KOMUNIKASI ORANG TUA KEPADA ANAK ALA RASULULLAH SAW Dalam islam, komunikasi merupakan salah satu kunci interaksi dua arah antara orang tua-anak dan sebaliknya. Kebanyakan munculnya konflik diantara orang tua dan anak adalah akibat kurangnya intensitas komunikasi diantara kedua belah pihak, dimana yang menjadi pemicunya biasanya ada di pihak orang tua yang mungkin karena kesibukannya sehingga jarang berkomunikasi dengan anaknya. Panutan sebagai ummat islam adalah tauladan baginda kita Rasulullah, baik dari segi agamanya, kepribadiannya dan cara dia mengasuh anak-anaknya. Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadist yang di riwayatkan oleh Ibnu Majah “Hormatilah anak anakmu dan perbaikilah akhlak mereka” Maka sebagai orang tua harus berusaha untuk senantiasa menghormati hak, keinginan, dan pendapat mereka. Karena bisa jadi ketika orang tua terlalu sering mengabaikan pendapat, pandangan, dan perasaan mereka, membuat mereka pun merasa tidak perlu untuk menghargai harapan dan keinginan orang lain khususnya kita. Maka hal ini harus diperbaiki terlebih dahulu. Pastikan hak-hak anak telah terpenuhi, sehingga hubungan yang baik diantara orang tua dan anak akan membuka jalan untuk bisa berkomunikasi secara efektif kepada anak anak. Bila hubungan orang tua dengan anak anak retak atau renggang, teknik komunikasi sebaik apapun yang sudah orang tua kuasai tidak akan berhasil mencapai tujuan 1. Komunikasi tanpa komunikasi Belajar dari cara Rasulullah SAW berkomunikasi dalam shirah, yang pertama Rasulullah SAW berkomunikasi dengan tanpa komunikasi. Sebagai contoh Ibnu Abbas pernah berkata bahwa beliau menginap dirumah bibinya, Maimunah. Kemudian Rasulullah biasa bangun untuk shalat malam suatu malam. Rasulullah SAW bangun kemudian berwudhu dengan wudhu yang ringan dari kendi yang digantung. Setelah itu Rasulullah SAW shalat. Kemudian Ibnu Abbas berwudhu dengan wudhu yang sama seperti Rasulullah SAW lakukan. Kemudian beliau berdiri disamping kiri Rasulullah SAW. Rasulullah SAW kemudian menarik Ibnu Abbas dan meletakkannya disamping kanannya. Kemudian Rasulullah SAW shalat beberapa rakaat. Disini kita bisa melihat bagaimana Rasulullah SAW berkomunikasi dengan tanpa komunikasi tetapi langsung memberikan teladan. Jadi ada kalanya komunikasi kita lebih efektif keika kita langsung memberikan contoh. 2. Fokus pada mengarahkan bukan membahas kesalahan Kemudian yang kedua, kita bisa belajar dari shirah bagaimana Rasulullah SAW memberikan contoh dalam melatih skill seorang anak dengan cara memberikan contoh yang benar dan tidak fokus membahas kesalahan anak. Suatu ketika ada seorang anak yang belum mahir menguliti kambing. Rasulullah SAW tidak fokus membahas kenapa ia tidak melakukan dengan cara yang baik. Tetapi dihadapan anak tersebut Rasulullah SAW langsung menunjukkan cara bagaimana menguliti kambing yang benar. Dalam berkomunikasi, kita juga perlu melihat latar belakang seorang anak ketika ia bersikap di luar harapan kita. Bisa jadi bukan karena ia bermaksud melakukan kesalahan, tetapi karena ia belum tahu atau belum mahir melakukannya. Seringkali orang tua menaruh ekspektasi yang sangat tinggi. Berharap anak sudah mampu melakukan. Sehingga ekspektasi ini mendorong orang tua melakukan komunikasi menyimpang yang membuat anak semakin merasa tidak nyaman berhadapan dengan kita. Maka sebaiknya fokus orang tua adalah memberikan contoh, memberitahu apa yang seharusnya mereka lakukan. 3. Menarik perhatian anak sebelum menyampaikan pesan Kemudian yang ketiga, Rasulullah SAW pernah mendekati dan menyapa seorang anak yang sedang bersedih karena burung pipitnya mati. Kemudian Rasulullah menarik perhatian dengan menyapa anak tersebut “Wahai Abu Umair ada apa dengan burung pipitmu?” Rasulullah SAW bertanya bagaimana kabar burung pipitnya. Dari kisah ini kita belajar bahwa Rasulullah SAW berusaha menarik perhatian lawan bicara, sebelum kemudian menyampaikan isi pesan yang hendak dikomunikasikan. Rasulullah SAW berusaha menghargai perasaan lawan bicaranya. Terkadang ketika kita menyampaikan sesuatu, kita berteriak-teriak dari dalam kamar. Sementara kita tidak mengundang anak untuk terlebih dahulu memperhatikan kita sehingga ia bersedia memberhentikan aktifitasnya untuk mau mendengar pesan kita. Jadi apabila anak tidak mendengar pesan kita, barangkali karena kita sendiri yang langsung memberikan pesan tanpa membuat lingkungan yang kondusif agar anak mau dan mampu berkonsentrasi pada apa yang kita sampaikan. Belajar dari kisah Rasulullah SAW kita perlu memperbaiki teknik komunikasi dengan cara bebicara secara langsung dan berhadap-hadapan. Gunakan sentuhan lembut yang membuat mereka dapat memusatkan perhatian kepada kita. Insya Allah akan lebih baik dibanding kita berkomunikasi berteriak-teriak dari tempat jauh. Apabila kita berada dalam keadaan yang sulit untuk mendekati anak, seperti sedang berbaring meyusui, maka panggil dulu anak tersebut atau minta seseorang yang lebih dekat untuk memanggilkan anak tersebut 4. Buka diskusi dengan pertanyaan Kemudian yang keempat, Rasulullah SAW sering sekali mengajukan pertanyaan terlebih dahulu kepada para sahabat untuk membuka sebuah diskusi. Misalnya “Maukah aku memberitahukan tentang orang yang masuk surga?” Kita dapat melihat dalam banyak hadist bahwa Rasulullah SAW menyampaikan suatu pesan dengan cara bertanya terlebih dahulu kepada para sahabat. Dengan pertanyaan pembuka, orang yang diajak komunikasi diharapkan dapat memusatkan pikirannya. Bahkan secara aktif berusaha untuk mencari jawaban. Tentunya pesan akan lebih terinternalisasi dalam diri anak ketika jawaban itu hadir dari proses berpikir seorang anak dibanding ketika mereka mendengar pesan dari kita. Kita hanya tinggal menyatakan persetujuan atau meluruskan jawaban yang disampaikan oleh anak. Jadi dalam membangun komunikasi, terlebih saat akan memberikan pesan yang sangat penting kepada anak, buatlah waktu khusus untuk berkomunikasi dengan mereka. Tinggalkan sejenak pekerjaan kita dan duduklah bersama dalam suana yang nyaman. Mulailah dengan mengajukan pertanyaan terlebih dahulu serta hargailah setiap jawaban anak. 5. Bersabar mencari motif anak melakukan sesuatu. Suatu hari sahabat dari kaum Ansor melaporkan perbuatan seorang anak kepada Rasulullah SAW. Anak ini dilaporkan karena sering sekali melempari pohon kurma dengan batu. Mungkin sering sekali emosi kita membuat kita langsung menghakimi seorang anak, menyalahkan seorang anak yang melakukan sesuatu diluar harapan kita. Tetapi Rasulullah SAW mengajarkan untuk bersabar. Rasulullah SAW berjongkok agar setara dengan tinggi anak tersebut. Kemudian beliau bertanya “Wahai anakku kenapa engkau melempari kurma?” Rasulullah SAW bersabar menunggu jawaban anak tersebut dan ia menjawab “Untuk aku makan”. Dari kisah ini kita belajar untuk bersabar dalam mencari motif seorang anak dalam melakukan sesuatu, sebelum kita menasihati atau memberikan arahan terhadap sesuatu yang sesuai keinginan kita. Sering kali orang tua cerewet atau marah sebelum bertanya alasan anak dalam berbuat sesuatu hanya karena perbuatan mereka jauh dari harapan kita. Ternyata anak yang berada dihadapan Rasulullah SAW ini memiliki alasan bahwa ia lapar sehingga ia melempari kurma. Lalu apa yang dilakukan Rasulullah SAW selanjutnya? 6. Beri batasan yang jelas dalam berperilaku Kisah diatas berlanjut, Rasulullah SAW berkata kepada sang anak “Kalau begitu janganlah engkau melempari kurma tapi makanlah yang jatuh dibawah” Melalui kisah ini kita belajar bahwa kita perlu memberi batasan yang jelas kepada anak, apa yang tidak boleh, apa yang boleh, dan apa yang seharusnya dilakukan oleh anak anak. Sering sekali komunikasi kita hanya mengajarkan apa yang tidak boleh tetapi tidak diiringi dengan upaya mengarahkan apa yang seharusnya dilakukan oleh anak anak. Sehingga anak anak hanya mengetahui apa yang tidak boleh tetapi mereka tidak memiliki ide dan tidak mendapat arahan bagaimana yang seharusnya atau seperti apa yang diperbolehkan. 7. Mengakhiri nasihat dengan doa yang sesuai dengan harapan Kisah diatas berlanjut, Rasulullah SAW mengakhiri pesan kepada sang anak dengan mengusap kepala anak tersebut dan mendoakan “Ya Allah kenyangkanlah perutnya” Dari kisah ini kita belajar bahwa dalam menyampaikan harapan, jangan lupa untuk melibatkan Allah. Ketika kita sudah berikhtiar meluruskan perilaku anak, memberitahu apa yang tidak boleh, mengarahkan apa yang seharusnya yang ia lakukan, jangan lupa doakan mereka. Hanya Allah yang mengenggam hati anak-anak untuk menerima nasihat kita. Allah yang mengendalikan manusia agar mampu melaksanakan aturan. Doakanlah apa yang menjadi harapan. Alihkan kemarahan kita menjadi doa-doa terbaik bagi mereka. Ketika kita melihat anak kita rewel, doakanlah “Ada apa anak sabar?” Ketika kita melihat barang-barang anak kita berserakan, doakanlah “Anak sholih, anak yang rapih, tolong bereskan ini dan bereskan itu” Ketika kita melihat sikap mereka yang kurang tertib di tempat umum, doakanlah “Anak sholih, anak tertib, kita menunggu dan duduk disini” Ketika kita mendapati anak kita mengamuk mempertahankan keinginannya, doakanlah “Ya Allah jadikan ia pemimpin sholih yang adil”, misalnya Doakanlah apa yang menjadi harapan kitasebagai orang tua terhadap mereka. Ketika semua ikhtiar telah kita lakukan, terlebih bila semua ikhtiar itu belum dapat bekerja, maka doalah yang menjadi senjata kita.