hubungan sosial budaya dengan pemilihan metode kontrasepsi

advertisement
HUBUNGAN SOSIAL BUDAYA DENGAN PEMILIHAN METODE
KONTRASEPSI
Hassanudin Assalis
Universitas Malahayati Lampung
Email: [email protected]
Abstract: The Correlation Of Socio-Culture with Selection Methods of Contraception. KB survey of
women active in South Lampung regency in 2012 showed contraceptive use respondents couples of
childbearing age (EFA) Most injectable 57,000 (39.77%), and the next pill at 50 999 (35.57%),
amounting to 18553 Implant (12.93%), Intra Uterine Devices (IUD) of 10 593 (7.39%), condoms
amounted to 2,791 (1.95%), Operation Methods Women (MOW) amounted to 1,757 (1.23%), and
Operation Method Man (MOP) amounted to 1,698 (1.18%) (PHO Lampung, 2013). The aim of research
is known socio-cultural relations with the selection of contraceptive methods in Puskesmas Branti South
Lampung, Natar 2015 analytical study design with cross sectional approach. The entire study population
amounted to 163 respondent. Sampling Simple Random Sampling technique as many as 116 people.
Analysis of the data used to examine the relationship between two categorical variables used statistical
Chi-Square test. Results of the study most of the respondents have a social culture that doesn’t support as
many as 60 respondent (51.7%), the majority of respondents used a contraceptive method as many as 67
respondent (57.8%). There is a socio-cultural relations with the selection of contraceptive methods in
Puskesmas Branti South Lampung, Natar 2015 (p-value=0.002 and OR=3.574). Suggestions for PHC
Branti South Lampung, Natar longer need to intensify education on the use of contraceptive methods in
Puskesmas Branti Natar, South Lampung, for example by enabling the re-training of cadres of
contraceptive methods, counseling through Posyandu and others. Strategies need to be made effective
extension, so that it becomes effective, especially for people who can not attend in person because of his
busy extension of everyday life, such as the dissemination of leaflets contraceptives, broadcast media and
others.
Keywords: Socio-Cultural, Selection Methods of Contraception
Abstrak: Hubungan Sosial Budaya Dengan Pemilihan Metode Kontrasepsi. Survei wanita KB aktif
di Kabupaten Lampung Selatan tahun 2012 menunjukkan kontrasepsi yang dipakai responden pasangan
usia subur (PUS) terbanyak suntik 57.000 (39,77%), dan berikutnya pil sebesar 50.999 (35,57%), Implant
sebesar 18.553 (12,93%), Intra Uterine Devices (IUD) sebesar 10.593 (7,39%), Kondom sebesar 2.791
(1,95%), Metode Operasi Wanita (MOW) sebesar 1.757 (1,23%), dan Metode Operasi Pria (MOP)
sebesar 1.698 (1,18%) (Dinkes Propinsi Lampung, 2013). Tujuan penelitian diketahui hubungan sosial
budaya dengan pemilihan metode kontrasepsi di Wilayah Kerja Puskesmas Branti Natar Lampung
Selatan tahun 2015. Desain penelitian analitik dengan pendekatan Cross-sectional. Populasi akseptor KB
berjumlah 163 responden. Tehnik sampling Simple Random Sampling sebanyak 116 orang. Analisa data
digunakan untuk menguji hubungan dua variabel kategori digunakan uji statistik Chi-square. Hasil
penelitian sebagian besar responden memiliki sosial budaya yang tidak mendukung yaitu sebanyak 60
responden (51,7%), sebagian besar responden menggunakan metode kontrasepsi yaitu sebanyak 67
responden (57,8%). Ada hubungan sosial budaya dengan pemilihan metode kontrasepsi di Wilayah Kerja
Puskesmas Branti Natar Lampung Selatan tahun 2015 (p-value=0,002 dan OR=3,574). Saran bagi
Puskesmas Branti Natar Lampung Selatan perlu mengintensifkan lagi penyuluhan tentang penggunaan
metode kontrasepsi di Wilayah Kerja Puskesmas Branti Natar Lampung Selatan, misalnya dengan
mengaktifkan kembali pelatihan kader tentang metode kontrasepsi, penyuluhan melalui posyandu dan
lain-lain. Perlu dibuat strategi-strategi penyuluhan yang efektif, sehingga menjadi tepat sasaran, terutama
untuk masyarakat yang tidak dapat mengikuti penyuluhan secara langsung dikarenakan kesibukannya
sehari-hari, seperti penyebaran leaflet alat kontrasepsi, penyiaran di media massa dan lain-lain.
Kata Kunci: Sosial Budaya, Pemilihan Metode Kontrasepsi
Keluarga Berencana (KB) adalah gerakan untuk
membentuk suatu keluarga yang sehat dan sejahtera
dengan membatasi kelahiran. Program KB ini
dirintis sejak tahun 1951 dan terus berkembang,
sehingga pada tahun 1970 terbentuk Badan
Koordinasi
Keluarga
Berencana
Nasional
(BKKBN). Program ini salah satu tujuannya adalah
penjarangan kehamilan dengan menggunakan
metode kontrasepsi dan menciptakan kesejahteraan
ekonomi dan sosial bagi seluruh masyarakat melalui
142
Assalis, Hubungan Sosial Budaya dengan Pemilihan Metode Kontrasepsi 143
usaha-usaha
perencanaan
dan
pengendalian
penduduk (Saifuddin, 2006).
Keluarga Berencana (KB) merupakan salah
satu pelayanan kesehatan preventif yang paling
dasar dan utama bagi wanita. Meskipun tidak selalu
diakui demikian, peningkatan dan perluasan
pelayanan Keluarga Berencana merupakan salah
satu usaha untuk menurunkan angka kesakitan dan
kematian ibu yang sedemikian tinggi akibat
kehamilan yang dialami oleh wanita. Banyak wanita
harus menentukan pilihan kontrasepsi yang sulit,
tidak hanya karena terbatasnya jumlah metode yang
tersedia tetapi juga karena metode-metode tertentu
mungkin tidak dapat diterima sehubungan dengan
kebijakan nasional KB, kesehatan individual dan
seksualitas wanita atau biaya untuk memperoleh
kontrasepsi (Maryani, 2008).
Banyak wanita yang mengalami kesulitan
dalam menentukan pilihan jenis kontrasepsi. Hal ini
tidak hanya karena terbatasnya metode yang
tersedia, tetapi juga oleh ketidaktahuan tentang
persyaratan dan keamanan metode kontrasepsi
tersebut. Kurangnya informasi tentang metode
kontrasepsi yang sesuai dengan kebutuhan para ibu
menyebabkan keengganan mereka mengikuti
program Keluarga Berencana. Hal ini selain
mengakibatkan tingginya paritas pada seorang ibu
yang berdampak pada tingginya angka kesakitan dan
kematian ibu, juga meningkatkan jumlah penduduk
yang tidak terkendali. Berbagai faktor yang harus
dipertimbangkan termasuk status kesehatan, efek
samping potensial, konsekuensi kegagalan atau
kehamilan yang tidak diinginkan, keluarga yang
direncanakan, persetujuan suami, dan norma budaya
yang ada. Tidak ada satupun metode kontrasepsi
yang aman dan efektif bagi semua klien, karena
masing-masing
mempunyai
kesesuaian
dan
kecocokan individual bagi klien (Saifudin, 2006).
Pelayanan kontrasepsi (PK) adalah salah satu
jenis pelayanan KB yang tersedia. Sebagian besar
akseptor KB memilih dan membayar sendiri
berbagai macam metode kontrasepsi yang tersedia.
Faktor-faktor yang mempengaruhi akseptor dalam
memilih metode kontrasepsi antara lain: tingkat
pendidikan, pengetahuan, kesejahteraan keluarga,
agama, dan dukungan dari suami/istri. Faktor-faktor
ini nantinya juga akan mempengaruhi keberhasilan
program KB. Hal ini dikarenakan setiap metode atau
alat kontrasepsi yang dipilih memiliki efektivitas
yang berbeda-beda (Bari, 2006).
World
Health
Organization
(WHO)
mengatakan bahwa jumlah pengguna kontrasepsi
suntik yaitu sebanyak 100 juta orang. Di Amerika
Serikat jumlah pengguna kontrasepsi suntik
sebanyak 30%. Cakupan KB Nasional Tahun 2013
memperlihatkan proporsi peserta KB yang terbanyak
adalah suntik (46,87%), pil (24,54%), IUD
(11,41%), susuk KB (9,75%), Sterilisasi wanita
(3,52%), Kondom (3,22%), dan Sterilisasi pria
(0,69%), (Depkes RI, 2014).
Cakupan KB aktif di Propinsi Lampung
Tahun 2012 memperlihatkan proporsi peserta KB
yang terbanyak adalah Suntik (36,95%), Pil
(33,79%), Implan (13,39%), Alat Kontrasepsi Dalam
Rahim (11,56%), Kondom (1,76%), MOW (1,33%)
dan MOP (1,22%). Secara umum cakupan peserta
KB aktif di Provinsi Lampung tahun 2012 sebesar
70,65% masih dibawah target Depkes RI tahun 2012
yaitu sebesar 76,39% (Depkes RI, 2012). Sedangkan
pada tahun 2013 Cakupan KB aktif di Propinsi
Lampung memperlihatkan proporsi peserta KB yang
terbanyak adalah Suntik (39,24%), Pil (31,28%),
Implan (13,22%), IUD (10,75%), Kondom (3,41%),
MOP (1,05%), dan MOW (0,91%). Secara umum
cakupan peserta KB aktif di Provinsi Lampung
tahun 2013 sebesar 72,07% masih dibawah target
Depkes RI tahun 2013 yaitu sebesar 76,73%
(Depkes RI, 2014).
Hasil survei wanita KB aktif di Kabupaten
Lampung Selatan tahun 2012 menujukkan
kontrasepsi yang dipakai responden pasangan usia
subur (PUS) terbanyak suntik 57.000 (39,77%), dan
berikutnya pil sebesar 50.999 (35,57%), Implant
sebesar 18.553 (12,93%), Intra Uterine Devices
(IUD) sebesar 10.593 (7,39%), Kondom sebesar
2.791 (1,95%), Metode Operasi Wanita (MOW)
sebesar 1.757 (1,23%), dan Metode Operasi Pria
(MOP) sebesar 1.698 (1,18%), Ini berarti bahwa
pemakaian
kontrasepsi
hormonal
masih
mendominasi peserta KB di Kabupaten Lampung
Selatan (Dinkes Propinsi Lampung, 2013).
Studi pendahuluan data dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Lampung Selatan jumlah
Pasangan Usia Subur di Kabupaten Lampung
Selatan mencapai 31.991 jiwa. Hasil pendataan
tahun 2014 jumlah Kepala Keluarga (KK) di
Wilayah kerja Puskesmas Branti Natar Lampung
Selatan sebanyak 1579 jiwa, sedangkan jumlah
Pasangan Usia Subur di Wilayah Kerja Puskesmas
Branti Natar Lampung Selatan bulan April tahun
2015 sebanyak 214 jiwa (Buku Register KIA
Puskesmas Branti Natar Lampung Selatan, 2015).
Study pendahuluan berdasarkan Buku
Register KIA Puskesmas Branti Natar Lampung
Selatan diperoleh data peserta KB aktif berjumlah
163, menggunakan KB suntik 72 akseptor (44,31%),
IUD 33 akseptor (19,84%), pil 30 akseptor
(18,31%), Kondom 17 akseptor (10,43%) MOW 7
akseptor (4,47%), implan 4 (2,64%) akseptor (Buku
144 Jurnal Kesehatan, Volume VI, Nomor 2, Oktober 2015, hlm 142-147
Register KIA Puskesmas Branti Natar Lampung
Selatan, 2015).
Hasil wawancara dengan 10 orang Ibu yang
berada di wilayah kerja Puskesmas Branti
didapatkan 7 orang (70%) mengatakan mereka
memiliki kepercayaan bahwa memiliki banyak anak
maka akan semakin meningkatkan rezeki, selain itu
faktor budaya di lingkungan mereka tidak
menganjurkan untuk mengikuti program KB,
sedangkan 3 orang (30%) mengatakan bahwa
mereka belum memahami program Keluarga
Berencana seperti cara pemilihan alat kontrasepsi
yang efektif dan sesuai dengan kebutuhannya.
Berdasarkan
hasil
observasi
peneliti
mendapatkan bahwa kultur budaya masyarakat di
wilayah kerja Puskesmas Branti Natar Lampung
Selatan merupakan masyarakat yang cukup kuat
memegang teguh ajaran agama Islam. Selain itu
petugas kesehatan yang ada di Puskesmas juga
secara rutin telah melakukan sosialisasi program KB
kepada masyarakat. Namun dukungan dari tokoh
agama dan tokoh masyarakat masih menjadi kendala
bagi pasangan usia subur dalam menentukan metode
kontrasepsi yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan.
Hal ini berkaitan dengan kepercayaan dan sosial
budaya masyarakat yang masih belum memahami
pentingnya kontrasepsi dalam mengatur jarak
kehamilan serta merencanakan keluarga.
Data-data di atas menunjukkan bahwa
masyarakat belum sepenuhnya sadar akan keluarga
berencana walaupun pemerintah telah berusaha
dengan berbagai program untuk menarik simpati
masyarakat dalam berpartisipasi mensukseskan
Program Keluarga Berencana. Padahal 5 tahun
terakhir pemerintah telah menempatkan bidan-bidan
desa sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan
dasar termasuk memberikan penyuluhan-penyuluhan
tentang Keluarga Berencana.
Penelitian yang dilakukan oleh Tri Setiowatii
(2008) dengan judul “Faktor-faktor Yang
Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi
Dalam Rahim Pada Akseptor KB Golongan Risiko
Tinggi di Puskesmas Wilayah Kecamatan Cimahi
Selatan Kota Cimahi Tahun 2008” didapatkan hasil
pada kelompok kasus sebagian besar responden
menyatakan bahwa faktor budaya tidak mendukung
penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim yaitu
sebanyak 105 orang (80,8%), sedangkan pada
kelompok kontrol sebagian besar responden
menyatakan bahwa faktor budaya mendukung
penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim yaitu
sebanyak 114 orang (87,7%). Hasil analisa bivariat
didapatkan terdapat hubungan yang signifikan antara
faktor budaya terhadap penggunaan Alat
Kontrasepsi Dalam Rahim (p-value=0,005).
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh
Johana (2013) dengan judul “Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi
Dalam Rahim (AKDR) Bagi Akseptor KB Di
Puskesmas Jailolo” didapatkan hasil sebagian besar
responden memilih alat kontrasepsi Non AKDR
yaitu sebanyak 60 orang (62,5%), sebagian besar
responden menyatakan bahwa budaya tidak
melarang mereka menggunakan alat kontrasepi yaitu
sebanyak 61 orang (63,5%). Hasil analisa bivariat
didapatkan hasil ada hubungan budaya dengan
pemilihan AKDR di Puskesmas Jailoho (pvalue=0,014)
Menurut Pendit (2005), sejumlah faktor
budaya dapat mempengaruhi klien dalam memilih
metode kontrasepsi. Faktor-faktor ini meliputi salah
pengertian dalam masyarakat mengenai berbagai
metode, kepercayaan religius serta budaya, tingkat
pendidikan, persepsi mengenai risiko kehamilan, dan
status wanita. Penyedia layanan harus menyadari
bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi
pemilihan metode di daerah mereka dan harus
memantau perubahan-perubahan yang mungkin
mempengaruhi pemilihan metode. Tujuan penelitian
adalah diketahui hubungan sosial budaya dengan
pemilihan metode kontrasepsi di Wilayah Kerja
Puskesmas Branti Natar Lampung Selatan Tahun
2015.
METODOLOGI
Desain penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan
Cross-Sectional, yaitu penelitian yang bertujuan
untuk mencari hubungan antara faktor resiko dengan
efek pengamatan atau observasi antar variabel
dilakukan secara bersamaan. Populasi penelitian
adalah seluruh akseptor KB berdasarkan buku
Rekam Medik Puskesmas Branti Natar Lampung
Selatan pada bulan Januari-April 2015 yang
berjumlah 163 orang. Analisa data yang digunakan
adalah analisa univariat digunakan untuk
mendiskripsikan semua variabel penelitian dalam
bentuk tabel dan grafik untuk memberikan deskripsi
sosial budaya dan pemilihan metode kontrasepsi dan
dilanjutkan dengan analisa bivariat digunakan untuk
hubungan atau korelasi antara variabel independent
variabel dependent dengan uji Chi-Square.
Assalis, Hubungan Sosial Budaya dengan Pemilihan Metode Kontrasepsi 145
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
1. Hasil Analisa Univariat
Tabel 1 Hasil Analisa Univariat
Variabel
Pemilihan Metode
Kontrasepsi
Menggunakan Metode
Kontrasepsi
Tidak Menggunakan
metode kontrasepsi
Sosial Budaya
Mendukung
Tidak Mendukung
Jumlah
Persentase
67
57,8
49
42,2
56
60
48,3
51,7
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa
distribusi frekuensi berdasarkan pemilihan metode
kontrasepsi
(57,8%)
menggunakan
metode
kontrasepsi dan (42,2%) tidak menggunakan metode
kontrasepsi. Responden berdasarkan sosial budaya
(51,7%) tidak mendukung dan (48,3%) mendukung.
2. Hasil Analisa Bivariat
Tabel 2 Hasil Analisa Bivariat
Variabel
Pemilihan Metode Kontrasepsi
Tidak
Menggunakan
Menggunakan
Sosial
Budaya
Mendukung
41 (73,2%)
15 (26,8%)
Tidak
Mendukung
26 (43,3%)
34 (56,7%)
Jumlah
67 (57,8%)
49 (42,2%)
p-value 0,002, OR 3,574 CI 1,636 - 7,808
Total
N
56
60
116
Berdasarkan tabel diatas didapatkan hasil ada
hubungan sosial budaya dengan pemilihan metode
kontrasepsi dimana p-value <0,05. Dengan nilai OR
3,574 berarti responden yang menyatakan bahwa
sosial budaya mendukung memiliki peluang 3,574
kali lebih besar untuk menggunakan metode
kontrasepsi dibandingkan dengan responden yang
menyatakan bahwa sosial budaya tidak mendukung.
PEMBAHASAN
1. Pemilihan Metode Kontrasepsi
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data
bahwa jumlah terbanyak dari responden di Wilayah
Kerja Puskesmas Branti Natar Lampung Selatan
dengan jumlah responden 116 orang, 67 responden
(57,8%) menggunakan metode kontrasepsi. Hal ini
sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh
Notoatmodjo (2012) yang menyatakan bahwa
perilaku seseorang atau masyarakat tentang
kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap,
kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau
masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu,
ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para
petugas terhadap kesehatan juga akan mendukung
dan memperkuat terbentuknya perilaku. Seseorang
yang tidak mau menggunakan alat kontrasepsi dapat
disebabkan karena orang tersebut tidak atau belum
mengetahui manfaat kontrasepsi untuk mengatur
jarak kehamilannya (Predisposing Factors). Selain
itu, rumah masyarakat yang jauh dengan posyandu
atau puskesmas tempat menggunakan alat
kontrasepsi (Enabling Factors). Petugas kesehatan
atau tokoh masyarakat lain disekitarnya tidak
menggunakan
alat
kontrasepsi
(Reinforcing
Factors).
Hal ini berhubungan dengan pengaruh dari
orang-orang terdekat dan lingkungan sekitar. Pola
komunikasi dan interaksi dengan orang terdekat dan
para tetangga dapat mempengaruhi keyakinan dan
sikap para responden tentang alat kontrasepsi yang
efektif dan sesuai dengan kebutuhan sehingga pada
akhirnya akan mempengaruhi keputusan para
responden dalam melakukan pemilihan metode
kontrasepsi di Wilayah Kerja Puskesmas Branti
Natar Lampung Selatan.
2. Sosial Budaya
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data
bahwa jumlah terbanyak dari responden di Wilayah
Kerja Puskesmas Branti Natar Lampung Selatan
dengan jumlah responden 116 orang, 60 responden
(51,7%) memiliki sosial budaya yang tidak
mendukung. Hal ini sejalan dengan teori yang
dikemukakan oleh Handayani (2010) bahwa kondisi
sosial budaya (adat istiadat) dan kondisi lingkungan
(kondisi geografis) berpengaruh terhadap pemilihan
metode kontrasepsi. Hal ini dikemukakan
berdasarkan realita, bahwa masyarakat Indonesia
pada umumnya sudah terbiasa menganggap bahwa
mengikuti program KB merupakan suatu hal yang
tidak diwajibkan. Hal ini tentu berkaitan pula
tentang pengetahuan dan pemahaman masyarakat
tentang pentingnya program KB untuk mengontrol
kehamilan
dalam
rangka
meningkatkan
kesejahteraan keluarga.
Hal ini disebabkan sebagian budaya
masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Branti
Natar Lampung Selatan yang berkeyakinan bahwa
menggunakan kontrasepsi bertentangan dengan
ajaran agama serta mitos yang menyebutkan bahwa
banyak anak banyak rezeki, sehingga kultur budaya
146 Jurnal Kesehatan, Volume VI, Nomor 2, Oktober 2015, hlm 142-147
yang terbangun tidak mendukung pemilihan metode
kontrasepsi dalam merencanakan keluarga.
dan panutan masyarakat dalam menggunakan alat
kontrasepsi.
3. Hubungan Sosial Budaya dengan Pemilihan
Metode Kotrasepsi
Hasil penelitian didapatkan ada hubungan
sosial budaya dengan pemilihan metode kontrasepsi
di Wilayah Kerja Puskesmas Branti Natar Lampung
Selatan tahun 2015.
Hal ini sejalan dengan teori yang
dikemukakan oleh Aritonang (2010) yang
menyatakan bahwa masyarakat pada umumnya
mengikuti kebudayaan dan adat-istiadat yang sejak
dulu telah dibentuk demi mempertahankan hidup
dirinya sendiri ataupun kelangsungan hidup suku
mereka. Untuk tercapainya keberhasilan suatu
program pembangunan khususnya dalam masyarakat
ini perlu dipahami apa yang terdapat dan diadatkan
dalam masyarakat. Bila dilihat dari garis keturunan,
masyarakat Lampung lebih cenderung sebagai
masyarakat yang patrilineal yang dalam hal ini
posisi ayah atau bapak (laki-laki) lebih dominan
dibandingkan dengan posisi ibu (perempuan).
Aritonang (2010) juga menyatakan bahwa
sebagai makhluk sosial manusia hidup tidak terlepas
dari budaya bahkan dapat dipengaruhi oleh budaya
di mana ia hidup. Budaya menyangkut adat istiadat,
tradisi, kebiasaan, aturan-aturan dan pendapatpendapat. Penggunaan alat kontrasepsi juga turut
dipengaruhi oleh faktor budaya mengingat
penggunanya hidup dalam lingkungan budaya.
Penggunaan alat kontrasepsi sangat terkait
dengan budaya, sebab alat kontrasepsi terkait dengan
cara pemasangan dan kebiasaan menggunakan.
Sebagaimana diketahui bahwa pemasangan alat
kontrasepsi IUD misalnya, pemasangan alat ini
melalui alat kemaluan wanita yang tidak terterima
pada orang-orang di lingkungan budaya tertentu. Di
samping itu penggunaannya terkait dengan
kebiasaan masyarakat yang hidup di lingkungan
tertentu. Seseorang akan tertarik menggunakan salah
alat kontrasepsi jika orang-orang di sekitarnya
menggunakan alat kontrasepsi yang sama.
contohnya ketertarikan seseorang pada penggunaan
alat kontrasepsi suntik akan timbul jika orang-orang
di sekitarnya juga menggunakan kontrasepsi suntik.
Termasuk juga kebiasaan yang turun temurun, dari
ibu ke anak, dan seterusnya.
Dalam hal ini perlu melibatkan para tokoh
agama dan tokoh masyarakat dalam melakukan
penyuluhan tentang penggunaan metode kontrasepsi
di masyarakat. Misalnya dengan mengajak ulama
atau kepala desa yang istrinya telah menggunakan
alat kontrasepsi sehingga dapat menjadi referensi
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
Berdasarkan
hasil
penelitian
dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Distribusi
frekuensi
responden
yang
menggunakan alat kontrasepsi di Wilayah Kerja
Puskesmas Branti Natar Lampung Selatan tahun
2015 ada sebanyak 67 responden (57,8%).
2. Distribusi frekuensi responden yang memiliki
sosial budaya tidak mendukung di Wilayah Kerja
Puskesmas Branti Natar Lampung Selatan tahun
2015 ada sebanyak 60 responden (51,7%).
3. Ada hubungan sosial budaya dengan pemilihan
metode kontrasepsi di Wilayah Kerja Puskesmas
Branti Natar Lampung Selatan tahun 2015 (pvalue=0,002 dan OR=3,574)
SARAN
1. Tempat Penelitian
a. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk
lebih mengintensifkan lagi penyuluhan tentang
penggunaan metode kontrasepsi di Wilayah
Kerja Puskesmas Branti Natar Lampung
Selatan, misalnya dengan mengaktifkan
kembali pelatihan kader tentang metode
kontrasepsi, penyuluhan melalui posyandu dan
lain-lain.
b. Perlu dibuat strategi-strategi penyuluhan yang
efektif, dengan melibatkan para tokoh agama
dan tokoh masyarakat dalam melakukan
penyuluhan tentang penggunaan metode
kontrasepsi di masyarakat. Misalnya dengan
mengajak ulama atau kepala desa yang
istrinya telah menggunakan alat kontrasepsi
sehingga dapat menjadi referensi dan panutan
masyarakat
dalam
menggunakan
alat
kontrasepsi.
2. Institusi Pendidikan
Perlu menambah bahan referensi dan buku
terbaru yang berhubungan dengan penggunaan alat
kontrasepsi dan Keluarga Berencana serta buku yang
berhubungan dengan metodologi penelitian sehingga
didapatkan hasil penelitian yang relevan dengan
kondisi saat ini.
3. Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
bahan informasi tambahan bagi yang ingin meneliti
Assalis, Hubungan Sosial Budaya dengan Pemilihan Metode Kontrasepsi 147
lebih lanjut mengenai variabel lain yang
berhubungan dengan pemilihan metode kontrasepsi,
seperti variabel dukungan suami, sikap dan prilaku
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Aritonang, J., (2010) Hubungan Budaya Patriarki
terhadap Keputusan WUS Menjadi Akseptor
Keluarga Berencana di Lingkungan VI
Simpang Selayang Medan Tuntungan Tahun
2010, KTI Program D-IV Bidan Pendidik
Universitas Sumatera Utara, diakses 11 Mei
2015.
Arum, DNS., dan Sujiyatini (2009) Panduan
Lengkap Pelayanan KB Terkini. Jogjakarta :
Nuha Medika.
Aziz, Alimul (2007) Riset Keperawatan dan Teknik
Penelitian Ilmiah, Salemba Medika, Jakarta.
Bari Abdul S (2006). Buku Panduan Praktis
Pelayanan Kontrasepsi. Edisi 2. Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
BKKBN (2009) Kumpulan Data Program Keluarga
Berencana Nasional. Jakarta.
Buku Register KIA Puskesmas Branti Natar
Lampung Selatan, 2015.
Depkes RI (2014) Profil Kesehatan Indonesia tahun
2013. Badan Penelitian Dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI:
Jakarta.
Dinas Kesehatan Provinsi Lampung (2013) Profil
Kesehatan Provinsi Lampung tahun 2013.
Bandar Lampung.
Enda (2010) Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Handayani Sri. (2010). Buku Ajar Pelayanan
Keluarga Berencana. Yogyakarta: Pustaka
Rihana.
Hastono Priyo Sutanto (2007). Metodelogi Riset. CV
Agung Seto. Jakarta.
Johana (2013) Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Dalam
Rahim (Akdr) Bagi Akseptor KB Di
Puskesmas Jailolo. Skipsi.
Maryani, H (2008) Cara Tepat Memilih Alat
Kontrasepsi Keluarga Berencana bagi
Wanita, www.tempo.co.id, (dikutip 16 April
2015).
Melani Niken, dkk, (2010) Pelayanan Keluarga
Berencana. PT Fitramaya. Yogyakarta.
petugas kesehatan serta variabel lainnya yang
berhubungan serta dengan objek penelitian yang
lebih banyak sehingga didapatkan hasil yang
maksimal.
Notoatmodjo (2012) Ilmu Perilaku Kesehatan.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Notoatmodjo
(2012)
Metodologi
Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam (2005). Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Pendit Nyoman S. (2005) Ilmu Pariwisata Sebuah
Pengantar Perdana. Jakarta: PT. Pradnya
Paramita.
Pinem, S., (2009) Kesehatan Reproduksi dan
Kontrasepsi, Jakarta: Trans Media.
Pipit, Margaretha (2014) Makalah Mengenai
Kebudayaan
Lampung.
diakses
dari
http://pipitmargareta.blogspot.com/2014/01/m
akalah-mengenai-kebudayaan-lampung.html,
tanggal 11 April 2015.
Pusakapusaka.com (2014)
/budaya-suku-jawaindonesia-yang-sangat-beragam.html, diakses
tanggal 11 April 2015.
Ranjabar, J., (2006) Sistem Sosial Budaya Indonesia
(Suatu Pengantar), Bogor: Ghalia Indonesia.
Saifudin, A.B. (2006) Buku Panduan Praktis
Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka.
Sarwono Prawirohardjo (2006). Ilmu Kebidanan,
Yayasan Bina Pustaka, Jakarta.
Soekanto, S., (2007). Sosiologi (Suatu Pengantar),
Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Sri Wulandari (2013) Hubungan Faktor Sosial
Budaya dengan Keikutsertaan KB IUD di
Puskesmas Mergangsan Kota Yogyakarta
Tahun 2013. Skripsi.
Suranto AW (2010) Komunikasi Sosial Budaya.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Tri
Setiowati
(2008)
Faktor-faktor
Yang
Berhubungan Dengan Penggunaan Alat
Kontrasepsi Dalam Rahim Pada Akseptor KB
Golongan Risiko Tinggi di Puskesmas
Wilayah Kecamatan Cimahi Selatan Kota
Cimahi Tahun 2008. Skripsi.
Varney (2007) Buku Ajar asuhan Kebidanan Edisi
4, Jakarta: EGC.
Download