ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENYULINGAN MINYAK NILAM (Patchouli Oil) PT PERKASA PRIMATAMA MANDIRI KABUPATEN MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA SKRIPSI LYSTI FATIMAH SIREGAR H34050230 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 RINGKASAN LYSTI FATIMAH SIREGAR. Analisis Kelayakan Usaha Penyulingan Minyak Nilam (Patchouli Oil) PT Perkasa Primatama Mandiri Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan RITA NURMALINA). Indonesia merupakan negara penghasil minyak atsiri terbesar kedua di Asia dan terbesar ke tujuh di dunia. Salah satu minyak atsiri yang cukup terkenal dan memiliki pangsa pasar besar di pasar internasional adalah minyak nilam. Melihat potensi yang ada dalam minyak nilam, maka PT. Perkasa Primatama Mandiri membuka usaha yang bergerak di bidang perkebunan dan penyulingan minyak nilam. PT. Perkasa Primatama Mandiri merupakan perusahaan baru dan satu-satunya yang melakukan penyulingan minyak nilam dengan menggunakan teknologi modern (heater) di Sumatera Utara. Mengingat dalam membuka usaha penyulingan minyak nilam yang menggunakan teknologi modern membutuhkan investasi yang besar, maka perlu dilakukan analisis kelayakan usaha untuk mengetahui apakah usaha yang dijalankan perusahaan memberikan keuntungan atau tidak. Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis kelayakan usaha penyulingan minyak nilam PT. Perkasa Primatama Mandiri dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek sosial ekonomi lingkungan, (2) menganalisis kelayakan finansial usaha penyulingan minyak nilam PT. Perkasa Primatama Mandiri, apabila usaha ini dilakukan dalam dua skenario, dan (3) menganalisis sensitivitas usaha penyulingan minyak nilam PT. Perkasa Primatama Mandiri apabila terjadi perubahan pada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi usaha dengan menggunakan metode switching value. Penelitian ini dilaksanakan di PT. Perkasa Primatama Mandiri yang berlokasi di Desa Hutarimbaru, Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai April 2009. Data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder. Metode pengolahan data yang digunakan adalah analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk menilai kelayakan aspek non finansial disajikan dalam bentuk uraian secara deskriptif, sedangkan analisis kuantitatif dilakukan untuk menganalisis kelayakan finansial usaha penyulingan minyak nilam berdasarkan empat kriteria kelayakan investasi, yaitu NPV, IRR, Net B/C, dan Payback Period. Bedasarkan aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek sosial ekonomi lingkungan usaha penyulingan minyak nilam yang dilakukan oleh PT. Perkasa Primatama Mandiri layak untuk dijalankan. Dilihat dari permintaan dan penawarannya, minyak nilam memiliki potensi pasar yang tinggi. Minyak nilam yang dihasilkan oleh perusahaan memiliki keunggulan karena telah memiliki standar kualitas produk ekspor yaitu memiliki PA (patchouli alcohol) 35 persen sampai 36 persen, memiliki rendemen 2,5 persen sampai 5 persen, memiliki aroma khas dan berwarna merah kecoklatan, serta minyak yang dihasilkan lebih jernih karena dihasilkan dari mesin suling yang terbuat dari stainless steel dengan sistem penyulingan uap tidak langsung yang menggunakan teknologi modern (heater). Minyak nilam yang dihasilkan oleh perusahaan akan dipasarkan ke beberapa kota dalam negeri seperti Medan dan Jakarta. Selain itu perusahaan juga berencana akan melakukan ekspor ke Singapura, Cina, Jepang, dan Korea. Perusahaan sudah memiliki struktur organisasi formal dimana dalam pelaksanaannya sudah terdapat pembagian tugas yang jelas antara pengelola dan karyawan. Dalam pendirian usahanya perusahaan telah memperoleh ijin usaha berupa ijin perkebunan dari Dinas Perkebunan. Usaha yang dijalankan perusahaan sangat didukung oleh masyarakat karena tidak memberikan dampak buruk baik terhadap masyarakat maupun lingkungan sekitar. Hasil analisis kelayakan finansial menunjukkan bahwa usaha penyulingan minyak nilam yang dilakukan oleh PT. Perkasa Primatama Mandiri layak untuk dijalankan pada tingkat diskonto 33,3 persen, yang diambil berdasarkan tingkat dividen yang diterima oleh masing-masing investor dari keuntungan yang diperoleh perusahaan. Hasil NPV sebesar Rp 563.632.417 menunjukkan bahwa keuntungan yang diperoleh perusahaan selama umur proyek adalah sebesar Rp 563.632.417. Net B/C sebesar 2,93 menunjukkan bahwa setiap pengeluaran Rp 1 akan menghasilkan manfaat bersih sebesar 2,93 dan IRR sebesar 119,64 persen menunjukkan bahwa keuntungan yang diperoleh perusahaan akan bernilai nol pada tingkat suku bunga atau diskonto 119,64 persen. Periode pengembalian investasi akan diperoleh setelah 1 tahun 11 bulan 26 hari. Karena periode pengembalian investasi yang diperoleh kurang dari umur proyek yang ditentukan yaitu 10 tahun, maka investasi pada usaha penyulingan minyak nilam ini layak untuk dijalankan. Hasil analisis sensitivitas dengan menggunakan metode switching value menunjukkan bahwa usaha penyulingan minyak nilam yang dilakukan oleh perusahaan lebih sensitif terhadap perubahan baik penurunan harga jual maupun penurunan jumlah produksi minyak nilam dan daun kering. Batas maksimal perubahan terhadap penurunan harga jual dan jumlah produksi minyak nilam dan daun kering masing-masing sebesar 18,94 persen. Apabila perubahan yang terjadi melebihi batas tersebut, maka usaha penyulingan minyak nilam yang dilakukan perusahaan menjadi tidak layak atau tidak menguntungkan. Berdasarkan hasil analisis yang telah diperoleh, ada beberapa saran yang dapat diberikan antara lain : (1) perusahaan sebaiknya melakukan skenario III yaitu melakukan peningkatan kapasitas produksi dengan penambahan jumlah ketel suling kapasitas 100 kg terhadap usaha yang dilakukan saat ini, (2) perusahaan sebaiknya meningkatkan kegiatan promosi melalui website sehingga semua orang baik yang ada di dalam negeri maupun luar negeri dapat mengetahui informasi tentang minyak nilam yang dihasilkan oleh perusahaan, (3) perusahaan sebaiknya melakukan kontrak dengan perusahaan lain yang menjadi pasar tujuan minyak nilam yang dihasilkan perusahaan agar perusahaan terhindar dari kerugian akibat harga minyak nilam yang berfluktuatif karena harga yang diterima perusahaan akan relatif lebih stabil. iii ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENYULINGAN MINYAK NILAM (Patchouli Oil) PT PERKASA PRIMATAMA MANDIRI KABUPATEN MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA LYSTI FATIMAH SIREGAR H34050230 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribinis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Usaha Penyulingan Minyak Nilam (Patchouli Oil) PT Perkasa Primatama Mandiri Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara Nama : Lysti Fatimah Siregar NRP : H34050230 Disetujui, Pembimbing Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS NIP. 19550713 198703 2 001 Diketahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP.19580908 198403 1 002 Tangga Lulus: PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Kelayakan Usaha Penyulingan Minyak Nilam (Patchouli Oil) PT Perkasa Primatama Mandiri Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2009 Lysti Fatimah Siregar H34050230 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Padangsidempuan pada tanggal 26 Maret 1987. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Fahdriansyah Siregar dan Ibunda Besti Hutagalung. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 1 Padangsidempuan pada tahun 1999 dan pendidikan menengah pertama pada tahun 2002 di SLTPN 1 Padangsidempuan. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMUN 2 Padangsidempuan diselesaikan pada tahun 2005. Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2005. Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai anggota pada divisi usaha mandiri dalam Syariah Economic Student Club (SES-C) dan Himpunan Mahasiswa Agribisnis (HIPMA). KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kelayakan Usaha Penyulingan Minyak Nilam (Patchouli Oil) PT Perkasa Primatama Mandiri Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal”. Penelitian ini bertujuan menganalisis kelayakan usaha penyulingan nilam PT. Perkasa Primatama Mandiri dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek sosial lingkungan, menganalisis kelayakan finansial usaha penyulingan nilam PT. Perkasa Primatama Mandiri apabila usaha ini dilakukan dalam dua skenario, dan menganalisis sensitivitas usaha penyulingan nilam PT. Perkasa Primatama Mandiri apabila terjadi perubahan pada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi usaha dengan menggunakan metode switching value. Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Agustus 2009 Lysti Fatimah Siregar UCAPAN TERIMAKASIH Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada: 1. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 2. Etriya, SP, MM selaku dosen penguji utama dan Ir. Joko Purwono, MS selaku dosen penguji departemen pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 3. Amzul Rifin, SP, MA dan Tintin Sarianti, SP yang telah menjadi pembimbing akademik dan seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis. 4. Orangtua dan keluarga tercinta untuk setiap dukungan cinta kasih dan doa yang diberikan. Semoga ini menjadi persembahan yang terbaik. 5. Bapak Samsi Lubis, SH selaku komisaris utama perusahaan dan Jhon S Daeli selaku manajer produksi atas waktu, kesempatan, informasi, dan dukungan yang diberikan. 6. Tulang Edi dan keluarga atas waktu, informasi, dan kebaikannya selama penulis melaksanakan penelitian. 7. Parlindungan Siregar yang telah meluangkan waktunya untuk sharing dengan penulis dan mengantarkan penulis ke tempat penelitian. 8. Afrizal Fahmi Lubis atas informasi, kesabaran serta kasih sayang yang telah diberikan selama ini. 9. Feni Indah Kusumawati yang telah bersedia menjadi pembahas dalam seminar penulis. 10. Ferdiansyah yang telah membantu penulis dalam pembuatan power point. 11. Teman-teman seperjuangan, Gusri (Abel), Septi (Ncep), Riana (Nemo), Siti (Sweety), Dian (DL), Sarah (Sarjul), Uti (Upet), Nilam (Bebe), Tika (Tice), Shinta (Mamce), Lizna (Doyong), Echa (Moo), Reza (James), dan Dauz (Abah) atas semangat dan masukan yang telah diberikan kepada penulis. 12. Teman-teman satu bimbingan, Asmita, Feni, dan Ririn. 13. Teman-teman Galdikarya, Nti, Anis, Cicin, dan Mada atas kebersamaan selama Gladikarya. 14. Teman-teman Agribisnis 42 atas kebersamaan yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas kebersamaannya selama empat tahun. 15. Teman-teman “Pondok Putri Rahmah”, Nina, Mara, Mba Otis, Mba Diah, Mba Tyas, Mba Acid, Ina, Dewi, Dina, Vitria, Ika, Yoan, Tika atas masukan, semangat, serta kebersamaannya selama ini. 16. Teman-teman SES-C khususnya divisi usaha mandiri, kak Anas, Gusri, Rina, Tedi, Buja dan Uti. 17. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya. Bogor, Agustus 2009 Lysti Fatimah Siregar 2 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .......................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR ...................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN .................................................................. xvi I PENDAHULUAN ............................................................... 1.1. Latar Belakang .............................................................. 1.2. Perumusan Masalah ....................................................... 1.3. Tujuan ............................................................................ 1.4. Manfaat .......................................................................... 1 1 5 8 9 II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................... 2.1. Tinjauan Teoritis ........................................................... 2.1.1. Deskripsi dan Pemanfaatan Minyak Nilam .................................................... 2.1.2. Kriteria Kandungan Minyak Nilam .................... 2.1.3. Proses Penyulingan Minyak Nilam .................... 2.2. Penelitian Terdahulu ..................................................... 10 10 III KERANGKA PEMIKIRAN .............................................. 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ........................................ 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek ..................................... 3.1.2. Aspek-Aspek Studi Kelayakan Proyek .............. 3.1.3. Analisis Nilai Pengganti ..................................... 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional .................................. 20 20 20 21 26 27 IV METODE PENELITIAN .................................................. 4.1. Lokasi dan Waktu .......................................................... 4.2. Jenis dan Sumber Data .................................................. 4.3. Metode dan Pengolahan ................................................ 4.3.1. Analisis Kelayakan Finansial ............................. 4.3.2. Metode Penyusutan Garis Lurus ........................ 4.3.3. Analisis Nilai Pengganti ..................................... 4.4. Asumsi Dasar ................................................................ 30 30 30 30 31 34 35 36 V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ........................... 5.1. Sejarah Singkat Perusahaan .......................................... 5.2. Struktur Organisasi ........................................................ 38 38 40 VI ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL ............. 6.1. Aspek Pasar ................................................................... 6.2. Aspek Teknis ................................................................. 6.3. Aspek Manajemen ......................................................... 6.4. Aspek Hukum ................................................................ 6.5. Aspek Sosial Ekonomi dan Lingkungan ....................... 43 43 47 59 62 63 VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL ...................................... 65 10 11 12 14 7.1. Analisis Inflow .............................................................. 7.2. Analisis Outflow ........................................................... 7.3. Analisis Kelayakan Finansial ........................................ 7.4. Analisis Switching Value ............................................... 7.5. Perbandingan Hasil Analisi Kelayakan Finansial Skenario I dan II ............................................................ 7.6. Perbandingan Hasil Analisis Switching Value Skenario I dan II ............................................................ 65 71 80 81 KESIMPULAN DAN SARAN .......................................... 8.1. Kesimpulan .................................................................... 8.2. Saran .............................................................................. 85 85 85 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 87 LAMPIRAN .................................................................................... 89 VIII 83 83 xii DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Daerah Produksi Nilam di Indonesia Tahun 2003-2008 ....... 3 2. Luas Areal, Produksi, dan Produktivitas Perkebunan Nilam Tahun 2003-2006 ...................................................... 3 3. Ekspor Minyak Nilam Indonesia Tahun 2003-2006 ............ 4 4. Kriteria Kandungan Minyak Nilam Menurut ISO 3757 (2002) ................................................................................... 12 5. Proyeksi Penjualan Minyak Nilam Skenario I ..................... 66 6. Proyeksi Penjualan Daun Kering Skenario I ........................ 67 7. Nilai Sisa Biaya Investasi Proyek Skenario I ....................... 68 8. Proyeksi Penjualan Minyak Nilam Skenario II .................... 69 9. Proyeksi Penjualan Daun Kering Skenario II ...................... 70 10. Nilai Sisa Biaya Investasi Proyek Skenario II ..................... 71 11. Biaya Investasi Skenario I .................................................... 73 12. Biaya Reinvestasi Skenario I ................................................ 74 13. Biaya Variabel Skenario I .................................................... 75 14. Biaya Tetap Skenario I ......................................................... 76 15. Biaya Investasi Skenario II .................................................. 77 16. Biaya Reinvestasi Skenario II .............................................. 78 17. Biaya Variabel Skenario II ................................................... 79 18. Biaya Tetap Skenario II ....................................................... 79 19. Hasil Analisis Finansial Skenario I ...................................... 80 20. Hasil Analisis Finansial Skenario II ..................................... 81 21. Hasil Analisis Switching Value Skenario I .......................... 82 22. Hasil Analisis Switching Value Skenario II ......................... 82 23. Perbandingan Hasil Kelayakan Finansial Skenario I dan II ........................................................................................... 83 24. Perbandingan Hasil Switching Value Skenario I dan II ....... 84 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Diagram Alir Proses Penyulingan Minyak Nilam ................. 12 2. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional ............................... 29 3. Bibit Setek Batang ................................................................. 51 4. Pembibitan ............................................................................. 51 5. Tanaman Nilam Madina dengan Jarak Tanam 50 cm x100 cm ....................................................................... 52 6. Penjemuran di Luar Ruangan ................................................. 56 7. Penjemuran di Dalam Ruangan .............................................. 56 8. Proses Penyulingan ................................................................ 59 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Jenis Minyak Atsiri yang Disuplai dari Indonesia ............... 90 2. Daftar Tanaman Atsiri Penghasil Minyak Atsiri yang Berkembang di Indonesia ..................................................... 91 3. Ekspor Minyak Nilam Indonesia ke Negara Tujuan ............ 93 4. Grafik Tren Pertumbuhan Produksi Nilam Indonesia .......... 94 5. Grafik Tren Pertumbuhan Ekspor Minyak Nilam Indonesia .............................................................................. 95 6. Kuisioner Kelayakan Usaha Penyulingan Minyak Nilam ... 96 7. Struktur Organisasi PT. Perkasa Primatama Mandiri .......... 103 8. Jadwal Tanam dan Panen ..................................................... 104 9. Laporan Rugi Laba Usaha Penyulingan Minyak Nilam Skenario I .............................................................................. 106 10. Cashflow Skenario I, Tanpa Penambahan Jumlah Ketel ..... 108 11. Laporan Rugi Laba Usaha Penyulingan Minyak Nilam Skenario II ............................................................................ 110 12. Cashflow Skenario II, Adanya Penambahan Ketel Suling 100 kg ................................................................................... 112 13. Switching Value Skenario I, Penurunan Harga Jual atau Jumlah Produksi Minyak Nilam dan Daun Kering Sebesar 18,93986593 persen ............................................................. 114 14. Switching Value Skenario II, Penurunan Harga Jual atau Jumlah Produksi Minyak Nilam dan Daun Kering Sebesar 26,37865886 persen ............................................................. 116 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Ketua Dewan Atsiri Indonesia Wien P Gunawan, Indonesia adalah penghasil minyak atsiri terbesar kedua di Asia. Data UN Comtrade tahun 2006 bahkan menunjukkan, Indonesia merupakan produsen minyak atsiri terbesar ketujuh di Dunia.1 Dari 70 jenis minyak atsiri yang diperdagangkan di pasaran internasional, sekitar 9-12 jenis minyak atsiri diekspor dari Indonesia (Lampiran 1). Pangsa pasar ekspor Indonesia dari pasar dunia untuk beberapa minyak atsiri antara lain minyak nilam 85 persen, minyak pala 70 persen, minyak cengkeh 63 persen, dan minyak sereh 15 persen.2 Minyak atsiri yang disebut essential oil, ethereal oils, atau volatile oils adalah salah satu komoditi yang memiliki potensi besar di Indonesia. Minyak atsiri adalah ekstrak alami dari jenis tumbuhan tertentu, baik berasal dari daun, akar, batang, ranting, bunga atau buah yang diperoleh melalui proses penyulingan (Raziah, 2007). Minyak atsiri dipergunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri, misalnya pada industri parfum, kosmetik, essence, industri farmasi dan flavoring agent. Dalam pembuatan parfum dan wangi-wangian, minyak atsiri berfungsi sebagai zat pewangi, terutama minyak atsiri yang berasal dari bunga. Beberapa jenis minyak atsiri dapat digunakan sebagai zat pengikat bau (fixative) dalam parfum, misalnya minyak nilam, minyak akar wangi dan minyak cendana. Minyak atsiri yang berasal dari rempah-rempah misalnya minyak lada, minyak kayu manis, minyak pala, minyak cengkeh, minyak ketumbar dan minyak jahe, umumnya digunakan sebagai bahan penyedap (flavoring agent) dalam bahan pangan dan minuman.3 Jenis tanaman yang dapat menghasilkan minyak atsiri sekitar 150 - 200 jenis. Di Indonesia terdapat sekitar 40 jenis tanaman yang dapat menghasilkan 1 2 3 Kompas. 9 November 2007. Minyak Atsiri Berpeluang Besar di Pasar Global. Kompas: 19 Bisnis Indonesia. 2009. Ekspor minyak nilam prospektif. http://202.158.49.150/edisi-cetak/edisiharian/perdagangan/1id99645.html. [22 Februari 2009] Atsiri Indonesia. Produk Tanaman Atsiri. http://www.atsiri-indonesia.com/produk.php. [11 januari 2001] minyak atsiri, namun yang telah dikembangkan sekitar 37 jenis.4 Dari berbagai jenis tanaman penghasil minyak atsiri tersebut, yang cukup terkenal di pasar dunia adalah nilam. Nilam (Pogestemon cablin Benth) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang penting, baik sebagai sumber devisa negara maupun sebagai sumber pendapatan petani. Mangun (2005), di Indonesia hingga kini terdapat tiga jenis nilam yaitu Pogostemon cablin Benth (nilam aceh), Pogostemon heyneanus Benth (nilam jawa), dan Pogostemon hortensis Benth (nilam sabun). Diantara ketiga jenis nilam tersebut, nilam aceh memiliki kandungan minyak yang lebih tinggi yaitu 2,5 persen sampai 5 persen. Sedangkan nilam jawa dan nilam sabun memiliki kandungan minyak yang sama yaitu sekitar 0,5 persen sampai 1,5 persen. Nilam berasal dari daerah tropis Asia Tenggara terutama Indonesia dan Philipina, India, Amerika selatan dan China (Grieve dalam www.balittro.litbang.deptan.go.id, 2003). Sentra produksi nilam di Indonesia adalah Daerah Istimewa Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Daerah lain yang sedang mengembangkan komoditi ini di antaranya adalah Bengkulu, Lampung dan beberapa daerah di Jawa. Lebih dari 80 persen minyak nilam Indonesia dihasilkan dari Daerah Istimewa Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat, yang sebagian besar produksinya di ekspor ke negara-negara industri.5 Daerah produksi nilam dapat dilihat pada Tabel 1. Pada tahun 2003-2006 luas areal perkebunan nilam mengalami peningkatan, sedangkan produksi mengalami penurunan. Hal ini mengakibatkan produktivitasnya akan mengalami penurunan. Peningkatan luas areal perkebunan nilam yang tidak diikuti dengan peningkatan produksi dan produktivitas nilam disebabkan karena pengusahaan nilam pada umumnya masih dalam bentuk perkebunan rakyat dengan luas areal tanam yang relatif kecil dan teknik budidaya belum diterapkan petani dengan baik dan benar sehingga produksi nilam menjadi tidak optimal. Luas areal, produksi, dan produktivitas perkebunan nilam dapat dilihat pada Tabel 2. 4 5 Atsiri Indonesia. Tanaman Atsiri. http://www.atsiri-indonesia.com/tanaman.php. [22 Februari 2009] Petani Indonesia. 2009. Minyak Nilam. http://www.petaniindonesia.com/2009/01/06/minyaknilam. [18 Januari 2009] 2 Tabel 1. Daerah Produksi Nilam di Indonesia Tahun 2003-2008 Rata-rata Pertumbuan Produksi 2003-2006 (%) -33 -95 6 -34 300 24 357 153 96.510 -0,5 Produksi (ton) / Tahun Lokasi 2003 2004 NAD 239.00 121 Sumatera Utara 383.00 233 Sumatera Barat 613.00 404 Riau 362.00 22 Jambi Sumatera Selatan 438 42 Bengkulu 146 584 Lampung 45 15 Jawa Barat 25 55 Jawa Tengah 129 234 D.I.Yogyakarta Jawa Timur 2 2 Indonesia 2.382 1.712 Sumber : Departemen Pertanian, 2003-2008 Keterangan : *) = angka sementara 2005 2006 2007 2008*) 87 178 396 23 42 286 15 180 330 1 1.537 88 118 152 20 29 108 297 19 223 424 51 967 2.496 110 98 300 19 23 19 25 155 292 110 1.152 130 116 318 33 48 79 33 181 388 164 1.490 Tabel 2. Luas Areal, Produksi, dan Produktivitas Perkebunan Nilam Tahun 20032006 Tahun Luas Areal (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Kg/Ha) 2003 16.354,00 2.382,00 199,38 2004 20.179,00 1.712,00 103,42 2005 20.455,00 1.537,00 103,11 2006 [4] 22.498,00 [4] 1.758,00 [4] 107,23 6 Sumber: Departemen Pertanian , 2003-2006 Keterangan : [4] = angka sementara Minyak nilam merupakan salah satu jenis minyak atsiri yang digunakan dalam industri parfum, sabun dan kosmetik disamping itu juga dapat digunakan sebagai bahan pembuatan pestisida nabati. Sedangkan limbah sisa dari hasil penyulingan yang jumlahnya berkisar 40 - 50 persen dari bahan baku dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan dupa, obat nyamuk bakar, dan pupuk tanaman atau mulsa. Selanjutnya air sisa hasil penyulingan minyak nilam setelah dipekatkan masih dapat dimanfaatkan sebagai aroma terapi. Minyak nilam diperoleh dari hasil penyulingan daun, batang dan cabang tanaman nilam. Kadar minyak tertinggi terdapat pada daun dengan kandungan utamanya adalah 6 Departemen Pertanian. Pencarian Data Beradasarkan Indikator. http://database.deptan.go.id/ Bdsp/hasil_ind.asp. [11 Januari 2009] 3 patchauoli alkohol yang berkisar antara 30 – 50 persen. Aromanya segar dan khas dan mempunyai daya fiksasi yang kuat, sulit digantikan oleh bahan sintetis (Feri dalam www.balittro.litbang.deptan.go.id, 1991). Penyulingan minyak nilam dapat dilakukan dengan menggunakan daun nilam basah maupun kering. Namun penyulingan yang menggunakan daun nilam kering akan menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dibanding dengan yang menggunakan daun nilam basah. Rendemen dari basah ke kering adalah sebesar 25 persen. Berdasarkan data BPS tahun 2003-2006, ekspor minyak nilam mengalami peningkatan dari 1.127 ton dengan nilai sebesar US$ 19.165.000 hingga 2.832 ton dengan nilai sebesar US$ 43.984.000. Peningkatan ekspor minyak nilam dapat disebabkan karena adanya peningkatan permintaan minyak nilam oleh industriindustri parfum, kosmetika, dan farmasi, peningkatan tren mode, serta belum berkembangnya materi subsitusi minyak nilam di dalam industri parfum maupun kosmetik. Seiring dengan peningkatan tersebut, maka prospek agribisnis dan agroindustri nilam di Indonesia sangat terbuka lebar. Beberapa negara tujuan ekspor minyak nilam Indonesia yang terbesar, antara lain AS, Inggris, Perancis, Swiss, Jerman, Belanda, Singapura, dan India. Tabel 3. Ekspor Minyak Nilam Indonesia Tahun 2003-2006 Tahun Volume (Ton) Nilai (US$ 000) 2003 1.127 19.165 2004 2.074 27.137 2005 2.679 43.894 2006 2.832 43.984 40 35 Rata-rata Pertumbuhan 2003-2006 (%) Sumber: Biro Pusat Statistik, 2003-2006 Menurut Ketua The Indonesian Essential Oil Trade Association (Indessota) T.R. Manurung, pangsa pasar nilam ke AS sebesar 20 persen, Eropa 40 persen, India 10 persen, China 8 persen dan sisanya sebesar 22 persen ke negara lain.7 Sebagai komoditas ekspor, kualitas minyak nilam merupakan salah 7 Bisnis Indonesia. 2009. Ekspor minyak nilam prospektif. http://202.158.49.150/edisi-cetak/edisiharian/perdagangan/1id99645.html. [22 Februari 2009] 4 satu faktor penting yang harus diperhatikan. Kualitas minyak nilam dapat digolongkan menjadi beberapa jenis berdasarkan aromanya. Ordinary dan medium merupakan minyak nilam hasil sulingan dari Indonesia dan Singapura. Special dan extra special merupakan minyak nilam hasil sulingan Prancis dan Inggris yang dilakukan secara tidak langsung. Maksudnya, sebelum penyulingan, diadakan pemilihan daun terlebih dulu.8 Terkait dengan kualitas minyak nilam, Dewan Standardisasi Nasional telah menetapkan standar produk dengan nama Standar Nasional Indonesia (SNI) 062385-1991, meliputi syarat mutu, pengujian mutu dan pengemasan, definisi, jenis mutu, pengambilan contoh, serta rekomendasi. Dalam SNI tersebut, minyak nilam didefinisikan sebagai minyak yang dihasilkan dengan cara penyulingan dari tanaman pogostemon cablin Benth. Minyak nilam digolongkan hanya dalam satu jenis mutu, yaitu patchouli oil. Minyak nilam yang hendak diekspor harus memenuhi sejumlah persyaratan, antara lain (1) minyak dikemas dalam drum aluminium atau drum dari pelat timah putih atau drum besi galvanis atau drum dilapisi timah putih atau drum besi dilapisi cat enamel, (2) setiap drum berisi 50 kilogram netto atau 170 kilogram netto. Drum tersebut tidak boleh diisi penuh, tetapi harus diberi rongga 5 persen- 10 persen dari volume drum. Selanjutnya pada bagian luar drum harus dicantumkan merek (dalam bahasa Inggris) dengan cat, misal product of Indonesia, nama barang, negara tujuan, serta berat netto dan bruto, (3) sebelum dikapalkan, isi setiap drum wajib diambil sedikit sebagai contoh untuk diperiksa petugas pengujian mutu. 9 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan data BPS tahun 2003-2006, ekspor minyak nilam mengalami peningkatan dari 1.127 ton dengan nilai sebesar US$ 19.165.000 hingga 2.832 ton dengan nilai sebesar US$ 43.984.000. Rata-rata pertumbuhan volume dan nilai ekspor mengalami peningkatan dari tahun ke tahun masing-masing sebesar 40 persen dan 35 persen per tahun. Peningkatan ekspor minyak nilam dapat disebabkan karena adanya peningkatan permintaan minyak nilam oleh industri8 9 Bexi. Pasar Ekspor Minyak Nilam Seharum Aromanya. http://www.bexi.co.id/images/_res/BN33_KomoditasPasarEkspor.pdf. [11Januari 2009] Loc.cit 5 industri parfum, kosmetik, dan farmasi. Seiring dengan peningkatan tersebut, maka prospek agribisnis dan agroindustri nilam di Indonesia sangat terbuka lebar. Pasar dunia membutuhkan 1.200-1.400 ton minyak nilam setiap tahun dan volume tersebut cenderung terus meningkat, sedangkan produksi yang tersedia baru mencapai 1.000 ton per tahun.10 Pada tahun 2003-2008 produksi nilam di Indonesia mengalami penurunan dari 2.382 ton menjadi 1.490 ton. Sedangkan jika dilihat dari rata-rata pertumbuhannya, produksi nilam mengalami penurunan sebesar 0,5 persen per tahun. Hal ini merupakan tantangan sekaligus peluang bagi petani dan produsen minyak nilam Indonesia, mengingat Indonesia merupakan salah satu eksportir minyak nilam terbanyak dengan pangsa pasar 85 persen dari pasar dunia. Adanya peningkatan produksi nilam dengan luas areal yang tetap maka akan meningkatkan produktivitas nilam. Namun pada kenyataannya yang terjadi adalah luas areal nilam mengalami peningkatan sedangkan produksi nilam menurun sehingga produktivitas dari nilam menurun. Produksi nilam yang mengalami penurunan menyebabkan bahan baku untuk penyulingan minyak nilam berkurang sehingga produksi minyak nilam juga berkurang. Selain itu, teknologi yang digunakan dalam penyulingan nilam masih sederhana sehingga mutu minyak nilam yang dihasilkan sering tidak stabil dan tidak sesuai dengan permintaan pasar. Harga minyak nilam yang berfluktuatif juga merupakan permasalan yang dihadapi produsen minyak nilam Indonesia. Berdasarkan data BPS tahun 20032006, harga minyak nilam berada pada kisaran US$13,08-US$17,01/kg atau Rp130.000-Rp170.000/kg. Akibatnya para produsen minyak menekan harga beli bahan baku dari para petani. Kondisi tersebut membuat petani tidak bergairah lagi dalam membudidayakan nilam sehingga terjadi kelangkaan terhadap nilam. Kelangkaan bahan baku (nilam) tersebut mengakibatkan pada akhir 2007 harga minyak nilam meningkat hingga mencapai Rp 1 juta per kg. 11 Hal tersebut menyebabkan banyak para petani yang membudidayakan nilam sehingga harga kembali ke titik normal dan apabila petani yang membudidayakan nilam terus 10 11 Kapan lagi.com. 2007. Harga Minyak Nilam Bertahan Rp 1 juta. http://www.kapanlagi.com/h /0000199284.html- 19k. [11 Januari 2009] Trubusid. 2008. Bedah Dulu Supaya Aman. http://www.trubus-online.co.id/mod.php?mod= Publisher&op=viewarticle&cid=1&artid=1481. [22 Februari 2009] 6 bertambah sementara teknologi pengolahan yang digunakan masih sederhana maka akan terjadi kelebihan bahan baku sehingga harga minyak nilam menjadi rendah. Produksi dan mutu minyak nilam yang tidak stabil karena teknologi pengolahan yang digunakan masih belum berkembang dengan baik (masih sederhana) juga merupakan salah satu faktor harga minyak nilam berfluktuatif. Menurut Ketua The Indonesian Essential Oil Trade Association (Indessota) T.R. Manurung, harga normal minyak nilam adalah sebesar Rp 250.000 per kg. Selama tahun 2008 harga minyak nilam terus berfluktuasi hingga mencapai level tertinggi sebesar Rp1,2 juta per kg dan level terendah sebesar Rp250.000 per kg. Selain ketersediaan bahan baku serta mutu dan minyak nilam yang tidak stabil, harga minyak nilam yang berfluktuatif juga dapat disebabkan oleh pengaruh kurs rupiah terhadap dollar karena pasar minyak nilam terbesar adalah untuk ekspor. Kabupaten Mandailing Natal merupakan salah satu sentra produksi nilam yang terdapat di Sumatera Utara. Keadaan iklim dan tanahnya sangat mendukung untuk ditanami nilam. Oleh sebab itu, banyak masyarakat yang menanami lahannya dengan tanaman nilam. Selama ini pengusahaan nilam di Kabupaten Mandailing Natal masih dalam bentuk perkebunan rakyat dengan luas areal tanam yang relatif kecil. Selain itu, penyulingan nilam yang dilakukan juga masih tradisional yaitu dengan menggunakan mesin yang sederhana. Akibatnya mutu minyak yang dihasilkan rendah sehingga harga yang diterima petani juga rendah. Melihat prospek pasar minyak nilam yang cerah dan potensi yang ada di Kabupaten Mandailing Natal, maka ada keinginan dari PT. Perkasa Primatama Mandiri untuk membuka usaha yang bergerak dalam bidang perkebunan dan penyulingan minyak nilam di kabupaten tersebut. PT. Perkasa Primatama Mandiri merupakan perusahaan baru dan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam usaha penyulingan minyak nilam yang menggunakan teknologi modern di Sumatera Utara. Mengingat dalam pembukaan usaha penyulingan minyak nilam yang menggunakan teknologi modern membutuhkan investasi yang besar, maka perlu dilakukan analisis kelayakan untuk mengetahui apakah usaha yang dijalankan perusahaan menguntungkan atau tidak. Analisis kelayakan yang dilakukan dilihat dari dua aspek yaitu aspek non finansial dan aspek finansial. Analisis aspek non finansial dilihat dari beberapa aspek, diantaranya aspek pasar, 7 aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek sosial ekonomi lingkungan. Sedangkan dalam menganalisis aspek finansial dilakukan dua skenario. Pemilihan skenario ditentukan berdasarkan kapsitas produksi (kapasitas mesin). Skenario pertama merupakan usaha yang dijalankan perusahaan saat ini, dimana kapasitas mesin yang digunakan adalah 30 kg. Sedangkan skenario kedua merupakan rencana perusahaan ke depan, dimana perusahaan ingin meningkatkan kapasitas produksi melalui penambahan jumlah ketel suling 100 kg untuk memaksimalkan kapasitas mesin dan penggunaan nilam kering (bahan baku) yang dihasilkan dari budidaya. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1) Bagaimana kelayakan usaha penyulingan minyak nilam PT. Perkasa Primatama Mandiri dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek sosial ekonomi lingkungan? 2) Bagaimana kelayakan finansial usaha penyulingan nilam PT. Perkasa Primatama Mandiri, apabila usaha ini dilakukan dalam dua skenario yaitu skenario pertama penyulingan dengan kapasitas mesin 30 kg (tanpa penambahan ketel suling) dan skenario kedua penyulingan dengan kapasitas mesin 130 kg (adanya penambahan ketel suling 100 kg)? 3) Bagaimana sensitivitas usaha penyulingan minyak nilam PT. Perkasa Primatama Mandiri apabila terjadi perubahan pada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi usaha dengan menggunakan metode switching value? 1.3. Tujuan Penelitian Bedasarkan rumusan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: 1) Menganalisis kelayakan usaha penyulingan minyak nilam PT. Perkasa Primatama Mandiri dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek social ekonomi lingkungan. 2) Menganalisis kelayakan finansial usaha penyulingan minyak nilam PT. Perkasa Primatama Mandiri, apabila usaha ini dilakukan dalam dua skenario. 8 3) Menganalisis sensitivitas usaha penyulingan minyak nilam PT. Perkasa Primatama Mandiri apabila terjadi perubahan pada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi usaha dengan menggunakan metode switching value. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu: 1) Bagi perusahaan, penelitian ini diharapakan dapat memberikan tambahan informasi dalam menentukan langkah-langkah yang tepat dalam keputusan investasi pada usaha penyulingan minyak nilam. 2) Bagi kalangan akademis lainnya, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta dapat digunakan sebagai bahan pembanding untuk penelitian selanjutnya. 3) Bagi penulis, penelitian ini berguna untuk mengembangkan daya analisis kelayakan usaha berdasarkan konsep studi kelayakan usaha. 9 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Deskripsi dan Pemanfaatan Minyak Nilam Minyak atsiri merupakan minyak yang diperoleh dari daun, batang dan cabang nilam dengan cara penyulingan. Minyak yang dihasilkan terdiri dari komponen bertitik didih tinggi seperti patchouli alcohol, patchoulen, kariofilen dan non patchoulenol yang berfungsi sebagai zat pengikat.12 Menurut Romansyah (2002), minyak nilam yang terdapat pada daun adalah yang terbaik, oleh karena itu daun nilam merupakan bagian terpenting dan berharga dari tanaman nilam. Bila daunnya diremas/dihaluskan, maka akan keluar bau harum dan khas. Ini yang menyebabkan banyak masyarakat desa secara tradisonal memanfaatkannya sebagai bahan pewangi ketika mandi atau mencuci pakaian sebagai pengganti sabun. Minyak nilam dapat digunakan secara langsung sebagai parfum, pada selendang, tenunan, pakaian, karpet, industri sabun, kosmetik, dupa, dan lainnya sebagai pewangi. Selain itu, fraksi minyak nilam nilam juga banyak digunakan sebagai zat pengikat (fiksatif) zat pewangi lainnya karena minyak nilam memiliki titik didih yang tinggi sehingga tidak mudah menguap. Industri yang menggunakan fraksi minyak nilam diantaranya industri parfum (pewangi ruangan, rosephix, cologne, spray fixative, dan lain-lain); industri kosmetik (kosmetik untuk mandi, kosmetik wangi-wangian, kosmetik tradisional, dan lain-lain); industri obat-obatan (obat kulit, obat anti bau badan, dan lainnya); industri makanan dan minuman (permen, minuman, dan lainnya); serta industri sabun (sabun cuci, sabun mandi, sabun cuci piring, dan lainnya).13 Minyak nilam yang baik umumnya memiliki kadar PA di atas 30 persen, berwarna kuning jernih, dan memiliki wangi yang khas dan sulit dihilangkan. Minyak nilam jenis ini diperoleh dengan menggunakan teknik penyulingan uap 12 Manoi F. Perkembangan Teknologi Pengolahan dan penggunaan Minyak Nilam serta Pemanfaatan Limbahnya. http://balittro.litbang.deptan.go.id/ index.php ?option=com_ content&task=view&id=94&Itemid=44. [18 Januari 2009] 13 Loc.cit kering yang dihasilkan mesin penghasil uap (boiler) yang diteruskan ke dalam tangki reaksi (autoklaf) selanjutnya uap akan menembus bahan baku nilam kering dan uap yang ditimbulkan diteruskan ke bagian pemisahan untuk dilakukan pemisahan uap air dengan uap minyak nilam dengan sistem penyulingan. Minyak nilam yang baik dihasilkan dari tabung reaksi dan peralatan penyulingan yang terbuat dari baja tahan karat (stainless steel) dan peralatan tersebut hanya digunakan untuk menyuling nilam.14 Produksi minyak nilam banyak terdapat di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Daerah lain yang sedang mengembangkan komoditi ini di antaranya adalah Bengkulu, Lampung dan beberapa daerah di Jawa seperti Purwokerto, Madiun, Malang, Garut, Ciamis, Tasikmalaya. Lebih dari 80 persen minyak nilam Indonesia dihasilkan dari Daerah Istimewa Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat, yang sebagian besar produksinya di ekspor ke negara-negara industri.15 2.1.2. Kriteria Kandungan Minyak Nilam Pada prinsipnya, kualitas minyak nilam produksi Indonesia secara umum sudah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh Essential Oils Association of USA (EOA). Essential Oils Association of USA (EOA) menetapkan standar kualitas internasional untuk menggolongkan minyak nilam berdasarkan kategori wujud, warna, dan aroma. Berdasarkan bentuk, minyak nilam berwujud cairan kental, sedangkan warnanya kuning muda dan bernuansa hijau hingga merah yang menjurus ke coklat tua. Aroma spesifik nilam mirip jeruk nipis atau kamfer. Minyak ini mengandung coerulein, persenyawaan biru terang yang terdapat dalam matricaria, worm wood, dan minyak lainnya. Minyak nilam mengandung beberapa senyawa antara lain benzaldehid 2,34 persen, kariofilen 17,29 persen, patchoulien 28,28 persen, buenesen 11,76 persen, dan PA content 40,04 persen (Mangun, 2005). 14 15 Wikipedia. Nilam dan Minyak Nilam. http://id.wikipedia.org/wiki/Nilam. [11 Januari 2009] Petani Indonesia. 2009. Minyak Nilam. http://www.petaniindonesia.com/2009/01/06/minyaknilam. [18 Januari 2009] 11 Sementara kriteria kandungan minyak nilam menurut ISO 3757 (2002), dan yang selama ini dapat diterima oleh eksportir dan pihak pabrikan di luar negeri (pihak importir) dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Kriteria Kandungan Minyak Nilam Menurut ISO 3757 (2002) Parameter Mutu Persyaratan Warna Kuning – coklat kemerahan Bobot Jenis 25oC/25oC 0,9485 – 0,9715 Indeks Bias 25oC 1,5030 – 1,5130 Putaran Optik (-40o) – (-60o) Kelarutan dalam etanol 90persen Larutan jernih perbandingan 1:10 Bilangan Asam Maksimum 5,0 Bilangan Ester Maksimum 10,0 Analisis kromatografi gas 27 persen – 35 persen Sumber: Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, 2007 2.1.3. Proses Penyulingan Minyak Nilam Menurut Manoi (2007), dalam www.balittro.litbang.deptan.go.id pengolahan minyak nilam dilakukan dengan proses penyulingan. Proses penyulingan adalah suatu proses perubahan minyak yang terikat di dalam perenchym cortex daun, batang dan cabang tanaman nilam menjadi uap kemudian didinginkan sehingga berubah kembali menjadi zat cair yaitu minyak nilam. Daun + batang + cabang nilam Tanpa dijemur Dengan dijemur (4 jam) Pengeringan di dalam ruangan (6 hari) Penyulingan (8 jam) Pemisahan minyak Pengemasan Minyak nilam siap dipasarkan Gambar 1. Diagram Alir Proses Penyulingan Minyak Nilam Sumber : www.balittro.litbang.deptan.go.id, 2007 12 Menurut Mangun (2005), mutu minyak nilam serta rendemen yang sesuai kriteria sangat dipengaruhi oleh jenis mesin dan sistem penyulingan yang digunakan. Selain itu, sanitasi lingkungan tempat penyulingan, gudang tempat penyimpanan daun, dan kedekatan lokasi penyulingan dengan lahan perkebunan juga berpengaruh. Oleh sebab itu, peralatan mesin yang digunakan harus memiliki kelebihan secara teknis agar diperoleh rendemen minyak yang tinggi. Adapun tata cara penyulingan berdasarkan jenis mesin penyuling yang sering digunakan adalah sebagai berikut. 1) Penyulingan Dengan air Penyulingan dengan air termasuk cara yang paling sederhana dibandingkan dengan cara penyulingan lain. Bahkan, bahan ketel yang digunakan oleh penyuling berasal dari bekas drum aspal atau oli. Pengolahan dilakukan dengan memasak daun kering dalam air hingga menidih dalam satu tangki atau ketel penyuling. Komposisi air dan daun nilam dibuat hampir berimbang, tergantung kapasitas muat ketel tersebut. Uap perebusan mengalami proses kondensasi hingga menjadi air dan minyak. Air dan minyak kemudian ditampung pada bak pemisah melalui sebuah pipa yang berhubungan dengan tabung pendingin untuk memilah antara minyak dan air. Proses penyulingan dengan cara ini sangat membutuhkan waktu lama karena bahan yang disuling tercampur menjadi satu dengan air sehingga proses pergerakan bahan menjadi uap air juga bergerak lambat. Cara ini kurang disukai karena minyak yang dihasilkan kurang banyak dan mutunya kurang baik. 2) Penyulingan Dengan Uap Langsung (Uap dan Air) Penyulingan dengan uap langsung banyak digunakan oleh para petani penyuling dan tersebar hampir di seluruh wilayah yang memiliki lahan nilam, baik Sumatera, Jawa, maupun Kalimantan. Proses pengolahan dengan cara ini mudah dan sangat sederhana. Prinsip dasar dari cara penyulingan sistem ini yaitu menggunakan tekanan uap rendah. Adapun mekanisme pengolahannya yaitu bahan yang akan disuling dikukus/di-steam dengan tekanan rendah dalam satu ketel atau tabung. Namun penempatan air dan daun yang disuling dilakukan secara terpisah atau tidak berhubungan langsung dengan air. Selanjutnya, 13 kandungan minyak dalam daun akan terbawa bersama uap air melalui pipa dan selanjutnya masuk ke ketel pendingin. Penggunaan cara penyulingan dengan sistem ini mempunyai kelebihan tersendiri yaitu uap air yang dihasilkan selalu dalam kondisi jernih. Selain itu, suhu yang dihasilkan tidak terlalu panas sehingga tingkat kegosongan minyak lebih terkendali. Namun, dibalik kelebihannya terdapat suatu kelemahan, yaitu tekanan uap yang dihasilkan relatif rendah sehingga belum bisa menghasilkan minyak dengan waktu yang cepat. Untuk menghasilkan rendemen minyak yang banyak serta tingkat persentase patchouli alkohol tinggi diperlukan waktu cukup panjang, yaitu lebih dari 8 jam dalam setiap sekali suling. 3) Penyulingan Dengan Uap Tidak Langsung Prinsip dasar sistem penyulingan dengan uap tidak langsung adalah penggunaan uap bertekanan tinggi. Tabung pendidih dipisahkan dari tabung penyulingan. Artinya, tabung air tersendiri dan tabung tempat bahan yang disuling juga tersendiri. Jumlah tabung bahan dapat ditempatkan beberapa buah secara terpisah, sesuai kapasitas dari ketel/tabung air dengan kapasitas ketel tempat bahan atau daun kering. Metode ini menghasilkan minyak berkualitas dengan rendemen tinggi. Selain itu, proses penyulingan berjalan relatif lebih cepat. Untuk menghasilkan jumlah minyak lebih banyak, pembuatan mesin suling dapat dilakukan dengan melakukan pemisahan beberapa tabung bahan (dua atau tiga buah) dengan kapasitas yang sesuai dengan kemampuan tabung atau ketel uap. 2.2. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menganalisis kelayakan usaha nilam. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan Romansyah (2002), tentang Studi Pengembangan Agroindustri Minyak Nilam Skala Kecil di Kabupaten Asahan Sumatera Utara. Tujuan dari penelitian yaitu identifikasi profil agroindustri minyak nilam pada tingkat pedesaan di Kabupaten Asahan; menentukan tipe dan operasionalisasi pengembangan agroindustri minyak nilam tingkat pedesaan Kabupaten Asahan; dan menganalisis kelayakan finansial pengembangan agroindustri minyak nilam tingkat pedesaan di Kabupaten Asahan. Metode yang digunakan adalah metode AHP (Analisis Hierarki Proses), metode komparasi, dan analisis finansial. 14 Proses pengembangan agroindustri skala kecil di Kabupaten Asahan harus diikuti dengan perubahan teknik dari teknologi suling uap langsung (uap dan air) menjadi teknologi suling uap tidak langsung . Pengembangan agroindustri skala kecil tersebut layak untuk dilakukan. Sedangkan dari analisis finansialnya diperoleh besaran-besaran yang sesuai untuk kriteria usaha yang layak antara lain: IRR sebesar 64,97 persen, NPV sebesar Rp 189.146.239,39, PBP selama 2,91 tahun, dan Net B/C sebesar 1,342. Modal keseluruhan yang dibutuhkan dalam pengembangan usaha tersebut sebesar Rp 21.154.520 dan biaya variabel sebesar Rp 147.360.000. Peningkatan biaya sampai 50 persen secara agregat masih memberikan hasil yang layak bagi pengembangan usaha kecil ini. Hasil perhitungan marjin keuntungan petani menunjukkan usaha pengembangan agroindustri minyak nilam skala kecil di Kabupaten Asahan lebih menjanjikan dibandingkan kondisi sekarang. Hal ini dapat dilihat dari perolehan yang didapat petani dari kegiatan usaha sebesar Rp 735.861,67 per bulan, disamping komponen biayan tenaga kerja sebesar Rp 250.000 sehingga total yang diterima petani per bulannya sebesar 985.861 atau jika dilihat dari hasil kumulatif tahun ke-6 masingmasing akan memperoleh dana sebesar Rp 63.554.652,44 atau rata-rata Rp 10.592.442,02 per tahunnya. Wijaya (2002), melakukan penelitian tentang rekayasa model sistem penunjang keputusan investasi perkebunan inti rakyat komoditi minyak atsiri. Hasil penelitian memberikan keputusan bahwa komoditi yang diunggulkan adalah minyak nilam. Hasil estimasi menunjukkan bahwa rata-rata permintaan ekspor 1.237.036 kg setiap tahun dengan persentase target produksi 0,6 persen dan diperoleh produksi minyak nilam adalah 453 kg/tahun. Usaha kebun tanaman nilam menggunakan SKIM KKPA dengan investasi Rp 12.453.248, IDC 16 persen selama satu tahun masa tenggang, bunga 18 persen selama lima tahun masa perlunasan, dan harga jual produk Rp 5.000/kg menghasilkan NPV Rp 5.229,199, IRR 27,88 persen, PBP 7,15 tahun dan Net B/C Ratio 1,38. Kelayakan minimum biaya panen Rp 93,78/kg, biaya angkut Rp 108,30/kg, harga jual daun kering Rp 5.000/kg dan biaya pengeringan daun Rp 83,3/kg. Usaha penyulingan nilam menggunakan SKIM kredit umum dengan tingkat suku bunga 24 persen per tahun selama satu tahun masa tenggang dan 15 empat tahu masa pelunasan, harga bahan baku Rp 5.000/kg , harga jual minyak nilam rata-rata Rp 190.000/kg dan 25 persen modal sendiri (investasi Rp 461.424.409) diperoleh NPV Rp 924.828.165, IRR 65,97 persen, Net B/C 1,42 dan PBP 2,42 tahun. Kelayakan minimum berada pada posisi bahan baku Rp 8.660/kg dan harga jual Rp 189.865/kg. Atas dasar nilai B/C ratio harga daun kering tanaman nilam masih dapat ditingkatkan hingga Rp 5.000/kg dan pada kondisi ini nilai B/C rasio kedua pola usaha sebesar 1,40. Encep (2002), penelitian mengenai sistem agribisnis nilam di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Tujuan penelitian yaitu mengkaji sistem agribisnis nilam dan prospeknya mencakup subsistem pengadaan sarana produksi, subsistem usahatani, dan subsistem pemasaran nilam; menganalisis tingkat pendapatan dan tingkat efisiensi usahatani nilam; menganalisis marjin pemasaran dan share harga yang diterima petani pada tiap pola pemasaran terna nilam; dan mengetahui struktur pasar terna nilam yang terbentuk. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis pendapatan keuntungan usahatani; analisis marjin pemasaran dan share harga petani; dan analisis struktur dan perilaku pasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem agribisnis nilam di Kabupaten Sukabumi tatanannya masih baru dan pemasarannya pun masih dilakukan secara sederhana. Dalam hal pengadaan sarana produksi, petani nilam di Kabupaten Sukabumi terbagi menjadi dua kelompok yaitu petani nilam yang memperoleh sarana produksi dengan melakukan kemitraan dengan eksportir. Dalam upaya pengembangan nilam sebaiknya disertai dengan upaya pemasyarakatan tanaman nilam melalui bantuan penyediaan sarana produksi maupun permodalan dan faktor lainnya kepada petani sehingga upaya peningkatan produksi nilam untuk peningkatan pendapatan daerah disertai peningkatan pendapatan dan kesjahteraan petani dapat dicapai. Triwagia (2003), melakukan penelitian mengenai Analisis Kelayakan dan Peranan pemerintah dalam usaha agroindustri penyulingan nilam di Pabrik Mitra Usaha Jaya, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya-Jawa Barat. Tujuan penelitian yaitu: menganalisis kelayakan pabrik nilam Mitra Usaha Jaya berdasarkan aspek-aspek kelayakan usaha mencakup aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek keuangan (finansial); mengukur kepekaan atau 16 sensitivitas usaha terhadap perubahan tingkat harga hasil produksi, biaya produksi, dan produktivitas nilam; dan mengetahui peranan pemerintah Kabupaten Tasik terhadap pengembangan agroindustri penyulingan nilam. Metode dan analisis data yang digunakan adalah analisis pasar, teknis, manajemen dan keuangan; harga pokok produk (HPP); ROI; NPV, IRR, Net B/C, Payback Period, analisis sensitivitas dan switching value. Return on investment yang dihasilkan perusahaan terus meningkat yang berarti investasi yang ditanamkan pada usaha ini dapat memberikan tingkat pengembalian yang menguntungkan. ROI rata-rata yang dihasilkan adalah 0,4701 yang berarti setiap Rp 100 dari total aktiva yang diinvestasikan menghasilkan laba bersih sebesar Rp 47,01. Adanya peningkatan ROI disebabkan oleh peningkatan laba bersih berkaitan dengan nilai penjualan pabrik. Berdasarkan perhitungan NPV bahwa selama 10 tahun berturut-turut usaha penyulingan minyak nilam memberikan keuntungan sebesar Rp 763.880.851 menurut nilai waktu sekarang. Sedangkan hasil NBCR menunjukkan bahwa setiap pengeluaran Rp 1 akan menghasilkan penerimaan bersih sebesar Rp 1,7086. Kemudian nilai IRR 28 persen sehingga proyek usaha penyulingan nilam dinyatakan layak dilaksanakan. Maka lebih menguntungkan bagi perusahaan untuk melaksanakan usaha penyulingan nilam tersebut dibandingkan bila modal yang diinvestasikan tersebut di depositokan di bank. Periode pengembalian investasi akan diperoleh setelah 3 tahun 11 bulan, kurang dari umur proyek yang ditentukan yaitu 10 tahun, maka investasi pada penyulingan minyak nilam ini layak untuk dilaksanakan. Penelitian yang dilakukan oleh Wulansari (2005) dengan judul Analisis Kelayakan Ekonomi Usahatani Nilam (Kasus Desa Jatiwangi, Kecamatan Pakenjeng, Kabupaten Garut). Penelitian ini betujuan untuk mempelajari kergaan usahatani nilam di Desa Jatiwangi; menganalisa tingkat kelayakan ekonomi usahatani nilam; dan menganalisa tingkat kepekaan (sensitivitas) dalam kelayakan ekonomi usahatani nilam terhadap perubahan tingkat harga output dan perubahan biaya produksi secara bersamaan serta perubahan tingkat suku bunga. Metode analisis data yang digunakan adalah metode kualitatif untuk menggambarkan secara deskriptif mengenai teknik budidaya usahatani nilam. Kriteria yang 17 digunakan dalam penelitian ini adalah NPV, IRR, dan Net B/C. Dilakukan analisis sensitivitas terhadap penuruan harga output sebesar 10-20 persen, peningkatan harga input pupuk dan tenaga kerja sebesar 10-40 persen akibat dinaikkannya harga pupuk dan BBM oleh pemerintah dan kombinasi kedua perubahan tersebut. Berdasarkan karakteristik wilayah, maka nilam relevan untuk tumbuh dan berkembang di Desa Jatiwangi karena ketinggian tempat berada pada ketinggian ideal yaitu 600 m dpl. Hal ini didukung oleh jumlah bulan hujan 6-7 bulan dan suhu rata-rata 350C yang baik untuk menghasilkan pH minyak menurut standar perdagangan yaitu 2,5-4 persen. Akan tetapi ditinjau dari penerapan teknik budidayanya maka petani nilam di Desa Jatiwangi belum mampu menerapkan teknik budidaya yang baik dan benar. Jarang dilakukan penyulaman karena petani tidak mau mengeluarkan biaya dua kali, penyiangan yang dilakukan tidak bersih, pemupukan yang dilakukan tidak pada saat yang tepat, kadang-kadang pupuk hanya disebar tidak sistematik, waktu panen yang dilakukan belum teratur dan tidak pada umur tanaman yang layak, petani kurang melakukan pemeliharaan pada kegiatan pemangkasan karena akan mempengaruhi produksi minyak, jarang dilakukan pembasmian hama dan penyakit tanaman karena dianggap petani tidak perlu. Bagi petani yang menjual nilam kering, jarang melakukan pengeringan yang sempurna sehingga daun/ranting nilam akan mengurangi produksi minyak nilam. Hasil analisis kelayakan menunjukkan bahwa usahatani nilam di Desa Jatiwangi layak untuk dijalankan pada tingkat diskonto 12,51 persen, yang diambil berdasarkan tingkat suku bunga deposito karena petani nilam Desa Jatiwangi tidak menggunakan modal pinjaman. Hasil NPV sebesar Rp 4.180.266,575 menunjukkan bahwa keuntungan yang diperoleh petani selam umur proyek adalah sebesar Rp 4.180.266,575. IRR sebesar 229,04 persen artinya bahwa keuntungan bersih yang diperoleh akan bernilai nol pada tingkat suku bunga atau diskonto 229,04 persen dan Net B/C sebesar 4,137 bahwa setiap pengeluaran Rp 1 akan menghasilkan penerimaan bersih sebesar Rp 4,137. Namun secara riil bahwa dengan keuntungan tersebut belum mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup petani sehari-hari dengan tanggungan keluarga umumnya sebanyak 3-5 orang. 18 Hasil sensitivitas menunjukkan bahwa usahatani nilam lebih sensitif terhadap penurunan harga jual output disertai peningkatan harga pupuk dan upah tenaga kerja secara bersamaan, dibandingkan hanya dengan peningkatan harga pupuk dan upah tenaga kerja. Berdasarkan hasil wawancara bahwa perubahan pada kedua variabel yaitu pupuk dan tenaga kerja merupakan hal yang paling penting dalam usahatani nilam, karena diperlukan penambahan hara pada tanah mengingat nilam merupakan tanaman yang banyak menghabiskan unsur hara tanah, sedangkan tenaga kerja dibutuhkan untuk pemeliharaan yang intensif dalam penerapan teknik budidaya yang baik dan benar. Walaupun komoditi yang diteliti penulis sama dengan kelima peneliti terdahulu di atas yaitu nilam, tetapi terdapat perbedaan perusahaan tempat penelitian ini dilakukan. Selain itu, peneliti hanya melakukan penelitian yang fokus untuk menganalisis kelayakan satu perusahaan baru yang bergerak pada penyulingan minyak nilam dengan menggunakan dua skenario yaitu skenario pertama penyulingan dengan kapasitas mesin 30 kg (tanpa penambahan ketel suling) dan skenario kedua penyulingan dengan kapasitas mesin 130 kg (adanya penambahan ketel suling 100 kg). 19 III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumbersumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit), atau suatu aktivitas yang mengeluarkan uang dengan harapan untuk mendapatkan hasil (return) di waktu yang akan datang, dapat direncanakan, dibiayai, dilaksanakan sebagai satu unit. Aktivitas suatu proyek selalu ditujukan untuk mencapai suatu tujuan (objective) dan mempunyai suatu titik tolak (starting point) dan suatu titik akhir (ending point) (Kadariah et al, 1999). Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek (biasanya merupakan proyek investasi) dilaksanakan dengan berhasil. Dalam arti sempit, keberhasilan ini ditafsirkan sebagai manfaat ekonomis. Jika penelitian dari investasi yang dilakukan memberikan manfaat bagi pelaku investasi maka pelaku akan menjalankan kegiatan investasi tersebut. Sebaliknya jika kerugian yang akan dihasilkan dari investasi, maka kegiatan tersebut akan ditinggalkan (Husnan dan Suwarsono, 2000). Dalam arti luas, studi kelayakan investasi diartikan sebagai suatu penelitian tentang dapat tidaknya proyek investasi dilaksanakan secara menguntungkan dengan indikasi adanya manfaat bagi masyarakat luas yang bisa terwujud dari penyerapan tenaga kerja, pemanfaatan sumber daya yang melimpah ataupun manfaat untuk pemerintah berupa penghematan atau penambahan devisa (Husnan dan Muhammad, 2000). Pengertian ini mengandung makna bahwa sebuah proyek investasi tidak hanya menguntungkan secara ekonomis, melainkan menguntungkan secara makro bagi daerah dimana lokasi investasi tersebut dilaksanakan. Tujuan analisis proyek adalah untuk memperbaiki pemilihan investasi. Hal ini dikarenakan sumber-sumber bagi pembangunan sifatnya terbatas, oleh karena itu diperlukan pemilihan dari berbagai macam proyek . Kesalahan dalam memilih proyek dapat mengakibatkan pengorbanan terhadap sumber-sumber langka (Kadariah et al. 1999). 3.1.2. Aspek-Aspek Studi Kelayakan Proyek Gittinger (1986) menyatakan bahwa dalam melakukan studi kelayakan perlu memperhatikan aspek-aspek yang berkaitan secara seksama untuk menentukan bagaimana manfaat yang akan diperoleh dari suatu investasi tertentu dan harus dipertimbangkan pada setiap tahap dalam perencanaan proyek dan siklus pelaksanaan. Secara umum aspek-aspek yang diteliti dalam studi kelayakan proyek meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek finansial. 3.1.2.1. Aspek Pasar Pengkajian aspek pasar penting untuk dilakukan karena tidak ada proyek yang berhasil tanpa adanya permintaan atas barang atau jasa yang dihasilkan oleh proyek tersebut. Menurut Husnan dan Muhammad (2000) aspek pasar mempelajari: 1) Permintaan Lipsey (1995) menyatakan bahwa jumlah komoditi total yang ingin dibeli oleh semua rumah tangga disebut jumlah yang diminta untuk komoditi tersebut. Variabel penting yang mempengaruhi permintaan, yaitu harga komoditi itu sendiri, harga komoditi yang berkaitan, pendapatan, selera, dan besarnya populasi. 2) Penawaran Menurut Lipsey (1995) jumlah komoditi yang akan dijual oleh perusahaan merupakan kuantitas yang ditawarkan untuk komoditi itu. Jumlah komoditi yang bersedia diproduksi dan ditawarkan oleh perusahaan untuk dijual dipengaruhi variabel : harga komoditi itu sendiri, harga input, tujuan perusahaan, dan perkembangan teknologi. 3) Program Pemasaran Menurut Kotler (2005) program pemasaran yang sering disebut bauran pemasaran (marketing-mix) terdiri dari empat komponen, yaitu produk (product), harga (price), distribusi (distribution), dan promosi (promotion). 4) Pangsa Pasar yang Dikuasai Perusahaan Pangsa pasar (market share) merupakan proporsi (sebagian) dari keseluruhan pasar potensial yang diharapkan dapat diraih oleh proyek yang bersangkutan. Pasar potensial adalah keseluruhan jumlah produk atau sekelompok produk 21 yang mungkin dapat dijual dalam pasar tertentu pada satu periode tertentu di bawah pengaruh set kondisi tertentu. Satu set kondisi tertentu ini meliputi variabel : marketing mix dan kemampuan manajemen lainnya, serta variabel yang tidak dapat dikontrol oleh calon investor (Husnan dan Muhammad, 2000). 3.1.2.2. Aspek Teknis Menurut Husnan dan Muhammad (2000), aspek teknis merupakan suatu aspek yang berkenaan dengan proses pembangunan secara teknis dan pengoperasiaannya setelah proyek tersebut selesai dibangun. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam aspek teknis antara lain: 1) Lokasi Proyek Lokasi proyek untuk perusahaan industri mencakup dua pengertian, yaitu lokasi dan lahan pabrik serta lokasi bukan pabrik. Pengertian lokasi bukan pabrik mengacu pada lokasi untuk kegiatan yang secara langsung tidak berkaitan dengan proses produksi, yaitu lokasi bangunan administrasi perkantoran dan pemasaran. Terdapat beberapa variabel yang perlu diperhatikan dalam pemilihan lokasi proyek. Variabel ini dibedakan ke dalam ke dalam dua golongan besar, yaitu variabel utama (primer) dan variabel bukan utama (sekunder). Penggolongan ke dalam dua kelompok ini tidak mengandung kekakuan, artinya dimungkinkan untuk berubah golongan sesuai dengan ciri utama output dan proyek yang bersangkutan. Variabelvariabel utama (primer) tersebut yaitu ketersediaan bahan mentah, letak pasar yang dituju, tenaga listrik dan air, supply tenaga kerja, serta fasilitas transportasi. Sedangkan variabel-variabel bukan utama (sekunder) terdiri dari hukum dan peraturan yang berlaku, iklim dan keadaan tanah, sikap dari masyarakat setempat (adat istiadat) dan rencana masa depan perusahaan. 2) Skala Operasi atau Luas Produksi Skala operasi dan luas produksi adalah jumlah produk yang seharusnya diproduksi untuk mencapai keuntungan yang optimal. Pengertian kata “seharusnya” dan “keuntungan yang optimal”, mengandung maksud untuk mengkombinasikan faktor eksternal dan faktor internal perusahaan. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam penentuan luas produksi yaitu batasan 22 permintaan, persediaan kapasitas mesin-mesin, jumlah dan kemampuan tenaga kerja pengelola proses produksi, kemampuan finansial, dan manajemen serta kemungkinan adanya perubahan teknologi produksi di masa yang akan datang. 3) Layout Layout merupakan keseluruhan proses penentuan bentuk dan penempatan fasilitas-fasilitas yang dimiliki suatu perusahaan. Dengan demikian, pengertian layout mencakup layout site ( layout lahan lokasi proyek), layout pabrik, layout bangunan bukan pabrik, dan fasilitas-fasilitasnya. Dalam layout pabrik terdapat dua tipe utama, yaitu layout fungsional (layout process) dan layout produk (layout garis). 4) Pemilihan Jenis Teknologi dan Peralatan Patokan umum yang dapat digunakan dalam pemilihan jenis teknologi adalah seberapa jauh derajat mekanisasi yang diinginkan dan manfaat ekonomi yang diharapkan, disamping kriteria lain yaitu ketepatan jenis teknologi yang dipilih dengan bahan mentah yang digunakan, keberhasilan penggunaan jenis teknologi tersebut di tempat lain yang memiliki ciri-ciri mendekati lokasi proyek, kemampuan pengetahuan penduduk (tenaga kerja) setempat dan kemungkinan pengembangannya serta petimbangkan kemungkinan adanya teknologi lanjutan sebagai salinan teknologi yang akan dipilih sebagai akibat keusangan. 3.1.2.3. Aspek Manajemen Pengkajian aspek manajemen pada dasarnya menilai para pengelola proyek dan struktur organisasi yang ada. Proyek yang dijalankan akan berhasil apabila dijalankan oleh orang-orang yang profesional mulai dari merencanakan, melaksanakan, sampai dengan mengendalikan agar tidak terjadi penyimpangan. Demikian pula dengan struktur organisasi yang dipilih harus sesuai dengan bentuk dan tujuan proyeknya. Hal-hal yang dipelajari dalam aspek ini, antara lain: 1) Manajemen dalam Masa Pembangunan Proyek Manajemen proyek adalah sistem untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengawasi pembangunan proyek dengan efisien. Manajemen proyek harus dapat menyusun rencana pelaksanaan proyek dengan mengkoordinasikan 23 berbagai aktivitas atau kegiatan proyek dan penggunaan sumber daya agar secara fisik proyek dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam manajemen masa pembangunan proyek, yaitu pelaksanaan proyek tersebut, jadwal penyelesaian proyek, dan pihak yang melakukan studi masing-masing aspek. 2) Manajemen dan Operasi Manajemen ini meliputi bentuk organisasi atau badan usaha yang dipilih, struktur organisasi, deskripsi dan spesifikasi jabatan, anggota direksi, serta tenaga kunci serta jumlah tenaga kerja yang akan digunakan. 3.1.2.4. Aspek Hukum Aspek hukum terdiri dari bentuk badan usaha yang akan digunakan, jaminan-jaminan yang dapat diberikan apabila hendak meminjam dana, serta akta, sertifikat, dan izin yang diperlukan dalam menjalankan usaha. 3.1.2.5. Aspek Sosial dan Lingkungan Analisis terhadap aspek sosial dan lingkungan merupakan suatu analisis yang berkenaan dengan implikasi sosial yang lebih luas dari investasi yang diusulkan, dimana pertimbangan-pertimbangan sosial tersebut harus dipikirkan secara cermat agar dapat menentukan ketanggapan suatu proyek terhadap keadaan sosial yang terjadi (Gittinger, 1986). Contoh pengaruh proyek terhadap kondisi sosial dan lingkungan diantaranya adalah perluasan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan petani, serta dampak limbah proyek terhadap lingkungan sekitar. 3.1.2.6. Aspek Finansial Aspek keuangan mempelajari kebutuhan dan sumber dana meliputi bagaimana menghitung kebutuhan dana, baik dana untuk aktiva tetap maupun dana untuk modal kerja (Husnan dan Muhammad, 2000). Kemudian juga diteliti seberapa besar pendapatan yang akan diterima jika proyek dijalankan, lama pengembalian investasi yang ditanamkan, sumber pembiayaan proyek, dan tingkat suku bunga yang berlaku. Hal-hal yang mendapat perhatian dalam penelitian aspek ini antara lain: 24 1) Biaya Kebutuhan Investasi Investasi dilakukan dalam berbagai bentuk yang digunakan untuk membeli aset-aset proyek. Aset-aset ini biasanya berupa aset tetap yang dibutuhkan oleh perusahaan mulai dari pendirian hingga dapat dioperasikan. Secara umum kompnen biaya investasi terdiri atas biaya pra investasi dan biaya pembelian aktiva tetap (Husnan dan Muhammad, 2000). Aktiva tetap atau aktiva jangka panjang terdiri dari tanah dan pengembangan lokasi, bangunan dan perlengkapannya, pabrik dan mesin, dan aktiva tetap lainnya. 2) Sumber-Sumber Dana Husnan dan Muhammad (2000) menyatakan bahwa dana yang dibutuhkan dalam investasi dapat diperoleh dari berbagai sumber dana yang ada, yaitu modal milik sendiri maupun modal pinjaman. Pada dasarnya pemilihan sumber dana bertujuan untuk memilih sumber dana yang pada akhirnya dapat memberikan kontribusi dengan biaya yang terendah dan tidak menimbulkan kesulitan likuiditas bagi proyek atau perusahaan yang mensponsori proyek tersebut (artinya jangka waktu pengembalian sesuai dengan jangka waktu penggunaan dana). Sumber-sumber dana yang utama terdiri dari modal sendiri yang disetor oleh pemilik perusahaan, penerbit saham biasa atau saham preferen di pasar modal, obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan dan dijual di pasar modal, kredit bank, leasing (sewa guna) dari lembaga non bank dan project finance. 3) Aliran Kas (Cash flow) Cash flow merupakan arus kas yang ada di perusahaan, baik arus kas masuk (in flow) maupun arus kas keluar (out flow). Aliran kas penting digunakan dalam akuntansi karena laba dalam pengertian akuntasi tidak sama dengan kas masuk bersih, dan yang relevan bagi para investor adalah kas bukan laba. Aliran kas yang berhubungan dengan suatu proyek dapat dikelompokkan dalam tiga bagian, yaitu aliran kas permulaan (initial cash flow), aliran kas operasinal (operational cash flow), dan aliran kas terminal (terminal cash flow). Pengeluaran-pengeluaran untuk investasi pada awal periode merupakan initial cash flow. Aliran kas yang timbul selama proyek disebut operational cash flow. Sedangkan aliran kas yang diperoleh pada waktu 25 proyek berakhir disebut terminal cash flow. Pada umumnya initial cash flow bernilai negative, sedangkan operational dan terminal cash flow benilai positif. Aliran-aliran kas ini harus dinyatakan dengan dasar setelah pajak (Husnan dan Muhammad, 2000). Menurut Kadariah et al. (1999), dalam mencari ukuran menyeluruh tentang baik tidaknya suatu proyek diperlukan pengukuran menggunakan beberapa kriteria. Kriteria ini tergantung dari kebutuhan akan keadaan masingmasing proyek. Setiap kriteria memiliki kebaikan serta kelemahan masingmasing, sehingga dalam penilaian kelayakan suatu proyek hendaknya digunakan beberapa metode sekaligus. Hal ini bertujuan untuk memberikan hasil yang lebih sempurna. Kriteria yang biasa digunakan antara lain: a) Nilai Bersih Sekarang (Net Present Value) Net Present Value (NPV) merupakan nilai sekarang dari selisih antara manfaat (benefit) dengan biaya (cost) pada tingkat suka bunga tertentu. b) Tingkat Pengembalian Investasi (Internal Rate of Return) Internal Rate of Return (IRR) merupakan discount rate yang dapat membuat arus penerimaan bersih sekarang dari suatu proyek (NPV) sama dengan nol. c) Rasio Manfaat-Biaya Bersih (Net Benefit-Cost Ratio) Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) merupakan angka perbandingan antara jumlah net present value (NPV) yang positif dengan jumlah net present value (NPV) yang negatif. d) Pengembalian Investasi (Payback Period) Payback Period (PP) merupakan suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi yang didanai dengan aliran kas. 3.1.3. Analisis Nilai Pengganti (Switching Value) Menurut Kadariah et al. (1999), analisis sensitivitas bertujuan untuk melihat apa yang akan terjadi terhadap hasil analisis proyek jika ada suatu kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya atau benefit. Dalam analisis sensitivitas, setiap kemungkinan harus dicoba, yang berarti setiap kali harus dilakukan analisis kembali. Hal ini perlu karena analisis proyek 26 biasanya didasarkan pada proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian dan perubahan yang akan terjadi di masa depan. Proyek pada sektor pertanian dapat berubah-ubah akibat dari empat permasalahan utama, yaitu perubahan harga jual produk, keterlambatan pelaksanaan proyek, kenaikan biaya, dan perubahan volume produksi. Permasalahan ini timbul karena banyak faktor yang tidak terkendali. Setiap kemungkinan perubahan atau kesalahan dalam dasar perhitungan sebaiknya dipertimbangkan dalam analisis sensitivitas (Gittinger, 1986). Suatu variasi dari analisis sensitivitas adalah analisis nilai pengganti (switching value). Menurut Gittinger (1986), pengujian ini dilakukan sampai dicapai tingkat minimum dimana proyek dapat dilaksanakan dengan menentukan berapa besarnya proporsi manfaat yang akan turun akibat manfaat bersih sekarang menjadi nol (NPV = 0). NPV sama dengan nol akan membuat IRR sama dengan tingkat suku bunga dan Net B/C sama dengan 1. 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Berdasarkan data BPS, ekspor minyak nilam dari tahun 2003 sampai tahun 2006 mengalami peningkatan dari 1.127 ton dengan nilai sebesar US$ 19.165.000 hingga 2.832 ton dengan nilai sebesar US$ 43.984. Peningkatan ekspor minyak nilam dapat disebabkan karena adanya peningkatan permintaan bahan baku (minyak nilam) oleh industri-industri parfum, kosmetika, dan farmasi. Seiring dengan peningkatan tersebut, maka prospek agribisnis dan agroindustri nilam di Indonesia sangat terbuka lebar. Meskipun prospek agribisnis dan agroindustri nilam di Indonesia sangat terbuka lebar, namun terdapat beberapa masalah yang sering terjadi dalam pengusahaan nilam seperti produktivitas nilam rendah, harga minyak nilam yang berfluktuasi, dan mutu minyak nilam yang dihasilkan sering tidak stabil dan tidak sesuai dengan permintaan pasar. Hal ini disebabkan karena pengusahaan nilam pada umumnya masih dalam bentuk perkebunan rakyat dengan luas areal tanam yang relatif kecil serta teknologi yang digunakan dalam penyulingan nilam masih sederhana akibat faktor sosial ekonomi petani dan faktor teknologi yang diakses masih terbatas. 27 Kabupaten Mandailing Natal merupakan salah satu sentra produksi nilam yang terdapat di Sumatera Utara. Keadaan iklim dan tanahnya sangat mendukung untuk ditanami nilam. Oleh sebab itu, banyak masyarakat yang menanami lahannya dengan tanaman nilam. Selama ini pengusahaan nilam di Kabupaten Mandailing Natal masih dalam bentuk perkebunan rakyat dengan luas areal tanam yang relatif kecil. Selain itu, penyulingan nilam yang dilakukan juga masih tradisional yaitu dengan menggunakan mesin yang sederhana. Akibatnya mutu minyak yang dihasilkan rendah sehingga harga yang diterima petani juga rendah. Melihat prospek pasar minyak nilam yang cerah dan potensi yang ada di Kabupaten Mandailing Natal, maka ada keinginan dari PT. Perkasa Primatama Mandiri untuk membuka usaha yang bergerak dalam usaha penyulingan minyak nilam di kabupaten tersebut. Permasalahan-permasalahan yang sering terjadi selama ini dijadikan sebagai suatu tantangan sekaligus peluang oleh PT. Perkasa Primatama Mandiri. PT. Perkasa Primatama Mandiri merupakan perusahaan baru dan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam usaha penyulingan minyak nilam yang menggunakan teknologi modern di Sumatera Utara. Mengingat dalam pembukaan usaha penyulingan minyak nilam yang menggunakan teknologi modern membutuhkan investasi yang besar, maka perlu dilakukan analisis kelayakan untuk mengetahui apakah usaha yang dijalankan perusahaan menguntungkan atau tidak. Analisis kelayakan yang dilakukan dilihat dari dua aspek yaitu aspek finansial dan non finansial. Analisis aspek non finansial mengakaji aspek-aspek kelayakan investasi seperti aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial lingkungan, dan aspek financial, sedangkan analisis finansial mengkaji NPV, IRR, Net B/C, Payback Period, dan sensitivitas usaha penyulingan nilam. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi mengenai pelaksanaan usaha kepada PT. Perkasa Primatama Mandiri. Berikut adalah kerangka operasional penelitian pada usaha penyulingan nilam. 28 Peningkatan ekspor minyak nilam yang disebabkan oleh peningkatan permintaan minyak nilam dari industri-indutri parfum, kosmetika, dan farmasi Potensi Kabupaten Mandailing Natal Prospek pasar minyak nilam cerah - Produktivitas nilam rendah - Mutu minyak nilam tidak stabil - Harga minyak nilam berfluktuatif PT. Perkasa Primatama Mandiri Kelayakan Usaha Penyulingan Nilam Analisis Finansial - NPV - IRR - Net B/C - PP Analisis Non Finansial : - Aspek pasar - Aspek teknis - Aspek manajemen - Aspek sosial dan lingkungan - Aspek hukum Analisis Switching value Layak atau Tidak layak untuk dilaksanakan Gambar 2. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional 29 IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT. Perkasa Primatama Mandiri yang berlokasi di Desa Hutarimbaru, Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara. Lokasi penelitian ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan Sumatera Utara sebagai sentra produksi nilam kelima terbesar dan PT. Perkasa Primatama Mandiri merupakan perusahaan baru dan satu-satunya yang melakukan penyulingan minyak nilam dengan menggunakan teknologi modern (heater) di Sumatera Utara. Penelitian di lapangan dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2009. 4.2. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung, pemberian kuisioner, dan wawancara dengan manajer perusahaan dan pengumpul minyak nilam yang ada di daerah tersebut. Sedangkan data sekunder diperoleh dari beberapa instansi terkait seperti Dinas Pertanian Kabupaten Mandailing Natal, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Mandailing Natal, Departemen Pertanian, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Badan Pusat Statistik, Perpustakaan IPB, serta studi literatur dari buku, bahan bacaan dari internet, dan penelitian sebelumnya yang mendukung penelitian ini. 4.3. Metode Pengolahan Data Analisis data secara kuantitatif dilakukan untuk menganalisis kelayakan finansial usaha penyulingan minyak nilam berdasarkan kriteria kelayakan investasi, yaitu NPV, IRR, Net B/C, dan PP. Data kuantiatif ini diolah dengan menggunakan komputer program Microsoft Excel dan disajikan dalam bentuk tabulasi yang digunakan untuk mengklasifikasi data yang ada serta mempermudah dalam melakukan analisis data. Selain itu pengolahan data juga menggunakan minitab14 untuk memperoleh trend pertumbuhan produksi dan ekpor nilam. Sedangkan analisis kualitatif yang digunakan untuk menilai kelayakan aspek non finansial disajikan dalam bentuk uraian secara deskriptif. Untuk menghitung pajak yang akan dibayarkan oleh unit penyulingan diperlukan perhitungan mengenai penyusutan dari mesin yang digunakan. Metode penyusutan yang digunakan adalah metode penyusutan garis lurus. 4.3.1. Analisis Kelayakan Finansial Untuk mengetahui tingkat kelayakan usaha penyulingan nilam digunakan alat ukur kelayakan finansial melalui pendekatan Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Period (PP). 4.3.1.1. Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) adalah manfaat bersih sekarang yang diperoleh selama umur proyek. Dengan demikian, NPV merupakan selisih antara nilai sekarang (present value) dari manfaat (benefit) dari biaya (cost) pada tingkat suku bunga tertentu. Secara sistematis, NPV dirumuskan sebagai berikut (Kadariah,1999): Keterangan : Bt = penerimaan usaha penyulingan nilam yang merupakan perkalian antara harga minyak nilam dengan jumlah minyak nilam yang dihasilkan pada tahun ke-t Ct = biaya usaha penyulingan nilam pada tahun ke-t. Biaya ini terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional. i = tingkat suku bunga yang ditetapkan. n = umur ekonomis usaha penyulingan nilam. Kriteria kelayakan finansial berdasarkan NPV, yaitu: 1) NPV > nol, berarti usaha penyulingan nilam layak untuk dilaksanakan karena manfaat yang diperoleh lebih besar daripada biaya. 31 2) NPV = nol, berarti secara finansial usaha penyulingan nilam mengembalikan nilai yang sama sebesar modal sosial Opportunities Cost faktor produksi normal. 3) NPV < nol, berarti usaha penyulingan nilam tidak layak untuk dilaksanakan karena hanya akan mendatangkan kerugian. 4.3.1.2. Internal Rate of Return (IRR) IRR merupakan presentase tingkat pengembalian investasi yang diperoleh selama umur proyek. IRR berupa tingkat suku bunga yang menjadikan nilai NPV suatu investasi sama dengan nol. IRR juga merupakan tingkat rata-rata keuntungan intern tahunan bagi perusahaan dan biasanya dinyatakan dalam satuan persen. Biasanya dalam menentukan nilai IRR (dicari nilai i-nya) tidak dapat dipecahkan secara langsung, namun dilakukan dengan cara interpolasi (mencobacoba). Prosedurnya adalah sebagai berikut (Kadariah,1999): 1) Dipilih nilai discount rate i yang dianggap dekat dengan nilai IRR yang benar, lalu hitung NPV dari arus benefit dan biaya. 2) Jika hasil NPV tersebut negatif, hal ini berarti nilai percobaan i terlalu tinggi (benefit di waktu yang akan dating di-discount rate dengan terlalu berat yang membuat present value biaya melebihi present value benefit). Jadi dipilih nilai percobaan i baru yang lebih rendah. 3) Jika yang terjadi adalah sebaliknya, hasil present value tersebut positif, hal ini berarti percobaan i terlalu rendah (benefit di waktu yang akan dating belum di-discount dengan berat untuk disamakan dengan present value biaya). Jadi dipilih nilai percobaan i baru yang lebih tinggi. 4) Nilai discount rate pada percobaan pertama dilambangkan dengan i1 dan i2 untuk percobaan kedua. Nilai percobaan pertama untuk NPV dilambangkan dengan NPV1 dan NPV2 untuk percobaan kedua., asalkan salah satu dari kedua perkiraan NPV tidak terlalu jauh dari nol (yang merupakan nilai NPV yang benar apabila i=IRR), maka perkiraan IRR yang dekat akan diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut ini: 32 Keterangan: i’ i = “ = discount rate yang menghasilkan NPV positif discount rate yang menghasilkan NPV negatif NPV’ = nilai bersih sekarang yang bernilai positif NPV” = nilai bersih sekarang yang bernilai negatif Kriteria kelayakan berdasarkan IRR, yaitu: a) IRR > tingkat suku bunga yang ditetapkan, berarti investasi penyulingan nilam layak untuk dilaksanakan. b) IRR = tingkat suku bunga yang ditetapkan, berarti investasi penyulingan nilam tidak menguntungkan dan tidak merugikan juga. c) RR < tingkat suku bunga yang ditetapkan, berarti investasi penyulingan nilam tidak layak untuk dilaksanakan. 4.3.1.3. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) Net B/C merupakan besarnya tingkat tambahan manfaat dari setiap tambahan biaya sebesar satu rupiah. Net B/C dapat dirumuskan sebagai perbandingan antara nilai NPV yang bernilai positif (sebagai pembilang), dengan NPV yang bernilai negatif (sebagai penyebut). Untuk menghitung nilai Net B/C terlebih dahulu dihitung benefit bersih yang telah di-discount factor untuk setiap tahun t. Secara umum rumus yang digunakan adalah sebagai berikut (Kadariah, 1999): 33 Keterangan: Bt = penerimaan usaha penyulingan nilam yang diterima pada tahun ket. Ct = biaya usaha penyulingan nilam yang dikeluarkan pada tahun ke-t. i = tingkat suku bunga yang ditetapkan. n = umur ekonomis usaha penyulingan nilam. Kriteria kelayakan berdasarkan Net B/C, yaitu: 1) Net B/C > 1, maka investasi penyulingan nilam menguntungkan dan layak untuk dilaksanakan. 2) Net B/C = 1, maka investasi penyulingan tidak menguntungkan dan tidak merugikan. 3) Net B/C < 1, maka investasi penyulingan nilam tidak layak untuk dilaksanakan karena hanya mendatangkan kerugian. 4.3.1.4. Payback Period (PP) Payback Period (PP) adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas. Metode Payback Period ini merupakan teknik penilaian terhadap jangka waktu (periode) pengembalian investasi suatu usaha. Secara sistematis adalah sebagai berikut: Kriteria penilaiannya, yaitu jika payback period lebih pendek dari maksimum payback period-nya, maka usaha penyulingan nilam dapat diterima. Namun jika payback period lebih lama dari maksimum payback period-nya, maka usaha penyulingan nilam ditolak. 4.3.2. Metode Penyusutan Garis Lurus Untuk menjaga kontinuitas usaha dari proyek yang direncanakan perlu dihitung besarnya biaya penyusutan pada setiap tahun. Sebuah perusahaan yang sehat pada umumnya mempunyai cadangan penyusutan/depresiasi untuk menjaga 34 kontinuitas dari kegiatan usaha, disamping menjaga kualitas produk dan memudahkan dalam mengikuti perubahan aset dengan adanya perubahan teknologi. Besar kecilnya biaya penyusutan tergantung pada harga aset, umur ekonomis, serta metode yang digunakan dalam penyusustan. Metode penyusutan yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penyusutan garis lurus. Secara matematis, rumus penyusutan garis lurus dirumuskan sebagai berikut (Ibrahim, 2003): Keterangan: P = jumlah penyusutan per tahun B = harga beli aset S = nilai sisa N = umur Ekonomis 4.3.3. Analisis Nilai Pengganti (Switching Value Analisis nilai pengganti (switching value) digunakan untuk mengetahui seberapa besar perubahan pada nilai penjualan dan nilai variabel yang akan menghasilkan keuntungan normal, yaitu NPV sama dengan nol atau mendekati, IRR sama dengan tingkat suku bunga yang berlaku , dan Net B/C sama dengan 1. Variabel yang akan dianalisis merupakan variabel yang dianggap signifikan dalam usaha penyulingan minyak nilam yang dilakukan oleh perusahaan, yaitu (1) jumlah minyak nilam yang dihasilkan, (2) tingkat harga minyak nilam, (3) tingkat harga nilam. Dengan analisis ini akan dicari jumlah minimum minyak nilam yang dihasilkan, tingkat harga penjualan minimum, dan biaya bahan baku (nilam) maksimum yang masih membuat usaha pengolahan ini layak untuk dijalankan. Faktor yang dapat mempengaruhi penurunan jumlah minyak nilam yang diproduksi adalah penurunan pasokan bahan baku nilam akibat penurunan hasil panen. Hasil panen ini akan menurun jika terjadi perubahan pada kondisi agroklimat. Sedangkan faktor yang dapat menyebabkan harga nilam meningkat 35 yaitu adanya penurunan tingkat produksi hasil panen akibat adanya perubahan kondisi agroklimat. 4.4. Asumsi Dasar Analisis kelayakan penyulingan minyak nilam ini menggunakan beberapa asumsi dasar, yaitu: 1) Dilakukan dua skenario yaitu skenario pertama penyulingan dengan kapasitas mesin 30 kg (tanpa penambahan ketel suling) dan skenario kedua penyulingan dengan kapasitas mesin 130 kg (adanya penambahan ketel suling 100 kg). 2) Umur proyek adalah 10 tahun, didasarkan pada umur ekonomis mesin suling (ketel suling). 3) Modal yang digunakan adalah modal yang berasal dari investor. Dimana terdapat tiga investor dan modal terdiri dari saham-saham. 4) Tingkat diskonto yang digunakan merupakan tingkat dividen yang diterima masing-masing investor dari keuntungan perusahaan yaitu sebesar 33,3 persen. 5) Inflow dan outflow merupakan proyeksi berdasarkan pada penelitian dan informasi yang didapatkan pada bulan April tahun 2009. 6) Nilam yang diusahakan adalah jenis nilam madina (nilam yang dihasilkan dari daerah sekitar). Umur nilam diasumsilan maksimum 3 tahun. 7) Lahan nilam yang dimilki perusahaan adalah 10 ha dengan kebutuhan bibit sebanyak 240.000 batang. Pembibitan dilakukan satu kali dalam tiga tahun dengan jumlah bibit yang sama selama umur proyek. 8) Harga input dan output yang digunakan diasumsikan sama dari awal proyek hingga akhir proyek. 9) Biaya yang dikeluarkan untuk usaha penyulingan minyak nilam ini terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi dikeluarkan pada tahun ke-1 dan biaya reinvestasi dikeluarkan untuk peralatan yang telah habis umur ekonomisnya. Biaya operasional adalah semua biaya yang dikeluarkan pada saat melakukan usaha. Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan variabel. 36 10) Panen pertama dilakukan pada saat nilam berumur 7 bulan, sedangkan panen berikutnya dapat dilakukan setiap 3 bulan. Hasil panen diperkirakan 25 ton daun basah atau 6,25 ton daun kering per ha. 11) Penyulingan dilakukan 4 kali dalam satu hari sesuai dengan kapasitas ketel suling 30 kg. Jumlah hari kerja dalam seminggu adalah 6 hari. Hasil penyulingan dalam satu kali proses produksi adalah 0,9 kg minyak nilam. 12) Nilai sisa dihitung berdasarkan perhitungan nilai sisa dengan menggunakan metode garis lurus dimana harga beli dibagi dengan umur ekonomis. Sedangkan harga tanah diasumsikan harga beli sama dengan harga jual pada akhir proyek. 13) Perhitungan pajak melalui analisis rugi laba berdasarkan Undang- Undang No. 17 Tahun 2000 tentang pajak penghasilan badan usaha, yaitu: a) Penghasilan ≤ Rp 50 juta, dikenakan pajak sebesar 10 persen. b) Penghasilan antara Rp 50 juta-Rp 100 juta dikenakan pajak sebesar 10 persen serta ditambah selisih pendapatan setelah dikurang Rp 50 juta dikenakan pajak sebesar 15 persen. c) Penghasilan ≥ Rp 100 juta dikenakan pajak sebesar 10 persen, ditambah Rp 50 juta dikenakan pajak sebesar 15 persen serta ditambah selisih pendapatan setelah dikurang Rp 100 juta dikenakan pajak sebesar 30 persen. 37 V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1. Sejarah Singkat Perusahaan PT. Perkasa Primatama Mandiri merupakan perusahaan yang bergerak pada bidang jasa dan perdagangan umum yang terletak di Jl. T. Amir Hamzah No. 48 Medan, Sumatera Utara. Namun pada tanggal 13 Mei 2008 perusahaan membuka cabang usaha yang bergerak pada bidang perkebunan dan penyulingan nilam di Desa Hutarimbaru, Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal. Pembukaan cabang usaha ini dilatarbelakangi karena adanya keinginan dari adik salah satu investor yang ingin membuka usaha di bidang perkebunan nilam, yaitu Bapak Jhon S. Daeli, S.Kom yang sekarang menjabat sebagai manajer perusahaan. Dilihat dari latar belakang pendidikannya keinginan tersebut sangat bertolak belakang dengan pendidikan yang diperolehnya selama perkuliahan. Namun dengan tekad yang bulat dan banyak belajar, Bapak Jhon berhasil membuka suatu perkebunan nilam dengan luas lahan sekitar 50 ha. Tetapi dari luas lahan tersebut baru 10 ha yang ditanami nilam, sedangakan sisanya ditanami dengan berbagai macam tanaman lainnya. Pemilihan lokasi didasarkan atas kondisi alam di Kabupaten Mandailing Natal khususnya Kotanopan yang sangat mendukung untuk ditanami nilam. Selain itu penanaman dan penyulingan nilam yang ada di Kecamatan tersebut masih dalam skala kecil atau masyarakat. Jenis bibit nilam yang ditanami perusahaan bukan merupakan bibit unggul seperti nilam aceh atau nilam sidikalang, melainkan nilam yang berasal dari daerah tersebut, yang sering dijuluki dengan nilam Madina. Berdasarkan hasil wawancara nilam madina memiliki rendemen minyak yang mirip dengan nilam aceh yaitu 2,5 persen – 5 persen. Bibit diperoleh dari masyarakat sekitar dengan tujuan agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Walaupun dalam bidang perkebunan dan penyulingan perusahaan masih tergolong baru, namun proses penyulingan yang dilakukan perusahaan sudah menggunakan mesin suling dengan teknologi canggih yaitu mesin suling yang menggunakan heater. Jika dibandingkan dengan mesin suling yang masih menggunakan kayu bakar atau batu bara, penggunaan heater memilki keunggulan yaitu proses penyulingan yang lebih cepat serta risiko kecelakaan yang ditimbulkan kecil. Sistem penyulingan yang dilakukan oleh perusahaan adalah sistem penyulingan uap tidak langsung. Daun nilam yang akan disuling diperoleh dari hasil perkebunan perusahaan serta dari masyarakat (pengumpul). Dengan penggunaan teknologi dalam sistem penyulingannya perusahaan dapat menghasilkan minyak nilam yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan konsumen dan standar yang berlaku di pasar dalam maupun luar negeri. Sejak awal berdiri PT. Perkasa Primatama Mandiri selalu mengutamakan kepuasan pelanggan yaitu dengan menyediakan produk-produk yang berkualitas, memberikan pelayanan terbaik serta melakukan perbaikan secara terus menerus terhadap mutu dari minyak nilam yang dihasilkan mengikuti standar yang berlaku di pasar dalam maupun luar negeri. Beberapa upaya yang dilakukan manajemen PT. Perkasa Primatama Mandiri dalam mengimplementasikan sistem manajemen mutu dan lingkungan ialah : 1) Menyediakan sarana dan sumber daya untuk menunjang penerapan suatu sistem manajemen mutu maupun lingkungan. 2) Penerapan target dan pelaksanaannya dengan mengadakan monitoring secara ketat. 3) Sosialisasi kepada seluruh karyawan tentang manfaat sistem manajemen mutu dan lingkungan bagi perusahaan yang merupakan tanggungjawab seluruh karyawan. 4) Mendisplinkan dan membiasakan karyawan bekerja sesuai dengan standar sistem yang berlaku. Sebagai perusahaan yang telah lama bergelut di bidang perdagangan, perusahaan tidak memiliki kesulitan dalam mencari pasar dari produk-produknya. Minyak nilam yang dihasilkan perusahaan akan dipasarkan ke beberapa kota seperti Medan dan Jakarta. Selain itu perusahaan juga akan berencana untuk memasarkan minyak nilamnya ke luar negeri seperti Singapura, China, Jepang, dan Korea. 39 5.2. Struktur Organisasi PT. Perkasa Primatama Mandiri mempunyai struktur organisasi formal yang terdiri dari komisaris, direktur, manajer, bagian produksi, bagian accounting, bagian personalia, bagian purchasing, bagian marketing, mandor, dan operator. Dalam pelaksanaannya telah terdapat pembagian tugas yang jelas antara pengelola dan karyawan. Struktur organisasi PT. Perkasa Primatama Mandiri dapat dilihat pada lampiran 7. Berdasarkan struktur organisasi tersebut, setiap bagian mempunyai tugas masing-masing diantaranya: 1) Komisaris a) Bertanggung jawab terhadap semua kegiatan dan mengkoordinir semua bagian. b) Mengkoordinasi manajemen untuk pengembangan dan kebijakan bisnis. c) Menandatangani sertifikat mutu. 2) Direktur a) Mendukung dan mempersiapkan pengembangan program bisnis. b) Mengelola sumber daya manusia perusahaan. 3) Manager a) Mengawasi kinerja perusahaan . b) Merencanakan, mengorganisir, serta mengawasi kegiatan serta hasil kerja dari masing-masing bagian yang ada dibawahnya. c) Membawahi semua bagian yang ada di perusahaan. 4) Kepala Bagian Personalia a) Merekrut karyawan yang akan diterima di perusahaan. b) Bertanggung jawab atas penilaian karyawan dari masing-masing bagian. c) Menandatangani surat-surat penting. 5) Kepala Bagian Produksi a) Memberikan atau membuat rencana kerja kepada kepala Mandor. b) Mengontrol hasil produksi. c) Bertanggung jawab atas pembuatan laporan hasil produksi kepada Manager. 40 6) Kepala Bagian Purchasing a) Bertanggung jawab atas penyediaan barang untuk keperluan perusahaan b) Mengadakan transaksi pembelian dengan perusahaan lain atau barangbarang yang akan diperlukan oleh perusahaan. c) Membuat laporan hasil pembelian. 7) Kepala Bagian Accounting a) Mengawasi pencatatan akuntansi perusahaan. b) Menyiapkan laporan keuangan perusahaan. c) Menyiapkan dan menerbitkan standar-standar yang mengkoordinasikan pelaksanaan sistem dalam perusahaan termasuk metode pencatatan, pelaporan & prosedur-prosedur. 8) Kepala Bagian Marketing a) Mengelola kegiatan tim marketing untuk mencapai target pemasaran. b) Menerapkan dan memonitor pelaksanaan kebijakan marketing. c) Melaporkan dan mengkoordinasi informasi dan marketing ke manajemen 9) Kepala Mandor a) Membuat rencana kerja untuk anggota dan karyawan. b) Memperbaiki mutu produksi. c) Membuat laporan hasil mutu produksi yang disahkan oleh kepala bagian produksi. 10) Mandor Pembibitan a) Mengatur anggota sesuai dengan rencana kepala mandor. b) Menjaga mutu bibit dalam melakukan pembibitan yang disahkan oleh Kepala bagian produksi dan kepala mandor. 11) Mandor Pembukaan Lahan a) Mengatur anggota sesuai dengan rencana kepala mandor. b) Menjaga mutu lahan dalam melakukan pembabatan dan pembersihan lahan. 12) Mandor Penanaman a) Mengatur anggota sesuai dengan rencana kepala mandor. 41 b) Menjaga mutu tanaman dalam melakukan penanaman dilahan supaya tanaman bisa tumbuh dengan baik. 13) Mandor Pemanenan dan Pemeliharaan a) Mengatur anggota sesuai dengan rencana kepala mandor. b) Menjaga mutu panen tetap baik agar pada saat pemanenan berikutnya tetap bagus. 14) Mandor Penyulingan a) Mengatur anggota sesuai dengan rencana kepala mandor. b) Menjaga mutu minyak dalam melakukan penyulingan sampai menjadi minyak nilam yang siap di pasarkan. 42 VI ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL 6.1. Aspek Pasar Aspek pasar digunakan untuk mengkaji potensi pasar minyak nilam baik dari sisi permintaan, penawaran, harga yang berlaku, serta strategi pemasaran yang dilakukan perusahaan menyangkut bauran pemasaran (marketing mix) yaitu produk, harga, tempat, dan promosi. 6.1.1. Potensi Pasar Potensi pasar minyak nilam sangat tinggi. Tingginya potensi pasar minyak nilam ini terbukti dari peningkatan jumlah permintaan minyak nilam sebagai bahan baku industri parfum, kosmetik, makanan dan minuman, sabun, serta obatobatan. Peningkatan permintaaan minyak nilam dilihat dari rata-rata pertumbuhan volume dan nilai ekspor yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun masing-masing sebesar 40 persen dan 35 persen. Penawaran terhadap minyak nilam masih sangat rendah karena perusahaan yang mengusahakan penyulingan minyak nilam masih sangat sedikit. Kecilnya jumlah perusahaan yang melakukan penyulingan minyak nilam disebabkan karena orang (petani) yang membudidayakan nilam masih sedikit dengan luas areal yang kecil. Selain itu, jika dilihat dari rata-rata pertumbuhan produksi, produksi nilam dari tahun ke tahun juga mengalami penurunan yaitu sebesar 0,5 persen. Hal di atas membuktikan bahwa adanya ketidakseimbangan antara permintaan dengan penawaran minyak nilam. Ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran minyak nilam tersebut memberikan keuntungan tersendiri bagi perusahaan. Dengan demikian, pasar akan dapat menyerap seluruh jumlah minyak nilam yang diproduksi oleh perusahaan. 6.1.2. Strategi Bauran Pemasaran Menurut Umar (2005) terdapat hal yang harus diperhatikan dalam penyaluran barang dan jasa sebelum sampai ke konsumen. Ruang lingkup hal tersebut disederhanakan menjadi empat kebijakan pemasaran yang disebut sebagai bauran pemasaran (marketing mix). Defenisi dari bauran pemasaran menurut Kotler (2002) adalah campuran dari variabel-variabel pemasaran yang dapat dikendalikan dan dipergunakan oleh suatu perusahaan untuk mengejar tingkat penjualan yang diinginkan dalam pasar sasaran. Bauran pemasaran terdiri dari empat komponen diantaranya produk (product), harga (price), tempat (place), dan promosi (promotion). 6.1.2.1. Produk (Product) Produk merupakan sesuatu yang ditawarkan dan dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan konsumen. Strategi produk didefenisikan sebagai suatu strategi yang dilaksanakan oleh suatu perusahaan yang berkaitan dengan produk yang dipasarkannya. Strategi produk yang tepat akan menempatkan perusahaan dalam suatu posisi persaingan yang lebih unggul daripada pesaingnya. Menurut Kotler (2002), terdapat dua klasifikasi jenis produk menurut tujuan pemakainnya. Jenis produk tersebut adalah barang konsumsi dan barang industri. Alasan dalam pengklasifikasian tersebut karena setiap produk memiliki bauran pemasaran masing-masing. Minyak nilam merupakan barang industri karena digunakan sebagai bahan baku untuk industri parfum, kosmetik, makanan dan minuman, sabun, dan obat-obatan. Konsep pemasaran yang diterapkan adalah menggunakan konsep produk dimana dalam pelaksanaannya sangat mengutamakan keunggulan produk sehingga produk diharapkan mampu bersaing dipasaran. Keunggulan minyak nilam madina antara lain: ï‚· Memiliki PA yang tinggi yaitu antara 35 persen - 36 persen. ï‚· Memiliki rendemen 2,5 persen - 5 persen. ï‚· Warna coklat kemerahan dan memiliki aroma yang khas. ï‚· Hasil minyak lebih jernih karena dihasilkan dari mesin suling yang terbuat dari stainless steel dan disuling dengan pemanasan menggunakan heater (teknologi modern). 44 6.1.2.2. Harga (Price) Strategi penetapan harga berkaitan dengan biaya yang dikeluarkan. Harga merupakan variabel strategi yang berkaitan langsung dengan pendapatan perusahaan. Oleh karena itu, penentuan harga merupakan keputusan yang sangat penting. Penentuan harga harus berkaitan dengan biaya yang dikeluarkan, pengaruh terhadap persaingan, dan pembentukan persepsi pelanggan tentang nilai produk yang dihasilkan. Harga minyak nilam sangat berfluktuatif yaitu pernah mencapai harga terendah hingga tertinggi. Harga terendah minyak nilam adalah Rp 130.000 per kg sedangkan harga tertingginya mencapai Rp 1.200.000 per kg. Harga minyak nilam yang berfluktuatif dipengaruhi oleh supply dan demand. Dimana pada saat bahan baku (nilam) langka dengan permintaan yang semakin meningkat maka harga minyak nilam tinggi. Sedangkan pada saat harga minyak nilam tinggi banyak masyarakat yang mengusahakan nilam sehingga terjadi kelebihan bahan baku (excess supply) pada saat panen yang mengakibatkan harga minyak nilam rendah. Selain itu harga minyak nilam yang berfluktuatif juga disebabkan oleh produksi dan mutu minyak nilam yang tidak stabil karena teknologi pengolahannya belum berkembang dengan baik (masih sederhana). Namun Menurut Ketua The Indonesian Essential Oil Trade Association (Indessota) T.R. Manurung dalam Bisnis Indonesia, harga normal minyak nilam adalah sebesar Rp 250.000 per kg. Bedasarkan hasil wawancara dengan manajer perusahaan dan pengumpul tunggal minyak nilam di lokasi proyek diperoleh bahwa penetapan harga minyak nilam dan daun kering nilam ditentukan berdasarkan harga yang berlaku di pasar. Harga minyak nilam pada april 2009 adalah Rp 260.000 per kg. Tinggi rendahnya harga minyak nilam sangat berpengaruh terhadap harga nilam (daun nilam kering). Saat harga minyak nilam rendah maka para produsen minyak nilam akan menekan harga beli nilam (daun kering nilam) dari petani. Sebaliknya, saat harga minyak nilam tinggi, maka harga beli nilam dari petani juga akan tinggi. Berdasarkan hasil wawncara yang dilakukan dengan pihak perusahaan, harga daun kering nilam pada April 2009 adalah Rp 5.000 per kg. 45 6.1.2.3. Distribusi (Place) Pemasaran minyak nilam perusahaan dilakukan oleh unit bisnis lain perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan umum dan jasa yang berada di Medan. Minyak nilam yang dihasilkan akan dipasarkan ke beberapa kota di dalam negeri seperti Medan dan Jakarta. Selain itu perusahaan juga akan berencana untuk memasarkan minyak nilamnya ke beberapa negara di luar negeri seperti Singapura, China, Jepang, dan Korea. 6.1.2.4. Promosi (Promotion) Promosi yang dilakukan perusahaan saat ini adalah melalui relasi bisnis. Dimana perusahaan akan memberikan sample minyak nilam kepada relasi bisnisnya dan kemudian dari relasi bisnis perusahaan tersebut akan mempromosikan ke relasi-relasi bisnis baik yang ada di dalam maupun luar negeri. Namun promosi ini belum efektif karena melibatkan banyak pihak dan informasi yang disampaikan dan yang diterima oleh konsumen (industri tujuan pasar) juga tidak lengakap. Oleh sebab itu, perusahaan berencana akan membuat website sebagai alat promosi sehingga semua orang baik yang ada di dalam dan luar negeri dapat mengetahui informasi tentang minyak nilam perusahaan serta dapat melakukan pemesanan dengan cepat. 6.1.3. Hasil Analisis Aspek Pemasaran Berdasarkan analisis potensi pasar di atas, dapat disimpulkan bahwa usaha penyulingan minyak nilam yang dilakukan oleh perusahaan layak untuk dijalankan. Hal ini dikarenakan besarnya potensi pasar untuk minyak nilam yang dilihat dari sisi permintaan, penawaran, dan harga. Jumlah permintaan yang tidak diimbangi oleh jumlah penawaran menciptakan peluang besar pada usaha penyulingan minyak nilam. Selain itu, harga jual yang tinggi juga cukup menjanjikan bahwa usaha penyulingan minyak nilam dapat mendatangkan keuntungan. 46 6.2. Aspek Teknis Hal yang perlu diperhatikan pada aspek teknis adalah lokasi proyek atau usaha, skala operasi atau luas produksi, proses produksi, dan pemilihan jenis teknologi dan peralatan. 6.2.1. Lokasi Usaha Lokasi usaha perkebunan dan penyulingan PT. Perkasa Primatama Mandiri terletak di Desa Hutarimbaru, Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Beberapa pertimbangan dalam pemilihan lokasi produksi adalah: 1) Ketersediaan bahan mentah (bahan baku) Ketersediaan nilam di Kabupaten Mandailing Natal sangat berlimpah karena sebagian besar masyarakat disana banyak yang menanami lahannya dengan nilam walaupun hanya dalam skala kecil. Oleh sebab itu jika perusahaan kekurangan bahan baku, perusahaan dapat membeli bahan baku kepada masyarakat sekitar. 2) Tenaga listrik dan air Untuk kebutuhan listrik perusahaan masih menggunakan mesin diesel (genset) Ps 130 yang dapat menghasilkan listrik karena daerah lokasi jauh dari pemukiman sehingga tenaga listrik belum terjangkau. Namun hal ini tidak menjadi kendala bagi perusahaan untuk melakukan produksi. Sementara itu, di daerah lokasi penelitian air sangat berlimpah yaitu berasal dari mata air pegunungan. Oleh sebab itu, kebutuhan air dalam produksi selalu tercukupi. 3) Supply tenaga kerja Perusahaan tidak mengalami kesulitan dalam memenuhi tenaga kerja. Supply tenaga kerja dapat diperoleh dari masyarakat sekitar lokasi usaha. Tenaga kerja sangat dibutuhkan terutama saat persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, dan panen. Sementara itu, tenaga kerja dalam proses penyulingan dan manajemen harus mempunyai keahlian dan melalui proses seleksi. 47 4) Fasilitas jalan dengan kondisi cukup baik Kondisi jalan di lokasi usaha sudah cukup baik, sehingga tidak ada kendala dalam pengangkutan bibit ataupun hasil panen dari lahan ke perusahaan. Untuk menuju lokasi usaha kita dapat menggunakan kendaraan roda dua dan empat. 5) Hukum dan peraturan yang berlaku Sejauh ini, perusahaan masih berada dalam koridor hukum dan peraturan yang berlaku sehingga tidak ada hambatan hukum dan peraturan lokal yang melarang kegiatan usaha ini. Kondisi sosial budaya masyarakat sekitar juga tidak ada yang menentang kegiatan usaha ini. 6) Iklim dan keadaan tanah Kondisi iklim di Kecamatan Kotanopan, Mandailing Natal cukup mendukung untuk dilakukan usaha perkebunan dan penyulingan nilam. Kabupaten Mandailing Natal terletak pada ketinggian 0 - 2.145 m dpl, memiliki iklim tropis dengan curah hujan 1000 - 4000 mm per tahun, suhu udara 27 - 300C, serta kelembapan 75 persen. Lokasi usaha yang terletak di dataran tinggi dengan keadaan tanah yang subur karena pengaruh suhu udara dan kondisi alam yang relatif lebih sejuk menghasilkan daun nilam yang lebih hijau dengan tingkat persentase kadar alkohol yang lebih tinggi. 7) Sikap dari masyarakat Sikap masyarakat sangat terbuka dan mendukung adanya usaha perkebunan dan penyulingan nilam ini. Hal ini terlihat dari lahan masyarakat yang dijual kepada perusahaan untuk dijadikan lahan perkebunan nilam. 8) Rencana untuk perluasan usaha PT. Perkasa Primatama Mandiri berencana untuk meningkatkan produksi yaitu dengan menambah jumlah ketel suling dan lahan perkebunan nilam sehingga kebutuhan minyak nilam dapat dipenuhi. Selain itu perusahaan juga akan membuat kincir air dengan memanfaatkan aliran air sungai yang ada di dekat lokasi proyek sehingga dapat meminimalisasi biaya untuk produksi yang pada awalnya menggunakan mesin diesel dan dapat menghasilkan daya listrik yang lebih besar. 48 6.2.2. Skala Operasi Saat ini PT. Perkasa Primatama Mandiri masih beroperasi dalam luas lahan 10 ha. Hal ini disebabkan karena perusahaan masih baru dan belum mempunyai pasar yang jelas. Selain itu mesin suling yang digunakan hanya terdiri dari satu ketel suling dengan kapasitas 30 kg. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa perusahaan akan memperluas lahan nilamnya, karena saat ini perusahaan terus menerus melakukan pembebasan lahan di daerah sekitar lokasi proyek hingga mencapai 50 ha. Dengan peningkatan luas lahan tersebut, maka dibutuhkan ketel suling yang lebih banyak dengan kapasitas yang besar. Dengan demikian PT. Perkasa Primatama Mandiri sangat berpotensi untuk meningkatkan skala usahanya untuk mencapai skala ekonomis. 6.2.3. Pemilihan Jenis Teknologi dan Peralatan Dalam usaha penyulingan minyak nilam pemilihan jenis teknologi dan peralatan sangat mempengaruhi rendemen minyak yang akan dihasilkan. Oleh sebab itu dalam proses penyulingannya perusahaan telah menggunakan teknologi modern yakni dengan sistem pemanasan yang menggunakan heater. Mesin terdiri dari peralatan-peralatan utama yang terbuat dari stainless steel yang dilengkapi dengan pipa-pipa yang juga terbuat dari stainless steel, termometer, indikator tekanan uap, indikator volume air, keran tutup buka, dan lain-lain . Adapun alasan pemilihan teknologi antara lain proses penyulingan relatif lebih cepat yaitu 3 jam, menghasilkan minyak yang berkualitas dengan rendemen tinggi, serta risiko kecelakaan dalam produksi sangat kecil (tingkat keamanan tinggi) karena telah dilengkapi oleh indikator-indikator yang dapat mengontrol panas dan tekanan uap yang dihasilkan. Kapasitas ketel suling yang digunakan oleh perusahaan adalah 30 kg. Kapasitas tersebut belum optimal karena mesin suling (boiler) masih dapat menampung penambahan ketel suling sehingga diperoleh minyak yang lebih banyak dan kapasitas produksi optimum dapat dicapai. 49 6.2.4. Proses Produksi Proses produksi yang dilakukan perusahaan terdiri dari budidaya nilam dan penyulingan nilam. Dimana budidaya nilam terdiri dari persiapan bibit, pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan tanaman, pengendalian hama dan penyakit tanaman, serta panen dan pascapanen. 6.2.4.1. Budidaya Nilam Pemilihan lahan untuk mengembangkan salah satu tanaman tidak terlepas dari kondisi agroklimat yang dikehendaki tiap tanaman, demikian halnya dengan tanaman nilam. Nilam merupakan tanaman daerah tropis sehingga mudah tumbuh dengan baik di dataran rendah hingga dataran tinggi yaitu 2.000 m dpl, tetapi dapat tumbuh ideal pada ketinggian 400-700 m dpl. Kebutuhan curah hujan tanaman nilam per tahunnya sebesar 2.500-3.000 mm dengan penyebaran yang merata sepanjang tahun. Suhu ideal pertumbuhannya adalah 22-280C dengan kelembapan di atas 75 persen. Nilam membutuhkan banyak air, tetapi tidak tahan jika tergenang. Menurut Wulansari (2005), budidaya merupakan upaya dalam rangka melestarikan tanaman dari bahaya/ancaman kelangkaan dan kepunahan tanaman. Dengan budidaya diharapkan kebutuhan bahan tanaman untuk masa depan yang akan datang dapat dijamin pengadaannya dan sebagai bahan baku dapat terjaga ketersediaannya dengan baik. 1) Persiapan Bibit Bibit setek yang digunakan perusahaan merupakan bibit setek batang unggul yang diperoleh dari masyarakat sekitar. Sebelum melakukan penyemaian atau pembibitan, bibit tersebut terlebih dahulu direndam ke dalam air yang telah dicampur dengan bubuk perangsang akar (growtone). Kemudian bibit tersebut ditanam di dalam polibag. Proses pembibitan yang dilakukan perusahaan tidak menggunakan rumah naungan karena bibit yang telah ditanam di dalam polibag secara langsung. Pembibitan dalam polibag dilakukan maksimal 2 bulan. Selanjutnya, bibit dapat dipindahkan ke lahan perkebunan 50 Gambar 3. Bibit Setek Batang Gambar 4. Pembibitan 2) Pengolahan Tanah Pengolahan tanah merupakan faktor yang menentukan dalam keberhasilan budidaya. Oleh sebab itu, diperlukan perhatian serius dalam mempersiapkan penanaman sebelum realisasi penanaman setek dilakukan pada lahan yang dikelola. Proses pengolahan tanah diawali dengan proses penggemburan tanah dengan menggunakan cangkul. Setelah itu, lahan didiamkan selama 3-4 hari agar terjadi proses penguapan dari tanah yang telah diolah. Selanjutnya tanah tersebut diberi lubang yang disesuaikan dengan diameter polibag. Kemudian lubang didiamkan selama 2-3 hari. Setelah itu, proses penanaman bibit ke lahan dapat dilakukan. 3) Penanaman Dalam proses penanaman perusahaan menggunakan teknik penanaman secara tidak langsung, dimana bibit yang digunakan melalui proses penyemaian atau pembibitan terlebih dahulu. Tanaman dipersiapkan selama 6-8 minggu sebelum ditanam pada lahan budidaya. Pembibitan dilakukan pada lahan tersendiri dibawah pohon coklat. Sedangkan penanaman dilakukan pada lahan terbuka agar mendapatkan sinar matahari yang cukup. Selain itu penanaman nilam di lahan terbuka memungkinkan kandungan minyak nilam mencapai 5 persen. 51 Ada dua hal yang harus diperhatikan dalam penanaman nilam yaitu waktu dan jarak tanam. Hal ini terkait dengan ketersediaan air dan pencahayaan matahari. a) Waktu Tanaman Proses pemindahan dan penanaman bibit pada lahan perkebunan dilakukan pada sore hari setelah pukul 16.00 agar tanaman tidak layu. Selain itu, proses adaptasi tanaman pada lingkungan lahan perkebunan juga tidak mengalami hambatan. Sedangkan untuk waktu penanaman tidak ada waktu khusus. Penanaman dapat dilakukan baik pada musim hujan maupun kemarau karena sumber air sangat berlimpah. b) Jarak Tanam Jarak tanam disesuaikan dengan kontur dan kondisi lahan serta tingkat kesuburan tanah. Jarak tanam berada pada alur terbit dan tenggelamnya matahari. Hal ini bertujuan agar pada saat petumbuhan tanaman, sinar matahari dapat menembus celah pohon dan ranting antar satu dengan yang lainnya. Jarak tanam antar tanaman yang digunakan adalah 50 cm x 100 cm karena termasuk dalam jenis tanah yang berbukit. Gambar 5. Tanaman Nilam Madina dengan Jarak Tanaman 50 cm x 100 cm 4) Pemeliharaan Tanaman Pemeliharaan atau perawatan tanaman nilam diantaranya berupa pemupukan, penyulaman, penyiangan, pemangkasan, dan pembubuman. Hasil produksi yang optimal sangat tergantung pada tata cara serta mekanisme 52 pemeliharaan dan perawatan tanaman. Pemeliharaan yang baik akan memperpanjang umur tanaman hingga di atas tiga tahun dengan interval panen antara 2-3 bulan. Selain itu, kandungan minyak atsiri serta rendemen yang dimiliki tanaman ini akan akan menjadi lebih tinggi. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa kunci sukses pencapaian mutu yang diinginkan serta hasil akhir panen berupa daun basah sangat tergantung pada kesungguhan melakukan monitoring terhadap pemeliharaan dan perawatan tanaman. Adapun kegiatan pemeliharaan tanaman dapat diuraikan sebagai berikut. a) Pemupukan Karena merupakan lahan yang baru dibuka dan memiliki tanah yang subur maka perusahaan tidak melakukan proses pemupukan. Namun limbah yang dihasilkan dari proses penyulingan dapat dimanfaatkan menjadi pupuk /mulsa. b) Penyulaman Penyulaman dilakukan untuk mengganti tanaman yang sudah mati atau layu agar jumlah tanaman sesuai target yang diinginkan. Penentuan target jumlah tanaman disesuaikan dengan luas area dan jarak tanam. Penyulaman dilakukan jika umur tanaman telah mencapai satu bulan. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan pertumbuhan tanaman baru dan lama agar panen dalam satu lahan dapat dilakukan secara bersamaan. Selain itu, agar pertumbuhan tanaman seragam dan jadwal panen dilakukan sesuai target waktu maka penyulaman dilakukan secara rutin setiap minggu. c) Penyiangan Penyiangan dilakukan setelah tanaman berumur sekitar dua bulan. Pada umur tersebut, ketinggian tanaman mencapai 20-30 cm dan mempunyai cabang bertingkat dengan radius 20 cm. Penyiangan berfungsi untuk membersihkan gulma pengganggu, sehingga tidak terjadi persaingan pengambilan hara tanaman dan sinar matahari. Selain itu, penyiangan juga berfungsi untuk menghilangkan gulma sebagai sarang hama. Penyiangan selanjutnya dilakukan secara rutin, dengan selang waktu 2 - 3 bulan tergantung pertumbuhan gulma. Penyiangan dilakukan dengan cara 53 mekanis yaitu dilakukan dengan menggunakan alat-alat pertanian umum seperti cangkul, sabit, parang dan sebagainya. d) Pemangkasan Pemangkasan dilakukan setelah tanaman berumur tiga bulan, yaitu setelah terbentuk perdu yang saling menutupi satu sama lain diantara pohon atau tanaman. Pemangkasan dilakukan pada cabang tingkat tiga ke atas. Pemangkasan dan penjarangan dilakukan agar tanaman terhindar dari serangan hama dan penyakit tanaman. Selain itu, pemangkasan memberi ruang gerak lebih luas terhadap tanaman. Salah satu tujuan dilakukannya pemangkasan atau penjarangan adalah agar proses fotosintesis berjalan dengan baik sehingga kadar minyak nilam yang terkandung dalam daun, ranting, serta dahan dan batang menjadi lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena sinar matahari dapat lebih leluasa masuk menyinari bagian-bagian tanaman. e) Pembubuman Pembubuman dilakukan setelah proses panen selesai. Cabang-cabang dan dahan serta ranting yang ditinggalkan sesudah panen yang letaknya dekat dengan tanah ditimbun setinggi 10-15 cm. Cabang yang letaknya jauh dari tanah dipatahkan bagian ujungnya (tidak terputus dari batang) dan bagian yang patah ditimbun dengan tanah. Dengan pembubuman ini diharapkan terbentuk rumpun tanaman yang padat dengan beberapa anakannya. Hasilnya diperoleh tunas dan dahan yang lebih banyak untuk pertumbuhan berikutnya. 5) Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Dalam budidaya, permasalahan hama dan penyakit tanaman merupakan faktor penting yang harus ditangani. Namun, karena tata cara pengelolaan yang dilakukan perusahaan telah mengikuti pola budidaya terkait masalah bibit unggul dan pemeliharaan yang rutin, maka dipastikan bahwa tanaman akan sangat jarang mendapat masalah terkait dengan hama dan penyakit tanaman. Oleh sebab itu, sampai saat ini belum ada tindakan pengendalian hama dan penyakit tanaman yang dilakukan oleh perusahaan. 54 6) Panen dan Pascapanen Kualitas minyak nilam yang dihasilkan tergantung dari kegiatan budidaya sampai pengolahan, termasuk kegiatan panen dan pasca panen. a) Panen Panen merupakan saat yang ditunggu oleh perusahaan. Panen merupakan masa perhitungan hasil yang akan diperoleh setelah menunggu berbulan-bulan waktu yang dihabiskan selama budidaya. Nilam dapat dipanen setelah tanaman berumur sekitar 6-7 bulan dan panen selanjutnya dilakukan setiap 2-3 bulan sekali, tergantung jadwal dan program penanaman. Pemanenan dilakukan dengan cara memotong daun dan ranting dengan menyisakan cabang dan daun setinggi minimal 15 cm. Pemotongan ranting dapat menumbuhkan tunas baru. Panen dilakukan pada pagi hari karena jika pemetikan daun dilakukan siang hari maka dikhawatirkan sel-sel daun menjadi kurang elastis dan mudah sobek. Sebagian besar bagian dari nilam mengandung minyak, seperti akar, batang, cabang, dan daun. Namun, kandungan minyak dalam daun nilam lebih tinggi daripada cabang, batang, dan akarnya. Alat yang biasanya digunakan pada saat panen adalah sabit, gunting, atau pisau yang tajam. Alat harus selalu bersih pada saat proses panen berlangsung. Pemotongan cabang/ranting dilakukan dari daun tingkat dua ke atas. Sementara cabang/ranting tingkat pertama ditinggalkan untuk pertumbuhan ranting dan daun baru. b) Pascapanen Pascapanen merupakan kegiatan yang dilakukan setelah pemanenan. Pada nilam, kegiatan pasca panen terdiri dari penjemuran hasil panen dan perawatan tanaman. Hasil panen berupa daun basah yang terdiri dari daun, ranting, dahan dan batang sebaiknya dipotong/dicincang/dirajang sepanjang 10-15 cm. Pemotongan dilakukan secara manual yaitu dengan menggunakan gunting. Setelah itu, daun dijemur di bawah sinar matahari sekitar 4 jam sehari selama 2-3 hari, yaitu mulai dari pukul 10.00-14.00. Penjemuran daun nilam dilakukan dengan meletakkan daun di atas gelaran tikar atau lantai semen yang bersih. Penjemuran dilakukan pada lahan terbuka 55 agar memperoleh sinar matahari secara langsung. Daun nilam dijemur sambil diangin-anginkan dengan ketebalam lapisan maksimal 50 cm. Lapisan daun dibolak-balik sebanyak 2-3 kali sehari selama 2-3 hari hingga diperoleh kadar air sebesar rata-rata 15 persen. Kadar air yang terkandung dalam daun ini harus dipertahankan sampai proses penyulingan berlangsung. Selain penjemuran secara langsung dibawah sinar matahari, perusahaan juga melakukan penjemuran dalam suatu ruangan. Hal ini merupakan suatu alternatif jika panen terjadi saat musim hujan. Daun nilam kering yang belum diproses atau disuling disimpan dalam gudang dan disusun dalam bentuk rak yang mempunyai ventilasi cukup untuk memperoleh angin/udara dengan tujuan untuk menghindari daun nilam kering terkena jamur. Agar diperoleh hasil yang sesuai dengan harapan pada panen berikutnya, baik dalam jumlah maupun percepatan waktu, maka dilakukan pemeliharaan terhadap tanaman pascapanen. Pemeliharaan tersebut berupa pembumbuman serta penyiraman secara teratur agar segera diperoleh daun dan ranting serta dahan yang baru. Gambar 6. Penjemuran di Luar Ruangan Gambar 7. Penjemuran di Dalam Ruangan 56 6.2.4.2. Penyulingan Nilam Penyulingan merupakan rangkaian proses dalam aktivitas budidaya tanaman. Pada umumnya penyulingan dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu penyulingan dengan air, penyulingan dengan uap langsung, dan penyulingan dengan uap tidak langsung. Namun proses penyulingan yang digunakan oleh perusahaan adalah penyulingan dengan uap tidak langsung. Sebagian besar penyulingan dengan uap tidak langsung menggunakan kayu bakar untuk memanaskan ketel uap, namun dalam hal ini perusahaan menggunakan heater yang membutuhkan tenaga listrik untuk menghasilkan panas. Hasil minyak yang akan diperoleh dari proses penyulingan merupakan output yang akan dijual dan dinilai serta dijadikan standar keberhasilan usaha. Mutu minyak nilam serta rendemen yang sesuai kriteria sangat dipengaruhi oleh jenis mesin dan sistem penyulingan yang digunakan. Prinsip dasar sistem penyulingan dengan uap tidak langsung adalah panggunaan uap bertekanan tinggi. Tabung pendidih dipisahkan dari tabung penyulingan. Artinya, tabung air tersendiri dan tabung tempat bahan yang disuling juga tersendiri. Jumlah tabung bahan dapat ditempatkan beberapa buah secara terpisah, sesuai kapasitas dari ketel uap (boiler) dengan kapasitas ketel tempat bahan atau daun kering. Namun dalam hal ini perusahaan masih menggunakan satu tabung bahan baku (ketel) dengan kapasitas 30 kg. Metode ini menghasilkan minyak berkualitas dengan rendemen tinggi. Selain itu, proses penyulingan berjalan relatif lebih cepat yaitu hanya 3 jam. Dalam satu hari proses penyulingan dilakukan sebanyak empat kali. Dimana dalam satu kali produksi menghasilkan minyak nilam sebanyak 0,9 kg. Untuk menghasilkan jumlah minyak lebih banyak, pembuatan mesin suling dapat dilakukan dengan memisahkan beberapa tabung bahan baku (2 atau 3 buah) dengan kapasitas yang sesuai dengan kemampuan boiler. Keberhasilan metode ini juga ditunjang oleh perlengkapan dan jenis bahan yang digunakan dalam penyulingan seperti bahan pipa pada bak penampung/kolam air yang tersedia, serta jumlah dan kapasitas air dalam jumlah banyak, cukup, serta mengalir. 57 Sebelum memulai proses penyulingan ada beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya mesin suling dibersihkan terlebih dahulu, melakukan kontrol tehadap seluruh saluran pipa pendingin serta ketersediaan air yang ada pada bak (kolam) pendingin, tempat penampung minyak harus dalam keadaan bersih, mempersiapkan tenaga penyuling (operator) dimana dalam hal ini perusahaan menggunakan 2-3 orang operator, mempersiapkan bahan baku daun kering yang sudah dirajang dalam jumlah yang sesuai dengan kapasitas ketel suling, serta memasukkan rajangan daun nilam tersebut ke dalam ketel suling. Pengisian ketel dilakukan secara merata dan padat pada seluruh bagian agar uap air yang ada dalam ketel dapat menyebar secara merata. Setelah semuanya dipersiapkan maka proses penyulingan dapat dilakukan. Mekanisme penyulingan dilakukan dengan memanaskan air dalam tabung untuk menghasilkan uap yang dilengkapi dengan pipa saluran pengisi air, indikator volume air, tekanan uap, serta pipa saluran uap yang menuju ketel suling. Fungsi indikator tekanan uap untuk mengontrol besar kecilnya tekanan uap yang dihasilkan oleh tabung uap. Tabung uap (boiler) dilengkapi instrumen pipa pengaman dalam bentuk saluran buang uap yang disertai keran buka-tutup. Pada suhu 92oC boiler akan menghasilkan uap air panas dan tekanan tinggi untuk mengaliri seluruh bagian daun yang disuling. Uap akan melakukan reaksi dengan daun yang disuling sehingga unsur minyak pada daun, ranting, dan akar akan ikut menguap melalui pori-pori dari bahan yang disuling. Selanjutnya, unsur minyak akan terbawa oleh uap air menuju pipa kondensor yang akan mencair menjadi cairan minyak dan air. Untuk menjaga pemisahan air dan minyak dalam kondisi baik, maka dibuat pipa kontrol pemisahan sebelum minyak dan air tersebut menuju penampungan terakhir. Oleh karena itu, tidak diperlukan lagi saringan yang lazim digunakan oleh para penyuling. Hasil akhir dari penyulingan diperoleh minyak nilam yang berkualitas dengan rendemen tinggi. Sedangkan sisa daun yang telah disuling tersebut dikumpulkan dan dapat dijadikan sebagai pupuk tanaman atau mulsa. 58 Daun kering yang telah dicacah Daun Kering Dimasukkan ke Dalam Ketel Suling Pemisahan Minyak Dengan Air. Minyak Masuk ke Dalam Jerigen dan Air Keluar Melaui Selang Penyulingan Minyak dan Air Gambar 9. Proses penyulingan 6.2.5. Hasil Analisis Aspek Teknis Berdasarkan hasil analisis terhadap aspek teknis, maka dapat dikatakan bahwa usaha penyulingan minyak nilam yang dilakukan oleh PT. Perkasa Primatama Mandiri layak untuk dijalankan. Tidak ada masalah yang menghambat jalannya kegiatan usaha penyulingan minyak nilam. 6.3. Aspek Manajemen PT. Perkasa Primatama Mandiri mempunyai struktur organisasi formal yang terdiri dari komisaris, direktur, manajer, bagian produksi, bagian accounting, bagian personalia, bagian purchasing, bagian marketing, mandor, dan operator. Dalam pelaksanaannya telah terdapat pembagian tugas yang jelas antara 59 pengelola dan karyawan. Struktur organisasi PT. Perkasa Primatama Mandiri dapat dilihat pada lampiran 7. Berdasarkan struktur organisasi tersebut, setiap bagian mempunyai tugas masing-masing diantaranya: 8) Komisaris d) Bertanggung jawab terhadap semua kegiatan dan mengkoordinir semua bagian. e) Mengkoordinasi manajemen untuk pengembangan dan kebijakan bisnis. f) Menandatangani sertifikat mutu. 9) Direktur c) Mendukung dan mempersiapkan pengembangan program bisnis. d) Mengelola sumber daya manusia perusahaan. 10) Manager d) Mengawasi kinerja perusahaan . e) Merencanakan, mengorganisir, serta mengawasi kegiatan serta hasil kerja dari masing-masing bagian yang ada dibawahnya. f) Membawahi semua bagian yang ada di perusahaan. 11) Kepala Bagian Personalia d) Merekrut karyawan yang akan diterima di perusahaan. e) Bertanggung jawab atas penilaian karyawan dari masing-masing bagian. f) Menandatangani surat-surat penting. 12) Kepala Bagian Produksi d) Memberikan atau membuat rencana kerja kepada kepala Mandor. e) Mengontrol hasil produksi. f) Bertanggung jawab atas pembuatan laporan hasil produksi kepada Manager. 13) Kepala Bagian Purchasing d) Bertanggung jawab atas penyediaan barang untuk keperluan perusahaan e) Mengadakan transaksi pembelian dengan perusahaan lain atau barangbarang yang akan diperlukan oleh perusahaan. 60 f) Membuat laporan hasil pembelian. 14) Kepala Bagian Accounting d) Mengawasi pencatatan akuntansi perusahaan. e) Menyiapkan laporan keuangan perusahaan. f) Menyiapkan dan menerbitkan standar-standar yang mengkoordinasikan pelaksanaan sistem dalam perusahaan termasuk metode pencatatan, pelaporan & prosedur-prosedur. 9) Kepala Bagian Marketing d) Mengelola kegiatan tim marketing untuk mencapai target pemasaran. e) Menerapkan dan memonitor pelaksanaan kebijakan marketing. f) Melaporkan dan mengkoordinasi informasi dan marketing ke manajemen 10) Kepala Mandor d) Membuat rencana kerja untuk anggota dan karyawan. e) Memperbaiki mutu produksi. f) Membuat laporan hasil mutu produksi yang disahkan oleh kepala bagian produksi. 11) Mandor Pembibitan c) Mengatur anggota sesuai dengan rencana kepala mandor. d) Menjaga mutu bibit dalam melakukan pembibitan yang disahkan oleh Kepala bagian produksi dan kepala mandor. 12) Mandor Pembukaan Lahan c) Mengatur anggota sesuai dengan rencana kepala mandor. d) Menjaga mutu lahan dalam melakukan pembabatan dan pembersihan lahan. 15) Mandor Penanaman c) Mengatur anggota sesuai dengan rencana kepala mandor. d) Menjaga mutu tanaman dalam melakukan penanaman dilahan supaya tanaman bisa tumbuh dengan baik. 16) Mandor Pemanenan dan Pemeliharaan c) Mengatur anggota sesuai dengan rencana kepala mandor. 61 d) Menjaga mutu panen tetap baik agar pada saat pemanenan berikutnya tetap bagus. 17) Mandor Penyulingan c) Mengatur anggota sesuai dengan rencana kepala mandor. d) Menjaga mutu minyak dalam melakukan penyulingan sampai menjadi minyak nilam yang siap di pasarkan Berdasarkan hasil analisis aspek manajemen, perusahaan ini layak untuk dijalankan. Karena selain memiliki struktur organisasi formal, juga terdapat pembagian tugas yang jelas antara pengelola dan karyawan perusahaan. 6.4. Aspek Hukum Hal yang perlu diperhatikan pada aspek hukum adalah bentuk badan hukum usaha yang dijalankan serta izin usaha yang diperoleh perusahaan. 6.4.1. Bentuk Badan Usaha Bentuk badan usaha yang digunakan oleh PT. Perkasa Primatama Mandiri adalah perseroan terbatas (PT). Modal yang digunakan berasal dari tiga orang investor, dimana modal terdiri dari saham-saham yang pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham yang dimilikinya, besarnya modal tercantum dalam anggaran dasar, kekayaan perusahaan terpisah dari kekayaan pribadi pemilik perusahaan sehingga memiliki harta kekayaan sendiri, pemilik saham mempunyai tanggung jawab yang terbatas, yaitu sebanyak saham yang dimiliki. Apabila utang perusahaan melebihi kekayaan perusahaan, maka kelebihan utang tersebut tidak menjadi tanggung jawab para pemegang saham, sedangkan apabila perusahaan mendapat keuntungan maka keuntungan tersebut dibagikan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Pemilik saham akan memperoleh bagian keuntungan yang disebut dividen yang besarnya tergantung pada besar-kecilnya keuntungan yang diperoleh perusahaan. 6.4.2. Izin Usaha PT. Perkasa Primatama Mandiri didirikan mengikuti persyaratan pendirian suatu perusahaan perseroan terbatas pada umumnya, yaitu menggunakan akta 62 resmi yang dibuat oleh notaris yang di dalamnya dicantumkan nama lain dari perseroan terbatas, modal, bidang usaha, alamat perusahaan, dan lain-lain. Selain itu, kegiatan usaha penyulingan minyak nilam yang dilakukan oleh PT. Perkasa Primatam Mandiri ini telah mendapatkan ijin perkebunan dari pemerintah, dibawah Dinas Perkebunan. 6.4.3. Hasil Analisis Aspek Hukum Berdasarkan analisis terhadap aspek hukum, maka dapat dikatakan bahwa perusahaan layak untuk dijalankan. Karena telah memiliki bentuk badan usaha yang jelas dan telah mendapatkan ijin usaha dari pemerintah setempat. 6.5. Aspek Sosial Ekonomi dan Lingkungan Keberadaan usaha penyulingan minyak nilam yang dijalankan oleh PT. Perkasa Primatama Mandiri sangat didukung oleh masyarakat sekitar karena tidak memberikan dampak buruk terhadap kondisi lingkungan daerah sekitar proyek. Adanya usaha penyulingan minyak nilam memberikan dampak positif terhadap masyarakat sekitar seperti menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat baik dalam penyerapan tenaga kerja maupun dalam pengadaan bibit. Keberhasilan perusahaan dalam sistem budidaya nilam menjadi motivasi bagi masyarakat untuk mengubah kebiasaan mereka dalam budidaya nilam, yang semula nilam hanya ditelantarkan menjadi lebih diperhatikan. Limbah hasil penyulingan juga tidak memberikan dampak buruk terhadap kesimbangan lingkungan karena dapat dimanfaatkan menjadi pupuk tanaman atau mulsa. Selain itu, keberadaan PT. Perkasa Primatama Mandiri juga akan memberikan kontribusi bagi pendapatan negara atau pemerintah daerah berupa pajak dari keuntungan usaha penyulingan minyak nilam tersebut. Adanya usaha penyulingan minyak nilam dengan cara modern ini juga memberi dampak positif terhadap perkembangan sistem penyulingan di dalam negeri yaitu dapat menggeser kebiasaan masyarakat dari penyulingan tradisional ke penyulingan modern. Dengan demikian dapat dihasilkan suatu minyak nilam yang lebih berkualitas. 63 Berdasarkan aspek sosial ekonomi dan lingkungan usaha penyulingan minyak nilam ini layak untuk dijalankan. Karena selain tidak memberikan dampak buruk berupa limbah yang dapat merusak lingkungan, kegiatan usaha ini memberikan manfaat yang banyak bagi masyarakat sekitar . 64 VII ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL Pada penelitian ini dilakukan analisis kelayakan finansial untuk menganalisis aspek finansial usaha penyulingan minyak nilam yang dilakukan oleh PT. Perkasa Primatama Mandiri. Analisis kelayakan finansial yang dilakukan pada kedua skenario bertujuan untuk melihat jenis skenario penyulingan minyak nilam manakah yang lebih menguntungkan untuk dijalankan. Untuk mengetahui hasil kelayakan usaha penyulingan minyak nilam akan dilihat dari kriteria-kriteria kelayakan finansial yang meliputi NPV, Net B/C, IRR, dan Payback Periode. 7.1. Analisis Hasil Inflow 7.1.1. Skenario I (Tanpa Penambahan Ketel Suling) Skenario I adalah usaha penyulingan minyak nilam yang dilakukan perusahaan saat ini dimana kapasitas mesin yang digunakan adalah 30 kg. Arus penerimaan pada skenario I ini diperoleh dari penjualan minyak nilam, penjualan daun nilam kering, dan nilai sisa biaya investasi. Pada skenario I, panen nilam tahun pertama dilakukan pada bulan ke-9, sedangkan untuk panen berikutnya dapat dilakukan setiap 3 bulan. Pada tahun pertama panen dapat dilakukan sebanyak 2 kali sedangkan tahun berikutnya panen dilakukan 4 kali. Hasil panen diperkirakan sebanyak 25 ton daun nilam basah atau 6,25 ton daun nilam kering per hektar. Sehingga pada tahun pertama diperoleh daun nilam basah sebanyak 500 ton atau 125 ton daun nilam kering. Pada tahun ke-2 dan ke-3 diperoleh daun nilam basah masing-masing sebanyak 1000 ton atau 250 ton daun nilam kering. Hasil panen tahun ke-1, ke-4, ke-7 dan ke-10 diasumsikan sama, sedangkan tahun ke-2 diasumsikan sama dengan tahun ke-3, ke-5, ke-6, ke-8, dan ke-9. Hal ini disebabkan karena nilam memiliki umur maksimum 3 tahun. Dengan demikian setelah berumur tiga tahun harus dilakukan penanaman kembali. Proses penyulingan pertama dilakukan pada bulan ke-10. Proses produksi (penyulingan) dilakukan sebanyak 4 kali dalam sehari. Hal ini disebabkan karena waktu yang dibutuhkan untuk penyulingan hanya 3 jam. Dalam satu kali produksi dihasilkan minyak nilam sebanyak 0,9 kg. Dimana daun nilam kering yang dibutuhkan dalam satu kali produksi adalah sebanyak 30 kg (sesuai kapasitas ketel suling). Dengan demikian total produksi minyak nilam yang diperoleh dalam satu hari adalah sebanyak 3,6 kg dengan kebutuhan nilam sebanyak 120 kg. Jumlah hari kerja dalam seminggu adalah 6 hari sehingga total produksi minyak nilam yang diperoleh dalam seminggu adalah sebanyak 21,6 kg dan dalam sebulan adalah 86,4 kg. Jumlah produksi minyak nilam pada tahun pertama dengan tahun berikutnya berbeda karena pada tahun pertama penyulingan dilakukan pada bulan ke-10 sehingga produksi hanya dilakukan 3 bulan sedangkan untuk tahun berikutnya dilakukan dalam satu tahun penuh. Jumlah produksi minyak nilam pada tahun pertama adalah 259,2 kg. Jumlah tersebut diperoleh dari total produksi satu bulan (86,4 kg) dikali dengan 3 bulan sedangkan jumlah produksi untuk tahun berikutnya diasumsikan tetap hingga tahun ke-10 yaitu masing-masing 1.036,8 kg per tahun yang diperoleh dari total produksi satu bulan dikali dengan 12 bulan (86,4 kg x 12). Proyeksi penjualan minyak nilam skenario I tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Proyeksi Penjualan Minyak Nilam Skenario I Harga Satuan (Rp) Tahun Jumlah Produksi (kg) 1 259,2 260.000 67.392.000 2 1.036,8 260.000 269.568.000 3 1.036,8 260.000 269.568.000 4 1.036,8 260.000 269.568.000 5 1.036,8 260.000 269.568.000 6 1.036,8 260.000 269.568.000 7 1.036,8 260.000 269.568.000 8 1.036,8 260.000 269.568.000 9 1.036,8 260.000 269.568.000 10 1.036,8 260.000 269.568.000 2.493.504.000 Total Nilai Penjualan (Rp) Total daun nilam kering yang digunakan untuk penyulingan dalam setahun adalah 34.560 kg, kecuali pada tahun pertama yang digunakan hanya 8.640 kg. Sementara hasil panen pada tahun ke-1, ke-4, ke-7, dan ke-10 masing-masing adalah 125.000 kg, sedangkan tahun ke-2, ke-3, ke-5, ke-6, ke-8 dan ke-9 masing- 66 masing adalah sebesar 250.000 kg. Dari total panen yang diperoleh dengan total nilam yang digunakan untuk penyulingan terdapat sisa daun kering yang tidak digunakan. Sisa daun kering tersebut dapat dijual kepada pedagang pengumpul untuk kemudian dijual kepada perusahaan lain yang juga menyuling nilam. Harga daun nilam kering per kg adalah Rp 5.000. Sisa daun nilam kering pada tahun pertama adalah 116.360 kg. Jumlah tersebut diperoleh dari total panen (125.000 kg) dikurangi dengan total daun yang telah digunakan untuk penyulingan ( 8.640 kg). Sedangkan sisa daun kering untuk tahun ke-2, ke-3, ke-5, ke-6, ke-8 dan ke-9 adalah sama yaitu masing-masing sebesar 215.440 kg, yang diperoleh dari 250.000 kg dikurangi dengan 34.560 kg. Sisa daun kering pada tahun ke-4, ke-7 dan ke-10 juga sama yaitu masing-masing sebesar 90.440 kg yang diperoleh dengan cara yang sama. Proyeksi penjualan daun nilam kering tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Proyeksi Penjualan Daun Kering Skenario I Tahun Jumlah Daun Kering (kg) 1 116.360 5.000 581.800.000 2 215.440 5.000 1.077.200.000 3 215.440 5.000 1.077.200.000 4 90.440 5.000 452.200.000 5 215.440 5.000 1.077.200.000 6 215.440 5.000 1.077.200.000 7 90.440 5.000 452.200.000 8 215.440 5.000 1.077.200.000 9 215.440 5.000 1.077.200.000 10 90.440 5.000 452.200.000 Total Harga Satuan (Rp) Nilai Penjualan (Rp) 8.401.600.000 Selain penjualan minyak nilam dan penjualan daun nilam kering, penerimaan perusahaan juga diperoleh dari nilai sisa (salvage value) biaya investasi yang masih ada hingga akhir umur proyek sehingga dapat ditambahkan sebagai manfaat proyek. Nilai sisa diperoleh dari penyusutan per tahun dari komponen investasi dikali dengan sisa tahun yang belum terpakai selama umur proyek. Biaya-biaya investasi pada skenario I yang masih memiliki nilai hingga 67 akhir umur proyek antara lain pipa paralon, cangkul, gergaji mesin, gunting panen, tembilang, kapak, pompa hama, alat penyiram, mesin generator, kereta sorong. Tabel 7. Nilai Sisa Biaya Investasi Proyek Skenario I No. Uraian 1. Pipa paralon 2. Cangkul 3. Harga Beli (Rp) Umur Ekonomis (Tahun) Penyusutan per Tahun (Rp) Nilai Sisa (Rp) 3.800.000 7 542.857 2.171.428 150.000 4 37.500 75.000 Gergaji mesin 5.500.000 4 1.375.000 2.750.000 4. Gunting panen 314.500 4 78.625 157.250 5. Linggis 100.000 4 25.000 50.000 6. Kapak 150.000 4 37.500 75.000 7. Pompa hama 207.500 4 51875 103.750 8. Alat siram 80.000 4 20.000 40.000 9. Mesin generator 1.450.000 4 350.000 700.000 10. Kereta sorong 1.400.000 4 362.500 725.000 6.847.428 Total 7.1.2. Skenario II (Adanya Penambahan Ketel Suling 100 Kg) Skenario II adalah rancangan usaha apabila perusahaan ingin meningkatkan kapasitas produksi melalui penambahan jumlah ketel suling untuk mengoptimalkan kinerja mesin suling mengingat kapasitas mesin suling yang digunakan saat ini masih mampu menampung penambahan ketel suling kapasitas 100 kg. Selain itu dengan penambahan jumlah ketel suling, daun kering nilam yang dihasilkan dari budidaya dapat digunakan secara maksimal dan minyak nilam yang dihasilkan lebih banyak sehingga produksi optimum dapat tercapai dan diperoleh keuntungan yang maksimal. Arus penerimaan pada skenario II sama dengan skenario I yaitu diperoleh dari penjualan minyak nilam, penjualan daun nilam kering, dan nilai sisa biaya investasi. Hanya saja pada skenario II terjadi peningkatan kapasitas produksi minyak nilam sehingga total daun nilam yang digunakan, hasil minyak nilam, dan penjualannya juga meningkat. Total daun nilam kering yang digunakan dalam satu hari meningkat yaitu dari 120 kg 68 menjadi 520 kg sedangkan untuk satu tahun menjadi 149.760 kg. Namun pada tahun pertama nilam yang digunakan dalam satu tahun adalah 37.440 kg karena penyulingan dilakukan hanya tiga bulan. Minyak nilam yang dihasilkan juga meningkat yaitu dari 3,6 kg per hari menjadi 15,6 kg per hari dan per bulannya menjadi 374,4 kg. Sama halnya seperti skenario I penyulingan pada skenario II juga dilakukan pada bulan ke-10 karena panen baru dapat dilaksanakan pada bulan ke-9. Jumlah produksi pada tahun pertama adalah sebesar 1.123,2 kg yang diperoleh dari total produksi per bulan (374,4 kg) dikali dengan total bulan penyulingan (3 bulan), sedangkan jumlah produksi untuk tahun berikutnya diasumsikan sama hingga tahun ke-10 yaitu masing-masing sebesar 4.492,8 kg per tahun yang diperoleh dari total produksi per bulan dikali dengan 12 bulan. Proyeksi penjualan minyak nilam tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Proyeksi Penjualan Minyak Nilam pada Skenario II Tahun Jumlah Produksi (kg) 1 1.123,2 260.000 292.032.000 2 4.492,8 260.000 1.168.128.000 3 4.492,8 260.000 1.168.128.000 4 4.492,8 260.000 1.168.128.000 5 4.492,8 260.000 1.168.128.000 6 4.492,8 260.000 1.168.128.000 7 4.492,8 260.000 1.168.128.000 8 4.492,8 260.000 1.168.128.000 9 4.492,8 260.000 1.168.128.000 10 4.492,8 260.000 1.168.128.000 Total Harga Jual (Rp) Nilai Penjualan (Rp) 10.805.184.000 Penambahan ketel suling menyebabkan sisa daun nilam kering pada skenario II lebih sedikit daripada skenario I. Jumlah sisa daun nilam kering per tahun diperoleh dengan mengurangkan total panen dengan jumlah daun kering yang digunakan per tahun. Total panen pada skenario I dan II adalah sama. Pada tahun pertama sisa daun kering yang tidak digunakan adalah sebesar 87.560 kg yang diperoleh dari 125.000 dikurangi total daun yang digunakan pada tahun pertama yaitu 37.440 kg. Sisa daun pada tahun ke-2, ke-3, ke-5, ke-6, ke-8, dan 69 ke-9 seharusnya sama yaitu 100.240 kg karena hasil panennya adalah sebesar 250.000 kg per tahun. Namun pada tahun ke-3, ke-6 dan ke-9 sisa daun tersebut dibagi dua untuk menutupi kebutuhan daun kering pada tahun ke-4, ke-7, dan ke-9 karena hasil panennya hanya 125.000 kg per tahun sementara kebutuhan daun untuk penyulingan per tahun adalah 149.760. Sisa daun yang tidak disuling dapat dijual kepada pedagang pengumpul untuk kemudian dijual kepada perusahaan lain yang juga menyuling nilam. Harga daun nilam kering per kg adalah Rp 5.000. Proyeksi penjualan daun nilam kering tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Proyeksi Penjualan Daun Kering pada Skenario II Tahun Jumlah Daun Kering (kg) Harga Jual (Rp) Nilai Penjualan (Rp) 1 87.560 5.000 437.800.000 2 100.240 5.000 501.200.000 3 50.120 5.000 250.600.000 4 25.360 5.000 126.800.000 5 100.240 5.000 501.200.000 6 50.120 5.000 250.600.000 7 25.360 5.000 126.800.000 8 100.240 5.000 501.200.000 9 50.120 5.000 250.600.000 10 25.360 5.000 126.800.000 Total 3.073.600.000 Selain penjualan minyak nilam dan penjualan daun nilam kering, penerimaan perusahaan juga diperoleh dari nilai sisa (salvage value) biaya investasi yang masih ada hingga akhir umur proyek sehingga dapat ditambahkan sebagai manfaat proyek. Biaya-biaya investasi pada skenario II yang masih memiliki nilai hingga akhir umur proyek sama dengan skenario I. Nilai sisa diperoleh dari penyusutan per tahun dikali dengan sisa tahun yang belum terpakai selama umur proyek. Rincian biaya-biaya investasi yang masih memiliki nilai hingga akhir dapat dilihat pada Tabel 10. 70 Tabel 10. Nilai Sisa Biaya Investasi Proyek pada Skenario II No. Uraian 1. Pipa paralon 2. Cangkul 3. 4. Harga Beli (Rp) Umur Ekonomis (Tahun) Penyusutan per Tahun (Rp) Nilai Sisa (Rp) 3.800.000 7 542.857 2.171.428 150.000 4 37.500 75.000 Gergaji mesin 5.500.000 4 1.375.000 2.750.000 Gunting panen 314.500 4 78.625 157.250 5. Linggis 100.000 4 25.000 50.000 6. Kapak 150.000 4 37.500 75.000 7. 8. 9. 10. Pompa hama Alat siram Mesin generator Kereta sorong 207.500 80.000 1.450.000 1.400.000 Total 4 4 4 4 51875 20.000 350.000 362.500 103.750 40.000 700.000 725.000 6.847.428 7.2. Analisis Hasil Outflow 7.2.1. Skenario I (Tanpa Penambahan Ketel Suling) Arus pengeluaran pada skenario I terdiri dari pengeluaran untuk biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi adalah biaya-biaya yang dikeluarkan pada tahun pertama proyek. Biaya investasi skenario I terdiri dari: 1. Bibit yang digunakan merupakan bibit setek batang yang dibeli dari masyarakat sekitar. Bibit yang dibutuhkan adalah 240.000 batang, dimana jumlah tersebut sudah termasuk bibit untuk penyulaman. Biaya untuk pembelian bibit hanya dikeluarkan pada tahun pertama karena pembibitan pada tahun berikut menggunakan bibit setek batang yang diambil dari lahan. 2. Lahan digunakan untuk budidaya nilam. Lahan tersebut merupakan lahan sewa dengan harga Rp 1.000.000 per ha per tahun dengan luas lahan 10 ha, sehingga total biaya investasi untuk lahan adalah Rp 100.000.000 untuk 10 tahun masa proyek. 4. Bangunan dua lantai berupa kantor dan bangunan fungsional lain yang digunakan untuk proses produksi seperti ruang penyulingan, ruang penyimpanan, ruang pengeringan, dan lain-lain. 71 5. Kolam air digunakan sebagai tempat penampungan air yang dibutuhkan untuk proses penyulingan. Ukuran kolam adalah 4 m x 1,5 m. 6. Pipa paralon 2 inch yang digunakan untuk mengalirkan air dari kaki gunung ke perusahaan. 7. Rak pengeringan yang digunakan sebagai tempat pengeringan daun nilam yang dijemur di dalam ruangan. Rak pengeringan terdiri dari empat tingkat dengan ukuran 3 m x 10 m. 8. Alat pertanian yang terdiri dari cangkul, gergaji mesin, gunting, linggis, kapak, pompa hama, dan alat siram. 9. Terpal yang digunakan sebagai alas untuk menjemur nilam basah yang dijemur di luar ruangan (dibawah sinar matahari langsung). 10. Kereta sorong yang digunakan untuk mengangkut nilam hasil panen, bibit nilam yang akan ditanam, dan sebagainya. 11. Mesin generator yang digunakan sebagai cadangan sumber aliran listrik jika mesin genset bermasalah ataupun rusak. 12. Timbangan gantung dan timbangan duduk yang digunakan untuk menimbang daun nilam kering sebelum disuling dan sebagainya. 13. Alat pengukur PA (Patchouli Alcohol) yang digunakan untuk mengukur PA dari minyak yang dihasilkan. 14. Mesin suling yang terdiri dari ketel uap (boiler), ketel suling, kondensor (ulir), tempat penampung dan pemisah minyak nilam dengan air (oil water separator), pipa-pipa dan pelengkap lain (termometer, keran buka-tutup, indikator volume air, indikator tekanan uap, dan lain-lain), serta heater dan panel-panel. 15. Mesin genset (diesel) Ps 130 yang digunakan sebagai mesin penghasil listrik yang dibutuhkan untuk produksi dan keperluan rumah tangga. Mesin genset menghasilkan tenaga listrik sebesar 18.000 watt, dimana 15.000 watt untuk kebutuhan mesin suling dan 3.000 watt untuk keperluan rumah tangga dan lain-lain. 16. Mobil pick up dan motor yang digunakan sebagai alat transportasi. 72 17. Komputer, meja dan kursi, printer, dan stabilizer yang digunakan untuk keperluan kantor. Tabel 11. Biaya Investasi Skenario I No. 1. Uraian Umur Ekonomis (Tahun) Satuan Harga/satuan (Rp) Volume Nilai (Rp) Batang 200 240.000 48.000.000 10 3. Bibit Sewa lahan (10 tahun) Bangunan 4. Kolam air Unit 1.200.000 5. Pipa Paralon Unit 38.000 6. Rak pengeringan Unit 2.000.000 1 2.000.000 10 7. Cangkul Unit 30.000 5 150.000 4 8. Gergaji mesin Unit 5.500.000 1 5.500.000 4 9. Gunting Unit 31.450 10 314.500 4 10. Linggis Unit 20.000 5 100.000 4 11. Kapak Unit 30.000 5 150.000 4 12. Pompa hama Unit 207.500 1 207.500 4 13. Alat siram Unit 40.000 2 80.000 4 14. Terpal Rol 600.000 1 600.000 2 15. Kereta sorong Unit 350.000 4 1.400.000 4 16. Mesin generator Unit 1.450.000 1 1.450.000 4 17. Timbangan gantung Unit 200.000 1 200.000 5 18. Timbangan duduk Unit 1.100.000 1 1.100.000 5 19. Alat ukur PA Unit 900.000 1 900.000 5 20. Mesin suling : Ketel suling Unit 32.175.000 1 32.175.000 10 Boiler Unit 16.500.000 1 16.500.000 10 Kondensor Unit 19.250.000 1 19.250.000 10 Oil water separator Pipa dan pelengkap lain Hiter dan panel Unit 2.750.000 1 2.750.000 10 1 5.500.000 10 16.500.000 1 16.500.000 10 21. Mesin genset Ps 130 Unit 38.500.000 1 38.500.000 10 22. Mobil pick up Unit 40.000.000 1 40.000.000 10 23. Motor Unit 14.000.000 3 42.000.000 10 24. Komputer Unit 6.000.000 2 12.000.000 5 25. Meja dan kursi Set 2.500.000 4 10.000.000 10 26. Printer Unit 600.000 2 1.200.000 5 27. Stabilizer Unit 500.000 2 1.000.000 5 2. Ha 10.000.000 10 100.000.000 10 Unit 50.000.000 1 50.000.000 10 1 1.200.000 10 100 3.800.000 7 Set Set 5.500.000 73 Selain biaya investasi, perusahaan juga harus mengeluarkan biaya reinvestasi. Biaya reinvestasi adalah biaya yang dikeluarkan apabila komponen pada biaya investasi yang dikeluarkan telah habis umur ekonomisnya. Tidak semua biaya investasi mengalami reinvestasi, hanya beberapa biaya saja yang umur ekonomisnya tidak selama umur proyek. Biaya reinvestasi yang dikeluarkan oleh perusahaan dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Biaya Reinvestasi pada Skenario I No. Uraian Satuan Harga/satuan (Rp) Volume Nilai (Rp) Umur Ekonomis (Tahun) 3.800.000 7 1. Pipa paralon Unit 38.000 100 2. Cangkul Unit 30.000 5 150.000 4 3. Gergaji mesin Unit 5.500.000 1 5.500.000 4 4. Gunting Unit 31.450 10 314.500 4 5. Linggis Unit 20.000 5 100.000 4 6. Kapak Unit 30.000 5 150.000 4 7. Pompa hama Unit 207.500 1 207.500 4 8. Alat siram Unit 40.000 2 80.000 4 9. Terpal Rol 600.000 1 600.000 2 10. Kereta sorong unit 350.000 4 1.400.000 4 11. Mesin generator unit 1.450.000 1 1.450.000 4 12. Timbangan gantung unit 200.000 1 200.000 5 13. Timbangan duduk unit 1.100.000 1 1.100.000 5 14. Alat ukur PA unit 900.000 1 900.000 5 15. Komputer unit 6.000.000 2 12.000.000 5 16. Printer unit 600.000 2 1.200.000 5 17. Stabilizer unit 500.000 2 1.000.000 5 Biaya operasional adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melakukan proses produksi. Biaya operasional terdiri dari biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel pada skenario I terdiri dari biaya yang dikeluarkan polibag, karung, jerigen, solar, dan bensin. Polibag dan karung sama-sama digunakan dalam budidaya nilam. Polibag digunakan sebagai tempat bibit pada saat pembibitan sebelum bibit ditanam ke lahan. Polibag yang digunakan berukuran 15 cm x 21 cm. Polibag digunakan dalam 3 tahun sekali yaitu hanya pada saat melakukan pembibitan. Karung digunakan sebagai tempat penyimpanan daun nilam baik 74 nilam basah maupun kering. Penggunaan karung diasumsikan tetap selama umur proyek karena nilam yang dihasilkan juga tetap. Namun apabila terjadi perluasan lahan yang menyebabkan nilam yang ditanam lebih banyak maka kebutuhan karung juga akan meningkat. Jerigen digunakan sebagai tempat penyimpanan minyak nilam yang telah dihasilkan. Satuan dari jerigen yang digunakan adalah liter sedangkan hasil minyak yang diperoleh menggunakan satuan kg. Oleh karena itu untuk memperoleh jumlah jerigen yang dibutuhkan dalam satu tahun, hasil minyak nilam harus dikonversi ke dalam liter. Dimana hasil produksi minyak nilam dalam satu tahun adalah 1.036,8 kg. Dari hasil konversi tersebut diperoleh bahwa minyak nilam yang dihasilkan dalam satu tahun adalah 1152 liter. Jerigen yang akan digunakan adalah jerigen yang berukuran 15 liter. Dengan demikian diperoleh kebutuhan jerigen dalam satu tahun yaitu 77 buah. Namun pada tahun pertama penyulingan dilakukan hanya 3 bulan, hal ini disebabkan karena daun nilam baru dapat dipanen pada bulan ke-10. Oleh sebab itu kebutuhan akan jerigen pada tahun pertama lebih sedikit dibandingkan pada tahun berikutnya. Pada tahun pertama minyak yang dihasilkan adalah 259,2 kg. Jika dikonversi ke dalam liter maka jumlah minyak yang dihasilkan pada tahun pertama adalah 288 liter. Sehingga jerigen yang dibutuhkan adalah sebanyak 20 buah. Solar digunakan sebagai bahan bakar untuk mesin diesel (genset). Kebutuhan solar dalam sebulan adalah 1680 liter. Kebutuhan solar pada tahun pertama juga lebih sedikit daripada tahun berikutnya yaitu sebesar 5.040 liter, sedangkan untuk tahun berikutnya adalah 20.160 liter. Selain bahan bakar solar, perusahaan juga mengeluarkan biaya untuk bahan bakar bensin. Bensin digunakan sebagai bahan bakar alat transportasi. Rincian biaya variabel pada skenario I dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Biaya Variabel pada Skenario I No. Uraian Satuan 1. 2. 3. 4. 5. Polibag Karung Jerigen Solar Bensin Buah Buah Buah Liter Liter Harga (Rp) 40,3 1.000 30.000 4.300 4.500 Tahun 1 Volume Nilai (Rp) 240.000 9.672.000 50 50.000 20 600.000 5.040 21.672.000 2.400 10.800.000 Tahun 2-10 Volume Nilai (Rp) 240.000 9.672.000 50 50.000 77 2.310.000 20.160 86.688.000 2.400 10.800.000 75 Selain biaya variabel, biaya operasional yang juga dikeluarkan oleh perusahaan adalah biaya tetap. Biaya tetap yang dikeluarkan perusahaan berupa gaji, biaya pemeliharaan alat-alat investasi, serta pajak bumi dan bangunan (PBB). Sistem kompensasi yang digunakan oleh perusahaan adalah gaji dibayar per bulan baik gaji untuk pengelola maupun karyawan. Hal ini disebabkan karena pada umumnya tenaga kerja perusahaan merupakan tenaga kerja tetap. Oleh sebab itu jumlah pengeluaran untuk tenaga kerja dalam satu tahun juga tetap. Semua tenaga kerja sudah memiliki tugas masing-masing. Biaya pemeliharaan alat investasi merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk perawatan barang-barang investasi sehingga usaha tetap dapat berlangsung. Alat-alat investasi yang membutuhkan pemeliharaan diantaranya bangunan, mesin, alat transportasi, dan alat kantor. Pajak bumi dan bangunan (PBB) dikeluarkan sebesar Rp 276.000 setiap tahun. Rincian biaya tetap pada skenario I dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Biaya Tetap Skenario I No. 1. 2. 3. Uraian Harga/Satuan (Rp) Total/Tahun (Nilai) Satuan Volume Gaji Kepala Bagian orang/bulan 5 1.500.000 9.000.000 Gaji Kepala Mandor orang/bulan 1 1.250.000 15.000.000 Gaji Staf Administrasi orang/bulan 4 1.000.000 48.000.000 Gaji TK Budidaya orang/bulan 35 1.000.000 420.000.000 Gaji TK Penyulingan orang/bulan 3 1.000.000 36.000.000 Gaji: Biaya pemeliharaan: Bangunan Tahun 1.500.000 1.500.000 Mesin Tahun 6.000.000 6.000.000 Alat transportasi Tahun 2.000.000 2.000.000 Alat kantor Tahun 1.200.000 1.200.000 PBB Tahun 276.000 276.000 7.2.2. Skenario II (Adanya Penambahan Ketel Suling 100 Kg) Arus pengeluaran pada skenario II sama dengan skenario I yaitu terdiri dari pengeluaran untuk biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi skenario II juga sama dengan skenario I, hanya saja pada skenario II terdapat 76 penambahan ketel suling kapasitas 100 kg dengan harga Rp 80.437.500. Rincian biaya investasi skenario II dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Biaya Investasi Skenario II No . 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. Uraian Satuan Harga/satuan (Rp) Volume Nilai (Rp) Bibit Sewa lahan (10 tahun) Bangunan Kolam air Pipa Paralon Rak pengeringan Cangkul Gergaji mesin Gunting panen Linggis Kapak Pompa hama Alat siram Terpal Kereta sorong Mesin generator Timbangan gantung Timbangan duduk Alat ukur PA Mesin suling : Ketel suling 30 kg Ketel suling 100 kg Boiler Kondensor Oil water separator Pipa dan pelengkap lain Hiter dan panel Mesin genset Ps 130 Mobil pick up Motor Komputer Meja dan kursi Printer Stabilizer batang 200 240.000 48.000.000 Umur Ekonomis (Tahun) 10 Ha 10.000.000 10 100.000.000 10 unit unit unit unit unit unit unit unit unit unit unit rol unit unit unit unit unit 50.000.000 1.200.000 38.000 2.000.000 30.000 5.500.000 31.450 20.000 30.000 207.500 40.000 600.000 350.000 1.450.000 200.000 1.100.000 900.000 1 1 100 1 5 1 10 5 5 1 2 1 4 1 1 1 1 50.000.000 1.200.000 3.800.000 2.000.000 150.000 5.500.000 314.500 100.000 150.000 207.500 80.000 600.000 1.400.000 1.450.000 200.000 1.100.000 900.000 10 10 7 10 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 5 5 5 unit unit unit unit unit 32.175.000 80.437.500 16.500.000 19.250.000 2.750.000 1 1 1 1 1 32.175.000 80.437.500 16.500.000 19.250.000 2.750.000 10 10 10 10 10 1 5.500.000 10 1 1 1 3 2 4 2 2 16.500.000 38.500.000 40.000.000 42.000.000 12.000.000 10.000.000 1.200.000 1.000.000 10 10 10 10 5 10 5 5 set set unit unit unit Unit Set Unit Unit 5.500.000 16.500.000 38.500.000 40.000.000 14.000.000 6.000.000 2.500.000 600.000 500.000 77 Selain biaya investasi, perusahaan juga mengeluarkan biaya reinvestasi. Biaya reinvestasi adalah biaya yang dikeluarkan apabila komponen pada biaya investasi yang dikeluarkan telah habis umur ekonomisnya. Biaya reinvestasi yang dikeluarkan oleh perusahaan pada skenario II sama dengan skenario I yaitu dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Biaya Reinvestasi pada Skenario II No. Uraian Satuan Harga/satuan (Rp) Volume Nilai (Rp) Umur Ekonomis (Tahun) 3.800.000 7 1. Pipa paralon Unit 38.000 100 2. Cangkul Unit 30.000 5 150.000 4 3. Gergaji mesin Unit 5.500.000 1 5.500.000 4 4. Gunting panen Unit 31.450 10 314.500 4 5. Linggis Unit 20.000 5 100.000 4 6. Kapak Unit 30.000 5 150.000 4 7. Pompa hama Unit 207.500 1 207.500 4 8. Alat siram Unit 40.000 2 80.000 4 9. Terpal Rol 600.000 1 600.000 2 10. Kereta sorong Unit 350.000 4 1.400.000 4 11. Mesin generator Unit 1.450.000 1 1.450.000 4 12. Timbangan gantung Unit 200.000 1 200.000 5 13. Timbangan duduk Unit 1.100.000 1 1.100.000 5 14. Alat ukur PA Unit 900.000 1 900.000 5 15. Komputer Unit 6.000.000 2 12.000.000 5 16. Printer Unit 600.000 2 1.200.000 5 17. Stabilizer Unit 500.000 2 1.000.000 5 Biaya operasional adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melakukan proses produksi. Biaya operasional terdiri dari biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel pada skenario II sama dengan skenario I yaitu terdiri dari biaya yang dikeluarkan untuk polibag, karung, jerigen, solar dan bensin. Biaya yang dikeluarkan untuk polibag dan karung sama dengan skenario I karena lahan yang digunakan sama yaitu 10 ha dengan kebutuhan bibit 240.000 batang sehingga hasil panen yang diperoleh juga sama. Namun pada skenario II terjadi peningkatan kebutuhan jerigen dan solar karena disesuaikan dengan hasil dan proses produksi yang dikakukan. Kebutuhan jerigen pada tahun pertama 78 meningkat dari 20 buah menjadi 84 buah. Sedangkan untuk tahun berikutnya juga meningkat dari 77 buah menjadi 333 buah. Adanya peningkatan kapasitas produksi menyebabkan waktu yang dibutuhkan dalam satu kali penyulingan bertambah menjadi 4 jam sehingga kebutuhan solar meningkat dari 1680 liter menjadi 2.016 liter per bulan. Pada tahun pertama solar yang dibutuhkan adalah sebesar 6.048 liter (2.016 x 3) sedangkan untuk tahun berikutnya kebutuhan solar diasumsikan sama yaitu sebesar 24.192 liter. Rincian biaya variabel pada skenario II dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Biaya Variabel pada Skenario II No. Uraian Satuan Harga (Rp) Tahun 1 Volume Tahun 2-10 Nilai (Rp) Volume Nilai (Rp) 1. Polibag Buah 40,3 240.000 9.672.000 240.000 9.672.000 2. 3. Karung Jerigen Buah buah 1.000 30.000 50 84 50.000 2.520.000 50 333 50.000 9.990.000 4. Solar liter 4.300 6.048 26.006.400 24.192 5. Bensin 10.800.000 4.500 Tahun 2.400 4.500 104.025.600 10.800.000 Selain biaya variabel, biaya operasional yang juga dikeluarkan oleh perusahaan adalah biaya tetap. Biaya tetap yang dikeluarkan perusahaan pada skenario II juga sama dengan skenario I yaitu berupa gaji, biaya pemeliharaan alat-alat investasi, dan pajak bumi dan bangunan (PBB). Rincian biaya tetap pada skenario II dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Biaya Tetap Skenario II No. Uraian 1. Gaji: Gaji Kepala Bagian Gaji Kepala Mandor Gaji Staf Administrasi Gaji TK Budidaya Gaji TK Penyulingan Biaya pemeliharaan: Bangunan Mesin Alat transportasi Alat kantor PBB 2. 3. Harga/Satuan (Rp) Total/Tahun (Rp) Satuan Volume orang/bulan orang/bulan orang/bulan orang/bulan orang/bulan 5 1 4 35 3 1.500.000 1.250.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun - 1.500.000 6.000.000 2.000.000 1.200.000 276.000 1.500.000 6.000.000 2.00032000 1.200.000 276.000 79 7.3. Analisis Kelayakan Finansial 7.3.1. Skenario I (Tanpa Penambahan Ketel Suling) Kelayakan finansial usaha penyulingan minyak nilam pada skenario I dapat dilihat dari beberapa kriteria yaitu NPV, Net B/C, IRR, dan Payback Periode. Hasil cashflow pada skenario ini dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Hasil Analisis Finansial Skenario I Kriteria Net Present Value (Rp) Net Benefit and Cost Ratio Internal Rate of Return (%) Payback Periode (Tahun) Hasil 563.632.317 2,93 119,64 1,99 (1 tahun 11 bulan 26 hari) Berdasarkan analisis finansial diatas dapat dilihat bahwa usaha penyulingan minyak nilam dengan kapasitas mesin 30 kg memperoleh NPV > 0, yaitu sebesar Rp 563.632.317 yang artinya bahwa usaha penyulingan minyak nilam ini layak untuk dijalankan. Nilai NPV sama dengan Rp 563.632.317 menunjukkan manfaat bersih yang diterima dari usaha penyulingan minyak nilam skenario I selama umur proyek terhadap tingkat diskon (discount rate) yang berlaku (33,3 persen). Kriteria lain yang dianalisis adalah Net B/C, pada skenario I ini diperoleh nilai Net B/C > 1 yaitu sebesar 2,93 yang menyatakan bahwa usaha penyulingan minyak nilam pada skenario I ini layak dijalankan. Nilai Net B/C sama dengan 2,93 artinya setiap Rp 1 biaya yang dikeluarkan selama umur proyek menghasilkan 2,93 satuan manfaat bersih. IRR yang diperoleh dari analisis finansial skenario I adalah 119,64 persen dimana IRR tersebut lebih besar dari discount factor (rate) yang berlaku yaitu 33,3 persen. Nilai IRR tersebut menunjukkan tingkat pengembalian internal proyek sebesar 119,64 persen dan karena IRR > 33,3 persen, maka usaha ini layak dan menguntungkan. Skenario I ini memiliki periode pengembalian biaya investasi selama 1 tahun 11 bulan 26 hari. 80 7.3.2. Skenario II (Adanya Penambahan Ketel Suling 100 Kg) Kelayakan finansial usaha penyulingan minyak nilam pada skenario II dapat dilihat dari beberapa kriteria yaitu NPV, Net B/C, IRR, dan Payback Periode. Hasil cashflow pada skenario ini dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Hasil Analisis Finansial Skenario II Kriteria Net Present Value (Rp) Net Benefit and Cost Ratio Internal Rate of Return (%) Payback Periode (Tahun) Hasil 967.063.500 4,18 164,42 1,73 (1 tahun 8 bulan 24 hari) Berdasarkan analisis finansial diatas dapat dilihat bahwa peningkatan kapasitas produksi dengan penambahan ketel suling 100 kg (kapasitas mesin 130 kg) memperoleh NPV > 0, yaitu sebesar Rp 967.063.500 yang artinya bahwa usaha penyulingan minyak nilam pada skenario II ini layak untuk dijalankan. Nilai NPV sama dengan Rp 967.063.500 menunjukkan manfaat bersih yang diterima dari usaha penyulingan minyak nilam skenario II selama umur proyek terhadap tingkat diskon (discount rate) yang berlaku (33,3 persen). Kriteria lain yang dianalisis adalah Net B/C, pada skenario II ini diperoleh dari nilai Net B/C > 1 yaitu sebesar 4,18 yang menyatakan bahwa usaha penyulingan minyak nilam pada skenario II layak dijalankan. Nilai Net B/C sama dengan 4,18 artinya setiap Rp 1 biaya yang dikeluarkan selama umur proyek menghasilkan 4,18 satuan manfaat bersih. IRR yang diperoleh dari analisis finansial skenario II adalah 164,42 persen dimana IRR tersebut lebih besar dari discount factor (rate) yang berlaku yaitu 33,3 persen. Nilai IRR tersebut menunjukkan tingkat pengembalian internal proyek sebesar 164.42 persen dan karena IRR > 33,3 persen, maka usaha ini layak dan menguntungkan. Skenario III ini memiliki periode pengembalian biaya investasi selama 1 tahun 8 bulan 24 hari. 7.4. Analisis Switching Value Analisis sensitivitas digunakan untuk melihat pengaruh perubahan elemen proyek yang terjadi terhadap manfaat pada proyek. Analisis ini bertujuan untuk melihat apa yang terjadi dengan hasil analisis proyek apabila ada suatu perubahan 81 dalam dasar-dasar perhitungan biaya atau benefit. Analisis sensitivitas dapat dilakukan dengan menggunakan nilai pengganti (switching value) sampai memperoleh nilai NPV yang mendekati nol. 7.4.1. Skenario I (Tanpa Penambahan Ketel Suling) Hasil switching value pada skenario I adalah sebagai berikut. Tabel 21. Hasil Analisis Switching Value Skenario I No. Uraian Besar Perubahan (%) 1. Penurunan harga jual minyak nilam dan daun kering 18,94 2. Penurunan jumlah produksi minyak nilam dan daun kering 18,94 Hasil switching value pada skenario I menunjukkan bahwa batas maksimal perubahan terhadap penurunan harga jual dan jumlah produksi minyak nilam dan daun kering masing-masing adalah 18,94 persen. Apabila perubahan yang terjadi melebihi batas tersebut, maka usaha penyulingan minyak nilam pada skenario I ini menjadi tidak layak atau tidak menguntungkan. Berdasarkan hasil analisis switching value terhadap skenario I dapat disimpulkan bahwa penurunan harga jual dan produksi minyak nilam dan daun kering merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kelayakan usaha pada skenario I. 7.4.2. Skenario II (Adanya Penambahan Ketel Suling 100 Kg) Hasil switching value pada skenario II adalah sebagai berikut. Tabel 22. Hasil Analisis Switching Value Skenario II No. Uraian Besar Perubahan (%) 1. Penurunan harga jual minyak nilam dan daun kering 26,38 2. Penurunan jumlah produksi minyak nilam dan daun kering 26,38 Hasil switching value pada skenario II menunjukkan bahwa batas maksimal perubahan terhadap penurunan harga jual dan jumlah produksi minyak nilam dan daun kering masing-masing adalah 26,38 persen. Apabila perubahan yang terjadi melebihi batas tersebut, maka usaha penyulingan minyak nilam pada skenario II ini menjadi tidak layak atau tidak menguntungkan. Berdasarkan hasil analisis switching value terhadap skenario II dapat disimpulkan bahwa penurunan 82 harga jual dan produksi merupakan faktor yang berpengaruh besar terhadap kelayakan usaha pada skenario II. 7.5. Perbandingan Hasil Analisis Kelayakan Finansial Skenario I dan II Kedua skenario usaha penyulingan minyak nilam ini layak untuk dijalankan. Namun pada skenario I daun kering belum digunakan secara maksimal dalam penyulingan sehingga penerimaan yang diperoleh dari penjualan daun nilam kering lebih besar daripada penjualan minyak nilam. Hal ini disebabkan karena kapasitas ketel suling yang digunakan sangat kecil yaitu 30 kg. Oleh sebab itu peningkatan kapasitas produksi dengan penambahan jumlah ketel suling yang dilakukan pada skenario II merupakan salah satu alternatif agar daun nilam kering yang dihasilkan perusahaan dapat dimanfaatkan dengan maksimal sehingga dapat menghasilkan keuntungan maksimal juga. Untuk melihat jenis pengusahaan yang paling menguntungkan untuk dijalankan, dapat dilihat dari perbandingan hasil kelayakan finansial ketiga skenario pada tabel 23. Tabel 23. Perbandingan Hasil Kelayakan Finansial Skenario I dan II Kriteria Skenario I Net Present Value (Rp) 967.063.500 2,93 4,18 119,64 164,42 1,99 (1 tahun 11 bulan 26 hari) 1,73 (1 tahun 8 bulan 24 hari) Net Benefit and Cost Ratio Internal Rate of Return (%) Payback Periode (Tahun) Skenario II 563.632.317 Tabel di atas menunjukkan bahwa skenario II merupakan skenario yang memberikan keuntungan paling besar dibandingkan dengan skenario I. Berdasarkan hasil analisis finansial, nilai NPV skenario II lebih besar daripada skenario I. Demikian juga dengan nilai Net B/C dan IRR, skenario II menghasilkan Net B/C dan IRR yang lebih besar daripada kedua skenario yang lain. Sedangkan masa pengembalian biaya investasi (payback periode) skenario II relatif lebih cepat dibanding skenario I. 7.6. Perbandingan Hasil Analisis Switching Value Skenario I dan II Perbandingan tingkat sensitivitas usaha penyulingan minyak nilam pada ketiga skenario dapat dilihat dari hasil analisis switching value. Berikut adalah 83 tabel perbandingan hasil switching value pada ketiga skenario penyulingan minyak nilam. Tabel 24. Perbandingan Hasil Switching Value Skenario I dan II Perubahan Penurunan harga jual minyak nilam dan daun kering Penurunan jumlah produksi minyak nilam dan daun kering Skenario I (%) Skenario II (%) 18,94 26,38 18,94 26,38 Hasil analisis switching value antara skenario I dan II di atas dapat diketahui bahwa skenario I merupakan skenario yang paling sensitif terhadap perubahan. Batas maksimal perubahan terhadap penurunan harga jual dan jumlah produksi yang masih memberikan keuntungan pada skenario I masing-masing adalah sebesar 18,94 persen. Sedangkan untuk skenario II masing-masing sebesar 26,38 persen. Berdasarkan hasil analisis switching value, dapat disimpulkan bahwa penurunan harga jual dan jumlah produksi adalah faktor yang lebih berpengaruh terhadap kelayakan kedua skenario. Jadi berdasarkan analisis di atas skenario yang paling menguntungkan untuk diusahakan dan memiliki tingkat sensitivitas yang kecil terhadap perubahan adalah skenario II yaitu usaha dengan peningkatan kapasitas produksi melalui penambahan jumlah ketel suling kapasitas 100 kg. 84 VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil analisis kelayakan non finansial yaitu analisis aspek pasar, teknis, manajemen, hukum, dan sosial ekonomi dan lingkungan, usaha penyulingan minyak nilam yang dijalankan oleh PT. Perkasa Primatama Mandiri layak untuk dijalankan. 2. Usaha penyulingan minyak nilam yang dilakukan pada kedua skenario layak untuk dijalankan. Dari kedua skenario tersebut, skenario II merupakan skenario yang memberikan keuntungan paling besar. Hal ini dilihat dari hasil analisis finansial yang menunjukkan bahwa NPV skenario II > NPV skenario I, begitu pula dengan nilai Net B/C dan IRR nya. Sama halnya dengan payback period, skenario II lebih cepat dalam hal pengembalian biaya investasi dibandingkan dengan skenario I. 3. Berdasarkan hasil analisis switching value, skenario I yaitu usaha penyulingan minyak nilam yang saat ini dijalankan adalah jenis usaha yang lebih sensitif terhadap perubahan baik penurunan harga jual maupun penurunan jumlah produksi. Batas maksimal penurunan harga jual dan jumlah produksi minyak nilam dan daun kering yang masih memberikan keuntungan pada skenario I masing-masing adalah 18,94 persen. Penurunan harga jual dan jumlah produksi minyak nilam dan daun kering merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kelangsungan usaha penyulingan minyak nilam pada pola I dan II. 8.2. Saran 1. Perusahaan sebaiknya melakukan skenario II yaitu melakukan peningkatan kapasitas produksi dengan penambahan jumlah ketel suling kapasitas 100 kg terhadap usaha yang dilakukan saat ini agar daun kering yang dihasilkan dari budaya dapat digunakan secara maksimal sehingga dapat mencapai kapasitas produksi optimum perusahaan. Selain itu, skenario II juga lebih menguntungkan dan lebih dapat bertahan apabila terjadi perubahan seperti penurunan harga jual produksi. 2. Perusahaan sebaiknya meningkatkan kegiatan promosi melalui website sehingga semua orang baik yang ada di dalam negeri maupun luar negeri dapat mengetahui informasi tentang minyak nilam yang dihasilkan oleh perusahaan. 3. Perusahaan sebaiknya melakukan kontrak dengan perusahaan lain yang menjadi pasar tujuan minyak nilam yang dihasilkan perusahaan. Hal ini bertujuan agar perusahaan terhindar dari kerugian akibat harga minyak nilam yang berfluktuatif karena harga yang diterima perusahaan akan relatif lebih stabil. 86 DAFTAR PUSTAKA Afni K. 2008. Analisis kelayakan pengusahaan lobster air tawar (Kasus K’Blat’S Farm Kec. Gunung Guruh, Kab. Sukabumi, Jawa Barat) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. [Ballitro] Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. 2007. Syarat Mutu Beberapa Minyak Atsiri. Bogor: Ballitro. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Statistik Perdagangan Luar Negeri. Jakarta: BPS Pusat. Departemen Agribisnis. 2008. Panduan Penulisan Proposal dan Skripsi. Bogor: Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Edi E. 2002. Sistem agribisnis nilam di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Gittinger JP. 1986. Analisis Ekonomi Proyek Pertanian. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Husnan S, Muhammad. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Edisi ke-4. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Husnan S, Suwarsono. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Ed ke-4. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Ibrahim HMY. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Ed Revisi. Jakarta: Rineka Cipta. Kadariah, Karlina L, Gray C. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Ed Revisi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Kotler P. 2005. Manajemen Pemasaran Jilid 2. Ed ke-11. Jakarta: Indeks. Kusumawati D. 2008. Kelayakan pengusahaan jarak pagar pada kebun induk jarak pagar Pakuon, Sukabumi [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Lipsey RG. 1995. Pengantar Mikroekonomi Jilid 1. Ed ke-10. Jakarta: Binarupa Aksara. Mangun HMS. 2005. Nilam. Jakarta: Penebar Swadaya. Maulana MES. 2008. Analilis kelayakan usaha pembuatan bandeng isi pada BANISI di Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Naiborhu AP. 2004. Analisis kelayakan finansial dan pemasaran minyak pala (Studi Kasus pada PT Pavettia Atsisri Indonesia di Bogor) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Raziah. 2007. Analisis nilai tambah dan dayasaing ekspor minyak atsiri Indonesia [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Romansyah. 2002. Studi pengembangan agroindustri minyak nilam (patchouli oil) skala kecil di Kabupaten Asahan-Sumaetra Utara [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rustiana IN. 2008. Analisis kelayakan usaha pengolahan puree mangga (Studi Kasus Pada CV. Promindo Utama, Desa Losari Lor, Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Triwagia M. 2003. Analisis kelayakan dan peranan pemerintah dalam usaha agroindustri penyulingan nilam (Studi Kasus Pabrik Mitra Usaha Jaya, Tasikmalaya) [skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Umar H. 2005. Studi Kelayakan Bisnis. Ed ke-3. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Wijaya R. 2002. Rekayasa model sistem penunjang keputusan investasi perkebunan inti rakyat komoditi minyak atsiri [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Wulansari NI. 2005. Analisis kelayakan ekonomi usahatani nilam (Kasus Desa Jatiwangi, Kecamatan Pakenjeng, Kabupaten Garut) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 88 LAMPIRAN Lampiran 1. Jenis Minyak Atsiri yang Disuplai dari Indonesia No. Nama Minyak Nama Dagang 1. Nilam Patchouli oil 2. Akar wangi Vetiver oil 3. Sereh Wangi Citronella oil 4. Kenanga Cananga oil 5. Kemukus Cubeb oil 6. Kayu Putih Cajeput oil 7. Sereh Dapur Lemon grass 8. Cengkeh Cloves oil 9 Cendana Sandalwood oil 10. Pala Nutmeg oil 11. Lada Pepper oil 12. Kayu Manis Cinamon oil Sumber: Raziah, 2007 90 Lampiran 2. Daftar Tanaman Atsiri Penghasil Minyak Atsiri yang Berkembang di Indonesia No. Tanaman Nama Latin Sumber Minyak 1. Adas Foenicullum vulgare Buah dan Biji 2. Akar wangi Vetiveria zizanoides Akar 3. Anis Clausena anisata Buah dan Biji 4. Bangle Zingiber purpureum Roxb. Akar 5. Cempaka Michelia champaca Cempaka 6. Cendana Santalum album Kayu Teras 7. Cengkeh Syzygium aromaticum Bunga 8. Eucalyptus Eucalyptus sp. Daun 9. Gaharu Aquilaria sp Kayu 10. Gandapura Gaultheria sp. Daun & Gagang 11. Jahe Zingiber officinale Akar 12. Jeringau Acarus calamus 13. Jeruk Purut Citrus hystrix Buah 14. Kapulaga Amomum Cardamomum Buah dan Biji 15. Kayu Manis Cinnamomum cassia Batang 16. Kayu Putih Melaleuca leucadendron LI Daun 17. Kemangi Basil Oil Daun 18. Kemukus Piper cubeba L. Buah 19. Kenanga Canangium odoratum Bunga 20. Kencur Caempreria galangal Akar 21. Ketumbar Coriandrum sativum Buah dan Biji 22. Klausena Clausena anisata Biji 23. Kunyit Curcuma domestica Akar 24. Lada Piper nigrum L. Buah dan Biji 25. Lawang K K 26. Lengkuas Hutan Alpinia Malacensis Akar 27. Lengkuas Hutan Alpinia Malacensis Oil Akar 28. Manis Cinnamomum casea Daun 29. Massoi Criptocaria massoia Batang 30. Mawar Rosa sp. Bunga 31. Melati Jasminum sambac Bunga 32. Mentha Mentha arvensis Daun 33. Nilam Pogostemon cablin Daun 34. Pala Myristica fragrans Houtt Biji dan Fuli 35. Palmarosa Cymbopogon martini Daun 36. Pinus Pinus merkusii Getah 37. Rosemari Rosmarinus officinale Bunga 38. Sedap Malam Polianthes tuberose Bunga 91 Lampiran 2. Daftar Tanaman Atsiri Penghasil Minyak Atsiri yang Berkembang di Indonesia (Lanjutan) 39. Selasih Mekah Ocimum gratissimum Bunga 40. Seledri Avium graveolens L. Daun, Batang 41. Sereh Dapur Andropogon citrates Daun 42. Sereh Wangi Cymbopogon citrates Daun 43. Sirih Piper bitle K 44. Surawung Pohon Backhousia citriodora Daun 45. Temulawak Curcuma xanthorizza Akar 46. Ylang-ylang Canangium odoratum Bunga Sumber: http://www.atsiri-indonesia.com/tanaman.php 92 Lampiran 3. Ekspor Minyak Nilam Indonesia ke Negara Tujuan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. Negara Singapore United States France Netherlands Switzerland India Spain Germany United Kingdom United Arab Emirates China Japan Pakistan Belgium Brazil Hongkong Italy South Africa Australia Turkey Chile Mexico Argentina Philippines Canada Malaysia Bahrain Taiwan, Province of China Korea Thailand Russian Federation New Zealand Brunei Darussalam Ireland Kenya Reunion Bangladesh Sweden New Caledonia Austria Tunisia Kuwait Total 2003 6,378 1,808 3,057 764 3,129 753 617 598 1,139 3 54 210 458 1 6 68 19 12 5 32 13 5 36 19,165 Value in US$ 000 2004 2005 10,422 17,107 2,456 5,645 4,955 3,872 941 5,749 1,700 2,239 950 2,020 1,421 2,337 1,157 1,306 1,189 1,952 280 120 434 813 251 198 1 5 549 13 44 24 10 39 1 5 19 32 36 109 96 15 4 8 178 6 78 7 12 168 1 1 15 3 6 0 7 0 0 16 5 3 27,137 43,894 2006 15,633 5,592 4,725 3,676 3,339 3,180 1,998 1,542 1,133 950 686 581 320 142 100 82 48 47 41 26 24 18 17 13 10 10 10 9 8 7 7 6 4 1 0 0 43,984 Sumber: Pusat Data Statistik, 2003-2006 93 Lampiran 4. Grafik Tren Pertumbuhan Produksi Nilam Indonesia Trend Analysis Plot for INDONESIA Linear Trend Model Yt = 2359 - 204.7*t 2400 Variable Actual Fits 2300 Accuracy Measures MAPE 12,3 MAD 222,8 MSD 49740,1 INDONESIA 2200 2100 2000 1900 1800 1700 1600 1500 1 2 3 4 Index 94 Lampiran 5. Grafik Tren Pertumbuhan Ekspor Minyak Nilam Indonesia Trend Analysis Plot for Volume Ekspor(ton) Linear Trend Model Yt = 748 + 572*t Variable Actual Fits Volume Ekspor(ton) 3000 Accuracy Measures MAPE 10,3 MAD 198,5 MSD 39553,5 2500 2000 1500 1000 1 2 3 4 Index Trend Analysis Plot for Nilai Ekspor (US $ 000) Linear Trend Model Yt = 10741,5 + 9121,4*t 50000 Variable Actual Fits Nilai Ekspor (US $ 000) 45000 Accuracy Measures MAPE 8 MAD 2894 MSD 11980424 40000 35000 30000 25000 20000 1 2 3 4 Index 95 Lampiran 6. Kuisioner Kelayakan Usaha Penyulingan Minyak Nilam A. KARAKTERISTIK USAHA Alasan mengusahakan : Modal usaha 1. Sendiri 2. Pinjaman 3. Investor 4. Lainnya : Luas lahan : Jenis nilam yang diusahakan dan yang dibeli : Metode Penyulingan yang digunakan 1. Penyulingan dengan air 2. Penyulingan dengan uap dan air 3. Penyulingan dengan uap : Intensitas Penyulingan : Pengairan diambil dari mana 1. Sendiri 2. Pinjaman 3. Lainnya : Ha Kali/Tahun B. KOMPONEN OUTFLOW 1. Komponen Investasi Uraian Jumlah (Ukuran) Harga Per Satuan (Rp/Unit) Nilai (Rp) Umur Ekonomis (Tahun) Tanah (m2) a. Sewa b. Milik Sendiri c. Lainnya… Tanaman Tenaga Kerja (HOK) a. Pembukaan lahan b. Pengolahan tanah c. Pembuatan lubang d. Persiapan bibit e. Pembuatan rumah naungan f. Penanaman Lainnya… 96 1. Komponen Investasi (Lanjutan) Bahan a. Bibit b. Pasir c. Sekam d. Pupuk Kandang e. Insektisida f. Bambu g. Atap Pelindung h. Polibag Peralatan Pertanian a. Traktor b. Cangkul c. Sabit Lainnya… Bangunan a. Gudang bahan baku b. Gudang bahan pembantu c. Gudang produk jadi d. Ruang penyulingan e. Ruang pengemasan f. Lantai jemur g. Ruang pengeringan h. Bak (kolam) air Lainnya… Mesin a. Ketel distilasi b. Boiler c. Kondensor d. Oil water separator e. Oil filter f. Oil storage tank g. Cooling unit Perizinan Transportasi a. Truk sedang b. Mobil Lainnya… Peralatan Kantor a. Komputer b. Meja dan Kursi Lainnya… 97 2. Komponen Biaya Operasional a. Biaya Variabel Uraian Jumlah (Ukuran) Harga Per Satuan (Rp/Unit) Umur Nilai Ekonomis (Rp) (Tahun) Ket Tenaga Kerja (HOK) a. Pemupukan b. Penyulaman c. Penyiangan d. Pemangkasan e. Pembumbuman f. Pengendalian OPT g. Pemanenan h. Pasca Panen - Pembersihan - Penjemuran - Penyimpanan - Perawatan tanaman i. Penyulingan j. Monitoring hasil j. Pengendalian mutu minyak k. Pengemasan l. Penyimpanan Bahan a. Pupuk - Kandang - SP 36 - Urea - KCL - NPK b. Insektisida - Curacron - Gandasil - Dursban - Sanvit - Antrakol - Kapur “bagus” c. Daun kering d. Kayu bakar e. Minyak tanah Transportasi a. Bahan bakar Lainnya… Perlengkapan Kantor Biaya Pengairan 98 b. Biaya Tetap Uraian Jumlah (Ukuran) Harga Per Satuan (Rp/Unit) Umur Nilai Ekonomis (Rp) (Tahun) Ket Biaya Listrik Biaya Telepon TK Tetap TK Pengelola a. Manajer b. Operator Mesin Lainnya… Biaya Perawatan a. Bangunan b. Mesin c. Peralatan pertanian d. Alat Transportasi e. Alat Kantor Lainnya… 3. Pembayaran Bunga dan Pinjaman Jenis Pembayaran Jumlah (Rp) Periode (Tahun) 4. Pembayaran Pajak Jenis Pajak Periode (Tahun) Jumlah (Rp) Pajak Bumi dan Bangunan Lainnya… 99 C. KOMPONEN INFLOW 1. Komponen Penerimaan Jenis Penerimaan Harga Jual (Rp/Kg) Jumlah Produksi (Kg) Periode (Tahun) Jumlah (Rp) Penjualan Minyak Nilam - Kondisi terbaik - Kondisi normal - Kondisi terburuk Penjualan Sampingan 2. Kredit Sumber Kredit Jumlah (Rp) Periode (Bulan) 3. Subsidi Sumber Subsidi Jumlah (Rp) Periode (Bulan) 4. Nilai Sisa Uraian Nilai Perolehan (Rp) Umur Ekonomis Nilai Sisa (Rp) Nilai Penyusutan (Rp) Bangunan Ketel distilasi Boiler Kondensor Oil water separator Oil filter Oil storage tank Cooling unit Lainnya… 100 D. ASPEK PASAR 1. Berapa proyeksi permintaan minyak nilam? 2. Kemana pasar tujuan minyak nilam? 3. Berapa proporsi penjualan untuk tiap pasar? 4. Bagaimana persaingan yang dihadapi perusahaan? a. Jumlah perusahaan pesaing b. Diversifikasi produk dengan pesaing c. Perbandingan harga dengan pesaing d. Lainnya 5. Bagaimana perkiraan penjualan di masa yang akan datang? 6. Berapa harga jual minyak nilam? 7. Bagaimana jalur pemasaran minyak nilam? 8. Apakah ada kendala dalam pemasaran minyak nilam? 9. Berapa pangsa pasar dari minyak nilam? E. ASPEK TEKNIS 1. Bagaimana lingkungan agroekosistem yang harus dipenuhi dalam usaha penyulingan minyak nilam? 2. Fasilitas produksi dan peralatan apa saja yang harus disediakan dalam usaha penyulingan minyak nilam? Alasa pemilihan teknologi? Ketepatan penggunaan teknologi? 3. Bagaimana ketersediaan bahan baku dan sarana produksi yang harus disediakan dalam usaha penyulingan minyak nilam? 4. Bagaimana ketersediaan tenaga kerja yang dibutuhkan dalam usaha penyulingan minyak nilam? 5. Tenaga kerja apa saja yang dibutuhkan dalam proses produksi 6. Bagaimana prosedur yang harus dipenuhi dalam proses budi daya nilam? 7. Berapa proyeksi produksi optimum yang akan dicapai? Kapan? 8. Bagaimana aksesibilitas yang harus dipenuhi agar usaha penyulingan minyak nilam dapat berjalan lancar? 9. Apa saja kendala produksi yang dapat terjadi pada usaha penyulingan minyak nilam? 101 F. ASPEK MANAJEMEN 1. Bentuk organisasi / badan usaha yang dipilih? Alasan! a. CV b. Firma c. PT d. Lainnya… 2. Bagaimana struktur manajemen perusahaan? 3. Bagaimana pembagian kerja? 4. Bagaimana sistem kompensasi perusahaan? G. ASPEK HUKUM 1. Bagaimana prosedur pendirian usaha penyulingan minyak nilam? 2. Bagaimana peraturan pemerintah terhadap pendirian usaha penyulingan minyak nilam? 3. Apa saja pajak dan sistem pajak yang berpengaruh pada pendirian usaha penyulingan minyak nilam? H. ASPEK SOSIAL EKONOMI DAN LINGKUNGAN 1. Bagaimana tanggapan masyarakat dengan adanya usaha penyulingan minyak nilam? a. Menolak / mendukung b. Lainnya… 2. Sebutkan manfaat/dampak tidak langsung adanya usaha penyulingan minyak nilam, baik positif maupun negatif a. Ada / tidaknya limbah yang dihasilkan b. Lainnya… 102 Lampiran 7. Struktur Organisasi PT. Perkasa Primatama Mandiri Komisaris Direktur Manajer Kepala Bagian Produksi Kepala Bagian Acconting Kepala Bagian Personalia Kepala Bagian Purchasing Kepala Bagian Marketing Kepala Mandor Staf Adminitrasi Staf Adminitrasi Staf Adminitrasi Staf Adminitrasi Mandor Pembibitan Mandor PembukaanLahan Mandor Penanaman Operator Operator Operator Mandor Pemanenan Operator Mandor Penyulingan Operator 103 Lampiran 8. Jadwal Tanam dan Panen No. Uraian Tahun 1 Persiapan bibit Pengolahan tanah Penanaman Penyulaman Penyiangan Pemangkasan Panen Pembumbuman Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4 Bulan 5 Bulan 6 Bulan 7 Bulan 8 Bulan 9 Bulan 10 Bulan 11 Bulan 12 Tahun 2-3 Penyiangan Pemangkasan Panen Pembumbuman Tahun 4 Persiapan bibit Pengolahan tanah Penanaman Penyulaman Penyiangan Pemangkasan Panen Pembumbuman Tahun 5-6 Penyiangan Pemangkasan Panen Pembumbuman 104 Tahun 7 Persiapan bibit Pengolahan tanah Penanaman Penyulaman Penyiangan Pemangkasan Panen Pembumbuman Tahun 8-9 Penyiangan Pemangkasan Panen Pembumbuman Tahun 10 Persiapan bibit Pengolahan tanah Penanaman Penyulaman Penyiangan Pemangkasan Panen Pembumbuman 105 Lampiran 9. Laporan Rugi Laba Usaha Penyulingan Minyak Nilam Skenario I Uraian Inflow 1. Penjualan 2. Penjualan daun nilam kering 3. Nilai Sisa Total Inflow Outflow 1. Penyusustan Investasi Bibit Bangunan Kolam air Pipa paralon Rak pengeringan Cangkul Gergaji mesin Gunting Linggis Kapak Pompa hama Alat siram Terpal Kereta sorong Mesin generator Timbangan gantung Timbangan duduk Alat ukur PA Mesin suling Mesin genset Ps 130 Mobil pick up Motor Komputer Meja dan kursi Printer Stabilizer Total Penyusutan Investasi 2. Biaya Operasional 1 2 3 4 Tahun 5 6 7 8 9 10 67.392.000 269.568.000 269.568.000 269.568.000 269.568.000 269.568.000 269.568.000 269.568.000 269.568.000 269.568.000 581.800.000 1.077.200.000 1.077.200.000 452.200.000 1.077.200.000 1.077.200.000 452.200.000 1.077.200.000 1.077.200.000 649.192.000 1.346.768.000 1.346.768.000 721.768.000 1.346.768.000 1.346.768.000 721.768.000 1.346.768.000 1.346.768.000 452.200.000 6.847.428 728.615.428 4.800.000 5.000.000 120.000 542.857 200.000 37.500 1.375.000 78.625 25.000 37.500 51.875 20.000 300.000 350.000 362.500 40.000 220.000 180.000 9.267.500 3.850.000 4.000.000 4.200.000 2.400.000 1.000.000 240.000 200.000 38.898.357 4.800.000 5.000.000 120.000 542.857 200.000 37.500 1.375.000 78.625 25.000 37.500 51.875 20.000 300.000 350.000 362.500 40.000 220.000 180.000 9.267.500 3.850.000 4.000.000 4.200.000 2.400.000 1.000.000 240.000 200.000 38.898.357 4.800.000 5.000.000 120.000 542.857 200.000 37.500 1.375.000 78.625 25.000 37.500 51.875 20.000 300.000 350.000 362.500 40.000 220.000 180.000 9.267.500 3.850.000 4.000.000 4.200.000 2.400.000 1.000.000 240.000 200.000 38.898.357 4.800.000 5.000.000 120.000 542.857 200.000 37.500 1.375.000 78.625 25.000 37.500 51.875 20.000 300.000 350.000 362.500 40.000 220.000 180.000 9.267.500 3.850.000 4.000.000 4.200.000 2.400.000 1.000.000 240.000 200.000 38.898.357 4.800.000 5.000.000 120.000 542.857 200.000 37.500 1.375.000 78.625 25.000 37.500 51.875 20.000 300.000 350.000 362.500 40.000 220.000 180.000 9.267.500 3.850.000 4.000.000 4.200.000 2.400.000 1.000.000 240.000 200.000 38.898.357 4.800.000 5.000.000 120.000 542.857 200.000 37.500 1.375.000 78.625 25.000 37.500 51.875 20.000 300.000 350.000 362.500 40.000 220.000 180.000 9.267.500 3.850.000 4.000.000 4.200.000 2.400.000 1.000.000 240.000 200.000 38.898.357 4.800.000 5.000.000 120.000 542.857 200.000 37.500 1.375.000 78.625 25.000 37.500 51.875 20.000 300.000 350.000 362.500 40.000 220.000 180.000 9.267.500 3.850.000 4.000.000 4.200.000 2.400.000 1.000.000 240.000 200.000 38.898.357 4.800.000 5.000.000 120.000 542.857 200.000 37.500 1.375.000 78.625 25.000 37.500 51.875 20.000 300.000 350.000 362.500 40.000 220.000 180.000 9.267.500 3.850.000 4.000.000 4.200.000 2.400.000 1.000.000 240.000 200.000 38.898.357 4.800.000 5.000.000 120.000 542.857 200.000 37.500 1.375.000 78.625 25.000 37.500 51.875 20.000 300.000 350.000 362.500 40.000 220.000 180.000 9.267.500 3.850.000 4.000.000 4.200.000 2.400.000 1.000.000 240.000 200.000 38.898.357 4.800.000 5.000.000 120.000 542.857 200.000 37.500 1.375.000 78.625 25.000 37.500 51.875 20.000 300.000 350.000 362.500 40.000 220.000 180.000 9.267.500 3.850.000 4.000.000 4.200.000 2.400.000 1.000.000 240.000 200.000 38.898.357 106 a. Biaya Variabel Polibag Karung Jerigen Solar Bensin Total Biaya Variabel b. Biaya Tetap Gaji kepala bagian Gaji kepala mandor Gaji staf administrasi Gaji TK budidaya Gaji TK penyulingan Biaya pemeliharaan bangunan Biaya pemeliharaan mesin Biaya pemeliharaan alat transportasi Biaya pemeliharaan alat kantor PBB Total Biaya Tetap Total Outflow EBIT Biaya Bunga EBT Pajak Penghasilan Laba bersih setelah pajak 9.672.000 50.000 600.000 21.672.000 10.800.000 42.794.000 0 50.000 2.310.000 86.688.000 10.800.000 99.848.000 0 50.000 2.310.000 86.688.000 10.800.000 99.848.000 9.672.000 50.000 2.310.000 86.688.000 10.800.000 109.520.000 0 50.000 2.310.000 86.688.000 10.800.000 99.848.000 0 50.000 2.310.000 86.688.000 10.800.000 99.848.000 9.672.000 50.000 2.310.000 86.688.000 10.800.000 109.520.000 0 50.000 2.310.000 86.688.000 10.800.000 99.848.000 0 50.000 2.310.000 86.688.000 10.800.000 99.848.000 9.672.000 50.000 2.310.000 86.688.000 10.800.000 109.520.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 276.000 538.976.000 620.668.357 28.523.643 0,000 28.523.643 2.852.364 25.671.279 276.000 538.976.000 677.722.357 669.045.643 0,000 669.045.643 183.213.693 485.831.950 276.000 538.976.000 677.722.357 669.045.643 0,000 669.045.643 183.213.693 485.831.950 276.000 538.976.000 687.394.357 34.373.643 0,000 34.373.643 3.437.364 30.936.279 276.000 538.976.000 677.722.357 669.045.643 0,000 669.045.643 183.213.693 485.831.950 276.000 538.976.000 677.722.357 669.045.643 0,000 669.045.643 183.213.693 485.831.950 276.000 538.976.000 687.394.357 34.373.643 0,000 34.373.643 3.437.364 30.936.279 276.000 538.976.000 677.722.357 669.045.643 0,000 669.045.643 183.213.693 485.831.950 276.000 538.976.000 677.722.357 669.045.643 0,000 669.045.643 183.213.693 485.831.950 276.000 538.976.000 687.394.357 41.221.071 0,000 41.221.071 4.122.107 37.098.964 107 Lampiran 10. Cashflow Skenario I, Penyulingan Dengan Kapasitas Mesin 30 Kg (Tanpa Penambahan Ketel Suling) Uraian Inflow 1. Penjualan minyak nilam 2. Penjualan daun nilam kering 3. Nilai Sisa Total Inflow Outflow 1. Biaya Investasi Bibit Sewa lahan Bangunan Kolam air Pipa paralon Rak pengeringan Cangkul Gergaji mesin Gunting Linggis Kapak Pompa hama Alat siram Terpal Kereta sorong Mesin generator Timbangan gantung Timbangan duduk Alat ukur PA Mesin suling Mesin genset Ps 130 Mobil pick up Motor Komputer Meja dan kursi Printer 2 3 4 Tahun 5 6 7 8 9 67.392.000 581.800.000 269.568.000 1.077.200.000 269.568.000 1.077.200.000 269.568.000 452.200.000 269.568.000 1.077.200.000 269.568.000 1.077.200.000 269.568.000 452.200.000 269.568.000 1.077.200.000 269.568.000 1.077.200.000 649.192.000 1.346.768.000 1.346.768.000 721.768.000 1.346.768.000 1.346.768.000 721.768.000 1.346.768.000 1.346.768.000 1 48.000.000 100.000.000 50.000.000 1.200.000 3.800.000 2.000.000 150.000 5.500.000 314.500 100.000 150.000 207.500 80.000 600.000 1.400.000 1.450.000 200.000 1.100.000 900.000 92.675.000 38.500.000 40.000.000 42.000.000 12.000.000 10.000.000 1.200.000 10 269.568.000 452.200.000 6.847.428 728.615.428 3.800.000 600.000 150.000 5.500.000 314.500 100.000 150.000 207.500 80.000 600000 1.400.000 1.450.000 600.000 150.000 5.500.000 314.500 100.000 150.000 207.500 80.000 600000 1.400.000 1.450.000 200.000 1.100.000 900.000 12.000.000 1.200.000 108 Stabilizer Total Biaya Investasi 2. Biaya Operasional a. Biaya Variabel Polibag Karung Jerigen Solar Bensin Total Biaya Variabel b. Biaya Tetap Gaji kepala bagian Gaji kepala mandor Gaji staf administrasi Gaji TK budidaya Gaji TK penyulingan Biaya pemeliharaan bangunan Biaya pemeliharaan mesin Biaya pemeliharaan alat transportasi Biaya pemeliharaan alat kantor PBB Total Biaya Tetap 3. Pajak penghasilan Total Outflow Net Benefit DF 33,3 % PV DF 33,3 % PV Negatif PV Positif NPV NET B/C IRR Payback Periode 1.000.000 454.527.000 9.952.000 1.000.000 16.400.000 0 600.000 0 600.000 3.800.000 9.952.000 0 9.672.000 50.000 600.000 21.672.000 10.800.000 42.794.000 0 50.000 2.310.000 86.688.000 10.800.000 99.848.000 0 50.000 2.310.000 86.688.000 10.800.000 99.848.000 9.672.000 50.000 2.310.000 86.688.000 10.800.000 109.520.000 0 50.000 2.310.000 86.688.000 10.800.000 99.848.000 0 50.000 2.310.000 86.688.000 10.800.000 99.848.000 9.672.000 50.000 2.310.000 86.688.000 10.800.000 109.520.000 0 50.000 2.310.000 86.688.000 10.800.000 99.848.000 0 50.000 2.310.000 86.688.000 10.800.000 99.848.000 9.672.000 50.000 2.310.000 86.688.000 10.800.000 109.520.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 1.500.000 6.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 1.500.000 6.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 1.500.000 6.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 1.500.000 6.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 1.500.000 6.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 1.500.000 6.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 1.500.000 6.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 1.500.000 6.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 1.500.000 6.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 1.500.000 6.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 1.200.000 276.000 538.976.000 2.852.364 1.039.149.364 -389.957.364 0,750 -292.541.159 -292.541.159 856.173.476 563.632.317 2,927 119,637% 1,991 1.200.000 276.000 538.976.000 183.213.693 822.037.693 524.730.307 0,563 295.308.434 1.200.000 276.000 538.976.000 183.213.693 822.637.693 524.130.307 0,422 221.283.394 1.200.000 276.000 538.976.000 3.437.364 651.933.364 69.834.636 0,317 22.118.225 1.200.000 276.000 538.976.000 183.213.693 831.989.693 514.778.307 0,238 122.312.119 1.200.000 276.000 538.976.000 183.213.693 838.437.693 508.330.307 0,178 90.607.700 1.200.000 276.000 538.976.000 3.437.364 652.533.364 69.234.636 0,134 9.257.897 1.200.000 276.000 538.976.000 183.213.693 825.837.693 520.930.307 0,100 52.256.273 1.200.000 276.000 538.976.000 183.213.693 831.989.693 514.778.307 0,075 38.739.043 1.200.000 276.000 538.976.000 4.122.107 652.618.107 75.997.321 0,056 4.290.390 2.852.364 183.213.693 183.213.693 3.437.364 183.213.693 183.213.693 3.437.364 183.213.693 -292.541.159 2.767.275 109 Lampiran 11. Laporan Rugi Laba Usaha Penyulingan Minyak Nilam Skenario II Uraian Inflow 1. Penjualan 2. Penjualan daun nilam kering 3. Nilai Sisa Total Inflow Outflow 1. Penyusustan Investasi Bibit Bangunan Kolam air Pipa paralon Rak pengeringan Cangkul Gergaji mesin Gunting Linggis Kapak Pompa hama Alat siram Terpal Kereta sorong Mesin generator Timbangan gantung Timbangan duduk Alat ukur PA Mesin suling Mesin genset Ps 130 Mobil pick up Motor Komputer Meja dan kursi Printer 1 2 3 4 Tahun 5 6 7 8 9 292.032.000 1.168.128.000 1.168.128.000 1.168.128.000 1.168.128.000 1.168.128.000 1.168.128.000 1.168.128.000 1.168.128.000 1.168.128.000 437.800.000 501.200.000 250.600.000 126.800.000 501.200.000 250.600.000 126.800.000 501.200.000 250.600.000 729.832.000 1.669.328.000 1.418.728.000 1.294.928.000 1.669.328.000 1.418.728.000 1.294.928.000 1.669.328.000 1.418.728.000 126.800.000 6.847.428 1.301.775.428 4.800.000 5.000.000 120.000 542.857 200.000 37.500 1.375.000 78.625 25.000 37.500 51.875 20.000 300.000 350.000 362.500 40.000 220.000 180.000 17.311.250 3.850.000 4.000.000 4.200.000 2.400.000 1.000.000 240.000 4.800.000 5.000.000 120.000 542.857 200.000 37.500 1.375.000 78.625 25.000 37.500 51.875 20.000 300.000 350.000 362.500 40.000 220.000 180.000 17.311.250 3.850.000 4.000.000 4.200.000 2.400.000 1.000.000 240.000 4.800.000 5.000.000 120.000 542.857 200.000 37.500 1.375.000 78.625 25.000 37.500 51.875 20.000 300.000 350.000 362.500 40.000 220.000 180.000 17.311.250 3.850.000 4.000.000 4.200.000 2.400.000 1.000.000 240.000 4.800.000 5.000.000 120.000 542.857 200.000 37.500 1.375.000 78.625 25.000 37.500 51.875 20.000 300.000 350.000 362.500 40.000 220.000 180.000 17.311.250 3.850.000 4.000.000 4.200.000 2.400.000 1.000.000 240.000 4.800.000 5.000.000 120.000 542.857 200.000 37.500 1.375.000 78.625 25.000 37.500 51.875 20.000 300.000 350.000 362.500 40.000 220.000 180.000 17.311.250 3.850.000 4.000.000 4.200.000 2.400.000 1.000.000 240.000 4.800.000 5.000.000 120.000 542.857 200.000 37.500 1.375.000 78.625 25.000 37.500 51.875 20.000 300.000 350.000 362.500 40.000 220.000 180.000 17.311.250 3.850.000 4.000.000 4.200.000 2.400.000 1.000.000 240.000 4.800.000 5.000.000 120.000 542.857 200.000 37.500 1.375.000 78.625 25.000 37.500 51.875 20.000 300.000 350.000 362.500 40.000 220.000 180.000 17.311.250 3.850.000 4.000.000 4.200.000 2.400.000 1.000.000 240.000 4.800.000 5.000.000 120.000 542.857 200.000 37.500 1.375.000 78.625 25.000 37.500 51.875 20.000 300.000 350.000 362.500 40.000 220.000 180.000 17.311.250 3.850.000 4.000.000 4.200.000 2.400.000 1.000.000 240.000 4.800.000 5.000.000 120.000 542.857 200.000 37.500 1.375.000 78.625 25.000 37.500 51.875 20.000 300.000 350.000 362.500 40.000 220.000 180.000 17.311.250 3.850.000 4.000.000 4.200.000 2.400.000 1.000.000 240.000 4.800.000 5.000.000 120.000 542.857 200.000 37.500 1.375.000 78.625 25.000 37.500 51.875 20.000 300.000 350.000 362.500 40.000 220.000 180.000 17.311.250 3.850.000 4.000.000 4.200.000 2.400.000 1.000.000 240.000 10 110 Stabilizer Total Penyusutan Investasi 2. Biaya Operasional a. Biaya Variabel Polibag Karung Jerigen Solar Bensin Total Biaya Variabel b. Biaya Tetap Gaji kepala bagian Gaji kepala mandor Gaji staf administrasi Gaji TK budidaya Gaji TK penyulingan Biaya pemeliharaan bangunan Biaya pemeliharaan mesin Biaya pemeliharaan alat transportasi Biaya pemeliharaan alat kantor PBB Total Biaya Tetap Total Outflow EBIT Biaya Bunga EBT Pajak Penghasilan Laba bersih setelah pajak 200.000 200.000 200.000 200.000 200.000 200.000 200.000 200.000 200.000 200.000 46.942.107 46.942.107 46.942.107 46.942.107 46.942.107 46.942.107 46.942.107 46.942.107 46.942.107 46.942.107 9.672.000 50.000 2.520.000 26.006.400 10.800.000 49.048.400 0 50.000 9.990.000 104.025.600 10.800.000 124.865.600 0 50.000 9.990.000 104.025.600 10.800.000 124.865.600 9.672.000 50.000 9.990.000 104.025.600 10.800.000 134.537.600 0 50.000 9.990.000 104.025.600 10.800.000 124.865.600 0 50.000 9.990.000 104.025.600 10.800.000 124.865.600 9.672.000 50.000 9.990.000 104.025.600 10.800.000 134.537.600 0 50.000 9.990.000 104.025.600 10.800.000 124.865.600 0 50.000 9.990.000 104.025.600 10.800.000 124.865.600 9.672.000 50.000 9.990.000 104.025.600 10.800.000 134.537.600 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 276.000 538.976.000 634.966.507 94.865.493 0,000 94.865.493 11.729.824 83.135.669 276.000 538.976.000 710.783.707 958.544.293 0,000 958.544.293 270.063.288 688.481.005 276.000 538.976.000 710.783.707 707.944.293 0,000 707.944.293 194.883.288 513.061.005 276.000 538.976.000 720.455.707 574.472.293 0,000 574.472.293 154.841.688 419.630.605 276.000 538.976.000 710.783.707 958.544.293 0,000 958.544.293 270.063.288 688.481.005 276.000 538.976.000 710.783.707 707.944.293 0,000 707.944.293 194.883.288 513.061.005 276.000 538.976.000 720.455.707 574.472.293 0,000 574.472.293 154.841.688 419.630.605 276.000 538.976.000 710.783.707 958.544.293 0,000 958.544.293 270.063.288 688.481.005 276.000 538.976.000 710.783.707 707.944.293 0,000 707.944.293 194.883.288 513.061.005 276.000 538.976.000 720.455.707 581.319.721 0,000 581.319.721 156.895.916 424.423.805 111 Lampiran 12. Cashflow Skenario II, Penyulingan Dengan Kapasitas Mesin 130 Kg (Adanya Penambahan Ketel Suling 100 kg) Uraian Inflow 1. Penjualan minyak nilam 2. Penjualan daun nilam kering 3. Nilai Sisa Total Inflow Outflow 1. Biaya Investasi Bibit Sewa lahan Bangunan Kolam air Pipa paralon Rak pengeringan Cangkul Gergaji mesin Gunting Linggis Kapak Pompa hama Alat siram Terpal Kereta sorong Mesin generator Timbangan gantung Timbangan duduk Alat ukur PA Mesin suling Mesin genset Ps 130 Mobil pick up Motor Komputer Meja dan kursi Printer 2 3 4 Tahun 5 6 7 8 9 10 292.032.000 1.168.128.000 1.168.128.000 1.168.128.000 1.168.128.000 1.168.128.000 1.168.128.000 1.168.128.000 1.168.128.000 1.168.128.000 437.800.000 501.200.000 250.600.000 126.800.000 501.200.000 250.600.000 126.800.000 501.200.000 250.600.000 729.832.000 1.669.328.000 1.418.728.000 1.294.928.000 1.669.328.000 1.418.728.000 1.294.928.000 1.669.328.000 1.418.728.000 126.800.000 6.847.428 1.301.775.428 1 48.000.000 100.000.000 50.000.000 1.200.000 3.800.000 2.000.000 150.000 5.500.000 314.500 100.000 150.000 207.500 80.000 600.000 1.400.000 1.450.000 200.000 1.100.000 900.000 173.112.500 38.500.000 40.000.000 42.000.000 12.000.000 10.000.000 1.200.000 3.800.000 600.000 150.000 5.500.000 314.500 100.000 150.000 207.500 80.000 600.000 1.400.000 1.450.000 600.000 150.000 5.500.000 314.500 100.000 150.000 207.500 80.000 600.000 1.400.000 1.450.000 200.000 1.100.000 900.000 12.000.000 1.200.000 112 Stabilizer Total Biaya Investasi 2. Biaya Operasional a. Biaya Variabel Polibag Karung Jerigen Solar Bensin Total Biaya Variabel b. Biaya Tetap Gaji kepala bagian Gaji kepala mandor Gaji staf administrasi Gaji TK budidaya Gaji TK penyulingan Biaya pemeliharaan bangunan Biaya pemeliharaan mesin Biaya pemeliharaan alat transportasi Biaya pemeliharaan alat kantor PBB Total Biaya Tetap 3. Pajak penghasilan Total Outflow Net Benefit DF 33,3 % PV DF 33,3 % PV Negatif PV Positif NPV NET B/C IRR Payback Periode 1.000.000 534.964.500 0 600.000 0 9.952.000 1.000.000 16.400.000 600.000 3.800.000 9.952.000 0 9.672.000 50.000 2.520.000 26.006.400 10.800.000 49.048.400 0 50.000 9.990.000 104.025.600 10.800.000 124.865.600 0 50.000 9.990.000 104.025.600 10.800.000 124.865.600 9.672.000 50.000 9.990.000 104.025.600 10.800.000 134.537.600 0 50.000 9.990.000 104.025.600 10.800.000 124.865.600 0 50.000 9.990.000 104.025.600 10.800.000 124.865.600 9.672.000 50.000 9.990.000 104.025.600 10.800.000 134.537.600 0 50.000 9.990.000 104.025.600 10.800.000 124.865.600 0 50.000 9.990.000 104.025.600 10.800.000 124.865.600 9.672.000 50.000 9.990.000 104.025.600 10.800.000 134.537.600 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 276.000 538.976.000 11.729.824 1.134.718.724 -404.886.724 0,750 -303.740.978 -303.740.978 1.270.804.478 967.063.500 4,184 164,424% 1,734 276.000 538.976.000 270.063.288 933.904.888 735.423.112 0,563 413.882.416 276.000 538.976.000 194.883.288 859.324.888 559.403.112 0,422 236.175.275 276.000 538.976.000 154.841.688 828.355.288 466.572.712 0,317 147.774.241 276.000 538.976.000 270.063.288 943.856.888 725.471.112 0,238 172.373.054 276.000 538.976.000 194.883.288 875.124.888 543.603.112 0,178 96.894.927 276.000 538.976.000 154.841.688 828.955.288 465.972.712 0,134 62.308.807 276.000 538.976.000 270.063.288 937.704.888 731.623.112 0,100 73.391.577 276.000 538.976.000 194.883.288 868.676.888 550.051.112 0,075 41.393.457 276.000 538.976.000 156.895.916 830.409.516 471.365.912 0,056 26.610.723 729.832.000 547.510.878 113 Lampiran 13. Switching Value Skenario 1, Penurunan Harga atau Jumlah Produksi Minyak Nilam dan Daun kering sebesar 18,93986593 persen Uraian Inflow 1. Penjualan minyak nilam 2. Penjualan daun nilam kering 3. Nilai Sisa Total Inflow Outflow 1. Biaya Investasi Bibit Sewa lahan Bangunan Kolam air Pipa paralon Rak pengeringan Cangkul Gergaji mesin Gunting Linggis Kapak Pompa hama Alat siram Terpal Kereta sorong Mesin generator Timbangan gantung Timbangan duduk Alat ukur PA Mesin suling Mesin genset Ps 130 Mobil pick up Motor Komputer Meja dan kursi Printer Stabilizer Total Biaya Investasi 1 2 3 Tahun 5 4 6 7 8 9 10 54.628.046 218.512.182 218.512.182 218.512.182 218.512.182 218.512.182 218.512.182 218.512.182 218.512.182 218.512.182 471.607.860 873.179.764 873.179.764 366.553.926 873.179.764 873.179.764 366.553.926 873.179.764 873.179.764 526.235.906 1.091.691.946 1.091.691.946 585.066.108 1.091.691.946 1.091.691.946 585.066.108 1.091.691.946 1.091.691.946 366.553.926 6.847.428 591.913.536 48.000.000 100.000.000 50.000.000 1.200.000 3.800.000 2.000.000 150.000 5.500.000 314.500 100.000 150.000 207.500 80.000 600.000 1.400.000 1.450.000 200.000 1.100.000 900.000 92.675.000 38.500.000 40.000.000 42.000.000 12.000.000 10.000.000 1.200.000 1.000.000 454.527.000 3.800.000 150.000 5.500.000 314.500 100.000 150.000 207.500 80.000 600.000 1.400.000 1.450.000 600.000 150.000 5.500.000 314.500 100.000 150.000 207.500 80.000 600.000 1.400.000 1.450.000 600.000 200.000 1.100.000 900.000 12.000.000 0 600.000 0 9.952.000 1.200.000 1.000.000 16.400.000 600.000 3.800.000 9.952.000 0 114 2. Biaya Operasional a. Biaya Variabel Polibag Karung Jerigen Solar Bensin Total Biaya Variabel b. Biaya Tetap Gaji kepala bagian Gaji kepala mandor Gaji staf administrasi Gaji TK budidaya Gaji TK penyulingan Biaya pemeliharaan bangunan Biaya pemeliharaan mesin Biaya pemeliharaan alat transportasi Biaya pemeliharaan alat kantor PBB Total Biaya Tetap 3. Pajak penghasilan Total Outflow Net Benefit DF 33,3 % PV DF 33,3 % PV Negatif PV Positif NPV NET B/C IRR Payback Periode 9.672.000 50.000 600.000 21.672.000 10.800.000 42.794.000 0 50.000 2.310.000 86.688.000 10.800.000 99.848.000 0 50.000 2.310.000 86.688.000 10.800.000 99.848.000 9.672.000 50.000 2.310.000 86.688.000 10.800.000 109.520.000 0 50.000 2.310.000 86.688.000 10.800.000 99.848.000 0 50.000 2.310.000 86.688.000 10.800.000 99.848.000 9.672.000 50.000 2.310.000 86.688.000 10.800.000 109.520.000 0 50.000 2.310.000 86.688.000 10.800.000 99.848.000 0 50.000 2.310.000 86.688.000 10.800.000 99.848.000 9.672.000 50.000 2.310.000 86.688.000 10.800.000 109.520.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 276.000 538.976.000 2.852.364 1.039.149.364 -512.913.458 0,750 -384.781.289 -384.781.289 384.781.289 0,261 1,000 33,300% 276.000 538.976.000 183.213.693 822.037.693 269.654.253 0,563 151.756.386 276.000 538.976.000 183.213.693 822.637.693 269.054.253 0,422 113.592.436 276.000 538.976.000 3.437.364 651.933.364 -66.867.256 0,317 -21.178.388 276.000 538.976.000 183.213.693 831.989.693 259.702.253 0,238 61.705.656 276.000 538.976.000 183.213.693 838.437.693 253.254.253 0,178 45.141.486 276.000 538.976.000 3.437.364 652.533.364 -67.467.256 0,134 -9.021.567 276.000 538.976.000 183.213.693 825.837.693 265.854.253 0,100 26.668.735 276.000 538.976.000 183.213.693 831.989.693 259.702.253 0,075 19.543.591 276.000 538.976.000 4.122.107 652.618.107 -60.704.571 0,056 -3.427.046 -384.781.289 233.024.903 -21.178.388 40.527.268 85.668.754 76.647.186 103.315.921 10,000 115 Lampiran 14. Switching Value Skenario 2, Penurunan Harga Jual atau Jumlah Produksi Minyak Nilam dan Daun kering sebesar 26,37865886 persen Uraian Inflow 1. Penjualan minyak nilam 2. Penjualan daun nilam kering 3. Nilai Sisa Total Inflow Outflow 1. Biaya Investasi Bibit Sewa lahan Bangunan Kolam air Pipa paralon Rak pengeringan Cangkul Gergaji mesin Gunting Linggis Kapak Pompa hama Alat siram Terpal Kereta sorong Mesin generator Timbangan gantung Timbangan duduk Alat ukur PA Mesin suling Mesin genset Ps 130 Mobil pick up Motor Komputer Meja dan kursi Printer 1 2 3 4 Tahun 5 6 7 8 9 10 214.997.875 859.991.500 859.991.500 859.991.500 859.991.500 859.991.500 859.991.500 859.991.500 859.991.500 859.991.500 322.314.232 368.990.162 184.495.081 93.351.861 368.990.162 184.495.081 93.351.861 368.990.162 184.495.081 537.312.106 1.228.981.662 1.044.486.581 953.343.360 1.228.981.662 1.044.486.581 953.343.360 1.228.981.662 1.044.486.581 93.351.861 6.847.428 960.190.788 48.000.000 100.000.000 50.000.000 1.200.000 3.800.000 2.000.000 150.000 5.500.000 314.500 100.000 150.000 207.500 80.000 600.000 1.400.000 1.450.000 200.000 1.100.000 900.000 173.112.500 38.500.000 40.000.000 42.000.000 12.000.000 10.000.000 1.200.000 3.800.000 600.000 150.000 5.500.000 314.500 100.000 150.000 207.500 80.000 600.000 1.400.000 1.450.000 600.000 150.000 5.500.000 314.500 100.000 150.000 207.500 80.000 600.000 1.400.000 1.450.000 200.000 1.100.000 900.000 12.000.000 1.200.000 116 Stabilizer Total Biaya Investasi 2. Biaya Operasional a. Biaya Variabel Polibag Karung Jerigen Solar Bensin Total Biaya Variabel b. Biaya Tetap Gaji kepala bagian Gaji kepala mandor Gaji staf administrasi Gaji TK budidaya Gaji TK penyulingan Biaya pemeliharaan bangunan Biaya pemeliharaan mesin Biaya pemeliharaan alat transportasi Biaya pemeliharaan alat kantor PBB Total Biaya Tetap 3. Pajak penghasilan Total Outflow Net Benefit DF 33,3 % PV DF 33,3 % PV Negatif PV Positif NPV NET B/C IRR Payback Periode 1.000.000 534.964.500 0 600.000 0 9.952.000 1.000.000 16.400.000 600.000 3.800.000 9.952.000 0 9.672.000 50.000 2.520.000 26.006.400 10.800.000 49.048.400 0 50.000 9.990.000 104.025.600 10.800.000 124.865.600 0 50.000 9.990.000 104.025.600 10.800.000 124.865.600 9.672.000 50.000 9.990.000 104.025.600 10.800.000 134.537.600 0 50.000 9.990.000 104.025.600 10.800.000 124.865.600 0 50.000 9.990.000 104.025.600 10.800.000 124.865.600 9.672.000 50.000 9.990.000 104.025.600 10.800.000 134.537.600 0 50.000 9.990.000 104.025.600 10.800.000 124.865.600 0 50.000 9.990.000 104.025.600 10.800.000 124.865.600 9.672.000 50.000 9.990.000 104.025.600 10.800.000 134.537.600 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 9.000.000 15.000.000 48.000.000 420.000.000 36.000.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 276.000 538.976.000 11.729.824 1.134.718.724 -597.406.618 0,750 -448.167.005 -448.167.005 448.167.005 0,256 1,000 33,300% 10,000 276.000 538.976.000 270.063.288 933.904.888 295.076.774 0,563 166.063.707 276.000 538.976.000 194.883.288 859.324.888 185.161.693 0,422 78.173.705 276.000 538.976.000 154.841.688 828.355.288 124.988.072 0,317 39.586.579 276.000 538.976.000 270.063.288 943.856.888 285.124.774 0,238 67.746.086 276.000 538.976.000 194.883.288 875.124.888 169.361.693 0,178 30.187.996 276.000 538.976.000 154.841.688 828.955.288 124.388.072 0,134 16.632.889 276.000 538.976.000 270.063.288 937.704.888 291.276.774 0,100 29.218.954 276.000 538.976.000 194.883.288 868.676.888 175.809.693 0,075 13.230.354 276.000 538.976.000 156.895.916 830.409.516 129.781.272 0,056 7.326.736 117