BAB 1 RADIASI BENDA HITAM Indikator: 1. Mendeskripsikan Konsep Radiasi Benda Hitam 2. Menyebutkan Macam-Macam Hukum Mengenai Intensitas Radiasi 3. Menjelaskan Macam-Macam Hukum Mengenai Intensitas Radiasi 4. Menurunkan Persamaan Intensitas Radiasi Menggunakan Persamaan yang Dirumuskan oleh Planck A. Radiasi Benda Hitam Panas (kalor) dari matahari sampai ke bumi melalui gelombang elektromagnetik, perpindahan ini disebut radiasi. Radiasi yang dipancarkan oleh sebuah benda sebagai akibat suhunya disebut radiasi panas (thermal radiation). Setiap benda secara kontinu memancarkan radiasi panas dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Bahkan sebuah sebongkah es pun memancarkan radiasi panas, sebagian kecil dari radiasi panas ini ada dalam rentang daerah cahaya tampak. Walaupun demikian sebongkah es ini tidak dapat dilihat dalam ruang gelap. Serupa dengan sebongkah es, badan manusia pun memancarkan radiasi panas dalam rentang daerah cahaya tampak, tetapi intensitasnya tidak cukup kuat untuk dapat dilihat dalam ruang gelap. Setiap benda memancarkan radiasi panas, tetapi umunya benda terlihat oleh kita karena benda itu memantulkan cahaya yang datang padanya, bukan karena ia memacarkan radiasi panas. Benda dapat terlihat meradiasikan panas jika 1 suhunya melebihi 1000 K. Pada suhu ini benda mulai berpijar merah sepeti kumparan pemanas sebuah kompor listrik. Pada suhu di atas 2000 K benda berpijar kuning atau keputih-putihan, seperti besi berpijar putih atau pijar putih dari filamen lampu pijar. Begitu suhu benda terus ditingkatkan, intensitas relatif dari spektrum cahaya yang dipancarkannya berubah. Ini menyebabkan pergeseran dalam warna-warna spektrum yang diamati, yang dapat digunakan untuk menaksir suhu suatu benda. Gambar 1.1. Warna Spektrum untuk Penafsiran Suhu Secara umum bentuk terinci dari spektrum radiasi panas yang dipancarkan oleh suatu benda panas bergantung pada komposisi benda itu. Meskipun demikian hasil eksperimen menunjukkan bahwa ada satu kelas benda panas yang memancarkan spektra panas dengan kalor yang universal. Benda ini disebut benda hitam (black body). Benda hitam adalah suatu benda yang permukannnya sedemikian sehingga menyerap semua radiasi yang dactang padanya (tidak ada radiasi yang dipantulkan keluar dari benda hitam). Dari pengamatan diperoleh bahwa semua benda hitam pada suhu yang sama memancarkan radiasi dengan spektrum yang sama. Tidak ada benda yang hitam sempurna. Kita hanya dapat membuat benda yang mendekati benda hitam. Seperti ditunjukkan pada Gambar 1.2, walaupun permukaan dalam kotak dicat putih (Gambar 1.2a) tetapi ketika 2 kotak ditutup, lubang kotak tampak hitam pada siang hari (Gambar 1.2b). Mengapa demikian? Ketika radiasi dari cahaya matahari memasuki lubang kotak, radiasi dipantulkan berulang–ulang (beberapa kali) oleh dinding kotak (Gambar 1.2c) dan setelah pemantulan ini hampir dapat dikatakan tidak ada lagi radiasi yang tersisa (semua radiasi telah diserap di dalam kotak) atau dengan kata lain, lubang telah berfungsi menyerap semua radiasi yang datang padanya. Akibatnya benda tampak hitam. S Sumber: http://atophysics.wordpress.com Gambar 1.2. Contoh Benda yang Mendekati Benda Hitam Sempurna B. Intensitas Radiasi a. Hukum Stefan Boltzmann Pada tahun 1859, Gustav Kirchoff membuktikan suatu teorema yang sama pentingnya dengan teorema rangkaian listrik tertutupnya ketika ia menunjukkan argumen berdasarkan pada termodinamika bahwa setiap benda dalam keadaan kesetimbangan termal dengan radiasi daya yang dipancarkan adalah sebanding dengan daya yang diserapnya. Untuk benda hitam, teorema kirchoff dinyatakan oleh: R f J f ,T Dengan J f , T adalah suatu fungsi universal (sama untuk semua benda) yang bergantung hanya pada f (frekuensi cahaya) , dan T (suhu 3 mutlak benda). Persaman di atas menunjukkan bahwa daya yang dipancarkan persatuan luas persatuan frekuensi oleh suatu benda hitam bergantung hanya pada suhu dan frekuensi cahaya dan tidak bergantung pada sifat fisika dan kimia yang menyusun benda hitam, dan ini sesuai dengan hasil pengamatan. Perkembangan selanjutnya untuk memahami karakter universal dari radiasi benda hitam datang dari ahli fisika Austria, Josef Stefan (18351893) pada tahun 1879. Ia mendapatkan secara eksperimen bahwa daya total persatuan luas yang dipancarkan pada semua frekuensi oleh suatu benda hitam panas, RT (intensitas radiasi total), adalah sebanding dengan pangkat empat dari suhu mutlaknya. Karena itu, bentuk persamaan empiris hukum Stefan dapat diturunkan dengan dikenal sebagai tetapan Stefan-Bolztmann yang besarnya 5,6703 x 1011 watt/m2.K4 Untuk benda panas yang bukan benda hitam akan memenuhi hukum yang sama hanya diberi tambahan koefisien emisivitas e , yang lebih kecil dari 1: RT eT 4 Lima tahun kemudian konfirmasi mengesankan dari teori gelombang elektromagnetik cahaya diperoleh ketika Boltzmann menurunkan hukum Stefan dari gabungan termodinamika dan persamaan-persamaan Maxwell. Karena itu persamaan di atas dikenal juga sebagai hukum StefanBoltzmann. 4 b. Hukum Pergeseran Wien Sumber: Contemporary College Physics, 1993 Gambar 1.3. Kurva Antara Intensitas Radiasi terhadap Panjang Gelombangnya pada Tiga Suhu Mutlak Gambar 1.3 menunjukkan kurva antara intensitas radiasi persatuan panjang gelombang yang dipancarkan oleh suatu benda hitam terhadap panjang gelombangnya pada tiga suhu mutlak. Total intensitas radiasi yang dipancarkan sama dengan luas daerah di bawah grafik. Menurut hukum Stefan-Boltzmann jika suhu meningkat dari 2 000 K ke 4 000 K (2 kali) maka total intensitas radiasi kalor (luas daerah di bawah kurva ) haruslah meningkat 16 kali (dari 24 = 16) pada Gambar 1.3 tampak bahwa luas di bawah kurva untuk T = 4 000 K memang jauh lebih besar dari pada luas di bawah kurva untuk T = 2 000 K. Hal kedua yang dapat dibaca dari Gambar 1.3 bahwa panjang gelombang yang membuat intensitas radiasi maksimum untuk suatu benda hitam, maks bergeser ke panjang gelombang yang lebih pendek begitu benda hitam menjadi lebih panas. Hasil ini sesuai dengan pergeseran warna-warna spektrum begitu suhu naik (lihat kembali Gambar 1.1). Pada suhu kira-kira 600 K, intensitas radiasi maksimum dari pijar benda panas menghasilkan panjang gelombang warna merah tua, tetapi pada suhu 1 100 K (>600 K), panjang gelombang lebih pendek, yaitu panjang gelombang 5 warna kuning. Tetapi hubungan sederhana kesebandingan terbalik maks T 1 tidaklah segera ditemukan. Pada tahun 1893, Wilhelm Wien mengusulkan suatu bentuk umum untuk hukum distribusi benda hitam J ( f , T ) yang memberikan hubungan maks dan T yang sesuai dengan hasil eksperimen. Hubungan ini disebut sebagai pergeseran Wien: mT K 2,898x10 3 mK dengan maks adalah panjang gelombang (dalam m) yang berhubungan dengan intensitas radiasi maksimum benda hitam, T adalah suhu mutlak dari permukaan benda yang memancarkan radiasi, dan K 2,898x10 3 mK adalah tetapan pergeseran Wien. c. Hukum Reyleigh-Jeans Perkiran berikutnya tentang ( ) atau ( ) dilkukan oleh Lord Rayleigh (1842-1919) dan Sir James Jeans (1877-1946) pada Juni 1900. Rayleigh berkonsentrasi secara langsung pada gelombang elektromagnetik dalam rongga. Rayleigh dan Jeans menyatakan bahwa gelombang elektromagnetik stasioner dalam rongga dapat dipertimbangkan memiliki suhu T, karena mereka secara konstan bertukar energi dengan dindingdinding dan menyebabkan termometer dalam rongga mencapai suhu yang sama dengan dinding. Mereka mendapatkan energi penggetar ratarata tak bergantung pada panjang gelombang λ , dan sama dengan kT dari hukum distribusi Maxwell-Boltzmann. Akhirnya mereka memperoleh kerapatan energi per panjang gelombang , ( ) yang dinyatakan sebagai: ( ) 8kT 4 dengan k adalah tetapan Boltzmann. Pernyataan ini dikenal sebagai hukum Rayleigh-Jeans. Dalam bulan September 1900, pengukuran menunjukkan 6 bahwa diantara 12 µm dan 18 µm prakiraan Rayleigh-Jeans tepat. Tetapi hukum Rayleigh-Jeans secara total tak layak pada panjang gelombang pendek atau pada frekuensi tinggi. Persaman di atas menunjukkan bahwa ketika λ mendekati terkecil pada daerah ultraviolet, kerapatan energi diperkirakan tak terbatas ( ( ) → ). Keadaan ini dinamakan bencana ultraviolet (ultraviolet catastrophe). d. Teori Planck Radiasi Benda Hitam Teori Wien cocok dengan spektrum radaisi benda hitam untuk panjang gelombang yang pendek, dan menyimpang untuk panjang gelombang yang panjang. Teori Rayleigh-Jeans cocok dengan spektrum radiasi benda hitam pada daerah panjang gelombang yang panjang, dan menyimpang untuk panjang gelombang yang pendek. Jelas bahwa fisika klasik gagal menjelaskan tentang radiasi benda hitam. Inilah dilema fisika klasik yang kemudian Max Planck mencurahkan seluruh perhatiannya. Pada tahun 1900, Planck memulai pekerjaannya membuat suatu angapan baru tentang sifat dasar dari getaran molekul dalam dinding-dinding rongga benda hitam (pada saat itu elektron belum ditemukan). Anggapan baru ini sangat radikal dan bertentangan dengan fisika klasik, yaitu sebagai berikut: 1. Radiasi yang dipancarkan oleh getaran molekul-molekul tidaklah kontinu tetapi dalam paket-paket energi diskrit, yang disebut kuantum (sekarang disebut foton). Besar energi yang berkaitan denagn foton adalah E h , sehingga untuk n buah foton maka energinya dinyatakan oleh: En nh (1.1) dengan n = 1, 2, 3, …..(bilangan bulat positif), dan adalah frekuensi getaran molekul-molekul. Energi dari molekul-molekul dikatakan terkuantisasi dan energi yang diperkenankan disebut tingkat energi. Ini 7 berarti bahwa tingkat energi bisa h , 2h , 3h , ……sedang h disebut tetapan Planck, dengan: h = 6,6 ×10−34 J s (dalam dua angka penting) 2. Molekul-molekul memancarkan atau menyerap energi dalam satuan diskrit dari energi cahaya, disebut kuantum (sekarang disebut foton). Molekul-molekul melekukan itu dengan “melompat” dari satu tingkat energi ke tingkat energi lainnya. Jika bilangan kuantum n berubah dengan satu satuan, Persamaan (1.1) menunjukkan bahwa jumlah energi yang dipancarkan atau diserap oleh molekul-molekul sama dengan h . Jadi, beda energi antaradua tingkat energi yang berdekatan adalah h . Molekul akan memancarkan atau menyerap energi hanya ketika molekul mengubah tingkat energinya. Jika molekul tetap tinggal dalam satu tingkat energi tertentu, maka tidak ada energi yang diserap atau dipancarkan molekul. Berdasarkan teori kuantum di atas, Planck dapat menyatukan hukum radiasi Wien dan hukum radiasi Rayleigh-Jeans, dan menyatakan hukum radiasi benda hitamnya yang akan berlaku untuk semua panjang gelombang. Hukum radiasi Planck dapat diturunkan: Step 1) Persamaan radiasi dalam fungsi radiasi ( )d dengan: N ( ) V d (1.2) N ( ) 8 d = d V c3 (1.3) Step 2) mencari menggunakan Statistik Boltzman Note: Distribusi Boltzman ( ) exp( / kT) kT 8 Dengan: ( )d = kemungkinan menentukan sebuah sistem dengan energi antara d P( ) n 0 P( ) ; dimana: n nh n 0 Dengan: : Rata-rata energi per isolator P( ) : Intensitas pada sistem osilator nh exp( nh / kT ) kT n 0 exp( nh / kT ) kT n 0 nh exp(nh / kT ) n 0 exp(nh / kT ) n 0 Kita misalkan bahwa h , maka: kT nkT exp(n ) n 0 exp(n ) n 0 kT n exp( n ) n 0 (1.4) exp(n ) n 0 Melalui sifat: n exp(n ) d ln exp( n ) n 0 d n 0 exp(n ) n 0 9 Kalikan dua ruas dengan , sehingga: d ln exp( n ) d n 0 n exp( n ) n 0 exp(n ) n 0 Jadi dapat ditulis: n exp( n ) n 0 exp(n ) d ln exp( n ) d n0 (1.5) n 0 Kita cari terlebih dahulu exp(n ) : n 0 Ingat deret: exp(n ) =1 exp( ) exp(2 ) exp(3 ) ... S n n 0 Untuk n = maka: r 1 S 1 ; dimana r exp( ) 1 r Maka: S 1 = (1 exp( )) 1 1 exp( ) Sehingga: exp(n ) = (1 exp( )) 1 (1.6) n 0 Mensubtitusikan persamaan (5) ke persamaan ke (4): n exp(n ) n 0 exp( n ) d ln(1 exp( )) 1 d n 0 Kemudian: 10 (1.7) d 1 d ln (ln 1 ln(1 exp( )) d 1 exp( ) d d 1 1 ln 0 (0 ( exp( ))) 1 exp( ) d 1 exp( ) d 1 exp( ) ln d 1 exp( ) 1 exp( ) (1.8) Substitusikan persamaan (1.8) ke (1.7) n exp(n ) n 0 exp(n ) exp( ) 1 exp( ) (1.9) n 0 Substitusikan persamaan (1.9) ke (1.4) exp( ) 1 exp( ) kT exp( ) 1 exp( ) kT h exp( ) h kT kT kT 1 exp( h ) kT h exp( ) kT kalikan dengan exp( h ) kT h exp( ) kT h 1 exp( h ) kT h exp( h h )1 exp( ) kT kT h h exp( ) 1 kT (1.10) Substitusikan persamaan (1.3) dan (1.10) ke persamaan 11 T ( )d 8h 3 d h 3 c exp( ) 1 kT Atau dapat ditulis: T ( )d 8hc d hc 5 exp( ) 1 kT C. Efek Fotolistrik Efek Fotolistik merupakan gejala lepasnya elektron dari permukaan suatu benda setelah disinari seberkas cahaya yang memenuhi syarat tertentu. Gejala ini pertama kali diselidiki pada tahun 1888. Jenis logam yang digunakan untuk menimbulkan gejala foto listrik adalah logam alkali. Setiap foton hanya berinteraksi dengan satu elektron. Di bawah ini adalah salah satu cara untuk menunjukkan terjadinya gejala foto listrik. Sumber: https://fhannum.wordpress.com/2011/12/20/efek-fotolistrik/) Gambar 1.4. Efek Foto Listrik 12 1. Sebelum katoda disinari, tidak ada arus. Dan setelah katoda disinari pada rangkaian ada arus. Besarnya arus dapat dibaca pada alat galvanometer/amperemeter. 2. Adanya aliran arus disebabkan logam katoda yang disinari melepaskan elektron-elektron menuju anoda. 3. Elektron dari logam katoda karena pengaruh foton sebagai bukti terjadinya gejala foto listrik. Supaya gejala foto listrik terjadi, maka cahaya yang digunakan harus mempunyai syarat: Frekuensi cahaya yang menyinari logam lebih besar dari frekuensi ambangnya f f 0 . Atau Panjang gelombang cahaya yang menyinari logam lebih kecil dari panjang gelombang mbangnya 0 . Frekuensi ambang f 0 adalah frekuensi terkecil yang diperlukan untuk melepasan elektron dari tarikan (ikatan) inti atom logam. Sedangkan panjang gelombang ambang 0 adalah panjang gelombang terbesar yang diperlukan untuk melepaskan elektron dari tarikan (ikatan) inti atom logam. Logam yang berlainan jenis mempunyai frekuensi ambang f0 yang berbeda. Beberapa pengamatan dari eksperimen gejalan foto listrik yaitu: 1. Energi kinetik elektron tidak tergantung dari intensitas cahaya yang digunakan, melainkan energi kinetik tergantung dari beda potensial antara anoda dengan katoda (V). Ek e . V Keterangan: e = muatan elektron V= beda potensial antara anoda dengan katoda E k = energi kinetik elektron yang terlepas 13 Atau energi kinetik tergantung dari frekuensi cahaya yang menyinari logam,. Makin besar frekuensi cahaya, maka energi kinetiknya makin besar. 2. Intensitas cahaya hanya mempengaruhi jumlah energi yang terlepas dari permukaan logam. Makin besar intensitas cahaya, maka jumlah elektron yang terlepas makin banyak. 3. Gejala foto listrik terjadi apabila frekuensi cahaya yang menyinari logam lebih besar dari frekuensi ambangnya. Peristiwa fo to listrik tersebut bertentangan dengan teori gelombang cahaya yaitu energi kinetik elektron tergantung tergantung intensitas cahaya yang menyinari logam dan gejala foto listrik dapat terjadi untuk semua frekuensi cahaya. Masalah tersebut dapat diatasi oleh Albert Einstein pada tahun 1905 yang menjelaskan tentang perisiwa tersebut dengan menggunakan hipotesis Max Planck. Jika cahaya yang datang pada logam mempunyai energi foton hf dan energi yang dipakai untuk melepaskan elektron dari ikatan inti atom logam adalah hfo maka sisa energi yang dipakai untuk menggerakkan elektron adalah: hf hf o 1 mV 2 2 Atau hf W Ek Dengan beberapa kemungkinan: Jika W hf belum terjadi foto listrik Jika W hf saat akan terjadi foto listrik Jika W hf terjadi foto listrik. 14 Efek fotolistrik terjadi bila tenaga yang diterima elektron itu cukup untuk mengatasi tenaga ikat dengan permukaan anoda yang tergantung pada jenis logamnya dan terkait dengan frekuensi ambang v0 melalui, hvo Tenaga kinetik maksimum elektron adalah sisa tenaga setelah digunakan untuk mengatasi ikatan. hvo Energi Kinetik maksimum Gejala foto listrik digunakan sebagai prinsip dasar alat foto sel yaitu alat yang digunakan untuk mengukur intensitas cahaya. D. Efek Compton Pada tahun 1923 A.H. Compton (1892-1962) menganggap bahwa cahaya yang berupa foton dapat berfungsi sebagai partikel (materi). Karena foton dapat dianggap sebagai partikel, sehingga mempunyai momentum: p foton m . C p foton p foton E hf C C h Cahaya sebagai partikel dibuktikan dari tumbukan antara foton sinar X dengan elektron. Pada eristiwa tumbukan ini, foton dihamburkan. Efek Compton merupakan peristiwa tumbukan antara foton yang menabrak elektron sehingga mengalami pertambahan panjang gelombang. Berdasarkan eksperimen, Compton menyimpulkan: panjang gelombang sinar X yang terhambur bergantung dari sudut hamburan sinar X. 15 Y E ' hf ' h p' ' y E hf θ Foton x x p h V=0 V Sebelum tumbukan sesudah tumbukan Gambar 1.5. Efek Compton Pada peristiwa tumbukan ini dapat diberlakukan hukum kekekalan momentum dan hukum kekekalan energi. Jika ditinjau dari foton setelah tumbukan (foton terhambur), maka: 1. Energi fotonnya mengecil (E‟ < E), sehingga f ' f atau ' . 2. Momentum fotonnya mengecil (p‟ < p). 3. Hubungan antara , ' dan θ dinyatakan dengan persamaan: ' h 1 cos mC Dari keberhasilan percobaan Compton, dapat disimpulkan bahwa cahaya memiliki sifat dualisme gelombang, yaitu sebagai partikel dan sebagai gelombang. Latihan! 1. Buktikan kebenaran hukum Stefan Boltzmann tentang radiasi Thermal dari persamaan Planck, yang menyatakan bahwa: RT T 4 2. Turunkan persamaan Wien dari persamaan yang dirumuskan oleh Planck! 3. Turunkan persamaan radiasi benda hitam yang dirumuskan oleh RayleighJeans! 16 BAB 2 PERSAMAAN SCHRODINGER Indikator: 1. Menurunkan persamaan Schrodinger 1D dan 3D 2. Menerapkan persamaan Schrodinger pada partikel bebas 3. Menjelaskan tafsir probabilitas untuk sistem kuantum 4. Menghitung nilai ekspektasi kedudukan dan momentum 5. Menguraikan solusi persamaan Schrodinger 1D, khususnya : Partikel dalam kotak potensial tangga, Partikel tak berhingga, dan partikel berhingga Persamaan Schrödinger merupakan fungsi gelombang yang digunakan untuk memberikan informasi tentang perilaku gelombang dari partikel. Suatu persamaan differensial akan menghasilkan pemecahan yang sesuai dengan fisika kuantum. A. 5 Postulat Kuantum Pengukuran besaran fisis (observabel) dalam mekanika klasik dapat dilakukan dengan cara dan hasil yang pasti dan tanpa mengganggu sistem yang diukur observabelnya, serta dapat dilakukan pengukuran besaran observabel secara serentak (pada saat yang sama). Menurut mekanika kuantum, pengukuran suatu observabel akan mempengaruhi dan mengubah keadaan sistem: pengukuran beberapa besaran (misalnya posisi dan kecepatan atau momentum) tidak dapat 17 dilakukan secara serentak denga hasil ukur yang pasti/eksak (ketidakpastiannya terbatasi oleh prinsip ketidakpastian Heisenberg). Gangguan terhadap sistem saat pengukuran sangat terasa/ penting pada obyek-obyek mikroskopik (partikelpartikel elementer, atomistik), sehingga pada sistem-sistem seperti itu mutlak diberlakukan mekanika kuantum dalam pembicaraan yang lebih tepat. Mekanika kuantum merupakan teori kebolehjadian yang bersifat abstrak, seperti konsep panjang gelombang, rapat kebolehjadian, operator, dan lain-lain. Mekanika kuantum disusun di atas postulat-postulat. Ada dua pendekatan formulasi mekanika kuantum, yakni dengan Mekanika Gelombang yang dikembangkan oleh Schrodinger, dan Mekanika Matriks yang dikembangkan oleh Heisenberg. Dalam modul ini disajikan dengan mengunakan pendekatan mekanika gelombang, yang lebih terasa logis dan menggunakan dasar-dasar metode matematika yang familiar. Untuk mengawali pembicaraan mekanika kuantum, disajkan postulat-postulat dasar mekanika kuantum: Postulat 1: Representasi keadaan kuantum Keadaan sistem fisis mikroskopik (sistem kuantum) diwakili oleh fungsi gelombang (r , t ), yang mengandung informasi yang lengkap tentang sistem kuantum tersebut Postulat 2: Besaran fisika dan Operator Setiap besaran fisika (observabel dinamis) O diwakili oleh operator Hermitian Ô. Postulat 3: Nilai harap operator Pengukuran besaran fisika O yang diwakili oleh operator Hemitian Ô. Pada keadaan (r , t ) memungkinkan penentuan nilai eigen an operator tersebut secara pasti. Persamaan nilai eigen untuk operator Ô adalah. 18 On (r , t ) on n (r , t ) (2.1) Postulat 4: Sifat probalisitik hasil ukur Untuk sistem fisis yang berada pada keadaan yang diwakili oleh fungsi gelombang dengan bentuk umum (r , t ) cii (r , t ) maka pengukuran i observabel O akan menyebabkan alihan (loncatan) keadaan 2 dari (r , t ) i (r, t ) dengan peluangsebesar Pi ci ci ci * dan dihasilkan nilai eigen on. Postulat 5: Evolusi sistem kuantum Keadaan kuantum (r , t ) berevolusi terhadap waktu menurut persamaan Schrodinger (r , t ) i H (r , t ) t (2.2) Postulat I: Setiap sistem fisis dinyatakan dengan fungsi gelombang atau fungsi keadaan (r , t ) yang secara implisit memuat informasi lengkapmengenai observabel-observabel yang dapat diketahui pada sistem tersebut. Fungsi Gelombang Fungsi gelombang suatu sistem, (r , t ), merupakan fungsi kebolehjadian menemukan sistem di posisi r pada saat t, yang secara langsung memberikan rapat kebolehjadian, (r , t ), sebagai: (r , t ) * (r , t ) (r , t ) (r , t ) 2 (2.3) dengan tanda * menyatakan konjugat kompleks fungsi yang disertainya. Kebolehjadian menemukan sistem di posisi r dalam elemen volume d pada saat tadalah (r , t )d * (r , t ) (r , t )d (2.4) 19 Pengertian ini sesuai dengan massa dalam elemen volume sebagai hasil kali antararapat massa dengan elemen volume tersebut, dm m dV Sebagaimana disebutkan pada postulat 1, fungsi gelombang (r , t ) memuat informasi mengenai semua observabel pada sistem. Hal ini berarti observabelobservabel pada sistem tersebut dapat diturunkan dari fungsi gelombangnya. Sebelum membicarakan hal ini, akan bicarakan terlebih dahulu postulat 2 yang berkenaan dengan operator observabel. Postulat II: Setiap observabel dinyatakan atau diwakili oleh suatu operator linear hermittian. Operator Operator adalah suatu instruksi matematis yang bila dikenakan atau dioperasikan pada suatu fungsi maka akan mengubah fungsi tersebut menjadi fungsi lain. Untuk operator Ô dapat ditulis sebagai Oˆ (r , t ) (r , t ) (2.5) [Tanda aksen („) bukan berarti diferensial atau turunan, tapi hanya untuk membedakan dengan fungsi asalnya]. Contoh: (r , t ) ˆ ˆ O O (r , t ) t t d d Oˆ x Oˆ ( x , t ) x ( x , t ) dx dx dx d ( x , t ) ( x, t ) x dx dx d ( x , t ) ( x, t ) x dx 20 d 1 x ( x , t ) dx Di sini diperoleh persamaan operator d d x 1 x dx dx (2.6) Operator dalam mekanika kuantum sebagai representasi suatu observabel bersifat linear, yakni memenuhi hubungan-hubungan Oˆ (c ) cOˆ ; c = konstanta Oˆ ( ) Oˆ Oˆ dan Oˆ Oˆ Oˆ Oˆ 1 2 1 (2.7) 2 Fungsi eigen dan Eigen value Fungsi hasil operasi suatu operator bisa merupakan kelipatan konstan dari fungsi asalnya, yakni Oˆ (r , t ) (r , t ) (2.8) dalam hal ini (r , t ) disebut fungsi eigen(fungsi eigen, fungsi diri), dan disebut eigen value (nilai eigen, nilai diri) operator Ô . Contoh d Oˆ , ( x) a exp(bx) , a dan b konstatnta dx Oˆ ( x) ba exp(bx) b ( x) Di sini, b adalah eigen value operator d/dx yang berhubungan dengan fungsi eigen a exp (bx). Secara umum b bisa bernilai riil maupun imajiner atau kompleks. Bila Ô suatu operator mekanika kuantum (observabel), maka l pasti riil. Persamaan (2.8) disebut persamaan fungsi eigen operator Ô . Suatu 21 operator dapat mempunyai beberapa fungsi eigen (set eigen-function) dengan eigen valuenya masing-masing Oˆ n (r , t ) nn (r , t ) (2.9) Operator Hermitian Untuk setiap operator linear  terdapat operator B demikian sehingga berlaku hubungan * f * (r , t )Aˆ g (r , t )d Bˆ f (r , t ) g (r , t )d (2.10) dengan f (r , t ) dan g (r , t ) adalah fungsi-fungsi sembarang, dan integral dτ meliputiseluruh ruang. Pada persamaan (10), B̂ disebut B̂ konjugat hermitian operator  . Apabila  = B̂ , maka dikatakan  bersifat hermit. Jadi sifat hermitan operator  dinyatakan dengan hubungan f * (r , t )Aˆ g (r , t )d Aˆ f (r , t ) g (r , t )d * (2.11) Komutator Operasi perkalian antara dua operator sering dilakukan (seperti halnya perkalian antara dua observabel). Pengoperasian perkalian operator pada suatu fungsi dilakukan berturut-turut dari yang paling depan (paling dekat dengan fungsi yang dikenai). Komutator antara dua operator  dan B̂ didefinisikan sebagai Aˆ , Bˆ Aˆ Bˆ BˆAˆ (2.12) Dari defenisi di atas maka dapat diturunkan identitas-identitas berikut: Aˆ , Bˆ Bˆ , Aˆ Aˆ , BˆCˆ Aˆ , Bˆ Cˆ Bˆ Aˆ , Cˆ Aˆ Bˆ , Cˆ Aˆ , Cˆ Bˆ Aˆ Bˆ , Cˆ (2.12a) (2.12b) (2.12c) 22 Aˆ , Bˆ , Cˆ Bˆ , Cˆ , Aˆ Cˆ Aˆ , Bˆ 0 Aˆ , Bˆ 0, Apabila (2.12d) maka dikatakan bahwa  dan B̂ bersifat komut (kompatibel). Nilai observabelnya dapat diukur secara serentak dan pasti serta mempunyai fungsi apabila Aˆ , Bˆ 0, dikatakan eigen  dan simultan B̂ tidak (klasik). komut, dan Sedangkan pengukuran observabelnya tidak bisa dilakukan secara serentak dan pasti (terikat pada prinsip ketidakpastian Heisenberg, A B 2 ). Dikaitkan dengan sifat hermitiannya, dapat dibuktikan bahwa komutator dari dua operator hermitian bersifat anti-hermit, yakni memenuhi hubungan * (r , t ) Aˆ , Bˆ (r , t )d Aˆ , Bˆ (r , t ) * (r , t )d (2.13) Notasi Dirac Untuk menuliskan suatu fungsi (vektor dalam ruang Hilbert), operasi integral dan sebagainya dapat digunakan notasi tertentu yang disebut notasi Dirac. Berikut beberapa contoh penulisan notasi Dirac: Fungsi g g ; disebut vektor ket. Fungsi f * f ; disebut vektor bra. Aˆ g Aˆ g f * Aˆ gd u u n m f Aˆ g f Aˆ g d nm un um nm bi uid ui Syarat Hermitian operator  ditulis sebagai: f Aˆ g Aˆ f g 23 Postulat III: Pengukuran observabel  pada sistem dengan fungsi gelombang (r , t ) an un (r , t ) yang merupakan fungsi eigen ternormalisasi operator  dengan eigen value an , Aˆ un (r , t ) an un (r , t ) akan menghasilkan nilai ukur yang pasti an , dan tanpa mengubah keadaan atau fungsi gelombangnya. Apabila (r , t ) bukan fungsi eigen operator  , maka fungsi eigen tersebut dapat diuraikan atas basis yang merupakan fungsi eigen operator  , ( R, t ) bi ui (r , t ) (2.14) i sehingga kebolehjadian bahwa pengukuran observabel A memperoleh hasil ukur an adalah: P(an ) un (r , t ) ( R, t ) un (r , t ) biui (r , t ) 2 2 i (2.15) bn2 Pada pengukuran observabel q secara klasik yang dilakukan n kali diperoleh kebolehjadian memperoleh suatu harga qk adalah Pk nk n (2.16) dan nilai rata-rata pengukurannya adalah q Pk qk (2.17) Konsep matematis nilai rata-rata ini juga berlaku pada mekanika kuantum yang dinyatakan oleh postulat 4 berikut. 24 Postulat IV: Nilai rata-rata pengukuran suatu observabel A yang sepadan dengan operator  pada suatu sistem yang dinyatakan oleh fungsigelombang (r , t ) , diberikan oleh nilai harap a sebagai 2 a (r , t ) Aˆ (r , t ) bi ai Dengan postulat nilai harap (expectation value) tersebut, ketidakpastian pengukuran didefinisikan sebagai (a) 2 a a 2 a a 2 2 (2.18) yang ekivalen dengan deviasi standar dalam statistik. Selanjutnya, prinsip ketidakpastian untuk dua observabel saling berkonjugat kanonik (operatornya tak saling komut)  dan B̂ diperoleh a b 2 (2.19) Dalam bab ini baru disebutkan bahwa keadaan suatu sistem dinyatakandengan suatu fungsi gelombang, dan suatu observabel dinyatakan dengan suatu operator. Postulat V: Keadaan kuantum (r , t ) berevolusi terhadap waktu menurut persamaan Schrodinger (r , t ) i H (r , t ) t (2.20) Di sini belum dibicarkan bentuk fungsi gelombang itu serta bagaimana memperolehnya, begitu juga pemberlakuan operator-operator observabel pada suatu sistem. Hal-hal yang disebutkan terakhir ini akan dibahas pada bab-bab selanjutnya. 25 B. Fungsi Gelombang Pada gelombang mekanik, misalnya gelombang pada tali, persamaan gelombang dinyatakan dengan y( x, t ) dengan y menyatakan pergeseran suatu titik pada tali terhadap sumbu x sedangkan x menyatakan posisinya terhadap sumbu y , dan t menyatakan waktu. Dalam mekanika kuantum, fungsi gelombang suatu partikel dapat dinyatakan: ( x, t ) Fungsi gelombang bersesuaian dengan y untuk persamaan gelombang pada tali. Namun bukanlah kuantitas yang dapat diukur seperti y . Fungsi gelombang ( x, t ) dapat berupa fungsi kompleks. Pertanyaannya, apa arti fisis fungsi gelombang tersebut? Jawaban pertanyaan ini diberikan oleh Max Born yang menginterpretasikan bahwa ( x, t ) sendiri tidak memilli arti fisis. Namun kuadrat dari harga mutlaknya, ( x, t ) berharga riil, dan memiliki interpretasi 2 probabilitas. Secara lengkap, interpretasi Max Born dinyatakan sebagai postulat kedua mekanika kuantum yang berbunyi: “jika suatu sistem kuantum direpresentasikan oleh fungsi gelombang maka (dV ) dV merupakan probabilitas bahwa pengukuran 2 kedudukan suatu partikel pada saat t , akan ditemukan pada elemen volume dV . ” Persamaan Schrödinger adalah persamaan diferensial parsial dengan ψ adalah fungsi gelombang, dengan pengertian bahwa * 2 26 Adalah rapat probabilitas keberadaan elektron pada waktu tertentu, * adalah konjugat dari . Jadi persamaan Schrödinger tidak menentukan posisi elektron melainkan memberikan probabilitas bahwa ia akan ditemukan di sekitar posisi tertentu. Kita juga tidak mengatakan secara pasti bagaimana elektron bergerak sebagai fungsi waktu karena posisi dan momentum elektron dibatasi oleh prinsip ketidakpastian Heisenberg. Dalam kasus satu dimensi dengan bentuk gelombang. 2 sin (k / 2) Ae ikx dan * 2 sin (k / 2) Ae ikx Maka 2 * 4 sin 2 A2 (k / 2) A2 (4 sin 2 (k / 2)) Apa yang berada dalam tanda kurung adalah selubung paket gelombang yang merupakan fungsi x sedangkan A memiliki nilai konstan. Jadi selubung paket gelombang itulah yang menentukan rapat probabilitas keberadaan partikel. Persyaratan Fungsi Gelombang, Fungsi gelombang (x) hasil solusi persamaan Schrödinger mempunyai arti fisis. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut. 1. Kuadrat dari fungsi gelombang 2 harus dapat terintegralkan dan bernilai tak berhingga. 2 dx Oleh karena integral dilakukan untuk seluruh ruang, konsekuensinya: ( x, t ) 0 untuk x ; x 2. Elektron sebagai suatu yang nyata harus ada di suatu tempat. Oleh karena itu fungsi gelombang (untuk satu dimensi) harus memenuhi * dx 1 27 3. Fungsi gelombang (x), harus kontinyu sebab jika terjadi ketidakkontinyuan hal itu dapat ditafsirkan sebagai rusaknya elektron, suatu hal yang tidak dapat diterima. 4. Turunan fungsi gelombang terhadap posisi, d (x)/dx, juga harus kontinyu. Kita telah melihat bahwa turunan fungsi gelombang terhadap posisi terkait dengan momentum elektron sebagai gelombang. Oleh karena itu persyaratan ini dapat diartikan sebagai persyaratan kekontinyuan momentum. 5. Fungsi gelombang harus bernilai tunggal dan terbatas sebab jika tidak akan berarti ada lebih dari satu kemungkinan keberadaan elektron. 6. Fungsi gelombang tidak boleh sama dengan nol disemua posisi sebab kemungkinan elektron haruslah nyata, betapapun kecilnya.(Kamal Singh, 2006. C. Persamaan Schrödinger Bergantung Waktu Kita anggap Ψ dalam arah x dinyatakan oleh : Ae i ( t x ) v Sehingga: Ae i ( Et px) Persamaan di atas merupakan penggambaran matematis gelombang ekuivalen dari partikel bebas yang berenergi total E dan bermomentum p yang bergerak dalam arah +x. Namun, pernyataan fungsi gelombang Ψ hanya benar untuk partikel yang bergerak bebas. Sedangkan untuk situasi dengan gerak partikel yang dipengaruhi berbagai pembatasan untuk memecahkan Ψ dalam situasi yang khusus, kita memerlukan persamaan Schrodinger. Pendekatan Schrodinger disebut sebagai mekanika gelombang. Persamaan Schrodinger dapat diperoleh dengan berbagai cara, tetapi semuanya mengandung kelemahan yang sama yaitu persamaan tersebut tidak dapat diturunkan secara ketat dari prinsip fisis 28 yang sudah ada karena persamaan itu sendiri menyatakan sesuatu yang baru dan dianggap sebagai satu postulat dari mekanika kuantum, yang dinilai kebenarannya atas dasar hasil-hasil yang diturunkan darinya. Persamaan Schrodinger diperoleh mulai dari fungsi gelombang partikel yang bergerak bebas. Perluasan persamaan Schrodinger untuk kasus khusus partikel bebas (potensial V = konstan) ke kasus umum dengan sebuah partikel yang mengalami gaya sembarang yang berubah terhadap ruang dan waktu merupakan suatu kemungkinan yang bisa ditempuh, tetapi tidak ada satu cara pun yang membuktikan bahwa perluasan itu benar. Yang bisa kita lakukan hanyalah mengambil postulat bahwa persamaan Schrodinger berlaku untuk berbagai situasi fisis dan membandingkan hasilnya dengan hasil eksperimen. Jika hasilnya cocok, maka postulat yang terkait dalam persamaan Schrodinger sah, jika tidak cocok, postulatnya harus dibuang dan pendekatan yang lain harus dijajaki kembali. Dalam kenyataanya, persamaan Schrodinger telah menghasilkan ramalan yang sangat tepat mengenai hasil eksperimen yang diperoleh. Pada rumus terakhir diatas hanya bisa dipakai untuk persoalan non relativistik dan rumusan yang lebih rumit jika kelajuan partikel yang mendekati cahaya terkait. Karena persamaan itu bersesuaian dengan eksperimen dalam batas–batas berlakunya, kita harus mengakui bahwa persamaan Schrodinger menyatakan suatu postulat yang berhasil mengenai aspek tertentu dari dunia fisis. Betapapun sukses yang diperoleh persamaan Schrodinger, persamaan ini tetap merupakan postulat yang tidak dapat diturunkan dari beberapa prinsip lain, dan masing–masing merupakan rampatan pokok, tidak lebih atau kurang sah daripada data empiris yang merupakan landasan akhir dari postulat itu. Berikut penjabaran Persamaan Schrodinger bergantung waktu: Ψ ~ (identik) dengan y dalam gerak gelombang umum Ψ: menggambarkan keadaan gelombang kompleks yang tak dapat terukur 29 Maka: 2 ( x, t ) 2 p2 i ( Et px) Ae ( x, t ) 2x 2x 2 (2.21) ( x, t ) iE i ( Et px) Ae ( x, t ) t t (2.22) Kita tahu bahwa energi total E EK EP (non relativistik) E p2 V 2m E( x, t ) kalikan dengan ( x, t ) p2 ( x, t ) V( x, t ) 2m ( x, t ) 2 2 ( x, t ) V ( x, t ) i t 2m 2 x atau dapat ditulis i ( x, t ) 2 2 ( x, t ) V( x, t ) t 2m 2 x (2.23) (Persamaan Schrodinger bergantung waktu dalam satu dimensi) Pada persamaan (2.22) tampak bahwa untuk memperoleh energi partikel yaitu i dengan mengoperasikan t terhadap ( x, t ) . Sementara tampak pula pada persamaan (2.21) bahwa untuk memperoleh momentum partikel adalah dengan mengoperasikan i terhadap ( x, t ) . Dengan demikian, terdapat x korespondensi antara energi E, momentum p, dan operator diferensial, yaitu: P i E i x t Kemudian persamaan (2.23) dapat ditulis: i H t 30 Dengan H adalah Hamiltonian: H 2 2 V 2m Energi potensial V atau disebut potensial saja, dapat berupa fungsi ruang dan waktu V ( x, y, z, t ) . Begitu fungsi dari V diketahui maka persamaan Schrödinger dapat dipecahkan untuk memperoleh fungsi gelombang partikel Ψ. Persamaan Shcrödinger yang diperoleh ini, didasarkan pada dua asumsi, yaitu: Gejala-gejala kreasi atau pembentukan serta destruksi bagi partikel-partikel materi diabaikan, artinya jumlah partikelnya tetap dan kecepatan gerak partikelnya dianggap cukup kecil sehingga tidak memerlukan teori relativitas (non relativistik). D. Persamaan Persamaan Schrödinger Bebas Waktu Dalam banyak situasi energi potensial sebuah partikel tidak bergantung pada waktu secara eksplisit, gaya yang bereaksi padanya, V hanya berubah terhadap kedudukan partikel. Jika hal itu benar, persamaan Schrodinger dapat disederhanakan dengan meniadakan ketergantungan terhadap waktu t. Fungsi gelombang partikel bebas dapat ditulis: Ae e i ( Et px) Ae i Et e px i Et ini berarti, Ψ merupakan perkalian dari fungsi bergantung waktu e i Et dan fungsi yang bergantung kedudukan ψ . Kenyataanya, perubahan terhadap waktu dari semua fungsi partikel yang mengalami aksi dari gaya jenuh mempunyai bentuk yang sama seperti pada partikel bebas. 31 Persamaan keadaan jenuh schrodinger dalam satu dimensi 2 2 (V E ) 0 2m 2 x (Persamaan Schrodinger bebas waktu dalam satu dimensi) 2 2 (V E ) 0 2m (Persamaan Schrodinger bebas waktu dalam tiga dimensi) Dengan 2 adalah operator Laplacian: 2 2 2 2 x 2 y 2 z 2 Perlu kita sadari bahwa adanyan persamaan Schrödinger bebas waktu bukanlah berarti bahwa elektron atau partikel yang ingin kita pelajari dengan mengaplikasikan persamaan ini adalah partikel bebas waktu. Partikel tersebut memiliki kecepatan gerak, dan kecepatan adalah turunan terhadap waktu dan posisi. Oleh karena itu dalam memberi arti pada penurunan matematis dan persamaan Schrödinger bebas-waktu, dalam hal-hal tertentu kita perlu mempertimbangkan masalah waktu, sesuai dengan logika. E. Probabilitas dan Normalisasi Fungsi gelombang ψ(x) menyatakan suatu gelombang yang memiliki panjang gelombang dan bergerak dengan kecepatan fase yang jelas. Masalah yang muncul ketika hendak menafsirkan amplitudonya. Apakah yang dinyatakan oleh amplitudo ψ(x) dan variabel fisika apakah yang bergetar? Ini merupakan suatu jenis gelombang yang berbeda, yang nilai mutlaknya memberikan probabilitas untuk menemukan partikelnya pada suatu titik tertentu. Di mana |ψ(x)|2 dx memberikan probabilitas untuk menemukan partikel dalam selang dx di x. Rapat probabilitas P(x) terhadap ψ(x) menurut persamaan Schrödinger sebagai berikut: P( x)dx ( x) dx ( x) * ( x) dx 2 32 Tafsiran |ψ(x)|2 ini membantu memahami persyaratan kontinu ψ(x), walaupun amplitudonya berubah secara tidak jelas dan kontinu. Probabilitas untuk menemukan partikel antara x1 dan x2 adalah jumlah semua probabilitas P(x)dx dalam selang antara x1 dan x2 adalah sebagai berikut: x2 x2 x1 x1 P( x)dx ( x) 2 dx ( x) * ( x) dx Dari aturan ini, maka probabilitas untuk menemukan partikel disuatu titik sepanjang sumbu x, adalah 100 persen, sehingga berlaku: x2 ( x) 2 dx 1 (2.24) x1 Persamaan (2.24) dikenal dengan syarat Normalisasi, yang menunjukkkan bagaimana mendapatkan tetapan A. Dimana tetapan A tidak dapat ditentukan dari persamaan Diferensialnya. Sebuah fungsi gelombang yang tetapan pengalinya ditentukan dari persamaan (2.24) disebut ternormalisasikan. Hanyalah fungsi gelombang yang ternomalisasi secara tepat, yang dapat digunakan untuk melakukan semua perhitungan yang mempunyai makna fisika. Jika normalisasinya telah dilakukan secara tepat, maka persamaan (2.24) akan selalu menghasilkan suatu probabilitas yang terletak antara 0 dan 1. Setiap pemecahan persamaan Schrödinger yang menghasilkan |ψ(x)|2 bernilai tak hingga, harus dikesampingkan. Karena tidak pernah terdapat probabilitas tak hingga untuk menemukan partikel pada titik manapun. Maka harus mengesampingkan suatu pemecahan dengan mengembalikan faktor pengalinya sama dengan nol. Kedudukan suatu partikel tidak dapat dipastikan, dalam hal ini dapat menjamin kepastian hasil suatu kali pengukuran suatu besaran fisika yang bergantung pada kedudukannya. Namun jika menghitung probabilitas yang berkaitan dengan 33 setiap koordinat, maka ditemukan hasil yang mungkin dari pengukuran satu kali atau rata-rata hasil dari sejumlah besar pengukuran berkali-kali. Contoh Soal: 1. Partikel bergerak sepanjang sumbu x pada suatu waktu tertentu dinyatakan dengan fungsi gelombang: ( x) C sin a x , untuk 0 x L L Tentukan fungsi gelombang ternormalisasinya! Solusi! Fungsi gelombang partikel diberikan oleh: ( x) C sin a x L Maka kuadrat dari fungsi gelombangnya ( x) ( x) * ( x) C 2 sin 2 2 a x L Tampak bahwa (x) merupakan fungsi genap, karena ( x) ( x) . 2 2 Syarat normalisasi: ( x) 2 dx 1 L C 2 sin 2 a xdx 1 L L 1 1 0 C 2 a 2 2 cos 2 L x dx 1 0 L a L 1 C 2 x cos 2 x | 1 2a L 0 2 1 L a 1 L C 2 .L cos 2 L .0 cos 0 1 2a L 2 2a 2 Misal untuk a , maka: 34 2 1 L L C 2 .L 1 2a 2a 2 1 C 2 L 1 2 C 2 L Fungsi gelombang ternormalisasinya yaitu: ( x) 2 a sin x L L F. Nilai Ekspektasi Sekali lagi, jika fungsi gelombang Ψ sudah diperoleh maka semua informasi tentang partikel itu yang diijinkan oleh prinsip ketidakpastian, dapat diperoleh. Lalu informasi yang seperti apa? dan bagaimana cara memperolehnya? Informasi yang diperoleh adalah berupa nilai ekspektasi dari suatu kuantitas yang hendak diukur, misalnya dimana partikel itu “sering” berada atau berapa “momentum rata-ratanya”. Nilai rata-rata dari suatu variabel dinamis A( x, t ) didefinisikan sebagai nilai ekspektasi, yaitu: A A ( x, t ) 2 (2.25) dx Jika fungsi gelombang ( x, t ) tidak ternormalisasi maka persamaan (2.25) menjadi: A A ( x, t ) 2 dx ( x, t ) (2.26) 2 dx Persamaan (2.26) identik dengan permasalahan yang terdapat dalam statistik, dimana jika dicari suatu kedudukan rata-rata x dari sejumlah partikel identik yang terdistribusi sepanjang sumbu x sedemikian rupa sehingga terdapat N 1 35 partikel pada x1 , terdapat N 2 partikel pada x 2 , dan seterusnya maka kedudukan rata-ratanya sama dengan pusat massa distribusi itu yaitu A N1 x1 N 2 x2 N 3 x3 ... N1 N 2 N 3 ... N x N i i i Pada persoalan persamaan (2.26) berupa partikel yang mana mengganti bilangan N i dari partikel pada xi dengan peluang Pi bahwa partikel itu bisa didapatkan dalam selang dx di xi . Ketidakpastian pengukuran A dinyatakan dengan standar deviasi A yang didefinisikan: (A) 2 A2 A 2 dengan A 2 A 2 ( x, t ) dx 2 Sebagai salah satu contoh, kita coba mencari nilai ekspektasi kedudukan terhadap waktu: d x d 2 x ( x, t ) dx dt dt d x d x * dx dt dt d x dt d x dt d x dt x t * dx x * t * dx t i 2 iV i 2 iV x * * 2m x 2 2m x 2 dx 36 d x dt i 2 2 * dx x * 2 2m x 2 x i 2 2 * dx x * dt 2m x 2 x 2 d x Ada syarat: b b f a dg df dx gdx fg df dx a Sehingga: d x dt i * x * dx 2m x x x i * * * dx x * dx dt 2m x x x x d x Ingat sifat persamaan schrodinger: x ; 0 x ; 0 , Maka: i * * dx dt 2m x x d x d x dt d x dt i 2 * dx 2m x i * dx m x Contoh Soal! 1. Fungsi gelombang ternormalisasi suatu partikel dengan potensial harmonik sederhana diberikan oleh: 1/ 4 a ( x) e ax / 2 e iEt / 2 Tentukan nilai ekspektasi x , x 2 dan A ! 37 Solusi! x x ( x, t ) 2 dx a 1 / 4 ax2 / 2 iEt / a 1 / 4 ax2 / 2 iEt / e dx x ( x) e e e a 1 / 2 ax2 dx x ( x) e ( x)e 1/ 2 a x ax2 dx x 0 x 2 x 2 ( x, t ) dx 2 a 1 / 4 ax2 / 2 iEt / a 1 / 4 ax2 / 2 iEt / e dx ( x ) e e e x 2 2 a 1 / 2 2 x 2 ( x 2 ) e ax dx 1/ 2 x 2 a 2 1/ 2 x 2 a 2 x2 (x 2 ) e ax dx 2 1 1 / 2 4a a 1 2a Ketidakpastian posisi x adalah (A) 2 A2 A A A A2 A 2 2 1 2a 38 G. Sumur Potensial Tak Berhingga 1. Sumur Potensial Satu Dimensi Kita tinjau partikel bermassa m dengan energi positif E, berada dalam sumur potensial satu dimensi dengan dinding potensial tak berhingga dan potensial didalamnya nol, seperti pada Gambar 1. Model potensial ini dan beberapa model potensial yang akan kita bahas selanjutnya hanyalah suatu model potensial khayalan, dan tidak dijumpai bentuk potensial seperti ini di alam. Gambar 2.1. Sumur Potensial Satu Dimensi Tugas kita adalah mencari fungsi gelombang dari partikel tersebut. Oleh karena potensial di luar sumur tak berhingga maka partikel hanya berada di dalam sumur, dan tidak dapat keluar. Probabilitas menemukan partikel di dalam sumur sama dengan satu sedangkan probabilitas menemukannya di luar sumur sama dengan nol. Dengan metode separasi variabel, fungsi gelombang dari partikel tersebut berbentuk ( x, t ) ( x)e iEt / (2.27) Solusi bergantung waktu (x) , diperoleh dengan memecahkan persamaan Schrödinger tak bergantung waktu. Persamaan Schrödinger tak bergantung waktu bentuk satu dimensi adalah 2 d 2 ( x) V ( x) ( x) E ( x) 2m dx 2 39 Pada daerah 0 < x < a, V ( x) 0 maka persamaan Schrödinger tak bergantung waktu menjadi 2 d 2 ( x) E ( x) 2m dx 2 (2.28) d 2 ( x) 2mE 2 ( x) 2 dx (2.29) Dengan mendefinisikan k 2 2mE dengan k adalah bilangan riil positif maka 2 persamaan (2.29) menjadi d 2 ( x) k 2 ( x) 2 dx (2.30) Persamaan (2.30) adalah persamaan diferensial orde dua dengan akar-akar bilangan kompleks yang berlainan, solusinya adalah ( x) Ae ikx Beikx (2.31) Syarat batas (boundary condition) untuk fungsi gelombang pada dindingdinding sumur adalah bernilai nol karena dinding sumur tebal dengan potensial tak hingga. Hal ini mirip dengan gelombang pada tali, bahwa pada ujung terikat akan terjadi simpul (simpangannya nol). Dengan menerapkan syarat batas pada x 0 (0) 0 maka Ae0 + Be0 = 0 B A Sehingga persamaan (5) berubah menjadi ( x) Ae ikx Ae ikx ( x) A(eikx e ikx ) ( x) 2iA sin kx dengan menuliskan 2iA , sebagai konstanta baru, misalnya C maka diperoleh ( x) C sin kx (2.32) 40 Kemudian menerapkan syarat batas pada dinding sumur yang lainnya, x a (a) 0 (a) 0 C sin ka 0 Konstanta C tidak boleh nol, jika tidak maka ( x) 0 untuk semua x, maka sin ka = 0 ka 0, ,2 ,3 ,... Namun jika ka = 0 maka ( x) 0 untuk semua x. Selain itu, solusi negatif tidak memberikan sesuatu yang berbeda. Mengingat sin( x) sin x dan tanda minus dari solusi k dapat diserap ke C. Jadi solusi yang berbeda untuk k adalah kn n a dengan n =1, 2, 3,... (2.33) Persamaan (2.32) menjadi n x a ( x) n ( x) C sin Dengan mensubstitusikan k 2 2mE n 2 a E En (2.34) 2mE ke persamaan (2.33) diperoleh 2 2 n 2 2 2 2ma2 (2.34) Ternyata energi E dari partikel dalam sumur berbentuk diskrit dan bertingkattingkat, bukan kontinue seperti energi pada partikel klasik. Selain itu, energi terendah yang dapat dimiliki partikel juga tidak nol. Energi untuk n = 1 disebut energi pada keadaan dasar (ground state) sedangkan energi untuk n =2, 3, 4, dan seterusnya disebut energi pada keadaan tereksitasi (excited states). Untuk memperoleh konstanta C, kita lakukan normalisasi terhadap fungsi n (x) pada persamaan (2.34). 41 ( x) 2 dx 1 a n C 2 sin 2 x dx 1 0 a n 1 1 C 2 cos 2 2 a 0 a x dx 1 1 a 2n C x sin x 1 2 4n a 0 a 2 C2 a 2 1 C 2 a Dengan demikian, fungsi n (x) ternormalisasi adalah n ( x) 2 n sin x a a (2.35) Tampak bahwa persamaan Schrödinger tak bergantung waktu menghasilkan sekumpulan solusi, n (x) untuk n = 1, 2, 3, 4,...beberapa diantaranya 1 ( x) 2 sin x a a (2.36) 2 ( x) 2 2 sin x a a (2.37) 3 ( x) 2 3 sin a a x (2.38) 4 ( x) 2 4 sin x a a (2.39) sedangkan grafik dari beberapa fungsi n (x) diberikan pada Gambar 2. 42 1 ( x) 2 ( x) 3 ( x) 4 ( x) Gambar 2.2. Grafik Beberapa Fungsi Hal-hal penting yang diperoleh dari n (x) adalah a. Ortonormalitas fungsi n (x) Ortonormalitas adalah gabungan dari istilah ortogonalitas dan normalisasi. fungsi n (x) merupakan fungsi yang ortogonal karena m ( x) * n ( x)dx 0, untuk m n (2.40) sedangkan fungsi n (x) merupakan fungsi yang ternormalisasi karena ( x) dx 1 2 n Kedua sifat ini dapat digabung menjadi satu, yaitu ortonormalitas. Fungsi n (x) dikatakan bersifat ortonormal karena a m ( x) * n ( x)dx mn (2.41) 0 dengan mn disebut delta Kronecker, dimana 1 jika m n 0 jika m n mn Jika m = n maka hasil integral persamaan (2.41) jelas sama dengan satu karena fungsi ternormalisasi sedangkan hasil integral untuk m n yaitu a m ( x) * n ( x)dx 0 2 m sin a a 2 n x sin a a 43 x dx 2 m sin a0 a a n x sin a x dx Dengan menggunakan hubungan 2 sin a cos b cos(a b) cos(a b) maka persamaan di atas menjadi m ( x) * n ( x)dx 1 mn m n cos x cos x dx a 0 a a a 1 1 mn mn cos x dx cos x dx a0 a0 a a a a a a 1 a 1 a mn mn sin x sin x a m n a 0 a m n a 0 1 1 sin(n m) sin(m n) ( m n) ( m n) sin(n m) sin(m n) ( m n) ( m n) =0 Jika m n maka hasil integral sama dengan nol karena sinus dari kelipatan bilangan bulat positif atau pun negatif dari selalu sama dengan nol. b. Kombinasi linear dari n (x) untuk semua n n f ( x) cn n ( x) 2 a cn sin a n 1 n 1 x (2.42) Solusi bergantung waktu atau yang disebut dengan keadaan stasioner (persamaan 2.27) kemudian menjadi n ( x, t ) n ( x)e iEnt / n2 2 n i 2 ma2 t 2 a sin x e a (2.43) Solusi paling umum dari persamaan Schrödinger bergantung waktu, ( x, t ) adalah kombinasi linear dari semua solusi, yaitu 44 ( x, t ) cn n1 n2 2 n i 2 ma2 t 2 a sin x e a (2.44) Jika fungsi gelombang awal (x,0) diketahui maka koefisien ekspansi cn dapat diperoleh dengan menggunakan trik Fourier. Dari persamaan (2.44), bentuk (x,0) adalah n ( x,0) cn 2 a sin a n1 x cn n ( x) (2.45) n 1 Mengalikan persamaan (2.45) dengan m* ( x) lalu mengintegralkannya, diperoleh a a 0 n 1 * ( x)( x,0)dx m ( x) cn n ( x)dx * m 0 m 2 a sin x ( x,0)dx cn m* ( x) n ( x)dx a n 1 0 0 a a a Oleh karena sifat ortogonalitas fungsi n (x) maka m* ( x) n ( x)dx hanya 0 a punya nilai pada saat n = m, dan m* ( x) n ( x)dx 1 (ternormalisasi) maka 0 m 2 a sin x ( x,0)dx cm a 0 a atau m cn 2 a sin a 0 a x ( x,0)dx (2.46) Contoh Soal! 1. Bagaimana bentuk fungsi gelombang tak bergantung waktu dari partikel dalam sumur potensial tak hingga jika energinya (a) nol, dan (b) negatif ? 45 Solusi! Jika energi partikel sama dengan nol maka persamaan Schrodinger di dalam sumur dengan V(x) = 0 adalah d 2 ( x) 0 2m dx 2 d 2 ( x) 0 dx 2 d ( x) A suatu konstanta dx ( x) Ax B Dengan menerapkan syarat batas pada x 0 (0) 0 maka (0) 0 B 0 sehingga fungsi gelombang menjadi ( x) Ax Dengan menerapkan syarat batas pada x a (a) 0 maka ( a) 0 A 0 sehingga fungsi gelombang menjadi ( x) 0 Solusi ini tidak dapat dinormalisasi sehingga tidak merepresentasikan fungsi gelombang dari suatu partikel Kemudian jika partikel berenergi negatif maka persamaan Schrodingernya adalah d 2 ( x) E ( x) 2m dx 2 d 2 ( x) 2mE 2 ( x) dx 2 Dengan mendefinisikan k 2 2mE dengan k adalah bilangan riil positif 2 maka persamaannya menjadi 46 d 2 ( x) k ( x) dx 2 Persamaan ini adalah persamaan diferensial orde dua dengan akar-akar riil yang berlainan, solusinya adalah ( x) Ae ikx Be ikx Syarat batas pada x 0 (0) 0 maka (0) 0 B A sehingga fungsi gelombang menjadi ( x) A(eikx eikx ) Syarat batas pada x a (a) 0 maka (a) 0 e ka Ae ka sehingga fungsi gelombang menjadi ( x) 0 Hasil ini sama dengan hasil yang diperoleh sebelumnya. 2. Sumur Potensial Tiga Dimensi Partikel bermassa m dengan energi positif E, berada dalam sumur potensial tiga dimensi dengan dinding potensial tak berhingga dan potensial didalamnya nol, seperti pada Gambar 1. Model potensial ini dan beberapa model potensial yang akan kita bahas selanjutnya hanyalah suatu model potensial khayalan, dan tidak dijumpai bentuk potensial seperti ini di alam. 0 jika x, y, z diantara 0 dan a V ( x, y, z ) selain itu Tugas kita adalah mencari fungsi gelombang dan energi dari partikel tersebut. Oleh karena potensial di luar sumur tak berhingga maka partikel hanya berada di dalam sumur, dan tidak dapat keluar. Probabilitas menemukan partikel di dalam sumur sama dengan satu sedangkan probabilitas menemukannya di luar sumur sama dengan nol. 47 Persamaan Schrodinger untuk tiga dimensi 2 2 V E 2m 2 2 2 2 2m x 2 y 2 z 2 V E 0 Pada daerah 0 < x < a, V ( x) 0 maka persamaan Schrödinger tak bergantung waktu menjadi 2 2 2 2 2m x 2 y 2 z 2 2 2 2 2 2 2 y z x Lakukan 2m 2 E Pemisahan (k x k y k z ) 2 E 0 2 2 (2.47) variabel dengan mendefinisikan 2mE dengan k adalah bilangan riil positif maka persamaan 2 (22) menjadi 2 2 2 2 2 2 y z x (k x 2 k y 2 k z 2 ) (2.48) Persamaan (2.48) memiliki solusi pemisahan variabel ( x, y, z) X ( x)Y ( y)Z ( z) (2.49) Subtitusi persamaan (2.49) ke persamaan (2.48), sehingga 2 2 2 2 2 2 X ( x ) Y ( y ) Z ( z ) X ( x ) Y ( y ) Z ( z ) X ( x)Y ( y) Z ( z ) (k x k y k z ) X ( x)Y ( y) Z ( z ) x 2 y 2 z 2 2 2 2 2 2 2 Y ( y) Z ( z ) 2 X ( x) X ( x) Z ( z ) 2 Y ( y) X ( x)Y ( y) 2 Z ( z ) (k x k y k z ) X ( x)Y ( y) Z ( z ) x y z 1 Kalikan persamaan di atas dengan maka X ( x)Y ( y ) Z ( z ) 1 2 X ( x) 1 2Y ( y) 1 2 2 2 2 Z ( z ) k x k y k z 2 2 2 X ( x) x Y ( y) y Z ( z ) z 48 (2.50) Persamaan (2.50) sudah terlihat separasinya, sehingga diperoleh 1 d 2 X ( x) 2 k x 2 X ( x) dx 1 d 2Y ( y ) 2 k y 2 Y ( y ) dy 1 d 2 Z ( z) 2 k z 2 Z ( z ) dz Dengan kx, ky, dan kz merupakan bilangan konstan. Selanjutnya kita tinjau salah satu sumbu misalnya kita pilih sumbu-x 1 d 2 X ( x) 2 k x kalikan dengan X(x) sehingga diperoleh 2 X ( x) dx d 2 X ( x) 2 k x X ( x) 2 dx d 2 X ( x) d2 2 misalkan k X ( x ) 0 D2 x 2 2 dx dx ( D 2 k x ) X ( x) 0 2 (2.51) Berdasarkan persamaan diatas diperoleh nilai akar-akar bilangan D = ikx Solusi 1 Solusi 2 D ik x D ik x DX ( x) ik x X ( x) DX ( x) ik x X ( x) d X ( x) ik x X ( x) dx d X ( x) ik x X ( x) dx dX ( x) ik x dx X ( x) dX ( x) ik x dx X ( x) ln X ( x) ik x X C ln X ( x) ik x X C X ( x) eikx X eC X ( x) eikx X eC X ( x) Ae ikx X X ( x) Be ikx X Sehingga persamaan (2.51) memiliki solusi X ( x) Ae ikx X Be ikx X 49 X ( x) Ax sin k x X Bx cos k x X (2.52) Dengan menggunakan cara yang sama kita peroleh solusi pada sumbu-y dan sumbu-z Y ( y) Ay sin k yY By cos k yY (2.53) Z ( z) Az sin k z Z Bz cos k z Z (2.54) Syarat batas pada x, y, z 0 (0) 0 X(x),Y(y),Z(z)=0 maka X (0) Ax sin 0 Bx cos 0 Y (0) Ay sin 0 By cos 0 Z (0) Az sin 0 Bz cos 0 Berdasarkan persamaan diatas dapat kita simpulkan bahwa nila Bx, By, Bz = 0. Hal ini mungkin karena nilai cos 0 tidak sama dengan nol, sehingga persamaan di atas menjadi X ( x) Ax sin k x X (2.55) Y ( y) Ay sin k yY (2.56) Z ( z) Az sin k z Z (2.57) Syarat batas pada x, y, z a (a) 0 X(x),Y(y),Z(z)=0 maka X (a) Ax sin k x a 0 sin k x a k x a ,2 ,3 ,...(n ) k x a n kx dengan n = 1, 2, 3,... nx a Dengan menggunakan langkah yang sama, diperoleh nilai ky dan kz yaitu ky kz n y a n z a 50 Sehingga persamaannya menjadi X ( x) Ax sin Y ( y) Ay sin Z ( z ) Az sin nx X a n y (2.58) Y (2.59) nz Z a (2.60) a Solusi akhir kita peroleh dengan menggabungkan semua persamaan ( x, y, z) X ( x)Y ( y)Z ( z) ( x, y, z ) Ax Ay Az sin n nx n X sin y Y sin z Z a a a (2.61) Untuk mengetahui besarnya nilai Ax, Ay, dan Az, normalisasi persamaan (2.61), untuk hal ini kita dapat meninjau satu sumbu saja, misalnya pada sumbu-x gunakan persamaan (2.58) 2 sin 2 nx Xdx 1 a 2 sin 2 nx Xdx 1 a a A x 0 a A x 0 a 1 2n 1 a Ax x sin x X 1 2 2nx a 2 0 2 untuk n = 1 maka a a 2 1 Ax x sin X 1 4 a 0 2 2 2 1 Ax a 1 2 Ax 2 2 2 2 2 Ax ; Ay ; Az a a a a Finally, persamaan gelombang stasionernya menjadi 51 3 2 n n n sin x X sin y Y sin z Z ( x, y, z ) a a a a (2.62) Lalu bagaiman dengan energinya? Ingat!!! Kita memiliki persamaan (k x k y k z ) 2 2 2 2mE 2 E 2 2 2 2 (k x k y k z ) 2m E 2 2 2 nx2 2 n y nz2 2 2m a 2 a2 a 2 2 2 2 E 2 (nx n y2 nz2 ) 2a m untuk nilah h2 E (nx2 n y2 nz2 ) 2 8ma h diperoleh 2 (2.63) dengan n =bilangan kuantum utama H. Sumur Potensial Berhingga Sebagai contoh kasus yang terakhir, mari kita pertimbangkan juga sumur potensial berhingga. Misalnya terdapat model potensial seperti berikut V0 untuk a x a V ( x) 0 untuk x 0 di mana V0 adalah konstanta positif (Gambar 2). Seperti dinding potensial fungsi Delta,sumur potensial berhingga berlaku dua keadaan, keadaan terikat (dengan E 0 ) dan keadaan hamburan (dengan E 0 ). Pertama, kita akan mempelajari keadaan terikat terlebih dahulu. 52 Gambar 2.3. Sumur potensial Berhingga 2 d 2 V E 2m dx 2 Pada daerah – a < x < a, V ( x) 0 maka persamaan Schrödinger tak bergantung waktu menjadi 2 d 2 ( x) E ( x) 2m dx 2 d 2 ( x) 2mE 2 ( x) 2 dx Dengan mendefinisikan k 2 (2.64) 2mE dengan k adalah bilangan riil positif maka 2 persamaan (39) menjadi d 2 ( x) k 2 ( x) 2 dx (2.65) Persamaan (2.65) adalah persamaan diferensial orde dua dengan akar-akar bilangan kompleks yang berlainan, solusinya adalah ( x) Ae ikx Be ikx (2.66) tetapi bagian pertama akan bernilai tak berhingga (pada x ), maka solusi fisis yang dapat diterima adalah ( x) Be ikx untuk ( x a ), (2.67) 53 Dalam daerah a x a,V ( x) V0 dan persamaan Shroedinger menjadi 2 d 2 V0 E 2m dx 2 Dengan mendefinisikan l 2 (2.68) 2m( E V0 ) dengan l adalah bilangan riil positif 2 maka persamaan (2.68) menjadi d 2 ( x) l 2 ( x) 2 dx (2.69) Walaupun E negatif, untuk keadaan terikat haruslah lebih besar dari pada – V0, yang disebabkan oleh teorema klasik, yang menyebutkan bahwa E > Vmin oleh karena itu, l juga harus riil dan positif. Solusi umumnya adalah ( x) C sin(lx) D cos(lx) untuk (a x a) (2.70) Di mana C dan D adalah sembarang konstanta. Akhirnya, dalam daerah x > a potensialnya kembali lagi nol, solusi umumnya adalah ( x) F exp(kx) G exp(kx) , tetapi bagian yang kedua akan menjadi tak berhingga (pada x ), maka kita hanya menyisakan ( x) F exp(kx) untuk ( x a) (2.71) Langkah kedua yang harus kita lakukan adalah menentukan syarat batas: dan d dx kontinu pada a dan a . Tetapi kita dapat menghemat sedikit waktu kita dengan mengingat bahwa potensial ini adalah fungsi genap, maka kita dapat mengasumsikan tanpa ada kekurangan bahwa solusinya adalah juga merupakan fungsi genap dan ganjil. Keuntungan dari cara ini adalah bahwa kita hanya butuh untuk menerapkan syarat batas pada salah satu sisi saja (katakanlah pada a ), sisi yang lain secara otomatis akan langsung sama cara penyelesainnya, karena ( x) ( x) . Kita akan mengerjakan solusi genapnya saja, maka tugas kamu adalah mengerjakan sisi ganjilnya. Cos adalah fungsi genap (dan sin adalah fungsi ganjil), maka solusi umumnya adalah 54 Fe kx untuk x a ( x) D cos(lx ) untuk (0 x a) ( x) untuk ( x 0) (2.72) dari sifat kontinuitas (x) , pada x a kita dapatkan Fe ka D cos(la ) (2.73) dari kontinuitas d dx , kita peroleh kFe ka D sin(la ) (2.74) Dengan membagi Persamaan (2.74) dengan Persamaan (2.73) kita dapatkan k l tan(la ) (2.75) Persamaan (2.75) adalah perumusan untuk energi yang diijinkan, karena k dan l, keduanya adalah fungsi E. Untuk mendapatkan E, kita sebaiknya mengadopsi beberapa notasi. Misalkan saja z la dan z0 Berdasarkan a 2mV0 penjumlahan (2.76) (k 2 l 2 ) 2mV0 , 2 maka ka z0 z 2 , 2 dan Persamaan (2.75) menjadi 2 tan z z0 1 z2 (2.77) Ini adalah persamaan yang sulit untuk di selesaikan di mana (dan juga untuk E) sebagai fungsi z0 (yang merupakan sebuah ukuran “dinding”). Persamaan tersebut dapat diselesaikan secara numerik dengan menggunakan kalkulator, 2 atau komputer, atau secara grafik dengan menggambarkan tan z dan z0 1 z2 pada grafik yang sama, kemudian kita perhatikan titik pertemuan kedua plot 55 tersebut (Lihat Gambar 4). Terdapat dua kondisi spesifik untuk permasalahan ini: Sumber: Griffiths, 1995 Gambar 2.4. Koefisien Transmisi sebagai Fungsi Energi 1. Dinding Lebar dan Dalam Jika z0 sangat besar, titik perpotongan hanya terjadi sedikit di bawah zn n 2 , dengan n bilangan ganjil; ini berarti bahwa En V0 n 2 2 2 2 m( 2 a ) 2 (2.78) Di sini En V0 adalah besarnya energi di atas dasar sumur, dan pada sebelah kanan, kita dapatkan secara tepat energi sumur potensial tak berhingga, untuk sumur dengan lebar 2a atau sebaiknya, setengah darinya, selama n adalah ganjil. (Untuk bagian yang lain, tentunya, datang dari fungsi gelombang ganjil, sama seperti yang akan kamu temukan. Sehingga, sumur potensial berhingga akan menjadi sumur potensial tak berhingga pada V0 ; bagaimanapun untuk V0 berhingga terdapat hanya pada keadaan terikat berhingga pula. 2. Dinding Sempit dan Dangkal Saat V0 menurun, terdapat lebih sedikit dan sedikit keadaan terikat, hingga akhirnya (untuk z0 / 2 , di mana bilangan ganjil terendah 56 hilang) hanya terdapat satu. Ini menarik untuk dicatat, bahwa selalu terdapat satu keadaan terikat, tanpa memperdulikan seberapa lemah sumur potensial yang ada. Pada keadaan terikat ( E 0 ). Di sebelah kiri, di mana V ( x) 0, kita punya ( x) Aeikx Be ikx untuk ( x a ) (2.79) 2mE di mana k di dalam sumur, di mana V ( x) V0 , ( x) C sin(lx) D cos(lx) dengan l untuk (a x a) (2.80) 2m( E V0 ) Pada sisi kanan, asumsikan tidak terdapat gelombang datang pada daerah ini, kita dapatkan ( x) Fe ikx (2.81) A adalah amplitudo gelombang datang, B adalah amplitudo gelombang terpantulkan, dan F adalah amplitudo gelombang tertransimisi. Terdapat empat kondisi batas: kontinuitas (x) pada a menyatakan Ae ika Beika C sin(la ) D cos(la ) (2.81) kontinuitas ( x) dx pada a memberikan ik Ae ika Beika lC sin(la ) D cos(la ) Kontinuitas (x) pada a menghasilkan 57 (2.82) C sin(la ) D cos(la ) Fe ika (2.83) kontinuitas ( x) dx pada a memberikan lC sin(la ) D cos(la ) ikFeika (2.84) Kita bisa menggunakannya untuk mengeliminasi C dan D, dan menyelesaikannya untuk mendapatkan B dan F Bi F sin(2la ) 2 (l k 2 ) F 2kl (2.85) e ika A sin(2la ) 2 2 cos(2la ) i (k l ) 2kl (2.86) 2 F Koefisien transmisi T 2 , di ekspresikan dalam bentuk variabel asli, A diberikan oleh T 1 V0 2a 1 sin 2 2m( E V0 ) 4 E ( E V0 ) 2 (2.87) Ingat bahwa bila T 1 (dinding sumur menjadi “transparan”) bilamana argumen sinus adalah nol, yang mana dapat dikatakan untuk 2a 2m( E V0 ) n (2.88) Di mana n adalah integer. Energi untuk transmisi sempurna, diberikan oleh E V0 n 2 2 2 2m(2a) 2 (2.89) yang terjadi pada energi yang diijinkan secara tepat untuk sumur potensial berhingga. T ditunjukkan dalam Gambar 4 sebagai fungsi energi. 58 Sumber: Griffiths, 1995 Gambar 2.5. Koefisien Transmisi sebagai Fungsi Energi a. Partikel dalam Susunan Potensial Tertentu Suatu partikel bergerak dari sumbu –x menuju sumbu x dengan E V0 . Cek kemungkinan adanya partikel pada daerah II. V0 II I 0 Gambar 2.6. Kemungkinan Partikel pada Daerah I dan II Mencari I (Daerah I) 2 2 I VI EI 2m x 2 2 2 I EI 2m x 2 2 I 2mE 2 I 0 x 2 2 I k 2 I 0 x 2 59 I Ae ikx Be ikx Mencari II (Daerah II) 2 2 II VII EII 2m x 2 2 2 II V0 II EII 2m x 2 2 II 2m (V0 E ) 2 II 0 2 x 2 II K 2 II 0 2 x II Ce Kx De Kx Gelombang II well behaved, maka: x ; II 0 0 Ce Kx De Kx C 0 II De Kx Syarat Kontinuitas 1) I = II X=0 A B D 2) I x II = x X=0 (2.90) X=0 ikA ikB KD ik ( A B) KD (2.91) Substitusikan persamaan (2.91) ke persamaan (2.90) ik ( A B) K ( A B) ikA KA ikB KB maka: A(ik K ) B(ik K ) 60 B (ik K ) A atau dapat ditulis: (ik K ) B (k iK ) A (k iK ) Diperoleh: A ( (k iK ) AD (k iK ) (k iK ) (k iK ) A AD (k iK ) (k iK ) D 2k A (k iK ) Koefisien Transmisi 2 2k 2 A 2 (k iK D T A A2 T D A 2 4k 2 k2 K2 Koefisien transmisi menandakan bahwa ada gelombang yang diteruskan ke daerah II. Koefisien Reflektansi 2 (k iK ) 2 A 2 (k iK ) B T maka: A A2 B (k 2 K 2 ) T 2 A (k K 2 ) 2 61 Koefisien reflektansi menandakan bahwa ada gelombang yang dipantulkan kembali ke daerah I. Latihan! 1. Diketahui: ( x) Ae xa 2 Dimana A , a dan adalah konstanta. Tentukan: a. Konstanta A b. x , x 2 dan (x) 2 fungsi c. Probabilitas ditemukannya partikel 2. Hitung nilai ekspektasi momentum terhadap waktu d p dt dan buktikan bahwa: V dt x d p 3. Suatu partikel bebas terjebak dalam tanggul potensial tak berhingga dengan lebar tanggul 0 x 1/ 4c tentukan: a. Fungsi gelombang partikel b. Nilai harap 0 x 1/ 4c c. Gambarkan dan jelaskan arti fisis fungsi gelombang untuk n 3 dan n2 d. Hitung besarnya energi yang dibutuhkan/dilepaskan partikel untuk berpindah dari kulit ke-3 ke kulit ke-2 jika nilai batasnya b=4µm 4. Suatu partikel bergerak dari sumbu x menuju sumbu -x dengan E V0 . Cek kemungkinan adanya partikel pada daerah II. 62 BAB 3 OPERATOR MEKANIKA KUANTUM DAN PERSAMAAN HARGA EIGEN Indikator: 1. Menguraikan operator momentum pada suatu fungi keadaan 2. Menjelaskan operator-operator turunan, seperti operator Hamiltonian 3. Menjelaskan sifat-sifat operator fisika kuantum 4. Menghitung komutasi dari sistem operator 5. Merumuskan permasalahan nilai eigen suatu sistem kuantum 6. Menggunakan permasalahan nilai eigen untuk menyelesaikan konsep degenerasi A. Operator Mekanika Kuantum Penyelidikan fenomena fisis suatu sistem terpusat pada pengukuran atau penentuan observabel-observabelnya: t , r , v , p, F , L dan lain-lainnya maupun parameter penyusun sistem tersebut: m, q, s dan lainnya. Observabel adalah besaran yang dapat diukur dan dimiliki sistem serta menggambarkan perilakunya sehingga nilainya dapat berubah, sedang parameter sebagai atribut penyusun sistem yang mencirikan identitasnya mempunyai nilai tetap. Dapat diukur berarti nilainya harus riil sedangkan 63 dimiliki oleh sistem fisis berarti untuk mendapatkan nilainya harus mengerjakan sesuatu pada sistem fisis itu. Karena keadaan sistem kuantum diwakili oleh fungsi gelombang sedangkan perangkat yang dapat dikerjakan pada fungsi gelombang adalah operator maka satu-satunya pilihan untuk menyajikan besaran fisika adalah dengan operator. Operator dilambangkan dengan huruf abjad ditambahkan topi di atasnya, misal operator O ditulis Ô . Secara matematis, operator didefinisikan sebagai peranti matematis yang mengubah/mentransformasi suatu fungsi menjadi fungsi yang lain. Operator adalah suatu instruksi matematis yang bila dikenakan atau dioperasikan pada suatu fungsi maka akan menghasilkan fungsi yang lain. Untuk operator Ô dapat ditulis sebagai: t) = Tanda aksen („) bukan berarti diferensial atau turunan, tetapi hanya untuk membedakannya dengan fungsi asalnya. Operasi penjumlahan (+), pengurangan (-), pembagian (÷), perkalian (×), operasi diferensial/turunan , divergensi, crul/rotasi dan Laplasian x ( 2 ) merupakan contoh operator. Berikut beberapa contoh operator dalam mekanika kuantum. 1. Operator posisi xˆ x 2. Operator momentum linier p̂ i (dalam ruang satu dimensi px = -iħ d ) dx 2 2 ˆ V ( xˆ ) 3. Operator Hamiltonian H 2m 4. Operator momentum angular Lˆ rˆ pˆ , dan lain-lain. Misalnya: 64 t) = t) = = = = Sehingga diperoleh persamaan operator: Observable Operator Momentum Eneri Kinetik -iħ 2 2 , jika dilihat dari sumbu x 2m x Posisi Energi Potensial Energi Total Momentum Angular x Simbol untuk Operator p̂ x 1 pˆ x p x Eˆ K 2m X x̂ V( x ) Ê potensial 2 2 V( x ) 2m x 2 i y z z y i z x z x i x y x y 65 Ĥ Lˆ x Lˆ y Lˆ z Aljabar Operator a. Hasil kali (produk) operator Hasil kali dua operator dan , dituliskan , pada umumnya tidak komutatif, Hasil kali beberapa operator misalnya , bersifat assosiatif yaitu: Aˆ Bˆ Cˆ Aˆ ( Bˆ Cˆ ) ( Aˆ Bˆ )Cˆ Karena operator pada umumnya tidak komutatif maka ketika operator dikenakan pada fungsi gelombang urutan operator tersebut perlu diperhatikan, Aˆ Bˆ (r , t ) Bˆ Aˆ (r , t ) b. Operator Linier Operator Ô disebut operator linier jika dipenuhi dua sifat berikut. 1. Oˆ (c) cOˆ 2. Oˆ (c1 c2 ) c1 (Oˆ ) c1 (Oˆ ) Dengan c, c1, dan c2 adalah skalar kompleks. Dimisalkan Ψ(x) = Aeikx, maka: d ( x) ikAe ikx dx = ik Ψ(x) Karena λ = h 2 ,k= p 2 h k p 66 p= hk 2 k k= p Sehingga: d ( x) ip ( x) dx d ( x) i dx pΨ(x) = pΨ(x) = -iħ p = -iħ d ( x) dx d dx jika pada daerah x, y, z maka momentumnya: px = -iħ x py = -iħ y pz = -iħ z terdapat beberapa sifat yang harus dimiliki oleh operator besaran fisis pada mekanika kuantum, yaitu: 1. Harga suatu besaran fisis adalah nilai eigen dari operatornya: A a , a merupakan nilai eigen Contoh: d Oˆ , ( x) ae (bx) , a dan b merupakan konstanta dx Oˆ ( x) bae (bx) Oˆ ( x) b ( x) Di sini, b adalah nilai eigen dari operator d/dx yang berhubungan dengan fungsi eigen ae (bx) . Secara umum b bisa bernilai riil 67 maupun imajiner atau kompleks. Bila Ô suatu operator mekanika kuantum (observabel), maka l pasti riil. 2. Setiap nilai eigen dari suatu operator akan berkaitan dengan suatu fungsi eigen, dan nilai eigen selalu riil. Jika eikx = Ψ, maka nilai eigen dari adalah: AΨ = aΨ p̂ a d ikx (e ) i 2 keikx keikx dx pˆ i 3. a = k Secara umum harga rata-rata dari suatu fungsi besaran fisis ditulis : * (X ) AAV Aˆ ( X ) dx * (X ) ( X ) dx Dengan * (X ) ( X ) dx = 1 Maka untuk fungsi yang sudah dinormalisasi: Aav ( x) * Aˆ ( x ) dx Jika harga rata-rata suatu operator besaran fisis riil, maka: * ( x) Aˆ ( x) dx Aˆ * ( x) ( x) dx Operator ini disebut operator Hermitean. Operator Hermitean merupakan operator yang jika dikonjugetkan akan tetap dirinya sendiri. 68 B. Konjugat Operator Hermitean (Operator Hermitean) Operator hermit dari bilangan kompleks α adalah α+ yaitu konjugat kompleks dari bilangan kompleks α+ = α*. Suatu operator disebut operator Hermitean jika konjugat hermitnya sama dengan dirinya sendiri. Aˆ Aˆ Atau (, Aˆ ) ( Aˆ , ) * Konjugat operator hermitean memenuhi sifat: 1. ( Aˆ ) Aˆ 2. (aAˆ ) a * Aˆ dengan a merupakan skalar kompleks. 3. ( Aˆ Bˆ Cˆ Dˆ ) Dˆ Cˆ Bˆ Aˆ Contoh soal: 1. Apakah operator posisi dan momentum termasuk operator yang hermitean? Solusi! dengan Ae ikx dan * Ae ikx maka: Jika Operator posisi : * * xˆdx ( xˆ) dx ikx ikx ikx * ikx ae xae dx ( xae ) ae dx 2 a xdx a xae ikx ae ikx dx 2 xdx a 2 xdx hermitean 69 Jika operasi momentum pˆ i d , maka: dx * pˆ dx ( pˆ ) dx * ikx ae (i d d )ae ikx dx (i ae ikx ) * ae ikx dx dx dx 2 ikx ikx a ke e dx 2 a kdx ake ikx ae ikx dx a 2 kdx hermitean Latihan! 1. Sebuah partikel bergerak sejauh sumbu x mempunyai fungsi gelombang ( x) ae ikx dengan k 2 , mempunyai momentum linier pˆ x Lx . Turunkan operator momentumnya! 2. Apakah e x2 2 2 adalah fungsi eigen dari operator 2 x 2 ? Berapakah x nilai eigennya? 3. Turunkan operator energi kinetik! 4. Apakah operator energi kinetik termasuk opertor yang hermitean? 5. Buktikan bahwa operator Hamiltonian adalah operator yang hermit! 6. Apakah Axe x2 2 adalah fungsi eigen dai Ĥ ? Berapakah nilai eigennya? 70 C. Komutator Operator-operator dalam mekanika kuantum pada umumnya tidak saling komutatif sehingga perlu didefinisikan kaitan komutasi (komutator). Jika dan merupakan operator Hermitean yang tidak komut, maka tidak kompatibel (bahwa pengukuran Relasi komutasi antara operator  dan dan mempengaruhi pengukuran dituliskan Aˆ , Bˆ = ÂB̂ - B̂ Dua operator dikatakan komutatif jika Aˆ Bˆ Bˆ Aˆ . Setiap operator komutatif dengan dirinya sendiri. Aˆ , Aˆ 0 dan Aˆ , Fˆ ( Aˆ ) 0 Setiap operator komutatif dengan sembarang bilangan skalar a Aˆ , a 0 Begitu juga momentum dan posisi, keduanya juga tidak dapat diukur secara pasti pada keadaan yang sama. x, p x xp x p x x i Pembuktiannya: x, p x ( x ) xp x ( x ) p x x( x ) x, p x ( x ) x i ( x ) i x( x ) x x ( x ) x( x ) x x i( x ) x, p x ( x ) i x x, p x ( x ) sehingga : x, p x i 71 . Hal ini menunjukkan bahwa x̂ dan p̂ x tidak komut karena x, p x 0 . Karena x̂ dan p̂ x tidak kompatibel maka ada ketidakpastian Heisenberg, di mana jika p̂ x besar maka sulit untuk menentukan posisi x̂ dan jika x̂ besar maka sulit untuk menentukan momentum p̂ x . Relasi komutasi memenuhi sifat berikut 1. Antisimetri [ Aˆ , Bˆ ] [ Bˆ , Aˆ ] 2. Linier Aˆ , Bˆ Cˆ Dˆ .... Aˆ , Bˆ Aˆ , Cˆ Aˆ , Dˆ ..... 3. Distributif Aˆ , BˆCˆ Aˆ , Bˆ Cˆ Bˆ Aˆ , Cˆ Aˆ Bˆ , Cˆ Aˆ Bˆ , Cˆ Aˆ , Cˆ Bˆ 4. Identitas Jacobi Aˆ ,[Bˆ , Cˆ ] Bˆ ,[Cˆ , Aˆ ] Cˆ ,[ Aˆ , Bˆ ] 0 Contoh soal. 1. Tentukan komutasi (komutator) antara operator posisi dengan operator momentum linier! Solusi! Berdasarkan definisi komutator xˆ, pˆ xˆpˆ pˆ xˆ dengan xˆ x dan pˆ i x 72 Sehingga xˆ, pˆ ( xˆpˆ pˆ xˆ ) i x x x xˆ, pˆ ix ix ix x x x x xˆ, pˆ i xˆ, pˆ x i Maka komutator xˆ, pˆ i 2. ˆ ˆ Tentukan komutator dari Lx , L y ! Solusi! L rˆ pˆ Maka: L= -iħ î ĵ k î ĵ x y z x y d dx -iħ d dy -iħ d dz -iħ d dx -iħ d dy d d d d d d Lˆ iˆy i ˆjz i kˆx i ˆjx i iˆz i kˆy i dz dx dy dz dy dx d d d d d d Lˆ i y z iˆ z x ˆj x y kˆ dy dx dz dy dx dz Sehingga diperoleh: 73 Lˆ X i y z y z LˆY i z x z x Lˆ z i x y x y Maka: Lˆ , Lˆ Lˆ Lˆ Lˆ Lˆ Lˆ , Lˆ i y dzd z dyd z dxd x dzd i z dxd x dzd y dzd z dyd x y x y x y 2 y x 2 2 2 Lˆ , Lˆ y ddx x ddy Lˆ , Lˆ iLˆ Lˆ , Lˆ iLˆ 2 x y x y x y Z Z Latihan! 1. Buktikan bahwa apabila dua buah operator yang komut satu sama lain mempunyai fungsi eigen yang sama! 2. Buktikan identitas komutator berikut: a. b. c. Aˆ Bˆ , Cˆ Aˆ Bˆ , Cˆ Aˆ , Cˆ Bˆ Aˆ , BˆCˆ Aˆ , Bˆ Cˆ Bˆ Aˆ , Cˆ Aˆ , Bˆ , Cˆ Bˆ Cˆ , Aˆ Cˆ Aˆ , Bˆ 0 3. a L L i L b Dengan menggunakan sifat serta dan komut. Tunjukkan bahwa a.L, b.L i(a b ).L 4. Untuk fungsi f(x) yang dapat diekspansi menjadi deret pangkat, tunjukkan f ( xˆ), pˆ if ' ( xˆ) ! 5. Hitung komutator dari: 74 a. b. xˆ, Hˆ pˆ , Hˆ x Lˆ , Lˆ ˆ ˆ c. Lx , Lx d. x z Tentukan komutator operator x dan dx, gunakana fungsi Ψ(x) sebagai alat 6. d bantu. Buktikan juga dx , x 1 ! D. Konsep Degenerasi Konsep degenerasi adalah jika satu set bilangan kuantum dengan kombinasi yang berbeda tetapi memiliki nilai energi yang sama. Ingat persamaan Schrodinger: Pada daerah satu dimensi 2 d 2 V E 2m dx 2 n nx Dengan A sin L , k L Pada daerah 3 dimensi 2 2 V E 2m Di mana 2 n y n n 2 2 2 kx x , ky kz z 2 2 2 , , L L L x y z k kx k y kz Dengan: 75 2mE 2 k 2 2 E 2m k2 Sehingga diperoleh: n z 2 2 n x 2 n y E 2m L2 L2 L2 2 2 2 Misalkan jika diketahui: 1 set bilangan kuantum dengan nx=1, ny=1, nz=2. Maka: E 2 12 2 12 2 2 2 2 2 2 2m L2 L L E 2 6 2 2m L2 Maka terdegenerasi. Contoh soal! 1. Apakah kombinasi linier penyusun Ø dengan: C1112 C2 131 adalah degenerate? Solusi! Diketahui: C1112 C2 131 , dan syarat degenerasi adalah jika set bilangan kuantum yang berbeda memiliki nilai energi yang sama, maka: Pada C1112 memiliki n x 1, n y 1, n z 2 Pada C 2 131 memiliki n x 1, n y 3, n z 1 jika disubtitusikan ke persamaan energi maka: E1 2 12 2 12 2 2 2 2 2 2 2m L2 L L E1 2 6 2 2m L2 Dan 76 E2 2 12 2 3 2 2 12 2 2 2 2m L2 L L 2 11 2 E2 2m L2 Maka E1 E2 , sehingga kombinasi linier penyusun Ø tidak degenerate. Latihan! 1. Sebuah kotak potensial dengan panjang sisi L dan eneri tingkat dasarnya E1 2 8mL2 maka: a. Tentukan kombinasi nx, ny, nz yang mungkin! b. Tentukan orde degenerasi untuk 6 tingkat energi! 77 BAB 4 c. TRANSFORMASI KOORDINAT Indikator: 1. Mengubah persamaan Schrodinger dari koordinat kartesian ke koordinat polar 2. Menentukan nilai eigen dari momentum angular pada sumbu z Koordinat bola (r,θ,Ø) z r cosθ θ r sinθ cosØ r sinθ sinØ r sinθ x Gambar 5.1 Koordinat Bola Dengan: x = r sinθ cosØ y = r sinθ sinØ z = r cosθ 78 y r = (x2+y2+z2)1/2 Dengan menggunakan relasi tersebut maka komponen dalam arah sumbu x dari momentum sudut orbital ditransformasikan pada sistem koordinat bola adalah 1. pada sumbu x d dr d d cos d d tan d dx dx dr dx d cos dx d tan 1 d d 2 d d x y2 z2 2 z x2 y2 z2 dx dx dr dx d x d zx d y d 3 2 2 dx r dr r sin d x sec d 1 2 d d y d 2 sin d dx x sec d 2. pada sumbu y d dr d d cos d d tan d dy dy dr dy d cos dy d tan 1 d d 2 d 2 2 2 d x y z z x2 y2 z2 dy dy dr dy d y d zy d 1 d 3 2 dy r dr r sin d x sec d 1 2 d d y d d cos dy x d tan 3. pada sumbu z d dr d d cos d d tan d dz dz dr dz d cos dz d tan 1 d d 2 d d x y2 z2 2 z x2 y2 z2 dz dz dr dz d z d z2 d 1 d 3 dz r dr r sin d r sin d jika momentum angular pada sumbu z, maka: 79 1 2 d d y d sin d dz x d tan d d Lˆ z i x y dy dx y d zy d 1 d Lˆ z i x 3 2 r dr r sin d x sec d 1 Lˆ z i 2 sec 1 Lˆ z i 2 sec y2 d d 2 d x sec 2 d tg 2 d d d sec 2 d 1 sec 2 1 d Lˆ z i sec 2 d d Lˆ z i d untuk mencari nilai eigen dari Lz maka: Lˆ z Lz d Lz d d i Lz d d L iz d i e i Lz Ingat bahwa: ( ) ( 2 ) Maka: e i Lz exp e i Lz ( 2 ) iLˆ z 2 1 Sehingga: Cos 2Lˆ z 2Lˆ z i sin 1 Cos 2Lˆ z 1 80 x d y zx d d y 3 2 2 r dr r sin d x sec d 2Lˆ z 0, ,2 ,4 ,...... Karena 0, ,2 ,4 ,...... = ml (bilangan kuantum magnetik), maka: Lˆ z .ml Latihan! 1. Tentukan besar operator momentum angular pada sumbu x dan y jika ditinjau berdasarkan koordinat bola! 2. Cari nilai eigen dari Lx dan Ly! 81 BAB 5 SISTEM ATOM HIDROGEN INDIKATOR 1. Menguraikan persamaan Schrodinger atom hidrogen dalam sistem koordinat bola 2. Menerapkan metode pemisahan variabel dalam menyelesaikan persamaan Schrodinger tiga dimensi khsusunya pada atom hidrogen 3. Menjelaskan solusi radial dan angular sistem atom hidrogen 4. Menjelaskan perananan bilangan kuantum dalam sistem atom hidrogen 5. Merumuskan fungsi gelombang dengan solusi radial dan angular sistem atom hidrogen Atom hidrogen merupakan atom paling sederhana yang terdiri dari satu proton sebagai nukleus dan satu elektron yang mengitarinya. Pada bab ini akan diuraikan solusi dari persamaan Schrodinger untuk sistem fisis riil atom hidrogen dan mengkaji berbagai konsekuensinya. Merujuk kebahasan perkenalan kita dengan persamaan Schrodinger persoalan tiga dimensi memerlukan tiga bilangan kuantum untuk mencirikan semua pemecahannya. Oleh karena itu, semua fungsi gelombang atom hidrogen akan diperikan dengan tiga buah bilangan kuantum. Bilangan kuantum pertama, n, berkaitan dengan pemecahan bagi fungsi radial, R(r). Bilangan n ini sama dengan pemecahan untuk menamai tingkat – tingkat energi dalam model Bohr. Pemecahan bagi fungsi polar, Θ(θ ), memberikan bilangan kuantum l, dan bagi fungsi, Φ (ϕ ), memberikan bilangan kuantum ketiga ml. 82 A. Persamaan Schrodinger Atom Hidrogen Massa proton mp jauh lebih besar daripada massa elektron me, mp =1836 m e. Di dalam pembahasan bab ini dilakukan penyederhanaan berupa asumsi proton diam di pusat koordinat dan elektron bergerak mengelilinginya di bawah pengaruh medan atau gaya coloumb. Sumber: Handika, 2011 Gambar 5.1. Posisi Relatif antara Proton dan Elektron Pendekatan yang lebih baik dilakukan dengan memandang kedua partikel proton dan elektron berotasi di sekitar pusat massa bersama yang berada (sedikit) di dekat pusat proton. Tetapi untuk penyederhanaan, efek ini diabaikan disini. Karena proton dianggap diam, maka kontribusi energi sistem hanya diberikan oleh elektron yaitu energi kinetik. p2 Ek 2 me (5.1) Dan energi potensial e2 1 V (r ) 4 0 r (5.2) Sehingga 83 p2 e2 1 EH 2me 4 0 r (5.3) Dengan demikian persamaan Schrodinger untuk atom hidrogen 2 2 e2 4 0 2me 1 (r ) E (r ) r (5.4) Mengingat sistem atom hidrogen memiliki simetri bola, analisis menjadi lebih sederhana bila oprator 2 diungkapkan dalam koordinat bola. Di dalam koordinat R, , bola, maka persamaan Schrodingernya menjadi: 2 1 2 1 1 2 e2 1 E (5.5) sin 2 r 2m r 2 r r sin sin 2 4 0 r Persamaan di atas diperoleh berdasarkan proses berikut: Kita ketahui bahwa: 1 2 1 1 2 2 r sin r r r r 2 sin r 2 sin 2 2 2 Maka jika disubstitusikan ke persamaan (5.4), maka akan menjadi: 2 1 2 1 1 2 e2 1 r sin E 2me r 2 r r r 2 sin r 2 sin 2 2 4 0 r Faktor 1 dikeluarkan dari kurung sehingga persamaan menjadi: r2 2 1 2 1 1 2 e2 1 E sin 2 r 2me r 2 r r sin sin 2 4 0 r Selanjutnya, untuk mendapatkan solusi bagi persamaan (5.5), dilakukan pemisahan variabel r r , , sebagai berikut: 84 r, , R(r )( )( ) (5.6) Selanjutnya, mensubstitusikan persamaan (5.6) ke persamaan (5.5) 2m r 2 kemudian dikalikan e2 dan dibagi dengan persamaan 6 sehingga didapatkan: 1 2 R 1 d d 1 d 2 2me r 2 e2 E r sin R r r sin d d sin 2 d 2 4 0 2 1 0 r (5.7) Berdasarkan persamaan (5.7), tampak bahwa suku pertama dan keempat hanya bergantung jari-jari r, suku kedua dan ketiga hanya bergantung sudut θ dan . Penjumlahan suku-suku yang hanya bergantung pada jari-jari dan dua sudut ini akan selalu sama dengan nol untuk sembarang nilai r, θ, dan jika masing-masing suku sama dengan konstanta. Konstanta (c) berharga l (l 1) . Suku yang hanya bergantung jari-jari menjadi: 1 d 2 dR 2me r 2 e2 l (l 1) E r R dr dr 2 r (5.8.1) Atau d 2 dR 2me r 2 e2 R l (l 1) R E r dr dr 2 r (5.8.2) Sedangkan suku yang hanya mengandung sudut θ dan menjadi: 1 d d 1 d 2 l (l 1) sin sin d d sin 2 d 2 (5.9.1) Setelah dikalikan sin 2 persamaan (5.9.1) menjadi: sin d d 1 d 2 l (l 1) sin 2 0 sin d d d 2 (5.9.2) Tampak bahwa persamaan (5.9.2) juga terpisah menjadi dua bagian yaitu 85 bagian yang hanya bergantung pada sudut azimut ϕ dan bagian yang bergantung pada θ . Selanjutnya tetapkan masing-masing bagian sama dengan konstanta - m2 dan m2 . Dengan alasan yang akan menjadi jelas kemudian pilih 1 d 2 m 2 2 d (5.1) Atau: d 2 m 2 0 2 d (5.10.2) Sehingga menjadi: sin d d 2 2 sin l (l 1) sin m d d Atau setelah dikalikan (5.11.1) sehingga diperoleh: sin 2 1 d d m2 sin l ( l 1 ) 0 sin d d sin 2 (5.11.2) dengan demikian, persamaan (5.5) dapat dipisah menjadi tiga persamaan deferensial biasa, selanjutnya kita tentukan solusi masing-masing persamaan tersebut. B. Persamaan Azimut Persamaan (5.10.1) merupakan persamaan yang menggambarkan rotasi di sekitar sumbu z. Sudut rotasi di sekitar sumbu-z ini adalah 0 sampai 2 . Solusi dari persamaan 10a yaitu: m eim (5.12) 86 Di mana m 0,1,2... Dan solusinya akan menjadi: ( m ) ( ) 1 im e 2 (5.13) Bilangan bulat m disebut bilangan kuantum magnetik. C. Persamaan Polar 1 d d m2 sin l ( l 1 ) 0 sin d d sin 2 (5.11.2) Persamaan di atas solusinya berdasarkan Polinom Legendre, yaitu: Persamaan (5.11.2) merupakan Persamaan Diferensial Legendre Terasosiasi, dan solusinya diberikan oleh: ( ) APml (cos ) (5.14) Dengan Pml (cos ) adalah Fungsi Legendre Terasosiasi yang didefinisikan oleh: P ( x) (1 x ) l m 2 m m 2 d Pl ( x) dx (5.15) Dan Pl (x) merupakan Legendre ke l, dan didefinisikan oleh formula Rodrigues, yaitu: l 1 d Pl ( x) i ( x 2 1)l 2 l! dx (5.16) 87 Dari persamaan (5.16) tampak bahwa l haruslah bilangan bulat positif sedangkan dari persamaan (5.15) tampak bahwa jika |m|>l maka Pml 0 . Dengan demikian didapatkan: l 0,1,2,3,........... m 0,1,...,l Dengan l disebut bilangan kuantum orbital. Solusi dari persamaan anguler diperoleh: Y ( , ) ( )( ) Yl .m ( , ) Ae im Pl m (cos ) Solusi ternormalisasi persamaan angularnya disebut juga dengan harmonik bola (Spherical harmonics), yaitu: (2l 1)(l m )! im m e Pl (cos ) 4 (l m )! Yl .m ( , ) (5.17) Dengan (1)m untuk m 0 , dan 1 untuk m<0. Solusi ini bersifat ortogonal. Berikut ini diberikan beberapa harmonik bola: 1 Y 4 1 0 0 2 1 3 2 Y cos 4 0 1 1 1 1 Y 3 2 sin e i 8 1 5 2 2 Y (3 cos 1) 16 0 2 88 1 1 2 Y 15 2 sin cos e i 8 Contoh Soal: 1. Tentukanlah Y00 dan Y10 ! Solusi! 0 Menentukan Y0 (2l 1)(l m )! im m e Pl (cos ) 4 (l m )! Yl .m ( , ) (2.0 1)(0 0 )! i 0 0 e P0 (cos ) 4 (0 0 )! Y00 (1) 0 Y00 1 4 1 Y 4 0 0 1 2 Menentukan Y10 Yl .m ( , ) 0 1 ( 1) 0 (2l 1)(l m )! im m e Pl (cos ) 4 (l m )! (2.1 1)(1 0 )! 4 (1 0 )! 0 0 1 89 (cos ) Persamaan (5.21) disubstitusikan ke persamaan (5.18) sehingga: d 2 u 2me r 2 V E R l (l 1) R r 2 dr 2 d 2 u 2me r r 2 2 V E u l (l 1) R dr (5.22) Persamaan (5.22) dikalikan dengan 2 , maka: 2me r 2 d 2u 2 V E u l (l 1) R 2me dr 2 2me r 2 d 2u 2 l (l 1) Vu u Eu 2me dr 2 2me r 2 2 d 2u 2 l (l 1) V u Eu 2me dr 2 2 me r 2 (5.23) Persamaan (5.23) ini bentuknya mirip dengan persamaan Schrodinger tak bergantung waktu, hanya saja ada penambahan suku pada potensialnya. Persamaan ini tidak dapat diselesaikan lebih lanjut sebelum nilai V diketahui. Solusi lengkap dari persamaan (5.23) ialah sebagai berikut: 2 Rnl (r ) na 0 3 (n l 1)! 3 2n((n l )!) 1 2 l r r na0 2l 1 r 2 e Ln l 2 na0 na0 a0 adalah radius Bhor yang nilainya 0,529 A0 Untuk mencari solusi L dapat dicari dengan: j! d j j k L ( ) (e ) ( j k )! dx j k j 91 (5.24) Contoh Soal: R00 , R10 , dan R20 1. Tentukanlah Solusi! Menentukan R00 2 Rnl (r ) na 0 3 (n l 1)! 3 2n((n l )!) 2 R00 0a 0 (0 0 1)! 3 2.0((0 0)!) 3 1 2 1 2 l r r na0 2l 1 r 2 e Ln l 2 na na 0 0 0 r r 0.a0 2.01 r 2 e L00 2 0.a0 0.a0 R00 0 Menentukan R10 3 (n l 1)! 3 2n((n l )! ) 1 3 2 (1 0 1)! R10 (r ) 3 1.a 2.1((1 0)!) 0 1 2 Rnl (r ) na 0 2 R10 (r ) a 0 3 1 2 1 2 r 2 na 0 2 r r 1.a0 1 r 2 e L1 2 1.a0 1.a0 0 2 4 r a0 1 r R10 (r ) 3 e L1 2 a a0 0 92 r na0 2l 1 r e Ln l 2 na 0 l r r a0 1 r 2 e L1 2 a 0 a0 1 l 2 2r r 1! L 2 e a0 a0 (1 1)! r L 2 a0 1e a0 e a0 r L11 2 a0 1 1 1 1 1 2r 2 r 2r 0 e a0 1 2r a0 d a0 d1 2r Sehingga menjadi: 1 2 4 r a0 1 r R10 (r ) 3 e L1 2 a a0 0 R10 (r ) 2 a 3 2 0 e r a0 1 Menentukan R20 3 2 (n l 1)! Rnl (r ) 3 na 2n((n l )!) 0 2 R20 (r ) 2a 0 1 2 l r r na0 2l 1 r 2 e Ln l 2 na0 na0 3 (2 0 1)! 3 2.2((2 0)!) 1 2 r 2 2.a0 0 r 2 a0 2.01 r e L20 2 2a 0 1 1 3 1! 2 r 2 a0 1 r R20 (r ) e L2 3 a 4 ( 2 ) 0 a0 r L a0 r L a0 1 2 1 2 r a 2! d2 e 0 2 r (2 1)! d a0 r d2 2e a0 2 r d a0 93 r r e a0 a 0 r r e a0 a 0 1 1 r L12 a0 1 R20 (r ) a0 3 r 2 2 a0 2 1 2 2 e r 2 a0 r 2 a0 E. Fungsi Gelombang Atom Hidrogen Fungsi gelombang untuk atom hidrogen diberi label oleh tiga bilangan kuantum (n, l dan m) nlm (r , , ) Rnl (r )Yl m ( , ) Akhirnya fungsi gelombang ternormalisasi atom hidrogen adalah: 2 (n l 1)! na 2r 2l 1 2r m e Ln l 1 Yl ( , ) 3 na 2n(n 1)! na na 3 nlm r l Dengan L2nll11 adalah Polinomial Laguerre Terasosiasi n = 0, 1, 2, 3... (Bilangan Kuantum Utama) l =0, 1, 2, ..., (n-1) (Bilangan Kuantum Orbital) m 0,1,2,...,l (Bilangan Kuantum Magnetik) Bilangan Kuantum Utama Bilangan kuantum utama menentukan energi total elektron dan bersesuaian dengan bilangan kuantum n dalam teori Bohr. Dalam teori mekanika kuantum atom hidrogen, energi elektron juga konstan, dapat berharga positif berapa saja, tetapi harga negatifnya ditentukan oleh rumus: 94 En 1 32 n 2 me 4 2 2 0 2 Kuantitasi energi elektron dalam atom Hidrogen digambarkan oleh bilangan kuantum utama n. Bilangan Kuantum Orbital Bilangan kuantum orbital l menentukan besar momentum sudut elektron terhadap inti . Tafsiran bilangan kuantum orbital l tidak sejelas bilangan kuantum utama. Marilah kita pelajari persamaan diferensial untuk bagian radial R(r) dari fungsi gelombang ψ d 2 dR 2me r 2 e2 R l (l 1) R r E dr dr 2 r Atau d 2 dR 2me r dr dr 2 e 2 l (l 1) E R 0 4 r r2 0 Energi kinetik K elektron terdiri dari dua bagian, Kradial yang ditimbulkan oleh gerak mendekati atau menjauhi inti, dan Korbital yang ditimbulkan oleh gerak mengelilingi inti. Energi potensial V dari elektron ialah energi listrik. V e2 4 r E K radial K orbital V E K radial K orbital d 2 dR 2me r dr dr 2 e2 4 r e2 e 2 l (l 1) K radial K orbital R 0 4 r 4 r r2 0 95 d 2 dR 2me r dr dr 2 2 l (l 1) K K radial R 0 orbital 2 me r 2 Jika kedua suku yang terakhir dalam tanda kurung-persegi dalam persamaan itu saling meniadakan, maka persamaan diferensial untuk R(r) hanya mengandung fungsi dari vektor radius (vektor jejari) r saja. K orbital 2 l (l 1) 2 me r 2 Energi kinetik orbital elektron ialah: K orbital 1 mv 2 2 Karena momentum sudut elektron ialah L L mv2 Sehingga dapat ditulis energi kinetik orbital: K orbital L2 2 me r 2 Sehingga: L2 2 l (l 1) 2 me r 2 2 me r 2 L l (l 1) Biasanya kita memberi speksifikasi keadaan momentum sudut orbital elektron dengan abjad s untuk l=0, p untuk l=1 dan sebagainya sesuai dengan skematik sebagai berikut: l 0123456... spdfghi... Bilangan Kuantum Magnetik Bilangan kuantum magnetik m, menentukan arah momentum sudut. Elektron atomik yang memiliki momentum sudut berinteraksi dengan 96 medan magnetik eksternal B. Bilangan kuantum magnetik ml memberi spesifikasi arah L dengan menentukan komponen L dalam arah medan. Gejala ini sering diacu sebagai kuantitasi ruang. Jika kita ambil arah medan-magnetik sejajar dengan sumbu z, komposisi L dalam arah itu ialah Lz m L tidak dapat tepat terarah sejajar atau anti sejajar dengan B, karena Lz selalu lebih kecil dari besar momentum sudut total ℏ. Contoh Soal: 1. Tentukan fungsi gelombang atom hidrogen pada keadaan ground state (n=1, l=0, m=0) dan menentukan harga ekspektasinya! Solusi! Menentukan 100 nlm (r , , ) Rnl (r )Yl m ( , ) 2 R10 (r ) a e 3 2 0 1 Y 4 1 0 0 r a0 2 Maka: 100 R10Y00 100 2 a 100 3 2 0 e r 1 a 3 2 0 a0 e 1 4 r 1 2 a0 Menentukan r 97 r * rdV r 2 r r 0 0 0 1 r 3 a0 r 4 a03 r 1 2 r a0 3 e r sin drdd a03 re 3 2 r a0 r 0 r r 3e 2 r a0 2 0 0 dr sin d d dr r 0 n Dalam tabel integral untuk n cx cx n 1 x e e (1) i 0 r Sehingga diperoleh nilai r 3e 2 r a0 r 0 n! xi n i 1 i!c 3 dr a04 8 Maka: r 4 a03 r r 3e 2 r a0 dr r 0 r 4 3 4 a0 a03 8 r 3 a0 2 F. Spektrum Atom Hidrogen Jika atom hidrogen berada pada keadaan stasioner, maka atom tersebut akan berada disana selamanya. Namun, jika ada gangguan, misalnya oleh tumbukan dengan atom lain atau mengalami penyinaran, maka atom hidrogen dapat mengalami transisi dari satu keadaan stasioner ke keadaan stasioner yang lain. Pada kenyataannya, gangguan tersebut selalu hadir sehingga transisi (kadang disebut dengan lompatan kuantum) terjadi terus- 98 menerus. Hasilnya, atom hidrogen mengeluarkan cahaya yang energinya sesuai dengan perbedaan energi antara awal dan akhir. m E Ei E f 2 2 e2 2 0 2 1 1 n2 n2 f i Sementara itu, menurut postulat Planck, energi foton sebanding dengan frekuensinya. E h dan hubungan panjang gelombang dengan frekuensi diberikan c , v sehingga: 1 1 R 2 2 n f ni 1 m Dengan R 4c 3 e2 4 0 2 1,097 x10 7 m 1 R dikenal sebagai konstanta Rydberg, dan Persamaan terakhir ini adalah rumus Rydberg untuk spektrum atom hidrogen yang ditemukan secara empiris pada abad 19. Keunggulan terbesar dari teori atom Bohr adalah kemampuannya dalam menjelaskan hasil ini dan menghitung R. Spektrum radiasi hidrogen hasil transisinya menghasilkan deret-deret spektrum, yaitu deret Lyman, deret Balmer, deret Paschen, deret Bracket, dan deret Pfun. Latihan! 1. Turunkanlah persamaan Schrodinger atom hidrogen dalam koordinat bola! 2. Jelaskanlah masing-masing peranan bilangan kuantum dalam sistem atom hidrogen! 3. Carilah fungsi radial untuk n=2 dan l=2! 99 4. Carilah fungsi gelombang atom hidrogen pada keadaan n=2, l=0, dan m=0 dan tentukan harga ekspektasinya! 5. Untuk bilangan kuantum n = 4, tuliskan fungsi gelombang dengan semua nilai l dan m yang mungkin! 6. Tulislah solusi fungsi gelombang untuk notasi spektroskop 1s, 2s dan 3p! 7. Carilah untuk n=3, l=2, dan m=2! 100 BAB 6 EFEK ZEEMAN INDIKATOR 1. Menjelaskan pengaruh medan magnet luar terhadap sistem atom hidrogen 2. Menjelaskan peristiwa efek Zeeman 3. Menggambarkan split energi akibat efek Zeeman Dalam medan magnetik, energi keadaan atomik tertentu bergantung pada harga m seperti juga pada n. Keadaan dengan bilangan kuantum total n terpecah menjadi beberapa sub-keadaan jika atom itu berada dalam medan magnetik, dan energinya bisa sedikit lebih besar atau lebih kecil dari keadaan tanpa medan magnetik. Gejala itu menyebabkan “terpecahnya” garis spektrum individual menjadi garis-garis terpisah jika atom dipancarkan ke dalam medan magnetik, dengan jarak antara garis bergantung dari besar medan itu. Efek Zeeman adalah gejala tambahan garis-garis spektrum jika atom-atom tereksitasi diletakan dalam medan magnet (terpecahnya garis spektral oleh medan magnetik). Efek Zeeman, nama ini diambil dari nama seorang fisikawan Belanda Zeeman yang mengamati efek itu pada tahun 1896. Suatu elektron bermassa m bergerak dalam suatu orbit berjari-jari r dengan frekuensi f dan momendtum sudut elektron L. Gerakan elektron ini menghassilkan arus. Gerakan elektron ini juga menimbulkan medan magnetik maka pada kejadian ini muncul momen magnetik. 101 L v Gambar 6.1. Sebuah elektron yang Mengelilingi Orbitnya Besarnya arus yang dihasilkan dari pergerakan electron sama dengan bearnya muatan yang bergerak persatuan waktu sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut ini: I q t 1 f I qf ef t (T ) Selain menghasilkan arus listrik maka dari pergerakan elektron tersebut dapat menghasilkan momen magnetik yang besarnya sabagai berikut: IA efA I ef 2r 2 Momentum Sudut elektron yang diakibatkan oleh pergerakan elektron sebagai berikut: L mvr v r 2fr L m2fr 2 L fr 2 2m 102 Subtitusikan persamaan momentum sudut ke persamaan Arus listrik sehingga di peroleh: efr 2 L fr 2 2m L e 2m Untuk elektron orbital kuantitas yang bergantung hanya pada muatan dan massa elektron disebut rasio magnetik. Tanda minus berarti bahwa arah µ berlawanan dengan L. Rumusan tersebut untuk momen magnetik elektron orbital diperoleh secara klasik, namun ternyata mekanika kuantumpun mendapatkan hasil sama jadi energi potensial dalam sebuah atom dalam medan magnet ialah: E B E B cos L E e LB cos 2m Jika dalam medan magnetik energi keadan atomik tertentu bergantung pada harga m seperti juga pada n. Keadan dengan bilangan kuantum total n terpecah menjadi beberapa sub-keadaan jika atom itu berada dalam medan magnet,dan energinya bisa sedikit lebih besar atau lebih kecil dari keadaan tanpa medan magnetik. Gejala itu menyebabkan terpecahnya garis spektrum individual menjadi garis-garis terpisah jika atom dipancarkan keadan medan magnetik, dengan jarak antara garis bergantung dari besarnya medan itu. Terpecahnya garis spektral oleh medan magnetik disebut efek Zeeman. Untuk Hamiltonian Hˆ Hˆ 0 Hˆ B 2 ˆ H V 2m Dengan Hˆ B l .B 103 Di mana l e L Sehingga Hˆ B e L..B Hˆ B e LB Dengan: = momen magnet e = Bhor magneton (9,2730.10-24J/Tesla) Hˆ ( Hˆ 0 Hˆ B ) Hˆ Hˆ 0 Hˆ B Hˆ E n e Lˆ z Hˆ E n e ml Hˆ E n e ml Hˆ ( E n e ml ) Dimana En e ml adalah nilai eigen yang menunjukkan terjadinya pergeseraan ketika terdapat medan magnet eksternal. Misalkan: Efek zeeman dari n=1 dan n=2. Untuk n 2 Maka konfigurasi yang mungkin ialah: 2,1,0 , 2,1, 1 , 2,1,1 , 2,0,0 104 Untuk n 2 , maka energinya akan terpecah sesuai dengan bilangan kuantum magnetiknya sebagai berikut: 2,1,0 E E2 2,1, 1 E E2 e 2,1,1 E E2 e 2, 0, 0 E E2 Maka Spektrum Spliting energinya akan nampak seperti gambar di bawah ini: n=2 n=1 Efek zeeman dari n=1 dan n=3. Untuk n 3 Maka konfigurasi yang mungkin ialah: 3, 2,0 , 3, 2,1 , 3, 2, 1 , 3, 2, 2 , 3, 2, 2 , 3,1,0 , 3,1,1 , 3,1, 1 , 3,0,0 Untuk n 3 , maka energinya akan terpecah sesuai dengan bilangan kuantum magnetiknya sebagai berikut: 3, 2,0 E E3 3, 2,1 E E3 e 3, 2, 1 E E3 e 3, 2 , 2 E E3 2 e 105 3, 2, 2 E E3 2 e 3,1,0 E E3 3,1,1 E E3 e 3,1, 1 E E3 e 3,0,0 E E3 Maka spektrum splitting energinya akan nampak seperti gambar di bawah ini: n=3 n=2 n=2 Latihan! Gambarkan spektrum splitting efek Zeeman dari n=1 sampai n=4! 106