah sinar matahari, perusahaan
juga melakukan penjemuran dalam suatu ruangan. Hal ini merupakan suatu
alternatif jika panen terjadi saat musim hujan. Daun nilam kering yang belum
diproses atau disuling disimpan dalam gudang dan disusun dalam bentuk rak yang
mempunyai ventilasi cukup untuk memperoleh angin/udara dengan tujuan untuk
menghindari daun nilam kering terkena jamur.
Agar diperoleh hasil yang sesuai dengan harapan pada panen berikutnya,
baik dalam jumlah maupun percepatan waktu, maka dilakukan pemeliharaan
terhadap tanaman pascapanen. Pemeliharaan tersebut berupa pembumbuman serta
penyiraman secara teratur agar segera diperoleh daun dan ranting serta dahan yang
baru.
Gambar 6. Penjemuran di
Luar Ruangan
Gambar 7. Penjemuran di
Dalam Ruangan
56
6.2.4.2. Penyulingan Nilam
Penyulingan merupakan rangkaian proses dalam aktivitas budidaya
tanaman. Pada umumnya penyulingan dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu
penyulingan dengan air, penyulingan dengan uap langsung, dan penyulingan
dengan uap tidak langsung. Namun proses penyulingan yang digunakan oleh
perusahaan adalah penyulingan dengan uap tidak langsung. Sebagian besar
penyulingan dengan uap tidak langsung menggunakan kayu bakar untuk
memanaskan ketel uap, namun dalam hal ini perusahaan menggunakan heater
yang membutuhkan tenaga listrik untuk menghasilkan panas. Hasil minyak yang
akan diperoleh dari proses penyulingan merupakan output yang akan dijual dan
dinilai serta dijadikan standar keberhasilan usaha. Mutu minyak nilam serta
rendemen yang sesuai kriteria sangat dipengaruhi oleh jenis mesin dan sistem
penyulingan yang digunakan.
Prinsip dasar sistem penyulingan dengan uap tidak langsung adalah
panggunaan uap bertekanan tinggi. Tabung pendidih dipisahkan dari tabung
penyulingan. Artinya, tabung air tersendiri dan tabung tempat bahan yang disuling
juga tersendiri. Jumlah tabung bahan dapat ditempatkan beberapa buah secara
terpisah, sesuai kapasitas dari ketel uap (boiler) dengan kapasitas ketel tempat
bahan atau daun kering. Namun dalam hal ini perusahaan masih menggunakan
satu tabung bahan baku (ketel) dengan kapasitas 30 kg. Metode ini menghasilkan
minyak berkualitas dengan rendemen tinggi. Selain itu, proses penyulingan
berjalan relatif lebih cepat yaitu hanya 3 jam. Dalam satu hari proses penyulingan
dilakukan sebanyak empat kali. Dimana dalam satu kali produksi menghasilkan
minyak nilam sebanyak 0,9 kg.
Untuk menghasilkan jumlah minyak lebih banyak, pembuatan mesin
suling dapat dilakukan dengan memisahkan beberapa tabung bahan baku (2 atau 3
buah) dengan kapasitas yang sesuai dengan kemampuan boiler. Keberhasilan
metode ini juga ditunjang oleh perlengkapan dan jenis bahan yang digunakan
dalam penyulingan seperti bahan pipa pada bak penampung/kolam air yang
tersedia, serta jumlah dan kapasitas air dalam jumlah banyak, cukup, serta
mengalir.
57
Sebelum memulai proses penyulingan ada beberapa hal yang harus
diperhatikan diantaranya mesin suling dibersihkan terlebih dahulu, melakukan
kontrol tehadap seluruh saluran pipa pendingin serta ketersediaan air yang ada
pada bak (kolam) pendingin, tempat penampung minyak harus dalam keadaan
bersih, mempersiapkan tenaga penyuling (operator) dimana dalam hal ini
perusahaan menggunakan 2-3 orang operator, mempersiapkan bahan baku daun
kering yang sudah dirajang dalam jumlah yang sesuai dengan kapasitas ketel
suling, serta memasukkan rajangan daun nilam tersebut ke dalam ketel suling.
Pengisian ketel dilakukan secara merata dan padat pada seluruh bagian agar uap
air yang ada dalam ketel dapat menyebar secara merata.
Setelah semuanya dipersiapkan maka proses penyulingan dapat dilakukan.
Mekanisme penyulingan dilakukan dengan memanaskan air dalam tabung untuk
menghasilkan uap yang dilengkapi dengan pipa saluran pengisi air, indikator
volume air, tekanan uap, serta pipa saluran uap yang menuju ketel suling. Fungsi
indikator tekanan uap untuk mengontrol besar kecilnya tekanan uap yang
dihasilkan oleh tabung uap. Tabung uap (boiler) dilengkapi instrumen pipa
pengaman dalam bentuk saluran buang uap yang disertai keran buka-tutup. Pada
suhu 92oC boiler akan menghasilkan uap air panas dan tekanan tinggi untuk
mengaliri seluruh bagian daun yang disuling. Uap akan melakukan reaksi dengan
daun yang disuling sehingga unsur minyak pada daun, ranting, dan akar akan ikut
menguap melalui pori-pori dari bahan yang disuling.
Selanjutnya, unsur minyak akan terbawa oleh uap air menuju pipa
kondensor yang akan mencair menjadi cairan minyak dan air. Untuk menjaga
pemisahan air dan minyak dalam kondisi baik, maka dibuat pipa kontrol
pemisahan sebelum minyak dan air tersebut menuju penampungan terakhir. Oleh
karena itu, tidak diperlukan lagi saringan yang lazim digunakan oleh para
penyuling. Hasil akhir dari penyulingan diperoleh minyak nilam yang berkualitas
dengan rendemen tinggi. Sedangkan sisa daun yang telah disuling tersebut
dikumpulkan dan dapat dijadikan sebagai pupuk tanaman atau mulsa.
58
Daun kering
yang telah
dicacah
Daun Kering Dimasukkan ke
Dalam Ketel Suling
Pemisahan Minyak Dengan Air.
Minyak Masuk ke Dalam Jerigen
dan Air Keluar Melaui Selang
Penyulingan
Minyak dan Air
Gambar 9. Proses penyulingan
6.2.5. Hasil Analisis Aspek Teknis
Berdasarkan hasil analisis terhadap aspek teknis, maka dapat dikatakan
bahwa usaha penyulingan minyak nilam yang dilakukan oleh PT. Perkasa
Primatama Mandiri layak untuk dijalankan. Tidak ada masalah yang menghambat
jalannya kegiatan usaha penyulingan minyak nilam.
6.3. Aspek Manajemen
PT. Perkasa Primatama Mandiri mempunyai struktur organisasi formal
yang terdiri dari komisaris, direktur, manajer, bagian produksi, bagian accounting,
bagian personalia, bagian purchasing, bagian marketing, mandor, dan operator.
Dalam pelaksanaannya telah terdapat pembagian tugas yang
jelas antara
59
pengelola dan karyawan. Struktur organisasi PT. Perkasa Primatama Mandiri
dapat dilihat pada lampiran 7.
Berdasarkan struktur organisasi tersebut, setiap bagian mempunyai tugas
masing-masing diantaranya:
8) Komisaris
d) Bertanggung jawab terhadap semua kegiatan dan mengkoordinir semua
bagian.
e) Mengkoordinasi manajemen untuk pengembangan dan kebijakan bisnis.
f)
Menandatangani sertifikat mutu.
9) Direktur
c) Mendukung dan mempersiapkan pengembangan program bisnis.
d) Mengelola sumber daya manusia perusahaan.
10) Manager
d) Mengawasi kinerja perusahaan .
e) Merencanakan, mengorganisir, serta mengawasi kegiatan serta hasil
kerja dari masing-masing bagian yang ada dibawahnya.
f)
Membawahi semua bagian yang ada di perusahaan.
11) Kepala Bagian Personalia
d) Merekrut karyawan yang akan diterima di perusahaan.
e) Bertanggung jawab atas penilaian karyawan dari masing-masing
bagian.
f)
Menandatangani surat-surat penting.
12) Kepala Bagian Produksi
d) Memberikan atau membuat rencana kerja kepada kepala Mandor.
e) Mengontrol hasil produksi.
f)
Bertanggung jawab atas pembuatan laporan hasil produksi kepada
Manager.
13) Kepala Bagian Purchasing
d) Bertanggung jawab atas penyediaan barang untuk keperluan perusahaan
e) Mengadakan transaksi pembelian dengan perusahaan lain atau barangbarang yang akan diperlukan oleh perusahaan.
60
f)
Membuat laporan hasil pembelian.
14) Kepala Bagian Accounting
d) Mengawasi pencatatan akuntansi perusahaan.
e) Menyiapkan laporan keuangan perusahaan.
f)
Menyiapkan dan menerbitkan standar-standar yang mengkoordinasikan
pelaksanaan sistem dalam perusahaan termasuk metode pencatatan,
pelaporan & prosedur-prosedur.
9) Kepala Bagian Marketing
d) Mengelola kegiatan tim marketing untuk mencapai target pemasaran.
e) Menerapkan dan memonitor pelaksanaan kebijakan marketing.
f)
Melaporkan dan mengkoordinasi informasi dan marketing ke
manajemen
10) Kepala Mandor
d) Membuat rencana kerja untuk anggota dan karyawan.
e) Memperbaiki mutu produksi.
f)
Membuat laporan hasil mutu produksi yang disahkan oleh kepala
bagian produksi.
11) Mandor Pembibitan
c) Mengatur anggota sesuai dengan rencana kepala mandor.
d) Menjaga mutu bibit dalam melakukan pembibitan yang disahkan oleh
Kepala bagian produksi dan kepala mandor.
12) Mandor Pembukaan Lahan
c) Mengatur anggota sesuai dengan rencana kepala mandor.
d) Menjaga mutu lahan dalam melakukan pembabatan dan pembersihan
lahan.
15) Mandor Penanaman
c) Mengatur anggota sesuai dengan rencana kepala mandor.
d) Menjaga mutu tanaman dalam melakukan penanaman dilahan supaya
tanaman bisa tumbuh dengan baik.
16) Mandor Pemanenan dan Pemeliharaan
c) Mengatur anggota sesuai dengan rencana kepala mandor.
61
d) Menjaga mutu panen tetap baik agar pada saat pemanenan berikutnya
tetap bagus.
17) Mandor Penyulingan
c) Mengatur anggota sesuai dengan rencana kepala mandor.
d) Menjaga mutu minyak dalam melakukan penyulingan sampai menjadi
minyak nilam yang siap di pasarkan
Berdasarkan hasil analisis aspek manajemen, perusahaan ini layak untuk
dijalankan. Karena selain memiliki struktur organisasi formal, juga terdapat
pembagian tugas yang jelas antara pengelola dan karyawan perusahaan.
6.4. Aspek Hukum
Hal yang perlu diperhatikan pada aspek hukum adalah bentuk badan
hukum usaha yang dijalankan serta izin usaha yang diperoleh perusahaan.
6.4.1. Bentuk Badan Usaha
Bentuk badan usaha yang digunakan oleh PT. Perkasa Primatama Mandiri
adalah perseroan terbatas (PT). Modal yang digunakan berasal dari tiga orang
investor, dimana modal terdiri dari saham-saham yang pemiliknya memiliki
bagian sebanyak saham yang dimilikinya, besarnya modal tercantum dalam
anggaran dasar, kekayaan perusahaan terpisah dari kekayaan pribadi pemilik
perusahaan sehingga memiliki harta kekayaan sendiri, pemilik saham mempunyai
tanggung jawab yang terbatas, yaitu sebanyak saham yang dimiliki. Apabila utang
perusahaan melebihi kekayaan perusahaan, maka kelebihan utang tersebut tidak
menjadi tanggung jawab para pemegang saham, sedangkan apabila perusahaan
mendapat keuntungan maka keuntungan tersebut dibagikan sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan. Pemilik saham akan memperoleh bagian keuntungan
yang disebut dividen yang besarnya tergantung pada besar-kecilnya keuntungan
yang diperoleh perusahaan.
6.4.2. Izin Usaha
PT. Perkasa Primatama Mandiri didirikan mengikuti persyaratan pendirian
suatu perusahaan perseroan terbatas pada umumnya, yaitu menggunakan akta
62
resmi yang dibuat oleh notaris yang di dalamnya dicantumkan nama lain dari
perseroan terbatas, modal, bidang usaha, alamat perusahaan, dan lain-lain. Selain
itu, kegiatan usaha penyulingan minyak nilam yang dilakukan oleh PT. Perkasa
Primatam Mandiri ini telah mendapatkan ijin perkebunan dari pemerintah,
dibawah Dinas Perkebunan.
6.4.3. Hasil Analisis Aspek Hukum
Berdasarkan analisis terhadap aspek hukum, maka dapat dikatakan bahwa
perusahaan layak untuk dijalankan. Karena telah memiliki bentuk badan usaha
yang jelas dan telah mendapatkan ijin usaha dari pemerintah setempat.
6.5. Aspek Sosial Ekonomi dan Lingkungan
Keberadaan usaha penyulingan minyak nilam yang dijalankan oleh PT.
Perkasa Primatama Mandiri sangat didukung oleh masyarakat sekitar karena tidak
memberikan dampak buruk terhadap kondisi lingkungan daerah sekitar proyek.
Adanya usaha penyulingan minyak nilam memberikan dampak positif terhadap
masyarakat sekitar seperti menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat baik
dalam penyerapan tenaga kerja maupun dalam pengadaan bibit. Keberhasilan
perusahaan dalam sistem budidaya nilam menjadi motivasi bagi masyarakat untuk
mengubah kebiasaan mereka dalam budidaya nilam, yang semula nilam hanya
ditelantarkan menjadi lebih diperhatikan. Limbah hasil penyulingan juga tidak
memberikan dampak buruk terhadap kesimbangan lingkungan karena dapat
dimanfaatkan menjadi pupuk tanaman atau mulsa.
Selain itu, keberadaan PT. Perkasa Primatama Mandiri juga akan
memberikan kontribusi bagi pendapatan negara atau pemerintah daerah berupa
pajak dari keuntungan usaha penyulingan minyak nilam tersebut. Adanya usaha
penyulingan minyak nilam dengan cara modern ini juga memberi dampak positif
terhadap perkembangan sistem penyulingan di dalam negeri yaitu dapat
menggeser kebiasaan masyarakat dari penyulingan tradisional ke penyulingan
modern. Dengan demikian dapat dihasilkan suatu minyak nilam yang lebih
berkualitas.
63
Berdasarkan aspek sosial ekonomi dan lingkungan usaha penyulingan
minyak nilam ini layak untuk dijalankan. Karena selain tidak memberikan
dampak buruk berupa limbah yang dapat merusak lingkungan, kegiatan usaha ini
memberikan manfaat yang banyak bagi masyarakat sekitar .
64
VII ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL
Pada penelitian ini dilakukan analisis kelayakan finansial untuk
menganalisis aspek finansial usaha penyulingan minyak nilam yang dilakukan
oleh PT. Perkasa Primatama Mandiri. Analisis kelayakan finansial yang dilakukan
pada kedua skenario bertujuan untuk melihat jenis skenario penyulingan minyak
nilam manakah yang lebih menguntungkan untuk dijalankan. Untuk mengetahui
hasil kelayakan usaha penyulingan minyak nilam akan dilihat dari kriteria-kriteria
kelayakan finansial yang meliputi NPV, Net B/C, IRR, dan Payback Periode.
7.1. Analisis Hasil Inflow
7.1.1. Skenario I (Tanpa Penambahan Ketel Suling)
Skenario I adalah usaha penyulingan minyak nilam yang dilakukan
perusahaan saat ini dimana kapasitas mesin yang digunakan adalah 30 kg. Arus
penerimaan pada skenario I ini diperoleh dari penjualan minyak nilam, penjualan
daun nilam kering, dan nilai sisa biaya investasi. Pada skenario I, panen nilam
tahun pertama dilakukan pada bulan ke-9, sedangkan untuk panen berikutnya
dapat dilakukan setiap 3 bulan. Pada tahun pertama panen dapat dilakukan
sebanyak 2 kali sedangkan tahun berikutnya panen dilakukan 4 kali. Hasil panen
diperkirakan sebanyak 25 ton daun nilam basah atau 6,25 ton daun nilam kering
per hektar. Sehingga pada tahun pertama diperoleh daun nilam basah sebanyak
500 ton atau 125 ton daun nilam kering. Pada tahun ke-2 dan ke-3 diperoleh daun
nilam basah masing-masing sebanyak 1000 ton atau 250 ton daun nilam kering.
Hasil panen tahun ke-1, ke-4, ke-7 dan ke-10 diasumsikan sama, sedangkan tahun
ke-2 diasumsikan sama dengan tahun ke-3, ke-5, ke-6, ke-8, dan ke-9. Hal ini
disebabkan karena nilam memiliki umur maksimum 3 tahun. Dengan demikian
setelah berumur tiga tahun harus dilakukan penanaman kembali.
Proses penyulingan pertama dilakukan pada bulan ke-10. Proses produksi
(penyulingan) dilakukan sebanyak 4 kali dalam sehari. Hal ini disebabkan karena
waktu yang dibutuhkan untuk penyulingan hanya 3 jam. Dalam satu kali produksi
dihasilkan minyak nilam sebanyak 0,9 kg. Dimana daun nilam kering
yang
dibutuhkan dalam satu kali produksi adalah sebanyak 30 kg (sesuai kapasitas ketel
suling). Dengan demikian total produksi minyak nilam yang diperoleh dalam satu
hari adalah sebanyak 3,6 kg dengan kebutuhan nilam sebanyak 120 kg. Jumlah
hari kerja dalam seminggu adalah 6 hari sehingga total produksi minyak nilam
yang diperoleh dalam seminggu adalah sebanyak 21,6 kg dan dalam sebulan
adalah 86,4 kg. Jumlah produksi minyak nilam pada tahun pertama dengan tahun
berikutnya berbeda karena pada tahun pertama penyulingan dilakukan pada bulan
ke-10 sehingga produksi hanya dilakukan 3 bulan sedangkan untuk tahun
berikutnya dilakukan dalam satu tahun penuh. Jumlah produksi minyak nilam
pada tahun pertama adalah 259,2 kg. Jumlah tersebut diperoleh dari total produksi
satu bulan (86,4 kg) dikali dengan 3 bulan sedangkan jumlah produksi untuk
tahun berikutnya diasumsikan tetap hingga tahun ke-10 yaitu masing-masing
1.036,8 kg per tahun yang diperoleh dari total produksi satu bulan dikali dengan
12 bulan (86,4 kg x 12). Proyeksi penjualan minyak nilam skenario I tiap tahun
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Proyeksi Penjualan Minyak Nilam Skenario I
Harga Satuan
(Rp)
Tahun
Jumlah Produksi (kg)
1
259,2
260.000
67.392.000
2
1.036,8
260.000
269.568.000
3
1.036,8
260.000
269.568.000
4
1.036,8
260.000
269.568.000
5
1.036,8
260.000
269.568.000
6
1.036,8
260.000
269.568.000
7
1.036,8
260.000
269.568.000
8
1.036,8
260.000
269.568.000
9
1.036,8
260.000
269.568.000
10
1.036,8
260.000
269.568.000
2.493.504.000
Total
Nilai Penjualan (Rp)
Total daun nilam kering yang digunakan untuk penyulingan dalam setahun
adalah 34.560 kg, kecuali pada tahun pertama yang digunakan hanya 8.640 kg.
Sementara hasil panen pada tahun ke-1, ke-4, ke-7, dan ke-10 masing-masing
adalah 125.000 kg, sedangkan tahun ke-2, ke-3, ke-5, ke-6, ke-8 dan ke-9 masing-
66
masing adalah sebesar 250.000 kg. Dari total panen yang diperoleh dengan total
nilam yang digunakan untuk penyulingan terdapat sisa daun kering yang tidak
digunakan. Sisa daun kering tersebut dapat dijual kepada pedagang pengumpul
untuk kemudian dijual kepada perusahaan lain yang juga menyuling nilam. Harga
daun nilam kering per kg adalah Rp 5.000. Sisa daun nilam kering pada tahun
pertama adalah 116.360 kg. Jumlah tersebut diperoleh dari total panen (125.000
kg) dikurangi dengan total daun yang telah digunakan untuk penyulingan ( 8.640
kg). Sedangkan sisa daun kering untuk tahun ke-2, ke-3, ke-5, ke-6, ke-8 dan ke-9
adalah sama yaitu masing-masing sebesar 215.440 kg, yang diperoleh dari
250.000 kg dikurangi dengan 34.560 kg. Sisa daun kering pada tahun ke-4, ke-7
dan ke-10 juga sama yaitu masing-masing sebesar 90.440 kg yang diperoleh
dengan cara yang sama. Proyeksi penjualan daun nilam kering tiap tahun dapat
dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Proyeksi Penjualan Daun Kering Skenario I
Tahun
Jumlah Daun Kering
(kg)
1
116.360
5.000
581.800.000
2
215.440
5.000
1.077.200.000
3
215.440
5.000
1.077.200.000
4
90.440
5.000
452.200.000
5
215.440
5.000
1.077.200.000
6
215.440
5.000
1.077.200.000
7
90.440
5.000
452.200.000
8
215.440
5.000
1.077.200.000
9
215.440
5.000
1.077.200.000
10
90.440
5.000
452.200.000
Total
Harga Satuan
(Rp)
Nilai Penjualan (Rp)
8.401.600.000
Selain penjualan minyak nilam dan penjualan daun nilam kering,
penerimaan perusahaan juga diperoleh dari nilai sisa (salvage value) biaya
investasi yang masih ada hingga akhir umur proyek sehingga dapat ditambahkan
sebagai manfaat proyek. Nilai sisa diperoleh dari penyusutan per tahun dari
komponen investasi dikali dengan sisa tahun yang belum terpakai selama umur
proyek. Biaya-biaya investasi pada skenario I yang masih memiliki nilai hingga
67
akhir umur proyek antara lain pipa paralon, cangkul, gergaji mesin, gunting
panen, tembilang, kapak, pompa hama, alat penyiram, mesin generator, kereta
sorong.
Tabel 7. Nilai Sisa Biaya Investasi Proyek Skenario I
No.
Uraian
1.
Pipa paralon
2.
Cangkul
3.
Harga Beli
(Rp)
Umur
Ekonomis
(Tahun)
Penyusutan
per Tahun
(Rp)
Nilai Sisa (Rp)
3.800.000
7
542.857
2.171.428
150.000
4
37.500
75.000
Gergaji mesin
5.500.000
4
1.375.000
2.750.000
4.
Gunting panen
314.500
4
78.625
157.250
5.
Linggis
100.000
4
25.000
50.000
6.
Kapak
150.000
4
37.500
75.000
7.
Pompa hama
207.500
4
51875
103.750
8.
Alat siram
80.000
4
20.000
40.000
9.
Mesin generator
1.450.000
4
350.000
700.000
10.
Kereta sorong
1.400.000
4
362.500
725.000
6.847.428
Total
7.1.2. Skenario II (Adanya Penambahan Ketel Suling 100 Kg)
Skenario
II
adalah
rancangan
usaha
apabila
perusahaan
ingin
meningkatkan kapasitas produksi melalui penambahan jumlah ketel suling untuk
mengoptimalkan kinerja mesin suling mengingat kapasitas mesin suling yang
digunakan saat ini masih mampu menampung penambahan ketel suling kapasitas
100 kg. Selain itu dengan penambahan jumlah ketel suling, daun kering nilam
yang dihasilkan dari budidaya dapat digunakan secara maksimal dan minyak
nilam yang dihasilkan lebih banyak sehingga produksi optimum dapat tercapai
dan diperoleh keuntungan yang maksimal. Arus penerimaan pada skenario II
sama dengan skenario I yaitu diperoleh dari penjualan minyak nilam, penjualan
daun nilam kering, dan nilai sisa biaya investasi. Hanya saja pada skenario II
terjadi peningkatan kapasitas produksi minyak nilam sehingga total daun nilam
yang digunakan, hasil minyak nilam, dan penjualannya juga meningkat. Total
daun nilam kering yang digunakan dalam satu hari meningkat yaitu dari 120 kg
68
menjadi 520 kg sedangkan untuk satu tahun menjadi 149.760 kg. Namun pada
tahun pertama nilam yang digunakan dalam satu tahun adalah 37.440 kg karena
penyulingan dilakukan hanya tiga bulan. Minyak nilam yang dihasilkan juga
meningkat yaitu dari 3,6 kg per hari menjadi 15,6 kg per hari dan per bulannya
menjadi 374,4 kg. Sama halnya seperti skenario I penyulingan pada skenario II
juga dilakukan pada bulan ke-10 karena panen baru dapat dilaksanakan pada
bulan ke-9. Jumlah produksi pada tahun pertama adalah sebesar 1.123,2 kg yang
diperoleh dari total produksi per bulan (374,4 kg) dikali dengan total bulan
penyulingan (3 bulan), sedangkan jumlah produksi untuk tahun berikutnya
diasumsikan sama hingga tahun ke-10 yaitu masing-masing sebesar 4.492,8 kg
per tahun yang diperoleh dari total produksi per bulan dikali dengan 12 bulan.
Proyeksi penjualan minyak nilam tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Proyeksi Penjualan Minyak Nilam pada Skenario II
Tahun
Jumlah Produksi
(kg)
1
1.123,2
260.000
292.032.000
2
4.492,8
260.000
1.168.128.000
3
4.492,8
260.000
1.168.128.000
4
4.492,8
260.000
1.168.128.000
5
4.492,8
260.000
1.168.128.000
6
4.492,8
260.000
1.168.128.000
7
4.492,8
260.000
1.168.128.000
8
4.492,8
260.000
1.168.128.000
9
4.492,8
260.000
1.168.128.000
10
4.492,8
260.000
1.168.128.000
Total
Harga Jual (Rp)
Nilai Penjualan (Rp)
10.805.184.000
Penambahan ketel suling menyebabkan sisa daun nilam kering pada
skenario II lebih sedikit daripada skenario I. Jumlah sisa daun nilam kering per
tahun diperoleh dengan mengurangkan total panen dengan jumlah daun kering
yang digunakan per tahun. Total panen pada skenario I dan II adalah sama. Pada
tahun pertama sisa daun kering yang tidak digunakan adalah sebesar 87.560 kg
yang diperoleh dari 125.000 dikurangi total daun yang digunakan pada tahun
pertama yaitu 37.440 kg. Sisa daun pada tahun ke-2, ke-3, ke-5, ke-6, ke-8, dan
69
ke-9 seharusnya sama yaitu 100.240 kg karena hasil panennya adalah sebesar
250.000 kg per tahun. Namun pada tahun ke-3, ke-6 dan ke-9 sisa daun tersebut
dibagi dua untuk menutupi kebutuhan daun kering pada tahun ke-4, ke-7, dan ke-9
karena hasil panennya hanya 125.000 kg per tahun sementara kebutuhan daun
untuk penyulingan per tahun adalah 149.760. Sisa daun yang tidak disuling dapat
dijual kepada pedagang pengumpul untuk kemudian dijual kepada perusahaan lain
yang juga menyuling nilam. Harga daun nilam kering per kg adalah Rp 5.000.
Proyeksi penjualan daun nilam kering tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Proyeksi Penjualan Daun Kering pada Skenario II
Tahun
Jumlah Daun
Kering (kg)
Harga Jual
(Rp)
Nilai Penjualan (Rp)
1
87.560
5.000
437.800.000
2
100.240
5.000
501.200.000
3
50.120
5.000
250.600.000
4
25.360
5.000
126.800.000
5
100.240
5.000
501.200.000
6
50.120
5.000
250.600.000
7
25.360
5.000
126.800.000
8
100.240
5.000
501.200.000
9
50.120
5.000
250.600.000
10
25.360
5.000
126.800.000
Total
3.073.600.000
Selain penjualan minyak nilam dan penjualan daun nilam kering,
penerimaan perusahaan juga diperoleh dari nilai sisa (salvage value) biaya
investasi yang masih ada hingga akhir umur proyek sehingga dapat ditambahkan
sebagai manfaat proyek. Biaya-biaya investasi pada skenario II yang masih
memiliki nilai hingga akhir umur proyek sama dengan skenario I. Nilai sisa
diperoleh dari penyusutan per tahun dikali dengan sisa tahun yang belum terpakai
selama umur proyek. Rincian biaya-biaya investasi yang masih memiliki nilai
hingga akhir dapat dilihat pada Tabel 10.
70
Tabel 10. Nilai Sisa Biaya Investasi Proyek pada Skenario II
No.
Uraian
1.
Pipa paralon
2.
Cangkul
3.
4.
Harga Beli
(Rp)
Umur
Ekonomis
(Tahun)
Penyusutan
per Tahun
(Rp)
Nilai Sisa (Rp)
3.800.000
7
542.857
2.171.428
150.000
4
37.500
75.000
Gergaji mesin
5.500.000
4
1.375.000
2.750.000
Gunting panen
314.500
4
78.625
157.250
5.
Linggis
100.000
4
25.000
50.000
6.
Kapak
150.000
4
37.500
75.000
7.
8.
9.
10.
Pompa hama
Alat siram
Mesin generator
Kereta sorong
207.500
80.000
1.450.000
1.400.000
Total
4
4
4
4
51875
20.000
350.000
362.500
103.750
40.000
700.000
725.000
6.847.428
7.2. Analisis Hasil Outflow
7.2.1. Skenario I (Tanpa Penambahan Ketel Suling)
Arus pengeluaran pada skenario I terdiri dari pengeluaran untuk biaya
investasi dan biaya operasional. Biaya investasi adalah biaya-biaya yang
dikeluarkan pada tahun pertama proyek. Biaya investasi skenario I terdiri dari:
1.
Bibit yang digunakan merupakan bibit setek batang yang dibeli dari
masyarakat sekitar. Bibit yang dibutuhkan adalah 240.000 batang, dimana
jumlah tersebut sudah termasuk bibit untuk penyulaman. Biaya untuk
pembelian bibit hanya dikeluarkan pada tahun pertama karena pembibitan
pada tahun berikut menggunakan bibit setek batang yang diambil dari lahan.
2.
Lahan digunakan untuk budidaya nilam. Lahan tersebut merupakan lahan
sewa dengan harga Rp 1.000.000 per ha per tahun dengan luas lahan 10 ha,
sehingga total biaya investasi untuk lahan adalah Rp 100.000.000 untuk 10
tahun masa proyek.
4.
Bangunan dua lantai berupa kantor dan bangunan fungsional lain yang
digunakan untuk proses produksi seperti ruang penyulingan, ruang
penyimpanan, ruang pengeringan, dan lain-lain.
71
5.
Kolam air digunakan sebagai tempat penampungan air yang dibutuhkan untuk
proses penyulingan. Ukuran kolam adalah 4 m x 1,5 m.
6.
Pipa paralon 2 inch yang digunakan untuk mengalirkan air dari kaki gunung
ke perusahaan.
7.
Rak pengeringan yang digunakan sebagai tempat pengeringan daun nilam
yang dijemur di dalam ruangan. Rak pengeringan terdiri dari empat tingkat
dengan ukuran 3 m x 10 m.
8.
Alat pertanian yang terdiri dari cangkul, gergaji mesin, gunting, linggis,
kapak, pompa hama, dan alat siram.
9.
Terpal yang digunakan sebagai alas untuk menjemur nilam basah yang
dijemur di luar ruangan (dibawah sinar matahari langsung).
10. Kereta sorong yang digunakan untuk mengangkut nilam hasil panen, bibit
nilam yang akan ditanam, dan sebagainya.
11. Mesin generator yang digunakan sebagai cadangan sumber aliran listrik jika
mesin genset bermasalah ataupun rusak.
12. Timbangan gantung dan timbangan duduk yang digunakan untuk menimbang
daun nilam kering sebelum disuling dan sebagainya.
13. Alat pengukur PA (Patchouli Alcohol) yang digunakan untuk mengukur PA
dari minyak yang dihasilkan.
14. Mesin suling yang terdiri dari ketel uap (boiler), ketel suling, kondensor
(ulir), tempat penampung dan pemisah minyak nilam dengan air (oil water
separator), pipa-pipa dan pelengkap lain (termometer, keran buka-tutup,
indikator volume air, indikator tekanan uap, dan lain-lain), serta heater dan
panel-panel.
15. Mesin genset (diesel) Ps 130 yang digunakan sebagai mesin penghasil listrik
yang dibutuhkan untuk produksi dan keperluan rumah tangga. Mesin genset
menghasilkan tenaga listrik sebesar 18.000 watt, dimana 15.000 watt untuk
kebutuhan mesin suling dan 3.000 watt untuk keperluan rumah tangga dan
lain-lain.
16. Mobil pick up dan motor yang digunakan sebagai alat transportasi.
72
17. Komputer, meja dan kursi, printer, dan stabilizer yang digunakan untuk
keperluan kantor.
Tabel 11. Biaya Investasi Skenario I
No.
1.
Uraian
Umur
Ekonomis
(Tahun)
Satuan
Harga/satuan
(Rp)
Volume
Nilai (Rp)
Batang
200
240.000
48.000.000
10
3.
Bibit
Sewa lahan (10
tahun)
Bangunan
4.
Kolam air
Unit
1.200.000
5.
Pipa Paralon
Unit
38.000
6.
Rak pengeringan
Unit
2.000.000
1
2.000.000
10
7.
Cangkul
Unit
30.000
5
150.000
4
8.
Gergaji mesin
Unit
5.500.000
1
5.500.000
4
9.
Gunting
Unit
31.450
10
314.500
4
10.
Linggis
Unit
20.000
5
100.000
4
11.
Kapak
Unit
30.000
5
150.000
4
12.
Pompa hama
Unit
207.500
1
207.500
4
13.
Alat siram
Unit
40.000
2
80.000
4
14.
Terpal
Rol
600.000
1
600.000
2
15.
Kereta sorong
Unit
350.000
4
1.400.000
4
16.
Mesin generator
Unit
1.450.000
1
1.450.000
4
17.
Timbangan gantung
Unit
200.000
1
200.000
5
18.
Timbangan duduk
Unit
1.100.000
1
1.100.000
5
19.
Alat ukur PA
Unit
900.000
1
900.000
5
20.
Mesin suling :
Ketel suling
Unit
32.175.000
1
32.175.000
10
Boiler
Unit
16.500.000
1
16.500.000
10
Kondensor
Unit
19.250.000
1
19.250.000
10
Oil water separator
Pipa dan pelengkap
lain
Hiter dan panel
Unit
2.750.000
1
2.750.000
10
1
5.500.000
10
16.500.000
1
16.500.000
10
21.
Mesin genset Ps 130
Unit
38.500.000
1
38.500.000
10
22.
Mobil pick up
Unit
40.000.000
1
40.000.000
10
23.
Motor
Unit
14.000.000
3
42.000.000
10
24.
Komputer
Unit
6.000.000
2
12.000.000
5
25.
Meja dan kursi
Set
2.500.000
4
10.000.000
10
26.
Printer
Unit
600.000
2
1.200.000
5
27.
Stabilizer
Unit
500.000
2
1.000.000
5
2.
Ha
10.000.000
10
100.000.000
10
Unit
50.000.000
1
50.000.000
10
1
1.200.000
10
100
3.800.000
7
Set
Set
5.500.000
73
Selain biaya investasi, perusahaan juga harus mengeluarkan biaya
reinvestasi. Biaya reinvestasi adalah biaya yang dikeluarkan apabila komponen
pada biaya investasi yang dikeluarkan telah habis umur ekonomisnya. Tidak
semua biaya investasi mengalami reinvestasi, hanya beberapa biaya saja yang
umur ekonomisnya tidak selama umur proyek. Biaya reinvestasi yang dikeluarkan
oleh perusahaan dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Biaya Reinvestasi pada Skenario I
No.
Uraian
Satuan
Harga/satuan
(Rp)
Volume
Nilai (Rp)
Umur
Ekonomis
(Tahun)
3.800.000
7
1.
Pipa paralon
Unit
38.000
100
2.
Cangkul
Unit
30.000
5
150.000
4
3.
Gergaji mesin
Unit
5.500.000
1
5.500.000
4
4.
Gunting
Unit
31.450
10
314.500
4
5.
Linggis
Unit
20.000
5
100.000
4
6.
Kapak
Unit
30.000
5
150.000
4
7.
Pompa hama
Unit
207.500
1
207.500
4
8.
Alat siram
Unit
40.000
2
80.000
4
9.
Terpal
Rol
600.000
1
600.000
2
10.
Kereta sorong
unit
350.000
4
1.400.000
4
11.
Mesin generator
unit
1.450.000
1
1.450.000
4
12.
Timbangan gantung
unit
200.000
1
200.000
5
13.
Timbangan duduk
unit
1.100.000
1
1.100.000
5
14.
Alat ukur PA
unit
900.000
1
900.000
5
15.
Komputer
unit
6.000.000
2
12.000.000
5
16.
Printer
unit
600.000
2
1.200.000
5
17.
Stabilizer
unit
500.000
2
1.000.000
5
Biaya operasional adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melakukan
proses produksi. Biaya operasional terdiri dari biaya variabel dan biaya tetap.
Biaya variabel pada skenario I terdiri dari biaya yang dikeluarkan polibag, karung,
jerigen, solar, dan bensin. Polibag dan karung sama-sama digunakan dalam
budidaya nilam. Polibag digunakan sebagai tempat bibit pada saat pembibitan
sebelum bibit ditanam ke lahan. Polibag yang digunakan berukuran 15 cm x 21
cm. Polibag digunakan dalam 3 tahun sekali yaitu hanya pada saat melakukan
pembibitan. Karung digunakan sebagai tempat penyimpanan daun nilam baik
74
nilam basah maupun kering. Penggunaan karung diasumsikan tetap selama umur
proyek karena nilam yang dihasilkan juga tetap. Namun apabila terjadi perluasan
lahan yang menyebabkan nilam yang ditanam lebih banyak maka kebutuhan
karung juga akan meningkat.
Jerigen digunakan sebagai tempat penyimpanan minyak nilam yang telah
dihasilkan. Satuan dari jerigen yang digunakan adalah liter sedangkan hasil
minyak yang diperoleh menggunakan satuan kg. Oleh karena itu untuk
memperoleh jumlah jerigen yang dibutuhkan dalam satu tahun, hasil minyak
nilam harus dikonversi ke dalam liter. Dimana hasil produksi minyak nilam dalam
satu tahun adalah 1.036,8 kg. Dari hasil konversi tersebut diperoleh bahwa
minyak nilam yang dihasilkan dalam satu tahun adalah 1152 liter. Jerigen yang
akan digunakan adalah jerigen yang berukuran 15 liter. Dengan demikian
diperoleh kebutuhan jerigen dalam satu tahun yaitu 77 buah. Namun pada tahun
pertama penyulingan dilakukan hanya 3 bulan, hal ini disebabkan karena daun
nilam baru dapat dipanen pada bulan ke-10. Oleh sebab itu kebutuhan akan
jerigen pada tahun pertama lebih sedikit dibandingkan pada tahun berikutnya.
Pada tahun pertama minyak yang dihasilkan adalah 259,2 kg. Jika dikonversi ke
dalam liter maka jumlah minyak yang dihasilkan pada tahun pertama adalah 288
liter. Sehingga jerigen yang dibutuhkan adalah sebanyak 20 buah.
Solar digunakan sebagai bahan bakar untuk mesin diesel (genset).
Kebutuhan solar dalam sebulan adalah 1680 liter. Kebutuhan solar pada tahun
pertama juga lebih sedikit daripada tahun berikutnya yaitu sebesar 5.040 liter,
sedangkan untuk tahun berikutnya adalah 20.160 liter. Selain bahan bakar solar,
perusahaan juga mengeluarkan biaya untuk bahan bakar bensin. Bensin digunakan
sebagai bahan bakar alat transportasi. Rincian biaya variabel pada skenario I dapat
dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Biaya Variabel pada Skenario I
No.
Uraian
Satuan
1.
2.
3.
4.
5.
Polibag
Karung
Jerigen
Solar
Bensin
Buah
Buah
Buah
Liter
Liter
Harga
(Rp)
40,3
1.000
30.000
4.300
4.500
Tahun 1
Volume
Nilai (Rp)
240.000
9.672.000
50
50.000
20
600.000
5.040
21.672.000
2.400
10.800.000
Tahun 2-10
Volume Nilai (Rp)
240.000
9.672.000
50
50.000
77
2.310.000
20.160
86.688.000
2.400
10.800.000
75
Selain biaya variabel, biaya operasional yang juga dikeluarkan oleh
perusahaan adalah biaya tetap. Biaya tetap yang dikeluarkan perusahaan berupa
gaji, biaya pemeliharaan alat-alat investasi, serta pajak bumi dan bangunan (PBB).
Sistem kompensasi yang digunakan oleh perusahaan adalah gaji dibayar per bulan
baik gaji untuk pengelola maupun karyawan. Hal ini disebabkan karena pada
umumnya tenaga kerja perusahaan merupakan tenaga kerja tetap. Oleh sebab itu
jumlah pengeluaran untuk tenaga kerja dalam satu tahun juga tetap. Semua tenaga
kerja sudah memiliki tugas masing-masing.
Biaya
pemeliharaan
alat
investasi
merupakan
biaya-biaya
yang
dikeluarkan untuk perawatan barang-barang investasi sehingga usaha tetap dapat
berlangsung. Alat-alat investasi yang membutuhkan pemeliharaan diantaranya
bangunan, mesin, alat transportasi, dan alat kantor. Pajak bumi dan bangunan
(PBB) dikeluarkan sebesar Rp 276.000 setiap tahun. Rincian biaya tetap pada
skenario I dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Biaya Tetap Skenario I
No.
1.
2.
3.
Uraian
Harga/Satuan
(Rp)
Total/Tahun
(Nilai)
Satuan
Volume
Gaji Kepala Bagian
orang/bulan
5
1.500.000
9.000.000
Gaji Kepala Mandor
orang/bulan
1
1.250.000
15.000.000
Gaji Staf Administrasi
orang/bulan
4
1.000.000
48.000.000
Gaji TK Budidaya
orang/bulan
35
1.000.000
420.000.000
Gaji TK Penyulingan
orang/bulan
3
1.000.000
36.000.000
Gaji:
Biaya pemeliharaan:
Bangunan
Tahun
1.500.000
1.500.000
Mesin
Tahun
6.000.000
6.000.000
Alat transportasi
Tahun
2.000.000
2.000.000
Alat kantor
Tahun
1.200.000
1.200.000
PBB
Tahun
276.000
276.000
7.2.2. Skenario II (Adanya Penambahan Ketel Suling 100 Kg)
Arus pengeluaran pada skenario II sama dengan skenario I yaitu terdiri
dari pengeluaran untuk biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi
skenario II juga sama dengan skenario I, hanya saja pada skenario II terdapat
76
penambahan ketel suling kapasitas 100 kg dengan harga Rp 80.437.500. Rincian
biaya investasi skenario II dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Biaya Investasi Skenario II
No
.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
Uraian
Satuan
Harga/satuan
(Rp)
Volume
Nilai (Rp)
Bibit
Sewa lahan (10
tahun)
Bangunan
Kolam air
Pipa Paralon
Rak pengeringan
Cangkul
Gergaji mesin
Gunting panen
Linggis
Kapak
Pompa hama
Alat siram
Terpal
Kereta sorong
Mesin generator
Timbangan gantung
Timbangan duduk
Alat ukur PA
Mesin suling :
Ketel suling 30 kg
Ketel suling 100 kg
Boiler
Kondensor
Oil water separator
Pipa dan pelengkap
lain
Hiter dan panel
Mesin genset Ps 130
Mobil pick up
Motor
Komputer
Meja dan kursi
Printer
Stabilizer
batang
200
240.000
48.000.000
Umur
Ekonomis
(Tahun)
10
Ha
10.000.000
10
100.000.000
10
unit
unit
unit
unit
unit
unit
unit
unit
unit
unit
unit
rol
unit
unit
unit
unit
unit
50.000.000
1.200.000
38.000
2.000.000
30.000
5.500.000
31.450
20.000
30.000
207.500
40.000
600.000
350.000
1.450.000
200.000
1.100.000
900.000
1
1
100
1
5
1
10
5
5
1
2
1
4
1
1
1
1
50.000.000
1.200.000
3.800.000
2.000.000
150.000
5.500.000
314.500
100.000
150.000
207.500
80.000
600.000
1.400.000
1.450.000
200.000
1.100.000
900.000
10
10
7
10
4
4
4
4
4
4
4
2
4
4
5
5
5
unit
unit
unit
unit
unit
32.175.000
80.437.500
16.500.000
19.250.000
2.750.000
1
1
1
1
1
32.175.000
80.437.500
16.500.000
19.250.000
2.750.000
10
10
10
10
10
1
5.500.000
10
1
1
1
3
2
4
2
2
16.500.000
38.500.000
40.000.000
42.000.000
12.000.000
10.000.000
1.200.000
1.000.000
10
10
10
10
5
10
5
5
set
set
unit
unit
unit
Unit
Set
Unit
Unit
5.500.000
16.500.000
38.500.000
40.000.000
14.000.000
6.000.000
2.500.000
600.000
500.000
77
Selain biaya investasi, perusahaan juga mengeluarkan biaya reinvestasi.
Biaya reinvestasi adalah biaya yang dikeluarkan apabila komponen pada biaya
investasi yang dikeluarkan telah habis umur ekonomisnya. Biaya reinvestasi yang
dikeluarkan oleh perusahaan pada skenario II sama dengan skenario I yaitu dapat
dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Biaya Reinvestasi pada Skenario II
No.
Uraian
Satuan
Harga/satuan
(Rp)
Volume
Nilai (Rp)
Umur
Ekonomis
(Tahun)
3.800.000
7
1.
Pipa paralon
Unit
38.000
100
2.
Cangkul
Unit
30.000
5
150.000
4
3.
Gergaji mesin
Unit
5.500.000
1
5.500.000
4
4.
Gunting panen
Unit
31.450
10
314.500
4
5.
Linggis
Unit
20.000
5
100.000
4
6.
Kapak
Unit
30.000
5
150.000
4
7.
Pompa hama
Unit
207.500
1
207.500
4
8.
Alat siram
Unit
40.000
2
80.000
4
9.
Terpal
Rol
600.000
1
600.000
2
10.
Kereta sorong
Unit
350.000
4
1.400.000
4
11.
Mesin generator
Unit
1.450.000
1
1.450.000
4
12.
Timbangan gantung
Unit
200.000
1
200.000
5
13.
Timbangan duduk
Unit
1.100.000
1
1.100.000
5
14.
Alat ukur PA
Unit
900.000
1
900.000
5
15.
Komputer
Unit
6.000.000
2
12.000.000
5
16.
Printer
Unit
600.000
2
1.200.000
5
17.
Stabilizer
Unit
500.000
2
1.000.000
5
Biaya operasional adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melakukan
proses produksi. Biaya operasional terdiri dari biaya variabel dan biaya tetap.
Biaya variabel pada skenario II sama dengan skenario I yaitu terdiri dari biaya
yang dikeluarkan untuk polibag, karung, jerigen, solar dan bensin. Biaya yang
dikeluarkan untuk polibag dan karung sama dengan skenario I karena lahan yang
digunakan sama yaitu 10 ha dengan kebutuhan bibit 240.000 batang sehingga
hasil panen yang diperoleh juga sama. Namun pada skenario II terjadi
peningkatan kebutuhan jerigen dan solar karena disesuaikan dengan hasil dan
proses produksi yang dikakukan. Kebutuhan jerigen pada tahun pertama
78
meningkat dari 20 buah menjadi 84 buah. Sedangkan untuk tahun berikutnya juga
meningkat dari 77 buah menjadi 333 buah. Adanya peningkatan kapasitas
produksi menyebabkan waktu yang dibutuhkan dalam satu kali penyulingan
bertambah menjadi 4 jam sehingga kebutuhan solar meningkat dari 1680 liter
menjadi 2.016 liter per bulan. Pada tahun pertama solar yang dibutuhkan adalah
sebesar 6.048 liter (2.016 x 3) sedangkan untuk tahun berikutnya kebutuhan solar
diasumsikan sama yaitu sebesar 24.192 liter. Rincian biaya variabel pada skenario
II dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Biaya Variabel pada Skenario II
No.
Uraian
Satuan
Harga
(Rp)
Tahun 1
Volume
Tahun 2-10
Nilai (Rp)
Volume
Nilai (Rp)
1.
Polibag
Buah
40,3
240.000
9.672.000
240.000
9.672.000
2.
3.
Karung
Jerigen
Buah
buah
1.000
30.000
50
84
50.000
2.520.000
50
333
50.000
9.990.000
4.
Solar
liter
4.300
6.048
26.006.400
24.192
5.
Bensin
10.800.000
4.500
Tahun
2.400
4.500
104.025.600
10.800.000
Selain biaya variabel, biaya operasional yang juga dikeluarkan oleh
perusahaan adalah biaya tetap. Biaya tetap yang dikeluarkan perusahaan pada
skenario II juga sama dengan skenario I yaitu berupa gaji, biaya pemeliharaan
alat-alat investasi, dan pajak bumi dan bangunan (PBB). Rincian biaya tetap pada
skenario II dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Biaya Tetap Skenario II
No.
Uraian
1.
Gaji:
Gaji Kepala Bagian
Gaji Kepala Mandor
Gaji Staf Administrasi
Gaji TK Budidaya
Gaji TK Penyulingan
Biaya pemeliharaan:
Bangunan
Mesin
Alat transportasi
Alat kantor
PBB
2.
3.
Harga/Satuan
(Rp)
Total/Tahun
(Rp)
Satuan
Volume
orang/bulan
orang/bulan
orang/bulan
orang/bulan
orang/bulan
5
1
4
35
3
1.500.000
1.250.000
1.000.000
1.000.000
1.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
-
1.500.000
6.000.000
2.000.000
1.200.000
276.000
1.500.000
6.000.000
2.00032000
1.200.000
276.000
79
7.3. Analisis Kelayakan Finansial
7.3.1. Skenario I (Tanpa Penambahan Ketel Suling)
Kelayakan finansial usaha penyulingan minyak nilam pada skenario I
dapat dilihat dari beberapa kriteria yaitu NPV, Net B/C, IRR, dan Payback
Periode. Hasil cashflow pada skenario ini dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Hasil Analisis Finansial Skenario I
Kriteria
Net Present Value (Rp)
Net Benefit and Cost Ratio
Internal Rate of Return (%)
Payback Periode (Tahun)
Hasil
563.632.317
2,93
119,64
1,99 (1 tahun 11 bulan 26 hari)
Berdasarkan analisis finansial diatas dapat dilihat bahwa usaha
penyulingan minyak nilam dengan kapasitas mesin 30 kg memperoleh NPV > 0,
yaitu sebesar Rp 563.632.317 yang artinya bahwa usaha penyulingan minyak
nilam ini layak untuk dijalankan. Nilai NPV sama dengan Rp 563.632.317
menunjukkan manfaat bersih yang diterima dari usaha penyulingan minyak nilam
skenario I selama umur proyek terhadap tingkat diskon (discount rate) yang
berlaku (33,3 persen). Kriteria lain yang dianalisis adalah Net B/C, pada skenario
I ini diperoleh nilai Net B/C > 1 yaitu sebesar 2,93 yang menyatakan bahwa usaha
penyulingan minyak nilam pada skenario I ini layak dijalankan. Nilai Net B/C
sama dengan 2,93 artinya setiap Rp 1 biaya yang dikeluarkan selama umur proyek
menghasilkan 2,93 satuan manfaat bersih. IRR yang diperoleh dari analisis
finansial skenario I adalah 119,64 persen dimana IRR tersebut lebih besar dari
discount factor (rate) yang berlaku yaitu 33,3 persen. Nilai IRR tersebut
menunjukkan tingkat pengembalian internal proyek sebesar 119,64 persen dan
karena IRR > 33,3 persen, maka usaha ini layak dan menguntungkan. Skenario I
ini memiliki periode pengembalian biaya investasi selama 1 tahun 11 bulan 26
hari.
80
7.3.2. Skenario II (Adanya Penambahan Ketel Suling 100 Kg)
Kelayakan finansial usaha penyulingan minyak nilam pada skenario II
dapat dilihat dari beberapa kriteria yaitu NPV, Net B/C, IRR, dan Payback
Periode. Hasil cashflow pada skenario ini dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Hasil Analisis Finansial Skenario II
Kriteria
Net Present Value (Rp)
Net Benefit and Cost Ratio
Internal Rate of Return (%)
Payback Periode (Tahun)
Hasil
967.063.500
4,18
164,42
1,73 (1 tahun 8 bulan 24 hari)
Berdasarkan analisis finansial diatas dapat dilihat bahwa peningkatan
kapasitas produksi dengan penambahan ketel suling 100 kg (kapasitas mesin 130
kg) memperoleh NPV > 0, yaitu sebesar Rp 967.063.500 yang artinya bahwa
usaha penyulingan minyak nilam pada skenario II ini layak untuk dijalankan.
Nilai NPV sama dengan Rp 967.063.500 menunjukkan manfaat bersih yang
diterima dari usaha penyulingan minyak nilam skenario II selama umur proyek
terhadap tingkat diskon (discount rate) yang berlaku (33,3 persen). Kriteria lain
yang dianalisis adalah Net B/C, pada skenario II ini diperoleh dari nilai Net B/C >
1 yaitu sebesar 4,18 yang menyatakan bahwa usaha penyulingan minyak nilam
pada skenario II layak dijalankan. Nilai Net B/C sama dengan 4,18 artinya setiap
Rp 1 biaya yang dikeluarkan selama umur proyek menghasilkan 4,18 satuan
manfaat bersih. IRR yang diperoleh dari analisis finansial skenario II adalah
164,42 persen dimana IRR tersebut lebih besar dari discount factor (rate) yang
berlaku yaitu 33,3 persen. Nilai IRR tersebut menunjukkan tingkat pengembalian
internal proyek sebesar 164.42 persen dan karena IRR > 33,3 persen, maka usaha
ini layak dan menguntungkan. Skenario III ini memiliki periode pengembalian
biaya investasi selama 1 tahun 8 bulan 24 hari.
7.4. Analisis Switching Value
Analisis sensitivitas digunakan untuk melihat pengaruh perubahan elemen
proyek yang terjadi terhadap manfaat pada proyek. Analisis ini bertujuan untuk
melihat apa yang terjadi dengan hasil analisis proyek apabila ada suatu perubahan
81
dalam dasar-dasar perhitungan biaya atau benefit. Analisis sensitivitas dapat
dilakukan dengan menggunakan nilai pengganti (switching value) sampai
memperoleh nilai NPV yang mendekati nol.
7.4.1. Skenario I (Tanpa Penambahan Ketel Suling)
Hasil switching value pada skenario I adalah sebagai berikut.
Tabel 21. Hasil Analisis Switching Value Skenario I
No.
Uraian
Besar Perubahan (%)
1.
Penurunan harga jual minyak nilam dan daun kering
18,94
2.
Penurunan jumlah produksi minyak nilam dan daun kering
18,94
Hasil switching value pada skenario I menunjukkan bahwa batas maksimal
perubahan terhadap penurunan harga jual dan jumlah produksi minyak nilam dan
daun kering masing-masing adalah 18,94 persen. Apabila perubahan yang terjadi
melebihi batas tersebut, maka usaha penyulingan minyak nilam pada skenario I ini
menjadi tidak layak atau tidak menguntungkan. Berdasarkan hasil analisis
switching value terhadap skenario I dapat disimpulkan bahwa penurunan harga
jual dan produksi minyak nilam dan daun kering merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap kelayakan usaha pada skenario I.
7.4.2. Skenario II (Adanya Penambahan Ketel Suling 100 Kg)
Hasil switching value pada skenario II adalah sebagai berikut.
Tabel 22. Hasil Analisis Switching Value Skenario II
No.
Uraian
Besar Perubahan (%)
1.
Penurunan harga jual minyak nilam dan daun kering
26,38
2.
Penurunan jumlah produksi minyak nilam dan daun kering
26,38
Hasil switching value pada skenario II menunjukkan bahwa batas
maksimal perubahan terhadap penurunan harga jual dan jumlah produksi minyak
nilam dan daun kering masing-masing adalah 26,38 persen. Apabila perubahan
yang terjadi melebihi batas tersebut, maka usaha penyulingan minyak nilam pada
skenario II ini menjadi tidak layak atau tidak menguntungkan. Berdasarkan hasil
analisis switching value terhadap skenario II dapat disimpulkan bahwa penurunan
82
harga jual dan produksi merupakan faktor yang berpengaruh besar terhadap
kelayakan usaha pada skenario II.
7.5. Perbandingan Hasil Analisis Kelayakan Finansial Skenario I dan II
Kedua skenario usaha penyulingan minyak nilam ini layak untuk
dijalankan. Namun pada skenario I daun kering belum digunakan secara maksimal
dalam penyulingan sehingga penerimaan yang diperoleh dari penjualan daun
nilam kering lebih besar daripada penjualan minyak nilam. Hal ini disebabkan
karena kapasitas ketel suling yang digunakan sangat kecil yaitu 30 kg. Oleh sebab
itu peningkatan kapasitas produksi dengan penambahan jumlah ketel suling yang
dilakukan pada skenario II merupakan salah satu alternatif agar daun nilam kering
yang dihasilkan perusahaan dapat dimanfaatkan dengan maksimal sehingga dapat
menghasilkan keuntungan maksimal juga. Untuk melihat jenis pengusahaan yang
paling menguntungkan untuk dijalankan, dapat dilihat dari perbandingan hasil
kelayakan finansial ketiga skenario pada tabel 23.
Tabel 23. Perbandingan Hasil Kelayakan Finansial Skenario I dan II
Kriteria
Skenario I
Net Present Value (Rp)
967.063.500
2,93
4,18
119,64
164,42
1,99 (1 tahun 11 bulan 26 hari)
1,73 (1 tahun 8 bulan 24 hari)
Net Benefit and Cost Ratio
Internal Rate of Return (%)
Payback Periode (Tahun)
Skenario II
563.632.317
Tabel di atas menunjukkan bahwa skenario II merupakan skenario yang
memberikan keuntungan paling besar dibandingkan dengan skenario I.
Berdasarkan hasil analisis finansial, nilai NPV skenario II lebih besar daripada
skenario I. Demikian juga dengan nilai Net B/C dan IRR, skenario II
menghasilkan Net B/C dan IRR yang lebih besar daripada kedua skenario yang
lain. Sedangkan masa pengembalian biaya investasi (payback periode) skenario II
relatif lebih cepat dibanding skenario I.
7.6. Perbandingan Hasil Analisis Switching Value Skenario I dan II
Perbandingan tingkat sensitivitas usaha penyulingan minyak nilam pada
ketiga skenario dapat dilihat dari hasil analisis switching value. Berikut adalah
83
tabel perbandingan hasil switching value pada ketiga skenario penyulingan
minyak nilam.
Tabel 24. Perbandingan Hasil Switching Value Skenario I dan II
Perubahan
Penurunan harga jual minyak nilam
dan daun kering
Penurunan jumlah produksi minyak
nilam dan daun kering
Skenario I (%)
Skenario II (%)
18,94
26,38
18,94
26,38
Hasil analisis switching value antara skenario I dan II di atas dapat
diketahui bahwa skenario I merupakan skenario yang paling sensitif terhadap
perubahan. Batas maksimal perubahan terhadap penurunan harga jual dan jumlah
produksi yang masih memberikan keuntungan pada skenario I masing-masing
adalah sebesar 18,94 persen. Sedangkan untuk skenario II masing-masing sebesar
26,38 persen.
Berdasarkan hasil analisis switching value, dapat disimpulkan bahwa
penurunan harga jual dan jumlah produksi adalah faktor yang lebih berpengaruh
terhadap kelayakan kedua skenario. Jadi berdasarkan analisis di atas skenario
yang paling menguntungkan untuk diusahakan dan memiliki tingkat sensitivitas
yang kecil terhadap perubahan adalah skenario II yaitu usaha dengan peningkatan
kapasitas produksi melalui penambahan jumlah ketel suling kapasitas 100 kg.
84
VIII KESIMPULAN DAN SARAN
8.1. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil analisis kelayakan non finansial yaitu analisis aspek pasar,
teknis, manajemen, hukum, dan sosial ekonomi dan lingkungan, usaha
penyulingan minyak nilam yang dijalankan oleh PT. Perkasa Primatama
Mandiri layak untuk dijalankan.
2. Usaha penyulingan minyak nilam yang dilakukan pada kedua skenario layak
untuk dijalankan. Dari kedua skenario tersebut, skenario II merupakan
skenario yang memberikan keuntungan paling besar. Hal ini dilihat dari hasil
analisis finansial yang menunjukkan bahwa NPV skenario II > NPV skenario
I, begitu pula dengan nilai Net B/C dan IRR nya. Sama halnya dengan
payback period, skenario II lebih cepat dalam hal pengembalian biaya
investasi dibandingkan dengan skenario I.
3. Berdasarkan hasil analisis switching value, skenario I yaitu usaha
penyulingan minyak nilam yang saat ini dijalankan adalah jenis usaha yang
lebih sensitif terhadap perubahan baik penurunan harga jual maupun
penurunan jumlah produksi. Batas maksimal penurunan harga jual dan jumlah
produksi minyak nilam dan daun kering yang masih memberikan keuntungan
pada skenario I masing-masing adalah 18,94 persen. Penurunan harga jual dan
jumlah produksi minyak nilam dan daun kering merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap kelangsungan usaha penyulingan minyak nilam pada
pola I dan II.
8.2. Saran
1. Perusahaan sebaiknya melakukan skenario II yaitu melakukan peningkatan
kapasitas produksi dengan penambahan jumlah ketel suling kapasitas 100 kg
terhadap usaha yang dilakukan saat ini agar daun kering yang dihasilkan dari
budaya dapat digunakan secara maksimal sehingga dapat mencapai kapasitas
produksi
optimum
perusahaan.
Selain
itu,
skenario
II
juga
lebih
menguntungkan dan lebih dapat bertahan apabila terjadi perubahan seperti
penurunan harga jual produksi.
2. Perusahaan sebaiknya meningkatkan kegiatan promosi melalui website
sehingga semua orang baik yang ada di dalam negeri maupun luar negeri
dapat mengetahui informasi tentang minyak nilam yang dihasilkan oleh
perusahaan.
3. Perusahaan sebaiknya melakukan kontrak dengan perusahaan lain yang
menjadi pasar tujuan minyak nilam yang dihasilkan perusahaan. Hal ini
bertujuan agar perusahaan terhindar dari kerugian akibat harga minyak nilam
yang berfluktuatif karena harga yang diterima perusahaan akan relatif lebih
stabil.
86
DAFTAR PUSTAKA
Afni K. 2008. Analisis kelayakan pengusahaan lobster air tawar (Kasus K’Blat’S
Farm Kec. Gunung Guruh, Kab. Sukabumi, Jawa Barat) [skripsi]. Bogor:
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
[Ballitro] Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. 2007. Syarat Mutu
Beberapa Minyak Atsiri. Bogor: Ballitro.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Statistik Perdagangan Luar Negeri. Jakarta:
BPS Pusat.
Departemen Agribisnis. 2008. Panduan Penulisan Proposal dan Skripsi. Bogor:
Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor.
Edi E. 2002. Sistem agribisnis nilam di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat
[skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Gittinger JP. 1986. Analisis Ekonomi Proyek Pertanian. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Husnan S, Muhammad. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Edisi ke-4. Yogyakarta:
UPP AMP YKPN.
Husnan S, Suwarsono. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Ed ke-4. Yogyakarta:
UPP AMP YKPN.
Ibrahim HMY. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Ed Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.
Kadariah, Karlina L, Gray C. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Ed Revisi.
Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Kotler P. 2005. Manajemen Pemasaran Jilid 2. Ed ke-11. Jakarta: Indeks.
Kusumawati D. 2008. Kelayakan pengusahaan jarak pagar pada kebun induk jarak
pagar Pakuon, Sukabumi [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Lipsey RG. 1995. Pengantar Mikroekonomi Jilid 1. Ed ke-10. Jakarta: Binarupa
Aksara.
Mangun HMS. 2005. Nilam. Jakarta: Penebar Swadaya.
Maulana MES. 2008. Analilis kelayakan usaha pembuatan bandeng isi pada
BANISI di Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat [skripsi].
Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Naiborhu AP. 2004. Analisis kelayakan finansial dan pemasaran minyak pala
(Studi Kasus pada PT Pavettia Atsisri Indonesia di Bogor) [skripsi].
Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Raziah. 2007. Analisis nilai tambah dan dayasaing ekspor minyak atsiri Indonesia
[skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Romansyah. 2002. Studi pengembangan agroindustri minyak nilam (patchouli oil)
skala kecil di Kabupaten Asahan-Sumaetra Utara [skripsi]. Bogor:
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Rustiana IN. 2008. Analisis kelayakan usaha pengolahan puree mangga (Studi
Kasus Pada CV. Promindo Utama, Desa Losari Lor, Kecamatan Losari,
Kabupaten Cirebon, Jawa Barat) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Triwagia M. 2003. Analisis kelayakan dan peranan pemerintah dalam usaha
agroindustri penyulingan nilam (Studi Kasus Pabrik Mitra Usaha Jaya,
Tasikmalaya) [skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Umar H. 2005. Studi Kelayakan Bisnis. Ed ke-3. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Wijaya R. 2002. Rekayasa model sistem penunjang keputusan investasi
perkebunan inti rakyat komoditi minyak atsiri [skripsi]. Bogor: Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Wulansari NI. 2005. Analisis kelayakan ekonomi usahatani nilam (Kasus Desa
Jatiwangi, Kecamatan Pakenjeng, Kabupaten Garut) [skripsi]. Bogor:
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
88
LAMPIRAN
Lampiran 1. Jenis Minyak Atsiri yang Disuplai dari Indonesia
No.
Nama Minyak
Nama Dagang
1.
Nilam
Patchouli oil
2.
Akar wangi
Vetiver oil
3.
Sereh Wangi
Citronella oil
4.
Kenanga
Cananga oil
5.
Kemukus
Cubeb oil
6.
Kayu Putih
Cajeput oil
7.
Sereh Dapur
Lemon grass
8.
Cengkeh
Cloves oil
9
Cendana
Sandalwood oil
10.
Pala
Nutmeg oil
11.
Lada
Pepper oil
12.
Kayu Manis
Cinamon oil
Sumber: Raziah, 2007
90
Lampiran 2. Daftar Tanaman Atsiri Penghasil Minyak Atsiri yang Berkembang
di Indonesia
No.
Tanaman
Nama Latin
Sumber Minyak
1. Adas
Foenicullum vulgare
Buah dan Biji
2. Akar wangi
Vetiveria zizanoides
Akar
3. Anis
Clausena anisata
Buah dan Biji
4. Bangle
Zingiber purpureum Roxb.
Akar
5. Cempaka
Michelia champaca
Cempaka
6. Cendana
Santalum album
Kayu Teras
7. Cengkeh
Syzygium aromaticum
Bunga
8. Eucalyptus
Eucalyptus sp.
Daun
9. Gaharu
Aquilaria sp
Kayu
10. Gandapura
Gaultheria sp.
Daun & Gagang
11. Jahe
Zingiber officinale
Akar
12. Jeringau
Acarus calamus
13. Jeruk Purut
Citrus hystrix
Buah
14. Kapulaga
Amomum Cardamomum
Buah dan Biji
15. Kayu Manis
Cinnamomum cassia
Batang
16. Kayu Putih
Melaleuca leucadendron LI
Daun
17. Kemangi
Basil Oil
Daun
18. Kemukus
Piper cubeba L.
Buah
19. Kenanga
Canangium odoratum
Bunga
20. Kencur
Caempreria galangal
Akar
21. Ketumbar
Coriandrum sativum
Buah dan Biji
22. Klausena
Clausena anisata
Biji
23. Kunyit
Curcuma domestica
Akar
24. Lada
Piper nigrum L.
Buah dan Biji
25. Lawang
K
K
26. Lengkuas Hutan Alpinia Malacensis
Akar
27. Lengkuas Hutan Alpinia Malacensis Oil
Akar
28. Manis
Cinnamomum casea
Daun
29. Massoi
Criptocaria massoia
Batang
30. Mawar
Rosa sp.
Bunga
31. Melati
Jasminum sambac
Bunga
32. Mentha
Mentha arvensis
Daun
33. Nilam
Pogostemon cablin
Daun
34. Pala
Myristica fragrans Houtt
Biji dan Fuli
35. Palmarosa
Cymbopogon martini
Daun
36. Pinus
Pinus merkusii
Getah
37. Rosemari
Rosmarinus officinale
Bunga
38. Sedap Malam
Polianthes tuberose
Bunga
91
Lampiran 2. Daftar Tanaman Atsiri Penghasil Minyak Atsiri yang Berkembang
di Indonesia (Lanjutan)
39. Selasih Mekah
Ocimum gratissimum
Bunga
40. Seledri
Avium graveolens L.
Daun, Batang
41. Sereh Dapur
Andropogon citrates
Daun
42. Sereh Wangi
Cymbopogon citrates
Daun
43. Sirih
Piper bitle
K
44. Surawung Pohon
Backhousia citriodora
Daun
45. Temulawak
Curcuma xanthorizza
Akar
46. Ylang-ylang
Canangium odoratum
Bunga
Sumber: http://www.atsiri-indonesia.com/tanaman.php
92
Lampiran 3. Ekspor Minyak Nilam Indonesia ke Negara Tujuan
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
Negara
Singapore
United States
France
Netherlands
Switzerland
India
Spain
Germany
United Kingdom
United Arab Emirates
China
Japan
Pakistan
Belgium
Brazil
Hongkong
Italy
South Africa
Australia
Turkey
Chile
Mexico
Argentina
Philippines
Canada
Malaysia
Bahrain
Taiwan, Province of China
Korea
Thailand
Russian Federation
New Zealand
Brunei Darussalam
Ireland
Kenya
Reunion
Bangladesh
Sweden
New Caledonia
Austria
Tunisia
Kuwait
Total
2003
6,378
1,808
3,057
764
3,129
753
617
598
1,139
3
54
210
458
1
6
68
19
12
5
32
13
5
36
19,165
Value in US$ 000
2004
2005
10,422
17,107
2,456
5,645
4,955
3,872
941
5,749
1,700
2,239
950
2,020
1,421
2,337
1,157
1,306
1,189
1,952
280
120
434
813
251
198
1
5
549
13
44
24
10
39
1
5
19
32
36
109
96
15
4
8
178
6
78
7
12
168
1
1
15
3
6
0
7
0
0
16
5
3
27,137
43,894
2006
15,633
5,592
4,725
3,676
3,339
3,180
1,998
1,542
1,133
950
686
581
320
142
100
82
48
47
41
26
24
18
17
13
10
10
10
9
8
7
7
6
4
1
0
0
43,984
Sumber: Pusat Data Statistik, 2003-2006
93
Lampiran 4. Grafik Tren Pertumbuhan Produksi Nilam Indonesia
Trend Analysis Plot for INDONESIA
Linear Trend Model
Yt = 2359 - 204.7*t
2400
Variable
Actual
Fits
2300
Accuracy Measures
MAPE
12,3
MAD
222,8
MSD
49740,1
INDONESIA
2200
2100
2000
1900
1800
1700
1600
1500
1
2
3
4
Index
94
Lampiran 5. Grafik Tren Pertumbuhan Ekspor Minyak Nilam Indonesia
Trend Analysis Plot for Volume Ekspor(ton)
Linear Trend Model
Yt = 748 + 572*t
Variable
Actual
Fits
Volume Ekspor(ton)
3000
Accuracy Measures
MAPE
10,3
MAD
198,5
MSD
39553,5
2500
2000
1500
1000
1
2
3
4
Index
Trend Analysis Plot for Nilai Ekspor (US $ 000)
Linear Trend Model
Yt = 10741,5 + 9121,4*t
50000
Variable
Actual
Fits
Nilai Ekspor (US $ 000)
45000
Accuracy Measures
MAPE
8
MAD
2894
MSD
11980424
40000
35000
30000
25000
20000
1
2
3
4
Index
95
Lampiran 6. Kuisioner Kelayakan Usaha Penyulingan Minyak Nilam
A. KARAKTERISTIK USAHA
Alasan mengusahakan
:
Modal usaha
1. Sendiri
2. Pinjaman
3. Investor
4. Lainnya
:
Luas lahan
:
Jenis nilam yang diusahakan dan yang dibeli
:
Metode Penyulingan yang digunakan
1. Penyulingan dengan air
2. Penyulingan dengan uap dan air
3. Penyulingan dengan uap
:
Intensitas Penyulingan
:
Pengairan diambil dari mana
1. Sendiri
2. Pinjaman
3. Lainnya
:
Ha
Kali/Tahun
B. KOMPONEN OUTFLOW
1. Komponen Investasi
Uraian
Jumlah
(Ukuran)
Harga Per
Satuan
(Rp/Unit)
Nilai
(Rp)
Umur
Ekonomis
(Tahun)
Tanah (m2)
a. Sewa
b. Milik Sendiri
c. Lainnya…
Tanaman
Tenaga Kerja (HOK)
a. Pembukaan lahan
b. Pengolahan tanah
c. Pembuatan lubang
d. Persiapan bibit
e. Pembuatan rumah
naungan
f. Penanaman
Lainnya…
96
1. Komponen Investasi (Lanjutan)
Bahan
a. Bibit
b. Pasir
c. Sekam
d. Pupuk Kandang
e. Insektisida
f. Bambu
g. Atap Pelindung
h. Polibag
Peralatan Pertanian
a. Traktor
b. Cangkul
c. Sabit
Lainnya…
Bangunan
a. Gudang bahan baku
b. Gudang bahan
pembantu
c. Gudang produk jadi
d. Ruang penyulingan
e. Ruang pengemasan
f. Lantai jemur
g. Ruang pengeringan
h. Bak (kolam) air
Lainnya…
Mesin
a. Ketel distilasi
b. Boiler
c. Kondensor
d. Oil water separator
e. Oil filter
f. Oil storage tank
g. Cooling unit
Perizinan
Transportasi
a. Truk sedang
b. Mobil
Lainnya…
Peralatan Kantor
a. Komputer
b. Meja dan Kursi
Lainnya…
97
2. Komponen Biaya Operasional
a. Biaya Variabel
Uraian
Jumlah
(Ukuran)
Harga Per
Satuan
(Rp/Unit)
Umur
Nilai
Ekonomis
(Rp)
(Tahun)
Ket
Tenaga Kerja (HOK)
a. Pemupukan
b. Penyulaman
c. Penyiangan
d. Pemangkasan
e. Pembumbuman
f. Pengendalian OPT
g. Pemanenan
h. Pasca Panen
- Pembersihan
- Penjemuran
- Penyimpanan
- Perawatan tanaman
i. Penyulingan
j. Monitoring hasil
j. Pengendalian mutu
minyak
k. Pengemasan
l. Penyimpanan
Bahan
a. Pupuk
- Kandang
- SP 36
- Urea
- KCL
- NPK
b. Insektisida
- Curacron
- Gandasil
- Dursban
- Sanvit
- Antrakol
- Kapur “bagus”
c. Daun kering
d. Kayu bakar
e. Minyak tanah
Transportasi
a. Bahan bakar
Lainnya…
Perlengkapan Kantor
Biaya Pengairan
98
b. Biaya Tetap
Uraian
Jumlah
(Ukuran)
Harga Per
Satuan
(Rp/Unit)
Umur
Nilai
Ekonomis
(Rp)
(Tahun)
Ket
Biaya Listrik
Biaya Telepon
TK Tetap
TK Pengelola
a. Manajer
b. Operator Mesin
Lainnya…
Biaya Perawatan
a. Bangunan
b. Mesin
c. Peralatan pertanian
d. Alat Transportasi
e. Alat Kantor
Lainnya…
3. Pembayaran Bunga dan Pinjaman
Jenis Pembayaran
Jumlah (Rp)
Periode (Tahun)
4. Pembayaran Pajak
Jenis Pajak
Periode (Tahun)
Jumlah (Rp)
Pajak Bumi dan Bangunan
Lainnya…
99
C. KOMPONEN INFLOW
1. Komponen Penerimaan
Jenis Penerimaan
Harga
Jual
(Rp/Kg)
Jumlah
Produksi (Kg)
Periode
(Tahun)
Jumlah
(Rp)
Penjualan Minyak Nilam
- Kondisi terbaik
- Kondisi normal
- Kondisi terburuk
Penjualan Sampingan
2. Kredit
Sumber Kredit
Jumlah (Rp)
Periode (Bulan)
3. Subsidi
Sumber Subsidi
Jumlah (Rp)
Periode (Bulan)
4. Nilai Sisa
Uraian
Nilai
Perolehan
(Rp)
Umur
Ekonomis
Nilai Sisa
(Rp)
Nilai
Penyusutan
(Rp)
Bangunan
Ketel distilasi
Boiler
Kondensor
Oil water separator
Oil filter
Oil storage tank
Cooling unit
Lainnya…
100
D. ASPEK PASAR
1. Berapa proyeksi permintaan minyak nilam?
2. Kemana pasar tujuan minyak nilam?
3. Berapa proporsi penjualan untuk tiap pasar?
4. Bagaimana persaingan yang dihadapi perusahaan?
a. Jumlah perusahaan pesaing
b. Diversifikasi produk dengan pesaing
c. Perbandingan harga dengan pesaing
d. Lainnya
5. Bagaimana perkiraan penjualan di masa yang akan datang?
6. Berapa harga jual minyak nilam?
7. Bagaimana jalur pemasaran minyak nilam?
8. Apakah ada kendala dalam pemasaran minyak nilam?
9. Berapa pangsa pasar dari minyak nilam?
E. ASPEK TEKNIS
1. Bagaimana lingkungan agroekosistem yang harus dipenuhi dalam usaha
penyulingan minyak nilam?
2. Fasilitas produksi dan peralatan apa saja yang harus disediakan dalam
usaha penyulingan minyak nilam? Alasa pemilihan teknologi? Ketepatan
penggunaan teknologi?
3. Bagaimana ketersediaan bahan baku dan sarana produksi yang harus
disediakan dalam usaha penyulingan minyak nilam?
4. Bagaimana ketersediaan tenaga kerja yang dibutuhkan dalam usaha
penyulingan minyak nilam?
5. Tenaga kerja apa saja yang dibutuhkan dalam proses produksi
6. Bagaimana prosedur yang harus dipenuhi dalam proses budi daya nilam?
7. Berapa proyeksi produksi optimum yang akan dicapai? Kapan?
8. Bagaimana aksesibilitas yang harus dipenuhi agar usaha penyulingan
minyak nilam dapat berjalan lancar?
9. Apa saja kendala produksi yang dapat terjadi pada usaha penyulingan
minyak nilam?
101
F. ASPEK MANAJEMEN
1. Bentuk organisasi / badan usaha yang dipilih? Alasan!
a. CV
b. Firma
c. PT
d. Lainnya…
2. Bagaimana struktur manajemen perusahaan?
3. Bagaimana pembagian kerja?
4. Bagaimana sistem kompensasi perusahaan?
G. ASPEK HUKUM
1. Bagaimana prosedur pendirian usaha penyulingan minyak nilam?
2. Bagaimana peraturan pemerintah terhadap pendirian usaha penyulingan
minyak nilam?
3. Apa saja pajak dan sistem pajak yang berpengaruh pada pendirian usaha
penyulingan minyak nilam?
H. ASPEK SOSIAL EKONOMI DAN LINGKUNGAN
1. Bagaimana tanggapan masyarakat dengan adanya usaha penyulingan
minyak nilam?
a. Menolak / mendukung
b. Lainnya…
2. Sebutkan manfaat/dampak tidak langsung adanya usaha penyulingan
minyak nilam, baik positif maupun negatif
a. Ada / tidaknya limbah yang dihasilkan
b. Lainnya…
102
Lampiran 7. Struktur Organisasi PT. Perkasa Primatama Mandiri
Komisaris
Direktur
Manajer
Kepala Bagian
Produksi
Kepala Bagian
Acconting
Kepala Bagian
Personalia
Kepala Bagian
Purchasing
Kepala Bagian
Marketing
Kepala Mandor
Staf Adminitrasi
Staf Adminitrasi
Staf Adminitrasi
Staf Adminitrasi
Mandor
Pembibitan
Mandor
PembukaanLahan
Mandor
Penanaman
Operator
Operator
Operator
Mandor
Pemanenan
Operator
Mandor
Penyulingan
Operator
103
Lampiran 8. Jadwal Tanam dan Panen
No.
Uraian
Tahun 1
Persiapan bibit
Pengolahan tanah
Penanaman
Penyulaman
Penyiangan
Pemangkasan
Panen
Pembumbuman
Bulan 1
Bulan 2
Bulan 3
Bulan 4
Bulan 5
Bulan 6
Bulan 7
Bulan 8
Bulan 9
Bulan 10
Bulan 11
Bulan 12
Tahun 2-3
Penyiangan
Pemangkasan
Panen
Pembumbuman
Tahun 4
Persiapan bibit
Pengolahan tanah
Penanaman
Penyulaman
Penyiangan
Pemangkasan
Panen
Pembumbuman
Tahun 5-6
Penyiangan
Pemangkasan
Panen
Pembumbuman
104
Tahun 7
Persiapan bibit
Pengolahan tanah
Penanaman
Penyulaman
Penyiangan
Pemangkasan
Panen
Pembumbuman
Tahun 8-9
Penyiangan
Pemangkasan
Panen
Pembumbuman
Tahun 10
Persiapan bibit
Pengolahan tanah
Penanaman
Penyulaman
Penyiangan
Pemangkasan
Panen
Pembumbuman
105
Lampiran 9. Laporan Rugi Laba Usaha Penyulingan Minyak Nilam Skenario I
Uraian
Inflow
1. Penjualan
2. Penjualan daun nilam
kering
3. Nilai Sisa
Total Inflow
Outflow
1. Penyusustan Investasi
Bibit
Bangunan
Kolam air
Pipa paralon
Rak pengeringan
Cangkul
Gergaji mesin
Gunting
Linggis
Kapak
Pompa hama
Alat siram
Terpal
Kereta sorong
Mesin generator
Timbangan gantung
Timbangan duduk
Alat ukur PA
Mesin suling
Mesin genset Ps 130
Mobil pick up
Motor
Komputer
Meja dan kursi
Printer
Stabilizer
Total Penyusutan Investasi
2. Biaya Operasional
1
2
3
4
Tahun
5
6
7
8
9
10
67.392.000
269.568.000
269.568.000
269.568.000
269.568.000
269.568.000
269.568.000
269.568.000
269.568.000
269.568.000
581.800.000
1.077.200.000
1.077.200.000
452.200.000
1.077.200.000
1.077.200.000
452.200.000
1.077.200.000
1.077.200.000
649.192.000
1.346.768.000
1.346.768.000
721.768.000
1.346.768.000
1.346.768.000
721.768.000
1.346.768.000
1.346.768.000
452.200.000
6.847.428
728.615.428
4.800.000
5.000.000
120.000
542.857
200.000
37.500
1.375.000
78.625
25.000
37.500
51.875
20.000
300.000
350.000
362.500
40.000
220.000
180.000
9.267.500
3.850.000
4.000.000
4.200.000
2.400.000
1.000.000
240.000
200.000
38.898.357
4.800.000
5.000.000
120.000
542.857
200.000
37.500
1.375.000
78.625
25.000
37.500
51.875
20.000
300.000
350.000
362.500
40.000
220.000
180.000
9.267.500
3.850.000
4.000.000
4.200.000
2.400.000
1.000.000
240.000
200.000
38.898.357
4.800.000
5.000.000
120.000
542.857
200.000
37.500
1.375.000
78.625
25.000
37.500
51.875
20.000
300.000
350.000
362.500
40.000
220.000
180.000
9.267.500
3.850.000
4.000.000
4.200.000
2.400.000
1.000.000
240.000
200.000
38.898.357
4.800.000
5.000.000
120.000
542.857
200.000
37.500
1.375.000
78.625
25.000
37.500
51.875
20.000
300.000
350.000
362.500
40.000
220.000
180.000
9.267.500
3.850.000
4.000.000
4.200.000
2.400.000
1.000.000
240.000
200.000
38.898.357
4.800.000
5.000.000
120.000
542.857
200.000
37.500
1.375.000
78.625
25.000
37.500
51.875
20.000
300.000
350.000
362.500
40.000
220.000
180.000
9.267.500
3.850.000
4.000.000
4.200.000
2.400.000
1.000.000
240.000
200.000
38.898.357
4.800.000
5.000.000
120.000
542.857
200.000
37.500
1.375.000
78.625
25.000
37.500
51.875
20.000
300.000
350.000
362.500
40.000
220.000
180.000
9.267.500
3.850.000
4.000.000
4.200.000
2.400.000
1.000.000
240.000
200.000
38.898.357
4.800.000
5.000.000
120.000
542.857
200.000
37.500
1.375.000
78.625
25.000
37.500
51.875
20.000
300.000
350.000
362.500
40.000
220.000
180.000
9.267.500
3.850.000
4.000.000
4.200.000
2.400.000
1.000.000
240.000
200.000
38.898.357
4.800.000
5.000.000
120.000
542.857
200.000
37.500
1.375.000
78.625
25.000
37.500
51.875
20.000
300.000
350.000
362.500
40.000
220.000
180.000
9.267.500
3.850.000
4.000.000
4.200.000
2.400.000
1.000.000
240.000
200.000
38.898.357
4.800.000
5.000.000
120.000
542.857
200.000
37.500
1.375.000
78.625
25.000
37.500
51.875
20.000
300.000
350.000
362.500
40.000
220.000
180.000
9.267.500
3.850.000
4.000.000
4.200.000
2.400.000
1.000.000
240.000
200.000
38.898.357
4.800.000
5.000.000
120.000
542.857
200.000
37.500
1.375.000
78.625
25.000
37.500
51.875
20.000
300.000
350.000
362.500
40.000
220.000
180.000
9.267.500
3.850.000
4.000.000
4.200.000
2.400.000
1.000.000
240.000
200.000
38.898.357
106
a. Biaya Variabel
Polibag
Karung
Jerigen
Solar
Bensin
Total Biaya Variabel
b. Biaya Tetap
Gaji kepala bagian
Gaji kepala mandor
Gaji staf administrasi
Gaji TK budidaya
Gaji TK penyulingan
Biaya pemeliharaan
bangunan
Biaya pemeliharaan mesin
Biaya pemeliharaan alat
transportasi
Biaya pemeliharaan alat
kantor
PBB
Total Biaya Tetap
Total Outflow
EBIT
Biaya Bunga
EBT
Pajak Penghasilan
Laba bersih setelah pajak
9.672.000
50.000
600.000
21.672.000
10.800.000
42.794.000
0
50.000
2.310.000
86.688.000
10.800.000
99.848.000
0
50.000
2.310.000
86.688.000
10.800.000
99.848.000
9.672.000
50.000
2.310.000
86.688.000
10.800.000
109.520.000
0
50.000
2.310.000
86.688.000
10.800.000
99.848.000
0
50.000
2.310.000
86.688.000
10.800.000
99.848.000
9.672.000
50.000
2.310.000
86.688.000
10.800.000
109.520.000
0
50.000
2.310.000
86.688.000
10.800.000
99.848.000
0
50.000
2.310.000
86.688.000
10.800.000
99.848.000
9.672.000
50.000
2.310.000
86.688.000
10.800.000
109.520.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
276.000
538.976.000
620.668.357
28.523.643
0,000
28.523.643
2.852.364
25.671.279
276.000
538.976.000
677.722.357
669.045.643
0,000
669.045.643
183.213.693
485.831.950
276.000
538.976.000
677.722.357
669.045.643
0,000
669.045.643
183.213.693
485.831.950
276.000
538.976.000
687.394.357
34.373.643
0,000
34.373.643
3.437.364
30.936.279
276.000
538.976.000
677.722.357
669.045.643
0,000
669.045.643
183.213.693
485.831.950
276.000
538.976.000
677.722.357
669.045.643
0,000
669.045.643
183.213.693
485.831.950
276.000
538.976.000
687.394.357
34.373.643
0,000
34.373.643
3.437.364
30.936.279
276.000
538.976.000
677.722.357
669.045.643
0,000
669.045.643
183.213.693
485.831.950
276.000
538.976.000
677.722.357
669.045.643
0,000
669.045.643
183.213.693
485.831.950
276.000
538.976.000
687.394.357
41.221.071
0,000
41.221.071
4.122.107
37.098.964
107
Lampiran 10. Cashflow Skenario I, Penyulingan Dengan Kapasitas Mesin 30 Kg (Tanpa Penambahan Ketel Suling)
Uraian
Inflow
1. Penjualan minyak nilam
2. Penjualan daun nilam kering
3. Nilai Sisa
Total Inflow
Outflow
1. Biaya Investasi
Bibit
Sewa lahan
Bangunan
Kolam air
Pipa paralon
Rak pengeringan
Cangkul
Gergaji mesin
Gunting
Linggis
Kapak
Pompa hama
Alat siram
Terpal
Kereta sorong
Mesin generator
Timbangan gantung
Timbangan duduk
Alat ukur PA
Mesin suling
Mesin genset Ps 130
Mobil pick up
Motor
Komputer
Meja dan kursi
Printer
2
3
4
Tahun
5
6
7
8
9
67.392.000
581.800.000
269.568.000
1.077.200.000
269.568.000
1.077.200.000
269.568.000
452.200.000
269.568.000
1.077.200.000
269.568.000
1.077.200.000
269.568.000
452.200.000
269.568.000
1.077.200.000
269.568.000
1.077.200.000
649.192.000
1.346.768.000
1.346.768.000
721.768.000
1.346.768.000
1.346.768.000
721.768.000
1.346.768.000
1.346.768.000
1
48.000.000
100.000.000
50.000.000
1.200.000
3.800.000
2.000.000
150.000
5.500.000
314.500
100.000
150.000
207.500
80.000
600.000
1.400.000
1.450.000
200.000
1.100.000
900.000
92.675.000
38.500.000
40.000.000
42.000.000
12.000.000
10.000.000
1.200.000
10
269.568.000
452.200.000
6.847.428
728.615.428
3.800.000
600.000
150.000
5.500.000
314.500
100.000
150.000
207.500
80.000
600000
1.400.000
1.450.000
600.000
150.000
5.500.000
314.500
100.000
150.000
207.500
80.000
600000
1.400.000
1.450.000
200.000
1.100.000
900.000
12.000.000
1.200.000
108
Stabilizer
Total Biaya Investasi
2. Biaya Operasional
a. Biaya Variabel
Polibag
Karung
Jerigen
Solar
Bensin
Total Biaya Variabel
b. Biaya Tetap
Gaji kepala bagian
Gaji kepala mandor
Gaji staf administrasi
Gaji TK budidaya
Gaji TK penyulingan
Biaya pemeliharaan bangunan
Biaya pemeliharaan mesin
Biaya pemeliharaan alat
transportasi
Biaya pemeliharaan alat kantor
PBB
Total Biaya Tetap
3. Pajak penghasilan
Total Outflow
Net Benefit
DF 33,3 %
PV DF 33,3 %
PV Negatif
PV Positif
NPV
NET B/C
IRR
Payback Periode
1.000.000
454.527.000
9.952.000
1.000.000
16.400.000
0
600.000
0
600.000
3.800.000
9.952.000
0
9.672.000
50.000
600.000
21.672.000
10.800.000
42.794.000
0
50.000
2.310.000
86.688.000
10.800.000
99.848.000
0
50.000
2.310.000
86.688.000
10.800.000
99.848.000
9.672.000
50.000
2.310.000
86.688.000
10.800.000
109.520.000
0
50.000
2.310.000
86.688.000
10.800.000
99.848.000
0
50.000
2.310.000
86.688.000
10.800.000
99.848.000
9.672.000
50.000
2.310.000
86.688.000
10.800.000
109.520.000
0
50.000
2.310.000
86.688.000
10.800.000
99.848.000
0
50.000
2.310.000
86.688.000
10.800.000
99.848.000
9.672.000
50.000
2.310.000
86.688.000
10.800.000
109.520.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
1.500.000
6.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
1.500.000
6.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
1.500.000
6.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
1.500.000
6.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
1.500.000
6.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
1.500.000
6.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
1.500.000
6.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
1.500.000
6.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
1.500.000
6.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
1.500.000
6.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
1.200.000
276.000
538.976.000
2.852.364
1.039.149.364
-389.957.364
0,750
-292.541.159
-292.541.159
856.173.476
563.632.317
2,927
119,637%
1,991
1.200.000
276.000
538.976.000
183.213.693
822.037.693
524.730.307
0,563
295.308.434
1.200.000
276.000
538.976.000
183.213.693
822.637.693
524.130.307
0,422
221.283.394
1.200.000
276.000
538.976.000
3.437.364
651.933.364
69.834.636
0,317
22.118.225
1.200.000
276.000
538.976.000
183.213.693
831.989.693
514.778.307
0,238
122.312.119
1.200.000
276.000
538.976.000
183.213.693
838.437.693
508.330.307
0,178
90.607.700
1.200.000
276.000
538.976.000
3.437.364
652.533.364
69.234.636
0,134
9.257.897
1.200.000
276.000
538.976.000
183.213.693
825.837.693
520.930.307
0,100
52.256.273
1.200.000
276.000
538.976.000
183.213.693
831.989.693
514.778.307
0,075
38.739.043
1.200.000
276.000
538.976.000
4.122.107
652.618.107
75.997.321
0,056
4.290.390
2.852.364
183.213.693
183.213.693
3.437.364
183.213.693
183.213.693
3.437.364
183.213.693
-292.541.159
2.767.275
109
Lampiran 11. Laporan Rugi Laba Usaha Penyulingan Minyak Nilam Skenario II
Uraian
Inflow
1. Penjualan
2. Penjualan daun nilam
kering
3. Nilai Sisa
Total Inflow
Outflow
1. Penyusustan Investasi
Bibit
Bangunan
Kolam air
Pipa paralon
Rak pengeringan
Cangkul
Gergaji mesin
Gunting
Linggis
Kapak
Pompa hama
Alat siram
Terpal
Kereta sorong
Mesin generator
Timbangan gantung
Timbangan duduk
Alat ukur PA
Mesin suling
Mesin genset Ps 130
Mobil pick up
Motor
Komputer
Meja dan kursi
Printer
1
2
3
4
Tahun
5
6
7
8
9
292.032.000
1.168.128.000
1.168.128.000
1.168.128.000
1.168.128.000
1.168.128.000
1.168.128.000
1.168.128.000
1.168.128.000
1.168.128.000
437.800.000
501.200.000
250.600.000
126.800.000
501.200.000
250.600.000
126.800.000
501.200.000
250.600.000
729.832.000
1.669.328.000
1.418.728.000
1.294.928.000
1.669.328.000
1.418.728.000
1.294.928.000
1.669.328.000
1.418.728.000
126.800.000
6.847.428
1.301.775.428
4.800.000
5.000.000
120.000
542.857
200.000
37.500
1.375.000
78.625
25.000
37.500
51.875
20.000
300.000
350.000
362.500
40.000
220.000
180.000
17.311.250
3.850.000
4.000.000
4.200.000
2.400.000
1.000.000
240.000
4.800.000
5.000.000
120.000
542.857
200.000
37.500
1.375.000
78.625
25.000
37.500
51.875
20.000
300.000
350.000
362.500
40.000
220.000
180.000
17.311.250
3.850.000
4.000.000
4.200.000
2.400.000
1.000.000
240.000
4.800.000
5.000.000
120.000
542.857
200.000
37.500
1.375.000
78.625
25.000
37.500
51.875
20.000
300.000
350.000
362.500
40.000
220.000
180.000
17.311.250
3.850.000
4.000.000
4.200.000
2.400.000
1.000.000
240.000
4.800.000
5.000.000
120.000
542.857
200.000
37.500
1.375.000
78.625
25.000
37.500
51.875
20.000
300.000
350.000
362.500
40.000
220.000
180.000
17.311.250
3.850.000
4.000.000
4.200.000
2.400.000
1.000.000
240.000
4.800.000
5.000.000
120.000
542.857
200.000
37.500
1.375.000
78.625
25.000
37.500
51.875
20.000
300.000
350.000
362.500
40.000
220.000
180.000
17.311.250
3.850.000
4.000.000
4.200.000
2.400.000
1.000.000
240.000
4.800.000
5.000.000
120.000
542.857
200.000
37.500
1.375.000
78.625
25.000
37.500
51.875
20.000
300.000
350.000
362.500
40.000
220.000
180.000
17.311.250
3.850.000
4.000.000
4.200.000
2.400.000
1.000.000
240.000
4.800.000
5.000.000
120.000
542.857
200.000
37.500
1.375.000
78.625
25.000
37.500
51.875
20.000
300.000
350.000
362.500
40.000
220.000
180.000
17.311.250
3.850.000
4.000.000
4.200.000
2.400.000
1.000.000
240.000
4.800.000
5.000.000
120.000
542.857
200.000
37.500
1.375.000
78.625
25.000
37.500
51.875
20.000
300.000
350.000
362.500
40.000
220.000
180.000
17.311.250
3.850.000
4.000.000
4.200.000
2.400.000
1.000.000
240.000
4.800.000
5.000.000
120.000
542.857
200.000
37.500
1.375.000
78.625
25.000
37.500
51.875
20.000
300.000
350.000
362.500
40.000
220.000
180.000
17.311.250
3.850.000
4.000.000
4.200.000
2.400.000
1.000.000
240.000
4.800.000
5.000.000
120.000
542.857
200.000
37.500
1.375.000
78.625
25.000
37.500
51.875
20.000
300.000
350.000
362.500
40.000
220.000
180.000
17.311.250
3.850.000
4.000.000
4.200.000
2.400.000
1.000.000
240.000
10
110
Stabilizer
Total
Penyusutan
Investasi
2. Biaya Operasional
a. Biaya Variabel
Polibag
Karung
Jerigen
Solar
Bensin
Total Biaya Variabel
b. Biaya Tetap
Gaji kepala bagian
Gaji kepala mandor
Gaji staf administrasi
Gaji TK budidaya
Gaji TK penyulingan
Biaya pemeliharaan
bangunan
Biaya pemeliharaan
mesin
Biaya pemeliharaan alat
transportasi
Biaya pemeliharaan alat
kantor
PBB
Total Biaya Tetap
Total Outflow
EBIT
Biaya Bunga
EBT
Pajak Penghasilan
Laba bersih setelah pajak
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000
46.942.107
46.942.107
46.942.107
46.942.107
46.942.107
46.942.107
46.942.107
46.942.107
46.942.107
46.942.107
9.672.000
50.000
2.520.000
26.006.400
10.800.000
49.048.400
0
50.000
9.990.000
104.025.600
10.800.000
124.865.600
0
50.000
9.990.000
104.025.600
10.800.000
124.865.600
9.672.000
50.000
9.990.000
104.025.600
10.800.000
134.537.600
0
50.000
9.990.000
104.025.600
10.800.000
124.865.600
0
50.000
9.990.000
104.025.600
10.800.000
124.865.600
9.672.000
50.000
9.990.000
104.025.600
10.800.000
134.537.600
0
50.000
9.990.000
104.025.600
10.800.000
124.865.600
0
50.000
9.990.000
104.025.600
10.800.000
124.865.600
9.672.000
50.000
9.990.000
104.025.600
10.800.000
134.537.600
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
276.000
538.976.000
634.966.507
94.865.493
0,000
94.865.493
11.729.824
83.135.669
276.000
538.976.000
710.783.707
958.544.293
0,000
958.544.293
270.063.288
688.481.005
276.000
538.976.000
710.783.707
707.944.293
0,000
707.944.293
194.883.288
513.061.005
276.000
538.976.000
720.455.707
574.472.293
0,000
574.472.293
154.841.688
419.630.605
276.000
538.976.000
710.783.707
958.544.293
0,000
958.544.293
270.063.288
688.481.005
276.000
538.976.000
710.783.707
707.944.293
0,000
707.944.293
194.883.288
513.061.005
276.000
538.976.000
720.455.707
574.472.293
0,000
574.472.293
154.841.688
419.630.605
276.000
538.976.000
710.783.707
958.544.293
0,000
958.544.293
270.063.288
688.481.005
276.000
538.976.000
710.783.707
707.944.293
0,000
707.944.293
194.883.288
513.061.005
276.000
538.976.000
720.455.707
581.319.721
0,000
581.319.721
156.895.916
424.423.805
111
Lampiran 12. Cashflow Skenario II, Penyulingan Dengan Kapasitas Mesin 130 Kg (Adanya Penambahan Ketel Suling 100 kg)
Uraian
Inflow
1. Penjualan minyak nilam
2. Penjualan daun nilam
kering
3. Nilai Sisa
Total Inflow
Outflow
1. Biaya Investasi
Bibit
Sewa lahan
Bangunan
Kolam air
Pipa paralon
Rak pengeringan
Cangkul
Gergaji mesin
Gunting
Linggis
Kapak
Pompa hama
Alat siram
Terpal
Kereta sorong
Mesin generator
Timbangan gantung
Timbangan duduk
Alat ukur PA
Mesin suling
Mesin genset Ps 130
Mobil pick up
Motor
Komputer
Meja dan kursi
Printer
2
3
4
Tahun
5
6
7
8
9
10
292.032.000
1.168.128.000
1.168.128.000
1.168.128.000
1.168.128.000
1.168.128.000
1.168.128.000
1.168.128.000
1.168.128.000
1.168.128.000
437.800.000
501.200.000
250.600.000
126.800.000
501.200.000
250.600.000
126.800.000
501.200.000
250.600.000
729.832.000
1.669.328.000
1.418.728.000
1.294.928.000
1.669.328.000
1.418.728.000
1.294.928.000
1.669.328.000
1.418.728.000
126.800.000
6.847.428
1.301.775.428
1
48.000.000
100.000.000
50.000.000
1.200.000
3.800.000
2.000.000
150.000
5.500.000
314.500
100.000
150.000
207.500
80.000
600.000
1.400.000
1.450.000
200.000
1.100.000
900.000
173.112.500
38.500.000
40.000.000
42.000.000
12.000.000
10.000.000
1.200.000
3.800.000
600.000
150.000
5.500.000
314.500
100.000
150.000
207.500
80.000
600.000
1.400.000
1.450.000
600.000
150.000
5.500.000
314.500
100.000
150.000
207.500
80.000
600.000
1.400.000
1.450.000
200.000
1.100.000
900.000
12.000.000
1.200.000
112
Stabilizer
Total Biaya Investasi
2. Biaya Operasional
a. Biaya Variabel
Polibag
Karung
Jerigen
Solar
Bensin
Total Biaya Variabel
b. Biaya Tetap
Gaji kepala bagian
Gaji kepala mandor
Gaji staf administrasi
Gaji TK budidaya
Gaji TK penyulingan
Biaya pemeliharaan
bangunan
Biaya pemeliharaan mesin
Biaya pemeliharaan alat
transportasi
Biaya pemeliharaan alat
kantor
PBB
Total Biaya Tetap
3. Pajak penghasilan
Total Outflow
Net Benefit
DF 33,3 %
PV DF 33,3 %
PV Negatif
PV Positif
NPV
NET B/C
IRR
Payback Periode
1.000.000
534.964.500
0
600.000
0
9.952.000
1.000.000
16.400.000
600.000
3.800.000
9.952.000
0
9.672.000
50.000
2.520.000
26.006.400
10.800.000
49.048.400
0
50.000
9.990.000
104.025.600
10.800.000
124.865.600
0
50.000
9.990.000
104.025.600
10.800.000
124.865.600
9.672.000
50.000
9.990.000
104.025.600
10.800.000
134.537.600
0
50.000
9.990.000
104.025.600
10.800.000
124.865.600
0
50.000
9.990.000
104.025.600
10.800.000
124.865.600
9.672.000
50.000
9.990.000
104.025.600
10.800.000
134.537.600
0
50.000
9.990.000
104.025.600
10.800.000
124.865.600
0
50.000
9.990.000
104.025.600
10.800.000
124.865.600
9.672.000
50.000
9.990.000
104.025.600
10.800.000
134.537.600
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
276.000
538.976.000
11.729.824
1.134.718.724
-404.886.724
0,750
-303.740.978
-303.740.978
1.270.804.478
967.063.500
4,184
164,424%
1,734
276.000
538.976.000
270.063.288
933.904.888
735.423.112
0,563
413.882.416
276.000
538.976.000
194.883.288
859.324.888
559.403.112
0,422
236.175.275
276.000
538.976.000
154.841.688
828.355.288
466.572.712
0,317
147.774.241
276.000
538.976.000
270.063.288
943.856.888
725.471.112
0,238
172.373.054
276.000
538.976.000
194.883.288
875.124.888
543.603.112
0,178
96.894.927
276.000
538.976.000
154.841.688
828.955.288
465.972.712
0,134
62.308.807
276.000
538.976.000
270.063.288
937.704.888
731.623.112
0,100
73.391.577
276.000
538.976.000
194.883.288
868.676.888
550.051.112
0,075
41.393.457
276.000
538.976.000
156.895.916
830.409.516
471.365.912
0,056
26.610.723
729.832.000
547.510.878
113
Lampiran 13. Switching Value Skenario 1, Penurunan Harga atau Jumlah Produksi Minyak Nilam dan Daun kering sebesar 18,93986593 persen
Uraian
Inflow
1. Penjualan minyak nilam
2. Penjualan daun nilam
kering
3. Nilai Sisa
Total Inflow
Outflow
1. Biaya Investasi
Bibit
Sewa lahan
Bangunan
Kolam air
Pipa paralon
Rak pengeringan
Cangkul
Gergaji mesin
Gunting
Linggis
Kapak
Pompa hama
Alat siram
Terpal
Kereta sorong
Mesin generator
Timbangan gantung
Timbangan duduk
Alat ukur PA
Mesin suling
Mesin genset Ps 130
Mobil pick up
Motor
Komputer
Meja dan kursi
Printer
Stabilizer
Total Biaya Investasi
1
2
3
Tahun
5
4
6
7
8
9
10
54.628.046
218.512.182
218.512.182
218.512.182
218.512.182
218.512.182
218.512.182
218.512.182
218.512.182
218.512.182
471.607.860
873.179.764
873.179.764
366.553.926
873.179.764
873.179.764
366.553.926
873.179.764
873.179.764
526.235.906
1.091.691.946
1.091.691.946
585.066.108
1.091.691.946
1.091.691.946
585.066.108
1.091.691.946
1.091.691.946
366.553.926
6.847.428
591.913.536
48.000.000
100.000.000
50.000.000
1.200.000
3.800.000
2.000.000
150.000
5.500.000
314.500
100.000
150.000
207.500
80.000
600.000
1.400.000
1.450.000
200.000
1.100.000
900.000
92.675.000
38.500.000
40.000.000
42.000.000
12.000.000
10.000.000
1.200.000
1.000.000
454.527.000
3.800.000
150.000
5.500.000
314.500
100.000
150.000
207.500
80.000
600.000
1.400.000
1.450.000
600.000
150.000
5.500.000
314.500
100.000
150.000
207.500
80.000
600.000
1.400.000
1.450.000
600.000
200.000
1.100.000
900.000
12.000.000
0
600.000
0
9.952.000
1.200.000
1.000.000
16.400.000
600.000
3.800.000
9.952.000
0
114
2. Biaya Operasional
a. Biaya Variabel
Polibag
Karung
Jerigen
Solar
Bensin
Total Biaya Variabel
b. Biaya Tetap
Gaji kepala bagian
Gaji kepala mandor
Gaji staf administrasi
Gaji TK budidaya
Gaji TK penyulingan
Biaya pemeliharaan
bangunan
Biaya pemeliharaan
mesin
Biaya pemeliharaan alat
transportasi
Biaya pemeliharaan alat
kantor
PBB
Total Biaya Tetap
3. Pajak penghasilan
Total Outflow
Net Benefit
DF 33,3 %
PV DF 33,3 %
PV Negatif
PV Positif
NPV
NET B/C
IRR
Payback Periode
9.672.000
50.000
600.000
21.672.000
10.800.000
42.794.000
0
50.000
2.310.000
86.688.000
10.800.000
99.848.000
0
50.000
2.310.000
86.688.000
10.800.000
99.848.000
9.672.000
50.000
2.310.000
86.688.000
10.800.000
109.520.000
0
50.000
2.310.000
86.688.000
10.800.000
99.848.000
0
50.000
2.310.000
86.688.000
10.800.000
99.848.000
9.672.000
50.000
2.310.000
86.688.000
10.800.000
109.520.000
0
50.000
2.310.000
86.688.000
10.800.000
99.848.000
0
50.000
2.310.000
86.688.000
10.800.000
99.848.000
9.672.000
50.000
2.310.000
86.688.000
10.800.000
109.520.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
276.000
538.976.000
2.852.364
1.039.149.364
-512.913.458
0,750
-384.781.289
-384.781.289
384.781.289
0,261
1,000
33,300%
276.000
538.976.000
183.213.693
822.037.693
269.654.253
0,563
151.756.386
276.000
538.976.000
183.213.693
822.637.693
269.054.253
0,422
113.592.436
276.000
538.976.000
3.437.364
651.933.364
-66.867.256
0,317
-21.178.388
276.000
538.976.000
183.213.693
831.989.693
259.702.253
0,238
61.705.656
276.000
538.976.000
183.213.693
838.437.693
253.254.253
0,178
45.141.486
276.000
538.976.000
3.437.364
652.533.364
-67.467.256
0,134
-9.021.567
276.000
538.976.000
183.213.693
825.837.693
265.854.253
0,100
26.668.735
276.000
538.976.000
183.213.693
831.989.693
259.702.253
0,075
19.543.591
276.000
538.976.000
4.122.107
652.618.107
-60.704.571
0,056
-3.427.046
-384.781.289
233.024.903
-21.178.388
40.527.268
85.668.754
76.647.186
103.315.921
10,000
115
Lampiran 14. Switching Value Skenario 2, Penurunan Harga Jual atau Jumlah Produksi Minyak Nilam dan Daun kering sebesar 26,37865886 persen
Uraian
Inflow
1. Penjualan minyak nilam
2. Penjualan daun nilam
kering
3. Nilai Sisa
Total Inflow
Outflow
1. Biaya Investasi
Bibit
Sewa lahan
Bangunan
Kolam air
Pipa paralon
Rak pengeringan
Cangkul
Gergaji mesin
Gunting
Linggis
Kapak
Pompa hama
Alat siram
Terpal
Kereta sorong
Mesin generator
Timbangan gantung
Timbangan duduk
Alat ukur PA
Mesin suling
Mesin genset Ps 130
Mobil pick up
Motor
Komputer
Meja dan kursi
Printer
1
2
3
4
Tahun
5
6
7
8
9
10
214.997.875
859.991.500
859.991.500
859.991.500
859.991.500
859.991.500
859.991.500
859.991.500
859.991.500
859.991.500
322.314.232
368.990.162
184.495.081
93.351.861
368.990.162
184.495.081
93.351.861
368.990.162
184.495.081
537.312.106
1.228.981.662
1.044.486.581
953.343.360
1.228.981.662
1.044.486.581
953.343.360
1.228.981.662
1.044.486.581
93.351.861
6.847.428
960.190.788
48.000.000
100.000.000
50.000.000
1.200.000
3.800.000
2.000.000
150.000
5.500.000
314.500
100.000
150.000
207.500
80.000
600.000
1.400.000
1.450.000
200.000
1.100.000
900.000
173.112.500
38.500.000
40.000.000
42.000.000
12.000.000
10.000.000
1.200.000
3.800.000
600.000
150.000
5.500.000
314.500
100.000
150.000
207.500
80.000
600.000
1.400.000
1.450.000
600.000
150.000
5.500.000
314.500
100.000
150.000
207.500
80.000
600.000
1.400.000
1.450.000
200.000
1.100.000
900.000
12.000.000
1.200.000
116
Stabilizer
Total Biaya Investasi
2. Biaya Operasional
a. Biaya Variabel
Polibag
Karung
Jerigen
Solar
Bensin
Total Biaya Variabel
b. Biaya Tetap
Gaji kepala bagian
Gaji kepala mandor
Gaji staf administrasi
Gaji TK budidaya
Gaji TK penyulingan
Biaya pemeliharaan
bangunan
Biaya pemeliharaan
mesin
Biaya pemeliharaan alat
transportasi
Biaya pemeliharaan alat
kantor
PBB
Total Biaya Tetap
3. Pajak penghasilan
Total Outflow
Net Benefit
DF 33,3 %
PV DF 33,3 %
PV Negatif
PV Positif
NPV
NET B/C
IRR
Payback Periode
1.000.000
534.964.500
0
600.000
0
9.952.000
1.000.000
16.400.000
600.000
3.800.000
9.952.000
0
9.672.000
50.000
2.520.000
26.006.400
10.800.000
49.048.400
0
50.000
9.990.000
104.025.600
10.800.000
124.865.600
0
50.000
9.990.000
104.025.600
10.800.000
124.865.600
9.672.000
50.000
9.990.000
104.025.600
10.800.000
134.537.600
0
50.000
9.990.000
104.025.600
10.800.000
124.865.600
0
50.000
9.990.000
104.025.600
10.800.000
124.865.600
9.672.000
50.000
9.990.000
104.025.600
10.800.000
134.537.600
0
50.000
9.990.000
104.025.600
10.800.000
124.865.600
0
50.000
9.990.000
104.025.600
10.800.000
124.865.600
9.672.000
50.000
9.990.000
104.025.600
10.800.000
134.537.600
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
9.000.000
15.000.000
48.000.000
420.000.000
36.000.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
276.000
538.976.000
11.729.824
1.134.718.724
-597.406.618
0,750
-448.167.005
-448.167.005
448.167.005
0,256
1,000
33,300%
10,000
276.000
538.976.000
270.063.288
933.904.888
295.076.774
0,563
166.063.707
276.000
538.976.000
194.883.288
859.324.888
185.161.693
0,422
78.173.705
276.000
538.976.000
154.841.688
828.355.288
124.988.072
0,317
39.586.579
276.000
538.976.000
270.063.288
943.856.888
285.124.774
0,238
67.746.086
276.000
538.976.000
194.883.288
875.124.888
169.361.693
0,178
30.187.996
276.000
538.976.000
154.841.688
828.955.288
124.388.072
0,134
16.632.889
276.000
538.976.000
270.063.288
937.704.888
291.276.774
0,100
29.218.954
276.000
538.976.000
194.883.288
868.676.888
175.809.693
0,075
13.230.354
276.000
538.976.000
156.895.916
830.409.516
129.781.272
0,056
7.326.736
117
Download