Uploaded by User16424

TUGAS UAS PROPOSAL TESIS-NIDA KHOIRIAH (20180309037) KELAS KJ 102 MARS VI

advertisement
PROPOSAL TESIS
PENGARUH IMPLEMENTASI BUDAYA KAIZEN DAN TOTAL
QUALITY MANAGEMENT TERHADAP KINERJA KARYAWAN RSIA
CINTA KASIH PADA PELAPORAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN
(IKP) DENGAN KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL
INTERVENING
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan UAS Mata Kuliah Metodelogi
Penelitian
Pembimbing :
DR. Mf. Arrozi Adhikara, SE, M.Si., Ak., CA
Disusun oleh :
Nida Khoriah (20180309037)
PROGRAM STUDI MAGISTER ADMINISTRASI RUMAH SAKIT
FAKULTAS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR
Assalamu ’alaikum wr wb,
Segala Puji syukur atas kehadirat ALLAH SWT. Sholawat dan salam selalu
tercurah kepada Rasullah SAW. Berkat rahmat-Nya penulis mampu menyelesaikan
tugas UAS dari mata kuliah Metodelogi Penelitian berupa Proposal Tesis yang
berjudul Pengaruh Implementasi Budaya Kaizen dan Total Quality
Management
terhadap
Kinerja
Karyawan
pada
Pelaporan
Insiden
Keselamatan Pasien (IKP) di RSIA Cinta Kasih dengan Kepuasan Kerja
sebagai Variabel Intervening. Penulis berharap dengan adanya proposal tesis ini
dapat memberikan kesan yang baik terhadap kuliah metoddelogi penelitian kepada
dosen serta mahasiswa yang membacanya. Penulis juga berharap dengan adanya
proposal tesis ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pembuatan tesis ke
depannya sehingga penulis dapat memulai menyusun tesis sebagai syarat akhir
masa perkuliahan.
Penulis juga ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada Dosen
Pengajar sekaligus pembimbing, Dr. Mf. Arrozi Adhikara,SE, M.Si., Ak., CA yang
telah menyediakan waktu untuk memberikan ilmunya kepada MARS angkatan VI,
khususnya kelas KJ 102 (B). Semoga ilmu yang telah kami dapatkan segera kami
terapkan dalam dunia kerja.Amiin
Demikian pengantar yang dapat penulis sampaikan dimana penulis pun
sadar bahwasanya penulis hanyalah manusia yang tak luput dari kesalahan dan
kekurangan, sedangkan kesempurnaan hanya milik Tuhan semata hingga dalam
penulisan dan penyusunan masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kritik
dan saran yang konstruktif akan senantiasa penulis nanti dalam upaya evaluasi diri.
Wassalamu ’alaikum wr Wb,
Jakarta, Juli 2019
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
………………………………………………… ii
DAFTAR ISI
………………………………………………… iii
BAB I PENDAHULUHAN
………………………………………………… 1
1.1.Latar Belakang
………………………………………………… 1
1.2. Identifikasi Masalah
………………………………………………… 12
1.3. Pembatasan Masalah
………………………………………………… 13
1.4. Rumusan Masalah
………………………………………………… 13
1.5. Tujuan Penelitian
………………………………………………… 14
1.6. Manfaat Penelitian
………………………………………………… 15
BAB II KAJIAN TEORITIK
………………………………………………… 16
2.1. Deskripsi Konseptual
………………………………………………… 16
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan
………………………………………………… 46
2.3 Kerangka Teoritik
………………………………………………… 49
BAB III METODE PENELITIAN
………………………………………………… 65
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
………………………………………………… 65
3.2 Metode Penelitian
………………………………………………… 65
3.3 Populasi dan Sampel
………………………………………………… 66
3.4. Rancangan Penelitian
………………………………………………… 67
3.5. Teknik Pengumpulan Data
………………………………………………… 70
3.6. Uji Kuesioner
………………………………………………… 71
3.7. Metode Analisis Data
………………………………………………… 74
3.8. Uji Hipotesis
………………………………………………… 75
DAFTAR PUSTAKA
………………………………………………… 76
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Insiden keselamatan pasien masih menjadi masalah utama di rumah sakit
dimana berbagai pelayanan memiliki resiko yang mengancam keselamatan pasien,
menurut Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, rumah sakit
merupakan institusi penyedia layanan kesehatan kepada masyarakat sehingga
rumah sakit dituntut untuk selalu memberikan pelayanan yang berbasis pada
keselamatan pasien. Menurut Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit Tahun
2015 kejadian keselamatan pasien merupakan media belajar dari proses kesalahan
dalam pelayanan di rumah sakit. Insiden keselamatan pasien adalah kejadian atau
situasi yang dapat menyebabkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang
seharunya tidak terjadi. Insiden keselamatan pasien di rumah sakit memiliki jenis
yang berbeda terdiri dari: Kejadian Potensian Cedera (KPC), Kejadian Nyaris
Cedera (KNC), Kejadian Tidak Cedera (KTC), Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
atau adverse event dan Kejadian Sentinel atau sentinel event (Kementerian
Kesehatan, 2017)
Berbagai negara melaporkan angka kejadian keselamatan di rumah sakit pada
setiap tahunnya dengan detail angka pada setiap rumah sakit. National Patient
Safety Agency 2017 melaporkan dalam rentang waktu Januari-Desember 2016
angka kejadian keselamatan pasien yang dilaporkan dari negara Inggris sebantak
1.879.822 kejadian. Ministry of Health Malaysia 2013 melaporkan angka insiden
keselamatan pasien dalam rentang waktu Januari-Desember sebanyak 2.769
kejadian dan untuk negara Indonesia dalam rentang waktu 2006-2011 KKPRS
melaporkan terdapat 877 kejadian keselamatan pasien. Sedangkan berdasarkan
catatan pelaporan insiden RSIA Cinta Kasih Data menjelaskan bahwa jumla insiden
yang terjadi hanya berkisar 14 kejadian yang terdiri dari KNC sebanyak 5 kejadian,
KTC sebanyak 3 kejadian, dan KTD berjumlah 6 kejadian. Sedangkah KPC tidak
pernah dilaporkan sama sekali oleh karyawan..
Tabel 1. Jumlah Insiden RSIA Cinta Kasih pada Juni 2018-Juni 2019
Grafik 1. Grading Matriks Insiden Juni 2018-Juni 2019
Sedangkan berdasarkan hasil pengamatan peneliti selama dua tahun bekerja
di RSIA Cinta Kasih menemukan bahwa banyak insiden yang sebenarnya tidak
dilaporkan baik itu KPC bahkan sampai dengan sentinel event. Insiden yang sering
terjadi salah satunya adalah pemasangan gelang pada pasien yang akan dilakukan
operasi caesar emergency (SC CITO) baik di IGD ataupun di kamar bersalin (VK).
Faktor utama seringnya kejadian tidak terpasang gelang adalah karena perawat jaga
terburu-buru menyiapkan pasien SC Cito akibat diburu-buru oleh tim kamar operasi
(OK) terlebih oleh Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP). Insiden juga kerap
terjadi apabila perawat jaga sempat memasangkan gelang pada pasien, perawat jaga
tidak sempat memberikan edukasi efektif perihal penggunaan gelang tersebut.
Selain itu, insiden lainnya yang terjadi pada kasus SC Cito adalah tidak
terlampirnya hasil laboratorium pada saat pasien sudah masuk kamar operasi.
Banyaknya insiden yang tidak dilaporkan kasus SC Cito merupakan salah satu
contoh kasus rendahnya pelaporan insiden yang terjadi di RSIA Cinta Kasih.
Pelaporan secara baik akan memberikan dukungan positif terhadap upayaupaya identifikasi resiko insiden yang menyebabkan ancaman keselamatan pasien.
Pelaporan yang baik juga akan memberikan respon positif untuk membangun
sistem pelayanan yang berorientasi pada keselamatan pasien. Menurut (Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit, 2015) pencatatan dan pelaporan insiden
keselamatan pasien dilakukan oleh siapa saja staf RS yang menemukan pertama
kali atau semua staf yang terlibat dalam kejadian/insiden dalam memberikan
pelayanan kepada pasien. Menurut (Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit,
2015) apabila terjadi IKP maka karyawan seharusnya mencatat segera pada
formulir kejadian IKP dan dilaporkan kepada atasan/kepala ruangan yang
selanjutnya dilaporkan kepada TKPRS dalam waktu 2x24 jam. Namun hal ini
jarang dilakukan oleh karyawan.
Pelaporan insiden keselamatan pasien yang sering dilaporkan akan menjadi
salah satu penilaian kinerja karyawan. Semakin banyak insiden yang dilaporkan
maka penilaian kinerja karyawan tersebut akan semakin baik. Hal ini karena
munculnya ketelitian, berusaha menjadi karyawan yang lebih baik, menyadari
kesalahan, dan berkomiten kepada tanggungjawab pekerjaan.
Maluyu S.P. Hasibuan (2011) mengemukakan “kinerja (prestasi kerja) adalah
suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang
dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan
kesungguhan serta waktu”. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa
banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi. Perbaikan kinerja baik untuk
individu maupun kelompok menjadi pusat perhatian dalam upaya meningkatkan
kinerja organisasi. Pengertian kinerja menurut Mangkunegara (2009:69) adalah
“hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yanng diberikan
kepadanya”. Kualitas yang dimaksud disini adalah dilihat dari kehalusan,
kebersihan dan ketelitian dalam pekerjaan sedangkan kuantitas dilihat dari jumlah
atau banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan karyawan.
Perbaikan kinerja karyawan pada pelaporan insiden keselamatan pasien tidak
terlepas dari kepuasan kerja karyawan. Menurut Blum (1956) dalam Moch. As’ad
(1995:104) mengemukaan bahwa kepuasan kerja merupakan sikap umum yang
merupakan hasil dari beberapasifat khusus terhadap factor-faktor pekerjaan,
penyesuaian diri dan hubungan social individu diluar kerja. Kepuasan kerja
merupakan suatu sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, selisih antara
banyaknya ganjaran yang diterima seorang pegawai dan banyaknya yang mereka
yakini apa yang seharusnya mereka terima (Stephen P. Robbins, 1996: 26). Dalam
bukunya, “Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi”, Robbins mengatakan:
“Kepuasan kerja adalah sebagai suatu sikap umum seorang individu terhadap
pekerjaannya. Pekerjaan menuntut interaksi dengan rekan kerja, atasan, peraturan
dan kebijakan organisasi, standar kinerja, kondisi kerja dan sebagainya. Seorang
dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap positif terhadap kerja itu,
sebaliknya seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukkan sikap
negative terhadap kerja itu. (Robbins, 1996: 179)
Dengan kepuasan kerja yang diperoleh, diharapkan kinerja karyawan yang
tinggi dapat dicapai para karyawan. Tanpa adanya kepuasan kerja, karyawan akan
bekerja tidak seperti apa yang diharapkan oleh perusahaan, maka akibatnya kinerja
karyawan menjadi rendah, sehingga tujuan perusahaan secara maksimal tidak akan
tercapai.
Dalam beberapa penelitian, faktor penyebab karyawan tidak melaporkan IKP
adalah (1) karyawan menganggap bahwa laporan adalah pekerjaan perawat, (2)
budaya pelaporan yang masih kurang, (3) laporan sering disembunyikan (under
report) karena adanya budaya menyalahkan (blame culture) (Komite Keselamatan
Pasien Rumah Sakit, 2015). Menurut hasil penelitian (Gunawan, Widodo, &
Harijanto, 2015a) yang dilakukan di Jawa Timur faktor rendahnya laporan IKP
antara lain (1) kurangnya pemahaman petugas untuk melaporkan IKP, (2) kurang
optimalnya pelaksanaan sistem pelaporan IKP, (3) Ketakutan untuk melaporkan
dan (4) tingginya beban kerja SDM, sehingga pelaporan IKP yang tidak
menimbulkan cedera pasien cenderung tidak dilaporkan. Selain itu juga menurut
hasil penelitian dari (Iskandar, Maksum, & Nafisah, 2015) ada beberapa faktor yang
mempengaruhi rendahnya pelaporan IKP rumah sakit yaitu ; (1) takut disalahkan,
(2) komitmen kurang dari manajemen dan unit terkait, (3) tidak ada reward dari
rumah sakit jika melaporkan, (4) tidak tahu batasan mana atau apa yang harus
dilaporkan, (5) sosialisasi IKP yang kurang maksimal, (6) belum ikut pelatihan dan
(7) sosialisasi TKPRS kurang aktif.
Dari kasus SC Cito yang dicontohkan peneliti pada pelaporan insiden
ditemukan dua factor penting penyebab rendahnya pelaporan insiden yaitu factor
individu dan factor organisasi. Pada kasus SC Cito factor individu rendahnya
pelaporan insiden adalah beban kerja yang tinggi karena selain menyiapkan SC Cito
perawat atau bidan jaga juga harus focus kepada pasien lain yang ada di IGD
ataupun di VK, stress kerja akibat diburu-buru oleh tim kamar operasi (OK) untuk
percepat membawa pasien ke kamar operasi, rasa takut disalahkan oleh atasan jika
melaporkan insiden, dan kurangnya pengetahuan perawat perihal insiden dan alur
pelaporan insiden di RSIA Cinta Kasih. Sedangkan pada factor organisasi yang
ditemukan oleh peneliti adalah kurangnya komitmen manajemen untuk
memperbaiki system SC Cito, kurangnya pemahaman dokter penanggungjawab
pasien terhadap pentingnya menjalankan elemen sasaran keselatan pasien, masih
adanya budaya menyalahkan yang diterapkan oleh manajemen, tidak adanya timbal
balik saat pelaporan insiden, tidak adanya system reward yang diberikan kepada
karyawan jika melaporkan insiden, dan kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh
KKPRS kepada karyawan.
Budaya organisasi menjadi elemen penting munculnya komitmen rumah sakit
dalam menjalankan Budaya Keselamatan Pasien yang sudah diwajibkan oleh
Kementerian Kesehatan dengan munculnya Komite Nasional Keselamatan Pasien
Republik Indonesia (KNKP RI). Selain dwajibkan oleh Kemenkes, Budaya
Keselamatan Pasien juga sudah dimasukkan ke dalam elemen penilaian akreditasi
rumah sakit oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) melalui elemen penilaian
Sasaran Keselamatan Pasien (SKP).
Budaya organisasi adalah suatu sistem perserikatan formal, berstruktur, dan
terkoordinasi dari sekelompok orang yang bekerja sama dalam mencapai tujuan
tertentu. Organiasi hanya merupakan alat dan wadah saja (Malayu Hasibuan).
Budaya organisasi sering juga disebut budaya kerja, karena tidak dapat dipisahkan
dengan kinerja (performance) SDM; makin kuat budaya organisasi, makin kuat
pula dorongan untuk berprestasi. Budaya organisasi dapat membantu kinerja
karyawan, karena dapat menciptakan motivasi yang luar biasa bagi karyawan untuk
memberikan kemampuan terbaiknya dalam memanfaatkan kesempatan yang
diberikan oleh organisasi. Semakin disadari bahwa karyawan menjadi sumber daya
terpenting dalam suatu organisasi, sehingga kinerja karyawan sangat menentukan
kinerja organisasi secara keseluruhan.
Kaizen merupakan budaya yang Pertama kali diperkenalkan oleh Taichi
Ohno, mantan Vice President Toyota Motors Corporation. Disamping
memperkenalkan Kaizen, Ohno juga memperkenalkan Just-in-Time pada
perusahaan tersebut. Budaya Kaizen merupakan suatu teknik manajemen yang
menekankan pada perbaikan kualitas secara berkesinambungan yang melibatkan
biaya yang rendah. Budaya Kaizen dapat diartikan proses perbaikan yang terjadi
secara terus menerus untuk memperbaiki cara kerja dan meningkatkan mutu dan
dengan cara antara lain menanamkan disiplin kerja terhadap karyawan dan
menciptakan kerja yang nyaman bagi karyawan yang melibatkan semua anggota
dalam hierarki perusahaan, baik manajemen maupun karyawan.
Ada 5 faktor utama yang mempengaruhi budaya Kaizen, yaitu : (1)
Teamwork (Kerjasama tim) yaitu bentuk kerja kelompok dengan keterempilan yang
saling melengkapi serta berkomitmen untuk mencapai target yang sudah disepakati
sebelumnya untuk mencapai tujuan bersama secara efektif dan efisien. (2) Personal
Disiplin (Disiplin Pribadi), disiplin tidak ada kaitannya dengan hukuman atau
kekerasan. Namun disiplin sangat erat kaitannya dengan motivasi diri dalam
bekerja. Disiplin pribadi merupakan suatu skill, yang artinya dapat dilatih. Disiplin
dapat dianalogikan seperti otot, semakin sering dilatih, disiplin akan semakin baik.
(3) Improved Moral (peningkatan moral), peningkatan kualitas moral sangat
berperan penting dalam budaya Kaizen, karena budaya yang tidak didukung dengan
kualitas moral yang baik maka budaya tersebut dikatakan adalah budaya yang
gagal. Biudaya Kaizen identic dengan aspek moral yang tetap dijaga dari dahulu
sampai sekarang. Budaya yang mencerminkan ketaatan atas moral individu
masyarakat yang menganut budaya tersebut. (4) Quality Circle (Kualitas
Lingkungan), karyawan yang merupakan bagian dari lingkungan control kualitas
akan merasakan rasa kepemilikan untuk proyek tersebut. Hasil yang lebih tinggi
dan tingkat penolakan juga lebih rendah mengakibatkan peningkatan kepuasan
kerja bagi para karyawan, yang pada gilirannya mendorong mereka untuk
berkontribusi lebih banyak. Sebuah kontol kuallitas proram lingkungan juga
membawa peningkatan komunikasi dan aran antara staf dan manajemen. (5)
Suggestion for Improvement (Saran untuk Perbaikan), penerapan Kaizen di dalam
suatu rumah sakit tidak semudah yang diduga sebab memerlukan keterlibatan
semua unsur di dalam rumah sakit yaitu dukungan manajemen, aspek pekerja, dan
budaya rumah sakit yang sesuai.
Sedangkan menurut Wellington (1998:56), prinsip Kaizen yang sering
diterapkan dalam perusahaan di Jepang adalah : (1) Fokus pada pelanggan, dalam
Kaizen semua aktifitas diarahkan pada kepuasan pelanggan dan focus pandangan
jangka panjang pada kebutuhan pelanggan, (2) Melakukan perbaikan secara terus
menerus, rumah sakit
tidak akan berhenti setelah perbaikan berhasil
diimplementasikan, (3) Mengakui masalah secara terbuka, pada perusahaan Kaizen,
setiap tim kerja dapat mengemukakan masalahnya secara terbuka, (4) Mendorong
keterbukaan, Pada budaya Kaizen, ruang kerja bersifat terbuka, kebersamaan lebih
disukai sehingga membuat kepemimpinan semakin jelas dan komunikai semakin
jelas, (5) Menciptakan kerjasama tim, setiap individu dalam sebuah Budaya Kaizen
menjadi anggota tim kerja yang diarahkan oleh seorang pimpinan tim, (6)
Mengelola proyek lewat tim lintas fungsional, Kaizen menyatakan bahwa tidak
seorang pun atau satu tim pun harus mempunyai semua keterampilan atau ide
terbaik untuk mengelola satu proyek secara efisien, bahkan dalam hal yang
menyangkut disiplin ilmunya sendiri, (7) Mengembangkan proses hubungan yang
tepat, pada budaya Kaizen diharapkan terjalin hubungan yang harmonis pada
komunikasi dan cara untuk menghindari konfrontasi antar pribadi, (8)
Mengembangkan disiplin pribadi, adanya rasa hormat pada diri sendiri dan rumah
sakit menunjukkan kekuatan dan keutuhan dalam diri seseorang serta kapasitas agar
menjadi harmonis dengan rekan dan pelanggan, (9) Memberikan informasi kepada
setiap karyawan, Kaizen memberikan syarat agar semua staff mendapat informasi
lengkap mengenai perushaan mereka, secara induksi (formal terstruktur, lengkap,
berkepanjangan) dan mereka masih menjadi karyawan, dan (10) Membuat setiap
karyawan menjadi mampu, lewat pelayihan berbagai keterampilan, dorongan,
tanggungjawab membuat keputusan, akses dalam sumber data dan anggaran,
umpang balik dan imbalan, karyawan mendapat wewenang untuk memberikan
pengaruh yang cukup besar pada diri sendiri dan kegiatan rumah sakit.
Budaya Kaizen atau perbaikan secara terus menerus selalu beriringan dengan
Total Quality Management (TQM) yang memiliki prinsip sama yaitu Continuous
Improvement. Bahkan sebelum filosofi TQM ini terlaksana atau sebelum system
mutu dapat dilaksanakan dalam suatu perusahaan maka filosofi ini tidak akan dapat
dilaksanakan sehingga perbaikan secara terus menerus (Just in Time) ini adalah
usaha yang melekat pada filosofi itu sendiri. Sehingga Kaizen bias juga merupakan
suatu kesatuan pandangan yang komrehensif dan terintegrasi yang memiliki ciri
khas. Dalam TQC proses kunci harus ditemukenali, dikendalikan, dan diperbaiki
secara berkesinambungan agar hasilnya meningkat. Peran manajemen dalam TQC
adalah menetapkan rencana untuk memeriksa proses dan membandingkan hasilnya
guna memperbaiki proses tersebut, dan bukan mengecam proses berdasarkan hasil
yang dicapai.
Perbedaan antara Budaya Kaizen dengan Total Quality Management yaitu,
fitur TQM terutama berfokus pada kepuasan pelanggan melaluui peningkatan
kualitas. Ini adalah pendekatan top-down dan bottom-up, sedangkan Kaizen adalah
proses yang difokuskan dan pendekatan bottom-up dari perubahan incremental
kecil. Implementasi TQM lebih mahal dibandingkah dengan Kaizen, peningkatan
dilakukan menggunakan sumber daya yang tersedia di organisasi, yang efektif,
budaya organisasi harus mendukung dan hasil perbaikan terus menerus harus
dikomunikasikan kepada seluruh organisasi untuk motivasi semua karyawan dan
untuk keberhasilan program perbaikan berkelanjutan di organisasi. Organisasi
terbaik selalu menerapkan kedua konsep tersebut bersama-sama untuk
mendapatkan manfaat maksimal yang berkelanjutan perbaikan. Implementasi
hanya satu konsep begitu bermanfaat. (Muhammad Saleem, dkk. 2012)
Dari masalah yang terjadi pada karyawan RSIA Cinta Kasih pada kinerja
karyawan pada pelaporan insiden tersebut maka diperlukan perubahan budaya
organisasi. Implementasi Budaya Kaizen dan TQM yang memiliki prinsip sama
yaitu perbaikan terus menerus, peneliti berharap dapat meningkatkan kepuasan
kerja karyawan sehingga meningkatkan kinerja karyawan dalam melaporkan
insiden yang ditemukan pada setiap unit kerja. Sejalan dengan latar belakang
tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengangkat
judul “Pengaruh Implementasi Budaya Kaizen dan Total Quality Management
Terhadap Kinerja Karyawan pada Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien
RSIA Cinta Kasih dengan Kepuasan Kerja sebagai Variabel Intervening”
1.2. Identifikasi Masalah
Dari beberapa uraian yang dikemukakan pada latar belakang, maka dapat
diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut:
1. Sistem pelaporan insiden keselamatan pasien masih belum berjalan dengan baik
di RSIA Cinta Kasih sehingga tidak adanya Budaya Keselamatan Pasien yang
baik;
2. Masih adanya budaya saling menyalahkan di RSIA Cinta Kasih ketika
karyawan melaporkan insiden keselamatan pasien;
3. Masih kurangnya komitmen manajemen dalam perbaikan dari insiden yang
terjadi. Sehingga mengurangi kepuasan kerja karyawan dalam melaporkan
insiden kembali jika menemukannya di lapangan;
4. Masih kurangnya pemahaman staff RSIA Cinta Kasih pada Insiden
Keselamatan Pasien. Padahal, insiden harus dipahami oleh seluruh lapisan
karyawan RSIA Cinta Kasih baik dari cleaning service sampai kepada Direktur;
5. Masih kurangnya kerjasama antar tim ketika mendapatkan insiden dan melayani
pasien yang banyak. Sehingga karyawan yang telah menemukan insiden tidak
melaporkan karena masih terfokus kepada pelayanan pasien lainnya.
1.3. Pembatasan Masalah
Dimensi yang dimiliki oleh Budaya Kaizen dan Total Quality Management
pada dasanya tidak hanya dapat menilai kepuasan kerja pada karyawan tetapi dapat
pula dapat menilai kepuasan pasien. Oleh karena itu penulis membatasi
pembahasan hanya pada :
1. Hubungan Budaya Kaizen dan Total Quality Management terhadap kinerja
karyawan melaui dimensi komitmen management, pelatihan dan pendidikan
insiden keselamatan pasien, hubungan kerja, tempat kerja, disiplin kerja, dan
usaha perbaikan terus menerus pada karyawan serta management
2. Pembentukan awal Budaya Kaizen hanya menggunakan Visual Management
3. Analisis pemecahan masalah hanya menggunakan fishbone dan PDSA
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas maka permasalahan
yang akan diangkat dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.
Apakah terdapat pengaruh implementasi Budaya Kaizen terhadap Kepuasan
Kerja Karyawan?
2.
Apakah terdapat pengaruh secara langsung antara implementasi Budaya
Kaizen terhadap Kinerja Karyawan pada Pelaporan Insiden Keselamatan
Pasien?
3.
Apakah terdapat pengaruh antara Implementasi Total Quality Management
terhadap kepuasan kerja?
4.
Apakah terdapat pengaruh secara langsung antara Implementasi Total Quality
Management
terhadap
Kinerja
Karyawan
pada
Pelaporan
Insiden
Keselamatan Pasien?
5.
Apakah terdapat pengaruh antara Kepuasan Kerja dengan Kinerja Karyawan
dalam Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien?
1.5. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahu pengaruh implementasi Budaya Kaizen dan Total
Quality Management terhadap Kinerja Karyawan pada Pelaporan Insiden
Keselamatan Pasien di RSIA Cinta Kasih dengan Kepuasan Kerja sebagai
variabel intervening.
b. Tujuan Khusus
Tujuan Khusus pada penelitian ini adalah :
1.
Mengetahui pengaruh implementasi Budaya Kaizen terhadap
Kepuasan Kerja;
2.
Mengetahui pengaruh implementasi Total Quality Management
terhadap Kepuasan Kerja;
3.
Mengetahui pengaruh implementasi Budaya Kaizen secara
langsung terhadap Kinerja Karyawan pada Pelaporan Insiden
Keselamatan Pasien;
4.
Mengetahui pengaruh implementasi Total Quality Management
secara langsung pada Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien;
5.
Mengetahui pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan
terhadap pelaporan insiden keselamatan pasien.
1.6. Manfaat Penelitian
Secara umum dengan adanya hasil penelitian ini diharapkan memberikan
manfaat bagi :
1.
Manfaat Praktis
a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak kampus dalam rangka
perbaikan proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar
mahasiswa/i. selain itu, dapat meningkatkan terjalinnya kerjasama dalam
lingkungan kampus;
b. Memperluas wawasan bagi bagi mahasiswa/i yang membacanya.
c. Memberkan sumbangan pemikiran untuk management RSIA Cinta Kasih
serta mingkatkan kinerja karyawan pada pelaporan insiden sehingga
dapat membentuk Budaya Keselamatan Pasien di RSIA Cinta Kasih yang
sesuai.
2. Manfaat Teoritis
Selain manfaat yang telah dikemukakan di atas, penelitian ini juga
memiliki manfaat teoritis yaitu untuk memberikan landasan bagi para
peneliti lain dalam melakukan penelitian lain yang sejenis dalam rangka
meningkatkan kemampuan memcahkan masalah mahawasisw/i.
BAB II
KAJIAN TEORITIK
2.1. Deskripsi Konseptual
2.1.1. Konsep Keselematan Pasien
a.
Pengertian dan Tujuan Keselamatan Pasien
Menurut The national patient safety (2003), keselamatan pasien
adalah proses yang dijalankan oleh organisasi yang bertujuan membuat
layanan kepada pasien menjadi lebih aman. Proses tersebut mencakup
pengkajian risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan
dan analisa insiden, dan kemampuan belajar dari suatu kejadian,
menindaklanjuti suatu kejadian, dan menerapkan solusi untuk
meminimalkan risiko berulangnya kejadian serupa.
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KPRS) adalah suatu sistem
dimana RS membuat asuhan pasien lebih aman.(KKP-RS PERSI 2005).
Sedangkan menurut penjelasan UU 44/2009 tentang Rumah Sakit pasal
43 yang dimaksud dengan keselamatan pasien (patient safety) adalah
proses dalam suatu Rumah Sakit yang memberikan pelayanan pasien
yang lebih aman.
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit/KKP-RS (2008)
mendefisinikan bahwa keselamatan (safety) adalah bebah dari bahaya
atau risiko (hazard). Keselamatan pasien (Patient safety) adalah pasien
bebas dari dari harms/cedera yang tidak seharusnya terjadi atau bebas
dari harm yang potensial akan terjadi (penyakit, cedera fisik, social,
psikologi, cacat, kematian, dan lain-lain), terkait dengan pelayanan
kesehatan.
Untuk menghindari kesalahpahaman akan pengertian dan yang
menjadi resah keselamatan pasien, maka yang perlu kita garis bawah
adalah bahwa yang termasuk ke dalam keselamatan pasien adalah
segala kesalahan yang terjadi di rumah sakit yang dilakukan oleh semua
profesi yang menangani pasien secara langsung dalam memberikan
asuhan. Termasuk di dalamnya asesmen risiko, identifkasi, dan
manajemen risiko terhadap pasien, pelaporan dan analisis insidens,
kemampuan untuk belajar dan menndaklanjuti insiden, dan menerapkan
solusi untuk mengurangi serta meminimalisir timbulnya risiko.
Adapun tujuan dari keselamatan pasien di rumah sakit adalah agar
terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit, meningkatnya
akuntabilitas
rumah
sakit
terhadap
pasien
dan
masyarakat,
menunrunnya Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di rumah sakit dan
terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan (Depkes RI, 2008)
b.
Sasaran Keselamatan Pasien
Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan
di semua rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah
Sakit. Penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving
Patient Safety Solutions dari WHO (2007) yang digunakan juga oleh
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS PERSI), dan dari
Joint Commission International (JCI).
Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong
perbaikan spesifik untuk menunjang keselamatan pasien. Sasaran
menyoroti bagian-bagian yang bermasalah dalam pelayanan kesehatan
dan menjelaskan bukti serta solusi dari konsensus berbasis bukti dan
keahlian atas permasalahan ini. Diakui bahwa desain sistem yang baik
secara intrinsic adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan yang
aman dan bermutu tinggi, sedapat mungkin sasaran secara umum
difokuskan pada solusi-solusi yang menyeluruh.
Standar keselamatan pasien rumah sakit yang disusun ini
mengacu pada “Hospital Patient Safety Standards” yang dikeluarkan
oleh Joint Commision on Accreditation of Health Organitations,
Illinois, USA, tahun 2002.
Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu :
1.
Hak pasien
2.
Mendidik pasien dan keluarga
3.
Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4.
Penggunaan
metoda-metoda
peningkatan
kinerja
untuk
melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan
pasien
5.
Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselematan pasien
6.
Mendidik staf tentang keselematan pasien
7.
Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai
keselematan pasien
Uraian tujuh standar tersebut di atas adalah sebagai berikut :
A.
Standar I Hak Pasien
1.
Standar :
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan
informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk
kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan.
2.
Kriteria :
a.
Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
b.
Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat
rencana pelayanan
c.
Dokter
penanggung
jawab
pelayanan
wajib
memberikan penjelasan secara jelas dan benar kepada
pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil
pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien
termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak
Diharapkan.
3.
Tatalaksana :
a.
RSIA Cinta Kasih memiliki dokter penanggung jawab
pelayanan (DPJP) utama dan DPJP lainnya. Jika
seorang pasien ditangani oleh beberapa orang DPJP,
maka DPJP utama bekerja sebagai leader dalam
penanganan pasien.
b.
Dokter penanggung jawab pelayanan RSIA Cinta
Kasih membuat rencana pelayanan pasien lengkap
dalam Lembaran terintegrasi.
c.
Dokter penanggung jawab pelayanan RSIA Cinta
Kasih memberikan penjelasan secara jelas dan benar
kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan
hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk
pasien termasuk kemungkinan terjadinya KTD,
kemudian
menandatangani
lembar
edukasi
dan
komuniasi.
B.
Standar II.
1.
Mendidik Pasien Dan Keluarga
Standar
Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang
kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien
2.
Kriteria :
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan
dengan keterlibatan pasien yang merupakan partner dalam proses
pelayanan. Karena itu, di rumah sakit harus ada sistem dan
mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban
dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan
pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat :
a.
Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan
jujur.
b.
Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan
keluarga.
c.
Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang
tidak dimengerti
d.
Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
e.
Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah
sakit.
f.
Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang
rasa.
g.
3.
Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.
Tatalaksana :
RSIA Cinta Kasih mendidik pasien dan keluarganya
tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan
pasien. DPJP menerangkan segala kewajiban pasien, kemudian
mencatat dan menandatangani lembar edukasi dan komunikasi.
C.
Standar III. Keselamatan Pasien Dan Kesinambungan
Pelayanan
1.
Standar :
Rumah Sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan
menjamin koordinasi antar tenagadan antar unit pelayanan.
2.
Kriteria
a.
Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh
mulai dari saat pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis,
perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan
dan saat pasien keluar dari rumah sakit.
b.
Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan
dengan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya
secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap
pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan
baik dan lancar.
c.
Terdapat koordinasi
peningkatan
pelayanan
komunikasi
yang mencakup
untuk
memfasilitasi
dukungan keluarga; pelayanan keperawatan, pelayanan
3.
Tatalaksana
a.
Di RSIA Cinta Kasih terdapat koordinasi pelayanan
secara menyeluruh mulai dari saat pasien masuk,
pemeriksaan,
diagnosis,
perencanaan
pelayanan,
tindakan pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar
dari rumah sakit. Koordinasi pelayanan dan transfer
informasi pasien.
b.
Di RSIA Cinta Kasih terdapat koordinasi pelayanan
yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
kelayakan sumber daya secara berkesinambungan
sehingga pada seluruh tahap pelayanan transisi antar
unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.
c.
Di RSIA Cinta Kasih terdapat koordinasi pelayanan
yang mencakup peningkatan komunikasi untuk
memfasilitasi
dukungan
keluarga;
pelayanan
keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan,
pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya.
d.
Di RSIA Cinta Kasih terdapat komunikasi dan transfer
informasi antar profesi kesehatan sehingga dapat
tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman
dan efektif.
D.
Standar IV. Penggunaan Metoda-Metoda Peningkatan
Kinerja
Untuk
Melakukan
Evaluasi
Dan
Program
Peningkatan Keselamatan Pasien
1.
Standar :
Rumah sakit harus mendesign proses baru atau memperbaiki
proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui
pengumpulan data, menganalisis secara intensif Kejadian Tidak
Diharapkan, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan
kinerja serta keselamatan pasien.
2.
a.
Kriteria:
Rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design)
yang baik, mengacu pada visi, misi dan tujuan rumah sakit.
kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah
klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain
yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan "Tujuh
Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit".
b.
Rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
yang antara lain terkait dengan: pelaporan insiden, akreditasi,
manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan, keuangan.
c.
Rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait
dengan semua Kejadian Tidak Diharapkan, dan secara
proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus risiko tinggi.
d.
Rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi
hasil analisis untuk rnenentukan perubahan sistem yang
diperlukan, agar kinerja dan keselamatan pasien terjamin.
3.
Tatalaksana:
a.
RSIA Cinta Kasih harus melakukan proses perancangan
(design) yang baik, mengacu pada visi, misi dan tujuan
rumah sakit. kebutuhan pasien, petugas pelayanan
kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat,
dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien
sesuai dengan "Tujuh Langkah Menuju Keselamatan
Pasien Rumah Sakit".
b.
RSIA Cinta Kasih melakukan pengumpulan data kinerja
yang antara lain terkait dengan: pelaporan insiden,
akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan,
keuangan. Pelaporan, pencatatan, analisa dan tindak lanjut
KNC dan KTD tertuang dalam SK Direksi Nomor :
83/XI/KEB/RSIJPK/08/2008. Prosedur
pelaporan KNC
dan KTD terdapat dalam Prosedur Pelaporan Kejadian
Nyaris Cedera (KNC) dan Kejadian Tidak Diinginkan
(KTD) No. Dokumen : PRO-PK.16000.01.
c.
RSIA Cinta Kasih melakukan evaluasi intensif terkait
dengan semua Kejadian Tidak Diharapkan, dan secara
proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus risiko tinggi.
(Pedoman KPRS Bab VIII)
d.
RSIA Cinta Kasih menggunakan semua data dan informasi
hasil analisis untuk rnenentukan perubahan sistem yang
diperlukan, agar kinerja dan keselamatan pasien terjamin.
(Pedoman KPRS Bab VIII)
E.
Standar V.
Peran Kepemimpinan Dalam Meningkatkan
Keselamatan Pasien
1.
Standar:
a.
Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi
program keselamatan pasien secara terintegrasi dalam
organisasi melalui penerapan "Tujuh Langkah Menuju
Keselamatan Pasien Rumah Sakit".
b.
Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif
untuk identifikasi risiko keselamatan pasien dan
program rnenekan atau rnengurangi Kejadian Tidak
Diharapkan.
c.
Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi
dan koordinasi antar unit dan individu berkaitan
dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan
pasien.
d.
Pimpinan rnengalokasikan sumber daya yang adekuat
untuk mengukur, mengkaji, dan meningkatkan kinerja
rumah sakit serta meningkatkan keselamatan pasien.
e.
Pimpinan
mengukur
dan
mengkaji
efektifitas
kontribusinya dalam meningkatkan kinerja rumah sakit
dan keselamatan pasien.
2.
Kriteria:
a.
Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program
keselamatan pasien.
b.
Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko
keselamatan dan program meminimalkan insiden, yang
mencakup jenis-jenis Kejadian yang memerlukan
penelitian, mulai dari "Kejadian Nyaris Cedera" (Near
miss) sampai dengan "Kejadian Tidak Diharapkan"
(Adverse event).
c.
Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa
semua komponen dari rumah sakit terintegrasi dan
berpartisipasi dalam program keselamatan pasien.
d.
Tersedia prosedur "cepat-tanggap" terhadap insiden,
termasuk asuhan kepada pasien yang terkena musibah,
membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian
informasi yang benar dan jelas untuk keperluan
analisis.
e.
Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal
berkaitan
dengan
insiden
termasuk
penyediaan
informasi yang benar dan jelas tentang Analisis Akar
Masalah (RCA) "Kejadian Nyaris Cedera" (Near miss)
dan
"Kejadian
Sentinel"
pada
saat
keselamatan pasien mulai dilaksanakan.
program
f.
Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis
insiden. misalnya menangani "Kejadian Sentinel"
(Sentinel
Event)
atau
kegiatan
proaktif
untuk
memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk
mendukung staf dalam kaitan dengan "Kejadian
Sentinel".
g.
Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara
sukarela antar unit dan antar pengelola pelayanan di
dalam rumah sakit dengan pendekatan antar disiplin.
h.
Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang
dibutuhkan dalam kegiatan perbaikan kinerja rumah
sakit dan perbaikan keselamatan pasien, termasuk
evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya
tersebut.
i.
Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi
menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi
efektivitas
perbaikan
kinerja
rumah
sakit
dan
keselarnatan pasien, termasuk rencana tindak lanjut
dan implementasinya.
3.
Tatalaksana:
a.
Di RSIA Cinta Kasih terdapat Tim KPRS yang terdiri
dari
antar disiplin untuk mengelola program
keselamatan pasien.
b.
Di RSIA Cinta Kasih tersedia program proaktif untuk
identifikasi
risiko
keselamatan
dan
program
meminimalkan insiden, yang mencakup jenis-jenis
Kejadian yang memerlukan penelitian, mulai dari
"Kejadian Nyaris Cedera" (Near miss) sampai dengan
"Kejadian Tidak Diharapkan" (Adverse event).
c.
Di RSIA Cinta Kasih tersedia mekanisme kerja untuk
menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit
terintegrasi
dan
berpartisipasi
dalam
program
keselamatan pasien.
d.
Di RSIA Cinta Kasih tersedia prosedur "cepattanggap" terhadap insiden, termasuk asuhan kepada
pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada
orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan
jelas untuk keperluan analisis.
e.
Di RSIA Cinta Kasih tersedia mekanisme pelaporan
internal dan eksternal berkaitan dengan insiden
termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas
tentang Analisis Akar Masalah (RCA) "Kejadian
Nyaris Cedera" (Near miss) dan "Kejadian Sentinel"
pada
saat
dilaksanakan.
program
keselamatan
pasien
mulai
f.
Di RSIA Cinta Kasih tersedia mekanisme untuk
menangani berbagai jenis insiden. misalnya menangani
"Kejadian Sentinel" (Sentinel Event) atau kegiatan
proaktif
untuk
memperkecil
risiko,
termasuk
mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan
dengan "Kejadian Sentinel".
g.
Di RSIA Cinta Kasih terdapat kolaborasi dan
komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar
pengelola pelayanan di dalam rumah sakit dengan
pendekatan antar disiplin.
h.
Di RSIA Cinta Kasih tersedia sumber daya dan sistem
informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan perbaikan
kinerja rumah sakit dan perbaikan keselamatan pasien,
termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber
daya tersebut.
i.
Di RSIA Cinta Kasih tersedia sasaran terukur, dan
pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif
untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja
rumah sakit dan keselamatan pasien, termasuk rencana
tindak lanjut dan implementasinya.
F.
Standar VI.
Mendidik
Staf
Tentang
Keselamatan
Pasien
1.
Standar :
a.
Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan
dan
orientasi
untuk
setiap
jabatan
rnencakup
keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara
jelas.
b.
Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan
pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan
memelihara
kompetensi
staf
serta
mendukung
pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.
2.
Kriteria :
a.
Rumah sakit harus memiliki program pendidikan,
pelatihan dan orientasi bagi staf baru yang rnemuat
topik keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya
masing-masing.
b.
Rumah
sakit
harus
mengintegrasikan
topik
keselamatan pasien dalam setiap kegiatan in-service
training dan memberi pedoman yang jelas tentang
pelaporan insiden.
c.
Rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan
tentang
kerjasama
kelompok
(teamwork)
guna
mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif
dalam rangka melayani pasien.
G.
Standar VII.
Komunikasi Merupakan Kunci Bagi Staff
Untuk Mencapai Keselamatan Pasien
1.
Standar :
a.
Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses
manajemen informasi keselamatan pasien untuk
memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal.
b.
Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan
akurat.
2.
Kriteria :
a.
Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan
rnendesain proses manajemen untuk memperoleh data
dan
informasi
tentang
hal-hal
terkait
dengan
keselamatan pasien.
b.
Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala
komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang
ada.
3.
Tatalaksana :
a.
Di RSIA Cinta Kasih disediakan anggaran untuk
merencanakan dan rnendesain proses manajemen
untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal
terkait dengan keselamatan pasien.
b.
Di RSIA Cinta Kasih tersedia mekanisme identifikasi
masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi
manajemen informasi yang ada.
c.
Insiden Keselamatan Pasien, Jenis, dan Pelaporannya
Insiden Keselamatan Pasien (IKP) atau Patient Safety Incident
adalah setiap kejadian atau situasi yang dapat mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan harm yaitu seperti penyakit, cedera, cacat,
atau bahkan kematian yang tidak seharusnya terjadi.
Adapun jenis – jenis insiden dalam keselamatan pasien adalah 1)
Kondisi Potensial Cidera - KPC (A reportable circumtance) adalah
situasi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cidera tetapi belum
terjadi cidera dan kondisi atau situasi ini termasuk yang perlu untuk
dilaporkan contohnya ruangan ICU yang sangat sibuk tetapi jumlah
personil selalu kurang (understaffed), penempatan defibrilator di IGD
ternyata diketahui bahwa alat tersebut rusak, walaupun belum
diperlukan, 2) Kejadian Nyaris Cedera – KNC (A near Miss) adalah
terjadinya insiden yang belum sampai terpapar atau terkena pasien,
contohnya unit transfusi darah sudah terpasang pada pasien yang salah
tetapi kesalahan tersebut segera diketahui sebelum transfusi dimulai
sehingga tidak terjadi hal yang tidak diinginkan, 3) Kejadian Tidak
Cidera – KTC (A No Harm Incident) adalah suatu insiden yang sudah
terpapar ke pasien tetapi tidak timbul cidera, contohnya darah transfusi
yang salah sudah dialirkan tetapi tidak timbul gejala inkompatibiltas, 4)
Kejadian Tidak Diharapkan – KTD (A Harmful incident/adverse event)
adalah insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien, contohnya
transfusi yang salah mengakibatkan pasien meninggal karena reaksi
hemolysis.
Setelah keempat jenis insiden di atas dapat dimengerti, maka ada
satu kejadian lagi yang sangat fatal dan penting untuk dilaporkan dalam
keselamatan pasien yaitu kejadian sentinel (sentinel event) yang artinya
suatu Kejadian Tidak Diharapkan – KTD yang mengakibatkan
kematian atau cidera yang serius, biasanya dipakai untuk kejadian yang
sangat tidak diharapkan atau tidak dapat diterima seperti operasi pada
bagian tubuh yang salah. Pemilihan kata “sentinel” terkait dengan
keseriusan cedera yang terjadi misalnya amputasi pada kaki yang salah
dan sebagainya sehingga pencarian fakta terhadap kejadian ini
mengungkapkan adanya masalah yang serius pada kebijakan dan
prosedur yang berlaku.
Setiap insiden dilaporkan secara internal kepada TKPRS (Tim
Keselamatan Pasien Rumah Sakit) dalam waktu paling lambat 2x24
jam sesuai format laporan yang ada. TKPRS melakukan analisis dan
memberikan rekomendasi serta solusi atas insiden yang dilaporkan.
TKPRS melaporkan hasil kegiatannya kepada rumah sakit. Rumah
sakit harus melaporkan insiden, analisis, rekomendasi dan solusi
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) secara tertulis kepada Komite
Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Komite Nasional
Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan pengkajian dan
memberikan umpan balik (feedback) dan solusi atas laporan secara
nasional (Permenkes 1691/Menkes/Per/VIII/2011)
d. Pelaporan Insiden
Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien adalah suatu sistem untuk
mendokumentasikan laporan insiden keselamatan pasien, analisis dan
solusi untuk pembelajaran. Banyak metode yang digunakan untuk
mengidentifikasi
risiko,
salah
satu
caranya
adalah
dengan
mengembangkan sistem pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP)
dan sistem analisis. Dapat dipastikan bahwa sistem pelaporan akan
mengajak semua orang dalam organisasi untuk peduli akan bahaya /
potensi bahaya yang dapat terjadi kepada pasien. Pelaporan juga
penting digunakan untuk memonitor upaya pencegahan terjadinya
error sehingga diharapkan dapat mendorong dilakukannya investigasi
lebih lanjut.
e.
Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Pelaporan Insiden
Faktor penyebab karyawan tidak melaporkan IKP adalah (1)
perawat menganggap bahwa laporan adalah pekerjaan perawat, (2)
budaya
pelaporan
yang
masih
kurang,
(3)
laporan
sering
disembunyikan (under report) karena adanya budaya menyalahkan
(blame culture) (Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit, 2015).
Menurut hasil penelitian (Gunawan, Widodo, & Harijanto,
2015a) yang dilakukan di Jawa Timur faktor rendahnya laporan IKP
antara lain (1) kurangnya pemahaman petugas untuk melaporkan IKP,
(2) kurang optimalnya pelaksanaan sistem pelaporan IKP, (3)
Ketakutan untuk melaporkan dan (4) tingginya beban kerja SDM,
sehingga pelaporan IKP yang tidak menimbulkan cedera pasien
cendrung tidak dilaporkan. Selain itu juga menurut hasil penelitian dari
(Iskandar, Maksum, & Nafisah, 2015) ada beberapa faktor yang
mempengaruhi rendahnya pelaporan IKP rumah sakit yaitu ; (1) takut
disalahkan, (2) komitmen kurang dari manajemen dan unit terkait, (3)
tidak ada reward dari rumah sakit jika melaporkan, (4) tidak tahu
batasan mana atau apa yang harus dilaporkan, (5) sosialisasi IKP yang
kurang maksimal, (6) belum ikut pelatihan dan (7) sosialisasi TKPRS
kurang aktif.
Penelitian (Polisena, Gagliadri, Urbach, Cliford, & Fiander,
2015) juga menunjukkan bahwa takut disalahkan, pemahaman yang
kurang tentang insiden yang harus dilaporkan, manfaat dan batasan
waktu pelaporan merupakan hambatan umum terhadap pengakuan dan
pelaporan kejadian. Didukung oleh hasil penelitian (Hewitt, Chreim, &
Forster, 2016) mengatakan hambatan dalam pelaporan IKP adalah takut
dikatakan tidak kompeten, kurangnya waktu, pendidikan kurang
tentang jenis insiden yang dilaporkan, kurangnya umpan balik
(feedback) dan laporan tidak berguna.
Insiden pelaporan keselamatan pasien dipengaruhi oleh kinerja
karyawan dalam memberikan pelayanan. Hal ini sesuai dengan teori
Kopelman yang dikenal dengan teori pengembangan mutu pelayanan
(produktivitas), menyatakan bahwa pengembangan mutu pelayanan
dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu karakteristik organisasi, karakteristik
individu dan karakteristik pekerjaan (Nursalam, 2015). Peningkatan
kinerja karyawan dalam pelaporan IKP dapat ditingkatkan melalui
pendidikan dan pelatihan. Menurut (Nursalam, 2015) pendidikan
mempengaruhi kinerja seseorang melalui pengetahuan, ketrampilan
atau kemampuan. Pengetahuan perawat tentang cara melaporkan dan
manfaat IKP serta konsekuensi yang akan diterima ketika melaporkan
IKP merupakan dimensi yang mempengaruhi motivasi individu untuk
melakukan pelaporan insiden (Gunawan et al., 2015b).
Motivasi individu akan sangat berpengaruh pada kinerja, artinya
jika masing-masing perawat mempunyai motivasi yang kuat untuk
melaporkan IKP maka kinerja pelaporan IKP juga akan semakin baik.
Pemahaman yang kurang terhadap IKP adalah salah satu faktor yang
mempengaruhi menurunnya kinerja perawat dalam melaporkan IKP
2.1.2. Konsep Kinerja Karyawan
a.
Definisi Kinerja Karyawan
Kinerja berasal dari pengertian performance. Ada pula yang
memberikan pengertian performance sebagai hasil kerja atau prestasi kerja.
Namun, sebenarnya kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya
hasil kerja, tetapi termasuk bagaimana proses pekerjaan berlangsung,
(Wibowo, 2007: 7). Maluyu S.P. Hasibuan (2011) mengemukakan “kinerja
(prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam
melaksanakan tugas tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas
kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu”. Kinerja karyawan
adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi
kepada organisasi. Perbaikan kinerja baik untuk individu maupun kelompok
menjadi pusat perhatian dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi.
Pengertian kinerja menurut Mangkunegara (2006) adalah “hasil kerja
secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yanng diberikan
kepadanya”. Kualitas yang dimaksud disini adalah dilihat dari kehalusan,
kebersihan dan ketelitian dalam pekerjaan sedangkan kuantitas dilihat dari
jumlah atau banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan karyawan. Tika
(2006:121) mendenisikan kinerja sebagai hasil-hasil fungsi pekerjaan
seseorang yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan
organisasi dalam periode waktu tertentu.
Menurut Hasibuan (2011:94) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
adalah sebagai berikut :
1.
Kemampuan dan minat seorang pekerja
2.
Kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas
3.
Peran dan tingkat motivasi seorang pekerja
Berdasarkan faktor-faktor yang dikemukakan di atas dapat ditarik kesimpulan
kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja yang dihasilkan
dalam sebuah organisasi yang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal dari
organisasi, serta kemampuan dan kemauan yang dimiliki oleh karyawan.
b.
Penilaian Kinerja
Menurut Hasibuan (2011:87) penilaian kinerja adalah menilai rasio hasil
kerja nyata dengan standar kualitas maupun kuantitas yang dihasilkan setiap
karyawan. Menetapkan kebijakan berarti apakah karyawan akan dipromosikan,
didemosikan, dan atau balas jasanya dinaikkan.
Sedangkan menurut Sofyandi (2008:122), Penilaian kinerja (performanve
appraisal) adalah proses organisasi dalam mengevaluasi pelaksanaan kerja
karyawan. Dalam penilaian dinilai kontribusi karyawan kepada organisasi selama
periode waktu tertentu. Umpan Balik kinerja memungkingkan karyawan
mengetahui seberapa baik bekerja jika dibandingkan dengan standar organisasi.
Apabila penilaian kinerja dilakukan secara benar, para karyawan, penyelia,
departemen SDM, dan akhirnya Organisasi akan diuntungkan dengan melalui
upaya-upaya karyawan memberikan kontribusi yang memuaskan kepada
organisasi.
c.
Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja
Menurut Rivai (2005:52) Tujuan Penilaian Kinerja secara umum adalah untuk:
1.
Meninjau ulang kinerja masa lalu
2.
Memperoleh data yang pasti, sistematis dan faktual dalam penentuan
”nilai” suatu pekerjaan
3.
Memeriksa kemampuan organisasi
4.
Memeriksa kemampuan individu karyawan
5.
Menyusun target masa depan
6.
Melihat prestasi seseorang secara realistis
7.
Memperoleh keadilan dalam sistem pengupahan dan penggajian yang
berlaku dalam organisasi
8.
Memperoleh data dalam penentuan struktur upah dan gaji sepadan
dengan apa yang berlaku secara umum
9.
Memungkinkan manajemen mengukur dan mengawasi biaya yang
dikeluarkan oleh perusahaan secara lebih akurat
10. Memungkinkan manajemen melakukan negosiasi yang objektif dan
rasional dengan serikat pekerja apabila ada atau langsung dengan
karyawan
11. Memberikan kerangka berpikir dalam melakukan peninjauan secara
berkala terhadap sistem pengupahan dan penggajian yang berlaku dalam
organisasi
12. Memungkinkan manajemen lebih objektif dalam memperlakukan
karyawan berdasarkan prinsip-prinsip organisasi yang sehat dan teknik –
teknik penilaian yang tidak berat sebelah
13. Membantu manajemen dalam memilih, menempatkan, promosi,
memindahkan dan meningkatkan kualitas karyawan
14. Memperjelas
tugas
pokok,
fungsi,
kegiatan
wewenang
dan
tanggungjawab satuan-satuan kerja dalam organisasi, yang apabila dapat
terlaksana dengan baik akan mempunyai arti yang sangat penting dalam
usaha penyederhanaan kerja sehingga dapat menghilangkan duplikasi
atau tumpang tindih dalam pelaksanaan berbagai kegiatan dalam
organisasi
15. Menghilangkan atau paling sedikit mengurangi berbagai jenis keluhan
karyawan yang apabila tidak teratasi dengan baik dapat berakibat para
karyawan meninggalkan organisasi dan pindah ketempat kerja yang lain.
Apabila dapat teratasi dengan baik akan meningkatkan motivasi kerja,
menumbuhsuburkan hubungan kerja yang menguntungkan, baik pihak
manajemen maupun pihak karyawan sendiri.
16. Menyejajarkan penilaian kinerja dengan bisnis sehingga keefektifan
penilaian kinerja dalam mencapai tujuan organisasi tergantung dari
seberapa sukses organisasi menyejajarkan dan mengintegrasikan
penilaian kinerja dengan sasaran bisnis strategis.
17. Mengetahui latihan yang diperlukan
Menurut Mangkunegara (2011) kegunaan penelitian prestasi kerja (Kinerja)
karyawan adalah :
1.
Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk
prestasi, pemberhentian dan besarnya balas jasa.
2.
Untuk mengukur sejauh mana seorang karyawan dapat menyelesaikan
pekerjaanya.
3.
Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektifitas seluruh kegiatan dalam
perusahaan.
4.
Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektifan
jadwal kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan,
kondisi kerja dan pengawasan.
5.
Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi
karyawan yang berada di dalam organisasi.
6.
Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga di
capai performance yang baik.
7.
Sebagai alat untuk dapat melihat kekurangan atau kelemahan dan
meningkatkan kemampuan kaaryawan selanjutnya.
8.
Sebagai krikteria menentukan, seleksi dan penempatan karyawan
9.
Sebagai alat untuk memperbaiki atau mengembangkan kecakapan
karyawan.
10. Sebagai dasar untuk memperbaiki atau mengembangankan uraian tugas
(Job description )
Berdasarkan uraian di atas dengan memperhatikan tujuan dari penilaian
kinerja dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan penilaian pekerjaan dalam sebuah
perusahaan agar dapat mengetahui hasil kinerja yang telah ditunjukkan sebagai
bahan dasar pertimbangan dalam penentuan jenjang jabatan karyawan sebuah
perusahaan agar karyawan merasa dihargai dan terus menunjukkan kinerja
terbaiknya.
d.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Hersey, Blanchard, dan Johnson (dalam Wibowo,
2007:100) merumuskan adanya tujuh faktor kinerja yang memengaruhi
kinerja dan dirumuskan dengan akronim ACHIEVE.
A – Ability (knowledge dan skill)
C – Clarity (understanding atau role perception)
H – Help (organisational support)
I – Incentive (motivation atau willingness)
E – Evaluation (coaching dan performance feedback)
V – Environment (environment fit)
Dalam pandangan Keith Davis (dalam Mangkunegara, 2010:13)
faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan
(ability) yang terdiri Knowladge x Skill dan faktor motivasi (motivation)
terdiri dari Attitued x Situation. Menurut Mangkunegara (2005:14), Kinerja
dipengaruhi oleh tiga faktor sebagai berikut :
1.
Faktor individual yang terdiri dari kemampuan dan keahlian, latar
belakang, dan demografi.
2.
Faktor psikologis yang terdiri dari persepsi, attitude (sikap), personality
(kepribadian), pembelajaran, dan motivasi.
3.
Faktor organisasi yang terdiri dari sumber daya, kepemimpinan,
penghargaan, struktur, dan job design.
f.
Kriteria Pengukura Kinerja
Mangkunegara (2006) mengemukaan bahwa indikator kinerja , yaitu :
1.
Kualitas : kualitas kerja adalah seberapa baik seorang karyawan
mengerjakan apa yang seharusnya di kerjakan
2.
Kuantitas : kuantitas kerja adalah seberapa lama seorang pegawai
bekerja dalam satuharinya. Kuantitas kerja ini dapat di lihat dari
kecepatan kerja setiap pegawai itu masing-masing.
3.
Pelaksanaan tugas : pelaksanaan tugas adalah seberapa jauh
karyawan mampu melaksanakan pekerjaan dengan aakurat atau
tidak ada kesalahan.
4.
Tanggung Jawab: tanggung jawab terhadap pekerjaan adalah
kesadaran akan kewajiban karyawan untuk melaksanakaan
pekerjaan yang diberikan perusahaan.
Menurut Sutrisno (2009:152) ada enam indikator dari kinerja yakni:
1.
Hasil kerja
Meliputi tingkat kuantitas maupun kualitas yang telah dihasilkan
dan sejauh mana pengawasan dilakukan
2.
Pengetahuan pekerjaan
Tingkat pengetahuan yang terkait dengan tugas pekerjaan yang
akan berpengaruh langsung terhadap kuantitas dan kualitas dari
hasil kerja
3.
Inisiatif
Tingkat inisiatif selama melaksanakan tugas pekerjaan khususnya
dalam hal penanganan masalah-masalah yang timbul
4.
Kecekatan Mental
Tingkat kemampuan dan kecepatan dalam menerima instruksi
kerja dan menyesuaikan dengan cara kerja serta situasi kerja yang
ada
5.
Sikap
Tingkat semangat kerja serta sikap positif dalam melaksanakan
tugas pekerjaan
Indikator kinerja karyawan menurut Mathis dan Jackson (2006:378)
adalah sebagai berikut:
1. Kuantitas
Kuantitas merupakan jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah
seperti jumlah unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan. Kuantitas
yang diukur dari persepsi pegawai terhadap jumlah aktivitas yang
ditugaskan beserta hasilnya.
2. Kualitas
Kualitas adalah ketaatan dalam prosedur, disiplin, dedikasi. Tingkat dimana
hasil aktivitas yang dikehendaki mendekati sempurna dalam arti
menyesuaikan beberapa cara ideal dari penampilan aktivitas, maupun
memenuhi tujuan-tujuan yang diharapkan dari suatu aktivitas. Kualitas
kerja diukur dari persepsi pegawai terhadap kualitas pekerjaan yang
dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap ketrampilan dan kemampuan
pegawai.
3. Keandalan
Keandalan adalah kemampuan untuk melakukan pekerjaan yang
disyaratkan dengan supervisi minimum. Menurut Zeithaml & Berry (dalam
Sudarmanto, 2009:14) kehandalan yakni mencakup konsistensi kinerja dan
kehandalan dalam pelayanan; akurat, benar dan tepat.
4. Kehadiran
Kehadiran adalah keyakinan akan masuk kerja setiap hari dan sesuai dengan
jam kerja.
5. Kemampuan bekerja sama
Kemampuan bekerja sama adalah kemampuan seorang tenaga kerja untuk
bekerja bersama dengan orang lain dalam menyelesaikan suatu tugas dan
pekerjaan yang telah ditetapkan sehingga mencapai daya guna dan hasil
guna yang sebesar-besarnya.
2.1.3. Konsep Kepuasan Kerja
Menurut Blum (1956) dalam Moch. As’ad (1995:104) mengemukaan bahwa
kepuasan kerja merupakan sikap umum yang merupakan hasil dari beberapasifat
khusus terhadap factor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan social
individu diluar kerja. Kepuasan kerja merupakan suatu sikap umum terhadap
pekerjaan seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang
pegawai dan banyaknya yang mereka yakini apa yang seharusnya mereka terima
(Stephen P. Robbins, 1996: 26). Dalam bukunya, “Perilaku Organisasi: Konsep,
Kontroversi”, Robbins mengatakan: “Kepuasan kerja adalah sebagai suatu sikap
umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Pekerjaan menuntut interaksi
dengan rekan kerja, atasan, peraturan dan kebijakan organisasi, standar kinerja,
kondisi kerja dan sebagainya. Seorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi
menunjukkan sikap positif terhadap kerja itu, sebaliknya seseorang yang tidak puas
dengan pekerjaannya menunjukkan sikap negative terhadap kerja itu. (Robbins,
1996: 179)
Faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja akan dapat diketahui dengan
melihat beberapa hal yang dapat menimbulkan dan mendorong kepuasan kerja
yaitu:
a.
Faktor psikologik, merupakan factor yang berhubungan dengan kejiwaan
karyawan yang meliputi minat, ketentraman dalam bekerja, sikap terhadap
kerja, bakat dan keterampilan;
b.
Factor social, merupakan factor yang berhubungan dengan interaksi social baik
sesame karyawan dengan atasan maupun karyawan yang berbeda jenis
pekerjaannya;
c.
Factor fisik, merupakan factor yang berhubungan dengan kondisi fisik
lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan, meliputi jenis pekerjaan,
pengaturan waktu dan waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan,
suhu, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan, umur dan
sebagainya;
d.
Factor finansial, merupakan factor yang berhubungan dengan jaminan serta
kesejahteraan karyawan yang meliputi system dan besarnya gaji, jaminan
social, macam-macam tunjangan fasilitas yang diberikan, promosi, dan
sebagainya.
Menurut Robbins (2002), aspek-aspek kerja yang berpengaruh terhadap
kepuasan kerja adalah :

Kepuasan kerja sebagai respon emosional terhadap situasi kerja (kondisi
kerja itu sendiri)

Hasil kerja yang diperoleh atau yang diharapkan (pandangan promosi);

Kepuasan kerja mempresentasikan beberapa sikap yang merupakan sumber
kepuasan kerja (hubungan kerja dengan atasan, rekan kerja)
Jadi, dapat disimpulkan indicator dari kepuasan kerja yang dimaksud disini adalah:
1) Kepuasan terhadap atasan
2) Kepuasan terhadap rekan kerja
3) Kepuasan terhadap pekerjaan
4) Kepuasan terhadap peluang promosi
5) Kepuasan terhadap pendapatan
2.1.4. Konsep Budaya Kaizen dan Total Quality Management
a.
Budaya Kaizen
Kaizen adalah suatu filosofi dari Jepang yang memfokuskan diri pada
pengembangan
dan
penyempurnaan
secara
terus
menerus
atau
berkesinambungan dalam perusahaan bisnis. Kaizen melibatkan pemodal,
karyawan dan manajer semua lini dalam perusahaan untuk pengembangan
perusahaan ke arah yang lebih baik. Kaizen berasal dari Bahasa Jepang yaitu
kai artinya perubahan dan zen artinya baik. Di Cina kaizen bernama gaishan
di mana gai berarti perubahan atau perbaikan dan shan berarti baik atau
benefit. Jadi Kaizen dapat diartikan sebagai perubahan kepada arah lebih
baik.
Kaizen menurut imai (2008:11) adalah perbaikan yang melibatkan
semua orang baik manager dan karyawan serta melibatkan biaya dalam
jumlah yang tak seberapa. Sedangkan menurut waluyo (2006:3) menyatakan
bahwa :
“Budaya organisasi masyarakat jepang disebut kaizen yang secaa
Bahasa Jepang kai berarti perubahan sedangkan zen berarti baik dan secara
istilah artinya adalah perbaikan dan penyempurnaan berkesinambungan yang
melibatkan semua anggota dalam hirarki perusahaan, baik manajemen
maupun karyawan”.
Kaizen pertama kali diperkenalkan oleh Taichi Ohno, mantan Vice
Presindent Toyota Motors Corporation yang semula berakar dari ide Sakichi
Toyoda (1867-1930), pendiri grup Toyota. Kata kaizen digunakan untuk
menguraikan suatu proses manajemen dan budaya bisnis secara continuous
improvement dengan partisipasi aktif dan komitmen dari semua karyawan
dalam bentuk apapun yang dilakukan oleh perusahaan. Kaizen tidak hanya
berlaku di Jepang, karena pada dasarnya setiap individu maupun organisasi
di negara manapun pasti menginginkan selalu menjadi yang terbaik, untuk itu
perbaikan dan penyempurnaan setiap saat selalu diperlukan, hal ini
berdasarkan arti dari kaizen itu sendiri yaitu perbaikan dan penyempurnaan
terus-menerus dan berkesinambungan.
Kaizen secara harfiah memiliki arti “Penyempurnaan” atau dapat diartikan
sebagai perbaikan terus-menerus (continous improvement). Di dalam penerapan
manajerial kaizen sendiri lebih mengarah pada Total Quality Management (TQM),
Zero Defect (ZD), Just in-Time dan beberapa kegiatan lain yang mengarah pada
pengendalian mutu dan pengembangan mutu melalui berbagai penyempurnaan
menuju kesempurnaan sistem. Kaizen menempatkan kualitas sebagai landasan
utama dalam proses produksi suatu organisasi dan juga menjadikan kaizen sebagai
sebuah landasan berpikir dan bertindak agar tercipta hasil yang berkualitas.
Kaizen dapat dimulai dengan menyadari bahwa setiap perusahaan
mempunyai masalah. Kaizen memecahkan masalah dengan membentuk
kebudayaan perusahaan dimana setiap orang dapat mengajukan masalahnya dengan
bebas. Meski perbaikan dalam kaizen bersifat kecil dan berangsur, namun proses
kaizen mampu membawa hasil yang dramatis mengikuti waktu. Aspek penting
dalam kaizen adalah mengutamakan proses. Kunci keunggulan perusahaan Jepang
adalah sangat unggul dalam persaingan. Salah satu kemampuannya adalah
menghilangkan pemborosan dan menghindari berbagai kesulitan. Sebaliknya,
Amerika Serikat (AS) mengalami kesulitan dalam menghemat Sumber Daya Alam
yang memang sangat melimpah bila dibandingkan Jepang sehingga istilah
perbaikan mutu secara terus menerus (Just in-time) tidak berlaku bagi manajemen
Amerika tapi lebih cenderung Just in case.
Kaizen adalah kegiatan sehari-hari yang sederhana bertujuan untuk
melampaui peningkatan produktifitas, juga merupakan sebuah proses apabila
dilakukan dengan benar akan “memanusiawikan” tempat kerja, mengurangi beban
kerja yang berlebihan, dan mengajarkan orang untuk melakukan percobaan dalam
pekerjaannya dengan menggunakan metode-metode ilmiah dan bagaimana belajar
mengenali serta mengurangi pemborosan dalam proses kerjanya. Format KAIZEN
dapat berupa perseorangan, sistim saran, kelompok kecil, atau kelompok besar.
sampai bawahan atau istilahnya way of life perusahaan. Kaizen merupakan aktivitas
harian yang pada prinsipnya memiliki dasar sebagai berikut :
1. Berorientasi pada proses dan hasil.
2. Berpikir secara sistematis pada seluruh proses.
3. Tidak menyalahkan, tetapi terus belajar dari kesalahan yang terjadi di
lapangan.
Kaizen atau perbaikan secara terus menerus selalu beriringan dengan Total
Quality Management (TQM). Bahkan sebelum filosofi TQM ini terlaksana atau
sebelum system mutu dapat dilaksanakan dalam suatu perusahaan maka filosofi ini
tidak akan dapat dilaksanakan sehingga perbaikan secara terus menerus (Just in
time) ini adalah usaha yang melekat pada filosofi TQM itu sendiri. Sehingga Kaizen
bisa juga merupakan suatu kesatuan pandangan yang komprehensif dan terintegrasi
yang memiliki ciri khas: berorientasi pada pelanggan, pengendalian mutu secara
menyeluruh (Total Quality Management, Robotik, Gugus kendali mutu, System
saran,
Otomatisasi,
Displin
ditempat
kerja,
pemeliharan
produktiftas,
penyempurnaan dan perbaikan mutu, tepat waktu, tanpa cacat, kegiatan kelompok
kecil, hubungan kerjasama antara manajer dan karyawan dan pengembangan
produk baru. Strategi kaizen adalah konsep tunggal dalam Manajemen jepang yang
paling penting, sebagai kunci sukses Jepang dalam persaingan. KAIZEN dibagi
menjadi 3 segmen, tergantung kebutuhan masing-masing perusahaan, yaitu:
1. Kaizen memilki orentasi terhadap Manajemen, memusatkan perhatiannya
pada masalah logistik dan strategis yang terpenting dan memberikan
momentum untuk mengejar kemajuan dan moral.
2. Kaizen memilki orentasi terhadap Kelompok, dilaksanakan oleh gugus
kendali mutu, kelompok Jinshu Kansi/manajemen sukarela menggunakan
alat statistik untuk memecahkan masalah, menganalisa, melaksanakan dan
menetapkan standar/prosedur baru.
3. Kaizen memilki orentasi terhadap Individu, dimanifestasikan dalam bentuk
saran, dimana seseorang harus bekerja lebih pintar bila tidak mau bekerja
keras.
Pesan dari strategi kaizen, bahwa tidak satu hari pun boleh berlalu tanpa
sesuatu tindakan penyempurnaan dalam perusahaan. Adapun manfaat yang
diperoleh dalam penerapan teori keizen yaitu :
1. Setiap orang akan mampu menemukan masalah dengan cepat
2. Setiap orang akan memberikan perhatian dan penekanan pada tahap
perencanaan.
3. Mendukung cara berfikir yang berorientasi pada proses
4. Setiap orang berkonsentrasi pada masalah-masalah yang lebih penting dan
mendesak untuk diselesaikan
5. Setiap orang akan berpartisipasi dalam membangun sistem yang baru.
Dari kesimpulan beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
Budaya kaizen merupakan suatu teknik manajemen yang menekankan pada
perbaikan kualitas secara berkesinambungan yang melibatkan semua pihak dengan
biaya rendah, Budaya keizen dapat diartikan proses perbaikan yang terjadi secara
terus-menerus untuk memperbaiki cara kerja dan meningkatkan mutu dengan
menanamkan sikap disiplin terhadap karyawan serta menciptkana tempat kerja
yang nyaman bagi karyawan yang melibatkan semua anggota dalam hierarki
perusahaan, baik manajemen maupun karyawan. Beberapa point penting dalam
proses penerapan KAIZEN yaitu :
a. Konsep 3M (Muda, Mura, dan Muri) dalam istilah Jepang. Konsep ini
dibentuk untuk mengurangi kelelahan, meningkatkan mutu, mempersingkat
waktu dan mengurangi atau efsiensi biaya. Muda diartikan sebagai
mengurangi pemborosan, Mura diartikan sebagai mengurangi perbedaan
dan Muri diartikan sebagai mengurangi ketegangan.
b. Gerakkan 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu dan Shitsuke) atau 5R. Seiri
artinya membereskan tempat kerja. Seiton berarti menyimpan dengan
teratur. Seiso berarti memelihara tempat kerja supaya tetap bersih. Seiketsu
berarti kebersihan pribadi. Seiketsu berarti disiplin, dengan selalu mentaati
prosedur ditempat kerja. Di Indonesia 5S diterjemahkan menjadi 5R, yaitu
Ringkas, Rapi, Resik, Rawat dan Rajin.
c. Konsep PDCA dalam KAIZEN. Setiap aktivitas usaha yang kita lakukan
perlu dilakukan dengan prosedur yang benar guna mencapai tujuan yang
kita harapkan. Maka PDCA (Plan, Do, Check dan Action) harus dilakukan
terus menerus.
d. Konsep 5W + 1H. Salah satu alat pola pikir untuk menjalankan roda PDCA
dalam kegiatan KAIZEN adalah dengan teknik bertanya dengan pertanyaan
dasar 5W + 1H (What, Who, Why, Where, When dan How).
Untuk menjaga agar penurunan kualitas tidak terjadi, maka diperlukan
maintenance / repairement (pemeliharaan / perbaikan). Tapi, kalau perusahaan
ingin meningkatkan performancenya, maka dibutuhkan juga aktivitas improvement
(Kaizen). Perusahaan sering menggunakan istilah Kaizen atau improvement dalam
melaksanaakn program peningkatan kinerja kualitas. Ada 5 (lima) factor yang
mendukung di dalam budaya kaizen yaitu :
1. Team work (Tim Kerja)
2. Personal Disipline (Disiplin Pribadi)
3. Improved Morale (Peningkatan Moral)
4. Quality Circle (Lingkaran Kualitas)
5. Suggestion for improvement (Saran untuk perbaikan)
b.
Teori Total Quality Management (TQM)
Total Quality Management merupakan suatu pendekatan dalam
menjalankan bisnis untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui
perbaikan terus-menerus. TQM juga berarti cara meningkatkan performansi
secara terus-menerus (continous improvement) pada setiap level operasi atau
proses dan dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi. Tjiptono
(2003:10) berpendapat dalam bukunya yang berjudul “Total Quality
Management” bahwa dasar pemikiran perlunya TQM sangatlah sederhana,
yakni cara terbaik agar dapat bersaing dan unggul dalam persaingan global
adalah menghasilkan kualitas terbaik. Untuk menghasilkan kualitas terbaik
diperlukan upaya perbaikan berkesinambungan terhadap kemampuan
manusia, proses, lingkungan.
Cara terbaik agar dapat memperbaiki kemampuan komponenkomponen tersebut secara berkesinambungan adalah dengan menerapkan
Total Quality Manajement. Menurut Lubis (2008:46), Total Quality
Management (TQM) adalah suatu sistem manajemen yang berfokus pada
kepuasan konsumen dan sebagai alat untuk meningkatkan daya saing dan
bahkan menjamin kelangsungan hidup perusahaan. TQM merupakan suatu
konsep manajemen mutu memang telah dilaksanakan oleh banyak
perusahaan dan terbukti dapat meningkatkan kemampuan perusahaan untuk
tetap bertahan hidup seperti yang dialami oleh perusahaan-perusahaan di
Jepang sekitar tahun 1950-an.
Total
Quality
Management
pada
dasarnya
bertujuan
untuk
menghasilkan produk atau jasa dimana mutu dirancang, dipadukan dan
dipertahankan pada tingkat biaya yang paling ekonomis sehingga
memungkinkan tercapainya kepuasan konsumen. Seperti yang dijelskan oleh
Fandy Tjiptono (2003:10) bahwa dasar pemikiran dari pentingnya Total
Quality Management sangatlah sederhana, yakni cara terbaik agar dapat
bersaing dan unggul dalam persaingan global adalah menghasilkan kualitas
terbaik. Untuk menghasilkan kualitas terbaik diperlukan upaya perbaikan
berkesinambungan terhadap kemampuan manusia, proses dan lingkungan.
Cara terbaik agar dapat memperbaiki kemampuan komponenkomponen
tersebut secara berkesinambungan adalah dengan menerapkan Total Quality
Management.
Menurut Maghviroh El Rovila (2014:54), manfaat dari Total Quality
Management adalah memperbaiki kinerja manajerial dalam mengelola
perusahaan agar dapat meningkatkan penghasilan perusahaan. Ada beberapa
keuntungan pengendalian mutu yang digambarkan Ishikawa (1992) dalam
Maghviroh El Rovila (2014), antara lain :
1.
Pengendalian mutu memungkinkan untuk membangun mutu di setiap
langkah proses produksi demi menghasilkan produk yang 100% bebas
cacat.
2.
Pengendalian mutu memungkinkan perusahaan menemukan kesalahan
kegagalan sebelum akhirnya berubah menjadi musibah bagi perusahaan.
3.
Pengendalian mutu memungkinkan desain produk mengikuti keinginan
pelanggan secara efisien sehingga produknya selalu dibuat sesuai pilihan
pelanggan.
4.
Pengendalian mutu dapat membantu perusahaan menemukan data-data
produksi yang salah.
Menurut Tjiptomo dan Diana (2003:15) menyatakan bahwa dalam
penerapan TQM ada sepuluh unsur utama yang dikembangkan yaitu sebagai
berikut :
1. Fokus pada pelanggan
Dalam TQM, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal
merupakan penggerak. Pelanggan eksternal menentukan kualitas produk
atau jasa yang disampaikan kepada mereka, sedangkan pelanggan internal
berperan besar dalam menentukan kualitas tenaga kerja, proses, dan
lingkungan yang berhubungan dengan produk atau jasa.
2. Obsesi terhadap kualitas
Dengan adanya kualitas yang telah ditetapkan, organisasi harus terobsesi
untuk memenuhi atau melebihi apa yang telah ditentukan sebelumnya. Hal
ini berarti bahwa semua karyawan pada tiap level berusaha melaksanakan
setiap aspek pekerjaannya berdasarkan perspektif untuk melakukan segala
sesuatunya dengan lebih baik.
3. Pendekatan ilmiah
Pendekatan ilmiah diperlukan dalam penerapan TQM, terutama untuk
mendesain pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan dan
pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang didesain
tersebut.
4. Komitmen jangka Panjang
TQM merupakan suatu paradigma baru dalam melaksanakan bisnis. Untuk
itu, dibutuhkan budaya perusahaan yang baru pula. Oleh karena itu,
komitmen jangka panjang sangat penting guna mengadakan perubahan
budaya agar penerapan TQM dapat berjalan dengan sukses.
5. Kerjasama tim (Teamwork)
Dalam organisasi yang menerapkan TQM, kerjasama tim, kemitraan dan
hubungan dijalin dan dibina, baik antar karyawan perusahaan maupun
dengan pemasok, lembaga-lembaga pemerintahan, dan masyarakat
sekitarnya.
6. Perbaikan sistem secara berkesinambungan (continuous improvement)
Setiap produk atau jasa dihasilkan dengan memanfaatkan proses-proses
tertentu di dalam suatu sistem/lingkungan. Olek karena itu, sistem yang ada
perlu diperbaiki secara terus-menerus agar kualitas yang dihasilkannya dapat
semakin meningkat.
7. Pendidikan dan pelatihan
Dalam menerapkan TQM, pendidikan dan pelatihan merupakan factor yang
fundamental untuk dapat berkembang dan bersaing dengan perusahaan lain,
apalagi dalam era persaingan global.
8. Kebebasan yang terkendali
Kebebasan yang timbul karena keterlibatan dan pemberdayaan karyawan
merupakan hasil dari pengendalian yang terencana dan terlaksana dengan
baik.
9. Kesatuan tujuan
Agar TQM dapat diterapkan dengan baik, maka perusahaan harus memiliki
kesatuan tujuan. Dengan demikian, setiap usaha dapat diarahkan pada tujuan
yang sama.
10. Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan
Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan merupakan hal yang penting
dalam penerapan TQM karena tujuan pelibatan dan pemberdayaan adalah
untuk meningkatkan kemampuan organisasi untuk memberikan customer
value.
TQM merupakan suatu konsep yang berupaya melaksanakan system
manajemen kelas dunia. Selayaknya suatu sistem dibuat tentu memiliki tujuan yang
ingin dicapai. Menurut Lubis Henny Zurika (2008: 48-49). Tujuan TQM ialah
untuk memberikan produk atau jasa berkualitas yang memenuhi kebutuhan dan
kepuasan pasar konsumen berkelanjutan (sustainable satisfaction) yang pada
gilirannya akan menimbulkan pembelian berkesinambungan sehingga dapat
meningkatkan produktivitas produsen mencapai skala ekonomis dengan akibat
penurunan biaya produksi. Untuk itu, diperlukan perubahan besar dalam budaya
dan sistem nilai suatu organisasi. ada empat prinsip utama dalam TQM yang
dikemukakan oleh Fandy Tjiptono (2003:14-15) dalam Rovila El Maghviroh
(2014) yang dijelaskan sebagai berikut :
a. Kepuasan Konsumen dalam TQM
Konsep mengenai kualitas dan konsumen diperluas. Kualitas tidak hanya
bermakna kesesuaian dengan spesifikasi-spesifikasi tertentu, tetapi kualitas
tersebut ditentukan oleh konsumen. Konsumen itu sendiri meliputi
konsumen internal dan konsumen eksternal. Kebutuhan konsumen
diusahakan untuk dipuaskan dalam segala aspek, termasuk di dalamnya
harga, keamanan, dan ketepatan waktu. Oleh karena itu, segala aktivitas
perusahaan harus dikoordinasikan untuk memuaskan para konsumen.
Kualitas yang dihasilkan suatu perusahaan sama dengan nilai yang
diberikan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup para konsumen.
Semakin tinggi nilai yang diberikan, maka semakin besar pula kepuasan
konsumen.
b. Respek terhadap Setiap Orang
Dalam perusahaan yang kualitasnya tergolong kelas dunia, setiap karyawan
dipandang sebagai individu yang memiliki talenta dan kreativitas yang khas.
Dengan demikian, karyawan merupakan sumber daya organisasi yang
paling bernilai. Oleh karena itu, setiap orang dalam organisasi diperlakukan
dengan baik dan diberi kesempatan untuk terlibat dan berpartisipasi dalam
tim pengambil keputusan.
c. Manajemen Berdasarkan Fakta
Perusahaan kelas dunia berorientasi pada fakta. Maksudnya, bahwa setiap
keputusan selalu didasarkan pada data, bukan sekedar pada perasaan
(feeling). Ada dua konsep pokok yang berkaitan dengan hal ini, pertama
yaitu prioritas (prioritization) yakni suatu konsep bahwa perbaikan tidak
dapat dilakukan pada semua aspek pada saat yang bersamaan, mengingat
keterbatasan sumber daya yang ada. Oleh karena itu, dengan menggunakan
data, maka manajemen dan tim dalam organisasi dapat memfokuskan
usahanya pada situasi tertentu yang vital. Kedua yaitu variasi atau
variabilitas kinerja manusia. Data statistik dapat memberikan gambaran
mengenai variabilitas yang merupakan bagian yang wajar dari setiap sistem
organisasi. Dengan demikian, manajemen dapat memprediksikan hasil dari
setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan.
d. Perbaikan Berkesinambungan
Agar dapat sukses, setiap perusahaan perlu melakukan proses sistematis
dalam melaksanakan perbaikan secara berkesinambungan. Konsep yang
berlaku disini adalah siklus PDCAA (plan-do-check-act-analyze), yang
terdiri dari langkah-langkah perencanaaan, dan melakukan tindakan
korektif terhadap hasil yang diperoleh.
2.2. Hasil Penelitian yang Relevan
No
1.
Judul Penelitian
Persamaan
Pengaruh Budaya Kaizen Terhadap Kinerja - Kuesioner
Karyawan MPM Insurance Palembang
menggunakan
skala
(Miftahu Rohman, 2016)
Likerts
- Beberapa
variabel
seperti Pelatihan dan
Pendidikan, Disiplin
Kerja,
Hubungan
Kerja, dan Tempat
Kerja
-
-
-
2.
Pengaruh Implementasi Lean Six Sigma &
Total Quality Management Terhadap
Kinerja Keuangan & Kepuasan
Pasien Pada Rumah Sakit
Di Surabaya (Istibsyaroh Lailatul Fitri, 2017)
-
Penelitian termasuk
kuantitatif asosiatif
Data primer dengan
kuesioner
skala
Likerts
-
Perbedaan
Penarikan
sample
menggunakan Sampel
Jenuh dimana semua
populasi
dijadikan
sebagai sampel
Penelitian
dilakukan
pada Manufacturing
Deskriptif
kuantitatif
sedangkan
peneliti
menggunakan
kuantitatif asosiatif
Pada penelitian ini
menggunakan variabel
Komitmen Manajemen,
Kerjasama
Tim,
Pelatihan
dan
Pendidikan, Hubungan
Kerja,
Continous
Improvement, Tempat
Kerja dan Disiplin Kerja
Penelitian lebih spesifik
kepada kepuasan pasien
dibandingkan
kinerja
keuangan
3.
Pengaruh Total Quality Management (TQM) Terhadap Kinerja Karyawan dengan Mediasi
Kepuasan Kerja (Desy Eka, dkk. 2018)
4.
Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Budaya Kaizen, dan Kesejahteraan terhadap Kepuasan
Kerja Karyawan PT. Techpack Asia Demak
(M. Ali Harto, dkk. 2017)
5.
Analisis Pengaruh terhadap Kinerja Karyawan dengan Reward sebagai Variabel Moderasi dalam Rangka Penguatan Daya Saing Bisnis
(Eric Pamungkas, 2018)
The Effect of Quality Management System on Patient Safety Culture in Hospital (Prof. Dr.
Yunus, dkk. 2016)
-
6.
- Pengambilan
sampel
dilakukan menggunakan
completen
emmaneration sampling
Penelitian
dengan - Teknik
pengambilan
model SEM
sample adalah simple
random sampling
- Penelitian
dilakukan
pada manufacturing
- Purposive sampling
- Populasi manufacturing
- Analisis
data
:
deskriftip,
asumsi
klasik, dan regresi linier
berganda,
dan
uji
hipotesis
Metode kuantitatif
- Convenience sampling
Field research
- Populasi manufacturing
Pearson’s correlation test dan linier regresi
berganda
Penilaian
dengan
survey
Budaya
Keselamatan Pasien
dengan AHRQ
Vairabel
adalah
organisasi
terikatnya
budaya
2.3. Kerangka Teoritik
2.4. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konseptual yang terdapat pada gambar 2.3 diatas, maka
hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :
H1 : Terdapat pengaruh antara Budaya Kaizen terhadap Kepuasan Kerja
H2 : Terdapat pengaruh antara TQM terhadap Kepuasan Kerja
H3 : Terdapat pengaruh secara langsung antara Budaya Kaizen dengan Kinerja
Karyawan pada Pelaporan Insiden
H4 : Terdapat pengaruh secara langsung antara TQM dengan Kinerja Karyawan
pada Pelaporan Insiden
H5 : Terdapat pengaruh antara Kepuasan Kerja dengan Kinerja Karyawan pada
Pelaporan Insiden
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian perlu dilakukan dalam menentukan arah penelitian, terutama
berkaitan dengan sumber data yang digunakan dan analisis yang dilakukan. Hal ini
dimaksudkan agar proses penelitian dapat mengarah pada permasalahan yang ingin
diteliti secara tepat. Maka penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif yang
menekankan pada pengujian teori-teori yang telah ditetapkan dengan menggunakan
pengukuran data penelitian berupa angka-angka dan analisis statistik (Sugiyono,
2010:13).
Berdasarkan tujuan penelitian, penelitian ini termasuk dalam penelitian
kausalitas, dimana penelitian kausalitas berfungsi untuk menganalisis pengaruh
antara variabel satu dengan variable lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh dimensi budaya Kaizen dan Total Quality Management
terhadap Kinerja Karyawan pada Pelaporan Insiden melalui Kepuasan Kerja
sebagai Moderatorrnya.
3.1. Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di RSIA Cinta Kasih yang akan dilakukan mulai
September 2019-September 2020.
3.2. Metode Penelitian
3.2.1. Pendekatan dan Analisa Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah penelitian field
eksperimen dimana peneliti secara langsung terjun ke lapangan untuk
melakukan penelitian. Field eksperimen dilakukan untuk mengetahui
sebatas mana Budaya Keselamatan Pasien yang sudah berjalan di RSIA
Cinta
Kasih.
Selanjutnya
akan
dilakukan
analisa
kuantitatif
menggunakan regresi linier berganda menggunakan system SPSS 16.00
dan Amos 21.
3.2.2. Model Penelitian
Budaya Kaizen
(X1)
H3
H1
Kepuasan Kerja
(X3)
Total Quality
Management
(X2)
H2
H5
Kinerja
Karyawan pada
Pelaporan
Insiden (Y)
H4
3.2.3. Variabel Penelitian
Variabel X1 adalah Gaya Kepemimpinan, Variabel X2 adalah budaya
organisasi, Variabel X3 adalah Motivasi Kerja. Jadi X1. X2, dan X3
termasuk variable independent (variable bebas). Sedangkan yang termasuk
variable terikat (dependen) adalah Kinerja Pegawai.
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi
Populasi yang diambil adalah semua pihak terkait dengan penerapan
pelaporan insiden keselamatan pasien yaitu seluruh pihak management,
seluruh dokter umum dan spesialis, perawat/bidan, cleaning servis, bagian
gizi, dan sampai security. Pemilihan populasi yang diambil secara
keseluruhan dari semua pihak dikarenakan sesuai prinsip dari Budaya Kaizen
yaitu Bottom-up, dan Total Quality Management yaitu Top-Down Bottom up.
Jumlah populasi yang ada di RSIA Cinta Kasih adalah 200 orang, yang terdiri
dari medis dan non-medis.
Sampel
Pengambilan sample dilakukan dengan cara sample jenuh yaitu semua
populasi dijadikan sebagai sampel penelitian. Sampel kemudia akan dibagi
menjadi medis dan non-medis. Kriteria inklusi pada sampel adalah karyawan
yang sudah bekerja selama 6 bulan di RSIA Cinta Kasih. Kriteria eksklusinya
yaitu karyawan yang bekerja kurang dari 6 bulan.
3.4. Rancangan Penelitian
Skala likert menurut Sugiyono (2010:93) adalah sebagai berikut Skala Likert
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau
sekelompok orang tentang fenomena sosial.” Untuk setiap pilihan jawaban diberi
skor, maka responden harus menggambarkan, mendukung pernyataan. Untuk
digunakan jawaban yang dipilih. Dengan skala Likert, maka variabel yang akan
diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut
dijadikan sebagai titik tolak ukur menyusun item-item instrumen yang dapat berupa
pertanyaan atau pernyataan.
Operasional Variabel yang akan dijelaskan dalam penelitian ini terdidri dari
dua macam, yaitu variabel terikat (dependent) dan variabel bebas (independent)
Variabel variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis variabel yaitu sebagai
berikut :
1.
Variabel Independent yaitu Budaya Kaizen dan Total Quality Management
(X)
2. Variabel Dependent yaitu Kinerja Karyawan pada Pelaporan Insiden (Y)
3. Varibel intervening yaitu Kepuasan Kerja
Variabel
Dimensi
Budaya
Kaizen
dan TQM (X)
1. Komitmen
Manajemen
2. Pendidikan
dan
Pelatihan
Konsep
Sikap dan prioritas
manajemen rumah sakit
dalamam menyediakan
iklim kerja terhadap
upaya pelaksanaan
keselamatan pasien di
rumah sakit yang
ditunjukkan dengan
kuesioner
Memperbaiki
penguasaan berbagai
keterampilaan dan teknik
pelaksanaan kerja
tertentu untuk kebutuhan
karyawan.
Indikator
1. Adanya
sosialisasi
secara berkala
yang
dilakukan oleh
manajemen
2. Adanya upaya
perbaikan
berkelanjutan
setiap
kali
adanya
pelaporan
insiden
1. Kebutuhan
pelatihan dan
pendidikan.
2. Sarana pelatihan
dan penddidikan.
3. Identifikasi
manfaat
pelatihan dan
pendidikan
3. Kerjasama
Tim
Melakukan pelaporan
dengan tim terkait
insiden. Adanya sikap
saling mengingatkan
satu sama lain untuk
melaporkan insiden
Adanya komunkasi
efektif antar PPA
pada
pelaporan
insiden
4. Continous
Improvement
Solusi atau perbaikan
dari setiap pelaporan
insiden yang dilaporkan
Adanya
perbaikan
bukti
dari
Skala
Pengukuran
Skala Likert
pelaporan insiden
sesuai insidennya
5. Hubungan
Kerja
Kepuasan
(Vi)
Hubungan kehangatan
antara seorang atasan
dan bawahanya, adanya
rasa saling percaya,
sikap kekeluargaan dan
lain sebagaimya.
6. Tempat
Kerja
Upaya perusahaan untuk
menciptakan suasana
kerja yang nyaman dan
kondusif.
7. Disiplin
Kerja
Suatu peraturan yang di
buat perusahaan untuk di
taati dan dilaksanakan
oleh karyawan.
Kerja
Kinerja Karyawan Frekuensi
pada
Pelaporan pelaporan
Insiden
insiden
“Kepuasan kerja adalah
sebagai suatu sikap
umum seorang individu
terhadap pekerjaannya.
Pekerjaan
menuntut
interaksi dengan rekan
kerja, atasan, peraturan
dan kebijakan organisasi,
standar kinerja, kondisi
kerja dan sebagainya.
Seorang dengan tingkat
kepuasan kerja tinggi
menunjukkan
sikap
positif terhadap kerja itu,
sebaliknya
seseorang
yang tidak puas dengan
pekerjaannya
menunjukkan
sikap
negative terhadap kerja
itu. (Robbins, 1996: 179)
Seberapa sering pelaporan
KPC, KNC, KTC, KTD,
dan bahkan sentinel yang
dilaporkan ke KPRS
1. Hubungan kerja
dengan pimimpin
2. Hubungan kerja
dengan rekan kerja
3. Hubungan kerja
antar divisi
1. Suasana kerja
2. Peralatan kerja
4. Penerangan
1. Sikap
2. Norma
3. Tanggung jawab
6) Kepuasan
terhadap
atasan
7) Kepuasan
terhadap
rekan kerja
8) Kepuasan
terhadap
pekerjaan
9) Kepuasan
terhadap
peluang
promosi
10) Kepuasan
terhadap
pendapatan
1. Kualitas
2. Kuantitas
3. Ketepatan waktu
Skala
Likerts
Skala
ordinal
Kinerja baik jika
frekuensi
pelaporan ≥ 75%
Kinerja sedang jika
frekuensi
pelaporan 50-75%
Kinerja rendah jika
frekuensi
pelaporan <50%
3.5. Teknik Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data yang diperlukan dalam pembahasan ini melalui dua
tahap penelitian, yaitu :
1. Analisa Budaya Keselamatan Pasien RSIA Cinta Kasih
Sebelum melakukan analisa terhadap Implementasi Budaya Kaizen dan
Total Quality Management, peneliti akan melakukan analisa budaya
keselamatan pasien yang terjadi di RSIA Cinta Kasih dengan kuesioner
AHRQ Hospital Survey. Dari kuesioner tersebut akan diketahui apakah
budaya keselamatan pasien yang ada di RSIA Cinta Kasih sudah
terbentuk dengan baik atau belum. Selain itu, dengan survey AHRQ akan
ditemukan pula factor-faktor rendahnya pelaporan insiden keselamatan
pasien pada karyawan RSIA Cinta Kasih.
2. Pelaksanaan Budaya Kaizen dan Total Quality Management di RSIA
Cinta Kasih
Pelaksanaan perdana Budaya Kaizen dan Total Quality Management
dilakukan dengan visual management yaitu dengan memberikan catatan
dinding pelaporan insiden sederhana. Dari dinding pelaporan insiden akan
dilihat oleh tim KPRS RSIA Cinta Kasih lalu melakukan wawancara
secara langsung dan memberikan formulir pelaporan insiden jika insiden
yang terjadi termasuk KNC, KTC, KTD, dan Sentinel. Sedangkan untuk
KPC tim KPRS akan memberikan buku peloporan KPC berupa Risk
Register yang akan dituliskan setiap harinya dan dilaporkan kepada tim
KPRS setiap bulan. Jumlah pelaporan akan menjadikan nilai untuk
kinerja karyawan pada pelaporan insiden. Pelaporan insiden akan ditindak
lanjuti oleh tim KPRS dan management untuk perbaikan. Jika adanya
perbaikan dari pelaporan tersebut maka akan menjadi salah satu penilaian
kepuasan kerja karyawan.
3. Analisa Implementasi Budaya Kaizen dan Total Quality Management
dengan Kuesioner Budaya Kaizen
Dalam penelitian ini angket/kuesioner di berikan atau disebarkan kepada
sample yang telah ditentukan. Kuesioner yang penulis sebarkan
menggunakan skala likert Sugiyono (2004:86). Skala ini untuk mengukur
sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang
fenomena social.
3.6. Uji Kuesioner
Data yang diperoleh dan digunakan yaitu data primer . Menurut Sugiyono
(2009) adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada
pengumpul data. Data primer diperoleh dengan cara memberikan daftar
pertanyaan (questionaire) dan melakukan wawancara (interview). Data
Primer dalam penelitian ini penulis dapatkan dari seluruh karyawan Uji
Validitas dan Realiabitas
Menurut Sugiyono (2009:132), skala Likert digunakan untuk mengukur
sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang
fenomena sosial. Sehingga untuk mengetahui pengukuran jawaban responden
pada penelitian ini yang mana menggunakan instrument penelitian berupa
kuesioner, penulis menggunakan metode skala Likert (Likert’s Summated
Ratings). Dalam pengukuran jawaban responden, pengisian kuesioner
kemampuan terhadap kinerja karyawan diukur dengan menggunakan skala
likert, dengan tingkatan sebagai berikut :
1. Jawaban Sangat Setuju diberi bobot 5
2. Jawaban Setuju diberi bobot 4
3. Jawaban Kurang setuju diberi bobot 3
4. Jawaban Tidak Setuju diberi bobot 2
5. Jawaban Sangat Tidak Setuju diberi bobot 1
Instrumen penelitian (kuesioner) yang baik harus memenuhi persyaratan
yaitu valid dan reliable. Untuk mengetahui validitas dan reliabilitas kuesioner perlu
dilakukan pengujian atas kuesioner dengan menggunakan uji validitas dan uji
reliabilitas. Karena validitas dan reliabilitas ini bertujuan mendapatkan data
penelitian adalah valid dan reliabel, maka untuk itu, penulis juga akan melakukan
kedua uji ini terhadap instrumen penelitian (kuesioner).
3.6.1. Uji validitas
Menurut Sugiyono (2009) Uji Validitas adalah Instrument yang valid
berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid.
Valid berarti instrument tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang
seharusnya diukur. Validitas setiap item yaitu mengkorelasikan skor per butir
pernyataan dengan skor total yang merupakan jumlah setiap skor butir
pernyataan. Biasanya syarat minimal untuk dianggap memenuhi syarat adalah
jika r = 0,3. Jadi jika r hitung lebih kecil dari r table maka butir pernyataan
dalam instrument tersebut dinyatakan tidak valid. Begitu pula sebaliknya jika
r hitung lebih besar dari r table maka butir pernyataan dalam instrument
tersebut dinyatakan valid.
Rumus Korelasi Product Pearson
r = koefisien korelasi;
n = jumlah sampel;
X = nilai skor butir pernyataan;
Y = nilai skor total butir.
Quisioner dinyatakan valid apabila nilai koefisien lebih besar daripada 0,3
berdasarkan teori Sugiyono.
3.6.2. Uji Reliabilitas
Menurut Husaini (2003) Uji Reliabilitas adalah Prosespengukuran
terhadap ketepatan (konsisten) dari suatu instrument. Suatu quisioner
dapat dikatakan reliabel bila jawaban responden terbanyak butir
pernyataan ialah konsisten atau
stabil dari waktu ke waktu.
Secara umum variabel dapat
dikatakan reliable jika nilai cronbach alpha lebih besar dari 0,3
(Sugiyono, 2009 ).
Rumus Realiabilitas
3.7. Metode Anlisis Data
Uji analisis deskriptif bertujuan untuk memperoleh gambaran atau deskripsi
suatu data, sampel atau variable yang ditransformasikan dalam tabulasi data.
Analisis statistik deskriptif akan memberikan gambaran mengenai variabelvariabel pada penelitian ini, yaitu variabel komitmen kualitas, keterlibatan
pegawai, fokus pasien, manajemen berbasis fakta, orientasi perbaikan
berkelanjutan dan manajemen kualitas proses dan tingkat jawaban responden
yang dapat dilihat dari nilai rata-rata (mean).
Analisis Regresi Linier Berganda
Menurut Gujarat dalam buku Imam Ghozali (2006: 81) analisis regresi linier
adalah studi mengenai ketergantungan variabel dependen dengan satu atau
lebih variabel independen dengan tujuan untuk mengestimasi dan
memperbaiki rata-rata populasi. Analisis regresi linier berganda digunakan
untuk meneliti apakah terdapat pengaruh variabel independent terhadap
variabel dependen. Analisis data menggunakan perhitungan regresi dengan
software SPSS 16.0 dan amos dan dapat diperoleh persamaan regresi linier
berganda.
3.8. Uji Hipotesis
Hipotesis berasal dari bahasa Yunani, yaitu hypo dan thesis. Hypo berarti
lemah, kurang, atau dibawah dan thesis berarti teori, proposisi, atau
pernyataan yang disajikan sebagai bukti. Jadi Hipotesis merupakan sebuah
istilah ilmiah yang digunakan dalam rangka kegiatan ilmiah yang mengikuti
kaidah-kaidah berpikir biasa, secara sadar, teliti dan terarah. Dalam pengujian
hipotesis yang digunakan untuk mengetahui pengaruh implementasi lean six
sigma dan TQM terhadap kinerja karyawan unit rawat jalan dak kepuasan
pasien yaitu dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Apabila t- hitung > t- table, maka Ho ditolak dimana terdapat pengaruh
2. Apabila t- hitung < t- table, maka H1, diterima dimana tidak ada Pengaruh
DAFTAR PUSTAKA
Hardjosoedarmo, S. 2001 .Total Quality Management, Andi Offset, Yogyakarta.
Imai, Masaaki. 1998. The Kaizen Power, Think, Yogyakarta.
Lubis, H. Z. (2008). Pengaruh Total Quality Management Terhadap Kinerja
Manajerial Dengan Sistem Pengukuran Kinerja Sebagai Variabel Moderating
(Studi Pada Perusahaan Manufaktur Di Kim) ” . Jurnal Riset Akuntansi dan
Bisnis, Vol. 8, No.1. .
Lupiyoadi, R. (2001). “Manajemen Pemasaran Jasa”.Penerbit: Salemba Empat,
Jakarta.
Maghviroh, R. E. (2014). Sistem Pengendalian Manajemen Kontemporer Dengan
Pendekatan Kualitas.Surabaya: STIE Perbanas Express
Tjiptono, F. d. (2003). Total Quality Management Edisi revisi. Yogyakarta: Edisi
ke 5. Penerbit :ANDI .
Uma’rifah, Illa. 2007. Pengaruh Budaya Kaizen terhadap Kinerja Karyawan Pada
Koperasi Sae Pujon Kabupaten Malang. Skripsi FE UIN Malang, Malang
Wellington P. 1998. Kaizen Strategies for Customer Care. Interaksa,Batam.
Wibowo. 2007. Manajemen Kinerja. PT. Raja Grafindo Parsada: Jakarta
.
.
Download