Laporan Kasus Anak Perempuan 4.5 Tahun dengan Global Developmental Delay, Riwayat Kejang Demam dan Gizi Baik Disusun Oleh: Karla Monica P G991905031/E4 Luthfi Primadani K G991905035/E20 Pembimbing: Dra. Suci Murti Karini, M. Si KEPANITERAAN KLINIK/ BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI 2019 HALAMAN PENGESAHAN Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret / RSUD Dr. Moewardi Sub Bagian Pediatri Sosial dengan judul : Anak Perempuan 4.5 Tahun dengan Global Developmental Delay, Riwayat Kejang Demam dan Gizi Baik Jumat, 31 Mei 2019 oleh: Karla Monica P G991905031/E4 Luthfi Primadani K G991905035/E20 Mengetahui dan menyetujui, Pembimbing Presentasi Kasus Dra. Suci Murti Karini, M. Si BAB I STATUS PASIEN I. IDENTITAS PASIEN Nama : An. MW Usia : 4.5 tahun Tanggal Lahir : 14 Januari 2015 Berat Badan : 16 kg Tinggi Badan : 108 cm Lingkar Kepala : 42 cm Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Mojosongo Tanggal Pemeriksaan : Jumat, 31 Mei 2019 Nomor Rekam Medis : 01 46 xx xx II. ANAMNESIS Anamnesis diperoleh dengan cara alloanamnesis terhadap ibu pasien saat pasien berada di bangsal Anak RSUD Dr Moewardi 1. Keluhan Utama Kejang 2. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke IGD anak RSUD Dr. Moewardi dengan keluhan kejang. Kejang berlangsung selama kurang dari 15 menit. Kejang diawali jam 19.00, namun baru dibawa ke IGD pukul 21.00. Pasien memiliki riwayat Cerebral Palsy Spastik, ototnya kaku dan tersentak, terdapat gangguan postur dan motorik, tonus otot pasien meningkat Selain itu ibu pasien juga mengeluhkan perkembangan anaknya saat ini terlambat dibandingkan dengan teman sebayanya. Pasien belum bisa bangkit dari duduk dan belum bisa berdiri meskipun dipegangi. Pasien hanya bisa mengoceh, baru bisa mengucapkan “mam” “yah”. Pasien belum bisa memegang dan memindahkan kubus. Hanya bisa tersenyum spontan belum bisa tepuk tangan dan daag-daag ke pemeriksa. 3. Riwayat Penyakit Dahulu a. Riwayat rawat inap (+) b. Riwayat infeksi CMV kongenital disangkal c. Riwayat kejang (+) d. Riwayat trauma kepala disangkal e. Riwayat asma, alergi, penyakit jantung disangkal 4. Riwayat Penyakit Keluarga dan Faktor Lingkungan a. Riwayat keluarga : Riwayat keluhan serupa disangkal Riwayat batuk lama, asma, alergi, penyakit jantung disangkal b. Riwayat lingkungan : Riwayat kontak dengan hewan disangkal Riwayat keluhan serupa disangkal Riwayat batuk lama dan sakit campak di lingkungan sekitar disangkal 5. Riwayat Sosial Ekonomi Ayah pasien bekerja sebagai wiraswasta dan ibu pasien merupakan seorang ibu rumah tangga. Pasien tinggal bersama kedua orang tua. Menurut ibu pasien, lingkungan tempat tinggalnya bersih, pencahayaan dan ventilasi cukup. Kesan sosial ekonomi cukup. 6. Riwayat Kehamilan dan Persalinan Status ibu saat mengandung pasien adalah G1P0A0 berusia 32 tahun. Riwayat penyakit saat kehamilan, riwayat mondok saat hamil, dan riwayat trauma saat hamil disangkal. Kesan kehamilan normal. Pasien lahir normal, cukup bulan, dan berat lahir 2800 gram, langsung menangis kuat, tidak biru, gerak aktif, tidak kuning. Kesan lahir normal. 7. Riwayat Imunisasi 0 bulan : Hep B 1 bulan : BCG, Polio 1 ` 2 bulan : DPT-HB-Hib 1, Polio 2 3 bulan : DPT-HB-Hib 2, Polio 3 4 bulan : DPT-HB-Hib 3, Polio 4 9 bulan : Campak 18 bulan : Campak Kesan imunisasi lengkap sesuai jadwal Kemenkes 2013. 8. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Pertumbuhan : BB: 16 kg, PB: 108 cm Perkembangan : Pasien belum bias bangkit dari duduk dan belum bias berdiri meskipun dipegangi. Bicara masih mengoceh dan tidak jelas, hanya bias mengucapkan 1 kata. Pasien baru bisa meraih dan mengamati benda-benda yang berada disekitar. Selain itu pasien baru bias tersenyum spontan, belum bias daag-daag ke orang lain. 9. Riwayat Nutrisi Pasien minum ASI hingga usia 2 tahun. Pasien mulai MPASI pada usia 6 bulan dengan menu bubur bayi kemasan, nasi, sayur, dan buah-buahan yang dilunakkan. Pasien makan 3 kali sehari namun tidak bervariasi. III.PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan Umum Keadaan umum pasien sakit sedang, kesan gizi cukup 2. Tanda vital Suhu : 36.6oC Denyut nadi : 98 x/menit Saturasi O2 : 99% Frekuensi pernapasan : 21 x/menit 3. Kepala Mikrocephal, LK 42 ( LK < -2SD skala nellhaus) 4. Mata sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-), refleks cahaya (+/+), oedem palpebra (-), mata cekung (-). 5. Telinga Sekret (-), tidak ada nyeri telinga 6. Hidung sekret (-), 7. Mulut Mukosa bibir basah, tonsil T1-T1, faring hiperemis (-). 8. Leher Pembesaran KGB (-) 9. Thorax Simetris kanan dan kiri, retraksi (-) 10. Cor Inspeksi : iktus cordis tak tampak Palpasi : iktus cordis teraba Perkusi : batas jantung dalam batas normal Auskultasi : bunyi Jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-) 11. Pulmo Inspeksi : pengembangan dinding dada kanan sama dengan kiri Palpasi : fremitus raba simetris kanan dan kiri Perkusi : sonor/sonor Auskultasi : SDV (+/+), suara tambahan (-/-), RBH (-/-) 12. Abdomen : Inspeksi : dinding dada sejajar dinding perut Auskultasi : bising usus (+) normal Perkusi : timpani, pekak alih (-) Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba membesar, nyeri (-) 13. Ekstremitas Akral dingin (-/-), ADP teraba kuat, CRT < 2 detik, wasting (+), spastik di ekstremitas superior dan inferior (+) 14. Status gizi Perhitungan Status Gizi berdasarkan Kurva Pertumbuhan Anak Cerebral Palsy oleh Developmental Medicine and Child Neurology 2006 Group 4 TB/U : TB/U = p50< TB/U < p90 (normal) BB/U : BB/U = BB/U < p5 BMI/U : BMI/U = BMI/U < p5 Kesan gizi kurang IV. DENVER DEVELOPMENTAL SCREEENING TEST Pasien berusia 4.5 tahun. Dari hasil pemeriksaan perkembangan dengan formulir Denver II, dalam aspek personal sosial pasien mengalami keterlambatan setara dengan usia 3 bulan. Pasien baru bias tersenyum spontan, belum bisa makan sendiri, tepuk tangan, dan dah-dah ke pemeriksa. Dalam aspek motoric halus, pasien setara dengan anak usia 5 bulan. Pasien mampu meraih benda yang dia inginkan, namun belum bias memindahkan kubus. Pasien mengalami keterlambatan dalam aspek bahasa setara dengan usia 1 tahun. Pasien sering mengoceh sudah, bisa mengucapkan satu silabel, meniru bunyi kata-kata, ataupun mengucapkan papa/mama tidak spesifik dan mengucapkan 1 kata berupa “yah” “mam”. Dalam aspek motorik kasar, pasien juga mengalami keterlambatan perkembangan sehingga setara dengan anak usia 4 bulan. Pasien bisa membalik dirinya, pasien belum bisa bangkit dengan kepala tegak, belum bisa berdiri 2 detik, berdiri sendiri dan membungkuk berdiri. V.RESUME Pasien datang ke IGD RSUD Dr Moewardi karena kejang. Selain itu Ibu pasien merasa perkembangan anaknya saat ini terlambat dibandingkan dengan teman-teman sebayanya. Keluarga pasien didapatkan kesan status sosial ekonomi cukup. Riwayat kehamilan dan persalinan normal. Pasien diimunisasi sesuai jadwal program imunisasi Kemenkes 2013. Riwayat nutrisi pasien kesan cukup. Dari pemeriksaan fisik pada pasien ditemukan adanya ekstremitas spastik. Berdasarkan pemeriksaan fisik antropometri pada pasien didapatkan kesan gizi kurang. Hasil tes perkembangan Denver, yaitu: 1. Personal sosial pasien mengalami keterlambatan setara dengan usia 3 bulan. 2. Motorik halus pasien mengalami keterlambatan setara dengan usia 5 bulan;. 3. Bahasa pasien mengalami keterlambatan setara dengan usia 1 tahun;. 4. Motorik kasar pasien mengalami keterlambatan setara dengan usia 4 bulan;. Terlihat adanya keterlambatan perkembangan pada semua aspek, sehingga keluhan pada pasien dikatakan sebagai Global Developmental Delay. Untuk tindak lanjutnya, diusulkan konsultasi ke bagian Rehabilitasi Medik untuk fisioterapi. IV. ASSESSMENT V. 1. Global Developmental Delay 2. Epilepsi Umum non simptompatik 3. Mikrocephal 4. Cerebral Palsy Spastik 5. Gizi Kurang PLANNING 1. Konsul fisioterapi untuk latihan motorik VI. PROGNOSIS Ad vitam : bonam Ad sanam : malam Ad fungsionam : dubia BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cerebral Palsy 1. Definisi Cerebral palsy adalah terminologi yang digunakan untuk mendeskripsikan kelopok penyakit kronik yang mengenai pusat pengendalian pergerakan dengan manifestasi klinis yang tampak pada beberapa tahun pertama kehidupan dan secara umum tidak akan bertambah buruk pada usia selanjutnya. Cerebral palsy merupakan kelainan yang disebabkan oleh kerusakan otak yang mengakibatkan kelainan pada fungsi ger koordinasi, psikologis dan kognitif sehingga mempengaruhi proses belajar mengajar. Ini sesuai dengan teori yang disampaikan dalam The American Academy of Cerebral Paslsy (Mohammad Efendi, 2006:118), “Cerebral Palsy” adalah berbagai perubahan gerakan atau fungsi motor tidak normal dan timbul sebagai akibat kecelakaan, luka, atau penyakit susunan syaraf yang terdapat pada rongga tengkorak”. Dari pengertian tersebut di atas, cerebral palsy dapat diartikan gangguan fungsi gerak yang diakibatkan oleh kecelakaan, luka, atau penyakit susunan syaraf yang terdapat pada rongga tengkorak. Sindrom Down merupakan kelainan genetik yang dikenal sebagai trisomi, karena individu yang mendapat sindrom Down memiliki kelebihan satu kromosom. Mereka mempunyai tiga kromosom 21 dimana orang normal hanya mempunyai dua saja. Kelebihan kromosom ini akan mengubah keseimbangan genetik tubuh dan mengakibatkan perubahan karakteristik fisik dan kemampuan intelektual, serta gangguan dalam fungsi fisiologi tubuh. Dalam teori yang lain menurut Soeharso (Abdul Salim, 2007:170), “cerebral palsy terdiri dari dua kata, yaitu cerebral yang berasal dari kata cerebrum yang berarti otak dan palsy yang berarti kekakuan”. Jadi menurut arti katanya, cerebral palsy berarti kekakuan yang disebabkan karena sebab-sebab yeng terletak di dalam otak. Sesuai dengan pengertian di atas, cerebral palsy dapat diartikan sebagai kekakuan yang disebabkan oleh sesuatu yang ada di otak. Istilah cerebral palsy dipublikasikan pertama oleh Willam Little pada tahun 1843 dengan istilah “cerebral diplegia”, sebagai akibat dari prematuritas atau asfiksia neonatorum. Dan, istilah cerebral palsy diperkenalkan pertama kali oleh Sir William Osler (Mohamad Efendi: 2006). Istilah cerebral palsy dimaksudkan untuk menerangkan adanya kelainan gerak, sikap ataupun bentuk tubuh, gangguan koordinasi yang disertai dengan gangguan psikologis dan sesnsoris yang disebabkan oleh adanya kerusakan atau kecacatan pada masa perkembangan otak. 2. Etiologi Palsi serebral adalah penyakit dengan berbagai macam penyebab Hal-hal yang diperkirakan sebagai penyebab palsi serebral adalah sebagai berikut : a. Prenatal : Penyebab utama palsi serebral pada periode ini adalah malformasi otak kongenital. Sedangkan penyebab lainnya adalah: infeksi intrauterin (infeksi Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes virus dan sifilis), trauma, asfiksia intrauterin (abrupsio plasenta, plasenta previa, anoksia maternal, kelainan umbilikus, perdarahan plasenta, ibu hipertensi, dan lain- lain), toksemia gravidarum, maternal seizure disorder, dan sangat jarang yaitu faktor genetik, kelainan kromosom. b. Perinatal : Penyebab palsi serebral dalam periode ini antara lain: anoksia / hipoksia yang dialami bayi selama proses kelahiran, trauma (disproporsi sefalopelvik, sectio caesaria), prematuritas, dan hiperbilirubinemia. c. Postnatal : Penyebab palsi serebral dalam periode ini antara lain: trauma kepala, infeksi (meningitis / ensefalitis yang terjadi 6 bulan pertama kehidupan), anoksia , dan luka parut pada otak setelah operasi. 3. Karakteristik Anak Cerebral Palsy Manusia adalah mahluk yang unik dengan ciri-ciri atau karakteristik yang berbeda antara satu dengan yang lain. Begitu juga dengan karakteristik anak cerebral palsy. Karakteristik anak cerebral palsy dapat dilihat dari ciri-ciri yang tampak pada anak-anak cerebral palsy. Penyebab utamanya adalah adanya kerusakan, gangguan atau adanya kelainan yang terjadi pada otak. Menurut Yulianto (Abdul Salim, 2007: 178-182), cerebral palsy diklasifikasikan menjadi enam, yaitu: a. Spasticity Anak yang mengalami kekakuan otot atau ketegangan otot, menyebabkan sebagian otot menjai kaku, gerakan-gerakan lambat dan canggung. b. Athetosis Merupakan salah satu jenis cerebral palsi dengan ciri menonjol, gerakan-gerakan tidak terkontrol, terdapat pada kaki, lengan, tangan, atau otot-otot wajah yang lambat bergeliat-geliut tiba- tiba dan cepat. c. Ataxia Ditandai gerakan-gerakan tidak terorganisasi dan kehilangan keseimbangan. Jadi keseimbangan buruk, ia mengalami kesulitan untuk memulai duduk dan berdiri. d. Tremor Ditandai dengan adanya otot yang sangat kaku, demikian juga gerakannya, otot terlalu tegang diseluruh tubuh, cenderung menyerupai robot waktu berjalan tahan-tahan dan kaku. e. Rigiditi Ditandai dengan adanya gerakan-gerakan yang kecil tanpa disadari, dengan irama tetap. Lebih mirip dengan getaran. f. Campuran Yang disebut dengan campuran anak yang memiliki beberapa jenis kelainan cerebral palsy. Dari pendapat Yulianto (Abdul Salim, 2007: 178-182) di atas, cerebral palsy mempunyai karakteristik sebagai berikut: mengalami kekakuan kekakuan otot; terdapat gerakan-gerakan yang tidak terkontrol pada kaki, tangan. lengan, dan otot-otot wajah; hilangnya keseimbangan yang ditandai dengan gerakan yang tidak terorganisasi; otot mengalami kekakuan sehingga seperti robot apabila sedang berjalan; adanya gerakangerakan kecil tanpa disadari; dan anak mengalami beberapa kondisi campuran. Dalam teori yang lain, Bakwin-bakwin (Sutjihati Somantri, 2006:122), cerebral palsy dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a. Spasticity Kerusakan pada kortex cerebellum yang menyebabkan hiperaktive reflex dan strech relex. Spasticity dapat dibedakan menjadi: 1) Paraplegia, apabila kelainan menyerang kedua tungkai. 2) Quadriplegia, apabila kelainan menyerang kedua tungkai dan kedua tangan. 3) Hemiplegia, apabila kelainan menyerang satu lengan dan satu tungkai dengan terletak pada belahan tubuh yang sama. b. Athetosis Kerusakan pada bangsal banglia yang mengakibatkan gerakan-gerakan menjadi tidak terkendali dan terarah. c. Ataxsia Kerusakan otot pada cerebellum yang mengakibatkan gagguan pada keseimbangan. d. Tremor Kerusakan pada bangsal ganglia yang berakibat timbulnya getaran-getaran berirama, baik yang bertujuan meupun yang tidak bertujuan. e. Rigiditi Kerusakan pada bangsal ganglia yang mengakibatkan kekakuan pada otot. Dari pendapat Bakwin-bakwin (Sutjihati Somantri, 2006: 122) di atas, cerebral palsy mempunyai karakteristik sebagai berikut: mengalami kelainan pada satu atau kedua tungkai dan juga tangan yang disebabkan kerusakan kortex cerebellum yang menyebabkan hiperaktive dan strech relex; adanya gerakan-gerakan yang tidak terkendali dan terarah yang diakibatkan kerusakan pada bangsal banglia; adanya gangguan keseimbangan yang diakibatkan kerusakan otot pada cerebellum; terjadi getaran-getaran berirama, baik yang bertujuan maupun yang tidak bertujuan yang diakibatkan kerusakan pada bangsal banglia; dan kekakuan otot yang diakibatkan kerusakan pada bagsal banglia. Menurut Yulianto (Abdul Salim, 2007: 178-182), karakteristik cerebral palsy dibagi sesua dengan derajat kemampuan fungsional. Adapun karakteristik cerebral palsy sesuai dengan derajat kemampuan fungsional yaitu: a. Golongan Ringan Cerebral palsy golongan ringan umumnya dapat hidup bersama anak-anak sehat lainnya, kelainan yang dialami tidak mengganggu dalam kegiatan sehari-hari, maupun dalam mengikuti pendidikan. b. Golongan Sedang Cerebral palsy yang termasuk sedang sudah kelihatan adanya pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya sendiri, dapat bergerak atau bicara. Anak memerlukan alat bantuan khusus untuk memperbaiki pola geraknya. c. Golongan Berat Cerebral palsy yang termasuk berat sudah menunjukkan kelainan yang sedemikian rupa, sama sekali sulit melakukan kegiatan dan tidak mungkin dapat hidup tanpa bantuan orang lain. 4. Manifestasi Klinis dan Klasifikasi a) Palsi serebral spastik Merupakan bentuk palsi serebral terbanyak (70-110%). Pada kondisi ini, otot mengalami kekakuan dan secara permanen akan mengalami kontraktur. Jika kedua tungkai mengalami spastisitas, ketika penderita berjalan, kedua tungkai tampak bergerak kaku dan lurus. Gambaran klinis ini membentuk karakteristik ritme berjalan, yang dikenal dengan gait gunting (scissors gait). Anak dengan spastik hemiplegi, dapat disertai tremor hemiparesis. Penderita tidak dapat mengendalikan gerakan b) Palsi serebral atetoid Bentuk palsi serebral ini memiliki karakteristik: penderita tidak bisa mengendalikan gerakan menggeliat dan gerakannya lamban. Gerakan abnormal ini mengenai tangan, kaki, lengan atau tungkai dan pada sebagian besar kasus , otot dan lidah. Akibatnya, anak tampak menyeringai dan selalu mengeluarkan air liur. Penderita juga mengalami masalah koordinasi gerakan otot bicara (disartria), palsi serebral atetoid terjadi pada 11-19 % penderita palsi serebral. c) Palsi serebral ataksid Pada kondisi ini terjadi gangguan dalam fungsi keseimbangan dan koordinasi gerakan. Berjalan tidak stabil dengan gaya berjalan kaki terbuka lebar dan meletakkan kedua kaki dengan posisi saling berjauhan. Penderita juga kesulitan melakukan gerakan cepat dan tepat, misalnya menulis dan mengancingkan baju. Mereka juga gemetaran. d) Palsi serebral campuran Kondisi ini sering ditemukan pada seorang penderita. Biasanya penderita memiliki lebih dari satu bentuk palsi serebral. Bentuk campuran yang sering dijumpai adalah spastik dan gerakan atetoid. Tetapi, kombinasi lainnya juga mungkin dijumpai 5. Dampak Dari Cerebral Palsy Cerbral palsy dapat berdampak pada keadaan kejiwaan yang banyak dialami adalah kurannya ketenangan. Anak cerebral palsy tidak dapat stabil, sehingga menyulitkan pendidik untuk mengikat (mengarahkan) kepada suatu pelajaran atau latihan. “Anak cerebral palsy dapat juga bersikap depresif, seakan-akan melihat sesuatu dengan putus asa atau sebaliknya agresif dengan bentuk pemarah, ketidak sabaran atau jengkel, yang akhirnya sampai kejang “. (Mumpuniarti, 2001: 101). Pendapat lain yang dikemukakan oleh Mohammad Efendi (2006: 126). Kondisi ketunadaksaan pada anak sebagian besar menimbulkan kesulitan belajar dan perkembangan kognitifnya. Khsusunya anak cerebral palsy selain mengalami kesulitan dalam belajar dan perkembangan fungsi kognitifnya, mereka pun seringkali mengalami kesulitan dalam komunikasi, persepsi, maupun kontrol gerakan, bahkan beberapa penelitian sebagian besar diketahui terbelakang mental (tunagrahita). Sedangkan menurut Abdul Salim (2007: 184-176), kelainan fungsi dapat terjadi tergantung dari jenis cerebral palsy dan berat ringannya kelainan, antara lain: a. Kelainan fungsi mobilitas Kelainan fungsi mobilitas dapat diakibatkan oleh adanya kelumpuhan anggota gerak tubuh, baik anggota gerak atas maupun anggota gerak bawah, sehingga anak dalam melakukan mobilitas mengalami hambatan. b. Kelainan fungsi komunikasi Kelainan ini dapat timbul karena adanya kelumpuhan pada otot-otot mulut dan kelainan pada alat bicara. Kelainan tersebut mengakibatkan kemampuan anak untuk berkomunikasi secara lisan mengalami hambatan. c. Kelainan fungsi mental Kelainan fungsi mental dapat terjadi terutama pada anak cerebral palsy dengan potensi mental normal. Oleh karena ada hambatan fisik yang berhubungan dengan fungsi gerak dan perlakuan yang keliru, mengakibatkan anak yang sebenarnya cerdas akan tampak tidak dapat menampikan kemampuannya secara maksimal. Penatalaksanaan Perlu ditekankan pada orang tua dari anak dengan kelainan ini, bahwa tujuan pengobatan bukan membuat anak menjadi normal seperti anak lainnya, tetapi mengembangkan kemampuan yang ada seoptimal mungkin, sehingga diharapkan dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan atau dengan sedikit bantuan. 1. Aspek Medis a. Aspek gizi umum i. Gizi: gizi yang baik perlu bagi setiap anak, khususnya bagi penderita ini karena sering terdapat kelainan pada gigi, kesulitan menelan, dan sukar untuk menyatakan keinginan untuk makan. Pencatatan rutin perkembangan berat badan perlu dilakukan ii. Imunisasi dan perawatan kesehatan tetap dilakukan iii. Sering terjadi konstipasi dan decubitus b. Terapi medikamentosa: sesuai kebutuhan anak, seperti obat relaksasi otot, anti kejang, dan lain-lain c. Terapi pembedahan ortopedi. Misalkan pada kasus tendon yang memendek. Tujuan pembedahan adalah untuk stabilitas, melemahkan otot yang terlalu kuat, atau untuk transfer dari fungsi d. Fisioterapi i. Teknik tradisional: latihan luas gerak sendi, stretching, latihan penguatan dan peningkatan daya tahan otot, latihan duduk, berdiri, pindah, jalan ii. Motor function training iii. Terapi okupasi iv. Ortotik, bertujuan untuk stabilitas, mencegah kontraktur, mencegah deformitas agar tangan lebih berfungsi e. Terapi wicara 2. Aspek non medis a. Pendidikan: apabila terdapat kecatatan mental, disekolahkan di SLB b. Pekerjaan c. Problem sosial d. Lain-lain Prognosis Kesembuhan dalam arti regenerasi otak yang sesungguhnya, tidak pernah terjadi pada palsi serebralis. Tetapi akan terjadi perbaikan sesuai dengan tingkat maturitas otak yang sehat sebagi kompensasinya. Pengamatan jangka panjang yang dilakukan oleh Cooper menunjukkan adanya tendensi perbaikan fungsi koordinasi dan fungsi motorik dengan bertambahkan umur anak yang mendapat stimulasi yang baik. Di Inggris dan Skandinavia sebanyak 20-30% dari penderita dengan kelainan ini mampu sebagai buruh penuh. Sedangkan 30-35% penderita yang disertai dengann retardasi mental, membutuhkan perawatan khusus. Prognosis paling baik pada derajat fungsional ringan. Prognosis bertambah berat apabla disertai retardasi mental, bangkitan kejang, gangguan penglihatan dan pendengaran. Angka kematian penyakit ini adalah 53% pada tahun pertama dan 11% meninggal pada umur 7 tahun. B. Global Development Delay 1. Definisi Global development delay (GDD) ialah kecacatan perkembangan dalam arti terdapat adanya penundaan yang signifikan pada dua/lebih domain perkembangan antara lain : personal sosial, gross motor (motorik kasar), fine motor (motorik halus), bahasa, kognitif dan aktivitas sehari-hari. Global development delay menjadi faktor utama dari sebagian besar neurodevelopmental disorder. Pada anak dengan global development delay umumnya terjadi pada umur dibawah 5 tahun (Van et al., 2017). 2. Epidimiologi Prevalensi KPG sekitar 5-10% pada anak di seluruh dunia, sedangkan di Amerika Serikat angka kejadian KPG diperkirakan 1%-3% dari anak-anak berumur<5 tahun. Penelitian oleh Suwarba dkk.4 di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta mendapatkan prevalensi KPG adalah 2,3%. Etiologi KPG sangat bervariasi, sekitar 80% akibat sindrom genetik atau abnormalitas kromosom, asfiksia perinatal, disgenesis serebral dan deprivasi psikososial sedangkan 20%nya belum diketahui. Sekitar 42% dari etiologi keterlambatan perkembangan global dapat dicegah seperti paparan toksin, deprivasi psikososial dan infeksi intra uterin, serta asfiksia perinatal. Menurut penelitian Deborah M dkk.5 prevalensi KPG di Poliklinik Anak RSUP Sanglah adalah 1,8% dan sering ditemukan pada anak berumur lebih dari 12 bulan (67%). Rasio laki-laki dan perempuan hampir sama 1:1,12. Keluhan terbanyak adalah belum bisa berbicara pada 16 (24%), belum bisa berbicara dan berjalan pada 14 (21%), serta belum bisa berjalan pada 12 (18%) pasien. Didapatkan 20% berat badan lahir rendah dan berat badan lahir sangat rendah, ibu berpendidikan menengah ditemukan pada 68% kasus. Karakteristik klinis didapatkan 30% gizi kurang, 29% mikrosefali, 20% dicurigai suatu sindrom. Evaluasi perkembangan menunjukkan 40 (60%) terlambat pada seluruh sektor perkembangan. Etiologi ditemukan pada 61% dengan penyebab terbanyak adalah kelainan majemuk, hipotiroid, serebral disgenesis, palsi serebral. Evaluasi dan investigasi pada anak dengan global development delay mengungkapkan penyebab 50-70% dari kasus ini. Pada kasus ini dapat meninggalkan minoritas yang besar, jika dibandingkan dengan anak seusianya. Mulai dari terlambatnya kemampuan fungsionalnya hingga retardasi mental. Anak dengan global development delay bisa saja mengalami retardasi mental selain dari keterlambatan pada fungsionalnya, tapi tidak semua anak dengan GDD mengalaminya. Semua tergantung pada penyebab yang membuat kondisi anak mengalami keterbelakangan mental (Walters, 2010). 3. Etiologi Penyebab gangguan perkembangan tidak diketahui, tetapi hipotesis adalah termasuk penyebab organik dan perkembangan. Faktor resikonya adalah prematuritas, hipoksia, malnutrisi perinatal, dan berat badan lahir rendah. Kelainan neurokimiawi dan lesi lobus parietalis juga telah diajukan berperan dalam defisit koordinasi. Penyebab yang dapat memicu terjadinya GDD adalah faktor yang diperoleh karena suatu penyebab antara lain : a. b. Penyabab saat Prenatal / Perinatal : 1. Terpapar teratogens atau racun 2. Asfiksia intrapartum 3. Prematur 4. Infeksi kongenital 5. Kongenital hipotiroidisme 6. Trauma saat kelahiran 7. Hemoragic intracranial Penyebab saat Postnatal : 1. Infeksi (meningitis, ensefalitis) 2. Trauma otak 3. Penyebab dari lingkungan, misalnya kurangnya nutrisi (Pediatric Clerkship – University of Chicago, 2012). Penyebab lain GDD antara lain genetik atau sindromik, metabolik, endokrin, trauma, penyebab dari lingkungan, malformasi serebral, cerebral palsy, infeksi, dan toxin (Walters, 2010). Salah satu penyebab GDD pada beberapa kasus yaitu akibat infeksi seperti virus rubella. Pada ibu yang telah terinfeksi virus rubella, maka virus ini akan terbawa oleh aliran darah ibu. Virus akan menginfeksi janin yang berada dalam kandungan ibu melewati tali pusat janin. Virus yang berhasil menembus dinding penghalang plasenta, maka dipastikan janin akan terinfeksi. Beberapa kemungkinan seperti keguguran dan immaturasi otak yang menyebabkan gangguan lain. Jangka waktunya kurang lebih 5 hari setelah konsepsi (Ramadhan, 2012). 4. Patogenesis dan Gejala Klinis Virus yang berhasil menginfeksi janin maka, akan merusak sistem pada janin. Kerusakan sistem ini yang membuat anak lahir dengan gejala penyerta seperti gangguan pendengaran serta penglihatan (Matalia and Shirke, 2016). Hal ini juga menjadi pemicu terjadinya gangguan perkembangan pada anak, tapi keterlambatan perkembangan ini sering tidak diperhatikan oleh orang tua. Untuk itu terdapat beberapa tanda dan gejala yang bisa membantu orang tua untuk memantau perkembangan anak antara lain : a. Anak belum mampu duduk mandiri / tanpa bantuan saau usia 8 bulan b. Belum mampu merangkak pada usia 12 bulan c. Kemampuan sosial/interaksi yang buruk d. Umur 6 bulan belum mampu untuk berguling secara mandiri e. Memiliki masalah komunikasi f. Masalah pada perkembangan motorik kasar dan halus (Shields, 2009; IDAI, 2013). Mengetahui adanya KPG memerlukan usaha karena memerlukan perhatian dalam beberapa hal. Padahal beberapa pasien seringkali merasa tidak nyaman bila diperhatikan. Akhirnya membuat orang tua sekaligus dokter untuk agar lebih jeli dalam melihat gejala dan hal yang dilakukan oleh pasien tersebut. Screening prosedur yang dilakukan dokter, dapat membantu menggali gejala dan akan berbeda jika screening dilakukan dalam sekali kunjungan dengan screening dengan beberapa kali kunjungan karena data mengenai panjang badan, lingkar kepala, lingkar lengan atas dan berat badan. Mengacu pada pengertian KPG yang berpatokan pada kegagalan perkembangan dua atau lebih domain motorik kasar, motorik halus, bicara, bahasa, kognitif, sosial, personal dan kebiasaan sehari-hari di mana belum diketahui penyebab dari kegagalan perkembangan ini. Terdapat hal spesifik yang dapat mengarahkan kepada diagnosa klinik KPG terkait ketidakmampuan anak dalam perkembangan Milestones yang seharusnya, yaitu10,11: 1. Anak tidak dapat duduk di lantai tanpa bantuan pada umur 8 bulan 2. Anak tidak dapat merangkak pada 12 bulan 3. Anak memiliki kemampuan bersosial yang buruk 4. Anak tidak dapat berguling pada umur 6 bulan 5. Anak memiliki masalah komunikasi 6. Anak memiliki masalah pada perkembangan motorik kasar dan halus Selain tanda dan gejala yang ada, kita bisa melakukan serangkain tes yang bisa dilakukan untuk mengetahui penyebab lebih pasti dari delay yang terjadi pada anak. Serangkaian tes yang diperlukan untuk menunjang diagnosa adalah : a. Skrining metabolik Bertujuan untuk mengetahui apakah ada kelainan genetik bawaan yang berkaitan dengan metabolisme pada anak. Skrining metabolik yang dilakukan antara lain : serum asam amino, serum glukosa, bikarbonat, laktat, piruvat, ammonia dan creatinine kinase. Tes ini dianjurkan bila ditemukan adanya riwayat yang mengarah pada suatu etiologi spesifik. b. EEG (Electroencephalography) Pemeriksaan ini dilakukan jika anak memiliki riwayat epilepsi. Tes ini juga bisa digunakan untuk anak dengan kecurigaan ADHD dan pada tes dengan DSM-IV anak positif menunjukan gejala ADHD. Pemeriksaan ini belum memiliki data yang cukup sehingga tidak disarankan untuk anak yang tidak memiliki riwayat epilepsi atau kecurigaan gangguan yang melibatkan otak. c. Chromosomal microarray DNA test Tes genetika mikroarray kromosomal saat ini menjadi tes lini pertama pada anak dengan global development delay yang digunakan untuk evaluasi. Umumnya pada beberapa anak dengan global development delay, analisis mikroarray dapat membantu untuk menganalisis kelainan yang tidak diketahui. d. Tes lain yang berkaitan Tes lain yang berkaitan dengan diagnosa kelainan pada anak yang perlu dilakukan antara lain : 1. Tes sitogenik yang bertujuan untuk menentukan sindrom yang spesifik 2. Tes pendengaran dan penglihatan 3. Tes untuk infeksi TORCH 4. Tes sindrom fragile X 5. Tes sindrom rett 6. Skrining tiroid dan lain sebagainya (American Academy of Neurology, 2002) Perkembangan setiap anak memiliki keunikan tersendiri dan kecepatan pencapaian perkembangan tiap anak berbeda. Kisaran waktu pencapaian tiap tahap perkembangan umumnya cukup besar, misalnya seorang anak dikatakan normal jika ia dapat berjalan mulai usia 10 hingga 18 bulan, sehingga seringkali terjadi perbedaan perkembangan di antara anak yang seusia. Untuk itu, orang tua perlu mengenal tanda bahaya (red flag) perkembangan anak. Untuk mengetahui apakah seorang anak mengalami keterlambatan perkembangan umum, perlu data / laporan atau keluhan orang tua dan pemeriksaan deteksi dini atau screening perkembangan pada anak. Deteksi dini merupakan suatu upaya yang dilaksanakan secara komprehensif untuk menemukan penyimpangan tumbuh kembang dan mengetahui serta mengenal faktor resiko pada anak usia dini. Melalui deteksi dini dapat diketahui penyimpangan tumbuh kembang anak secara dini, sehingga upaya pencegahan, stimulasi, penyembuhan serta pemulihan dapat diberikan dengan indikasi yang jelas pada masa proses tumbuh kembang. Penilaian pertumbuhan dan perkembangan meliputi dua hal pokok, yaitu penilaian pertumbuhan fisik dan penilaian perkembangan. Secara umum, keterlambatan perkembangan umum pada anak dapat dilihat dari beberapa tanda bahaya (red flag) perkembangan anak sederhana seperti yang tercantum di bawah: 1. Tanda bahaya perkembangan motor kasar a. Gerakan yang asimetris atau tidak seimbang misalnya antara anggota tubuh bagian kiri dan kanan. b. Menetapnya refleks primitif (refleks yang muncul saat bayi) hingga lebih dari usia 6 bulan. c. Hiper atau hipotonia atau gangguan tonus otot. d. Hiper atau hiporefleksia atau gangguan refleks tubuh. e. Adanya gerakan yang tidak terkontrol. 2. Tanda bahaya gangguan motor halus a. Bayi masih menggenggam setelah usia 4 bulan. b. Adanya dominasi satu tangan (handedness) sebelum usia 1 tahun. c. Eksplorasi oral (seperti memasukkan mainan ke dalam mulut) masih sangat dominan setelah usia 14 bulan. d. Perhatian penglihatan yang inkonsisten. 3. Tanda bahaya bicara dan bahasa (ekspresif) a. Kurangnya kemampuan menunjuk untuk memperlihatkan ketertarikan terhadap suatu benda pada usia 20 bulan. b. Ketidakmampuan membuat frase yang bermakna setelah 24 bulan. c. Orang tua masih tidak mengerti perkataan anak pada usia 30 bulan. 4. Tanda bahaya bicara dan bahasa (reseptif) a. Perhatian atau respons yang tidak konsisten terhadap suara atau bunyi, misalnya saat dipanggil tidak selalu memberi respon. b. Kurangnya join attention atau kemampuan berbagi perhatian atau ketertarikan dengan orang lain pada usia 20 bulan. c. Sering mengulang ucapan orang lain (membeo) setelah usia 30 bulan. 5. Tanda bahaya gangguan sosio-emosional a. 6 bulan: jarang senyum atau ekspresi kesenangan lain b. 9 bulan: kurang bersuara dan menunjukkan ekspresi wajah c. 12 bulan: tidak merespon panggilan namanya d. 15 bulan: belum ada kata e. 18 bulan: tidak bisa bermain pura-pura f. 24 bulan: belum ada gabungan 2 kata yang berarti g. Segala usia: tidak adanya babbling, bicara, dan kemampuan bersosialisasi atau interaksi 6. Tanda bahaya gangguan kognitif a. 2 bulan: kurangnya fixation b. 4 bulan: kurangnya kemampuan mata mengikuti gerak benda c. 6 bulan: belum berespon atau mencari sumber suara d. 9 bulan: belum babbling seperti ‘mama’, ‘baba’ e. 24 bulan: belum ada kata berarti f. 36 bulan: belum dapat merangkai 3 kata Berbagai metode screening yang lebih mutakhir dan global untuk deteksi dini gangguan bicara juga dikembangkan dengan menggunakan alat bantu atau panduan skala khusus, misalnya: menggunakan DDST (Denver Developmental Screening Test – II), Child Development Inventory untuk menilai kemampuan motorik kasar dan motorik halus, Ages and Stages Questionnaire, Parent’s Evaluations of Developmental Status.Serta dapat menggunakan alat-alat screening yang lebih Spesifik dan khusus yaitu ELMS (Early Language Milestone Scale) dan CLAMS (Clinical Linguistic and Milestone Scale) yang dipakai untuk menilai kemampuan bahasa ekspresif, reseptif, dan visual untuk anak di bawah 3 tahun. 5. Diagnosis Anamnesis Dokter memulai anamnesis dengan mendengarkan penjelasan orang tua secara seksama tentang perkembangan anaknya. Orang tua dapat mencatat setiap keterlambatan perkembangan, perubahan tubuh, dan kurang responsifnya anak tersebut, sehingga perlu perhatian khusus. Tiap orang tua tentunya memiliki daerah perhatian yang berbeda. Penggalian anamnesis secara sistematis meliputi resiko biologi akibat dari gangguan prenatal atau perinatal, perubahan lingkungan akibat salah asuh, dan akibat dari penyakit primer yang sudah secara jelas terdiagnosis saat masih bayi. Tabel. Anamnesis Keterlambatan Perkembangan Global menurut First Lewis dan Judith, 1994 Contohnya dari pandangan biologi, bayi dengan berat badan lahir rendah seringkali beresiko terhadap angka kejadian perdarahan intraventrikel, sepsis atau meningitis, gangguan metabolik, dan defisit nutrisi yang dapat secara langsung memengaruhi perkembangan otak. Anak dengan resiko lingkungan termasuk di dalamnya ibu yang masih muda dan tidak berpengalaman serta ibu yang tidak sehat secara individu atau kekurangan finansial. Anak yang hidup dalam keluarga bermasalah akibat obat-obatan terlarang, minuman keras dan kekerasan sering menyebabkan hasil buruk. Anak dengan faktor resiko kondisi medis seperti myelomeningocele, sensorineural deafness, atau trisomi 21 diketahui memiliki hubungan dengan keterlambatan perkembangan anak. Perhatian saat ini sering pula akibat dari infeksi virus HIV. Kurangnya motorik Milestones, perubahan perilaku, aspek kognitif buruk, serta perubahan fungsi serebelum dalam tahun pertama sering dihubungkan dengan HIV. Pemeriksaan Fisik Faktor risiko untuk keterlambatan dapat dideteksi dari pemeriksaan fisik. Pengukuran lingkar kepala (yang mengindikasikan mikrosefali atau makrosefali) adalah bagian penting dalam pemeriksaan fisik. Perubahan bentuk tubuh sering dihubungkan dengan kelainan kromosom, atau faktor penyakit genetik lain sulit dilihat dalam pemeriksaan yang cepat.10 Sebagai tambahan, pemeriksaan secara terstruktur dari mata, yaitu fungsi penglihatan dapat dilakukan saat bayi, dengan menggunakan pemeriksaan sederhana seperti meminta mengikuti arah cahaya lampu. Saat anak sudah memasuki usia pra sekolah, pemeriksaan yang lebih mendalam diperlukan seperti visus, selain itu pemeriksaan saat mata istirahat ditemukan ada atau tidaknya strabismus. Pada pendengaran, dapat pula dilakukan test dengan menggunakan brainstem evoked potentials (BERA) pada bayi. Pada usia 3-4 tahun, pendengaran dapat diperiksa menggunakan audiometer portable. Pemeriksaan telinga untuk mencari tanda dari infeksi otitis media menjadi hal yang penting untuk dilakukan karena bila terjadi secara kontinyu akan menyebabkan gangguan pendengaran ringan. Pemeriksaan kulit secara menyeluruh dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyakit ektodermal seperti tuberous sklerosis atau neurofibromatosis yang dihubungkan dengan developmental delay. Pemeriksaan fisik juga harus dilakukan meliputi pemeriksaan neurologi yang berhubungan dengan perkembangan seperti adanya refleks primitif, yaitu refleks Moro, hipertonia atau hipotonia, atau adanya gangguan tonus. Pemeriksaan Penunjang Secara umum, pemeriksaan laboratorium untuk anak dengan kemungkinan gangguan perkembangan tidak dibedakan dengan tes screening yang dilakukan pada anak yang sehat. Hal ini penting dan dilakukan secara periodik. Adapun beberapa pemeriksaan penunjangnya antara lain11,12: a. Screening metabolik Screening metabolik meliputi pemeriksaan: serum asam amino, serum glukosa, bikarbonat, laktat, piruvat, amonia, dan creatinin kinase. Pemeriksaan metabolik rutin untuk bayi baru lahir dengan gangguan metabolisme tidak dianjurkan sebagai evaluasi inisial pada KPG. Pemeriksaan metabolik dilakukan hanya bila didapatkan riwayat dari anamnesis atau temuan pemeriksaan fisik yang mengarah pada suatu etiologi yang spesifik. Sebagai contohnya, bila anak-anak dicurigai memiliki masalah dengan gangguan motorik atau disabilitas kognitif, pemeriksaan asam amino dan asam organik dapat dilakukan. Anak dengan gangguan tonus otot harus discreening dengan menggunakan kreatinin phospokinase atau aldolase untuk melihat adanya kemungkin penyakit muscular dystrophy. b. Tes sitogenetik Tes sitogenetik rutin dilakukan pada anak dengan KPG meskipun tidak ditemukan dismorfik atau pada anak dengan gejala klinis yang menunjukkan suatu sindrom yang spesifik. Uji mutasi Fragile X, dilakukan bila adanya riwayat keluarga dengan KPG. Meskipun screening untuk Fragile X lebih sering dilakukan anak laki-laki karena insiden yang lebih tinggi dan tingkat keparahan yang lebih buruk, screening pada wanita juga mungkin saja dilakukan bila terdapat indikasi yang jelas. Diagnosis Syndrome Rett perlu dipertimbangkan pada wanita dengan retardasi mental sedang hingga berat yang tidak dapat dijelaskan. c. Screening tiroid Pemeriksaan tiroid pada kondisi bayi baru lahir dengan hipotiroid kongenital perlu dilakukan. Namun, screening tiroid pada anak dengan KPG hanya dilakukan bila terdapat klinis yang jelas mengarah pada disfungsi tiroid. d. EEG Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada anak dengan KPG yang memiliki riwayat epilepsi atau sindrom epileptik yang spesifik (Landau-Kleffner). Belum terdapat data yang cukup mengenai pemeriksaan ini sehingga belum dapat digunakan sebagai rekomendasi pemeriksaan pada anak dengan KPG tanpa riwayat epilepsi. e. Imaging Pemeriksaan imaging direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin pada KPG (terlebih bila ada temuan fisik berupa mikrosefali). Bila tersedia MRI harus lebih dipilih dibandingkan CT scan jika sudah ditegakkan diagnosis secara klinis sebelumnya. Penatalaksanaan Perlu ditekankan pada orang tua dari anak dengan kelainan ini, bahwa tujuan pengobatan bukan membuat anak menjadi normal seperti anak lainnya, tetapi mengembangkan kemampuan yang ada seoptimal mungkin, sehingga diharapkan dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan atau dengan sedikit bantuan. Pengobatan bagi anak-anak dengan KPG hingga saat ini masih belum ditemukan. Hal itu disebabkan oleh karakter anak-anak yang unik, di mana anakanak belajar dan berkembang dengan cara mereka sendiri berdasarkan kemampuan dan kelemahan masing-masing. Sehingga penanganan KPG dilakukan sebagai suatu intervensi awal disertai penanganan pada faktor-faktor yang beresiko menyebabkannya. Intervensi yang dilakukan, antara lain6,9,12: 1. Speech and Language Therapy Speech and Language Therapy dilakukan pada anak-anak dengan kondisi CP, autism, kehilangan pendengaran, dan KPG. Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berbicara, berbahasa dan oral motoric abilities. Metode yang dilakukan bervariasi tergantung dengan kondisi dari anak tersebut. Salah satunya, metode menggunakan jari, siulan, sedotan atau barang yang dapat membantu anak-anak untuk belajar mengendalikan otot pada mulut, lidah dan tenggorokan. Metode tersebut digunakan pada anak-anak dengan gangguan pengucapan. Dalam terapi ini, terapis menggunakan alat-alat yang membuat anak-anak tertarik untuk terus belajar dan mengikuti terapi tersebut. 2. Occupational Therapy Terapi ini bertujuan untuk membantu anak-anak untuk menjadi lebih mandiri dalam menghadapi permasalahan tugasnya. Pada anak-anak, tugas mereka antara bermain, belajar dan melakukan kegiatan sehari-hari seperti mandi, memakai pakaian, makan, dan lain-lain. Sehingga anak-anak yang mengalami kemunduran pada kemampuan kognitif, terapi ini dapat membantu mereka meningkatkan kemampuannya untuk menghadapi permasalahannya. 3. Physical Therapy Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar dan halus, keseimbangan dan koordinasinya, kekuatan dan daya tahannya. Kemampuan motorik kasar yakni kemampuan untuk menggunakan otot yang besar seperti berguling, merangkak, berjalan, berlari, atau melompat. Kemampuan motorik halus yakni menggunakan otot yang lebih kecil seperti kemampuan mengambil barang. Dalam terapi, terapis akan memantau perkembangan dari anak dilihat dari fungsi, kekuatan, daya tahan otot dan sendi, dan kemampuan motorik oralnya. Pada pelaksanaannya, terapi ini dilakukan oleh terapi dan orang-orang yang berada dekat dengan anak tersebut. Sehingga terapi ini dapat mencapai tujuan yang diinginkan. 4. Behavioral Therapies Anak-anak dengan delay development akan mengalami stress pada dirinya dan memiliki efek kepada keluarganya. Anak-anak akan bersikap agresif atau buruk seperti melempar barangbarang, menggigit, menarik rambut, dan lain-lain. Behavioral therapy merupakan psikoterapi yang berfokus untuk mengurangi masalah sikap dan meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi. Terapi ini dapat dikombinasikan dengan terapi yang lain dalam pelaksanaanya. Namun, terapi ini bertolak belakang dengan terapi kognitif. Hal itu terlihat pada terapi kognitif yang lebih fokus terhadap pikiran dan emosional yang mempengaruhi sikap tertentu, sedangkan behavioural therapy dilakukan dengan mengubah dan mengurangi sikap-sikap yang tidak diinginkan. Beberapa terapis mengkombinasikan kedua terapi tersebut, yang disebut cognitive-behavioural therapy. Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada anak-anak dengan KPG, yakni kemunduran perkembangan pada anak-anak yang makin memberat. Jika tidak tertangani dengan baik, dapat mempengaruhi kemampuan yang lain, khususnya aspek psikologi dari anak itu sendiri. Salah satunya, anak akan mengalami depresi akibat ketidakmampuan dirinya dalam menghadapi permasalahannya, sehingga anak itu dapat bersikap negatif atau agresif. Prognosis Prognosis KPG pada anak-anak dipengaruhi oleh pemberian terapi dan penegakkan diagnosis lebih dini (early identification and treatment). Dengan pemberian terapi yang tepat, sebagian besar anak-anak memberikan respon yang baik terhadap perkembangannya. Walau beberapa anak tetap menjalani terapi hingga dewasa. Hal tersebut karena kemampuan anak itu sendiri dalam menanggapi terapinya. Beberapa anak yang mengalami kondisi yang progresif (faktorfaktor yang dapat merusak sistem saraf seiring berjalannya waktu), akan menunjukkan perkembangan yang tidak berubah dari sebelumnya atau mengalami kemunduran. Sehingga terapi yang dilakukan yakni meningkatkan kemampuan dari anak tersebut untuk menjalani kesehariannya. C. Tahap Perkembangan Normal pada Anak 1. Ciri-ciri dan Prinsip-prinsip Tumbuh Kembang Anak Anak memiliki suatu ciri khas yaitu selalu tumbuh dan berkembang sejak konsepsi sampai berakhirnya masa remaja. Hal ini yang membedakan anak dengan dewasa. Anak menunjukkan ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan yang sesuai dengan usianya. Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan interselular, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat. Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan peristiwa yang terjadi secara simultan. Berbeda dengan pertumbuhan, perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya, misalnya perkembangan sistem neuromuskular, kemampuan bicara, emosi, dan sosialisasi. Kesemua fungsi tersebut berperan penting dalam kehidupan manusia yang utuh. Seiring dengan berjalannya waktu, anak akan terus mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan. Proses tumbuh kembang anak memiliki ciri-ciri yang satu sama lainnya saling berkaitan. Ciri-ciri tersebut antara lain perkembangan menimbulkan perubahan, pertumbuhan dan perkembangan pada tahap awal menentukan perkembangan selanjutnya, pertumbuhan dan perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda, perkembangan berkorelasi dengan pertumbuhan, perkembangan mempunyai pola yang tetap, serta perkembangan memiliki tahap yang berurutan. Selain memiliki ciri-ciri yang khusus, proses tumbuh kembang anak juga memiliki prinsip-prinsip yang saling berkaitan. Prinsip-prinsip dapat digunakan sebagai kaidah atau pegangan dalam memantau pertumbuhan dan perkembangan anak. Terdapat dua prinsip proses tumbuh kembang, yaitu perkembangan merupakan hasil proses kematangan dan belajar, serta pola perkembangan dapat diramalkan. 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tumbuh Kembang Anak Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan normal yang merupakan hasil interaksi banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut antara lain faktor Internal, diantaranya ras/etnik atau bangsa, keluarga, umur, jenis kelamin, genetik, dan kelainan kromosom; faktor eksternal, diantaranya faktor prenatal (gizi, mekanis, toksin/zat kimia, endokrin, radiasi, infeksi, kelainan imunologi, anoksia embrio, dan psikologi ibu), faktor persalinan, faktor pasca persalinan (gizi, penyakit kronis/kelainan kongenital, lingkungan fisis dan kimia, psikologis, endokrin, sosio-ekonomi, lingkungan pengasuhan, stimulasi, dan obatobatan). 3. Aspek-aspek Perkembangan yang Dipantau Aspek-aspek perkembangan yang dipantau meliputi: a. Motorik kasar, adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan otot-otot besar seperti duduk, berdiri, dan sebagainya. b. Motorik halus, adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat seperti mengamati sesuatu, menjimpit, menulis, dan sebagainya. c. Kemampuan bicara dan bahasa, adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara, berbicara, berkomunikasi, mengikuti perintah, dan sebagainya. d. Sosialisasi dan kemandirian, adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri anak (makan sendiri, membereskan mainan selesai bermain), berpisah dengan ibu atau pengasuh anak, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya, dan sebagainya. 4. Periode Tumbuh Kembang Anak Tumbuh kembang anak berlangsung secara teratur, saling berkaitan dan berkesinambungan yang dimulai sejak konsepsi hingga dewasa. Tumbuh kembang anak terbagi dalam beberapa periode. Periode tumbuh kembang anak adalah sebagai berikut: a. Masa prenatal atau masa intra uterin Masa ini dibagi menjadi 3 periode, yaitu: i. Masa zigot/mudigah, sejak saat konsepsi sampai umur kehamilan 2 minggu. ii. Masa embrio, sejak umur kehamilan 2 minggu sampai 8/12 minggu. Ovum yang telah dibuahi dengan cepat akan menjadi suatu organisme, terjadi diferensiasi yang berlangsung cepat, terbentuk sistem organ dalam tubuh. iii. Masa janin/fetus, sejak umur kehamilan 9/12 minggu sampai akhir kehamilan. Masa ini terdiri dari 2 periode, yaitu masa fetus dini, sejak umur kehamilan 9 minggu sampai trimester ke-2 kehidupan intra uterin. Pada masa ini terjadi percepatan pertumbuhan, pembentukan jasad manusia sempurna. Alat tubuh telah terbentuk serta mulai berfungsi. iv. Masa fetus lanjut, yaitu trimester akhir kehamilan. Pada masa ini pertumbuhan berlangsung pesat disertai perkembangan fungsi-fungsi. Terjadi transfer immunoglobulin G (IgG) dari darah ibu melalui plasenta. Akumulasi asam lemak esensial seri Omega 3 (Docosa Hexanoic Acid) dan Omega 6 (Arachidonic Acid) pada otak dan retina. b. Masa bayi (umur 0 – 11 bulan) Masa ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu: i. Masa neonatal (umur 0 – 28 hari) Pada masa ini terjadi adaptasi terhadap lingkungan dan terjadi. ii. Masa post (pasca) neonatal (umur 29 hari – 11 bulan) Pada masa ini terjadi pertumbuhan yang pesat dan proses pematangan berlangsung secara terus menerus terutama meningkatnya fungsi sistem saraf. Pada masa ini, kebutuhan akan pemeliharaan kesehatan bayi, mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan penuh, diperkenalkan kepada makanan pendamping ASI sesuai umurnya, diberikan imunisasi sesuai jadwal, mendapat pola asuh yang sesuai. Masa bayi adalah masa dimana kontak erat antara ibu dan anak terjalin, sehingga dalam masa ini pengaruh ibu dalam mendidik anak sangat besar. c. Masa anak dibawah lima tahun (umur 12 – 59 bulan) Pada masa ini, kecepatan pertumbuhan mulai menurun dan terdapat kemajuan dalam perkembangan motorik (motorik kasar dan motorik halus) serta fungsi ekskresi. Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah pada masa balita. Setelah lahir, terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak masih berlangsung dan terjadi pertumbuhan serabut-serabut saraf dan cabang-cabangnya. Jumlah dan pengaturan hubungan-hubungan antar sel saraf ini akan sangat mempengaruhi segala kinerja otak, mulai dari kemampuan belajar, berjalan, mengenal huruf, hingga bersosialisasi.Perkembangan moral serta dasar-dasar kepribadian anak juga dibentuk pada masa ini, sehingga setiap kelainan/penyimpangan sekecil apapun apabila tidak dideteksi dan ditangani dengan baik, akan mengurangi kualitas sumber daya manusia dikemudian hari. d. Masa anak prasekolah (umur 60 – 72 bulan) Pada masa ini, pertumbuhan berlangsung dengan stabil. Terjadi perkembangan dengan aktivitas jasmani yang bertambah dan meningkatnya keterampilan dan proses berpikir. Pada masa ini, selain lingkungan di dalam rumah maka lingkungan di luar rumah mulai diperkenalkan. Pada masa ini juga anak dipersiapkan untuk sekolah, untuk itu panca indra dan sistem reseptor penerima rangsangan serta proses memori harus sudah siap sehingga anak mampu belajar dengan baik. Perlu diperhatikan bahwa proses belajar pada masa ini adalah dengan cara bermain. BAB III SIMPULAN Pasien perempuan, 4,5 tahun didiagnosis GDD, epilepsi umum non simptompatik, mikrocephal, cerebral palsy spastik, dan gizi kurang. GDD adalah keterlambatan yang signifikan pada dua atau lebih domain perkembangan anak, diantaranya: motorik kasar, halus, bahasa, bicara, kognitif, personal atau sosial aktivitas hidup sehari-hari. Pada pasien ini ditemukan keterlambatan di semua aspek berdasarkan Denver II yang dilakukan pada 31 Mei 2019 di domain personal-sosial, motorik halus-adaptif, bahasa, dan motorik kasar. Pasien memiliki gizi kurang yang ditentukan berdasarkan Kurva Pertumbuhan Anak Cerebral Palsy oleh Developmental Medicine and Child Neurology 2006 Group 4 . Dari berbagai etiologi yang mungkin menyebabkan keterlambatan, faktor penyakit Cerebral Palsy merupakan faktor penyebab yang paling memungkinkan. Untuk tindak lanjutnya, diusulkan konsultasi ke bagian Rehabilitasi Medik untuk fisioterapi. DAFTAR PUSTAKA American Academy of Neurology. 2002. “Evaluation of the child with Global Developmental Delay”. American Academy of Neurology Guideline Summary for Clinicians. Chicago, P. C. 2012. “Global Developmental Delay Evaluation: Evidence-based Approach”. Retrieved from https://pedclerk.bsd.uchicago.edu/page/global- developmental-delayevaluation-evidence-based-approach. Demarin, V., Morovic, S., and Bene, R. 2014. “Neuroplasticity”. Periodicum Biologorum, 116(2), 209–211. Depkes. 2010. “11,9 % Anak Yang Mengikuti SDIDTK Mengalami Kelainan Tumbuh Kembang. KemenKes RI”. http://www.depkes.go.id/development/site/jkn/index.php?cid=1141&id=119 %-anak-yang-mengikuti-sdidtk-mengalami-kelainan-tumbuh-kembang.html Gupta, S., Gupta, V., & Ahmed, A. 2016. “Common Developmental Delay in Full-term Children: A Common Neurological Profile to Aid in Clinical Diagnosis”. Journal of Clinical Developmental Biology J Clin Dev Biol, 1(2), 1–8. https://doi.org/10.21767/2472-1964.100008. Labaf, S., Shamsoddini, A., Taghi Hollisaz, M., Sobhani, V., and Shakibaee, A. 2015. “Effects of neurodevelopmental therapy on gross motor function in children with cerebral palsy”. Iranian Journal of Child Neurology, 9(2), 36– 41. Lee, K. H., Park, J. W., Lee, H. J., Nam, K. Y., Park, T. J., Kim, H. J., and Kwon, B. S. 2017. “Efficacy of intensive neurodevelopmental treatment for children with developmental delay, with or without cerebral palsy”. Annals of Rehabilitation Medicine, 41(1), 90–96. https://doi.org/10.5535/arm.2017.41.1.90. Masgutova, S., Russia-poland, P. D., Wenberg, E. S., and Retschler, M. 2008. “Masgutova Method of Reflex Integration for Children With Cerebral Palsy”, 1–23. Retrieved from http://masgutovamethod.com/_uploads/_media_uploads/_source/article_val eriecp.pdf. Medise, Bernie Endyarni. 2013. Mengenal Keterlambatan Perkembangan Umum Pada Anak. IDAI Jakarta. http://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatananak/mengenalketerlambatan-perkembangan-umum-pada-anak. Matalia, J., and Shirke, S. 2016. “Congenital Rubella”. New England Journal of Medicine, 375(15), 1468–1468. https://doi.org/10.1056/NEJMicm1501815. Park, E.-Y., and Kim, W.-H. 2017. “Effect of neurodevelopmental treatment- based physical therapy on the change of muscle strength, spasticity, and gross motor function in children with spastic cerebral palsy”. Journal of Peter Paul Rickham. 2003. Obituaries. BMJ 2003: 327: 1408-doi: 10.1136/ bmj.327.7428.1408. Ramadhan, Yusuf A., and Dina Maliana. 2012. Bahaya Virus Rubella bagi Ibu Hamil. Surakarta: BISA Publishing. Shevell MI. The evaluation of the child with a global developmental delay. Seminar Pediatric Neurology. 1998;5:21–26. Shields, M. A. 2009. “Childhood Development “, 46(2), 281–301. Van, I., Colla, S., Leeuwen, K. Van, Vlaskamp, C., Ceulemans, E., Hoppenbrouwers, K., … Maes, B. 2017. “Developmental Delay”. Research in Developmental Disabilities, 64(April), 131–142. https://doi.org/10.1016/j.ridd.2017.04.002 Yadav, R. K., Maity, S., and Saha, S “A review on TORCH: groups of congenital infection during pregnancy”. Journal of Scientific and Innovative Research JSIR, 3(32), 258–264. Retrieved from https://pdfs.semanticscholar.org/0898/cd1d53d226defde2b5e01abf1572235 b2589.pdf.