HUBUNGAN SOSIAL BUDAYA DENGAN PEMILIHAN METODE KONTRASEPSI Hassanudin Assalis Universitas Malahayati Lampung Email: [email protected] Abstract: The Correlation Of Socio-Culture with Selection Methods of Contraception. KB survey of women active in South Lampung regency in 2012 showed contraceptive use respondents couples of childbearing age (EFA) Most injectable 57,000 (39.77%), and the next pill at 50 999 (35.57%), amounting to 18553 Implant (12.93%), Intra Uterine Devices (IUD) of 10 593 (7.39%), condoms amounted to 2,791 (1.95%), Operation Methods Women (MOW) amounted to 1,757 (1.23%), and Operation Method Man (MOP) amounted to 1,698 (1.18%) (PHO Lampung, 2013). The aim of research is known socio-cultural relations with the selection of contraceptive methods in Puskesmas Branti South Lampung, Natar 2015 analytical study design with cross sectional approach. The entire study population amounted to 163 respondent. Sampling Simple Random Sampling technique as many as 116 people. Analysis of the data used to examine the relationship between two categorical variables used statistical Chi-Square test. Results of the study most of the respondents have a social culture that doesn’t support as many as 60 respondent (51.7%), the majority of respondents used a contraceptive method as many as 67 respondent (57.8%). There is a socio-cultural relations with the selection of contraceptive methods in Puskesmas Branti South Lampung, Natar 2015 (p-value=0.002 and OR=3.574). Suggestions for PHC Branti South Lampung, Natar longer need to intensify education on the use of contraceptive methods in Puskesmas Branti Natar, South Lampung, for example by enabling the re-training of cadres of contraceptive methods, counseling through Posyandu and others. Strategies need to be made effective extension, so that it becomes effective, especially for people who can not attend in person because of his busy extension of everyday life, such as the dissemination of leaflets contraceptives, broadcast media and others. Keywords: Socio-Cultural, Selection Methods of Contraception Abstrak: Hubungan Sosial Budaya Dengan Pemilihan Metode Kontrasepsi. Survei wanita KB aktif di Kabupaten Lampung Selatan tahun 2012 menunjukkan kontrasepsi yang dipakai responden pasangan usia subur (PUS) terbanyak suntik 57.000 (39,77%), dan berikutnya pil sebesar 50.999 (35,57%), Implant sebesar 18.553 (12,93%), Intra Uterine Devices (IUD) sebesar 10.593 (7,39%), Kondom sebesar 2.791 (1,95%), Metode Operasi Wanita (MOW) sebesar 1.757 (1,23%), dan Metode Operasi Pria (MOP) sebesar 1.698 (1,18%) (Dinkes Propinsi Lampung, 2013). Tujuan penelitian diketahui hubungan sosial budaya dengan pemilihan metode kontrasepsi di Wilayah Kerja Puskesmas Branti Natar Lampung Selatan tahun 2015. Desain penelitian analitik dengan pendekatan Cross-sectional. Populasi akseptor KB berjumlah 163 responden. Tehnik sampling Simple Random Sampling sebanyak 116 orang. Analisa data digunakan untuk menguji hubungan dua variabel kategori digunakan uji statistik Chi-square. Hasil penelitian sebagian besar responden memiliki sosial budaya yang tidak mendukung yaitu sebanyak 60 responden (51,7%), sebagian besar responden menggunakan metode kontrasepsi yaitu sebanyak 67 responden (57,8%). Ada hubungan sosial budaya dengan pemilihan metode kontrasepsi di Wilayah Kerja Puskesmas Branti Natar Lampung Selatan tahun 2015 (p-value=0,002 dan OR=3,574). Saran bagi Puskesmas Branti Natar Lampung Selatan perlu mengintensifkan lagi penyuluhan tentang penggunaan metode kontrasepsi di Wilayah Kerja Puskesmas Branti Natar Lampung Selatan, misalnya dengan mengaktifkan kembali pelatihan kader tentang metode kontrasepsi, penyuluhan melalui posyandu dan lain-lain. Perlu dibuat strategi-strategi penyuluhan yang efektif, sehingga menjadi tepat sasaran, terutama untuk masyarakat yang tidak dapat mengikuti penyuluhan secara langsung dikarenakan kesibukannya sehari-hari, seperti penyebaran leaflet alat kontrasepsi, penyiaran di media massa dan lain-lain. Kata Kunci: Sosial Budaya, Pemilihan Metode Kontrasepsi Keluarga Berencana (KB) adalah gerakan untuk membentuk suatu keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran. Program KB ini dirintis sejak tahun 1951 dan terus berkembang, sehingga pada tahun 1970 terbentuk Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Program ini salah satu tujuannya adalah penjarangan kehamilan dengan menggunakan metode kontrasepsi dan menciptakan kesejahteraan ekonomi dan sosial bagi seluruh masyarakat melalui 142 Assalis, Hubungan Sosial Budaya dengan Pemilihan Metode Kontrasepsi 143 usaha-usaha perencanaan dan pengendalian penduduk (Saifuddin, 2006). Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar dan utama bagi wanita. Meskipun tidak selalu diakui demikian, peningkatan dan perluasan pelayanan Keluarga Berencana merupakan salah satu usaha untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu yang sedemikian tinggi akibat kehamilan yang dialami oleh wanita. Banyak wanita harus menentukan pilihan kontrasepsi yang sulit, tidak hanya karena terbatasnya jumlah metode yang tersedia tetapi juga karena metode-metode tertentu mungkin tidak dapat diterima sehubungan dengan kebijakan nasional KB, kesehatan individual dan seksualitas wanita atau biaya untuk memperoleh kontrasepsi (Maryani, 2008). Banyak wanita yang mengalami kesulitan dalam menentukan pilihan jenis kontrasepsi. Hal ini tidak hanya karena terbatasnya metode yang tersedia, tetapi juga oleh ketidaktahuan tentang persyaratan dan keamanan metode kontrasepsi tersebut. Kurangnya informasi tentang metode kontrasepsi yang sesuai dengan kebutuhan para ibu menyebabkan keengganan mereka mengikuti program Keluarga Berencana. Hal ini selain mengakibatkan tingginya paritas pada seorang ibu yang berdampak pada tingginya angka kesakitan dan kematian ibu, juga meningkatkan jumlah penduduk yang tidak terkendali. Berbagai faktor yang harus dipertimbangkan termasuk status kesehatan, efek samping potensial, konsekuensi kegagalan atau kehamilan yang tidak diinginkan, keluarga yang direncanakan, persetujuan suami, dan norma budaya yang ada. Tidak ada satupun metode kontrasepsi yang aman dan efektif bagi semua klien, karena masing-masing mempunyai kesesuaian dan kecocokan individual bagi klien (Saifudin, 2006). Pelayanan kontrasepsi (PK) adalah salah satu jenis pelayanan KB yang tersedia. Sebagian besar akseptor KB memilih dan membayar sendiri berbagai macam metode kontrasepsi yang tersedia. Faktor-faktor yang mempengaruhi akseptor dalam memilih metode kontrasepsi antara lain: tingkat pendidikan, pengetahuan, kesejahteraan keluarga, agama, dan dukungan dari suami/istri. Faktor-faktor ini nantinya juga akan mempengaruhi keberhasilan program KB. Hal ini dikarenakan setiap metode atau alat kontrasepsi yang dipilih memiliki efektivitas yang berbeda-beda (Bari, 2006). World Health Organization (WHO) mengatakan bahwa jumlah pengguna kontrasepsi suntik yaitu sebanyak 100 juta orang. Di Amerika Serikat jumlah pengguna kontrasepsi suntik sebanyak 30%. Cakupan KB Nasional Tahun 2013 memperlihatkan proporsi peserta KB yang terbanyak adalah suntik (46,87%), pil (24,54%), IUD (11,41%), susuk KB (9,75%), Sterilisasi wanita (3,52%), Kondom (3,22%), dan Sterilisasi pria (0,69%), (Depkes RI, 2014). Cakupan KB aktif di Propinsi Lampung Tahun 2012 memperlihatkan proporsi peserta KB yang terbanyak adalah Suntik (36,95%), Pil (33,79%), Implan (13,39%), Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (11,56%), Kondom (1,76%), MOW (1,33%) dan MOP (1,22%). Secara umum cakupan peserta KB aktif di Provinsi Lampung tahun 2012 sebesar 70,65% masih dibawah target Depkes RI tahun 2012 yaitu sebesar 76,39% (Depkes RI, 2012). Sedangkan pada tahun 2013 Cakupan KB aktif di Propinsi Lampung memperlihatkan proporsi peserta KB yang terbanyak adalah Suntik (39,24%), Pil (31,28%), Implan (13,22%), IUD (10,75%), Kondom (3,41%), MOP (1,05%), dan MOW (0,91%). Secara umum cakupan peserta KB aktif di Provinsi Lampung tahun 2013 sebesar 72,07% masih dibawah target Depkes RI tahun 2013 yaitu sebesar 76,73% (Depkes RI, 2014). Hasil survei wanita KB aktif di Kabupaten Lampung Selatan tahun 2012 menujukkan kontrasepsi yang dipakai responden pasangan usia subur (PUS) terbanyak suntik 57.000 (39,77%), dan berikutnya pil sebesar 50.999 (35,57%), Implant sebesar 18.553 (12,93%), Intra Uterine Devices (IUD) sebesar 10.593 (7,39%), Kondom sebesar 2.791 (1,95%), Metode Operasi Wanita (MOW) sebesar 1.757 (1,23%), dan Metode Operasi Pria (MOP) sebesar 1.698 (1,18%), Ini berarti bahwa pemakaian kontrasepsi hormonal masih mendominasi peserta KB di Kabupaten Lampung Selatan (Dinkes Propinsi Lampung, 2013). Studi pendahuluan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Selatan jumlah Pasangan Usia Subur di Kabupaten Lampung Selatan mencapai 31.991 jiwa. Hasil pendataan tahun 2014 jumlah Kepala Keluarga (KK) di Wilayah kerja Puskesmas Branti Natar Lampung Selatan sebanyak 1579 jiwa, sedangkan jumlah Pasangan Usia Subur di Wilayah Kerja Puskesmas Branti Natar Lampung Selatan bulan April tahun 2015 sebanyak 214 jiwa (Buku Register KIA Puskesmas Branti Natar Lampung Selatan, 2015). Study pendahuluan berdasarkan Buku Register KIA Puskesmas Branti Natar Lampung Selatan diperoleh data peserta KB aktif berjumlah 163, menggunakan KB suntik 72 akseptor (44,31%), IUD 33 akseptor (19,84%), pil 30 akseptor (18,31%), Kondom 17 akseptor (10,43%) MOW 7 akseptor (4,47%), implan 4 (2,64%) akseptor (Buku 144 Jurnal Kesehatan, Volume VI, Nomor 2, Oktober 2015, hlm 142-147 Register KIA Puskesmas Branti Natar Lampung Selatan, 2015). Hasil wawancara dengan 10 orang Ibu yang berada di wilayah kerja Puskesmas Branti didapatkan 7 orang (70%) mengatakan mereka memiliki kepercayaan bahwa memiliki banyak anak maka akan semakin meningkatkan rezeki, selain itu faktor budaya di lingkungan mereka tidak menganjurkan untuk mengikuti program KB, sedangkan 3 orang (30%) mengatakan bahwa mereka belum memahami program Keluarga Berencana seperti cara pemilihan alat kontrasepsi yang efektif dan sesuai dengan kebutuhannya. Berdasarkan hasil observasi peneliti mendapatkan bahwa kultur budaya masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Branti Natar Lampung Selatan merupakan masyarakat yang cukup kuat memegang teguh ajaran agama Islam. Selain itu petugas kesehatan yang ada di Puskesmas juga secara rutin telah melakukan sosialisasi program KB kepada masyarakat. Namun dukungan dari tokoh agama dan tokoh masyarakat masih menjadi kendala bagi pasangan usia subur dalam menentukan metode kontrasepsi yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan. Hal ini berkaitan dengan kepercayaan dan sosial budaya masyarakat yang masih belum memahami pentingnya kontrasepsi dalam mengatur jarak kehamilan serta merencanakan keluarga. Data-data di atas menunjukkan bahwa masyarakat belum sepenuhnya sadar akan keluarga berencana walaupun pemerintah telah berusaha dengan berbagai program untuk menarik simpati masyarakat dalam berpartisipasi mensukseskan Program Keluarga Berencana. Padahal 5 tahun terakhir pemerintah telah menempatkan bidan-bidan desa sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan dasar termasuk memberikan penyuluhan-penyuluhan tentang Keluarga Berencana. Penelitian yang dilakukan oleh Tri Setiowatii (2008) dengan judul “Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Pada Akseptor KB Golongan Risiko Tinggi di Puskesmas Wilayah Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi Tahun 2008” didapatkan hasil pada kelompok kasus sebagian besar responden menyatakan bahwa faktor budaya tidak mendukung penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim yaitu sebanyak 105 orang (80,8%), sedangkan pada kelompok kontrol sebagian besar responden menyatakan bahwa faktor budaya mendukung penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim yaitu sebanyak 114 orang (87,7%). Hasil analisa bivariat didapatkan terdapat hubungan yang signifikan antara faktor budaya terhadap penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (p-value=0,005). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Johana (2013) dengan judul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) Bagi Akseptor KB Di Puskesmas Jailolo” didapatkan hasil sebagian besar responden memilih alat kontrasepsi Non AKDR yaitu sebanyak 60 orang (62,5%), sebagian besar responden menyatakan bahwa budaya tidak melarang mereka menggunakan alat kontrasepi yaitu sebanyak 61 orang (63,5%). Hasil analisa bivariat didapatkan hasil ada hubungan budaya dengan pemilihan AKDR di Puskesmas Jailoho (pvalue=0,014) Menurut Pendit (2005), sejumlah faktor budaya dapat mempengaruhi klien dalam memilih metode kontrasepsi. Faktor-faktor ini meliputi salah pengertian dalam masyarakat mengenai berbagai metode, kepercayaan religius serta budaya, tingkat pendidikan, persepsi mengenai risiko kehamilan, dan status wanita. Penyedia layanan harus menyadari bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi pemilihan metode di daerah mereka dan harus memantau perubahan-perubahan yang mungkin mempengaruhi pemilihan metode. Tujuan penelitian adalah diketahui hubungan sosial budaya dengan pemilihan metode kontrasepsi di Wilayah Kerja Puskesmas Branti Natar Lampung Selatan Tahun 2015. METODOLOGI Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan Cross-Sectional, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mencari hubungan antara faktor resiko dengan efek pengamatan atau observasi antar variabel dilakukan secara bersamaan. Populasi penelitian adalah seluruh akseptor KB berdasarkan buku Rekam Medik Puskesmas Branti Natar Lampung Selatan pada bulan Januari-April 2015 yang berjumlah 163 orang. Analisa data yang digunakan adalah analisa univariat digunakan untuk mendiskripsikan semua variabel penelitian dalam bentuk tabel dan grafik untuk memberikan deskripsi sosial budaya dan pemilihan metode kontrasepsi dan dilanjutkan dengan analisa bivariat digunakan untuk hubungan atau korelasi antara variabel independent variabel dependent dengan uji Chi-Square. Assalis, Hubungan Sosial Budaya dengan Pemilihan Metode Kontrasepsi 145 HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL 1. Hasil Analisa Univariat Tabel 1 Hasil Analisa Univariat Variabel Pemilihan Metode Kontrasepsi Menggunakan Metode Kontrasepsi Tidak Menggunakan metode kontrasepsi Sosial Budaya Mendukung Tidak Mendukung Jumlah Persentase 67 57,8 49 42,2 56 60 48,3 51,7 Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa distribusi frekuensi berdasarkan pemilihan metode kontrasepsi (57,8%) menggunakan metode kontrasepsi dan (42,2%) tidak menggunakan metode kontrasepsi. Responden berdasarkan sosial budaya (51,7%) tidak mendukung dan (48,3%) mendukung. 2. Hasil Analisa Bivariat Tabel 2 Hasil Analisa Bivariat Variabel Pemilihan Metode Kontrasepsi Tidak Menggunakan Menggunakan Sosial Budaya Mendukung 41 (73,2%) 15 (26,8%) Tidak Mendukung 26 (43,3%) 34 (56,7%) Jumlah 67 (57,8%) 49 (42,2%) p-value 0,002, OR 3,574 CI 1,636 - 7,808 Total N 56 60 116 Berdasarkan tabel diatas didapatkan hasil ada hubungan sosial budaya dengan pemilihan metode kontrasepsi dimana p-value <0,05. Dengan nilai OR 3,574 berarti responden yang menyatakan bahwa sosial budaya mendukung memiliki peluang 3,574 kali lebih besar untuk menggunakan metode kontrasepsi dibandingkan dengan responden yang menyatakan bahwa sosial budaya tidak mendukung. PEMBAHASAN 1. Pemilihan Metode Kontrasepsi Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data bahwa jumlah terbanyak dari responden di Wilayah Kerja Puskesmas Branti Natar Lampung Selatan dengan jumlah responden 116 orang, 67 responden (57,8%) menggunakan metode kontrasepsi. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2012) yang menyatakan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu, ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Seseorang yang tidak mau menggunakan alat kontrasepsi dapat disebabkan karena orang tersebut tidak atau belum mengetahui manfaat kontrasepsi untuk mengatur jarak kehamilannya (Predisposing Factors). Selain itu, rumah masyarakat yang jauh dengan posyandu atau puskesmas tempat menggunakan alat kontrasepsi (Enabling Factors). Petugas kesehatan atau tokoh masyarakat lain disekitarnya tidak menggunakan alat kontrasepsi (Reinforcing Factors). Hal ini berhubungan dengan pengaruh dari orang-orang terdekat dan lingkungan sekitar. Pola komunikasi dan interaksi dengan orang terdekat dan para tetangga dapat mempengaruhi keyakinan dan sikap para responden tentang alat kontrasepsi yang efektif dan sesuai dengan kebutuhan sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi keputusan para responden dalam melakukan pemilihan metode kontrasepsi di Wilayah Kerja Puskesmas Branti Natar Lampung Selatan. 2. Sosial Budaya Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data bahwa jumlah terbanyak dari responden di Wilayah Kerja Puskesmas Branti Natar Lampung Selatan dengan jumlah responden 116 orang, 60 responden (51,7%) memiliki sosial budaya yang tidak mendukung. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Handayani (2010) bahwa kondisi sosial budaya (adat istiadat) dan kondisi lingkungan (kondisi geografis) berpengaruh terhadap pemilihan metode kontrasepsi. Hal ini dikemukakan berdasarkan realita, bahwa masyarakat Indonesia pada umumnya sudah terbiasa menganggap bahwa mengikuti program KB merupakan suatu hal yang tidak diwajibkan. Hal ini tentu berkaitan pula tentang pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya program KB untuk mengontrol kehamilan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan keluarga. Hal ini disebabkan sebagian budaya masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Branti Natar Lampung Selatan yang berkeyakinan bahwa menggunakan kontrasepsi bertentangan dengan ajaran agama serta mitos yang menyebutkan bahwa banyak anak banyak rezeki, sehingga kultur budaya 146 Jurnal Kesehatan, Volume VI, Nomor 2, Oktober 2015, hlm 142-147 yang terbangun tidak mendukung pemilihan metode kontrasepsi dalam merencanakan keluarga. dan panutan masyarakat dalam menggunakan alat kontrasepsi. 3. Hubungan Sosial Budaya dengan Pemilihan Metode Kotrasepsi Hasil penelitian didapatkan ada hubungan sosial budaya dengan pemilihan metode kontrasepsi di Wilayah Kerja Puskesmas Branti Natar Lampung Selatan tahun 2015. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Aritonang (2010) yang menyatakan bahwa masyarakat pada umumnya mengikuti kebudayaan dan adat-istiadat yang sejak dulu telah dibentuk demi mempertahankan hidup dirinya sendiri ataupun kelangsungan hidup suku mereka. Untuk tercapainya keberhasilan suatu program pembangunan khususnya dalam masyarakat ini perlu dipahami apa yang terdapat dan diadatkan dalam masyarakat. Bila dilihat dari garis keturunan, masyarakat Lampung lebih cenderung sebagai masyarakat yang patrilineal yang dalam hal ini posisi ayah atau bapak (laki-laki) lebih dominan dibandingkan dengan posisi ibu (perempuan). Aritonang (2010) juga menyatakan bahwa sebagai makhluk sosial manusia hidup tidak terlepas dari budaya bahkan dapat dipengaruhi oleh budaya di mana ia hidup. Budaya menyangkut adat istiadat, tradisi, kebiasaan, aturan-aturan dan pendapatpendapat. Penggunaan alat kontrasepsi juga turut dipengaruhi oleh faktor budaya mengingat penggunanya hidup dalam lingkungan budaya. Penggunaan alat kontrasepsi sangat terkait dengan budaya, sebab alat kontrasepsi terkait dengan cara pemasangan dan kebiasaan menggunakan. Sebagaimana diketahui bahwa pemasangan alat kontrasepsi IUD misalnya, pemasangan alat ini melalui alat kemaluan wanita yang tidak terterima pada orang-orang di lingkungan budaya tertentu. Di samping itu penggunaannya terkait dengan kebiasaan masyarakat yang hidup di lingkungan tertentu. Seseorang akan tertarik menggunakan salah alat kontrasepsi jika orang-orang di sekitarnya menggunakan alat kontrasepsi yang sama. contohnya ketertarikan seseorang pada penggunaan alat kontrasepsi suntik akan timbul jika orang-orang di sekitarnya juga menggunakan kontrasepsi suntik. Termasuk juga kebiasaan yang turun temurun, dari ibu ke anak, dan seterusnya. Dalam hal ini perlu melibatkan para tokoh agama dan tokoh masyarakat dalam melakukan penyuluhan tentang penggunaan metode kontrasepsi di masyarakat. Misalnya dengan mengajak ulama atau kepala desa yang istrinya telah menggunakan alat kontrasepsi sehingga dapat menjadi referensi SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Distribusi frekuensi responden yang menggunakan alat kontrasepsi di Wilayah Kerja Puskesmas Branti Natar Lampung Selatan tahun 2015 ada sebanyak 67 responden (57,8%). 2. Distribusi frekuensi responden yang memiliki sosial budaya tidak mendukung di Wilayah Kerja Puskesmas Branti Natar Lampung Selatan tahun 2015 ada sebanyak 60 responden (51,7%). 3. Ada hubungan sosial budaya dengan pemilihan metode kontrasepsi di Wilayah Kerja Puskesmas Branti Natar Lampung Selatan tahun 2015 (pvalue=0,002 dan OR=3,574) SARAN 1. Tempat Penelitian a. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk lebih mengintensifkan lagi penyuluhan tentang penggunaan metode kontrasepsi di Wilayah Kerja Puskesmas Branti Natar Lampung Selatan, misalnya dengan mengaktifkan kembali pelatihan kader tentang metode kontrasepsi, penyuluhan melalui posyandu dan lain-lain. b. Perlu dibuat strategi-strategi penyuluhan yang efektif, dengan melibatkan para tokoh agama dan tokoh masyarakat dalam melakukan penyuluhan tentang penggunaan metode kontrasepsi di masyarakat. Misalnya dengan mengajak ulama atau kepala desa yang istrinya telah menggunakan alat kontrasepsi sehingga dapat menjadi referensi dan panutan masyarakat dalam menggunakan alat kontrasepsi. 2. Institusi Pendidikan Perlu menambah bahan referensi dan buku terbaru yang berhubungan dengan penggunaan alat kontrasepsi dan Keluarga Berencana serta buku yang berhubungan dengan metodologi penelitian sehingga didapatkan hasil penelitian yang relevan dengan kondisi saat ini. 3. Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi tambahan bagi yang ingin meneliti Assalis, Hubungan Sosial Budaya dengan Pemilihan Metode Kontrasepsi 147 lebih lanjut mengenai variabel lain yang berhubungan dengan pemilihan metode kontrasepsi, seperti variabel dukungan suami, sikap dan prilaku DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Aritonang, J., (2010) Hubungan Budaya Patriarki terhadap Keputusan WUS Menjadi Akseptor Keluarga Berencana di Lingkungan VI Simpang Selayang Medan Tuntungan Tahun 2010, KTI Program D-IV Bidan Pendidik Universitas Sumatera Utara, diakses 11 Mei 2015. Arum, DNS., dan Sujiyatini (2009) Panduan Lengkap Pelayanan KB Terkini. Jogjakarta : Nuha Medika. Aziz, Alimul (2007) Riset Keperawatan dan Teknik Penelitian Ilmiah, Salemba Medika, Jakarta. Bari Abdul S (2006). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Edisi 2. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. BKKBN (2009) Kumpulan Data Program Keluarga Berencana Nasional. Jakarta. Buku Register KIA Puskesmas Branti Natar Lampung Selatan, 2015. Depkes RI (2014) Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI: Jakarta. Dinas Kesehatan Provinsi Lampung (2013) Profil Kesehatan Provinsi Lampung tahun 2013. Bandar Lampung. Enda (2010) Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Handayani Sri. (2010). Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta: Pustaka Rihana. Hastono Priyo Sutanto (2007). Metodelogi Riset. CV Agung Seto. Jakarta. Johana (2013) Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (Akdr) Bagi Akseptor KB Di Puskesmas Jailolo. Skipsi. Maryani, H (2008) Cara Tepat Memilih Alat Kontrasepsi Keluarga Berencana bagi Wanita, www.tempo.co.id, (dikutip 16 April 2015). Melani Niken, dkk, (2010) Pelayanan Keluarga Berencana. PT Fitramaya. Yogyakarta. petugas kesehatan serta variabel lainnya yang berhubungan serta dengan objek penelitian yang lebih banyak sehingga didapatkan hasil yang maksimal. Notoatmodjo (2012) Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Notoatmodjo (2012) Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam (2005). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Pendit Nyoman S. (2005) Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. Pinem, S., (2009) Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi, Jakarta: Trans Media. Pipit, Margaretha (2014) Makalah Mengenai Kebudayaan Lampung. diakses dari http://pipitmargareta.blogspot.com/2014/01/m akalah-mengenai-kebudayaan-lampung.html, tanggal 11 April 2015. Pusakapusaka.com (2014) /budaya-suku-jawaindonesia-yang-sangat-beragam.html, diakses tanggal 11 April 2015. Ranjabar, J., (2006) Sistem Sosial Budaya Indonesia (Suatu Pengantar), Bogor: Ghalia Indonesia. Saifudin, A.B. (2006) Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. Sarwono Prawirohardjo (2006). Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta. Soekanto, S., (2007). Sosiologi (Suatu Pengantar), Jakarta: Rajagrafindo Persada. Sri Wulandari (2013) Hubungan Faktor Sosial Budaya dengan Keikutsertaan KB IUD di Puskesmas Mergangsan Kota Yogyakarta Tahun 2013. Skripsi. Suranto AW (2010) Komunikasi Sosial Budaya. Yogyakarta: Graha Ilmu. Tri Setiowati (2008) Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Pada Akseptor KB Golongan Risiko Tinggi di Puskesmas Wilayah Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi Tahun 2008. Skripsi. Varney (2007) Buku Ajar asuhan Kebidanan Edisi 4, Jakarta: EGC.