Usyifa Ersa Ramadhani BSA-A / 17101010023 SABAR Sabar merupakan sesuatu yang ganjil, mungkin bisa dibilang merupakan jalan terakhir yang bisa dilakukan oleh seseorang ketika menghadapi kenyataan atau sesuatu yang tidak sesuai dengan harapan. Ketika sesuatu yang diharapkan tak kunjung terjadi, ketika sesuatu yang buruk menimpa, selalu hanya ada satu jawaban, yaitu sabar. Sikap yang sudah sepatutnya ditunjukkan oleh seorang muslim, seburuk apapun keadaannya, sesakit apapun luka yang dirasakannya dan seberat apapun musibah yang menimpanya. Sabar (alhabsu) artinya ‘menahan diri’, yaitu tetap teguh dijalan Allah dan menahan diri dari mengikuti hawa nafsu, termasuk sebagai bentuk penerimaan atas yang tidak sejalan dengan jiwa. Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Sabar adalah menenguhkan diri dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, menahannya dari perbuatan maksiat kepada Allah, serta menjaganya dari perasaan dan sikap marah dalam menghadapi takdir Allah…” (Syarh Tsalatsatul Ushul: 24) Bersabar dalam melaksanakan ibadah dapat dilakukan dengan cara mengetahui bahwa kesabaran yang dilakukan dalam beberapa hari saja dapat berbuah ganjaran yang bersifat abadi. Oleh karenanya dalam ibadah manusia membutuhkan kesabaran untuk tidak menyebarluaskan dan merusak ibadah yang dilakukannya dengan riya’. Nabi SAW pernah ditanya tentang iman, beliau menjawab, “Iman adalah bersikap sabar dan toleransi”. Beliau juga bersabda, “Sabar itu salah satu harta simpanan di surga”. (Ihya’ Ulumuddin: 420) Selanjutnya, kesabaran terbesar adalah bersabar dalam menahan syahwat dan menjauhi faktor penyebabnya. Di antara hal yang harus disikapi dengan sikap sabar adalah ketika seseorang disakiti, baik dengan ucapan maupun tindakan, maka ia harus menghadapinya dengan penuh kesabaran. Oleh karena itu, sebagian sahabat berkata, “Kami tidak menganggap iman seseorang sebagai benar-benar sebuah keimanan jika ia tidak bisa bersabar atas gangguan yang dihadapinya”. Allah SWT berfirman, “Dan kami sungguh-sungguh akan bersabar terhadap gangguan-gangguan yang kamu lakukan kepada kami. Dan hanya kepada Allah saja orang-orang yang bertawakkal itu berserah diri”. (QS. Ibrahim [14]: 12) Kesabaran itu terkadang harus diterapkan pada suatu perbuatan beserta kemungkinan-kemungkinan yang bisa muncul darinya, dan terkadang pula atas balasan yang didapatkan akibat perbuatan itu. Dalam dua bentuk kesabaran inilah terkandung kesempurnaan iman. Bagian sabar yang lain ialah bersabar terhadap musibah yang dating tanpa diduga, seperti tertimpa penyakit, kebutaan, cacat anggota tubuh atau kehilangan orang-orang tercinta. Ibnu Abbas berkata, “Sabar dalam Al-Qur’an itu ada tiga bentuk: yang pertama bersabar dalam menjalankan kewajiban-kewajiban dari Allah. Sabar jenis ini mempunyai (pahala) tiga ratus derajat. Yang kedua bersabar saat tertimpa musibah. Sabar jenis ini mempunyai Sembilan ratus derajat. Dan yang ketiga bersabar dalam menjauhi larangan-larangan Allah. Sabar jenis ini mempunyai enam ratus derajat”. Ada yang mengatakan bahwa sabar yang baik adalah kesabaran orang yang ditimpa musibah tanpa diketahui orang lain jika dirinya sedang bersabar. (Ihya’ Ulumuddin: 422) Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Kedudukan sabar dalam iman laksana kepala bagi seluruh tubuh. Apabila kepala sudah terpotong maka tidak ada lagi kehidupan di dalam tubuh”. (Al Fawa’id: 95) Sumber Referensi: www.muslim.or.id oleh Abu Muslih Ari Wahyudi Abdurrahman, Ahmad. 2007. Ringkasan Ihya’ Ulumuddin. Jakarta: Sahara Publishers